PENDAHULUAN
Latar Belakang Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan salah satu hama
utama
tanaman
Yponomeutidae).
kubis
selain Plutella
xylostella (L.)
(Lepidoptera:
Di Jawa Barat dan Sulawesi Utara, kehilangan hasil yang
ditimbulkan oleh serangan ulat C. pavonana bersama-sama dengan ulat daun P. xylostella pada musim kemarau dapat mencapai 100% (Sastrosiswojo & Setiawati 1993; Korinus 1995). Pada bulan November 2009, hama ulat menyerang pertanaman kubis milik petani di Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan luas serangan mencapai 10 hektar sehingga petani tidak dapat memanen hasilnya (Anonim 2010). Insektisida sintetik masih menjadi andalan petani dalam pengendalian hama C. pavonana, meskipun pengendalian hama terpadu (PHT) pada tanaman kubis telah dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an (Sastrosiswojo & Setiawati 1993). Pengendalian kimiawi umum dilakukan petani karena dapat menurunkan populasi hama dengan cepat serta insektisida sintetik mudah diperoleh dan dapat diterapkan dengan mudah pada areal yang luas. Namun, penggunaan insektisida secara terusmenerus dapat mengakibatkan berbagai dampak samping yang tidak diharapkan seperti terjadinya resistensi dan resurjensi hama, ledakan hama sekunder, terbunuhnya musuh alami, terjadinya pencemaran lingkungan, dan terdapatnya residu insektisida pada produk pertanian (Metcalf 1982; Matsumura 1985). Untuk menekan berbagai dampak negatif akibat penggunaan insektisida sintetik dan mendukung penerapan PHT pada tanaman kubis, perlu dikembangkan sarana pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran namun aman terhadap organisme bukan sasaran dan lingkungan. Salah satu sarana pengendalian yang memenuhi persyaratan tersebut ialah insektisida dari tumbuhan (insektisida nabati) (Prakash & Rao 1997; Dadang & Prijono 2008). Selain mudah terurai di lingkungan dan relatif aman terhadap musuh alami hama, insektisida nabati tidak cepat menimbulkan
resistensi hama bila digunakan dalam bentuk ekstrak kasar, komponen ekstrak dapat bersifat sinergis, dan penggunaannya dapat dipadukan dengan teknik pengendalian hama lainnya (Prakash & Rao 1997; Schmutterer 1997; Prijono 1999). Srikaya (Annona squamosa L., Annonaceae) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang memiliki potensi sebagai sumber insektisida nabati. Ekstrak biji srikaya dilaporkan aktif terhadap berbagai serangga dari ordo Hemiptera, Coleoptera dan Lepidoptera, termasuk larva C. pavonana (Ohsawa et al. 1994; Prakash & Rao 1997; Prijono et al. 1997). Prijono et al. (1997) melaporkan bahwa ekstrak aseton biji srikaya memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva instar III C. pavonana dengan LC50 0.016% pada 3 hari setelah perlakuan (HSP). Sediaan biji srikaya yang diekstrak dengan air yang ditambahi diterjen “Rinso” 1 g/l juga aktif terhadap serangga tersebut dengan LC50 0.197% pada 3 HSP (Basana & Prijono 1994). Senyawa aktif utama dalam biji srikaya adalah skuamosin dan asimisin yang termasuk golongan asetogenin (Londershausen et al. 1991; Ohsawa et al. 1994) Senyawa aktif lain yang terkandung dalam biji srikaya yang mempunyai aktivitas insektisida yang cukup kuat antara lain anonasin, bulatasin, dan neonanin (Kawazu et al. 1989; Rupprecht et al. 1990). Ohsawa et al. (1994) melaporkan bahwa perlakuan skuamosin
dan
asimisin
dengan
metode
residu
pada
daun
menghambat
perkembangan larva C. pavonana masing-masing dengan ED90 20 µg/cm2 dan ED50 20 µg/cm2, serta mematikan larva P. xylostella masing-masing dengan LD50 20 µg/cm2 dan menghambat perkembangan larva tersebut masing-masing dengan ED90 2 µg/cm2 dan ED50 2 µg/cm2. Bahan tumbuhan yang berasal dari lokasi berbeda dapat memiliki aktivitas insektisida yang berbeda.
Sebagai contoh, penghambatan pertumbuhan larva
Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae) yang diberi perlakuan ekstrak 10 sampel biji srikaya pada konsentrasi 250 ppm berkisar dari 33% sampai 92% (Leatemia & Isman 2004).
Perbedaan aktivitas insektisida ekstrak biji srikaya
tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa aktif dalam sampel biji srikaya yang diuji, dan perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh keragaman sifat
genetika dan umur tumbuhan, kondisi tanah dan vegetasi di sekitar lokasi tumbuhan sumber, serta kondisi musim saat pengambilan bahan tumbuhan (Kaufman et al. 2006). Selain Annonaceae, famili tumbuhan lain yang sifat insektisidanya telah sering dilaporkan ialah Piperaceae. Salah satu spesies Piperaceae yang berpotensi sebagai sumber insektisida nabati tetapi belum banyak diteliti di Indonesia yaitu sirih hutan (Piper aduncum L.). Ekstrak metanol daun sirih hutan memiliki aktivitas insektisida yang cukup kuat terhadap wereng hijau Nephotettix virescens (Distant) (Homoptera: Jassidae) dan larva P. xylostella (Dadang 1999). Dilapiol merupakan komponen aktif utama yang bersifat insektisida dalam ekstrak daun sirih hutan. Bernard et al. (1995) melaporkan bahwa perlakuan dengan dilapiol pada konsentrasi 0.1 ppm menyebabkan kematian larva nyamuk Aedes atropalpus sebesar 92%. Baru-baru ini, Hasyim (2011) melaporkan bahwa fraksi heksana ekstrak buah sirih hutan yang aktif terhadap larva C. pavonana mengandung dilapiol sebagai komponen utama (68.8% dari toral area puncak kromatogram gas). Insektisida nabati dapat digunakan secara tunggal atau dalam bentuk campuran. Ekstrak beberapa spesies Piperaceae dapat bersifat sinergis bila dicampur dengan ekstrak lain. Misalnya campuran ekstrak metanol buah Piper retrofractum dan daun Tephrosia vogelii (nisbah konsentrasi 1:1) (Saryanah 2008) serta campuran ekstrak etil asetat buah Piper cubeba dan daun T. vogelii (9:5). (Abizar & Prijono 2010) bersifat sinergis terhadap larva C. pavonana. Baik buah P. retrofractum maupun P. cubeba mengandung sejumlah senyawa yang memiliki gugus metilendioksifenil (Parmar et al. 1997). Scott et al. (2008) melaporkan bahwa pencampuran beberapa senyawa aktif tanaman Piperaceae yang mengandung gugus tersebut dapat bersifat sinergistik. Gugus tersebut merupakan bagian aktif dari berbagai jenis senyawa yang dikenal sebagai sinergis insektisida (Matsumura 1985; Perry et al. 1998). Dilapiol yang merupakan senyawa aktif insektisida utama dalam tanaman sirih hutan juga memiliki gugus metilendioksifenil sehingga ekstrak sirih hutan yang mengandung dilapiol berpotensi sinergis bila dicampurkan dengan ekstrak lain.
Insektisida nabati memiliki efek residu yang terbatas pada pertanaman. Sebagai contoh, Ginting (2003) melaporkan bahwa campuran ekstrak metanol ranting Aglaia odorata dan Swietenia mahogany 7:3 pada konsentrasi 0.5% mengakibatkan mortalitas yang tinggi pada larva P. xylostella, yaitu sebesar 97%,
tetapi
mortalitasnya menurun menjadi 40% setelah ekstrak terpapar cahaya matahari selama 3 hari.
Persistensi insektisida nabati yang singkat secara ekonomi tidak
menguntungkan bagi petani karena diperlukan aplikasi yang berulang-ulang, sementara di pihak lain sifat tersebut memungkinkan aplikasi insektisida nabati beberapa saat menjelang panen (Dadang & Prijono 2008).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan 1) menguji aktivitas insektisida ekstrak biji srikaya dari delapan lokasi berbeda terhadap larva C. pavonana di laboratorium; 2) menguji sinergisme campuran ekstrak biji srikaya yang paling aktif dan ekstrak buah sirih hutan terhadap larva C. pavonana di laboratorium; 3) menguji efek residu ekstrak biji srikaya dan campurannya dengan bahan lain pada tanaman caisin terhadap larva C. pavonana pada skala semilapangan.
Ruang Lingkup Penelitian 1) Pengujian aktivitas insektisida ekstrak metanol biji srikaya dari delapan lokasi berbeda – enam lokasi di Jawa Tengah dan dua lokasi di Papua – terhadap larva C. pavonana. 2) Pengujian sinergisme campuran ekstrak metanol biji srikaya yang paling aktif dan ekstrak methanol buah P. aduncum terhadap larva C. pavonana. 3) Pengujian efek residu ekstrak metanol biji srikaya yang paling aktif dan campurannya dengan ekstrak metanol buah sirih hutan, ekstrak metanol biji mimba (Azadirachta indica), dan optical brightener pada tanaman caisin terhadap larva C. pavonana pada skala semilapangan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perbedaan aktivitas ekstrak biji srikaya dari lokasi berbeda terhadap larva C. pavonana, sifat sinergisme campuran ekstrak biji srikaya dan buah sirih hutan terhadap larva C. pavonana, serta persistensi ekstrak biji srikaya dan campurannya dengan bahan lain, yang dapat digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan insektisida nabati untuk mengendalikan hama C. pavonana.