PENDAHULUAN Latar Belakang
Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pendapatan devisa negara dan khususnya untuk ekspor batubara selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2002 volume ekspor baru mencapai 73,12 juta ton dengan nilai USD. 1.762,4 juta, namun pada tahun 2006 meningkat menjadi 148,01 juta ton dengan nilai sebesar USD. 6.085,7 juta (Departemen ESDM dan BPS, 2007). Jumlah sumber daya batubara Indonesia tahun 2005 berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah sebesar 61,366 miliar ton, yang tersebar di 19 (sembilan belas) propinsi dengan sumberdaya terbesar berada pada propinsi Sumatera Selatan (23,197.88 juta ton) diikuti Kalimantan Timur (21,076.98 juta ton) dan Kalimantan Selatan (9,101.38 juta ton), selengkapnya pada Lampiran 1. Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Kondisi ini didukung oleh sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM yang terus meningkat (tinggi),
sehingga menuntut industri
yang berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara, seperti yang dihimbaukan oleh Wapres Jusuf Kalla saat harga minyak dunia terus merangkak naik. Gambaran konsumsi batubara menurut jenis Industri sejak tahun 1998 – 2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Konsumsi energi Indonesia meningkat pesat sebesar rata-rata 9% per tahunnya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Sementara itu dalam total energy mix, pemanfaatan batubara baru mencapai 13%. Menurut Departemen ESDM pemanfaatan batubara secara intensif masuk akal karena jumlah cadangan batubara yang siap dimanfaatkan masih rendah (6,7 miliar ton), sementara sumber daya batubara Indonesia sekitar 61 miliar ton.
Dengan
produksi sekitar 150 juta ton saat ini, maka batubara masih bisa dimanfaatkan lebih dari 30 tahun.
Tabel 1. Konsumsi Batubara menurut jenis Industri di Indonesia (1998 – 2005) JENIS INDUSTRI
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
PLTU
10,911,341 13,047,717 13,943,613
19,165,256 21,902,161 23,810,054 23,492,328
SEMEN
1,279,973
2,762,831
3,763,884
5,938,172
5,355,460
5,068,194
6,070,825
6,023,248
INDUSTRI TEKSTIL
0
0
0
0
0
274,160
381,440
1,307,610
INDUSTRI KERTAS
692,737
805,397
766,549
804,202
471,751
1,680,304
1,106,227
2,272,443
METALURGI
144,907
123,226
134,393
220,666
236,802
225,907
122,827
160,490
BRIKET
29,963
38,302
36,799
31,265
24,708
24,976
23,506
28,267
2,600,550
2,573,355
5,545,609
1,407,667
3,792,481
4,715,840
5,237,639
417,583
24,190,847
27,567,228 31,783,363 35,799,435 36,434,792 35,341,815
LAIN - LAIN JUMLAH
15,659,471 19,350,828
25,132,174
Sumber : - Hasil Survey Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekmira), 2006 - Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara (DPPMB), 2006
Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total kapasitas 10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin berkembangnya industri-industri lain seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil merupakan indikasi permintaan dalam negeri yang semakin meningkat.
Demikian pula halnya dengan permintaan batubara dari negara-
negara pengimpor mengakibatkan produksi akan semakin meningkat pula. Begitu juga dengan pemanfaatan batubara di luar negeri terus meningkat dan Indonesia merupakan pemasok terbesar (25%), diikuti oleh Australia, Afrika Selatan, RRC, Federasi Rusia, Kolombia dan Amerika Serikat (berdasarkan laporan ABARE – Australian Beureau Research for Agriculture and Economic Resource, Maret 2007) dan dominasi ini dapat bertahan hingga tahun 2012 (Divisi REN BNI, 2007). Kegiatan di Sektor Pertambangan merupakan kegiatan usaha padat modal dan padat teknologi
yang sarat dengan berbagai risiko (padat risiko),
mulai dari pencarian cadangan, eksplorasi, sampai pada kegiatan eksploitasi. Risiko yang dihadapi dalam dunia usaha pertambangan antara lain risiko geologi, risiko teknologi, risiko politik dan risiko kebijaksanaan, sehingga secara umum sektor ini menjadi lahan bagi pengusaha besar.
Tujuan investasi bagi para
penanam modal adalah untuk mendapatkan Return on Investment (ROI) yang
2
wajar, sehingga segala kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan baik
langsung
perkembangan
maupun
tidak
langsung
investasi
akan
sangat
mempengaruhi
pertambangan
di
Indonesia
(http://www.tekmira.esdm.go.id, 2008). Selain faktor risiko di atas, masih terdapat beberapa kendala dalam pengembangan industri pertambangan batubara, diantaranya : (a) tumpang tindihnya investasi pertambangan dengan UU Kehutanan serta UU ataupun peraturan daerah lainnya serta munculnya berbagai beban dan pungutan, (b) peraturan-peraturan lingkungan yang cenderung terlalu ketat seperti penggolongan limbah batubara sebagai limbah B3, (c) isu kepemilikan dan kompensasi lahan menjadikan semakin tingginya biaya produksi, (d) terbatasnya jalur sungai dalam transportasi tongkang batubara termasuk kehandalan kapal angkut tongkang itu sendiri, (e) pelaksanaan UU Otonomi Daerah tahun 1999 membuat daerah terlalu bebas memberi ijin pertambangan sehingga sering mengganggu stabilitas permintaan dan penawaran di pasar (Divisi REN BNI, 2008) Namun demikian, prospek atau potensi bisnis dari pengembangan industri di sektor ini juga sangat menjanjikan karena potensi batubara Indonesia belum tergarap secara optimal, secara ekonomis prospektif karena mudah diperoleh dan teknologinya terus berkembang, selain itu pasar yang semakin terbuka dengan dikembangkannya pembangunan pabrik pencairan batubara dengan salah satu yanjg terbesar adalah yang direncanakan akan dibangun pada tahun 2009 dengan target operasi tahun 2013 dengan kapasitas 27 barel per hari (Departemen ESDM). Potensi sumber daya alam berupa tambang batubara yang terdapat di Kalimantan Selatan cukup besar (urutan ke-3 di Indonesia) dengan kualitas yang baik, serta keberadaannya hampir menyebar di seluruh kabupaten (Banjar, Tanah Laut, Kotabaru, Tanah Bumbu, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Tapin dan Tabalong).
Berdasarkan data dari Indonesian
Coal Mining Association pada tahun 2001, stock cadangan batubara Kalimantan Selatan yang terukur (pasti) adalah 2,428 milyar ton dan yang terindikasi sekitar 4,101 milyar ton. batubara
yang
Sehingga paling tidak, sampai saat ini terdapat cadangan sudah
ditemukan
sebesar
6,529
milyar
ton
(http://www.walhi.or.id/kampanye/tambang, 2008).
3
Dalam Indonesia mineral and Coal Statistics, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2005, produksi batubara di Kalimantan Selatan yang tercatat secara resmi pada tahun 2003 adalah 46.116.289,80 ton dan meningkat pada tahun 2004 yaitu sebesar 54.540.977,16 ton, dimana sebagian besar produksi batubara tersebut dihasilkan oleh perusahaan besar dengan modal asing
(PMA) seperti PT. Arutmin dan PT. Adaro Indonesia.
Jumlah
produksi ini menyumbang sebesar 40,35% dari total produksi nasional sebesar 114.278.195, 13 ton pada tahun 2003 dan 41,21% dari produksi nasional sebesar 132.352.024,79 ton pada tahun 2004. Hambatan yang besar berupa modal, teknologi maupun risiko untuk masuk dalam sektor pertambangan batubara telah menjadikan barrier tertentu bagi para pengusaha sehingga hanya pengusaha besar saja yang mampu memperoleh perijinan berupa Kuasa Pertambangan (KP) batubara.
Namun
demikian bukan berarti para pengusaha UKM tidak dapat masuk ke dalam sektor ini, karena pemilik KP memerlukan pendukung untuk menjalankan usahanya, seperti kebutuhan bahan bakar untuk peralatannya, bahan pangan untuk para pekerja, alat angkut darat untuk mobilisasi barang dari area tambang ke stockpile, alat angkut sungai/laut untuk mobilisasi batubara dari pelabuhan (stockpile) ke tempat pembeli,
serta pembagian pekerjaan dalam rangka mempercepat
pekerjaan dan meningkatkan volume produksi (sub kontrak). Dengan demikian peran UKM dalam sektor pertambangan batubara ini berada pada usaha penunjangnya, seperti dapat sebagai pelaksana sub kontraktor penambangan, jasa pengangkutan, pemasok bahan bakar atau bergerak di bidang usaha penunjang lainnnya.
Deskripsi alur proses pekerjaan penambangan batubara
sejak pembukaan lahan hingga pengapalan dapat dilihat pada Gambar 1. Keterlibatan UKM dalam sektor pertambangan batubara sebagaimana juga pada sektor lainnya, perlu mendapatkan dukungan dari aparat Pemerintah Daerah setempat karena berdasarkan data dari Kantor Kementrian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada tahun 2005 terjadi penurunan jumlah unit usaha pada UKM di Indonesia dari tahun 2004, begitu juga pada UB, sebagaimana pada Tabel 2.
4
Reklamasi
Angkutan Darat
Sub Kontraktor
Angkutan Laut Pelabuhan
Gambar 1. Potensi kegiatan usaha di sektor pertambangan batubara bagi UKM (Dinas ESDM Kalsel) Penurunan jumlah unit UKM dan UB pada sektor pertambangan dan penggalian di Indonesia sebagaimana pada Tabel 2, mengindikasikan bahwa sektor usaha tersebut memiliki kendala yang cukup besar bagi pengusaha untuk dapat mempertahankan bahkan meningkatkan usahanya. Untuk itu diperlukan suatu upaya bagi UKM agar dapat mengendalikan kendala-kendala yang menjadi penghambat usaha serta memenangkan persaingan sehingga dapat menjaga usahanya tetap berkelanjutan. Sejalan dengan itu dalam era globalisasi saat ini dengan kondisi persaingan yang sangat ketat, sebuah perusahaan termasuk juga UKM dituntut untuk selalu dapat mengembangkan strategi yang lebih baik untuk memiliki posisi yang relatif kuat
(Rangkuti, 2002).
Seperti dikatakan Porter (1993) bahwa
setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu industri mempunyai strategi bersaing baik secara eksplisit melalui proses perencanaan atau mungkin juga telah berkembang secara implisit melalui kegiatan-kegiatan dari berbagai departemen fungsional perusahaan.
5
Tabel 2. Perkembangan UKM dan UB berdasarkan Sektor Usaha di Indonesia NO
SEKTOR
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 2 Pertambangan & Penggalian
TAHUN 2004 (UNIT) SKALA USAHA UKM UB Total
25,799,774
59 25,799,833
TAHUN 2005 (UNIT) SKALA USAHA UKM UB Total
26,261,412
UKM
PERKEMBANGAN JUMLAH (UNIT) / % % Besar
1.79%
-
%
59 26,261,471
461,638
0.00%
(14,238) -6.77%
(5) -6.76%
210,342
74
210,416
196,104
69
196,173
2,740,026
2,519
2,742,545
2,808,949
2,582
2,811,531
68,923
2.52%
63
2.50%
4,597
40
4,637
4,944
43
4,987
347
7.55%
3
7.50%
162,359
192
162,551
163,092
193
163,285
733
0.45%
1
0.52%
6 Perdagangan, Hotel & Restoran
9,924,668
474
9,925,142
10,197,812
487 10,198,299
273,144
2.75%
13
2.74%
7 Pengangkutan dan Komunikasi
2,573,458
151
2,573,609
2,705,849
159
2,706,008
132,391
5.14%
8
5.30%
35,970
317
36,287
37,418
330
37,748
1,448
4.03%
13
4.10%
2,256,218
242
2,256,460
2,314,008
249
2,314,257
57,790
2.56%
7
2.89%
4,068 43,711,480
44,689,588
3 Industri Pengolahan 4 Listrik, Gas & Air Bersih 5 Bangunan
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9 Jasa - Jasa JUMLAH
43,707,412
4,171 44,693,759
982,176 2.25%
103 2.53%
Penelitian terhadap strategi-strategi bisnis dalam implementasinya pada dunia usaha di Indonesia sudah banyak dilakukan, seperti diantaranya hasil penelitian Pramana (2001) dengan obyeknya salah satu perusahaan payung nasional, dengan menggunakan analisis strategi generik dapat dihasilkan suatu strategi untuk menghadapi persaingan usaha, yakni dengan menggunakan strategi best-cost provider.
Sedangkan dengan menggunakan analisis rantai
nilai dan kapabilitas, hasil penelitian Nainggolan (2001) terhadap salah satu perusahaan manufaktur tas ekspor di Indonesia, dapat menunjukkan beberapa kekuatan yang menjadi sumber keunggulan bersaing yang terdapat dalam aktivitas-aktivitas perusahaan dan menetapkan 3 (tiga) keunggulan bersaing yang merupakan distinctive comparative perusahaan (kemampuan manufaktur yang mengembangkan skala ekonomi dan membangun hambatan masuk, pemasaran yang kuat dan pelayanan yang prima).
6
Scarborough dan Zimmerer (2006) menegaskan bahwa saat lingkungan persaingan global sekarang, baik usaha besar (UB) maupun usaha kecil menengah (UKM) yang tidak berpikir dan bertindak secara strategis akan sangat mudah diserang/dikalahkan oleh pesaing.
Setiap bisnis terbuka terhadap
kekuatan perubahan yang cepat dari lingkungan persaingan dan di masa yang datang UKM akan menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang lebih besar lagi.
Perumusan Masalah
Secara umum UKM cukup banyak memiliki kelemahan, yang sering menjadi hambatan bagi UKM tersebut untuk berkembang dan meningkatkan skala usahanya, meskipun kontribusinya terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak dapat diabaikan, begitu juga kontribusinya terhadap penurunan jumlah pengangguran. Sektor pertambangan batubara sebagai salah satu sektor ekonomi yang menjadi sasaran tempat usaha UKM, memiliki beberapa kendala yang umumnya hanya bisa dimasuki oleh perusahaan-perusahaan besar, karena kebutuhan modal yang sangat besar jika akan berinvestasi pada sektor pertambangan batubara ini selain padat teknologi dan risiko. Namun demikian dalam realitanya cukup banyak pengusaha kecil (UKM) yang turut berkecimpung dalam bisnis ini, terutama pada usaha pendukung baik sebagai sub kontraktor penambangan, perdagangan barang-barang penunjang (suplier), transportasi atau angkutan darat & laut dan lain-lain. Guna mempertahankan keberlangsungan usahanya, tentunya UKM perlu menerapkan strategi bisnis yang menunjang ke arah tersebut, sehingga UKM tidak saja hanya dapat mempertahankan keberlangsungan usahanya tetapi juga dapat meningkatkan skala usahanya. Begitu juga UKM di sektor pertambangan perlu menerapkan strategi bisnis agar dapat unggul dari para pesaingnya serta mampu menghadapi lingkungan usaha yang secara makro dan mikro cukup rentan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. CV. Anugerah Rieski Gunung adalah salah satu UKM yang bergerak dalam usaha pendukung sektor pertambangan batubara baik dalam jasa kontraktor, rental alat berat maupun dalam perdagangan hasil tambang (batubara)
7
yang telah dijalaninya sejak tahun 1997 (terutama oleh key person), namun legalitas CV dan ijin usahanya baru dikeluarkan tahun 2004. Meskipun CV. ARG masih membatasi areal operasinya yang difokuskan di daerah Kalimantan Selatan, namun CV. ARG
telah memiliki cukup
pangalaman dalam sektor pertambangan batubara ini, yang dapat diketahui dari riwayat pekerjaan yang pernah dijalaninya (termasuk oleh key person), dan saat ini saat ini sedang mengerjakan pekerjaan penambangan batubara sebagai sub kontraktor dari PT. SBR dengan lokasi tambang yang terletak di desa Gunung Batu, kecamatan Binuang, kabupaten Tapin Propinsi Kalimantan Selatan. Sebagai
sebuah
badan
usaha
yang
masih
relatif
baru
dalam
perkembangannya tentunya juga mengharapkan adanya kesinambungan serta peningkatan skala usaha meskipun kondisi persaingan usaha cukup ketat selain tingkat risiko usaha dari industri tambang itu sendiri serta kebutuhan modal yang cukup besar yang diperlukan agar dapat menguasai industri. Untuk itu penelitian terhadap CV. ARG ini dimaksudkan untuk mencari gambaran mengenai strategi apa yang layak untuk dijalankan oleh perusahaan, apakah strategi yang didapatkan dapat memberikan nilai tambah, sehingga CV. ARG dapat mempertahankan usahanya bahkan memiliki keunggulan bersaing yang berkesinambungan dalam upayanya untuk menjaga keberlangsungan usahanya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan strategi kompetitif yang tepat dalam membangun keunggulan bersaing pada skala UKM untuk menjaga kelangsungan hidup bisnisnya. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui keunggulan sumber daya dan kemampuan perusahaan (CV.ARG).
2.
Mengetahui kondisi dan strategi yang dijalankan oleh perusahaan (CV. ARG) guna menghadapi pesaing dalam upayanya untuk menjaga keberlangsungan usaha.
3.
Menganalisis posisi perusahaan (CV. ARG) dalam lingkungan industrinya.
8
4.
Merumuskan strategi yang dijalankan perusahaan (CV.ARG) di industri dalam menghadapi lima kekuatan pesaing melalui aktivitas-aktivitas yang dijalankan dalam penciptaan nilai.
Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelaahan lebih dalam mengenai manajemen strategik khususnya strategi bersaing yang dipadukan dengan kondisi riil perusahaan, maka beberapa kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Dapat membantu dan memberikan pembelajaran (masukan) kepada perusahaan
(UKM)
yang
umumnya
memiliki
kelemahan
dalam
manajemen, agar dapat mempertahankan kegiatan usahanya untuk tetap berkesinambungan
melalui
strategi
bersaing
yang
kerkelanjutan
(sustainable competitive strategy) yang tepat untuk menghadapi pasar dan persaingan yang semakin ketat. 2. Menjadi referensi bagi UKM di Indonesia, sehingga UKM Indonesia memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage) dan keunggulan komparatif (comparative advantage) yang menjadikannya unggul dan mampu bersaing dengan UKM dunia.
9