PENDAHULUAN
Latar Belakang Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang undang No. 23 Tahun 2000. Pada awalnya, Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Dalam perkembangannya, pada tahun 2006 terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan Kota Serang dan pada tahun 2008 Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Dengan demikian pada saat ini Provinsi Banten terdiri dari 4 (empat) kabupaten dan 4 (empat) kota. Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta serta memiliki luas sebesar 9 662.92 km2 atau sekitar 0.51 persen dari luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayahnya, berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah selatan, dan Selat Sunda di sebelah barat. Dengan demikian, Provinsi Banten mempunyai posisi yang strategis yaitu sebagai jalur penghubung darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten mengalami proses perkembangan
pembangunan yang berbeda-beda.
Kota Tangerang, Kota
Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang sebagai hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta dan Kota Cilegon yang berada di gerbang lalu lintas perdagangan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa mengalami pertumbuhan pembangunan ekonomi dan sosial yang jauh lebih cepat dibanding dengan Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang berada di Banten bagian selatan. Masing-masing Kabupaten Kota memberikan kontribusi PDRB yang berbeda-beda terhadap Provinsi Banten. Pada tahun 2009, Kota Tangerang memberikan kontribusi PDRB terbesar terhadap PDRB Provinsi Banten kemudian disusul oleh Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon (BPS Banten, 2010) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
2
Pandeglang 7,17 5,295,16 3,4 14,15
Kab Lebak Kab. Tangerang 21,75
Kab. Serang Kota Tangerang
33,94
8,14
Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel
Gambar 1. Kontribusi PDRB (atas harga berlaku) kabupaten/kota Provinsi Banten pada tahun 2009 Ditinjau dari sisi pembangunan lingkungan, perkembangan pembangunan ekonomi cenderung disertai dengan kemunduran lingkungan. Kota Tangerang sebagai penyumbang PDRB terbesar di Provinsi Banten,
namun
secara
kontradiktif pada tahun 2009, hampir seluruh kecamatan (8 kecamatan dari 12 kecamatan yang ada) di Kota Tangerang mengalami banjir (BPS Kota Tangerang, 2010). Demikian juga halnya dengan pencemaran lingkungan, pencemaran air, suara dan udara yang besar berada di kabupaten/kota penyumbang PDRB yang besar yakni Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon seperti ditunjukkan pada Tabel 1 (BPS Banten, 2008). Tabel 1. Banyaknya desa yang mengalami pencemaran lingkungan menurut jenis pencemaran lingkungan menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten
Kabupaten/Kota Kab.Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang
Total jumlah desa 335 320 328 308 104 43 66
Sumber: BPS Banten, 2008
Jumlah desa yang mengalami pencemaran Air Udara Suara Jumlah % Jumlah % Jumlah % 22 6.57 21 6.27 27 8.06 34 10.63 22 6.88 27 8.44 66 20.12 64 19.51 57 17.37 62 20.13 58 18.83 22 7.14 22 21.15 27 25.96 20 19.23 9 20.93 15 34.88 14 32.56 6 9.09 11 16.67 8 12.12
3
Secara umum pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan kinerja pembangunan yang paling populer.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi
yang pesat tersebut jika disertai dengan kerusakan sumberdaya alam akan berdampak paradoks dan mengarah kepada kemunduran pembangunan itu sendiri. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut memaksa para pakar pembangunan untuk mengkaji tolak ukur (indikator) pembangunan yang bukan hanya pertumbuhan ekonomi, tetapi harus disertai beberapa indikator lainnya (Rustiadi et al., 2009). Dalam perspektif konsep pembangunan, pendekatan pembangunan dituntut untuk memperhatikan keberimbangan dan keadilan antar generasi yang dikenal dengan
konsep
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development).
Kesadaran untuk memberikan perhatian pada lingkungan dimulai sejak adanya deklarasi Stockholm pada tahun 1972.
Dua puluh tahun setelah konferensi
Stockholm, PBB kembali melakukan konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development, UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil, pada tanggal 3 sampai 14 Juni 1992, yang lebih popular dengan KTT Rio (Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio). KTT ini dihadiri oleh kurang lebih 100 Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan seluruh dunia.
Salah satu isu yang sangat penting yang menjadi dasar
pembicaraan di KTT Rio adalah prinsip pembangunan berkelanjutan (UN, 2007). Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya (UN, 2007). Paradigma pembangunan berkelanjutan melihat pembangunan sebagai keserasian antara keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kelestarian lingkungan. Perdebatan sustainable development saat ini telah bergeser dari isu definisi ke isu pengukuran. Definisi dianggap telah cukup mapan, ratusan paper telah diterbitkan dalam mendefinisikan pembangunan berkelanjutan (Bapedal, 2001). Mitchell (1996) berpendapat bahwa pengukuran sustainable development adalah merupakan persyaratan penting untuk mencapai sustainable society. UN
(2007)
memberikan
arahan
untuk
mengukur
pembangunan
berkelanjutan dengan menggunakan indikator yang dikelompokkan ke dalam
4
tema yakni kemiskinan, pemerintahan, kesehatan, pendidikan, kependudukan, bencana alam, atmosfir, lahan, kepulauan, laut dan pantai, biodiversity, perkembangan ekonomi, persatuan ekonomi global, pola konsumsi dan produksi. Dalam penelitiannya, Feng et al. (2009) menggunakan 52 (lima puluh dua) indikator untuk menilai pembangunan berkelanjutan di Kota Jining, China. Indikator yang digunakan terdiri dari 10 indikator pertumbuhan ekonomi dan efesiensi, 15 indikator untuk perlindungan lingkungan, 14 indikator sosial dan 13 indikator lingkungan. Selain itu, Nader et al. (2008) menggunakan 110 indikator untuk mengukur sustainable development yang dikelompokkan dalam tema kependudukan, standar hidup, pola konsumsi dan produksi, agriculture, industri, energi, pelayanan, transpor, udara, air, lahan dan tanah, dan biodiversity. Analisis terhadap tingkat perkembangan pembangunan berkelanjutan penting dilakukan agar pembangunan tidak hanya menjadi konsep yang abstrak. Beberapa peneliti telah melakukan analisis untuk mengukur berkelanjutan.
pembangunan
Feng et al. (2007) menggembangkan metode Full Permutation
Polygon Synthetic dalam mengevaluasi sustainable development di Kota Jining, Cina.
Ferrarini et al. (2001) menggunakan metode multi kriteria analisis untuk
mengukur kualitas dan keberlanjutan lingkungan di Provinsi Reggio Emillia, Italy dan Graymore et al. (2009), menggabungkan metode GIS yang didasarkan pada multi criteria analysis untuk memperoleh sebuah indeks dari regional sustainability di Victoria , Australia.
Perumusan Masalah Kabupaten/kota di Provinsi Banten mengalami proses perkembangan pembangunan yang berbeda-beda.
Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang Selatan, Cilegon, dan Kota/Kabupaten Serang yang berada di bagian utara memiliki perkembangan sosial ekonomi yang lebih maju dibandingkan dengan Banten bagian selatan yakni Pandeglang dan Lebak. Penelitian mengenai ketimpangan antara Banten bagian utara dan selatan telah dilakukan. Priyanto (2009) mengkaji ketimpangan ekonomi antara Banten bagian utara dan selatan dilihat dari indeks Wiliamsons dan Khusaini (2005) mengkaji disparitas antar wilayah kabupaten/kota dan pengaruhnya terhadap
5
pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi Banten.
Kedua penelitian tersebut
menggunakan data PDRB untuk menggambarkan ketimpangan ekonomi antara Banten bagian utara dan selatan. Menurut Rustiadi et al. (2009), PDRB adalah salah satu indikator yang populer untuk mengukur tingkat pembangunan ekonomi di suatu wilayah, namun PDRB yang tinggi belum tentu mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Diperlukan indikator lain untuk mengukur keberhasilan tingkat
pembangunan di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan adalah pertumbuhan yang tidak disertai dengan munculnya berbagai masalah berupa penurunan distribusi pendapatan, peningkatan jumlah pengangguran, peningkatan jumlah keluarga di bawah garis kemiskinan serta kerusakan sumber daya alam. pembangunan
tersebut
adalah
konsep
pembangunan
yang
Konsep mempunyai
keberimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kelestarian lingkungan yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pengukuran
pembangunan
berkelanjutan
secara
kuantitatif
belum
dilakukan di Provinsi Banten walaupun telah banyak kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilaksanakan yang didasarkan pada paradigma pembangunan berkelanjutan.
Pengukuran pembangunan berkelanjutan secara kuantitatif
merupakan hal yang penting dilakukan untuk mengetahui apakah suatu wilayah sudah atau belum memenuhi syarat-syarat pembangunan berkelanjutan. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pencapaian indikator pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten; (2) Bagaimana perkembangan pembangunan antar waktu antar wilayah di Provinsi Banten jika dilihat tidak hanya dari sisi ekonomi, namun dengan menggunakan pendekatan paradigma pembangunan berkelanjutan yakni selain sisi ekonomi, juga dari sisi sosial dan lingkungan; (3) Bagaimana status pembangunan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten.
6
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah: 1.
Mempelajari
pencapaian indikator pembangunan sosial, ekonomi dan
lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten. 2.
Mengukur dan menganalisis pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten.
3.
Menentukan
status pembangunan
antar waktu dan antar wilayah di
Provinsi Banten.
Manfaat Penelitian Manfaat
penelitian
ini
diharapkan
bisa
menjadi
masukan
bagi
pemerintahan daerah Provinsi Banten dalam merumuskan rencana pembangunan ke depan agar sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masing-masing wilayah.
Kerangka Pemikiran Status pembangunan berkelanjutan di suatu wilayah ditentukan oleh pencapaian pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan di wilayah tersebut. Pembangunan yang diharapkan di suatu wilayah adalah pembangunan yang memiliki pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kelestarian lingkungan. Melalui pembangunan ekonomi, pelaksanaan kegiatan perekonomian akan berjalan lebih lancar dan mampu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dan penggurangan jumlah pengangguran. Pembangunan ekonomi juga menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Namun di lain pihak adanya pembangunan ekonomi yang tidak
terencana dengan baik mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan hidup. Disamping itu pembangunan ekonomi melalui
industrialisasi mengakibatkan
berkurangnya lahan pertanian hilangnya habitat alami baik hayati maupun hewani. Oleh sebab itu, mengukur hasil pembangunan pada suatu wilayah tidak cukup hanya dari perkembangan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang disertai dengan kemunduran lingkungan akan berdampak paradoks terhadap pembangunan dan mengarah kepada kemunduran pembangunan itu sendiri. Dalam pembangunan
7
diperlukan keberimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial dan kelestarian lingkungan yang dikenal dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Provinsi Banten terbentuk pada bulan Oktober 2000 dengan 6 (enam) wilayah kabupaten/kota. Masing-masing wilayah
mengalami perkembangan
pembangunan yang berbeda-beda. Ditinjau dari sisi PDRB, Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Kabupaten Tangerang yang terletak di Banten bagian utara memiliki
kontibusi PDRB yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan
wilayah Banten bagian selatan (Kabupaten Pandeglang dan Lebak). Namun jika ditinjau dari sisi pembangunan lingkungan, wilayah-wilayah yang mengalami tingkat pencemaran yang tinggi baik pencemaran tanah, air, udara dan suara terjadi di wilayah yang memberikan kontibusi PDRB yang tinggi. Demikian juga halnya dengan masalah lingkungan
berupa bencana banjir, pada tahun 2009
hampir seluruh kecamatan di Kota Tangerang mengalami bencana banjir. Berdasarkan
permasalahan-permasalahan tersebut di atas maka
perlu
dikaji perkembangan pembangunan berkelanjutan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten.
Hal ini penting dilakukan agar perencanaan pembangunan
selanjutnya dapat diarahkan terhadap keberimbangan pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial dan kelestarian lingkungan agar tercipta pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Perkembangan pembangunan berkelanjutan pada masing-masing wilayah di Provinsi Banten dianalisis berdasarkan pengukuran
indikator-indikator
pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan. Agregasi nilai dari indikatorindikator ekonomi, sosial dan lingkungan menghasilkan nilai pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan pada masing-masing wilayah di Provinsi Banten. Dengan melakukan pengukuran indikator secara time series maka dapat dikaji perkembangan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah, pola ketimpangan pembangunan sosial ekonomi dan lingkungan, hubungan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan dan selanjutnya dapat dikaji status pembangunan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan. Diagram alir kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 2.
8
Provinsi Banten
Banten Bagian Utara
Banten Bagian Selatan
Pada umumnya sektor utama industri dan jasa. Ekonomi dan sosial relatif lebih maju. Masalah lingkungan
Perkembangan ekonomi dan sosial tertinggal di banding Banten bagian utara. Sektor utama pertanian.
Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Pengukuran indikator : sosial, ekonomi, lingkungan Perkembangan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan antar waktu antar wilayah Pola ketimpangan pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan Hubungan pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan
Status pembangunan antar waktu antar wilayah di Provinsi Banten
Gambar 2. Diagram alir kerangka pikir penelitian