20
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dan produk olahannya mengandung senyawa isoflavon. Isoflavon yang dominan pada tempe adalah aglikon (genistein dan daidzein) yang dihasilkan dari pelepasan glukosa dari glikosida. Tempe mengandung lebih banyak senyawa isoflavon aglikon bila dibandingkan dengan kedelai mentah (Safrida 2008). Isoflavon terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Aktivitas estrogenik isoflavon diketahui terkait dengan struktur kimianya yang mirip dengan dietilstilbesterol, yang biasanya digunakan sebagai obat yang memiliki sifat estrogenik (Pawiroharsono 2007). Struktur isoflavon dapat ditransformasikan menjadi equol yang mempunyai struktur fenolik mirip dengan hormon estrogen (Setchell dan Cassidy1999). Struktur molekul equol isoflavon memiliki kemiripan dengan struktur estrogen sehingga isoflavon disebut estrogen like. Isoflavon kedelai adalah senyawa fitoestrogen yang mempunyai kesamaan struktur kimia dengan estrogen mamalia (Setchell dan Adlercreutz 1988). Isoflavon mampu berikatan dengan reseptor estrogen (RE) yang terdapat dalam sel berbagai jaringan tubuh dan berpotensi secara agonis maupun antagonis terhadap kerja estrogen (Brzozowski et al. 1997). Penelitian Persky et al. (2002) mengungkapkan bahwa isoflavon dapat bertindak sebagai estrogen antagonis (menghambat) pada saat estrogen endogen dalam konsentrasi tinggi, dan bertindak sebagai estrogen agonis (menstimulir) pada saat hormon estrogen endogen dalam konsentrasi rendah. Afinitas fitoestrogen terhadap reseptor estrogen sangatlah rendah bila dibandingkan dengan estrogen endogen sehingga diperlukan jumlah fitoestrogen yang sangat besar untuk memperoleh efek yang memadai menyamai efek estrogen endogen. Fitoestrogen diketahui berpotensi lebih rendah, yaitu 10-3-10-5 kali dibanding estrogen endogen, namun mampu berikatan kuat dengan reseptor estrogen beta (Klein 1998).
21
Isoflavon merupakan salah satu bagian dari kelompok fitoestrogen, suatu substansi yang berasal dari tumbuhan yang memiliki struktur mirip dengan 17beta-estradiol dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Isoflavon mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor estrogen beta daripada reseptor estrogen alfa dan memiliki potensi untuk mengaktifkan jalur sinyal estrogen, baik secara genomik maupun nongenomik. Dewasa ini dilaporkan bahwa isoflavon mempunyai efek positif pada kesehatan manusia, seperti dapat mencegah kanker yang disebabkan atau berkaitan dengan hormon, penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, keluhan menopause, dan penuaan. Isoflavon dapat memberikan wawasan baru tentang mekanisme pengaturan fisiologi dan menambah berbagai kemungkinan bagi intervensi medis (Pilšáková et al. 2010). Penuaan menyebabkan penurunan beberapa fungsi tubuh. Penurunan fungsi organ tubuh berbeda bergantung pada waktu (Rastogi 2007). Wanita mengalami masa transisi dari reproduktif ke nonreproduktif yang disebut masa klimakterium (Wirakusumah 2004). Masa klimakterium dibagi dalam empat tahap, yaitu premenopause, perimenopause, menopause, dan pascamenopause. Premenopause ditandai dengan mulai terjadi penurunan fungsi reproduksi (Kasdu 2004). Perimenopause ditandai dengan perubahan pada pola perdarahan haid, yang diakibatkan karena defisiensi atau berfluktuasinya estrogen dan progesteron (Zulkarnaen 2003). Menopause merupakan suatu proses penuaan alami dalam kehidupan wanita. Pada saat memasuki menopause, kadar estrogen menurun, namun tidak seluruhnya menghilang (Sibuea et al. 1996). Pada masa ini, fungsi ovarium berkurang sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron menjadi berkurang (Timiras et al. 1995). Pascamenopause ditandai dengan kadar estrogen dan progesteron yang rendah (Zulkarnaen 2003). Salah satu efek menopause ialah menyebabkan gangguan metabolik pada tulang atau osteoporosis (Winarsi 2005). Hasil penelitian pada tikus ovariektomi yang diberikan genistein sebanyak 0.25 mg/kg/hari selama tujuh minggu ternyata dapat meningkatkan densitas tulang (Chanawirat et al. 2006). Selanjutnya, penelitian Bitto et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian genistein aglikon sebanyak 10 mg/kg/hari selama 12 minggu pada tikus ovariektomi menunjukkan peningkatan densitas mineral tulang (bone mineral density) yang signifikan
22
apabila dibandingkan dengan perlakuan lain yang diberikan alendronate, raloxifine, dan estradiol. Kulit dipengaruhi oleh hormon estrogen. Berkurangnya kadar estrogen dan progesteron memiliki dampak negatif pada kulit. Kulit para wanita yang berada dalam masa menopause menjadi lebih tipis, mengendur dan kehilangan elastisitasnya, produksi kolagen menurun, fungsi kelenjar minyak menurun, dan kulit juga menjadi kering (Brincat 2000; Datau dan Wibowo 2005). Semakin bertambahnya umur, kelarutan (solubility) kolagen menurun dan terjadi penumpukan insoluble kolagen di ruang ekstraseluler sehingga mencegah aliran nutrien dan oksigen ke sel yang menyebabkan sel tersebut mengalami kelaparan dan kematian. Hal ini memberikan kontribusi terhadap penuaan karena penurunan aktivitas mRNA sel, termasuk juga sel otot (Kanungo 1994). Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi proses penuaan ialah dengan terapi sulih hormon (TSH). Penggunaan TSH merupakan perawatan medis yang dilakukan untuk menghilangkan gejala atau keluhan selama dan setelah menopause. Saat ini, jenis TSH yang digunakan merupakan kombinasi estrogen dan progesteron sintesis, namun penggunaan TSH ini dilaporkan dapat meningkatkan risiko kanker payudara (Rossouw et al. 2002), dan penyakit kardiovaskuler (Grady et al. 2002). Mencermati hal tersebut di atas, ekstrak tempe yang mengandung fitoestrogen mempunyai harapan untuk dijadikan sebagai salah satu obat oral dalam terapi sulih hormon sebagai pengganti hormon estrogen yang relatif aman yang bermanfaat sebagai antiaging.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme fitoestrogen yang terkandung dalam ekstrak tempe kedelai mempunyai potensi sebagai antiaging pada hewan betina. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Penentuan kondisi hewan model premenopause dan pascamenopause dengan menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang. 2. Mengetahui potensi ekstrak tempe untuk perbaikan kondisi premenopause. 3. Mengetahui
potensi
pascamenopause.
ekstrak
tempe
untuk
perbaikan
kondisi
23
Hipotesis Pemberian ekstrak tempe berfungsi sebagai antiaging melalui perbaikan kualitas uterus, kulit, dan tulang.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan ekstrak tempe sebagai obat oral dalam memperbaiki kualitas uterus, kulit, dan tulang pada kondisi premenopause dan pascamenopause. Data ini dapat digunakan untuk penerapan dan pengembangan dalam ilmu kedokteran serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama dalam bidang farmasi.
Kebaruan (Novelty) Sejauh ini penentuan usia premenopause dan pascamenopause pada manusia dilakukan dengan menggunakan parameter kadar hormon progesteron. Penelitian ini tidak hanya menentukan masa premenopause dan pascamenopause berdasarkan
kadar
hormon
progesteron,
tetapi
kondisi
hewan
model
premenopause dan pascamenopause ditentukan dengan menggunakan parameter uterus, kulit, dan tulang pada tikus. Hingga saat ini belum pernah dilaporkan penelitian tentang penentuan kondisi hewan model premenopause dan pascamenopause menggunakan parameter uterus, kulit, dan tulang pada tikus. Selain itu, penggunaan ekstrak tempe dalam memperbaiki kualitas uterus, kulit, dan tulang pada tikus premenopause dan pascamenopause juga belum pernah dilaporkan.
Kerangka Pemikiran Penuaan adalah penurunan secara fisiologis fungsi tubuh dan berbagai sistem organ yang mengakibatkan peningkatan kejadian penyakit. Proses penuaan pada wanita berlangsung lebih dramatis, karena pada saat memasuki usia tua terjadi penurunan fungsi organ reproduksi sehingga kadar hormon estrogen menurun. Penurunan hormon ini juga memiliki dampak pada fungsi beberapa organ tubuh, di antaranya uterus, kulit, dan tulang. Saat ini, ada tiga pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi proses penuaan, yaitu terapi sulih hormon,
24
penanggulangan obesitas, dan terapi sel punca. Secara medis, terapi sulih hormon menggunakan preparat hormon sintetis. Untuk mengatasi risiko yang tidak menguntungkan pada terapi preparat hormonal sintetis dalam jangka panjang, saat ini penelitian lebih banyak diarahkan pada penggunaan bahan alami. Tempe adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang digemari masyarakat dan mempunyai kandungan fitoestrogen (estrogen nabati) yang tinggi. Senyawa fitoestrogen mempunyai kesamaan struktur kimia dengan estrogen mamalia dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Hal ini menjadi dasar pemikiran penggunaan ekstrak tempe sebagai bahan alami yang dapat memperbaiki kualitas uterus, kulit, dan tulang untuk mengatasi penurunan kualitas hidup pada saat memasuki usia tua, yakni premenopause dan pascamenopause (Gambar 1).
Penuaan wanita
Ekstrak tempe
Fungsi ovarium
Fitoestrogen Estrogen like
+
+
Estrogen
-
+
Uterus
-
Kulit
+
-
Tulang
Gambar 1 Bagan Alir Kerangka Pemikiran Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa penuaan akan menurunkan kualitas hidup. Sejauh mana perbaikan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada saat penuaan dengan menggunakan ekstrak tempe dapat diketahui dari kegiatan penelitian yang dibagi atas tiga tahapan ini. Masing-masing penelitian dilakukan dengan metode yang spesifik yang hasil dan pembahasannya disampaikan pada bagian tersendiri dari disertasi ini, dengan judul: 1. Penentuan Kondisi Hewan Model Premenopause dan Pascamenopause dengan Menggunakan Tikus sebagai Hewan Model.
25
2. Suplementasi Ekstrak Tempe untuk Perbaikan Kondisi Premenopause Menggunakan Tikus sebagai Hewan Model 3. Peran
Pemberian
Ekstrak
Tempe
untuk
Perbaikan
Pascamenopause Menggunakan Tikus sebagai Hewan Model
Kondisi