PENDAHULUAN
Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2000, pengurangan kemiskinan dan kelaparan ditempatkan sebagai tujuan pertama pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Hal itu didasari atas kenyataan bahwa kemiskinan merupakan masalah sosial yang krusial dan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Berbagai dampak tersebut antara lain; munculnya generasi yang tidak berkualitas (lost of generations) yang mempunyai kemampuan bersaing rendah, gizi buruk, meningkatnya kriminalitas, derajat kesehatan rendah serta rentan terhadap berbagai penyakit. Pemerintah telah berusaha terusmenerus menanggulangi kemiskinan sejak Pelita pertama. Dalam kurun waktu antara tahun 1976 sampai tahun 1996 sudah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin secara bertahap. Tahun 1976 jumlah penduduk miskin mencapai 54,2 juta (40,01 %) terus mengalami penurunan menjadi 22,5 juta atau (11,30 %) pada tahun 1996. Namun seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang mulai melanda Indonesia tahun 1997, jumlah penduiduk miskin kembali meningkat dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yakni sebesar 49,5 juta jiwa (24,20 %). Dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian Bangsa Indonesia, maka jumlah penduduk miskin secara perlahan kembali mengalami penurunan menjadi 35,1 juta (15,97 %) pada tahun 2005 dan tahun 2006 kembali meningkat menjadi 39,05 juta (17,75 %). Tahun 2007 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan menjadi 37,17 juta atau sekitar (16,58 %) dari total jumlah penduduk (Bappenas, 2007). Dari jumlah tersebut (63, 41 %) bertempat tinggal di pedesaan dan (36,59 %) di perkotaan. Data BPS menyebutkan bahwa penduduk miskin per Maret 2008 berjumlah 34,96 juta jiwa (15,42 %) dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan terjadinya kenaikan harga BBM diperkirakan jumlah penduduk miskin akan meningkat lagi.
Berdasarkan data jumlah penduduk miskin di atas, menunjukkan bahwa berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini belum optimal dan perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu dilakukan kajian dan penelitian guna menemukan substansi yang mengakar mengenai kemiskinan tersebut, sehingga upaya penanggulangannya dapat dilakukan secara tepat
ke sumber
masalah yang sesungguhnya. Dengan demikian, maka upaya pemberdayaan penduduk miskin dapat lebih efektif dan berkesinambungan. Secara umum pada hakekatnya setiap orang menginginkan suatu tingkat kehidupan yang layak, baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Namun karena berbagai faktor baik internal (individual) maupun eksternal (lingkungan sosial dan alam) telah menyebabkan sebagian individu atau keluarga tidak atau belum dapat mencapai suatu tingkat kehidupan yang layak tersebut. Mengacu kepada teori Tabularasa (Idris, 1982) bahwa semua manusia dilahirkan sama seperti lilin yang putih bersih. Tidak seorangpun yang dilahirkan membawa harta benda. Setiap individu mempunyai potensi tertentu termasuk individu atau rumahtangga miskin. Orang atau keluarga miskin bukanlah sosok tanpa daya. Sen (1982), pemenang hadiah Nobel Ekonomi menyatakan bahwa orang miskin bukan karena tidak memiliki sesuatu tetapi karena tidak bisa melakukan sesuatu. Seringkali mereka terperangkap dalam lingkaran kemiskinan yang membuatnya tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki kondisi kehidupannya. Misalnya karena ditimpa musibah (kematian, sakit menahun dsb) menyebabkan mereka terbelenggu hutang dan seringkali terpaksa menjual sawah atau kebun yang merupakan sumber pendapatan keluarganya. Terjadinya perbedaan kemampuan dalam memenuhi berbagai kebutuhan dan mencapai suatu tingkat kehidupan yang lebih layak pada dasarnya sangat ditentukan oleh perilaku masingmasing individu yang bersangkutan dalam memanfaatkan setiap peluang dan potensi yang dimiliki. Setiap orang berperilaku tertentu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang beragam (Susanto, 2006: 8). Perilaku individu mencakup keseluruhan tindakan yang dilakukan untuk melangsungkan kehidupannya. Efektivitas perilaku seseorang dalam merespon setiap perangsang atau stimulus dan memanfaatkan potensi serta peluang yang ada sangat ditentukan oleh tingkat
pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Efektivitas perilaku tersebut pada akhirnya akan menentukan keberhasilan (produktivitas) individu atau keluarga yang bersangkutan Perilaku individu merupakan hasil dari proses belajar yang dilalui sepanjang hidupnya dan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Lewin (Utami, 2006: 21), membuat
persamaan
dasar
perilaku
manusia:
B = f { P,S }; B adalah perilaku individu, f berarti fungsi atau disebabkan oleh, P adalah Persons dan S adalah Situations. Persamaan Lewin ini merumuskan bahwa perilaku adalah fungsi dari faktor-faktor atau karakteristik yang bersifat individual dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat individu itu berada. Mengacu kepada konsep Lewin tersebut, maka cara seseorang bertindak atau berperilaku tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri melainkan harus dilihat dalam kaitannya dengan berbagai faktor, baik yang bersifat individual maupun yang terkait dengan situasi dan kondisi lingkungannya. Demikian juga halnya dengan perilaku individu atau rumahtangga miskin yang umumnya kurang produktif harus dilihat keterkaitannya dengan berbagai faktor, baik sosial, budaya, maupun ekonomi. Perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan perbedaan perilaku individu dalam memanfaatkan potensi dan peluang, yang selanjutnya berujung pada perbedaan hasil yang dicapai. Adanya perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan kemampuan dalam mengakses dan mememenuhi berbagai kebutuhan dan keperluan hidup, seperti kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, tingkat partisipasi politik dan sebagainya. Ada yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak dan ada yang tidak. Individu atau rumahtanga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak dan bermartabat menurut ukuran tertentu itulah yang kita sebut sebagai individu atau rumahtangga miskin. Beranjak dari pemikiran di atas, guna terkait
menelusuri berbagai faktor yang
dan menemukan substansi yang merupakan akar masalah kemiskinan
terutama di daerah pedesaan, maka penelitian ini mengambil tema tentang “Karakteristik, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin.”
Masalah Penelitian Kemiskinan di pedesaan Jawa umumnya berawal dari sempitnya pemilikan dan penguasaan lahan, bahkan banyak petani yang tidak memiliki lahan sama sekali. Hampir 70 persen warga pedesaan di Jawa, khususnya di sekitar Jabotabek tidak mempunyai tanah sebagai lahan pertanian (Somantri, 2007). Hal ini bertolak belakang dengan yang terjadi di luar Jawa, khususnya di Provinsi Bengkulu. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa luas pemilikan dan atau penguasaan lahan setiap keluarga petani rata-rata di atas satu hektar. Kalau demikian mengapa mereka miskin? Dari perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan memandang bahwa perubahan perilaku merupakan kunci keberhasilan berbagai program pembangunan termasuk upaya suatu keluarga atau rumahtangga untuk memperbaiki kondisi kehidupannya sejalan dengan perubahan lingkungan strategis. Perilaku dalam konteks ini menyangkut keseluruhan tindakan yang merupakan hasil kombinasi dari pengetahuan, sikap dan keterampilan. Rendahnya pengetahuan, sikap dan keterampilan menyebabkan rendahnya kemampuan dan kreativitas dalam memanfaatkan berbagai potensi dan peluang, selanjutnya berimplikasi pada rendahnya produktivitas dan tingkat pendapatan dan berujung pada kemiskinan. Hasil penelitian Papilaya (2006) menemukan bahwa salah satu akar penyebab kemiskinan adalah kurang produktifnya perilaku rumahtangga miskin; seperti ketergantungan, apatis, fatalis dan suka berhutang. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Mawardi (2005) bahwa perilaku yang buruk merupakan salah satu penyebab kemiskinan. Perilaku individu merupakan hasil dari proses belajar dan dipengaruhi oleh banyak faktor; yakni sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan, baik internal maupun eksternal. Karakteristik tersebut, seperti; umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, orientasi nilai budaya, motivasi berprestasi, harapan atau aspirasi, pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan, jumlah dan komposisi anggota rumahtangga, akses informasi, akses terhadap kelompok atau organisasi, akses pasar dan akses terhadap sumber modal. Perbedaan karakteristik tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku individu baik dalam bekerja dan berusaha (berproduksi), perilaku dalam
memenuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan perilaku dalam interaksi sosial. Perbedaan perilaku dalam bekerja dan berusaha akan menyebabkan terjadinya perbedaan hasil atau pendapatan yang diperoleh. Selanjutnya perbedaan dalam mengelola hasil usaha (pendapatan) untuk memenuhi beragam kebutuhan (konsumsi) akan berimplikasi pada perbedaan tingkat kesejahteraan rumahtangga. Begitu juga halnya dengan perbedaan perilaku dalam melakukan hubungan sosial akan
berimplikasi terhadap kemampuan dalam mengakses
jaringan dan struktur sosial yang ada bagi kelangsungan hidupnya. Di samping beberapa karakteristik yang disebutkan di atas, kemampuan rumahtangga miskin untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, juga dipengaruhi oleh kebijakan dan program fasilitasi yang diperuntukkan bagi mereka, seperti program bantuan beras (raskin), asuransi kesehatan (askeskin) dan program BLT plus. Sedangkan kemampuan untuk memperoleh layanan pendidikan dan layanan kesehatan bagi anggota rumahtangga juga dipengaruhi oleh ketersediaan sarana layanan publik dasar tersebut di daerah pedesaan. Jauhnya jarak jangkauan ke sekolah atau ke sarana layanan kesehatan (puskes-mas) seringkali menjadi hambatan bagi warga desa umumnya dan rumahtangga miskin khususnya untuk memperoleh layanan dasar tersebut. Begitu juga dengan keterbatasan sarana layanan listrik menyebabkan sulitnya rumahtangga miskin untuk mengakses layanan tersebut. Berbagai kebijakan dan program yang diperuntukkan bagi rumahtangga miskin seringkali kurang optimal. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya antara lain; data yang tidak akurat dan minimnya sosialisasi, sehingga banyak rumahtangga miskin yang tidak tahu, seperti program askeskin, sertifikat untuk kelurga miskin dan sebagainya. Hal ini akan dapat teratasi jika pemimpin formal dan informal lokal (desa) mempunyai kepedulian terhadap nasib keluarga miskin yang ada di wilayah atau lingkungannya. Kepedulian pemimpin formal dan informal lokal sangat penting paling tidak untuk dua alasan; pertama, memberi perhatian dan dukungan kepada keluarga miskin untuk berusaha secara optimal guna memperbaiki kondisi kehidupannya dan kedua, untuk memfasilitasi berbagai kebijakan dan program yang diperuntukkan bagi kelurga miskin atau mem-
fasilitasi dan mempermudah kelurga miskin untuk mengakses berbagai program yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan keluarganya. Dengan demikian berbagai faktor (karakteristik), baik internal maupun eksternal tersebut secara langsung atau tidak langsung ikut menentukan pola perilaku rumahtangga miskin, baik dalam bekerja (berproduksi), mengelola hasil usaha untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan perilaku dalam interaksi sosial. Berdasarkan pemikiran tersebut maka secara umum permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah tentang keterkaitan “ Karakteristik, perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga
petani miskin di
Provinsi
Bengkulu.” Berdasarkan rumusan masalah secara umum di atas, dirumuskan beberapa masalah penelitian secara spesifik sebagai berikut: (1) Bagaimana sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari sejumlah karakteristik (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, motivasi berprestasi, orientasi nilai budaya, harapan atau aspirasi, luas pemilikan dan atau penguasaan lahan, pendapatan rumahtangga, jumlah dan komposisi anggota rumahtangga,
kepedulian pemimpin formal dan informal, akses sumber
informasi, akses layanan pendidikan, akses layanan kesehatan, akses layanan listrik, akses terhadap kelompok/organisasi sosial lokal, akses pasar, akses sumber modal, dan akses terhadap kebijakan penanggulangan kemiskinan) ? (2) Bagaimana sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari perilakunya dalam bekerja dan berusaha (berproduksi), mengelola hasil usaha untuk memenuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan perilaku interaksi sosial? (3) Bagaimana sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan rumahtangga ( pangan, pakaian, air bersih, perumahan, layanan pendidikan, layanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha, kebutuhan atas tanah, dan rasa aman)? (4) Seberapa besar hubungan karakteristik dengan perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin? (5) Bagaimana strategi pemberdayaan untuk mengembangkan kapasitas rumahtangga petani miskin di Provinsi Bengkulu?
Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik, perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin di Provinsi Bengkulu. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin ditelaah dari sejumlah karakteristik (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, motivasi berprestasi, orientasi nilai budaya, harapan atau aspirasi, luas pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan rumahtangga, jumlah dan komposisi anggota keluarga,
kepedulian pemimpin formal dan informal,
akses sumber informasi, akses terhadap layanan pendidikan, akses terhadap sarana layanan kesehatan, akses terhadap sarana layanan listrik, akses terhadap kelompok/organisasi sosial lokal, akses pasar , akses sumber modal, dan akses terhadap kebijakan penanggulangan kemiskinan). (2) Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin ditelaah dari perilakunya dalam bekerja dan berusaha (berproduksi), mengelola hasil usaha untuk memenuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan melakukan interaksi sosial. (3) Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin ditelaah dari tingkat pemenuhan kebutuhan rumahtangga ( pangan, pakaian, air bersih, perumahan, layanan pendidikan, layanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha, kebutuhan atas tanah, dan rasa aman). (4) Menganalisis hubungan karakteristik dengan perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin. (5) Merumuskan pilihan strategi pemberdayaan untuk mengembangkan kapasitas rumahtangga petani miskin di Provinsi Bengkulu
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis diharapkan dapat memperkaya khasanah teoritis dalam disiplin ilmu penyuluhan pembangunan terutama dalam kaitannya dengan pemahaman fenomena kemiskinan dilihat dari aspek perilaku. Mengembangkan
pendekatan dalam upaya mengangkat harkat dan martabat petani miskin di pedesaan agar mereka dapat hidup layak dan bermartabat serta merumuskan suatu strategi yang dapat digunakan bagi upaya pemberdayaan petani miskin di daerah pedesaan khususnya di Provinsi Bengkulu. Selain itu juga diharapkan dapat bermanfaat dalam memperkaya pengembangan metodologi penelitian bagi upaya pengembangan disiplin ilmu penyuluhan pembangunan khususnya dan disiplin ilmu sosial umumnya. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberi kontribusi untuk: (1) Merumuskan kebijakan dan program bagi upaya pemberdayaan rumahtangga petani miskin di perdesaan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasarnya untuk hidup layak dan bermartabat serta dapat menunaikan fungsi-fungsi sosialnya secara wajar. (2) Memberi masukan bagi pelaksanaan penelitian lanjutan terutama bagi upaya penanggulangan kemiskinan dan pembangunan pedesaan sebagai bagian integral dari pembangunan daerah. (3) Dapat menghasilkan suatu strategi pemberdayaan yang dapat diaplikasikan untuk pengembangan kapasitas rumahtangga petani miskin di pedesaan .
Definisi Istilah Guna keperluan pengukuran dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap beberapa istilah atau variabel dalam penelitian ini, maka berikut ini diberikan pengertian atau definisi terhadap variabel atau istilah-istilah yang dipakai, yakni: (1) Karakteristik rumahtangga petani miskin adalah gambaran ciri-ciri sosial, budaya dan ekonomi, baik yang bersifat internal maupun eksternal yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan perilaku rumahtangga petani miskin
dalam melangsungkan kehidupannya.
(2) Tingkat pendidikan formal adalah jumlah tahun seseorang mengikuti pendidikan formal
(3) Akses terhadap sumber informasi adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam menjangkau dan memanfaatkan sumber informasi baik melalui media cetak, elektronik maupun para penyuluh atau kontak person lainnya. (4) Orientasi nilai budaya adalah sistem nilai sosial yang diinternalisasi dan dijadikan acuan berprilaku oleh seseorang dalam hidupnya. (5) Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan segala sesuatu secara baik
guna mencapai hasil yang
optimal. (6) Harapan atau aspirasi adalah keinginan, tujuan atau target yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. (7) Pendapatan rumahtangga adalah keseluruhan penghasilan rumahtangga baik dari hasil usahatani maupun penghasilan dari luar usahatani yang diukur dengan satuan uang (rupiah). (8) Jumlah dan komposisi anggota rumahtangga adalah banyaknya dan susunan anggota rumahtangga dilihat dari usia produktif dan tidak produktif. (9) Kepedulian pemimpin formal dan informal adalah tingkat perhatian dan atau dukungan pemimpin formal dan informal lokal
terhadap rumahtangga
miskin baik bersifat material maupun immaterial. (10) Perilaku adalah keseluruhan proses dan cara bertindak seseorang yang merupakan hasil kombinasi dari pengetahuan, sikap dan keterampilannya. (11) Sarana layanan publik lokal adalah perangkat layanan publik yang disediakan oleh pemerintah yang ditujukan untuk memberikan layanan kepada masyarakat termasuk keluarga miskin, seperti sekolah, Puskesmas, air bersih, listrik dan sebagainya. (12) Akses
terhadap
kelompok/organisasi
sosial
lokal
adalah
peluang
keikutsertaan di dalam berbagai kegiatan atau struktur organisasi sosial lokal (RT, RW, Kelurahan atau Desa). (13) Akses pasar adalah kemampuan responden menggunakan peluang pasar dalam menjual produk hasil usaha dan mendapatkan berbagai kebutuhan rumahtangga.
(14) Akses sumber modal adalah kemampuan dalam mencari dan memperoleh sumber modal.yang tercermin dari frekuensi dan besarnya pinjaman modal yang diperoleh dari lembaga keuangan atau bank. (15) Perilaku bekerja dan berusaha (berproduksi) petani miskin adalah keseluruhan aktivitas (kerja) yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan yang sah secara normatif. (16) Perilaku dalam mengelola hasil usaha (konsumsi) petani miskin adalah keseluruhan aktivitas yang dilakukan dalam memanfaatkan hasil usaha untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. (17) Perilaku interaksi sosial petani miskin adalah keseluruhan aktivitas komunikasi atau kontak dengan pihak lain dalam sistem sosial (18) Pemenuhan kebutuhan rumahtangga adalah kemampuan menyediakan atau mengakses
berbagai
kebutuhan
bagi
kelangsungan
hidup
anggota
rumahtangga yang meliputi: pangan, pakaian, air bersih, perumahan, pendidikan,
kesehatan, pekerjaan dan berusaha, tanah dan rasa aman
(Bappenas, 2004). (19) Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidak mampuan responden untuk mengakses dan atau memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk dapat hidup secara manusiawi. (20) Kemiskinan secara sosial budaya-psikologis adalah menunjuk kepada kekurangmampuan dan ketidakberdayaan
seseorang atau sekelompok orang
secara sosial dan mental dalam melakukan tindakan dan atau mengakses jaringan sosial dan struktur sosial dalam masyarakat. (21) Kemiskinan politik adalah menunjuk kepada kondisi kekurangmampuan seseorang atau kelompok orang untuk mengakses struktur kekuasaan termasuk penggunaan hak-hak politik dalam kehidupan berkelompok, bermasyarakat dan bernegara. (22) Luas pemilikan lahan adalah areal hamparan tanah/lahan pertanian yang dimiliki oleh seorang individu atau rumahtangga, baik berupa lahan sawah maupun lahan daratan.
(23) Luas penguasaan lahan adalah areal hamparan lahan yang diusahakan atau digarap untuk memperoleh hasil, baik berupa lahan sawah maupun lahan daratan. (24) Pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu, kelompok atau masyarakat yang lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis masalah yang dihadapi dan potensi yang dimiliki serta menentukan alternatif pemecahannya dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dan potensi yang dimiliki secara mandiri.