PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut teori molekuler benda, satu unit volume makroskopik gas (misalkan 1 cm3) merupakan suatu sistem yang terdiri atas sejumlah besar molekul (kira-kira sebanyak 10 20 buah molekul) yang bergerak dengan arah yang tidak menentu. Karena jumlahnya yang sangat besar, maka secara matematis, untuk memodelkan gerak dan sifat setiap molekul tidak mudah, sehingga perilaku setiap molekul gas pada suatu sistem didekati dengan menggunakan sifat partikel. Pergerakan partikel gas yang tidak melibatkan interaksi dengan partikel lainnya disebut aliran. Model matematika yang menyatakan peristiwa ini dikenal dengan persamaan transport. Di sisi lain, model pergerakan partikel yang melibatkan interaksi dengan partikel gas lain disebut persamaan Boltzmann, yang pertama kali diungkapkan oleh seorang ahli fisika bernama Ludwig Boltzmann pada tahun 1898 (Cercignani 1975). Persamaan Boltzmann merupakan persamaan diferensial integral yang menggambarkan evolusi distribusi peluang suatu partikel gas sebagai fungsi dari waktu, posisi dan kecepatannya, serta interaksi antar partikel karena adanya tumbukan antar partikel gas. Persamaan Boltzmann telah dikenal luas karena banyak aplikasi dan perluasannya antara lain dalam bidang fisika, biologi, ekonomi, ekonofisika dan sosial. Pada bidang fisika, aplikasi dari solusi persamaan Boltzmann dapat digolongkan menjadi dua jenis. Aplikasi yang pertama berkaitan dengan penarikan kesimpulan mengenai sifat-sifat makroskopik gas yang didekati dari sifat-sifat mikroskopiknya. Hasilnya memberi banyak manfaat dalam bidang mekanika statistika, yaitu menjembatani perbedaan antara sifat-sifat yang terdapat pada struktur atom benda dengan sifat benda pada tingkat makroskopik. Aplikasi yang kedua berkaitan dengan pengembangan model untuk jenis zat lain seperti zat padat dan zat cair (Bellomo & Pulvirenti 2000). Penelitian awal mengenai persamaan Boltzmann yang dilakukan oleh Maxwell-Boltzmann berhasil menjelaskan sifat-sifat makroskopik gas pada suatu sistem, menghitung kekentalan zat, serta koefisien hantar panas antar partikel.
2
Besaran makroskopik gas adalah sifat-sifat gas yang dapat diamati secara fisis pada suatu sistem, seperti suhu, tekanan, dan volume (Cercignani 1975). Karena rumusan matematis persamaan Boltzmann melibatkan fungsi dengan dimensi variabel bebas yang tinggi, maka persamaan ini relatif sulit dicari solusi, meskipun fungsi sebaran yang dipergunakan sebagai nilai awal merupakan fungsi sebaran yang paling sederhana. Fungsi sebaran yang pernah dipilih sebagai nilai awal antara lain adalah fungsi sebaran Maxwell, fungsi sebaran Bobylev, fungsi sebaran Bobylev Cercignani I ,serta fungsi sebaran Bobylev Cercignani II (Nugrahani 2003). Secara umum, terdapat 2 jenis solusi persamaan Boltzmann, yaitu solusi eksak dan solusi numerik. Solusi eksak diperoleh dengan menyelesaikan persamaan secara matematis, sedangkan solusi numerik diperoleh melalui suatu simulasi. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk melakukan simulasi adalah metode Monte Carlo, sedemikian sehingga vektor posisi dan kecepatan partikel dibangkitkan secara stokastik (Liboff 1990). Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Merekonstruksi solusi eksak persamaan Boltzmann dengan menggunakan distribusi awal Bobylev. 2. Memanfaatkan solusi eksak persamaan Boltzmann untuk menghitung besaran makroskopik gas. 3. Mencari solusi numerik dengan menggunakan simulasi aliran dan tumbukan partikel gas dengan menggunakan metode Direct Simulation Monte Carlo. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi oleh beberapa asumsi, antara lain: 1. Pengamatan gerak molekul hanya dilakukan pada gerak linear, dengan mengabaikan gerak angular. 2. Sifat-sifat molekul gas didekati dengan menggunakan sifat partikel. 3. Pada sistem, gas dimodelkan sebagai gas ideal, tunggal dan identik. 4. Tumbukan yang terjadi adalah tumbukan antara 2 partikel. 5. Untuk kemudahan teknis, simulasi gerak dan posisi partikel gas sebelum dan setelah tumbukan hanya dilakukan pada sumbu x saja.
3
TINJAUAN PUSTAKA Definisi 1 Gas Gas adalah suatu sistem dinamik yang terdiri atas sejumlah besar N partikel dengan massa partikel yang relatif kecil m. (Cercignani 1975) Definisi 2 Gas Ideal Suatu gas dikatakan ideal jika energi potensial dari gaya intermolekulernya diabaikan, meskipun partikel-partikel tersebut berada pada jarak yang lebih dekat dari diameter partikel tersebut. (Cercignani 1975) Definisi 3 Gas Tunggal Gas tunggal adalah gas yang molekulnya tidak mempunyai derajat bebas internal, sedemikian sehingga derajat bebas yang dimiliki hanya berasal dari vektor posisi dan vektor kecepatan. (Cercignani 1975) Definisi 4 Teori Kinetik Teori kinetik adalah suatu cabang ilmu fisika yang mempelajari sifat-sifat mikroskopik molekul dan interaksi yang berhubungan dengan sifat-sifat makroskopik benda seperti hukum gas ideal. Asumsi-asumsi yang mendasari teori kinetik adalah: 1. Jumlah molekul sangat banyak. 2. Molekul-molekul tersebut merupakan molekul tunggal yang identik. 3. Molekul bergerak secara acak. 4. Gerak molekul tidak melanggar hukum gerak Newton. 5. Molekul mengalami tumbukan elastis dengan molekul lainnya. 6. Gaya gravitasi antar molekul diabaikan. 7. Sifat-sifat molekul didekati dengan menggunakan sifat-sifat partikel dengan tidak mengabaikan hukum-hukum mekanika klasik. (Kibble & Berkshire 1996)
4
Definisi 5 Hukum Kekekalan Momentum Misal terdapat 2 partikel yang bergerak pada suatu sistem. Massa partikel pertama m1 bergerak dengan kecepatan v1 , serta massa partikel kedua m2 bergerak dengan kecepatan v 2 . Maka hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa:
m1v1 + m2 v2 = P = konstan. (Kibble & Berkshire 1996) Definisi 6 Hukum Kekekalan Energi Misalkan suatu partikel yang bergerak mempunyai energi kinetik T dan energi potensial P. Maka berlaku T + V = C = konstan. (Kibble & Berkshire 1996) Definisi 7 Fungsi Kepekatan Peluang Misalkan X peubah acak satu dimensi dalam ruang Ω yang terdiri dari selang atau gabungan selang. Misal terdapat fungsi f ( x ) tak negatif yang memenuhi:
∫ f (x )dx = 1 .
Ω
Jika fungsi peluang P( A) dengan A ∈ Ω dapat dinyatakan dalam bentuk f ( x ) sedemikian sehingga P( A) = Pr ( X ∈ Ω ) =
∫ f (x )dx , maka X merupakan peubah
Α
acak kontinu dan f ( x ) merupakan fungsi kepekatan peluang dari X. (Hogg & Craig 1995)
Definisi 8 Persamaan Lioville (Persamaan Transport) Misalkan pada suatu sistem terdapat N buah partikel gas ideal tunggal. Misalkan setiap partikel berada pada posisi xi bergerak dengan kecepatan vi, dengan i = 1, 2, ..., N . Maka setelah waktu t,
persamaan gerak dari partikel
tersebut dapat dituliskan sebagai: dv i = ai , dt dx i = vi , dt
dengan ai merupakan percepatan gerak partikel ke-i.
(1)
5
Pada sistem, partikel gas bergerak pada suatu bidang fase dengan dimensi ruang 6N, yaitu 3N merupakan dimensi komponen vektor posisi xi dan 3N lainnya merupakan dimensi dari komponen vektor kecepatan vi. Misalkan vektor z menyatakan dimensi ruang 6N. Maka persamaan evolusi z terhadap waktu adalah:
dz i = yi . dt
(2)
Jika nilai awal z 0 diketahui untuk semua partikel gas, maka nilai zt untuk semua partikel dapat diketahui, yaitu dengan menggunakan konsep persamaan diferensial biasa. Akan tetapi, karena jumlah partikel gas yang terdapat pada sistem tersebut sangat banyak, maka untuk mengidentifikasi posisi awal x0 dan kecepatan awal v 0 dari setiap partikel akan menjadi sulit dilakukan dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Oleh karena itu, dirumuskan teknik lain untuk menggambarkan posisi dan pergerakan awal partikel, yaitu dengan f 0 (z ) = f (z , t = 0) yang menyatakan fungsi
menggunakan fungsi sebaran kepekatan peluang pada saat t = 0.
Jika setiap partikel bergerak tanpa bertumbukan satu sama lain dan banyaknya partikel yang keluar dari sistem sama dengan banyaknya partikel yang masuk sistem, maka persamaan gerak partikel dapat dinyatakan sebagai:
∂f ∂t + ∂ ∂z ( fy ) = 0
(3)
yang dikenal sebagai persamaan Liouville atau persamaan aliran. Perhatikan bahwa ∂ ∂z ( fy ) = y ∂f ∂z + f ∂ ∂z ( y ) , sehingga:
∂f ∂t + y ∂f ∂z + f ∂f ∂z ( y ) = 0 .
(4)
Oleh karena ∂ / ∂z y = 0 , maka persamaan (4) dapat dituliskan kembali dalam bentuk: ∂f ∂t + y ∂f ∂z = 0 , atau :
(5)
N
N
i =1
i =1
∂f ∂t + ∑ (∂x i ∂t )(∂f ∂x i ) + ∑ (∂v i ∂t )(∂f ∂v i ) = 0, N
N
i =1
i =1
∂f ∂t + ∑ v i (∂f ∂x i ) + ∑ a i (∂f ∂v i ) = 0 ∂f / ∂t + v.∂f / ∂x + a.∂f / ∂v = 0
(6) (Cercignani 1975)
6
Definisi 9 Persamaan Boltzmann Pada persamaan Liouville, setiap partikel diasumsikan hanya bergerak, tanpa bertumbukan satu dengan lainnya, sehingga nilai ruas kanan persamaan Liouville bernilai nol. Jika pada sistem terjadi tumbukan antar 2 partikel, maka nilai ruas kanan berubah, menjadi model matematis yang merepresentasikan tumbukan antar 2 partikel tersebut yang disebut collision integral dan dilambangkan I[ f, f], dituliskan: ∂f ∂f +v = I[ f , f ] ∂t ∂x
(7)
Misalkan terdapat 2 buah partikel yang saling bertumbukan. Sebelum tumbukan, partikel 1 melaju dengan kecepatan v , sedangkan partikel 2 melaju dengan kecepatan w . Kecepatan partikel setelah tumbukan masing-masing v ' dan w ' didefinisikan sebagai berikut:
v' =
v+w v−w + e. 2 2
(8)
w' =
v+w v−w − e. 2 2
(9)
Vektor e merupakan vektor normal bidang tumbukan yang dinyatakan dengan e=
(x i − x j ) xi − x j
dengan i ≠ j , i , j = 1, 2 , ..., N sedemikian sehingga resultan kedua
vektor kecepatan setelah tumbukan memenuhi: 1. Hukum kekekalan momentum v' + w' = v + w .
(10)
Bukti persamaan ini dapat dilihat pada Lampiran 2. 2. Hukum kekekalan energi v'
2
+ w'
2
= v
2
2
+ w .
Bukti persamaan ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
(11)
7
Dengan mengasumsikan bahwa
∂f = 0 , maka persamaan (6) dapat ∂v
dituliskan sebagai: ∂f ∂f +v = I[ f , f ] , ∂x ∂t
(12)
dengan: I[ f , f ] =
∫ ∫ g (cos θ )[ f (v ) f (w ) − f (v ) f (w )]dwde, '
'
(13)
S 2 R3
dan u = v – w,
g (cosθ ) = parameter tumbukan antar 2 partikel, e = vektor normal tumbukan, de = sin θ dθ dϕ, x = vektor posisi partikel. yang dikenal dengan persamaan Boltzmann. (Cercignani 1975)
Definisi 10 Distribusi Kecepatan Maxwell Menurut Maxwell, pada suatu sistem yang diam, distribusi kecepatan partikel yang ada di dalamnya simetris di sekitar titik nol. Artinya, jumlah partikel yang bergerak ke arah kanan dan ke arah kiri adalah sama, sedemikian sehingga peluang untuk menemukan partikel yang bergerak dengan kecepatan sangat besar adalah kecil sekali. Jika peristiwa tersebut digambarkan dalam bentuk kurva, maka diperoleh suatu kurva yang menyerupai kurva sebaran normal, atau Gauss exp(-x2). Distribusi kecepatan tersebut dikenal dengan distribusi kecepatan Maxwell dan dinyatakan sebagai: ⎛ m ⎞ f (v ) = 4πn⎜ ⎟ ⎝ 2πkT ⎠
32
⎛ mv 2 ⎞ ⎟. v exp⎜ − ⎜ 2kT ⎟ ⎝ ⎠ 2
(14) (Krane 1992)
8
Definisi 11 Besaran Makroskopik Gas Salah satu manfaat dari solusi persamaan Boltzmann adalah dapat menjelaskan beberapa sifat makroskopik benda, khususnya gas dengan menggunakan pandekatan mikroskopiknya. Sifat makroskopik gas adalah sifat gas yang dapat teramati secara fisis. Sifat tersebut meliputi densitas, impuls, aliran impuls, aliran energi, energi, volume, tekanan dan suhu. Sifat mikroskopik gas berhubungan dengan struktur dan sifat atomik dari gas tersebut. Misalkan f (t , x , v ) adalah fungsi kepekatan peluang partikel yang berada pada posisi x dan bergerak dengan kecepatan v pada waktu t. Fungsi kepekatan peluang di atas dapat dimanfaatkan untuk memperoleh besaran makroskopik. 1. Fungsi Densitas Fungsi densitas (kerapatan) partikel pada ruang R 3 didefinisikan sebagai:
d (t , x ) =
∫ f (t , x, v )dv . R
(15)
3
2. Impuls Impuls merupakan hasil perkalian antara fungsi densitas dengan vektor kecepatan massa (ξ ) . Kecepatan massa didefinisikan sebagai:
∫ vf (t , x, v )dv
3 ξ=R
∫
f (t , x , v )dv
,
(16)
R3
sehingga
d (t , x )ξ =
∫ f (t , x, v )dv
R3
m (t , x ) =
∫ vf (t , x, v )dv
R3
∫
f (t , x , v )dv
,
R3
∫ vf (t , x, v )dv .
(17)
R3
3. Aliran Impuls M (t , x ) =
T ∫ vv f (t , x, v )dv . R
3
(18)
9
4. Aliran Energi r (t , x ) =
1 2
∫v v R
2
f (t , x , v )dv .
(19)
3
5. Energi E (t , x ) =
1 2
∫v
2
f (t , x , v )dv .
(20)
R3
6. Volume V (t , x ) =
∫ vf (t , x, v )dv
m R3 = . d ( ) f t , , d x v v ∫
(21)
1 3Gd
(22)
R3
7. Suhu T (t , x ) =
2 ∫ v − V (t , x ) f (t , x, v )dv .
R3
dengan G adalah konstanta gas. 8. Tekanan P(t , x ) =
1 3
2 ∫ v − V (t , x ) f (t , x, v )dv
(23)
R3
(Cercignani 1975)
Definisi 12 Simulasi
Simulasi merupakan suatu proses membuat desain logika matematika dari suatu sistem real dengan melibatkan batasan-batasan tertentu untuk memecahkan suatu masalah. (Pritsker 1999) Definisi 13 Metode Monte Carlo
Metode Monte Carlo adalah suatu metode algoritma komputasi yang banyak digunakan dalam simulasi untuk menggambarkan berbagai sistem pada bidang matematika dan fisika dengan melibatkan bilangan acak sebagai pembangkit variabel-variabel yang terdapat pada sistem. (Bird 1990)