1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) merupakan pilar utama dalam mencapai keberhasilan pembangunan di segala bidang. Syarief (2008) menyatakan bahwa sejak dulu, saat ini dan bahkan pada masa yang akan datang SDM ini adalah menjadi masalah pokok bangsa Indonesia. Selanjutnya, bahwa salah satu faktor yang mendasar dan menentukan kualitasnya yaitu faktor gizi masyarakat sebagai cerminan dari keadaan gizi individu. Faktor gizi ini antara lain berkaitan dengan budaya suatu daerah. Budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat 2007). Budaya ini telah dilahirkan dari beragam suku (Heriawan 2010: bahwa hasil sensus BPS ada 1128 suku) dan agama yang ada di Indonesia serta menjadi potensi kekayaan yang dimiliki bangsa. Potensi tersebut antara lain adalah keragaman makanan tradisional. Makanan ini sejak dahulu telah dipraktikkan, dikonsumsi dan menjadi kebiasaan para leluhur dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut Sajogyo (1995) bahwa makanan tradisional adalah makanan daerah hasil ciptaan budaya masyarakat dari daerah masingmasing. Makanan tradisional berhubungan erat dengan budaya dan identitas penduduk di mana tempat memproduksinya serta membawa nilai-nilai simbolik yang kuat (Guerrero et al. 2010). Oleh karena itu makanan tradisional sangat penting untuk dilestarikan dan dikembangkan. Seperti halnya pembelajaran makanan tradisional di Jepang dengan nama Shokuiku (food and nutrition education) yang bertujuan dapat mengantisipasi kemajuan zaman tanpa harus kehilangan nilai-nilai tradisionalnya. Menurut Watanabe (2006) bahwa pembelajaran Shokuiku memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan mental dan fisik, pembentukan karakter, dan pembinaan kesehatan mental dan fisik. Sementara jika yang terjadi membudayanya makanan modern yang notabene terbuat dari bahan makanan impor maka akan terjadi ketergantungan terhadap bahan makanan impor, akan kehilangan nilai-nilai sosial, ekonomi dan kecintaan terhadap produk yang dimiliki. Juga akan terjadi kecenderungan peningkatan berbagai penyakit degeneratif karena makanan tersebut mempunyai energi yang berlebihan. Sebelumnya di negara Uni Eropa pada tahun 1992 telah menetapkan standarisasi produk makanan tradisional mereka sehingga telah memberikan kesempatan pada produsen dalam mengembangkan makanan tradisional. Akibatnya makanan tradisional menjadi semakin menarik dari perspektif industri terutama industri kecil dan menengah (Kuznesof et al.1997). Makanan tradisional dapat menunjang status gizi dan kesehatan serta kebugaran seseorang (Soerjodibroto 1995). Banyak hasil penelitian mengenai makanan tradisional bahwa ternyata hampir semua bahan makanan yang digunakan secara tradisional maupun resep-resep makanan tradisional Indonesia mempunyai khasiat terhadap kesehatan karena mengandung satu atau lebih komponen senyawa yang mempunyai sifat fungsional terhadap satu atau lebih reaksi metabolisme dan biokimia yang esensial bagi tubuh (Zakaria dan
2 Andarwulan 2001). Bahan yang digunakan untuk membuat makanan tradisional adalah bahan lokal dan alami, tidak menggunakan bahan tambahan kimia yang cenderung dapat merugikan kesehatan tubuh. Menurut Winarno (1993) bahwa makanan tradisional Indonesia selain mengandung serat makanan yang tinggi, juga mengandung senyawa penghambat terbentuknya berbagai jenis penyakit dalam tubuh termasuk kanker yang terdapat dalam bumbu-bumbu yang digunakan dalam pengolahan makanan tradisional. Selain itu makanan tradisional mempunyai rasa yang enak atau sesuai dengan cita rasa masyarakat daerah dan menjadi dasar kesukaan masyarakat untuk mengonsumsinya. Menurut Setyo et al. (2001) bahwa orang yang pernah mengonsumsi makanan tradisional, menyukai makanan tradisional tersebut karena cita rasanya yang enak. Diduga adanya globalisasi telah memberikan dampak perubahan pada berbagai hal diantaranya perubahan perilaku termasuk perilaku konsumsi makanan tradisional. Menurut Koen (2004) bahwa telah terjadi pola perubahan yang berbeda dalam berbagai tingkat analisis yang ditunjukkan oleh globalisasi. Selain itu pula perubahan perilaku dipengaruhi oleh berbagai keadaan yang saling terkait yang meliputi keadaan sosial, budaya, demografi dan lain-lain (Suhardjo, 1989). Perilaku konsumsi makanan di kalangan remaja telah terjadi peralihan yang drastis dari makanan tradisional ke makanan siap saji (fast food) yang belum tentu mengandung zat-zat gizi yang seimbang sehingga mendukung kejadian kelebihan berat badan yang berdampak terjadinya berbagai penyakit degeneratif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Riyadi dan Faisal (1994) menunjukkan bahwa fast food merupakan makanan yang tinggi kandungan protein, lemak dan garam, tetapi rendah akan kandungan serat makanan yang dapat mengakibatkan penyakit degeneratif (jantung koroner, kencing manis, dan kanker). Hal ini membutuhkan peran gizi yang tidak hanya berhubungan dengan penanggulangan penyakit dan defisiensi karena makanan itu sendiri, tetapi juga pada pencegahan penyakit sehingga fokus saat ini adalah meninjau kembali makanan yang dikonsumsi setiap hari (Melby et al, 2008). Makanan tradisional sudah mulai kurang dikenal dan bahkan ditinggalkan oleh generasi muda. Ruang lingkup pelestarian dan pengembangannya juga sangat terbatas sehingga keragaman makanan tradisional ini banyak yang sudah tidak diketahui lagi oleh masyarakat terutama generasi muda tersebut. Ini sesuai dengan penelitian tentang konsumsi pangan tradisional yang dilakukan di kalangan remaja siswa di Sekolah Menengah Umum (SMU) favorit dan non-favorit di Semarang, hasilnya ternyata ada lebih dari 50% siswa tidak mengenal lagi makanan tradisional (Setyo et al. 2001). Menurunnya pengetahuan tentang makanan tradisional pada generasi muda terjadi pula di Gorontalo yang ditandai oleh adanya perbedaan pengetahuan nama MTG oleh para siswa dibandingkan yang diketahui oleh para ibu siswa. Ini dibuktikan melalui survei pendahuluan pada bulan Januari 2011 terhadap 240 siswa SMP berumur 11-16 tahun dan 180 siswa SMU berumur 14-19 tahun serta 420 ibu dari siswa tersebut yang berumur antara 30-59 tahun. Hasil survei adalah: ada 10,4% siswa SMP dan 9,4% Siswa SMU yang mengetahui 1-2 nama MTG; 20% dan 19,4% mengetahui 3-4; 20,8% dan 20,6% mengetahui 5-6; 22,5% dan 22,8% mengetahui 7-8; serta 26,3% dan 27,8% mengetahui 9-10. Sementara pada
3 ibu siswa menunjukkan: ada 4,5% ibu siswa umur 30-34 tahun yang mengetahui 6-7 nama MTG; 13,8% umur 35-39 tahun mengetahui 10-11; 54,3% umur 40-44 tahun mengetahui 13-14; 19% umur 45-49 tahun mengetahui 16-17; 6% umur 5054 tahun mengetahui 20-21; dan 2,4% umur 55-59 tahun mengetahui 21-22. Dari hasil survei ini ada juga siswa yang memberikan jawaban bahwa ayam kentuky dan donat adalah MTG, sementara diketahui bahwa makanan ini merupakan makanan yang berasal dari negara-negara barat sebagaimana yang terdapat pada restoran yang ada di kota-kota besar di Indonesia. Dalam mengantisipasi perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional di Gorontalo maka dilaksanakan kebijakan pelestarian dan pengembangannya. Kebijakan ini merupakan kerja sama antara Dinas Kesehatan dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo yang tertuang dalam bentuk kesepakatan kerja sama Nomor 3358a/43027/07 tanggal 12 Nopember 2007 tentang “Penerapan Mata Pelajaran Muatan Lokal (mulok) Ilmu Gizi Berbasis”. Pelaksanaannya melalui pembelajaran pendidikan formal pada mata pelajaran mulok di sekolah dasar (SD/sederajat) dan sekolah menegah (SMP/sederajat dan SMA/sederajat) yang dimulai pada tahun 2008. Ini seiring dengan apa yang dikatakan oleh Glanz (2009) bahwa pentingnya langkah-langkah pembangunan masa depan yang beradaptasi dengan pangan dan gizi dalam konteks budaya/sejarah. Pembelajaran mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG telah memperoleh dukungan dari berbagai kalangan. Ini ditunjukkan oleh hasil evaluasi pembelajaran dengan contoh para guru, komite sekolah dan orang tua siswa yang menyatakan bahwa dipandang sangat penting: (1). setiap manusia dalam kehidupan sehari-hari memahami ilmu gizi; (2). ilmu gizi berbasis MTG diterapkan dalam pendidikan formal; (3). ilmu gizi diterapkan dalam pendidikan formal sebagai upaya preventif terhadap terjadinya berbagai penyakit pada manusia; (4). pelestarian dan pengembangan MTG sebagai kekayaan budaya daerah (Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo 2008). Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya baik tentang kejadian perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional maupun kebijakan pelestarian dan pengembangannya maka dipandang penting untuk melakukan penelitian tentang perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional dan status gizi anak sekolah serta kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG.
Perumusan Masalah Dari hasil penelitian pendahuluan dapat dilihat bahwa semakin muda seseorang maka semakin sedikit jumlah MTG yang diketahuinya. Ini sebagai bukti bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi makanan tradisional itu sendiri sehingga sudah kurang dikenal. Sementara hasil evaluasi mulok ilmu gizi berbasis MTG menunjukkan bahwa dipandang penting oleh para guru, komite sekolah dan orang tua siswa mulok tersebut untuk melestarikan dan mengembangkan makanan tradisional melalui pendidikan formal. Artinya bahwa mulok dianggap dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumsi makanan tradisional.
4 Di masyarakat ada beberapa kelompok generasi yang terkait dengan makanan tradisional. Generasi ini saling berinteraksi yang sebagian besar dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu anak, orang tua anak dan orang tua dari orang tua anak tersebut. Melalui 3 kelompok generasi ini, sejauh mana masalah perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional yang terjadi dapat diidentifikasi, terkait pula dengan kebijakan mulok sebagai upaya pelestarian dan pengembangan MTG. Secara spesifik dikembangkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah terjadi perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional pada masyarakat Gorontalo? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional pada masyarakat Gorontalo? 3. Bagaimana konsumsi MTG dan status gizi siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok? 4. Bagaimana kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG sebagai upaya pelestarian dan pengembangan makanan tradisional berpengaruh pada perilaku konsumsi makanan tradisional masyarakat Gorontalo?
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian bertujuan menganalisis perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional dan status gizi anak sekolah serta kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG. Secara khusus bertujuan untuk: 1. Mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada 3 generasi yaitu siswa SMP yang mendapat mulok dan tidak mulok, ibu dari siswa dan nenek dari siswa. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG. 3. Menganalisis konsumsi makanan dan status gizi siswa SMP yang mendapat mulok dan tidak mulok. 4. Menganalisis pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG. 5. Merumuskan pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG.
Manfaat Penelitian Penelitian tentang perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional dan status gizi anak sekolah serta kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG, sampai saat ini belum ada. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada semua pihak untuk upaya pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya bangsa Indonesia khususnya tentang perilaku konsumsi makanan tradisional dalam pola makan yang sehat, bergizi, beragam dan seimbang.
Kerangka Pemikiran Ide dasar penelitian ini berawal dari adanya kebijakan pemerintah Provinsi Gorontalo melalui Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo yang bekerja sama dengan
5 Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo dalam upaya pelestarian dan pengembangan MTG yang dilaksanakan pada pendidikan formal di SD, SMP dan SMA pada tahun 2007. Kebijakan ini dalam bentuk mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan gizi dan kesehatan yang terjadi, seiring terabaikannya makanan tradisional yang memberikan perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional terutama pada remaja. Melalui survei pendahuluan terhadap 240 siswa SMP dan SMU serta pada ibu siswa tersebut maka yang terlihat adanya perbedaan jumlah makanan tradisional yang diketahui oleh siswa dan ibu siswa. Adanya dukungan dari berbagai pihak tentang pelaksanaan mulok ilmu gizi berbasis MTG yang dibuktikan oleh hasil evaluasi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo pada para guru yang mengampu mata pelajaran mulok, komite sekolah dan para orang tua siswa. Hasil eveluasinya diantara bahwa penerapan mulok ini sangat penting dilaksanakan di institusi pendidikan formal sebagai upaya untuk melestarikan MTG dan pembelajaran pada masyarakat tentang gizi/kesehatan secara berkelanjutan serta dapat memutus mata rantai masalah gizi dan kesehatan. Pada akhirnya penerapan mulok tersebut dapat mendorong terbentuknya perilaku konsumsi MTG yang sehat, bergizi, beragam, dan seimbang. Dari literatur yang ada dikatakan bahwa perilaku seseorang mempunyai 3 ruang lingkup yang tidak bisa terpisahkan yaitu pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan. Konsep perilaku ini teraktualisasikan dalam perilaku konsumsi makanan tradisional. Belum diketahui bagaimana keadaan perilaku konsumsi makanan tradisional pada masyarakat, diwakili oleh siswa SMP, orang tua siswa (ibu) dan nenek siswa (ibu dari ibu siswa atau ibu dari bapak siswa) yang dapat dikatakan pada tiga generasi. Juga bagaimana perilaku konsumsi makanan tradisional pada siswa yang telah menerima pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan yang tidak mulok serta bagaimana status gizinya. Untuk mengetahui perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional yang terjadi pada 3 generasi tersebut (nenek, ibu dan siswa) maka dapat diketahui dari perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi makanan tradisional. Selanjutnya berdasarkan literatur yang ada bahwa perilaku konsumsi makanan tradisional pada siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu keluarga, sekolah, peer group, keragaan makanan tradisional, citra makanan tradisional, iklan dan pasar. Keluarga berpengaruh dalam konsumsi makanan tradisional siswa dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan, membiasakan, dan menyediakan makanan tradisional, juga aturan dalam berbelanja makanan jajanan setiap harinya; Sekolah sebagai tempat interaksi siswa dalam pengenalan dan pembiasaan serta ketersediaan makanan tradisional di kantin berpengaruh pada konsumsi makanan tradisional; Peer group yang merupakan kelompok sebaya mempunyai kekuatan dalam mempengaruhi konsumsi makanan tradisional siswa; Konsumsi makanan tradisional siswa dipengaruhi pula oleh keragaan makanan tradisional diantaranya rasa, warna, aroma, dan tekstur makanan; Citra makanan tradisional dalam pandangan masyarakat yang merupakan persepsi masyarakat terhadap prestise konsumsi makanan tradisional dapat mempengaruhi konsumsi makanan tradisional. Siswa yang terpapar oleh informasi makanan dalam bentuk
6 iklan melalui media televisi, internet, radio, dan media cetak, dapat mempengaruhi konsumsi makanan tradisionalnya; Faktor lain yang berpengaruh pada perilaku konsumsi makanan tradisional adalah pasar yang merupakan tempat masyarakat membeli atau memperoleh makanan tradisional. Untuk mempelajari bagaimana perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional pada tiga generasi dan juga perbandingan antara siswa yang telah mendapat mulok ilmu gizi berbasis MTG dan yang tidak mulok, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi makanan serta pengaruh kebijakan penerapan mulok tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional.
Hipotesis 1. Siswa SMP mulok mempunyai perilaku konsumsi makanan tradisional yang lebih tinggi dari pada yang tidak mulok. H 0 : µ mulok = µ tidak mulok
H a : µ mulok > µ tidak mulok 2. Semakin muda kelompok umur, semakin rendah perilaku konsumsi makanan tradisional. H 0 : µ anak = µ ibu = µ nenek H a : minimal ada salah satu yang beda
7 3. Faktor keluarga, sekolah, peer group, keragaan makanan tradisional, citra makanan tradisional, iklan dan pasar mempengaruhi perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) konsumsi MTG. H 0 : faktor (k, s, pg, kmt, cmt, i, p) tidak berpengaruh pada pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG. H a : faktor (k, s, pg, kmt, cmt, i, p) berpengaruh pada pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG.
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga bagian yaitu sebagai berikut: 1. Mengkaji perubahan perilaku konsumsi MTG dengan pendekatan perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada 3 generasi yaitu siswa mulok dan tidak mulok, ibu siswa dan nenek siswa serta menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhinya. 2. Menganalisis konsumsi makanan tradisional dan status gizi siswa SMP yang mendapat mulok dan tidak mulok. 3. Menganalisis pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dan membuat pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG. Bagian 1 Pada bagian ini dilakukan pengkajian tentang perubahan perilaku konsumsi MTG melalui pendekatan perbedaan perilaku yang meliputi 3 ranah yaitu pengetahuan, sikap dan praktik baik pada siswa mulok dan tidak mulok juga pada ibu siswa dan nenek siswa. Selanjutnya dilakukan juga pengkajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut pada siswa mulok dan tidak mulok. Data perilaku konsumsi MTG diperoleh langsung melalui wawancara oleh enumerator dengan contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Kemudian dilihat perbedaan perilaku konsumsi antara siswa mulok dan tidak mulok, ibu siswa dan nenek siswa melalui uji beda (t-test). Selanjutnya dilakukan juga uji anova untuk melihat perbedaan perilaku pada ketiga generasi sebagai pendekatan dalam melihat perubahan perilaku konsumsi MTG. Penelitian ini juga menganalisis perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG pada contoh siswa serta tentang faktor-faktor yang mempengaruhinya yang meliputi: faktor keluarga, sekolah, peer group, keragaan MTG, citra MTG, iklan dan pasar. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda guna melihat pengaruh faktor-faktor terhadap perilaku konsumsi MTG. Bagian 2. Penelitian pada bagian ke-2, dilakukan pengkajian tentang konsumsi MTG baik pada siswa mulok dan tidak mulok. Selanjutnya dilakukan pula pengkajian tentang status gizi siswa tersebut berdasarkan pengukuran antropometri dan juga biokimia (status anemia). Data konsumsi makanan diperoleh melalui recall oleh enumerator pada contoh siswa mulok dan tidak mulok kemudian dibandingkan dengan AKG
8 berdasarkan berat badan dan umur. Kemudian dilihat perbedaan konsumsi tersebut melalui uji beda (t-test). Dianalisis pula pola konsumsi berdasarkan jenis makanan dan waktu konsumsi, tingkat kecukupan zat gizi dan serat makanan. Selain itu dilakukan juga analisis kontribusi gizi dari MTG dalam makanan yang dikonsumsi siswa. Data status gizi diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan kemudian ditentukan IMT berdasarkan umur contoh siswa, lalu diuji beda (t-test). Selain itu IMT berdasarkan umur ini diklasifikasikan menurut umur yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI dan data Hemoglobin (Hb) ditetapkan menurut standar UNICEF/UNU/WHO 2001 guna melihat besaran keadaan status gizi dengan metode HemoCue. Bagian 3 Penelitian pada bagian ke-3, menitikberatkan pada kebijakan mulok ilmu gizi bebasis MTG dengan menganalisis pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dan membuat pengembangan kebijakan tersebut dalam rangka upaya pelestarian dan pengembangan MTG. Data pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dikumpulkan dari siswa mulok, guru mulok serta kepala sekolah dengan menggunakan kuesioner. Diperoleh pula data dari para stakeholders yang telah ditentukan secara purposive yang meliputi analisis kebijakan mulok dan pengembangannya. Data kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG yang diperoleh dari contoh siswa mulok, guru mulok dan kepala sekolah dianalisis secara deskriptif. Hal ini mengambarkan tentang proses pembelajaran yang dijalani oleh para siswa mulok dan guru mulok, serta yang dialami oleh pemimpin satuan pendidikan dalam hal ini kepala sekolah. Untuk data yang diperoleh dari faktor internal dan eksternal yang dinilai secara pairwise comparison dianalisis menggunakan metode SWOT guna memperoleh alternatif-alternatif strategi. Selanjutnya dilakukan pula analitical hierarchy process (AHP) yang dilakukan guna mengambil keputusan terhadap strategi pengembangan kebijakan mulok. Penentuan prioritas strategi ini diputuskan dengan menggunakan penilaian pairwise comparison atau analisis pendapat pakar dengan menggunakan software Expert Chice 2000 v.10. Prioritas strategi ini meliputi faktor penentu, kriteria pendukung, prioritas strategi dan kesiapan pemerintah daerah dalam pengembangan kebijakan mulok tersebut.
Alir Pelaksanaan Penelitian Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan pertemuan lintas sekor (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Bappeda, Kanwil Agama) guna mendiskusikan tentang penelitian yang akan dilaksanakan dan dilakukan pula pelatihan untuk enumerator. Adapun alir pelaksanaan penelitian adalah seperti pada Gambar 3.
9
Gambar 2 Alir pelaksanaan penelitian.
Definisi Operasional Makanan tradisional Goron- : makanan yang dibuat dengan menggunakan talo (MTG) resep khas hasil ciptaan masyarakat Gorontalo dan sudah ada dari generasi sebelumnya. Muatan lokal (mulok) Ilmu : kegiatan kurikuler dalam mempelajari ilmu Gizi Berbasis MTG gizi berbasis MTG sebagai upaya pelestarian dan pengembangan makanan tradisional tersebut. Konsumsi MTG : penggunaan MTG, dalam kehidupan seharihari masyarakat Gorontalo. Kebijakan mulok ilmu gizi : kebijakan pelestarian dan pengembangan berbasis MTG konsumsi MTG dalam bentuk mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG yang diterapkan melalui pendidikan formal di SMP. Perilaku konsumsi MTG : pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada kelompok siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Perubahan perilaku konsum- : perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik si MTG konsumsi MTG pada kelompok siswa, ibu siswa dan nenek siswa.
10 Siswa
: anak yang sedang sekolah di SMP yang dapat pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Siswa mulok ilmu gizi : anak yang sedang sekolah di SMP yang berbasis MTG telah mendapatkan pembelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG, mempunyai ibu yang tinggal serumah dan mempunyai nenek serta suku Gorontalo. Siswa tidak mulok ilmu gizi : anak yang sedang sekolah di SMP yang berbasis MTG tidak mendapatkan pembelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG, mempunyai ibu yang tinggal serumah dan mempunyai nenek serta suku Gorontalo. Ibu siswa : ibu dari siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Nenek siswa : Ibu dari ibu siswa atau ibu dari bapak siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Sekolah mulok ilmu gizi : sekolah yang mempunyai guru dan telah berbasis MTG dilatih mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo serta telah menerapkannya pada siswa. Guru : tenaga pengajar SMP yang telah dilatih mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo serta telah menerapkannya pada siswa. Kepala SMP : tenaga pengajar yang memimpin SMP yang membelajarkan mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Pengetahuan tentang MTG : segala sesuatu yang diketahui tentang MTG meliputi nama makanan, jenis makanan, bahan utama yang digunakan, kandungan gizi, cara pembuatan, dan penggunaannya. Sikap tentang MTG : keyakinan terhadap MTG berdasarkan rasa suka dengan alasan karena penampilan, tekstur, aroma, cita rasa, menyehatkan dan mudah memperolehnya pada siswa, ibu siswa, dan nenek siswa. Praktik tentang MTG : praktik siswa, ibu siswa dan nenek siswa dalam frekuensi konsumsi MTG. Frekuensi konsumsi MTG : seberapa sering contoh mengonsumsi MTG dalam satuan hari, minggu, bulan dan tahun.
11 Keluarga
Sekolah
Peer group
Keragaan makanan MTG
Citra MTG dalam pandangan masyarakat
Iklan
Pasar Perumusan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG
Peramalan masa depan kebijakan mulok Rekomendasi mulok
pelaksanaan
Pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG
: unit terkecil tempat interaksi siswa dalam mengonsumsi MTG yang meliputi kefamilieran makanan tradisional, kebiasaan, ketersedian, dan aturan makan dalam keluarga. : tempat interaksi siswa tentang konsumsi MTG meliputi pengenalan, kebiasaan, ketersediaan di kantin, dan aturan sekolah tentang MTG. : kelompok sebaya siswa yang mempunyai status yang sama, minat yang sama terhadap MTG, dan menggunakan makanan tradisional ketika bertemu. : gambaran tentang MTG yang terdiri dari rasa, warna, aroma, tekstur, bahan-bahan yang digunakan, kepraktisan dalam membawa, mempunyai nilai sejarah serta berhubungan dengan nilai adat istiadat dan agama. : persepsi masyarakat tentang prestise konsumsi MTG, pengalaman mengonsumsi, kelangkaan dalam ketersediaan dan kalangan yang mengonsumsinya. : Frekuensi informasi makanan yang diakses melalui media televisi, internet, radio, dan media cetak. : tempat untuk memperoleh MTG di toko khusus, mall, warung, restoran dan pasar. : Perumusan kebutuhan kebijakan yang belum terpenuhi meliputi makanan tradisional yang sudah mulai dilupakan, penerapan kebijakan mulok, mengatasi perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional, dan kedudukan dasar pelaksanaannya mulok. : Prosedur informasi aktual dimasa depan tentang kebijakan mulok meliputi proyeksi, prediksi dan perkiraan. : Alternatif terbaik yang diusulkan untuk kebijakan mulok yang actionable, prosfektif, bermuatan nilai fakta dan bersifat etik, rasional, efisien, serta responsible. : Proses merumuskan dan mendapatkan alternatif-alternatif strategi dan prioritas strategi dalam pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG.
12 Alternatif strategi Prioritas strategi
: Alternatif strategi yang ditetapkan melalui proses analisis SWOT : Prioritas strategi yang diputuskan melalui metode AHP.