PENDAHULUAN Latar Belakang Pada masyarakat modern dewasa ini, penyakit jantung koroner merupakan salah satu dari masalah kesehatan yang paling banyak mendapat perhatian serius. Hal ini dikarenakan penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama kematian. Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner yang lebih dikenal dengan aterosklerosis. Penyebab aterosklerosis sangat bervariasi, seperti tingginya kadar kolesterol total plasma, usia, kebiasaan merokok, kondisi stres, obesitas, hipertensi, diabetes mellitus, konsumsi makanan kaya akan kolesterol atau lemak, dan hiperkolesterolemia. Perkembangan aterosklerosis sangat berkaitan erat dengan tingginya kadar low density lipoprotein (LDL) (Hu et al. 2001; Hakimoglu et al. 2007). Low density lipoprotein adalah lipoprotein yang me ngandung 60-75% kolesterol ester. Kolesterol dan esternya yang terdapat dalam LDL mengandung ikatan tidak jenuh yang sangat rentan terhadap reaksi peroksidasi oleh radikal bebas. Hasil reaksi peroksidasi LDL tersebut menginduksi terbentuknya radikal bebas dan dapat menyebabkan perubahan partikel LDL yang dapat mengawali terjadinya aterosklerosis (Yuan & Brunk 1998). Proses aterosklerosis dimulai dengan masuknya LDL ke dalam subendotel (intima) dan selanjutnya LDL mengalami modifikasi (teroksidasi). Partikel LDL teroksidasi akan merangsang sel endotel yang menyebabkan terjadinya adesi monosit pada endotel, kemudian diikuti dengan kemotaksis ke dalam subendotel. Terjadinya adesi monosit
menyebabkan aktivasi
dan diferensiasi makrofag. Partikel LDL teroksidasi tersebut tidak dapat dikenali oleh makrofag melalui reseptor normalnya sehingga partikel LDL ditangkap oleh reseptor scavenger dari makrofag. Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi ester kolesterol dan terbentuknya sel-sel busa.
Sel-sel busa ini akan merangsang ekspresi gen
sejumlah sitokin dan faktor pertumbuhan, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya proliferasi sel otot polos dan akan berkembang menjadi plak yang kompleks. Plak
2
aterosklerosis terletak dalam intima yang terdiri atas sel-sel otot polos yang mudah berproliferasi, sel limfosit T, jaringan penghubung, proteoglikan, sel-sel busa yang telah mati, serta deposit kolesterol dan kalsium (Diaz et al.1997). Menurut Yu et al (2002), kejadian aterosklerosis mengimplikasikan terbentuknya radikal bebas yang disebabkan oleh peroksidasi lipid. Reactive oxygen species (ROS) diketahui sebagai pemprakarsa utama pada peroksidasi lipid. Kondisi hiperkolesterolemia dapat mengganggu fungsi endotel dengan meningkatnya produksi radikal bebas oksigen. Radikal ini menonaktifkan oksida nitrat, yaitu faktor endothelial–relaxing utama. Bila keadaan ini berlanjut terus, akan terjadi penimbunan lipoprotein dalam lapisan intima di tempat meningkatnya permeabilitas endotel. Pemaparan terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri menyebabkan terjadinya oksidasi LDL, yang berperan dan mempercepat timbulnya plak aterosklerosis (Price & Wilson 2006). Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital luarnya. Terdapat dua sumber radikal bebas, yaitu (a) radikal bebas endogen yang terbentuk sebagai hasil normal dari proses-proses fisiologis di dalam sel tubuh dan (b) radikal bebas eksogen yang diperoleh dari lingkungan seperti asap rokok, polusi udara, dan lain- lain. Dalam jumlah tertentu, radikal bebas sangat diperlukan bagi kelangsungan beberapa proses fisiologis dalam tubuh, terutama untuk trans por elektron. Namun, radikal bebas yang berlebih dapat membahayakan tubuh karena dapat merusak biomakromolekul seperti lipid, protein, karbohidrat, dan asam nukleat. Kerusakan biomakromolekul selanjutnya dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian sel (Halliwell & Gutteridge 1996). Pada kondisi hiperkolesterolemia, tubuh berusaha menyeimbangkan kadar kolesterol plasma dengan jalan mengubah kolesterol menjadi asam empedu. Sintesis asam empedu melibatkan 7α-hidroksilasi, suatu enzim mikrosomal yang memerlukan oksigen, NADPH, dan sitokrom P-450. Semakin banyak empedu yang disintesis, semakin tinggi aktivitas sitokrom P-450 dan semakin banyak oksigen yang diperlukan. Peningkatan tersebut akan menghasilkan radikal bebas sebaga i hasil sampingan sehingga radikal bebas terbentuk secara berlebihan pada kondisi
3
hiperkolesterolemia. Bila produksi radikal bebas terjadi secara berlebihan, enzim antioksidan tubuh tidak mampu mengatasinya. Hal ini terlihat dengan menurunnya kadar enzim antioksidan seperti superoksidasi dismutase, katalase, dan glutation peroksidase pada kondisi hiperkolesterolemia (Wresdiyati et al., 2006a; 2006b; Nourooz-Zandeh et al. 2001). Dengan demikian, radikal bebas akan terbentuk secara terus menerus pada kondisi hiperkolesterolemia dan turut berperan dalam oksidasi LDL. Apabila berlangsung dalam waktu yang cukup lama keadaan ini akan dapat menimbulkan terjadinya penyakit aterosklerosis. Salah satu indikator terjadinya oksidasi LDL adalah malondialdehida (MDA). Telah dilaporkan bahwa ada hubungan antara tingginya kadar MDA dengan kerusakan jaringan, seperti pada sel endotelia, sel otot polos, netrofil, dan monosit (Luczaj & Elzbieta 2003 ; NouroozZadeh et al. 2001). Hal inilah yang menyebabkan terjadinya aterosklerosis pada kondisi hiperkolesterolemia. Kondisi hiperkolesterolemia sangat memerlukan tambahan asupan antioksidan untuk mengatasi radikal bebas berlebih sehingga dapat mengurangi berlangsungnya oksidasi LDL. Antioksidan adalah suatu zat atau senyawa yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi, melindungi sistem biologis, melawan efek potensial dari proses atau reaksi yang menyebabkan oksidasi berlebihan. Tubuh memiliki sistem pertahanan radikal bebas berupa antioksidan enzimatik dan nonenzimatik. Sistem antioksidan enzimatik disusun oleh enzim-enzim sitosolik seperti Copper, Zinc-superoxide Dismutase (Cu, Zn-SOD), catalase (CAT), glutation peroksidase (GPx), dan enzim-enzim mitokondria seperti mangan superoksida dismutase (Mn-SOD) dan antioksidan nonenzimatik meliputi vitamin E, vitamin C, asam urat, beta karoten, glutation, dan albumin (Capeyron et al. 2002). Sumber antioksidan eksogen terdapat pada berbagai sayuran, buah-buahan, dan rempah-rempahan. Telah dilaporkan bahwa beberapa ekstrak tanaman seperti rempah-rempahan dan teh berpotensi sebagai antioksidan alami. Potensinya terdapat pada komponen fenolnya (Belitz & Grosch 1999; Howard et al. 2002).
4
Pada tanaman, fenol terdiri lebih dari 100 komponen dengan struktur kimia berbeda untuk aktivitas antioksidan. Sebagai penentu dalam bioavaibilitasnya berdasarkan perbedaan struktur kimia seperti jumlah cincin fenol, substitusi aromatik, glikosilasi, gugus OH, konjugasi dengan fenol lain, dan
asam organik. Senyawa
fenol dapat berfungsi sebagai antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi radikal bebas pada oksidasi lipid dan mempunyai tingkat penyerapan dalam tubuh relatif tinggi. Demikian pula dengan senyawa-senyawa flavanoid, antosianidin, dan polifenol yang terdistribusi secara luas dalam tumbuhan bekerja sebagai scavenger radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid (Natella et al. 2002). Antioksidan sintetik telah digunakan secara luas karena efektif dan lebih mudah dibandingkan yang alami. Namun, perlindungan dan toksisitas antioksidan sintetik penting diperhatikan karena adanya efek samping yang dapat ditimbulkannya. Banyak perhatian lebih difokuskan pada penggunaan antioksidan alami untuk menghambat peroksidasi lipid atau untuk melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif akibat radikal bebas (Malaya et al. 2007). Cengkeh merupakan salah satu jenis tanaman rempah khas Indonesia yang mengandung beberapa komponen fenol, yaitu eugenol (C18 H12 O3 ), asetil eugenol, α dan β kariofelin, eugenia (isomer eugenol), vanillin, dan asam galotanin. Eugenol memiliki aktivitas antioksidan
yang efeknya sama dengan α-tokoferol dalam
menghambat lipid peroksidasi, oksidasi LDL, dan lipoprotein berkepadatan sangat rendah (VLDL) (Ogata et al. 2000; Rajalakshmi et al. 2000). Telah dilaporkan secara empiris bahwa cengkeh yang mengandung eugenol baik pada bunga, tangkai, dan daun digunakan untuk obat sakit gigi, pasta gigi, sabun, deterjen, farmasetika, dan juga sebagai nematisida, antibakteri, antijamur, dan antikarsinogen. Namun, efek komponen total fenol dari daun cengkeh belum pernah dilaporkan terutama pada kondisi hiperkolesterolemia. Dengan demikian, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui efek ekstrak daun cengkeh (Eugenia aromatica O.K)
sebagai
antioksidan
hiperkolesterolemia.
dan
antihiperkolesterolemia
pada
jaringan
kelinci
5
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menelaah aktivitas antioksidan ekstrak daun cengkeh pada profil lipid dan antioksidan intrasel pada jaringan kelinci hiperkolesterolemia serta potensinya dalam mencegah aterosklerosis.
Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini untuk : 1. Menentukan komponen fitokimia daun cengkeh dan ekstraknya. 2. Menentukan jenis pelarut ekstraksi yang dapat menghasilkan ekstrak daun cengkeh dengan aktivitas antioksidan paling tinggi. 3. Menge valuasi secara in vivo daya antihiperkolesterolemia dan kapasitas antioksidan ekstrak daun cengkeh baik secara kimiawi (katalase, superoksida
dismutase,
dan
glutation
peroksidase) maupun secara
immunohistokimia (Cu, Zn-SOD) pada kelinci hiperkolesterolemia. 4. Mengevaluasi
kapasitas
antioksidan
ekstrak
daun
cengkeh
dalam
melindungi oksidasi LDL jaringan hati dan ginjal kelinci. 5. Mengevaluasi kapasitas antioksidan ekstrak daun cengkeh sebagai pencegah aterosklerosis
dan
kelainan
histologi
hati
dan
ginjal
kelinci
hiperkolesterolemia.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Simplisia daun cengkeh dan ekstrak daun cengkeh memiliki komponen fitokimia yang sama. 2. Pelarut metanol menghasilkan ekstrak daun cengkeh dengan total fenol dan aktivitas antioksidan yang paling tinggi. 3. Ekstrak metanol daun cengkeh dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, meningkatkan kadar HDL dan aktivitas enzim antioksidan (katalase, superoksida dismutase, dan glutation peroksidase), dan kandungan Cu,Zn-SOD pada kelinci hiperkolesterolemia.
6
4. Ekstrak metanol daun cengkeh dapat menurunkan kadar MD A jaringan hati dan ginjal kelinci. 5. Ekstrak methanol daun cengke h dapat mencegah pembentukan lesi aterosklerosis pada aorta dan kelainan histologi hati dan ginjal kelinci hiperkolesterolemia.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Memberi
informas i ilmiah tentang kandungan senyawa fenol dan
komponen fitokimia daun cengkeh dan ekstraknya. 2. Memberi informasi ilmiah tentang manfaat ekstrak daun cengkeh dalam mencegah atau menghambat aterosklerosis pada kelinci hiperkolesterolemia sehingga dapat memberi kontribusi dalam mengatasi penyakit jantung koroner melalui pemanfaatan daun cengkeh. 3. Memberi informasi ilmiah tentang efektivitas daun cengkeh sebagai senyawa antioksidan dalam meningkatkan aktivitas antioksidan intrasel dan kandungan Cu,Zn-SOD ha ti dan ginjal kelinci.