PENDAHULUAN
Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman tersebut ada sekelompok masyarakat / suku bangsa yang secara relatif sudah lebih dahulu maju. Tetapi ada juga yang belum maju dan malahan tertinggal dengan masyarakat lainnya. Perubahan sosial dalam masyarakat baik secara vertikal maupun horizontal juga dapat menimbulkan ketertinggalan dan keterpencilan pada sekelompok masyarakat tertentu karena lokasi yang terpencil serta sulit mendapatkan akses pelayanan dari luar. Bahkan mungkin yang terpenting dari kemajemukan masyarakat dan kekayaan kebudayaan yang memerlukan perhatian adalah: masih jutaan anakanak negeri yang diidentifikasi sebagai Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah pewaris keterbelakangan, ketertinggalan, dan kemiskinan masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat global melihat KAT dalam perspektif yang sama. Tanpa kita menyadari, sebenarnya anak-anak negeri dalam KAT yang hidup dalam kemiskinan selalu melahirkan kemiskinan. Salah satu masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam rangka pembangunan masyarakat di Indonesia adalah Komunitas Adat Terpencil. Komunitas ini bermukim di berbagai pelosok wilayah. Data menginformasikan bahwa KAT terdapat hampir di seluruh wilayah Nusantara, mulai dari Sabang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) hingga Merauke di Provinsi Papua. Sebagian kecil suku yang tergolong KAT dilihat dari provinsi asal antara lain: Suku Gayo (NAD), Suku Anak Dalam (Jambi), Suku Dayak Sekadau (Kalimantan Barat), Suku Dayak Meratus (Kalimantan Selatan), Suku Baduy (Banten), Suku Tengger (Jawa Timur), Suku Loitas (Nusa Tenggara Timur), dan Suku Ekagi (Papua). Menciptakan dan mengembangkan strategi pengembangan masyarakat yang nyata diperlukan keberanian demi membawa kemajuan memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat yang teridentifikasi ke dalam KAT. Warga KAT 1
2 sebagaimana lazimnya masyarakat pada umumnya mereka juga menginginkan perubahan, perubahan dalam kualitas kemanusiaannya. Namun kemampuan mereka sendiri tidak mendukung atau mustahil untuk melakukan perubahan, untuk memperbaiki nasib. Harus ada intervensi atau campur tangan pihak lain dari luar KAT. Adalah jelas warga KAT antara lain ingin menapaki pendidikan yang lebih baik, memiliki kondisi kesehatan yang lebih sehat, lebih bersih, sandang pangan yang mencukupi, dan hidup dalam kelembutan tidak dalam kekerasan kehidupan seperti yang mereka jalani. Memperhatikan data yang ada, jumlah KAT yang dikategorikan terpencil di Indonesia dengan persebarannya adalah sebanyak 205.029 KK atau sekitar 1.025.000 jiwa, sedangkan jumlah yang sedang diberdayakan 8.338 KK / lokasi dan jumlah yang sudah diberdayakan 51.398 KK / lokasi. Visi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil adalah: kesejahteraan sosial Komunitas Adat Terpencil yang mandiri di dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan. KAT yang kini berjumlah sekitar 1,1 juta jiwa bukan jumlah yang sedikit. KAT masih terisolasi, miskin, dan lemah (Abdullah, 2004). Dalam Pasal 2 Keppres No. 111/1999 tentang pembinaan kesejahteraan sosial komunitas adat terpencil diamanatkan sebagai berikut : ”Pembinaan kesejahteraan sosial komunitas adat terpencil bertujuan untuk memberdayakan komunitas adat terpencil dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan agar mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani, dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan, yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan adat istiadat setempat.” Berdasarkan keputusan di atas penelitian ini mencoba mengkaji salah satu KAT yang ada di Indonesia, yaitu suku Baduy Luar. Secara administratif wilayah Baduy atau biasa pula disebut wilayah “Rawayan” atau wilayah “Kanekes” termasuk dalam Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten (dulu masuk wilayah Jawa Barat). Wilayah yang dihuni orang Baduy berada pada kawasan Pegunungan Kendeng yang sebagian merupakan hutan lindung. Masyarakat Baduy adalah salah satu etnik yang dapat dikatakan sebaga i komunitas yang masih memegang tradisi dan cenderung tertutup, atau dalam
3 istilah sekarang Komunitas Adat Terpencil sebagai pengganti istilah Masyarakat Terasing. Misi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil adalah: Meningkatkan harkat dan martabat Komunitas Adat Terpencil, meningkatkan kualitas hidup Komunitas Adat Terpencil, memperkuat pranata dalam jaringan sosial, mengembangkan sistem kehidupan dan penghidupan yang berlaku pada Komunitas Adat Terpencil, dan meningkatkan peranserta dan tanggung jawab sosial masyarakat dalam proses pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Sebaga imana dikemukakan oleh Kusdinar (2004), di Kabupaten Lebak, KAT terdapat di Kecamatan Leuwidamar dan Kecamatan Cibeber. Salah satu komunitas adat tersebut adalah Suku Baduy yang terdapat di wilayah Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar. Masyarakat Baduy terdiri dari “Baduy Dalam” dan “Baduy Luar.” “Baduy Dalam” terdiri dari tiga kampung yaitu kampung Cikeusik, Kampung Cikertawarna, dan Kampung Cibeo yang masing- masing dipimpin oleh seorang pimpinan adat atau yang biasa disebut Pu’un. “Baduy Luar” tersebar di 51 kampung, antara lain: Kadu Ketug, Kadu Keter, Gajeboh, Kadu Kohak, Cipiit, dan Kadu Jangkung. Selain di wilayah Baduy, Komunitas Adat Terpencil terdapat pula di wilayah lain, tepatnya di wilayah Lebak Selatan yaitu di Kecamatan Cibeber yang terdapat masyarakat yang patuh dan taat pada lembaga “kaolotan” seperti yang terdapat dalam “kaolotan” Cisungsan, Citorek, Cisitu, Cipanas, dan Bayah.
Masalah Penelitian Sebagaimana lazimnya masyarakat pada umumnya, komunitas Baduy juga membutuhkan pengembangan diri, membutuhkan perubahan, dan terutama dalam hal kebutuhan keluarga baik sandang, pangan, papan, dan kebutuhan sekunder dan tersier lainnya. Ini terlihat dalam komunitas Baduy Luar yang sudah terlihat dinamika perubahannya dibandingkan dengan saudaranya Baduy Dalam yang secara adat masih memegang sangat teguh tradisi leluhur. Baduy Luar meskipun dianggap oleh orang Baduy Dalam sebagai pelanggar adat, namun demikian bila diperhatikan tata cara kehidupannya masih memegang tradisi yang kuat.
4 Secara umum yang membedakan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar adalah sebagai berikut:. Baduy Luar relatif sudah mau menerima inovasi dan modernisasi dari luar sedangkan Baduy Dalam belum dapat menerima hal- hal yang berbau teknologi dan modernisasi. Meskipun demikian kehidupan secara sosial dan ekonomi, komunitas Baduy Luar tidak jauh berbeda dengan Baduy Dalam. Artinya, mereka masih memerlukan pengembangan dan pemberdayaan dalam berbagai segi kehidupan, sesuai dengan yang diamanatkan Keppres No. 111/1999. Gejala lain yang tampak pada masyarakat Baduy Luar adalah dalam hal cara memenuhi kebutuhan keluarga lebih bervariasi selain bertani dan berladang ada yang membantu mengerjakan lahan orang lain, berjualan, dan membantu memasarkan hasil- hasil produk baik pertanian dan kerajinan sesama warga Baduy Luar. Mengingat sifat dan karakter masyarakat ini termasuk yang menutup diri terhadap hal- hal yang berasal dari luar komunitasnya. Secara umum dan pada hakikatnya masyarakat manapun membutuhkan perubahan dalam pengertian perubahan kehidupan yang lebih baik, baik pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Pengemb angan dan perubahan ini harus memperha tikan hal- hal yang tidak bertentangan dengan adat istiadat mereka. Mengingat potensi alam yang dimiliki komunitas ini cukup banyak, seperti aspek pertanian, mereka kebanyakan menanam padi padahal dapat juga menanam sejenis atau berbagai palawija, hasil hutan misalnya madu, bahan baku untuk membuat gula aren, dan kerajinan tangan berupa tas (jarog). Khusus untuk kerajinan, pengamatan peneliti, model dan karyanya sudah mulai bervariasi mulai dari tas khasnya (jarog) sampai tempat handphone sudah mereka buat, tinggal masalah memasarkan, dan cara mereka menjualnya. Potensi komunitas Baduy sebenarnya cukup besar untuk dapat hidup lebih baik dari saat ini. Komunitas Baduy sebagai masyarakat yang taat menjunjung adat dan nilai- nilai leluhurnya, salah satu tradisinya adalah hasil ladang berupa padi tidak boleh dijual karena merupakan pantangan bagi seluruh orang Baduy, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar, maka yang terpenting adalah memberikan informasi yang dapat membantu mereka memanfaatkan sumber daya dan potensi yang ada
5 dalam lingkungannya, tanpa mengganggu tradisinya. Hal ini dapat dianggap sebagai kendala, ini juga memerlukan penyelidikan yang lebih mendalam. Mengacu pada latar belakang masalah yang diuraikan, Komunitas Adat Baduy Dalam masih memegang teguh adat dan tradisi leluhur, sedangkan Baduy Luar cenderung sudah menerima perubahan, serta nilai- nilai dari luar. Berangkat dari gejala tersebut peneliti memfokuskan penelitian pada komunitas Baduy Luar, karena mereka meskipun secara adat dianggap orang-orang yang melanggar adat, tidak loyal pada adat dan tradisi leluhurnya tetapi secara umum kehidupan mereka relatif sama dengan masyarakat Baduy Dalam. Gejala tersebut menarik untuk dikaji lebih jauh dan dipertanyakan alasan itu terjadi dan dilakukan oleh orang-orang Baduy yang sekarang disebut Baduy Luar. Terdapat beberapa gejala yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu masalah filosofis sistem nilai yang dianut oleh Komunitas Baduy dan bagaimana mereka mempersepsi kebutuhan keluarga. Beberapa hal yang menjadi permasalahan filosofis antara lain adalah: (1) Kepercayaan dan sistem nilai yang dianut oleh suku Baduy menghambat proses perubahan yang bisa memajukan taraf kehidupan mereka. (2) Tradisi yang ada menjadikan mereka tertutup dengan dunia luar. (3) Kurangnya sumber daya manusia yang mengelola sumber daya alam yang ada. Dari sisi pemerintah sebagai pembuat kebijakan perlu dikaji hal- hal sebagai berikut: (1) kurangnya upaya dari pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia masyarakat Baduy agar mereka dapat mengelola potensi alam yang mereka miliki. (2) kurang dan tertutupnya
akses berbagai informasi
yang memudahkan
masyarakat baduy untuk maju, baik dalam bentuk komunikasi interpersonal, maupun kelompok, dengan memanfaatkan lembaga sosial yang ada. (3) kurang atau hampir tidak adanya berbagai pelatihan dan pemberdayaan dari pemerintah bekerja sama dengan masyarakat yang sudah terdidik agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat Baduy.
6 Dari beberapa permasalahan yang ada, ditambah sifat dan hakekat manusia yang selalu berusaha untuk berubah, dan hakekat manusia yang selalu berusaha memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan dirinya maupun keluarganya, maka masalah penelitian yang dipertanyakan adalah: (1) Bagaimana persepsi kepala keluarga Komunitas Adat Baduy Luar terhadap kebutuhan keluarga nya? (2) Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi kepala keluarga Komunitas Adat Baduy Luar terhadap kebutuhan keluarga nya? (3) Bagaimana strategi perubahan terencana untuk meningkatkan kesejahteraan kebutuhan keluarga kepala keluarga Komunitas Adat Baduy Luar?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : (1) Mengkaji persepsi kepala keluarga Komunitas Adat Baduy Luar terhadap kebutuhan keluarga. (2) Mengkaji faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi kepala keluarga Komunitas Adat Baduy Luar terhadap kebutuhan keluarga nya. (3) Mengembangkan strategi perubahan terencana untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga Komunitas Adat Baduy Luar.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini merupakan media proses belajar dalam mengaplikasikan konsep-konsep teori dan model dalam pengembangan komunitas adat terpencil, yang didasarkan pada teori dan pengamatan (empirik). Kegunaan penelitian ini sebagai berikut: (1) Dari segi keilmuan hasil penelitian ini diharapkan sebagai khazanah untuk memperkaya kajian ilmu penyuluhan pembangunan. Diharapkan adanya perluasan segi-segi teoritis penyuluhan pembangunan yang dapat menunjang penelitian sejenis pada masa yang akan datang. (2) Dari segi terapan, hasil penelitian ini diharapkan berma nfaat untuk menangani masalah- masalah Komunitas Adat Terpencil, khususnya pada masyarakat
7 Baduy, maupun masyarakat
dalam kategori adat terpencil lainnya yang
memiliki karakteristik yang sama. (3) Sebagai masukan bagi pemerintah Kabupaten Lebak – Banten, dan Direktorat Bina Masyarakat Terasing, Departemen Sosial RI, dalam menyusun kebijakan tentang pembangunan komunitas adat terpencil Baduy Luar yang berorientasi kesejahteraan dan kelestarian adat dan lingkungan.
Definisi Istilah Definisi dan pengukuran dari peubah yang ada disajikan agar makna penelitian dapat dipahami secara bersama: (1) Komunitas Adat Terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik. (2) Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Kanekes
Kecamatan
Leuwidamar,
Kabupaten
Lebak
yang
mempunyai ciri kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat umum. (3) Persepsi adalah pengertian dan penafsiran makna informasi yang diterima peralatan pancaindera, yang diukur dari pemahaman orang baduy pada kebutuhan hidup keluarga. (4) Kebutuhan keluarga orang Baduy Luar adalah, kebutuhan fisiolojik, rasa aman, rasa memiliki dan dimiliki, dan harga diri. (5) Karakteristik masyarakat Baduy Luar adalah pendapatan rumah tangga, usia, dan jumlah anggota keluarga. (6) Motif adalah hal yang mendorong Orang Baduy Luar untuk lebih memiliki pengetahuan, percaya diri, dan lebih terampil dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. (7) Usaha dan Pola produksi adalah usaha orang Baduy Luar memenuhi kebutuhan keluarganya. (8) Nilai-nilai budaya adalah konsep-konsep yang hidup dalam pikiran aktivitas masyarakat Baduy Luar mengenai hal-hal yang mereka anggap paling agung dalam hidup, sehingga berfungsi sebagai
8 pedoman dalam berperilaku
dalam
hidupnya. Penelitian
ini
menggunakan konsep yang dikembangkan Clide Kluckon dan F.L Strodtbeck (Koentjaraningrat, 2004) yaitu tentang: (a) Hakekat hidup manusia, adalah pandangan masyarakat Baduy, bahwa hidup suatu ha l yang baik, buruk, atau menerima apa adanya. (b) Hakekat karya manusia, adalah pandangan tentang bekerja sebagai sesuatu
yang
memberikan
kedudukan
terhormat
dan
menghargainya (c) Hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, adalah pandangan bahwa masa la lu, masa depan atau waktu sekarang adalah waktu yang terpenting (d) Hakekat dari kedudukan manusia dengan alam semesta, adalah pandangan masyarakat Baduy tentang alam bahwa alam dan sekitarnya berupa gunung, hutan dan air perlu dihormati, dan dijaga. (e) Hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya, adalah pandangan bahwa hubungan dengan sesamanya adalah amat penting. (9) Interaksi sosial, adalah interaksi masyarakat Baduy Luar dengan kelompoknya, masyarakat luar atau wisatawan, aparat pemerintah, dan keterdedahan oleh media, diukur frekuensi interaksinya.