PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam rangka memperkuat struktur ekonomi Kabupaten Tolitoli, sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka peranan pemerintah daerah perlu melakukan perencanaan pembangunan yang dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sumber daya alam yang dimiliki. Kondisi ini yang melatar belakangi pentingnya mengidentifikasi potensi komoditas pertanian, permasalahan dan kemungkinan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi sumberdaya pertanian sehingga perekonomian masyarakat daerah kabupaten dapat menjadi lebih baik. Strategi untuk pengembangan komoditi pertanian tidak dapat langsung di implementasikan hanya berdasar kondisi potensi diatas, untuk pengembangan komoditas pertanian perlu dicermati kondisi produksi dan peluang pasar di daerah pengembangan. Lebih lanjut komoditi pertanian tersebut juga harus memiliki efek sebaran dan multifikasi yang akan menunjang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Agar strategi pengembangan komoditas pertanian, pengembangan jaringan
kemitraan
antar
daerah
dapat
berhasil
maka
strategi
pengembangannya tidak dapat dengan hanya menitikberatkan pada tingkat atau permasalahan tertentu saja, karena usaha tersebut berada dalam suatu proses yang mengikuti alur produksi sampai ke konsumen. Sehubungan itu dalam pelaksanaan penelitian ini, disamping potensi pertanian, juga sarana produksi dan pertumbuhan infrastruktur di daerah yang dipilih menjadi pertimbangan khusus. Salah Satu kondisi pendukung
pengembangan
Zona
Agroekosistem
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Berdasarkan 1
Pewilayahan
Komoditas Pertanian melalui pengembangan komoditas
pertanian adalah sektor angkutan dan komunikasi yang berkembang pesat. Zonasi
Komoditas
Pertanian
dalam
pelaksanaannya
adalah
pengelompokan atau penggolongan kawasan dengan kesesuaian yang sama
agar
dapat
direkomendasikan
tentang
pengelolaan
dan
pemanfaatan komoditas lahan pertanian yang terkendalikan, selanjutnya akan
menunjukkan
menyangga
secara
dan
mendefinisikan
berkelanjutan,
atas
lokasi satu
lahan
yang
pemanfaatan
akan lahan
pertanian atau kombinasi penggunaan lahan pertanian yang sesuai. Pengelompokan tersebut dapat dijadikan acuan dalam perencanaan suatu wilayah, penataan sistem pertanian serta penetapan komoditas unggulan untuk wilayah yang bersangkutan. Pada kelompok wilayah yang sama akan dapat dikembangkan atau dibudidayakan suatu jenis komoditas yang sama pula, sehingga dapat diperoleh luasan areal usahatani berskala ekonomi. komoditas
pertanian
berdasarkan
zona-zona
Pengelompokan
yang
sama
dapat
meningkatkan pertumbuhan perdagangan antar pulau atau antar daerah maupun antar negara, sebab dimasa yang akan datang tidak seharusnya setiap wilayah atau kabupaten menghasilkan semua jenis komoditas, akan tetapi diharapkan mempunyai komoditas unggulan spesifik sebagai dasar dalam pengembangan serta peningkatan perdagangan antar daerah dan ekspor.
1.2. Maksud dan Tujuan Adapun Maksud dari penelitian ini adalah untuk : 1. Membantu
terciptanya
jaringan
kerja
kemitraan
Pengembangan Komoditas pertanian dalam mendukung peningkatan pendapatan masyarakat dan struktur ekonomi daerah Kabupaten Tolitoli. 2. untuk memetakan karakteristik lahan (flsik dan kimia) dan zonasi opsi pengembangan komoditi pertanian Kabupaten
2
Tolitoli berdasarkan pendekatan keruangan dengan sistem informasi geografis. Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Sebagai bahan penyusunan program aksi (proyek) pengembangan komoditi bagi pemerintah dalam menata struktur
ekonomi daerah kabupaten tolitoli.
3. Membantu
daerah
kabupaten
adalam
pengembangan
komoditi andalan yang dimiliki. 4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. 1.3. Sasaran Sasaran yang hendak dicapai dengan adanya kegiatan ini ialah:
Tersedianya data Peta karakteristik lahan (iklim, landscape dan kondisi fisik dan kimia tanah) 10 (sepuluh) Kecamatan di Kabupaten Tolitoli skala 1 : 250 000
Peta Zonasi Lahan dan pengembangan komoditi pangan dan hortikultura skala 1 : 250.000
Peta
arahan
pengembangan
komoditi
pangan
dan
hortikultura skala 1 : 250.000
Tersedianya
peta
pewilayahan
komoditas
pertanian
berdarkan Zona Agroekosistem (ZAE) 1.4. Lingkup Dan Lokasi Kegiatan a. Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan Zona Agro Ekosistem (ZAE) Kabupaten Tolitoli Berdasarkan Pengwilayahan Komoditas Pertanian yaitu
Survei Tanah,
Penyajian karakteristik lahan (Biofisik-kimia)
Pengumpulan data Sosial Ekonomi
Pemetaan
3
b. Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan Zona Agro Ekosistem (ZAE) Kabupaten Tolitoli Berdasarkan Pengwilayahan Komoditas Pertanian yaitu meliputi 10 (sepuluh) wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Tolitoli
4
GAMBARAN UMUM WILAYAH
2.1 Kondisi Fisik dan Biofisik A. Letak geografis dan luas wilayah
Kabupaten Tolitoli mempunyai wilayah seluas 4.079,77 km². Sampai dengan
tahun 2007 Secara geografis, wilayah studi terletak pada
posisi koordinat antara 0,35º- 1,20º Lintang Utara dan 120º 122,09º Bujur Timur.
Secara administratif wilayah studi seluruhnya berada dalam 10 wilayah kecamatan yang terletak pada ketinggian 0-2.500 meter di atas permukaan laut sebagaimana pada gambar batas administrasi berikut.
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Tolitoli
5
Berdasarkan batas wilayah pemerintahan, Kabupaten Toli-toli memiliki batas-batas wilayah sbb.:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Buol dan Laut Sulawesi yang sekaligus berbatasan dengan negara Philipina
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten/Propinsi Gorontalo
Sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Donggala
Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar yang memisahkan pulau Sulawesi dengan pulau Kalimantan Luas wilayah menurut kecamatan di wilayah penelitian berdasarkan Kabupaten Tolitoli dalam angka tahun 2006 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Tolitoli Menurut Kecamatan No Kecamatan Luas (Km2) 1. Dampal Selatan 392,67 2. Dampal Utara 182,88 3. Dondo 542,50 4. Ogodeide 412,13 5. Basidondo 441,30 6. Baolan 258,03 7. Lampasio 626,00 8. Galang 597,76 9. Tolitoli Utara 405,50 10. Dakopemean 221,00 Jumlah 4.079,77 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
Persentase 9,62 4,48 13,30 10,10 10,82 6,32 15,34 14,65 9,94 5,42 100
B. Aksesibilitas Wilayah Studi Aksesibilitas wilayah antar pusat desa yang satu dengan desa lainnya tergolong cukup mudah yang didukung kondisi jalan raya yang beraspal. Adapun jarak antar pusat pemerintahan desa dengan ibu kota kecamatan dan ibu kota kabupaten disajikan pada Tabel 1 berikut:
6
Tabel 2. Jarak Antar Pusat Pemerintahan Desa dengan Ibu Kota Kecamatan dan Kabupaten Ibu Kota Kabupaten
Tolitoli
Ibu Kota Kecamatan
Bangkir Ogotua Tinabongan Bilo Kayulompa Baru Sibea Lalos Laulalang Galumpang
Jarak Melalui Darat Laut (km) (mil) 172 60 149 42 93 30 52 62 27 12 6 79 30 36
Sumber: Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006.
Dapat Ditempuh dengan Kendaraan Darat/laut Darat/laut Darat/laut Darat Darat Darat Darat Darat/laut Darat/laut Darat
C. Fungsi, Status Dan Kepemilikan Lahan Wilayah Toli-Toli
Kabupaten
Fungsi dan status lahan di wilayah Kabupaten Tolitoli dikelompokan ke dalam dua kelompok pemanfaatan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri atas kawasan hutan lindung (HL), dan kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam (KSA/KPA). Kawasan budidaya terdiri atas kawasan budidaya kehutanan, kawasan budidaya untuk areal penggunaan lain (APL). Kawasan budidaya kehutanan terdiri atas hutan produksi terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP). Kawasan budidaya untuk APL adalah areal pemanfaatan untuk lahan pertanian, permukiman, dll. D. Topografi Wilayah Wilayah Kabupaten Toli-toli terletak pada ketinggian 0 – >1.000 m.dpl., dengan keadaan topografi dataran, berombak, bergelombang, berbukit hingga bergunung. Kelas lereng datar hingga sangat curam tersebar hampir pada seluruh wilayah kecamatan. Adapun data luas masing-masing kelas lereng yang tercakup dalam wilayah studi meliputi
kelas lereng datar 0-3 %
seluas
7
88.244 Ha; kelas lereng 3-15% seluas 77.549 Ha; kelas lereng 15-40%) seluas 137.741 Ha, dan kemiringan > 40% seluas 104.443 ha.
E. Iklim Iklim merupakan faktor yang penting bagi kehidupan vegetasi.
Sampai
saat ini, iklim merupakan salah satu faktor yang belum bisa diatur oleh kemampuan teknologi manusia. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan iklim, hal yang dapat dilakukan hanya menyesuaikan kegiatan tersebut dengan kondisi iklim yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara optimal. umum dapat ditinjau dari beberapa indikator.
Kondisi iklim secara
Hasil pengumpulan data
studi ini diperoleh indikator iklim antara lain: (1) curah hujan bulanan (2) jumlah hari hujan, (3) temperatur, (4) dan kelembaban nisbih. -
Curah Hujan Menurut
Schmidt-Ferguson,
tipe iklim di lokasi studi adalah
bervariasi. Tipe Iklim di Daerah Lalos dan sekitarnya adalah ber Tipe Iklim C dengan nilai Q = 38,10 %.
Rata-rata bulan basahnya
sebanyak 7,00 bulan dengan jumlah curah hujan bulanan lebih dari 100 mm bulan–1, dan rata-rata bulan keringnya sebanyak 2,67 bulan dengan jumlah curah hujan bulanan kurang dari 60 mm bulan–1. Berdasarkan data curah hujan dari tahun 2004-2006, maka diketahui sebaran curah hujan bulanan bervariasi (Grafik Curah Hujan tahun tertera pada Gambar 2.
8
Gambar 2. Grafik Curah Hujan Tahunan Daerah Lalos dan sekitarnya
Tipe Iklim di Daerah Lampasio dan sekitarnya adalah tipe Iklim B dengan nilai Q = 15,38 %.
Rata-rata bulan basahnya sebanyak 8,67
bulan dengan jumlah curah hujan bulanan lebih dari 100 mm bulan–1, dan rata-rata bulan keringnya sebanyak 1,33 bulan dengan jumlah curah hujan bulanan kurang dari 60 mm bulan–1.
(Grafik Curah
Hujan tahun tertera pada Gambar 3.
Gambar 3.
Grafik Curah Hujan Tahunan di Daerah Lampasio dan Sekitarnya
9
Gambar 4. Grafik Curah Hujan Tahunan di Daerah Tampiala dan Sekitarnya Tipe Iklim di Daerah Tampiala dan sekitarnya adalah tipe Iklim D dengan nilai Q = 61,11 %.
Rata-rata bulan basahnya sebanyak 6,00
bulan dengan jumlah curah hujan bulanan lebih dari 100 mm bulan–1, dan rata-rata bulan keringnya sebanyak 3,67 bulan dengan jumlah curah hujan bulanan kurang dari 60 mm bulan–1. Grafik Curah Hujan tahun tertera pada Gambar 4. Suhu Udara Data suhu diambildari stasion Lalos dari tahun 2004-2006
Suhu
udara maksimum rata-rata tertinggi di wilayah Ongka dan sekitarnya adalah 28,64 0C pada
dan rata-rata suhu udara minimum adalah
23,46 0C. Grafik suhu udara maksimum rata-rata bulanan dan suhu udara
minimum
wilayah
Kaubupaten
Toli-toli
masing-masing
disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6
10
Gambar 5. Grafik Suhu Udara Maximum Rata-rata Bulanan Wilayah Kabupaten Toli-Toli 2004-2006
Gambar 6. Grafik Suhu Udara Minimum Rata-rata Bulanan Wilayah kabupaten Tolitoli, 2004-2006 Kelembaban Udara Kelembaban udara rata-rata bulanan juga bervariasi, tertinggi adalah 91,00 % dan kelembaban udara rata-rata terendah sebesar 69,40 %. Grafik Kelembaban udara rata-rata bulanan wilayah Kabupaten Tolitoli disajikan pada Gambar 7
11
Gambar
7.
Grafik Kelembaban Udara Rata-rata Bulanan Wilayah Kabupaten Toli-Toli, 2004-2006
F. Tanah Tanah adalah hasil alih rupa (transformasi) bahan mineral dan bahan organik yang terjadi pada muka dataran dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang berlangsung selama jangka waktu yang sangat panjang, dan hasilnya itu berbentuk suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi tertentu yang berbeda jelas dengan organisasi dan morfologi tubuh alam yang lain. Tanah dan landscape terus mengalami perubahan, baik secara fisik, kimiawi maupun biologis. Disamping itu tanah dapat berfungsi sebagai penerima, pengubah dan pancaran energi. Dalam proses pembentukan-nya tanah disuatu daerah dipengaruhi oleh (1) bahan induk, (2) topografi, (3) iklim, (4) organisme, dan waktu. Komposisi dari masing-masing faktor tersebut dapat menghasilkan jenis dan tingkat kesuburan tanah yang beragam. Disamping
faktor
tersebut
di atas,
sifat-sifat
tanah
disuatu
daerah
dipengaruhi oleh cara pengolahan dan pemanfaatannya. Tanah yang selalu dimanfaatkan untuk lahan sawah umumnya menunjukkan ciri-ciri khusus, seperti berwarna kelabu (gley).
Keadaan ini diakibatkan oleh tidak
sempurnanya proses oksidasi reduksi tanah.
12
Tanah-tanah di lokasi studi terbentuk dari bahan induk yang bervariasi, antara lain aluvium, volkanik, dan sedimen endapan sungai. Dengan demikian tingkat perkembangan tanah yang ada di lapangan juga agak bervariasi. Pada daerah yang dilalui oleh jalur aliran sungai, tanah yang terbentuk mempunyai tingkat perkembangan sedang (muda). Hal itu erat kaitannya
dengan
proses
berlangsung secara berkala. sungai,
terutama
pengendapan
bahan
tanah
yang
terus
Sedangkan pada daerah yang jauh dari
diperbukitan
atau
didataran
berombak,
tingkat
perkembangan daerah itu agak lanjut, hal itu disebabkan oleh proses erosi dan tingkat pengolahan tanah terus berlangsung. Berdasarkan
hasil
pengamatan
sifat
morfologi
tanah
dan
faktor
lingkungannya, diketahui bahwa proses pembentukan tanah yang dominan di lokasi studi diuraikan sebagai berikut: (1)
lklim agak kering pada wilayah survei menyebabkan pelapukan dan reaksi-reaksi kimia berjalan lambat.
(2)
Erosi yang kuat (topografi bergunung-gunung, dapat menyebabkan bahan-bahan yang dierosikan lebih banyak daripada yang terbentuk melalui proses pembentukan tanah.
(3)
Proses pengendapan terus menerus, menyebabkan pembentukan horison lebih lambat daripada pengendapan.
(4)
Proses pembentukan inceptisol dipengaruhi oleh bahan induk yang resisten, posisi dalam landscape yang ekstrim yaitu curam dan lembah permukaan geomorfologi yang mudah sehingga pembentuk tanah belum lanjut. Klasifikasi Tanah Tanah-tanah di lokasi penelitian diklasifikasikan berdasarkan sistem soil taksonomi (Soil Survei Staff USDA, 1999). Klasifikasi dibuat pada kategori great-group. Pengklasifikasian ini didasarkan atas data laboratorium dan sifat-sifat morfologi tanah dan peta-peta yang telah dibuat sebelumnya.
13
Di daerah survei ditemukan tiga order utama tanah diantaranya adalah Entisols (Udifluvent), dan
Dystrudepts),
(Halosapsists)
dan
yang
Inceptisols (Endoaquepts, Haplusteps,
sebagian
tersebar
keci
secara
Ogodeide, Basidondo, dan Lampasio.
jenis
tanah
spot-spot
di
Histosols Kecamatan
Ordo Entisols menempati
wilayah Dataran dan lembah dengan variasi sifat-sifat kimia tanah yang cukup beragam, sedangkan Inceptisols penyebarannya cukup luas dengan variasi sifat-sifat tanah yang relatif kecil. Ordo Entisols dengan Great group
Udifluvent umumnya berbahan induk aluvium,
dengan relif datar, Jenis tanah ini tergolong belum berkembang dan mempunyai lereng kurang dari 25 persen, rejim suhu tanah isohipertermik, rejim kelembaban udik, dan memiliki penurunan kandungan karbon organik secara tidak teratur mulai dari kedalaman 25 cm sampai kedalaman 125 cm. Ordo Inceptisols dengan great group Endoaqueps, bahan induknya aluvium, dataran aluvial, dengan relif datar. Endoaquepts adalah jenis Tanah yang mempunyai horison kambik, pada lapisan di antara kedalaman 40 cm dan 50 cm memiliki kondisi akuik selama sebagian waktu pada tahun-tahun normal (atau telah didrainase), dan matriks di bawah epipedon atau di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral berkroma 2 atau kurang serta tidak terdapat bahan sulfidik. Great group Dystrudepts berbahan induk aluvium dengan relief datar yang
terletak
pada
sub
landform
dataran
antara
perbukitan/pegunungan. Dystrudepts adalah tanah yang mempunyai horison kambik yang batas atasnya di dalam 100 cm dan Batas bawahnya pada kedalaman 25 cm atau lebih, memiliki kejenuhan basa (dengan NH4OAc) sebesar kurang dari 60 persen pada satu horison atau lebih di antara kedalaman 25 cm dan 75 cm dari permukaan tanah mineral, serta memiliki rejim kelembaban udik. Great group Haplustepts berbagan induk volkanik dengan relif berbukit hingga bergunung. Jenis tanah Haplustepts mempunyai horison kambik yang batas atasnya di dalam 100 cm dan batas
14
bawahnya pada kedalaman 25 cm atau lebih dari permukaan tanah mineral, serta memiliki rejim kelembaban ustik. Great group Haplosaprists berkembang dari bahan tanah organik setebal 40 cm atau lebih yang tergolong saprik dengan berat jenis, lembab, sebesar lebih dari 0,1 g/cm. Bahan tanah saprik lebih tebal dibandingkan dengan bahan tanah organik yang lain dan batas atas bahan tanah organik bagian tier bawah di dalam tier bawah.
Ket : 5 : …… Gambar 8. Penyebaran jenis Tanah berdasarkan Sumberdaya Tanah Eksplorasi Tahun 2000,
Peta
Sifat Fisik dan Kimia Tanah Salah
satu
aspek
yang
pengelolaan
tanah
adalah
paling
kritis
dalam
meningkatkan
dan
penggunaan
dan
mempertahankan
kapasitas tanah untuk menghasilkan tanaman. Kapasitas tanah dimaksudkan sebagai produktivitas tanah yang dapat dinyatakan dalam produksi tanaman.
15
Faktor pertumbuhan tanaman yang paling banyak dikendalikan manusia adalah status hara. Penyediaan unsur hara dalam tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan unsur hara berupa pupuk. Ketidak keseimbangan unsur hara dalam tanah dapat menimbulkan perubahan lingkungan tanah. Tingkat kesuburan tanah dapat diduga berdasarkan sifat fisik dan kimia tanah. Secara tidak langsung kedua sifat tersebut dapat saling mempengaruhi, baik terhadap pemasukan maupun pengeluaran unsur hara dalam tanah. Sifat kimia tanah mencerminkan kandungan unsur hara yang terkandung dalam kompleks jerapan tanah.
Bertolak dari uraian di
atas, tinjauan dan analisis kesuburan tanah di daerah survei meliputi: tekstur, struktur, berat isi, dan pori tersedia, kemasaman tanah (pH) kapasitas tukar kation, kejenuhan basa (KB), basa-basa dapat ditukar (Ca+2, Mg+2, Na+, dan K+), unsur N, P, C-organik,
serta
aluminium dan hidrogen yang dapat ditukar (Al-dd dan H-dd). Untuk mengetahui gambaran status kesuburan kimia tanah di lokasi studi, telah dilakukan pengambilan contoh komposit tanah lapisan atas (030 cm).
Penilaian tingkat kesuburan masing-masing komponen
kesuburan tanah dilakukan berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh Pusliktanak, 1993. Hasil analisis laboratorium terhadap contoh data yang ada: 1)
Tekstur dan Struktur Tanah
Tekstur dan struktur
tanah merupakan komponen sifat fisik tanah
yang cukup penting.
Tekstur tanah merupakan hasil perbandingan
(ratio) antara butir-butir (zarah) penyusun tanah, seperti pasir (2 mm – 50 m). debu (50 m – 2 m), dan liat (< 2 m). Sedangkan struktur tanah menunjukkan susunan butir tanah secara alami (agregat tanah). Hasil
perbandingan
ketiga
zarah
tanah
tersebut
yaitu
berupa
beberapa kelas tekstur tanah seperti: kasar (pasir dan berpasir);
16
agak kasar (lempung berpasir), sedang (lempung, lempung berdebu, dan debu), agak halus (lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu), dan halus (liat berpasir, liat berdebu, dan liat) (Gambar 9).
Gambar 9. Klasifikasi Tekstur Tanah
Tekstur tanah memegang peranan penting dalam pertumbuhan tanaman karena mempengaruhi kemampuan tanah meretensi air dan hara tanaman dan daya olah tanah. Tanah yang didominasi oleh liat akan lebih berat diolah tetapi mempunyai kemampuan meretensi air dan hara yang tinggi. Sebaliknya tanah yang didominasi oleh fraksi pasir akan lebih mudah diolah tetapi mempunyai kemampuan meretensi air dan hara yang rendah. Hasil analisis tanah di lokasi penelitian menunjukkan bahwa tekstur tanah di dominasi oleh tekstur lempung berdebu hingga lempung.
17
2) Kemasaman Tanah (pH) Kemasaman tanah (pH) merupakan salah satu sifat kimia yang sangat penting yang mencerminkan banyaknya ion-ion H+ yang terlarut dalam larutan tanah.
Menurut jenisnya pH tanah dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu pH H2O dan pH KCl. Dalam kondisi tertentu kedua macam pH tersebut dapat digunakan untuk menduga tingkat perkembangan tanah. penelitian
para
ketersediaan kisaran
pakar hara
tanah,
maka
maksimum
dapat
dalam
Berdasarkan hasil disimpulkan
bahwa
tanah terdapat
pada
pH tanah 5,6 sampai 7,0. Diluar kisaran pH tersebut dapat
menimbulkan permasalahan berupa kekurangan atau kelebihan ionion hara, yang dalam konsentrasi tertentu dapat bersifat racun (toxic).
Pada kondisi pH tanah lebih kecil 5,5 maka permasalahan
yang akan timbul adalah kurang tersedianya unsur hara yang bersifat basis, seperti fosfor (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg), serta hara makro lainnya.
Pada kondisi tersebut (pH < 5,5) konsentrasi
aluminium (Al) dan besi (Fe) umumnya sangat tinggi. Akibat lainnya yang akan timbul adalah unsur yang bersifat basa akan diikat dan membentuk senyawa yang tidak tersedia, seperti Al-P, Fe-P, dan lainlain.
Lebih lanjut keadaan ini dapat menghambat perkembangan
tanah akibat tidak tercukupnya hara tanaman.
Pada keadaan pH
tanah > 7 tingkat kemasaman rendah, konsentrasi Ca dan Mg dalam tanah akan meningkat, serta dapat mengikat beberapa unsur hara lainnya seperti P, Al, Fe dan lain-lain dan membentuk senyawa sukar larut dalam tanah.
Bila dikaitkan dengan landasan teori yang
dikemukakan di atas, kemasaman tanah di daerah survei umumnya agak masam (pH 5,4- pH 6,6). 3) Kapasitas Tukar Kation Nilai kapasitas tukar kation tanah merupakan suatu gambaran kemampuan tanah untuk mempertukarkan kation-kation yang terikat pada permukaan koloid tanah yang bermuatan negatif.
Nilai KTK
tanah dapat dimanfaatkan untuk melihat proses genesis dan tingkat kesuburan tanah.
18
Kapasitas tukar kation dari tanah-tanah disuatu daerah umumnya mempunyai nilai bervariasi, yang diakibatkan oleh perbedaan daya reaksi (reactivity).
Kation-kation dengan koloid tanah yang ada.
Koloid tanah yang didominasi oleh liat kristalin, hidroksida dan senyawa amorf, umunya mempunyai nilai KTK tanah rendah hingga sedang, sementara yang didominasi oleh humus
(bahan organik),
umumnya mempunyai nilai KTK tanah sedang-tinggi.
Disamping
itu, nilai KTK tanah dipengaruhi juga oleh pH tanah. Standar umum yang digunakan dalam penentuan KTK tanah adalah pelarut yang dipakai dipertahankan dalam keadaan pH 7 (NH4Oac pH 7). Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca2+, Mg2+ , K+, NH4+, H+, Al3+. Kation-kation tersebut di dalam tanah terlarut dalam air tanah dan
dijerap
oleh
koloid-koloid
tanah.
Banyaknya
kation
(milli
ekuivalen) yang dapat dijerap oleh tanah persatuan berat tanah dinamakan KTK tanah. Selanjutnya kation-kation yang terdapat di dalam kompleks jerapan koloid tersebut dapat dibedakan menjadi kation-kation basa (Ca2+ , Mg2+ , K+ , Na+) dan kation-kation asam (H+ dan Al3+). Hasil analisis laboratorium terhadap contoh tanah menunjukkan bahwa nilai KTK di lokasi studi umumnya bervariasi dari rendah (12,45 me/100 g) sampai tinggi (38,97me/100 g). 4)
Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa suatu tanah merupakan perbandingan antara jumlah basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, dan Na) terhadap nilai KTK yang dinyatakan dalam persen. Hasil analisis tanah di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kejenuhan basa dari sangat rendah (12,08 %) hingga tinggi (55,49 %). Nilai kejenuhan basa tersebut berhubungan langsung dengan nilai jumlah basa-basa dapat tukar terutama Ca, Mg, K, dan Na.
Disamping itu pada tempat-tempat yang curah
hujannya cukup tinggi juga dapat menjadi penyebab rendahnya nilai 19
kejenuhan basa.
Hal itu dapat terjadi pada tempat dimana
ditemukan jenis tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut, karena pada tanah-tanah tersebut telah mengalami
pelapukan dan
pencucian yang intensif, serta hara telah terlindih meninggalkan zona perakaran. 5)
Basa-Basa Dapat Ditukar (Ca, Mg, K dan Na)
Kadar basa-basa dalam tanah sangat dipengaruhi oleh bahan induk, tingkat pelapukan tanah dan tindakan pengelolaan yang dilakukan. Kation-kation tersebut berpengaruh terhadap nilai kejenuhan basa tanah.
Disamping itu, juga dapat mempengaruhi pembentukan
struktur tanah (Ca dan Mg), tetapi juga dapat merusak struktur tanah jika di dalam tanah banyak dijumpai Natrium.
Pada tanah-
tanah alkalin unsur-unsur tersebut terutama Ca dan Mg tersedia dalam
jumlah
banyak.
Akan
tetapi
keadaan
tersebut
dapat
menurunkan ketersediaan unsur hara lain terutama fosfor.
Hasil
analisis contoh tanah di lokasi studi menunjukkan kadar kation-kation sebagai berikut: Ca
: Rendah sampai Sedang (2,19 me/100 g – 8,18 me/100 g)
Mg
: Rendah sampai Tinggi
(0,91 me/100 g – 6,48 me/100 g)
K
: Rendah sampai Tinggi
(0,13 me/100 g – 0,98 me/100 g)
Na
: Umumnya Rendah
(0,12 me/100 g – 0,46me/100 g)
6)
Unsur N, P, dan K
Bahan organik tanah selain sebagai sumber hara N, juga berperan dalam meningkatkan nilai KTK, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kapasitas menahan air. Nitrogen sebagai salah satu hara makro esensil, secara umum diabsorpsi tanaman dalam bentuk ion NH4+ (amonium) dan NO3– (nitrat). Ion NH4+ dominan diabsorpsi bila tanah dalam kondisi reduktif dan NO3– bila tanah dalam kondisi oksidatif.
Tingkat
ketersediaan
dibandingkan dengan pencucian.
Intensifnya
ion NH4+ pencucian
NO3–
umumnya
lebih
rendah
karena nitrat mudah mengalami dalam
tanah
sebagai
akibat
lemahnya derajat pengikatan antara ion nitrat dengan permukaan
20
kompleks jerapan. Di samping itu, bila laju nitrifikasi pada lapisan oksidatif tanah berlangsung intensif, peluang terjadinya denitrifikasi semakin tinggi pada lapisan reduktif. Hal itu dapat menstimulasi tingkat kehilangan nitrogen yang lebih besar dalam bentuk emisi N2O (nitros Oksida) dan N2. Unsur N dalam tanah perlu mendapatkan perhatian khusus karena unsur tersebut diperlukan dalam jumlah banyak oleh tanaman, keadaan ini disebabkan oleh unsur N dalam tanah bersifat sangat mobil (mudah bergerak).
Pada kondisi jenuh (air tanah berlebih),
maka N akan larut dan tercuci (leaching), sedang pada saat kekeringan unsur ini akan menguap (volatile). Hasil analisis sampel tanah di lokasi studi umumnya menunjukkan, kandungan N-total (%) tergolong rendah sampai sedang (0,12 % 0,41 %).
Untuk mengatasi masalah kekurangan nitrogen dapat
diatasi dengan pemberian pupuk
seperti Urea
dan Za.
Upaya
tersebut dilakukan untuk menambah ketersediaan nitrogen dalam tanah untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Unsur P di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan (SP-36 dan DS) dan mineral-mineral di dalam tanah (Apatit). Kandungan
P
di
dalam
tanah
sangat
penting
artinya
bagi
pertumbuhan tanaman (pembelahan sel, pembentukan albumin, memperkuat batang agar tidak mudah roboh dan perkembangan akar) dan peningkatan hasil serta mutu tanaman
(pembentukan
bunga, buah dan biji, mempercepat pematangan, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur-sayuran dan makanan ternak). Banyak faktor yang dapat menyebabkan P tanah sulit tersedia bagi tanaman, tergantung kandungan anasir tanah dan pH tanah itu sendiri. Bila kondisi pH tanah masam (pH< 5,5), maka kelarutan Al monomerik akan meningkat pada kompleks adsorpsi akibat proses hidrolisis senyawa Al(H2O)63+ berlangsung intensif dalam tanah. Kelarutan Al monomerik dalam tanah tersebut, selain dapat mengikat 21
monokalisum
fosfat
secara
langsung
menjadi
bentuk
senyawa
2Al(OH)3.9H2O (wafelit) dan Fe3(PO4)2.8H2O (vivianit) yang keduanya sulit larut sehingga sulit tersedia bagi tanaman. Jika pH tanah cenderung alkalis (pH > 7,5), maka kelarutan ion Ca++ cenderung
meningkat yang
berpotensi pula memfiksasi P dalam
bentuk Ca8 H2(PO4)6.5H2O (oktakalsium fosfat) dan Ca10(PO4)6(OH)2 (hidroksiapatit). Senyawa - senyawa tersebut
lambat, bahkan sulit
tersedia bagi tanaman sehingga mengakibatkan terjadinya kekahat hara P. Hasil analisis P2O5 (ppm) pada lokasi studi menunjukkan bahwa kandungan P2O5 tergolong rendah sampai sedang (11,98 ppm P2O5 – 43,66 ppm P2O5).
Hal itu menunjukkan bahwa pemberian P pada
tanah tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman yang akan dikembangkan (tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat cara pemberian) sesuai dengan rekomondasi spesifik lokasi
agar input
pupuk yang diberikan pada tanah tidak terbuang dan mencemari lingkungan. Status Kesuburan Tanah Pertumbuhan dan hasil terbaik suatu tanaman hanya dapat tercapai jika semua faktor tumbuh (faktor lingkungan dan faktor genetik) berada dalam kondisi optimal dan satu sama lain saling mendukung. Jika salah satu faktor tersebut ada dalam keadaan paling kritis bagi pertumbuhan tanaman, walaupun faktor lain dalam keadaan cukup, pertumbuhan tanaman ditentukan oleh faktor yang ada dalam keadaan kritis itu (Tisdale et al., 1993). Kesuburan tanah diartikan sebagai kapasitas atau kemampuan tanah dalam
menghasilkan
lingkungan tertentu.
produksi
tanaman
yang
diinginkan
pada
Setiap jenis tanaman mempunyai kebutuhan
yang berbeda atas faktor-faktor kesuburan tanah. Dengan demikian dapat dikatakan tidak ada standar kesuburan tanah yang mutlak. 22
Artinya tergantung tanaman apa yang kita akan usahakan dan produksi yang ingin dicapai. Hal itu disebabkan karena kondisi suatu tanah yang paling optimum dari suatu jenis tertentu, mungkin belum optimum untuk jenis tanaman yang lain.
Disamping itu, faktor
lingkungan juga tidak kala pentingnya diperhatikan.
Apabila sifat
atau karakteristik lingkungan berubah, maka kebutuhan-kebutuhan tanaman akan berubah juga, disamping itu kesuburan tanah juga dapat berubah bersama perubahan fisik lingkungan. Tabel 3. Status Kesuburan Tanah di Kabupaten Tolitoli No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Lokasi Sampel
KMB/DU MBL-DU OGT-DU MBL-DS DGK-DS BKR-DS LTG-DS SN-DS TPL-DS OGS-DN.1 OGS-DN-.2 MLB-DN.1 MLB-DN.2 OGL-DN.1 OGL-DN.2 SBL-BS NPT-BS BSI-BS LPS-LPS SLS-LPS DNP-BLN BLB-BLN OMG-GL BRG-GL SIA-GL PAK-GL LTP-GL SND-GL TNG-GL LLS-GL MLT-DP PRS-DP PUL-DP LKN-TU TMB-TU BNB-TU PJN-TU LLG-TU TJY-TU LGN-TU
KTK me %
KB (%)
P2O5 ppm
32.78(T) 28.08(T) 21.54(S) 15.77(R) 21.80(S) 29.19(T) 19.32(S) 21.97(S) 32.67(T) 37.69(T) 26.86(T) 12.53(R) 17.08(S) 12.45(R) 26.92(T) 24.85(S) 19.19(S) 33.98(T) 21.83(S) 20.53(S) 28.49(T) 31.91(T) 28.96(T) 35.12(T) 28.99(T) 27.78(T) 26.34(T) 34.94(T) 28.41(T) 28.66(T) 38.97(T) 24.85(S) 17.77(S) 31.01(T) 27.60(T) 36.43(T) 19.27(S) 25.98(T) 33.94(T) 31.18(T)
17.79(R) 34.70(R) 32.74(R) 47.07(R) 19.61(R) 12.08(R) 35.27(R) 20.67(R) 25.01(R) 12.27(R) 15.60(R) 32.30(R) 43.40(R) 55.49(T) 14.10(R) 15.12(R) 35.42(R) 13.06(R) 20.13(R) 22.01(R) 17.63(R) 23.88(R) 19.09(R) 25.70(R) 52.79(T) 17.67(R) 28.62(R) 23.90(R) 19.51(R) 16.23(R) 14.96(R) 21.26(R) 37.70(T) 30.74(R) 25.42(R) 12.94(R) 21.74(R) 19.67(R) 25.41(R) 25.90(R)
17.34(R) 29.27(S) 18.73(R) 19.68(R) 13.40(R) 18.59(R) 15.56(R) 36.81(S) 41.93(S) 34.08(S) 23.08(R) 11.98(R) 25.09(R) 18.91(R) 34.04(S) 29.48(S) 42.07(S) 19.08(R) 28.03(S) 23.94(R) 25.87(R) 22.33(R) 28.10(S) 35.44(S) 26.54(S) 19.65(R) 28.00(S) 12.21(R) 43.07(S) 43.66(S) 24.33(R) 30.65(S) 19.65(R) 27.98(S) 24.43(R) 20.43(R) 33.91(S) 19.26(R) 16.15(R) 26.53(S)
N-total (%) 0.25(S) 0.34(S) 0.21(S) 0.18(R) 0.26(S) 0.28(S) 0.22(S) 0.30(S) 0.28(S) 0.38(R) 0.27(R) 0.12(R) 0.18(S) 0.15(S) 0.24(S) 0.28(S) 0.29(S) 0.32(S) 0.13(R) 0.26(S) 0.27(S) 0.28(S) 0.26(S) 0.31(S) 0.28(S) 0.25(S) 0.31(S) 0.32(S) 0.33(S) 0.28(S) 0.41(S) 0.22(S) 0.18(R) 0.27(S) 0.22(S) 0.30(S) 0.21(S) 0.25(S) 0.31(S) 0.25(S)
K2 O me % 17.26(R) 14.8(R) 13.26(R) 12.54(R) 45.24(T) 17.50(R) 35.25(S) 17.10(R) 20.16(R) 28.48(S) 20.48(R) 33.97(S) 20.92(R) 34.25(S) 56.93(T) 58.49(T) 52.48(T) 57.15(T) 43.32(T) 52.21(T) 38.37(S) 25.18(S) 49.20(T) 65.45(T) 51.70(T) 25.18(S) 17.11(R) 34.84(S) 32.85(S) 32.81(S) 36.56(S) 34.20(S) 33.00(S) 30.45(S) 21.70(S) 37.95(S) 19.20(R) 20.50(R) 25.73(S) 23.13(S)
C-org (%)
Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Tanah UNTAD,2007
2.12(S) 3.08(T) 1.92(R) 1.21(R) 2.19(S) 3.07(T) 2.10(S) 2.75(S) 2.49(S) 3.65(T) 2.31(S) 1.11(R) 1.28(R) 1.13(R) 2.32(S) 2.19(S) 2.10(S) 2.96(S) 1.21(R) 2.13(S) 2.65(S) 2.65(S) 2.54(S) 3.78(T) 2.76(S) 2.69(S) 2.84(S) 3.19(T) 2.98(S) 2.77(S) 3.87(T) 2.19(S) 1.64(R) 2.74(S) 2.09(S) 3.76(T) 1.95(R) 2.42(S) 3.04(T) 2.54(S)
Status Kesuburan Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Tnggi Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang
23
Status kesuburan tanah daerah penelitian dievaluasi berdasarkan kombinasi sifat kimia tanah diantaranya adalah KTK, KB, P2O5 -total, K2O-total dan C-Organik. Dari hasil evaluasi, diketahui bahwa status kesuburan tanah pada lokasi studi umumnya rendah hingga sedang. G. Fisiografis Kabupaten Tolitoli 1) Morfologi Kabupaten Tolitoli Bentuk morfologi di Kabupaten Tolitoli dibedakan menjadi 2 jenis morfologi, yakni morfologi dataran dan morfologi pegunungan.
a. Morfologi Dataran
Satuan morfologi ini menempati bagian Barat Kabupaten Tolitoli, meliputi daerah sepanjang pinggir pantai bagian barat hingga utara kabupaten Tolitoli. Satuan morfologi ini memiliki kelerengan 4º hingga 10º, umumya disusun oleh Lumpur, lempung, kerikil dan kerakal. Umumnya tanahnya berupa kerakal dan kerikil. Daerah ini di manfaatkan oleh masyarakat sekitar lokasi sebagai tempat perkebunan kelapa dan coklat, dan juga sebagai lokasi pemukiman penduduk. Di lokasi ini sungai utama yang memegang peranan penting dalam media transpor sedimen tanah dan batuan yang umumnya mengalir dari arah timur ke arah tenggara bermuara ke Teluk Dondo dan Teluk Dampal. b. Morfologi Pegunungan
Satuan morfologi ini menempati daerah bagian Timur Kabupaten Tolitoli, di tandai dengan kelerengan 35° hingga 65° daerah ini di tandai dengan banyaknya perkebunan cengkeh masyarakat, dan sebagian lagi berupa hutan dengan vegetasi yang lebat. Morfologi ini umumnya di tempati batuan antara lain batuan gunung api hingga kompleks metamorfis. Morfologi ini membujur dari utara ke selatan, yang memanjang sepanjang pegunungan di sepanjang Kabupaten Tolitoli.
24
c. Geologi Kabupaten Tolitoli Stratigrafi litologi batuan yang ada di daerah Kabupaten Tolitoli terdiri dari: 1. Endapan Alluvium dan Endapan Pantai (Qal), terdiri dari batuan kerikil, pasir dan lumpur. Daerah ini meliputi wilayah desa Kombo, desa Membala, (Kecamatan Dampal Selatan), desa Ogawele, Tinabogan (Kecamatan Dondo), Tolitoli, Bajungan. 2. Endapan danau dan sungai (Qs), terdiri dari material batupasir, lempung,kerikil dan kerakal. Daerah ini meliputi wilayah desa Pinjan dan sekitarnya. 3. Formasi Tinombo (Tts), batuan penyusun formasi ini terdiri dari filit, batusabak, batupasir kwarsa, kwarsit, pualam, serpih merah. Daerah
ini
meliputi
wilayah
Gunung
Siboluton,
Gunung
Solusuipande, Gunung Kulango, dan Gunung Dako. 4. Batuan Gunungapi (Ttv), batuan penyusun formasi ini merupakan lava bantal dan aglomerat dengan susunan bersifat andesit sampai
basal,
bersifat
terkersikkan
dan
spilit.
Umumnya
terprofilitkan dan termetamorfis lemah, berwarna hijau muda hingga hijau gelap. Daerah ini meliputi wilayah Dampelas dan sekitarnya. 5. Komplek Metamorfis (km/kmg), batuan penyusun formasi ini antara lain sekis biotit-kwarsa, sekis biotit-feldspar, kwarsa, sekis grano-epidot, sekis klorit, genes dan kwarsit. Daerah ini meliputi wilayah Gunung Tomini, Gunung Bosango, Bukit Malino dan Gunung Lante. 6. Batuan Terobosan (gr), terdiri dari batuan andesit, diorit, syenit dan lamprofir. Daerah ini meliputi Gunung Ogoamas, Gunung Lempe, desa Malomba, dan Gunung Dako. Struktur geologi regional yang berkembang pada lokasi telitian adalah sesar normal, yang terdapat di bagian utara daerah telitian, yang berarah barat daya – timur laut, sesar ini disebut dengan sesar Gunung Siboluton, karena sebagian besar memotong pegunungan Siboluton. Jalur sesar ini pula yang dapat menyingkap adanya mineralisasi baik molibdenum, emas ataupun tembaga di sekitar 25
pegunungan Siboluton. Selain sesar mayor juga di dapati sesar-sesar minor, dan kekar-kekar sebagai bentuk lain dari adanya proses patahan, yang memiliki arah relatif beragam.
26
Gambar 10. Peta Geologi Daerah Kabupaten Tolitoli, Propinsi Sulawesi Tengah
PENDAMPINGAN DAN STUDI
LEMBAGA PEMBERDAYAAN
27
2.2 Pertanian Sektor Pertanian masih merupakan sector yang sangat menentukan perekonomian Kabupaten Tolitoli, karena sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani terutama berkebun, hal ini sesuai dengan data bahwa dari sekian luas wilayah Kabupaten Tolitoli, sekitar 12,43 % yang dipergu nakan sebagai lahan pertanian. Pada sektor pertanian ini dapat dibagi menjadi 5 bagian sebagai berikut : Tanaman pangan, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan. a. Tanaman Pangan Usaha
Tanaman
pangan
dari
tahun
ketahun
tetap
mengalami
perkembangan, hal ini ditunjang oleh program pemerintah yaitu melalui program intensifikasi yang bertujuan untuk mendorong para petani agar melakukan usaha pertanian dengan berpedoman pada panca usaha tani yaitu menggunakan bibit unggul, pemupukan, pengendalian hama dan pengairan serta bercocok tanam dengan baik. Disamping usaha intensifikasi diatas juga dilakukan program ekstensifikasi melalui perluasan area-areal pertanian. Luas areal berdasarkan jenis komoditi dan produksi di Kabupaten Tolitoli diajikan pada tabel berikut.
Tadah Hujan
Pasang Surut
Jumlah
Dampal Selatan 675 35 Dampal Utara 445 Dondo 200 1.561 Ogodeide 85 48 Basidondo 200 Baolan 90 Lampasio Galang 318 30 Tolitoli Utara 921 264 Dakopemean 640 50 Jumlah 3.574 1.088 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
137 43 220 1.429 173 5 2.007
75 35 110
710 582 1.804 428 200 90 1.429 348 1.393 695 7.679
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kecamatan
Irigasi ½ Teknis
Irigasi Desa
Tabel 4. Luas Lahan sawah Aktual dirinci menurut kondisi pengairan dan Kecamatan di Kabupaten Tolitoli Tahun 2006 (Ha)
28
Tabel 5. Luas Panen dan Produksi padi Menurut Kecamatan di Kabupaten Tolitoli Tahun 2006 No
Kecamatan
1.
Padi Sawah 4.668
Produksi (Ton) Jumlah Padi Sawah 4.668 21.473
Dampal Selatan 2. Dampal Utara 535 535 3. Dondo 2.842 2.842 4. Ogodeide 1.009 1.009 5. Basidondo 466 466 6. Baolan 140 140 7. Lampasio 2.070 2.070 8. Galang 4.769 4.769 9. Tolitoli Utara 2.172 2.172 10. Dakopemean 190 190 Jumlah 18.861 18.861 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
2.028 12.221 3.683 1.841 490 7.659 21.937 8.036 694 80.062
Jumlah 21.473 2.028 12.221 3.683 1.841 490 7.659 21.937 8.036 694 80.062
Produksi padi (Padi sawah dan Padi Ladang) pada tahun 2006 sebesar 80.062 Ton, sedangkan luas panen tanaman padi pada tahun 2006 tercatat sebesar 18.861 Ha. Dengan melihat besaran antara produksi yang dicapai dengan besaran luas panen yang ada maka produktifitas lahan pertanian masih dapat memberikan harapan baik bagi masyarakat di Kabupaten Tolitoli. Pada tahun 2005 produktivitas tanaman padi mencapai 4,24 Ton/ha
Kacang Hijau
Dampal Selatan 66 14 9 Dampal Utara 66 13 4 Dondo 101 66 25 Ogodeide 126 54 52 Basidondo 34 8 6 Baolan 49 41 14 Lampasio 105 28 34 Galang 107 91 60 Tolitoli Utara 54 15 18 Dakopemean Jumlah 708 330 231 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
Kacang Kadele
Ketela rambat
Kecamatan
Kacang Tanah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Luas Panen Tanaman Palawija Menurut Jenis Tanaman dan Kecamatan di Kabupaten Tolitoli Tahun 2006 (Ha) Ketela Pohon
No
6.
Jagung
Tabel
9 39 51 48 25 20 28 47 20 287
2 21 6 5 18 1 53
7 36 14 41 4 15 17 31 4 159
29
Tabel 7. Luas Panen Tanaman sayur-sayuran Menurut Jenis tanaman di Kabupaten Tolitoli Tahun 2002 – 2006 (Ha) No
Jenis Tanaman
2002
2003
2004
2005
2006
19 126 120 12 24 44 189 99 129 133 143 89
29 120 11 29 64 108 104 144 148 135 -
26 7 233 133 5 33 76 109 173 176 178 161 -
1. Bawang Merah 32 26 2. Buncis 34 2 3. Kacang-kacangan 134 118 4. Kentang 5. Ketimun 105 77 6. Kubis 10 7. Labu 43 23 8. Petsai/Sawi 74 46 9. Terung 72 86 10. Cabe/Lombok 84 88 11. Tomat 100 101 12. Bayam 150 106 13. Kangkung 93 103 14. Lain-lain 7 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
Produksi tanaman jagung pada tahun 2006 sebesar 1.595 ton, angka ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2006 yang produksinya sebesar 1.247 Ton. Sementara itu untuk luas panen pada tahun 2006 sebesar 708 Ha. Luas panen tanaman ketela pohon pada tahun 2006 sebesar 330 Ha, sementara tingkat produksinya mencapai 2.047 Ton, dengan demikian produksi per Ha mencapai 6,20 Ton/Ha. Produksi ketela rambat pada tahun 2006 sebesar 1.523 Ton. Sementara itu untuk luas panen tahun 2006 sebesar 231 Ha sehingga tingkat produktivitasnya sebesar 6,59 Ton/Ha. Untuk Kacang-kacangan pada tahun 2006 produksinya pada tahun 2006 produksinya mencapai masing-masing, untuk kacang tanah sebesar 345 Ton, Kacang kedele sebesar 117 Ton dan dan kacang hijau saebesar 105 ton, sementara untuk luas panen kacang-kacangan masing-masing adalah Kacang tanah 287 Ha, Kacang Kedele 53 Ha dan 159 Ha untuk Kacang hijau. Tanaman sayur-sayuran yang ada di Kabupaten Tolitoli terdiri dari bawang merah,
buncis,
kacang-kacangan,
kentang,
ketimun,
kubis,
labu, 30
petsai/sawi, terong, cabe, Lombok, tomat, bayam, kangkung. Luas panen tanaman sayuran pada tahun 2006 sangat bervariasi, dimana tanaman sayur-sayuran yang mempunyai luas panen terbesar adalah kacangkacangan, sedangkan yang paling rendah adalah tanaman kubis. Porsi terbesar dari produksi tanaman sayur-sayuran adalah ketimun, dengan jumlah produksi 19.950 Ton, kemudian disusul oleh tanaman tomat dengan produksi sebesar 14.030 Ton dan tanaman terung dengan produksi terendah yaitu sebesar 872 Ton. Sementara itu untuk tanaman buah-buahan produksi terbesarnya adalah tanaman rambutan disususl oleh mangga dan nenas dan untuk luas panen tanaman rambutan juga menduduki porsi yang tebesar disusul oleh mangga dan nenas. Unutk
komoditi
tanaman
perkebunan
yang
merupakan
tanaman
perdagangan cukup strategis di Kabupaten Tolitoli, karena tidak saja merupakan sumber penghasilan devisa disektor pertanian, tetapi lebih penting lagi adalah rangkaian kegiatan produksinya termasuk pengusahaan dan pemasarannya menciptakan lapangan kerja sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang ada. Tanaman Kelapa pada umumnya merata di kabupaten Tolitoli, pada tahun 2006 luas areal tanaman kelapa mencapai 13.949 Ha, yang terdiri dari tanaman belum menghasilkan sebesar 550 Ha, tanaman menghasilkan 12.780 Ha dan tanaman yang sudah tua 619 Ha. Sedangkan produksinya mencapai 17.790 Ton. Tanaman cengkeh dikabupaten Tolitoli diusahakan secara besar-besaran oleh petani. Sejak harga cengkeh kembali membaik dipasaran maka dalam dalam kurun waktu dua tahun produksi cengkeh pun mengalami fluktuasi yang cukup berarti. Produksi tanaman cengkeh pada tahun 2006 mencapai 2.133 Ton, sementara itu untuk luas panennya mencapai 24.958 Ha, yang terdiri dari
31
tanaman menghasilkan sebesar 23.699 Ha, tanaman tua 1.200 Ha dan tanaman muda sebesar 59.00 Ha. Berbeda dengan tanaman kelapa dan cengkeh, tanaman kakao termasuk tanaman perkebunan yang masih baru diusahakan oleh petani dan sudah mulai banyak diminati, sehingga pada tahun 2006 luas panennya mencapai 10.762 Ha yang terdiri dari tanaman muda sebesar 2.285 Ha dan tanaman tua 181 Ha. Sementara itu untuk produksinya sudah mencapai 8.186 Ton. Tabel 8. No
Luas Panen Tanaman Buah-buahan Menurut Jenis tanaman di Kabupaten Tolitoli Tahun 2002 – 2006 (Ha)
Jenis 2002 Tanaman 1. Jeruk 28,00 2. Pisang 353,00 3. Nenas 2,00 4. Durian 135,00 5. Pepaya 14,00 6. Rambutan 448,00 7. Mangga 207,00 8. Nangka 80,00 9. Jambu 42,00 10. Langsat/Duku 43,00 11. Salak 207,00 12. Alpokat 20,00 13. Sukun 14,00 14. Belimbing 4,00 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam
2003
2004
6.580 4.209 34.487 45.873 5.110 8.462 6.103 8.402 4.752 5.356 5.267 3.801 9.230 18.132 3.011 3.750 3.932 4.002 5.424 1.199 7.107 5.540 167 528 1.406 958 662 416 Angka, 2006
2005
2006
12.669 60.387 7.588 3.275 4.691 21.849 5.415 4.844 1.757 2.459 6.316 681 1.525 330
16.479 71.376 21.557 15.859 3.298 28.348 18.980 4.033 2.948 4.437 8.275 403 1.548 489
Tabel 9. Produksi Tanaman Buah-buahan Menurut Jenis tanaman di Kabupaten Tolitoli Tahun 2002 – 2006 (Kwt/Ha) No Jenis 2002 2003 2004 2005 2006 Tanaman 1. Jeruk 7.764,00 1.415 10,05 6.335 4.225 2. Pisang 217,00 103 1,38 18.116 5.588 3. Nenas 358,00 51 0,85 228 8.213 4. Durian 4.448,00 3.052 42,01 983 7.852 5. Pepaya 4.129,00 1.283 14,46 4.222 995 6. Rambutan 1.803,00 527 3,80 13.109 12.785 7. Mangga 7.486,00 4.615 90,66 921 9.503 8. Nangka 184,00 75 0,94 2.180 151 9. Jambu 423,00 1.430 14,99 1.757 1.292 10. Langsat/Duku 1.471,00 603 1,33 738 616 11. Salak 113,00 95 0,74 632 110 12. Alpokat 678,00 84 2,64 136 222 13. Sukun 277,00 422 2,87 610 464 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
32
Jenis-jenis tanaman perkebunan lainnya seperti kopi, kapuk, pala, lada dan jambu mete sudah mulai diusahakan rakyat secara kecil-kecilan dan tidak merata meskipun demikian jika melihat dari luas produksinya, umumnya tanaman tersebut mengalami peningkatan, walaupun ada beberapa jenis tanaman perkebunan mengalami penurunan baik dari segi luas areal maupun produksinya. Hal ini menunjukan bahwa tanaman-tanaman lain tersebut telah mulai diperhatikan oleh para petani. 2.3 Kehutanan Luas Wilayah hutan di kabupaten Tolitoli tahun 2006 sebesar 407.977 Ha yang terdiri dari 57.463 Ha hutan suaka alam dan hutan wisata, atau sekitar 14,08 % , hutan lindung sebesar 38.582 Ha atau 9,46 %
yang
diikuti oleh hutan produksi tetap sebesar 73.149 Ha atau 17,93 % sedang hutan produksi yang dapat dikonversi, hutan produksi biasa dan areal penggunaan lain masing-masing sebesar 2.851 Ha, 30.434 Ha dan 205.497 Ha. Tabel 10. Luas Wilayah Hutan Sesuai Tata Guna lahan di Kabupaten Tolitoli Tahun 2004 – 2006 (Ha) No
Fungsi Hutan
1.
2004 43.698,00
Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 2. Hutan Lindung 55.955,00 3. Hutan Produksi Tetap 82.620,00 4. Hutan Produksi Biasa 39.999,00 5. Hutan Produksi yang dapat 1.208,00 di konversi 6. Areal Penggunaan Lain 174,497,00 Jumlah 408.017,00 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
Luas Hutan 2005 53.698,00
2006 57.463,10
55.955,00 82.620,00 39.999,00 1.208,00
38.582,50 73.148,70 30.434,30 2.851,50
174,497,00 408.017,00
205.496,00 407.977,00
2.4 KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA a. ASPEK SOSIAL EKONOMI Aspek kegiatan usaha sebagai penggerak kegiatan ekonomi penduduk di Kabupaten Tolitoli masih berbasis pada kegiatan produksi pertanian, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk komoditi perdagangan.
33
1) Sarana dan Prasarana Perekonomian Untuk menunjang kelancaran kegiatan ekonomi
diperlukan sarana dan
prasarana yang cukup memadai agar pertumbuhan ekonomi semakin meningkat. Sarana pendukung kegiatan ekonomi seperti jalan yang menghubungkan dari kantong-kantong produksi ke pemasaran masih sulit dijangkau dengan kendaraan roda empat bila musim hujan tiba. Disamping prasarana jalan dan jembatan, daerah ini juga sudah ditunjang oleh kendaraan umum truk angkutan barang maupun mobil angkutan penumpang walaupun kuantitasnya masih terbatas. Keadaan angkutan di sajikan pada Tabel 11. Tabel 11. N o
Jumlah dan Jenis Kendaraan di Kabupaten Tolitoli Tahun 2002 – 2006
Tahu n
Mobil Mobil Mobil Mobil Penumpan Penumpan Baran Tangk g dalam g Antar g i Kota Kota 1. 2002 339 33 429 20 2. 2003 378 34 509 29 3. 2004 425 531 29 4. 2005 427 544 33 5 2006 430 594 54 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
Kereta Gandenga n
Trakto r
jumla h
1 1 1 2
1 2 2
894 912 985 1.007 1.062
Dalam aktifitas perekonomian sarana pendukung untuk memasarkan hasil produksi pertanian masyarakat memanfaatkan sarana yang tersedia di daerahnya
dapula
sebagian
masyarakat
yang
memasarkan
hasil
pertaniannya ke kota Kabupaten dengan tujuan mendapatkan nilai tukar yang lebih besar. Hal ini tentunya didukung oleh sarana jalan yang cukup memadai di Kabupaten Tolitoli sehingga transportasi di dalam memasarkan hasil pertanian cukup lancar. Untuk lebih jelasnya kondisi jalan yang ada di Kabupaten Tolitoli dapat dilihat pada Tabel 12.
34
Tabel 12.
Kondisi Jalan di Kabupaten Tolitoli Tahun 2002 – 2006 (Km) No Kondisi 2002 2003 2004 2005 2006 Jalan 1. Baik 203,7 94,8 208,2 213,1 12,63 2. Sedang 98,4 120,4 109,3 109,3 79,61 3. Rusak 254,2 304,8 149,1 149,1 194,20 4. Rusak 79,5 620,1 171,4 171,4 216,43 Sekali 5. Tidak 136,32 Diperinci Jumlah 635,8 1.140,1 638,0 641,5 639,19 Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006 . 2) Mata Pencaharian Dalam upaya untuk pemenuhan kebutuhan hidup umumnya masyarakat di Kabupaten Tolitoli didominasi pada sektor pertanian jenis mata pencaharian lainnya
ialah peternak, pedagang, pegawai, buruh, dan lain sebagainya.
Aspek kegiatan usaha sebagai penggerak kegiatan ekonomi penduduk masih berbasis pada kegiatan produksi pertanian, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk komoditi perdagangan/komersil. Jumlah perusahaan serta jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah Perusahaan serta jumlah Tenaga Kerja yang ada di Kabupaten Tolitoli Tahun 2006 N0
Lapangan Usaha
1
Perusahaan
Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 2 Pertambangan/Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Listrik, Gas dan Air 5 Konstruksi 6 Perdagangan 7 Angkutan Penimbangan 8 Jasa Keuangan 9 Jasa Kemasyarakatan Jumlah Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka
Tenaga Kerja Laki-laki Perempuan 35 23
3 3 1 2 7 4 8 -
73 57 55 261 115 460 -
5 10 5 65 25 53 -
Tahun 2006
Salah satu kegiatan usaha yang juga merupakan lapangan pekerjaan penduduk
setempat
adalah
kegiatan
sub
sektor
perkebunan
dan
35
peternakan. Selain itu Penduduk di Kabupaten Tolitoli sudah banyak bekerja diperusahaan swasta yang ada di Wilayah tersebut dengan bidang usaha yang bervariasi mulai dari Pertanian, Industri, Listrik Gas dan Air, Konstruksi, Perdagangan, Angkutan Penimbangan dan Jasa Keuangan.
b. Aspek Sosial Budaya Hasil
wawancara
menggambarkan
dengan bahwa
masyarakat
kehidupan
di
beberapa
masyarakat
di
lokasi
desanya
studi sangat
menjunjung tinggi rasa persaudaraan tanpa memandang etnik, dan agama. Pola hidup saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama sangat baik. Perbedaan antar etnik dan agama oleh masyarakat dikawasan ini
tidak
dipersoalkan,
sehingga
hubungan
antar
warga
cenderung
harmonis. Nilai-nilai budaya seperti yang gambarkan diatas hidup pada wawasan budaya dan menjadi bagian dalam diri mereka. Perilaku mereka merupakan simbolisasi dari makna kehidupan manusia yang hidup harus selaras dengan lingkungan alam. Perilaku budaya ini secara arif dalam
makna
ekologis akan membatasi perilaku manusia dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Pada sisi lain nilai-nilai budaya masing-masing pendukung kebudayaan dapat hidup dan dipertahankan secara bersama tanpa menghilangkan status
kebudayaan,
bahkan
menjadi
khazanah
untuk
memperkaya
pengetahuan/budaya masing-masing.
Bahasa sebagai sarana komunikasi dan sebagai identitas kelompok dalam pergaulan kehidupan sehari-hari telah membawa pengaruh yang besar terhadap pola interaksi yang terbangun, ini dapat dilihat berkomunikasi antara masyarakat lokal dan para pendatang yang bermukim di wilayah tersebut. Hubungna hubungan interaksi lebih dalam lagi terjadi dan semakin kuat ikatan persaudaraan yang terjadi dengan adanya perkawinan antar etnis satu dengan yang lain. Dengan demikian hubungan interasi telah masuk pada lingkup kekerabatan.
36
Meskipun mereka menganut agama sebagai bentuk kepercayaan kepada Tuhan, namun dalam praktek kehidupan sehari-hari masih terdapat perilaku yang mencerminkan ajaran nilai-nilai tradisi warisan leluhur, adat istiadat dan kepercayaan kepada kekuatan alam dan kekuatan gaib lainnya atau membaca fenomena/gejala alam. Bentuk seperti itu merupakan nilai-nilai budaya
yang
melekat
pada
diri
masing-masing
etnis
pendukung
kebudayaannya itu. 1) Pendidikan Secara umum, pendidikan orang tua rata-rata sangat rendah yang diikuti pula dengan tingkat pendidikan anak-anak. Hasil wawancara menunjukkan bahwa pendidikan masyarakat umumnya tamat SD, bahkan masih ada yang buta huruf. Hanya sebagian kecil yang tamat SLTP dan SLTA. Dikalangan anak-anak
baik
penduduk
lokal
maupun
masyarakat
di
desa-desa
transmigran sebagian besar tidak melanjutkan ke sekolah lanjutan. Hal ini disebabkan lokasi sekolah lanjutan jauh dari desa mereka. Orang tua yang melanjutkan
studi
anak-anaknya
sampai
kejenjang
sekolah
lanjutan
umumnya menyatakan bahwa biaya pendidikan dirasakan sangat tinggi, bukan disebabkan biaya untuk lembaga sekolah, tetapi biaya yang digunakan untuk pemondokan dan transportasi. Untuk mendukung pendidikan dikabupaten Tolitoli, pemerintah setempat telah menyediakan fasilitas pendidikan diseluruh wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Tolitoli, untuk lebih jelasnya jumlah murid, Guru, Sekolah serta rasio guru dan murid dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Sekolah, Kelas, Guru, Murid dan Ratio Murid dan Guru Berdasarkan jenjang Pendidikan di Kabupaten Tolitoli No 1. 2. 3. 4. 5.
Parameter Sekolah Kelas Guru Murid Ratio Murid dan Guru jumlah
TK 34 78 143 1.444 101
SD 232 1.422 1.173 31.185 18
SLTP 38 187 436 9.916 23
SLTA 8 77 158 2.757 17
1.800
34.030
10.600
3.017
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka Tahun 2006
37
3) Kesehatan Masyarakat Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan responden, diperoleh keterangan bahwa pelayanan kesehatan bagi masyarakat diKabupaten Tolitoli belum menunjukkan usaha maksimal. Hal terlihat dengan fasilitas kesehatan yang terbangun dapat dikatakan masih terbatas, baik dilihat dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas pelayanan. Sekalipun sudah terdapat Puskesmas di masing-masing Kecamatan, namun jarak antara desa-desa dengan pusat pelayanan kesehatan relatif berjauhan dan tidak ditunjang oleh transportasi. Itulah sebabnya, pada masyarakat yang membutuhakan pelayanan kesehatan dan kebetulan desanya berjauhan dengan Puskesmas, akan mengeluarkan biaya lebih besar karena harus menempuh lokasi yang relatif jauh untuk melakukan pengobatan. Selain masalah fasilitas kesehatan, juga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan air bersih sebagian masih menggunakan sumber air yang berasal dari sungai. Ketiadaan fasilitas MCK merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi masyarakat dalam penggunaan air sungai. Sulitnya masyarakat untuk memperoleh sumber air bersih memaksa masyarakat untuk menggunakan air sungai pada waktu-waktu tertentu kualitas air berwarna dan tidak layak untuk di konsumsi. Kondisi demikian membawa dampak
buruk
pada
kesehatan
masyarakat.
Belum
ada
penelitian
sebelumnya tentang penggunaan air dari sungai menyebabkan seringnya beberapa penduduk menderita penyakit sakit Perut, dan Muntaber. Jenis penyakit lainnya yang sering diderita anggota masyarakat adalah malaria. Tenaga medis yang terdapat pada empat kecamatan dimana lokasi rencana kegiatan berada adalah sebagaimana Tabel 14.
Tabel 14. No 1. 2.
Jumlah tenaga Medis di Kabupaten Tolitoli Tahun 2002 – 2006
Uraian Tenaga Medis Tenaga Keperawatan
2002 24 256
2003 23 277
2004 33 210
2005 28 335
2006 27 398
38
3. 4. 5. 6. 7.
Farmasi Gizi Teknis Medis Sanitasi Tenaga Kesehatan Masyarakat Jumlah
9 14 9 31 19
9 10 10 20 13
13 11 12 32 8
15 13 14 30 5
17 15 20 29 35
362
362
319
440
541
c. Kependudukan Apabila jumlah penduduk pada masing-masing wilayah kecamatan dikaitkan dengan luas wilayahnya, maka tingkat kepadatan penduduk pada masingmasing kecamatan dapat diuraikan sebagai berikut. Kepadatan penduduk pada Kecamatan Dampal Selatan 69,25 jiwa/km2;
adalah 44,89 jiwa/km2; Dampal Utara
Dondo 34,50 jiwa/km2; Ogodeide 21,41 jiwa/km2;
Basidondo 16,64 jiwa/km2; Baolan 197,90
jiwa/km2; Lampasio 16,07
jiwa/km2; Galang 45,28 jiwa/km2; dan Kecamatan Tolitoli Utara 32,17 69,25 jiwa/km2. Luas daerah dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Tolitoli Tahun 2002 – 2006 dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel
15.
Luas
Daerah
dan
Kepadatan
Penduduk
Menurut
Kecamatan di Kabupaten Tolitoli Tahun 2002 – 2006 No
Kecamatan
1. Dampal Selatan 2. Dampal Utara 3. Dondo 4. Ogodeide 5. Basidondo 6. Baolan 7. Lampasio 8. Galang 9. Tolitoli Utara 10. Dakopemean Jumlah
Kepadatan Penduduk (Per Km2) 2002 2003 2004 2005 2006 45 70 33 29 16 195 20 46 34 44
50 66 37 26 21 213 19 48 36 47
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka 2006
51 68 38 27 22 217 20 50 37 48
51 68 38 27 22 219 20 50 37 48
50 76 38 25 18 215 20 51 37 34 47
Jumlah pendduduk berdasarkan kelompok umur yang tergolong usia ketergantungan disajikan dalam Tabel 16.
39
Tabel 16. Jumlah Penduduk Dirinci Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Tolitoli Tahun 2006 Kelompok Umur 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 70-74 75 + Jumlah
Laki2 11.831 11.941 10.776 10.374 8.379 8.640 7.900 7.161 5.804 4.695 3.747 2.509 2.069 1.160 887 815 98.688
Perempuan 11.191 11.138 10.221 10.634 9.324 9.411 7.806 6.674 5.249 3.819 3.147 1.992 1.692 1.016 785 781 94.880
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka 2006.
Laki-laki + Perempuan 23.022 23.079 20.997 21.008 17.703 18.051 15.706 13.835 11.053 8.514 6.894 4.501 3.761 2.176 1.672 1.596 193.568
40
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Desember 2007. Penelitian dilaksanakan
Nopember
sampai dengan
di Kabupaten Toli-Toli yang
meliputi 10 kecamatan. Lokasi sampel pada setiap kecamatan dipilih secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa daerah yang
terpilih
representatif sesuai kebutuhan studi. 3.2
Teknik Pengumpulan Data
Secara umum metode pengumpulan data yang digunakan dalam kajian kegiatan ini meliputi: (a)
Studi Literatur: yaitu pengumpulan data sekunder yang bisa diperoleh dari berbagai lembaga pemerintah, yang memiliki relevansi dengan tujuan yang diharapkan dari kegiatan studi ini, maupun referensi-referensi lain yang berkaitan dengan lingkup dan tujuan penelitian.
(b)
Survei dan Pengamatan Lapang, yaitu teknik pengumpulan data melalui survei dan pengamatan langsung di lapangan, baik yang menyangkut objek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi masyarakat dan lingkungan ekonomi serta geofisik lingkungan.
(c)
Wawancara mendapatkan
yaitu data
teknik dari
pengumpulan
beberapa
kelompok
data
untuk
responden,
termasuk diantaranya “Responden Kunci” (Key Person). 3.3
Metode Pengambilan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian bersumber dari data primer
dan sekunder. Semua data primer dikumpulkan dengan cara survei, dan mewawancarai responden secara langsung dengan menggunakan daftar
41
pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1987 Data primer yang dicari meliputi: (1) hal-hal bersifat umum (seperti: umur responden, pekerjaan sampingan, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan formal, dicari
dan jumlah tanggungan
hal-hal pokok
yang
keluarga.
Di samping
menjadi fokus kajian (seperti:
itu
tanaman
unggulan yang diusahakan, jumlah Variable cost (VC) dan Fixed cost (FC), tingkat harga masing-masing produksi, peneriman, dan pendapatan masing komoditas
yang
dihasilkan.
Data
sekunder
diperoleh
dari
instansi
pemerintah, seperti: Kantor Biro Pusat Statistik (BPS), Kantor Kecamatan, Kantor Kepala Desa/Kelurahan dan instansi terkait. 3.4 Bahan dan Alat 3.4.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari :Peta Dasar Rupa Bumi Indonesia Bakosurtanal Skala 1:50.000 berupa citra landsat, data Instansional (data curah hujan, kependudukan, sosial budaya, luas areal dan produksi pertanian) serta beberapa daftar isian (kuesioner). 3.4.2 Alat Alat-alat yang digunakan antara lain: Alat Survei (GPS, meteran, kompas, kamera, bor tanah, ring sample, soil munsell collor chart, lisi meter dan alat tulis-menulis), dan perangkat lunak (ArcView GIS 3.2, Auto Desk Map 2004. Envi 4). 3.5 Tahapan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan penyusunan peta zona agroekosistem pada di Kabupaten Toli-Toli dibagi empat tahapan: (1) Persiapan, (2) Interpretasi data, (3) Tumpang tindih (overlay) antara peta Zae (fisik + Land use + batas administrasi),
42
(4) Verifikasi lapangan (masukan data/informasi sosial dan ekonomi). 3.5.1 Penyiapan Data a.
Data Fisik Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah pengumpulan
data (kompilasi) data sumberdaya lahan Kabupaten Toli-Toli yang meliputi: (1)
Data/informasi sumberdaya lahan berupa peta tanah atau land system skala 1: 250.000 (Puslittan).
(2)
Data informasi sumberdaya lahan berupa peta tanah atau land unit pada skala 1: 250.000 (Puslittan).
(3)
Data iklim yang meliputi data curah hujan dan temperature dan beberapa stasiun penakar iklim dan cuaca selama 10 tahun terakhir.
(4)
Data/informasi yang berkaitan dengan keadaan sosial dan ekonomi.
(5)
Data penunjang lainnya yang berkaitan dengan penyusunan peta Zona Agroekosistem.
b. Data Ekonomi Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah pengumpulan data yang meliputi : (1)
Subsistem Input (Pengadaan Input Produksi); Data yang dibutuhkan: Kebutuhan sarana produksi, alsintan, pakan ternak dan bahan bakar secara optimal dalam suatu kawasan pertaman.
(2)
Subsistem Usahatani (Produksi) Dalam subsistem ini akan dititik beratkan pada komoditas yang sesuai
di
keunggulan
lokasi
(spesifik
komparatif
lokasi) dan
untuk
komoditas
mendapatakan yang
akan
dikembangkan, sehingga komoditas yang akan dikembangkan digolongkan menjadi 4 golongan, yakni: (1) tanaman pangan, (2) perkebunan, (3) hortikultura dan (4) perikanan (darat dan 43
laut).
Selanjutnya,
akan
ditetapkan
komoditas
unggulan,
komoditas dominan, dan komoditas penunjang dan masingmasing golongan. Data yang dibutuhkan: a. Kebutuhan
sarana
produksi
dan
setiap
komoditas
(unggulan, dominan, dan pendukung) per hektar. b. Produksi dan produktivitas (point a) per hektar. c.
Harga masing-masing produksi yang dihasilkan
d. Harga input di tingkat petani e. Pendapatan
dari
masing-masing
komoditas
(unggulan,
dominan, dan pendukung) per hektar. f.
Pendapatan
dari
masing-masing
komoditas
(unggulan,
domonan, dan pendukung). (3)
Subsistem Output dan Agroindustri (Agroprosessing) Data yang dibutuhkan: a) Produksi (produk primer, setengah jadi dan produk jadi) b) Biaya per unit yang dikeluarkan pada point (a) c) Pendapatan yang diperoleh pada point (a).
(4)
Subsistem Pemasaran Data yang dibutuhkan: a) Jumlah produk yang dikonsumsi (khusus produk primer) b) Jumlah produk yang dijual (produk primer, setengah jadi dan jadi) c) Jumlah produk yang akan dijadikan bahan baku industri d) Jalur pemasaran (produk primer, setengah jadi dan jadi)
(5) Subsistem
Penunjang
(Kelembagaan)
Subsistem
penunjang terdiri dari: a) Pemerintah (PPL (pertanian, perkebunan, dan perikanan) dan Perguruan Tinggi b) Kelompok tani c) Pengusaha (Investor)
44
c.
Sosial Budaya Pengumpulan data Aspek Sosial Budaya terdiri dari dua jenis data yang dibutuhkan yakni: (1)
Data sekunder Jenis data ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang terkait dengan kebutuhan. Data kependudukan, agama, pendidikan, mata pencaharian akan ditelusuri pada instansi pemerintah yakni BPS dan bahan Dokumen hasil pencatatan pada kantor kecamatan dan kantor desa.
(2)
Data Primer Jenis data ini akan diperoleh melalui wawancara dengan stake holder dan responden.
Wawancara lebih difokuskan
pada data yang tidak dapat dijelaskan secara observasi maupun
dengan
data-data
sekunder.
Wawancara
diselenggarakan untuk merekam aspek-aspek kelembagaan, pola interaksi, budaya dan persepsi masyarakat. Selain itu yang akan ditelusuri adalah melalui wawancara adalah aktivitas usaha-usaha masyarakat, pola konsumsi, dan tingkat pendapatan penduduk.
3.5.2 Interpretasi Data Kegiatan
yang
sumberdaya
dilakukan
lahan
guna
adalah
menginterpretasi
mendapatkan
Zonasi
data
iklim
dan
Agroekosistem
dan
alternative kelompok komoditas (group of crops) dan jenis komoditasnya. Pembagian Zonasi Agroekosistem dibedakan berdasarkan perbedaan regim iklim, penggunaan lahan dan relief (kisaran lereng).
45
a. Regim Suhu Regim suhu dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu regim suhu panas (isohipertermic) dan rejim suhu sejuk (isotermic). Rejim suhu panas terdapat pada wiiayah dengan ketinggian 750 m dpi (dataran rendah), rejim suhu sejuk terdapat pada wilayah dengan ketinggian > 750 - 2000 m dpi (dataran tinggi). Berdasarkan pembeda regim iklim tersebut, suatu wilayah dapat dibagi menjadi 6 zonasi iklim yaltu: 1) Wilayah beriklim lembab dataran rendah atau zona iklim dengan symbol ax 2) Wilayah beriklim lembab dataran tinggi atau zona iklim dengan symbol bx 3) Wilayah
beriklim
agak
kering
dataran
rendah/zona iklim
dengan symbol ay 4) Wilayah beriklim agak kering dataran tinggi/ zona iklim dengan symbol by 5) Wilayah beriklim kering dataran rendah atau zona iklim dengan symbol az 6) Wilayah beriklim kering dataran tinggi atau zona iklim dengan symbol bz b. Relief Parameter fisik lingkungan sumberdaya lahan yang digunakan sebagai pembeda zonasi utama adalah relief yang tercermin di dalam kisaran kelas lerengnya. Berdasarkan pembeda zonasi utama tersebut suatu wilayah dapat dikelompokan menjadi 4 zona kelerengan: Zona Lereng
%
I
> 40
II
15 – 40
III
8 - 15
IV
<8
46
Pada daerah dengan lereng < 8% dengan jenis tanah gambut atau jenis tanah dengan kandungan garam atau sulfat yang tinggi atau jenis tanah yang berkembang dan kuarsa atau jenis tanah dengan kedalaman sangat dangkal dan berbatu dikelompokkan dalam zonasi tersendiri yang masing-masing sebagai zona V, VI, VII dan VIII. Berdasarkan kriteria zona utama tersebut, Pusat Penelitian Tanah dan Agrokilmat membagi suatu wilayah kedalam 8 zona berdasarkan agroekologinya dengan spesifikasi sistim pertanian atau kehutanan (Agriculture Type) sebagai berikut: (1)
Zona I adalah suatu wilayah dengan lereng > 40 % dengan type pemanfaatan lahan adalah kehutanan.
(2)
Zona II adalah suatu wilayah dengan lereng 15 - 40 % dengan type pemanfaatan lahan adalah perkebunan (budidaya tanaman tah unan)
(3)
Zona Ill adalah suatu wilayah dengan lereng 8 - 15 % dengan type pemanfaatan lahan adalah wanatani agroforestry.
(4)
Zona IV adalah suatu wilayah dengan lereng 0 - 8 % dengan type pemanfaatan lahan adalah tanaman pangan.
(5)
Zona V adalah suatu wilayah dengan lereng < 3% dengan jenis tanah
berkembang
dan
pasir
kuarsa
spodosol
atau
quartzipsaments dan daerah berbatu, type pemanfaatan lahan adalah kehutanan dan padang penggembalaan. (6)
Zona VI adalah suatu wilayah dengan lereng < 3% dengan jenis tanah yang mempunyai kandungan sulfat sangat tinggi (sulfat masam) atau kandungan garam yang tinggi, dengan type pemanfaatan lahan adalah lahan perikanan yang dipadukan dengan
konservasi
pantai
berupa
tanaman
kehutanan
(mangrove). (7)
Zona VII adalah suatu wilayah dengan lereng < 3% dengan jenis tanah gambut atau alluvium muda, untuk jenis gambut dalam
(1,5
-
3
m)
type
pemanfaatan
Iahannya
adalah
47
kehutanan, dan tanaman keras sedangkan untuk gambut dangkal (< 1,5 m) pemanfaatan Iahannya adalah hortikultura dan tanaman pangan. (8)
Zona VIII adalah suatu wilayah dengan lereng <8 % dengan jenis tanah yang mempunyal penampang yang sangat dangkal dan
berbatu
dengan
type
pemanfaatan
lahan
peternakan
(penggembalaan). Pembagian selanjutnya kedalam sub zona dan pilihan kelompok tanaman yang relevan dikembangkan pada setiap sub zona tersebut didasarkan pada regim kelembaban dan suhu (tinggi tempat). Dengan demikian terdapat beberapa kemungkinan kombinasi sub zona. Pada zona IV misalkan (untuk pengembangan tanaman pangan) dilakukan pembagian Iebih detail dan sub zona berdasarkan sifatsifat tanah terutama drainase tanahnya yaitu : (1) zona IV dengan drainase tanah buruk untuk pengembangan padi sawah; (2) zona IV dengan drainase tanah baik untuk pengembangan tanaman pangan lahan kering. 3.6
Teknik Analisis Data Dengan metode pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif akan diperoleh informasi yang sangat kaya dan terukur, karena dengan pendekatan ini fenomena yang terjadi pada masyarakat diformulasikan dalam rangkaian informasi yang aktual dan sistematis. Informasi yang diperoleh sedapat mungkin seluruhnya diolah berdasarkan proses analisis data, maka tahap reduksi data dapat dilakukan sebagai berikut:
(1) Analisis karakteristik dan sumberdaya wilayah, meliputi; karakteristik fisik wilayah, penggunaan tanah dan sumberdaya, pola-pola panen, komoditas lokal, volume, dan perbedaan dari produksi pertanian, populasi, distribusi populasi dan penempatan wilayah-wilayah baru,
48
distribusi fasilitas dan pelayanan, kegiatan-kegiatan non pertanian, dan karakteristik subsistensi. (2)
Analisis Dan Pembuatan Model Zonasi Komoditas Pertanian, penentuan zonasi komoditas pertanian dilakukan dengan memadukan antara peta kesesuaian lahan dengan peta penutupan Lahan/penggunaan lahan. Peta penutupan/penggunaan lahan difungsikan sebagai filter atau penyaring. Karena sifatnya sebagai penyaring maka yang diutamakan adalah kesesuaian lahan yang sama dengan penutupan/ penggunaan lahannya.
(3)
Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya Untuk mengetahui potensi pengembangan komoditas pertanian pada sepuluh wilayah kecamatan di Kabupaten Tolitoli akan digunakan metode analisis sebagai berikut : Analisis usaha tani yang mencakup ringkasan sumberdaya usaha tani komoditas pertanian dan keragaman ekonominya. Analisa Kuosion Lokasi (Location Quotion/LQ) untuk mengetahui kelayakan
komoditas
secara
sosial
yaitu
suatu
metode
yang
digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu. Formulasi persamaan yang digunakan adalah: LQ =
vxi/vt Vxi/Vt
Atau LQ =
vxi/Vxi vt/Vt
a. Analisis R/C rasio untuk menentukan kelayakan komoditas secara ekonomi. b. Analisis finansial berdasarkan kriteria Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
49
dan Internal Rate of Return (IRR) untuk menentukan kelayakan komoditas secara ekonomi. Sedangkan antara
untuk
pengembangan
daerah kabupaten
jaringan
kemitraan
kota digunakan metode analisis
sebagai berikut
Analisis
keterkaitan
pedesaan-perkotaan,
analisis
ini
bertujuan untuk menelaah hubungan keterkaitan Stake Holders yang terlibat dalam pengembangan komoditas pertanian
dalam
peningkatan
produktivitas
dan
menemukenali kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah.
Analisis cluster komoditas pertanian terpilih melalui teori sistem sederhana (model masukan perubahan dan keluaran hasil) dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang aspek keterkaitan
kebelakang dan keterkaitan ke depan
yang mendukung aktivitas pengembangan komoditas dan sekaligus mengidentifikasi jaringan kerja yang sudah ada dan stake holders yang terlibat.
Model analisis ESCP (Enviroment, stucture, conduct and performance)
dan
peran,
fungsi
dan
kepentingan
Stakeholders bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan alternatif
pengembangan
jaringan
kerja
kemitraan
(Bambang Wen, MS, 2000)
50
ZONASI LAHAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA
4.1 ZONASI LAHAN Hasil analisis tanah sebagaimana ditunjukkan tabel status kesuburan tanah pada bab 2 di beberapa lokasi amatan Kabupaten Tolitoli, menunjukkan bahwa terdapat beberapa karakteristik lahan pada setiap lokasi studi. Hasil analisis kesuburan tanah daerah penelitian secara umum menunjukkan status yang rendah hingga sedang. Tekstur tanah pada beberapa wilayah studi umumnya bertekstur lempung berdebu hingga lempung. Data hasil analisis tanah menggambarkan bahwa tanah di Beberapa lokasi Desa/Kecamatan di Kabupaten Toli-Toli cukup potensial untuk usahatani, namun memerlukan penambahan pupuk dan bahan organik yang intensif. Bahan organik tanah yang umumnya rendah berdampak pada kemampuan tanah untuk menyangga pertumbuhan tanaman. Disisi lain, bahan organik sangat berperan terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
4.1.1 Jenis Tanah Di daerah survei ditemukan dua order utama tanah diantaranya adalah Entisols
(Udifluvent),
Inceptisols
(Endoaquepts,
Haplusteps,
dan
Dystrudepts), tanah sebagian kecil jenis tanah Histosols yang tersebar secara spot-spot di Kecamatan Ogodeide, Basidondo, dan Lampasio. Ordo Entisols menempati wilayah Dataran dan lembah dengan variasi sifat-sifat kimia tanah yang cukup beragam, sedangkan Inceptisols penyebarannya cukup luas dengan variasi sifat-sifat tanah yang relatif kecil. Ordo Entisols dengan Great group Udifluvent umumnya berbahan induk aluvium, dengan relif
datar.
Demikian
juga
Ordo
Inceptisols
dengan
great
group
Endoaqueps, bahan induknya aluvium, dataran aluvial, dengan relif datar. Great group Dystrudepts berbahan induk aluvium dengan relief datar yang terletak pada sub landform dataran.
51
4.1.2 Kelerengan Lereng adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang horizontal
dan
dinyatakan
dalam
persen
(%)
yang
menunjukkan
perbandingan antara beda tinggi (antara kedua ujung lereng) dengan jarak proyeksi lereng. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horisontal 100 meter yang mempunyai selisih tinggi 10 meter membentuk lereng 10 persen.
Kecuraman lereng 100 persen
sama dengan kecuraman 45 derajat. Berdasarkan hasil penelitian pada kawasan studi di Kabupaten Tolitoli, diketahui bahwa tingkat kemiringan lereng bervariasi, mulai dari tingkat kemiringan 0 % hingga lebih dari 40 %. Di daerah Kecamatan Dampal Selatan tingkat kemiringan lereng yan paling dominan adalah diatas 40 % dengan luas 24.836 ha, sedangkan yang paling rendah adalah 3 – 15 % dengan luas 1.080 ha. Kecamatan Dampal Utara memiliki tingkat kemiringan lereng dominan 15 – 40 % seluas 6.968 ha sedangkan tingkat kemiringan yang paling rendah adalah 3 – 15 % dengan luas 914 ha. Kecamatan Dondo juga memiliki kemiringan lereng dominan diatas 40 % dengan luas 16.300 ha sedangkan yang paling rendah adalah 15 – 40 % dengan luas 10.137 ha. Selanjutnya di Kecamatan Ogodeide tingkat kemiringan lereng yang dominan adalah 0 – 3 % dengan luas 16.485 Ha sedangkan yang paling rendah adalah 15 – 40 %, hal ini menunjukan bahwa daerah Kecamatan Ogodeide didominasi oleh dataran. Demikian halnya tingkat kemiringan lereng pada Kecamatan Basidondo dominan 0 – 3 % dengan luas 14. 220 ha dan yang terendah adalah kemiringan lereng diatas 40 %. Pada Kecamatan Baolan yang juga merupakan Ibu Kota Kabupaten Tolitoli didominasi oleh kemiringan lereng diatas 40 % dengan luas 9.726 ha sedangkan tingkat kemiringan lereng yang terendah adalah 3 – 15 % dengan luas 2.896 ha.
52
Pada Kecamatan Lampasio didominasi oleh tingkat kemiringan lereng 3 – 15 % dengan luas 21. 320 ha sedangkan yang terendah adalah diatas 40 % dengan luas 9.450 ha. Untuk Kecamatan Galang dan Tolitoli Utara, tingkat kemiringan lereng yang dominan adalah 15 – 40 % dengan luas masingmasing 37.181 ha untuk Kecamatan Galang dan 36.588 ha untuk Kecamatan Tolitoli Utara, sedangkan yang paling rendah adalah 3 -15 % untuk Kecamatan Galang yaitu seluas 3.527 ha dan untuk Kecamatan Tolitoli Utara adalah 0 -3 % dengan luas 5.626 ha.
Selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.1. Dan lampiran Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Toli-Toli. Tabel 4.1. Luas Kelas Lereng (Kemiringan Lahan) Tiap Kecamatan di Kabupaten Tolitoli (Ha) No Kecamatan 0–3% 3–15 % 15 – 40 % >40 % Jumlah 1. Dampal Selatan 8.541 1.080 4.810 24.836 39.267 2. Dampal Utara 4.042 914 6.968 6.364 18.288 3. Dondo 14.028 13.735 10.137 16.300 54.250 4. Ogodeide 16.485 14.466 7.230 3.032 41.213 5. Basidondo 14.220 12.300 9.210 8.400 44.130 6. Baolan 7.364 2.896 5.817 9.726 25.803 7. Lampasio 12.030 21.320 19.800 9.450 62.600 8. Galang 5.858 3.527 37.181 13.210 59.776 9. Tolitoli Utara 5.626 7.311 36.588 13.125 62.650 Jumlah 88.244 77.549 137.741 104.443 407.977
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
4.1.3. Elevasi (Ketinggian di atas permukaan laut) Dalam hubungannya dengan letak ketinggian di atas permukaan laut, maka faktor iklim akan memberi pengaruh atas pertumbuhan tanaman tidak terletak pada waktu, melainkan pada perbedaan letak sesuatu tempat di atas permukaan laut.
Beberapa klasifikasi ketinggian
tempat yang
pokok sebagai berikut : (1) ) 0 sampai kurang lebih 10 meter, (2) 10 sampai kurang lebih 25 meter, (3) 25 meter sampai dengan 500 meter, (4) 500 meter sampai dengan 1000 meter, dan (5) lebih dari 1000 meter. Pada 10 Kecamatan di Kabupaten Tolitoli, ketinggian tempat dari permukaan laut yang paling tinggi adalah diatas 1000 M. Tetapi ada 3 Kecamatan yang tidak mempunyai ketinggian diatas 1000 M, yaitu Kecamatan Dampal Selatan, Kecamatan Dampal Utara dan Kecamatan 53
Ogodeide. Sedangkan Kecamatan Dondo, Basidondo, Baolan, Lampasio, Galang dan Tolitoli Utara ketinggiannnya bervariasi, mulai dari 0 – 100 M, 100 – 500 M, 500 – 1000 M dan diatas 1000. Untuk lebih jelasnya, ketinggian tempat perkecamatan beserta luasnya dapat dilihat
Tabel 4.2
dan pada lampiran peta. Tabel 4.2. Luas perincian ketinggian tiap Kecamatan di Kabupaten Tolitoli (Ha) No
Kecamatan
0 - 100 M
1. Dampal Selatan 2. Dampal Utara 3. Dondo 4. Ogodeide 5. Basidondo 6. Baolan 7. Lampasio 8. Galang 9. Tolitoli Utara Jumlah
15.335 8.851 2.507 14.466 12.310 3.118 21.270 14.645 11.465 103.967
100 – 500 M 15.000 8.687 6.378 10.262 9.200 8.162 12.030 28.991 37.715 136.425
500 – 1000 M 8.932 750 36.110 16.485 8.400 4.713 9.450 13.450 12.781 111.071
campur
tangan
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
>1000 M 9.255 14.220 9.810 19.850 2.690 689 56.514
Jumlah
39.267 18.288 54.250 41.213 44.130 25.803 62.600 59.776 62.650 407.977
4.1.4 Penggunaan lahan Penggunaan
lahan
merupakan
manusia
baik
secara
menetap maupun secara berkala untuk memenuhi kebutuan hidupnya baik secara material maupun spritual, terhadap kompleks sumber daya. Semakin meningkat kegiatan manusia, kebutuhan tanah akan semakin meningkat pula, baik dalam arti peningkatan penggunaan tanah dalam hubungannya dengan ruang maupun peningkatan dalam intensitas penggunaannya. Berkembangnya jumlah penduduk, akan meningkatkan jumlah kebutuhan sandang, pangan dan papan, namun luas untuk memenuhi berbagai kegiatan tersebut relatif tetap bahkan berkurang. Oleh karena itu, sering kali dijumpai penggunaan lahan kawasan hutan yang tidak terkendali dan hal itu dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan secara menyeluruh dan mengganggu keseimbangan ekosistem pada daerah tersebut. Tataguna lahan di suatu dapat berbeda dengan daerah lain. ditentukan
oleh
keadaan
fisik
dan
sosial
ekonomi
Keadaan itu
suatu
daerah.
Berdasarkan pedoman survei yang dipergunakan Direktorat Tata Guna 54
Tanah, Departemen Dalam Negeri, jenis-jenis penggunaan lahan dibedakan atas (1) hutan; meliputi hutan lebat, hutan satu jenis, dan hutan belukar, (2) perkebunan, (3) kebun; kebun campuran dan kebun sayur, (4) tegalan dan ladang, (5) sawah satu kali setahun, (6) sawah dua kali setahun, dan (7) perkampungan, termasuk kampung, kuburan, dan pemukiman. Penggunaan lahan (land use) yang ada saat ini, di lokasi studi Kabupaten Toli-Toli meliputi : hutan, perkebunan, kebun, tegalan dan ladang, sawah, dan pemukiman serta tambak.
Penggunaan lahan di wilayah studi
didominasi oleh pengunaan lahan kehutanan yang sebagian besarnya terdapat pada daerah Kecamatan Dondo dengan luas 38.725 ha,Kecamatan Galang dengan luas 46. 325 ha dan Kecamatan Tolitoli Utara dengan luas 54.518 ha, kemudian disusul oleh penggunan lahan kebun campuran, dan sisanya adalah lahan sawah. Terbatasnya areal persawahan, dikarenakan terbatasnya sarana pengairan yang ada pada pada lokasi itu.
Potensi
persawahan sebenarnya masih cukup luas seperti pada daerah Kecamatan lampasio, Ogodeide dan Basidondo, dengan luas masing-masing 9.620 ha pada Kecamatan Lampasio, 6.036 ha pada Kecamatan Ogodeide dan 6.400 ha pada Kecamatan Basidondo. Disisi lain areal untuk peruntukan pengembangan tanaman pangan kini telah banyak mengalami perubahan fungsi yaitu menjadi kebun campuran yang ditanami dengan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi, seperi; cengkeh, tanaman kakao, dan sebagainya. Penggunaan lahan di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Lampiran Peta Penggunaan Lahan.
Pertanian
Perkebunan Tanah Kering
Alang-alang
Hutan Rawa & Lainnya
Dampal Selatan Dampal Utara Dondo Ogodeide Basidondo Baolan
Sawah
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pemuki man
Tabel 4.3. Luas Penggunaan Tanah Tiap Kecamatan di Kabupaten Tolitoli (Ha) No Kecamatan Jumlah
126 183 490 2.210 2.310 688
2.410 410 2.547 6.036 6.400 1.441
1.422 591 3.032 6.200 3.600 656
4.571 4.112 8.545 10.862 16.000 7.483
289 135 911 5.485 1.600 2.406
30.449 12.857 38.725 10.420 14.220 13.129
39.267 18.288 54.250 41.213 44.130 25.803
55
7. Lampasio 8. Galang 9. Tolitoli Utara Jumlah
2.450 376 250 9.083
9.620 2.330 1.641 32.835
9.200 642 746 26.089
22.030 9.806 4.606 88.015
1.400 297 889 13.412
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006
17.900 46.325 54.518 238.543
62.600 59.776 62.650 407.977
4.1.5. Zonasi Dan Pemilihan Komoditas Berdasarkan hasil delineasi zona agroekologi pada lokasi studi Kabupaten Toli-Toli diketahui bahwa terdapat 5 (lima) zona utama.
Setiap zona
mempunyai karakteristik tersendiri, sehingga untuk pemanfaatan pertanian hanya cocok untuk pengembangan tertentu.
Zona II Zona ini berada pada kemiringan > 40 %. Sistim pertanian yang dapat dikembangkan pada zona ini adalah kehutanan (hutan lindung dan hutan produksi serta tanaman keras yang dapat berproduksi). Tanaman keras tersebut meliputi: meranti, kapuk, damar, kemiri dan lain-lain dan atau dipertahankan untuk vegetasi alami. Zona I selain berfungsi sebagai sumber
daya
alam
yang
produktif
dengan
jalan
mengeksploitasi
hutannya dengan pengelolaan yang terencana dan bijaksana, juga memiliki fungsi ekologis. Soemarwoto, (2001). Hutan mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting antara lain, mengatur tata air (hidrologi), penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim. Upaya mengeksploitasi hutan harus dilaksanakan dengan hati-hati, sebab apabila terjadi kesalahan pengelolaan maka akan menjadi sumber malapetaka bagi manusia, berupa banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim panas. Agar pengelolaannya dapat berjalan dengan baik, maka komoditi yang ada seperti Damar, rotan, kemiri, kapuk dan lain-lain dikembangkan secara alami/suksesi alam. Tanaman tersebut di atas dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan sumber
devisa
tanpa
memerlukan pengelolaan
mengganggu
habitat
yang
ada,
namun
cara eksploitasi yang baik. Luas zona ini
adalah 48.946,30 ha atau 12,27 % dari luas wilayah studi. Zona ini 56
terdapat disemua wilayah Kecamatan dengan luas masing-masing untuk Kecamatan Dampal Selatan 4.553,20 ha, Kecamatan Dampal Utara 953,45 ha, Kecamatan Dondo 6.638,65 ha, Kecamatan Ogodeide 753,88 ha, Kecamatan Basidondo 9.965,49 ha, Kecamatan Baolan 4.456,35, Kecamatan
Lampasio
7.182,43,
Kecamatan
Galang
7.162,65
ha,
Kecamatan Tolitoli Utara 5.238,20 ha dan Kecamatan Dakopemean 2.042,00 ha.
Zona II Zona ini terbagi atas dua sub zona yaitu II ax dan II bx dengan fisiografi perbukitan dan dataran, zona ini berada pada tingkat kemiringan 15 – 40 %. Sistem pengembangan pertanian yang dapat dikembangkan adalah: perkebunan (budidaya tanaman tahunan) seperti:
kakao,
kelapa, kelapa sawit, rambutan, nangka, durian, , jambu dan lain-lain. Luas masing-masing zona ini adalah 209.351,39 ha atau 52,48 % dari luas wilayah Studi. Zona ini terluas di jumpai di Kecamatan Galang dan Lampasio dengan luas masing-masing 30.181,00 ha dan 29.310 ha. Namun pada beberapa daerah dalam zona ini telah dimanfaatkan untuk tanaman kakao dan cengkeh.
Untuk meningkatkan efisiensi sumber
daya alam dan produktivitas lahan pada zona ini, perlu diupayakan interplanting pada areal pertanaman cengkeh seperti halnya daerah pertanaman kelapa. Beberapa jenis tanaman yang mempunyai harapan untuk usaha interplanting tersebut adalah: kakao,lada dan pisang. Sehingga lahan termanfaatkan secara optimal.
Zona III Zona
ini
berada
pada
tingkat
kemiringan
8
–
15
%.
Sistem
pengembangan pertanian yang dapat dikembangkan adalah: wanatani atau budidaya lorong, antara tanaman pangan dengan tanaman palawija dengan tetap memperhatikan teknologi konservasi yang baik. Pemilihan komoditas diarahkan pada
cengkeh, kelapa, kakao, nangka, jeruk,
mangga, durian, alpokat, rambutan, dan tanaman hortikultura lainnya. Untuk tanaman palawija seperti : kacang panjang, terong, wortel, cabe, 57
kentang, kubis dan tomat. Untuk efisiensi sumberdaya sumber daya alam maka sistem usaha tani yang dapat dikembangkan adalah sistem usahatani terpadu antara tanaman keras dan tanaman pangan yang diikuti oleh pemeliharaan ternak. Tanaman keras yang diusahakan pada sistem usaha tani terpadu adalah tanaman yang dapat berfungsi sebagai tanaman produktif baik untuk pakan ternak maupun untuk tanaman penghasil buah, seperti : nangka, mangga, kelapa, lamtoro dan gamal. Karena selain fungsinya sebagai penghasil buah dan pakan juga dapat berfungsi sebagai penguat dan pengawet tanah terhadap berbagai akibat erosi. Luas zona ini adalah 63.224,30 ha atau 15,85 % dari luas wilayah Studi, tersebar di hampir semua Kecamatan, Zona ini yang tersebar luas di wilayah Kecamatan Galang seluas 9.539,76 ha, Lampasio 9.115,2 ha, Dondo 8.539,76 ha, Ogodeide 7.693,25 ha, Basidondo 7.168,54 ha. Dan yang terkecil adalah Kecamatan Dampal Utara seluas 2.741,70 ha. Pemanfaatan lahan untuk tanaman hortikultura di zona III sebagian besar petani mengusahakan tanaman Durian, Jeruk, Mangga, Nangka rambutan, dan pisang. Agar pemanfaatan sumberdaya lahan pada zona ini tetap produktif perlu penerapan teknologi konservasi secara baik.
Zona IV Zona ini berada tingkat kemiringan 0 - 8 % tersebar di hampir semua kecamatan. Umumnya pada zona ini dapat dikembangkan semua jenis tanaman
akan
tetapi
pengembangan
pertanian
tanaman
pangan
merupakan skala prioritas, namun hal itu akan mengalami kendala jika tidak ditunjang atau didukung oleh sarana pengairan. Berdasarkan hasil pemantauan dan penelitian di lapangan bahwa hanya sebagian kecil saja daerah dalam zona ini yang memiliki sistem pengairan sedangkan sebagian besarnya daerah dalam zona ini masih mengandalkan air hujan.
58
Padi sawah, kedelai, jagung, kacang tanah, kacang hijau, tomat, ubi kayu dan cabe serta tanaman sayuran lainnya merupakan komoditas utama
yang
diusahakan
oleh
keterbatasan sarana pengairan.
petani
setempat
meskipun
dengan
Luas zona ini adalah 77.372,01 ha
atau 19,25 % dari luas wilayah studi. Zona IV ini mempunyai sebaran yang
bervariasi
di
semua
kecamatan
dan
merupakan
daerah
pengembangan tanaman pangan lahan basah terutama di Kecamatan Lampasio,Galang,Dampal Selatan, Dondo,
dan Kecamatan Ogodeide.
Zona ini terluas di daerah Lampasio seluas 14.542,22 ha, menyusul Galang 12.516,59 ha, dan dan Kecamatan Dondo seluas 12.270,85 ha.
Zona VII Zona ini berada pada fisiografi datar, namun karena zona ini didominasi oleh jenis tanah gambut atau alluvium muda sehingga sistem pertanian dan pemilihan komoditas pertanian sulit untuk dikembangkan. Untuk jenis gambut dalam (1,5 - 3 m) tipe pemanfaatan lahannya dianjurkan untuk penanaman tanaman kehutanan, dan tanaman keras sedangkan untuk gambut dangkal (< 1,5 m) pemanfaatan lahannya adalah hortikultura dan tanaman pangan. Zona ini hanya terdapat pada Kecamatan Lampasio khusunya pada Desa Lampasio, Tinading, Taboloit dan Desa Saladang Luas zona ini adalah ± 575,50 ha atau 0,14 % dari luas wilayah studi. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan wawancara langsung dengan masyarakat sekitar wilayah tersebut luas lahan yang telah diolah ± 400 ha, sedangkan yang belum digarap sekitar 200 ha sehingga total luas lahan sekitar 600 ha. Adapun tanaman telah diusahakan di zona ini adalah padi sawah, jeruk, palawija dan mangga. Luas zona masing masing wilayah dan alternatif
pengembangan
komoditas pangan dan hortikultura sebagaimana tertera pada tabel berikut.
59
Tabel
4.4
Kecamatan
Dampal Selatan
Dampal Utara
Kecamatan
Dondo
Ogodeide
Basidondo
Baolan
Lampasio
Galang
Dako Pamean*
Luas zona masing masing kecamatan dan alternatif pengembangan komoditas tanaman pangan di Kabupaten Tolitoli Alternatif Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan Zona Luas Komoditas I II III IV
4.553,20 19.974,55 5.140,50 9.472,75
I II III
953,45 10.994,30 2.741,70
Jagung, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kedele (III,IV), Padi sawah (IV)
sda
IV 3,415,55 Alternatif Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan Zona Luas Komoditas I II III
6.638,65 26.310,74 8.539,76
IV
12,270.85
I II III IV I II III
753,88 21.487,32 7.693.25 9.068.55 9.965.49 21.322,75 7.168,54
IV I II III
3.363,22 4.456,35 12.310,74 4.524,71
IV I II III IV VII
3.823,20 7.182,43 29.310,00 9.115,02 13.967,05 575,50
I II III
7.162,65 30.181,00 9.539,76
IV I
12.516,59 2.042,00
Komoditas Unggulan Unggulan
Padi sawah
Kacang Tanah
Kriteria LQ
B/C
1,04
1,53
7,04
1,20
Komoditas Unggulan Unggulan
Kriteria LQ
B/C
Jagung, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kedele (III,IV), Padi sawah (IV)
Kacang Tanah
2,26
1,16
Sda
Jagung
1,16
1,15
Sda
Kacang Kedele
1,27
1,21
Jagung, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kedele (III,IV)
Kacang Kedele
2,37
1,25
Padi sawah
1,01
1,08
Padi sawah
1,02
2,22
Jagung, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kedele (III,IV), Padi Sawah (IV, VII)
Jagung, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kedele (III,IV), Padi sawah (IV)
60
II III IV I II III IV
Toli-Toli Utara
13.546,54 3.466,46 2.923,00 5.238,20 23.913,45 5.294,60 2,923.00
Jagung, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kedele (III,IV), Padi sawah (IV)
Padi Sawah
1,03
0,97
Sumber : Data Primer, 2007 Tabel
4.5
Luas zona masing masing kecamatan pengembangan komoditas Hortikultura Tolitoli
Kecamatan
Dampal Selatan
Dampal Utara
Dondo
Ogodeide
Basidondo
Baolan
Lampasio
Galang
Alternatif Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan Zona Luas Komoditas I II III IV
4.553,20 19.974,55 5.140,50 9.472,75
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV VII I II
953,45 10.994,30 2.741,70 3,415,55 6.638,65 26.310,74 8.539,76 12,270.85 753,88 21.487,32 7.693.25 9.068.55 9.965.49 21.322,75 7.168,54 3.363,22 4.456,35 12.310,74 4.524,71 3.823,20 7.182,43 29.310,00 9.115,02 13.967,05 575,50 7.162,65 30.181,00
Jeruk, Pisang, Durian, Mangga, Nangka, Kentang, Cabe, Bawang Merah (III, IV)
dan alternatif di Kabupaten
Komoditas Unggulan Unggulan
Jeruk
Kriteria LQ
B/C
1,71
1,32
Sda
Cabe
2,44
1,25
Sda
Jeruk
1,04
1,45
Sda
Cabe
1,01
1,13
Sda
Durian
1,13
1,26
Sda
Nangka
1,81
138
Jeruk
1,21
1,40
Sda
61
Dako Pamean* (Data Belum
Memenuhi untuk Analisis LQ)
Toli-Toli Utara
4.2. Untuk
III IV I II III IV I II III IV
9.539,76 12.516,59 2.042,00 13.546,54 3.466,46 2.923,00 5.238,20 23.913,45 5.294,60 2,923.00
Sda
Sda
Cabe
1,67
1,33
Jeruk
1,42
1,39
PENGEMBANGAN KOMODITI PANGAN DAN HORTIKULTURA menetapkan
komoditas
unggulan
tanaman
pangan
dan
atau
hortikultura harus memperhatikan aspek keunggulan komparatif dan kompetitif.
Keunggulan komparatif komoditas suatu daerah tercipta dari
interaksi antara kelimpahan sumberdaya (faktor biofisik), penguasaan teknologi dan kemampuan manajerial dalam pengembangan komoditas yang bersangkutan. merupakan faktor Sedangkan
Faktor
alam
yaitu kesesuaian biofisik seringkali
yang paling berperan dalam keunggulan komparatif.
keunggulan
kompetitif
merupakan
hasil
interaktif
antara
keunggulan komparatif dan distorsi pasar. Sesuai dengan kebijakan Departemen Pertanian, komoditas unggulan seyogyanya dipilih dan ditetapkan oleh kabupaten/kota adalah komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk kepentingan nasional. Adapun komoditas yang telah ditetapkan dalam laporan Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2005-2009 mencakup lima komoditas tanaman pangan yaitu; padi, jagung, kacang tanah dan ubi kayu. Sedangkan untuk komoditi hortikultura antara lain mangga, pisang, manggis, durian, jeruk, kentang, cabe merah, bawang merah, dan rimpang. Dari beberapa komoditas unggulan nasional tanaman pangan dan hortikultura maka dipilih satu jenis komoditas
sebagai
unggulan
kabupaten,
dimana
pemilihannya
harus
didsarkan atas perbandingan antar komoditas sesuai potensi sumberdaya yang ada di daerah tersebut. Berdasarkan hasil penentuan komoditas unggulan yang didasarkan pada analisis LQ dan analisa usahatani maka ditetapkan komoditas padi sebagai 62
komoditas unggulan terpilih yang juga merupakan komoditas strategis dan utama. Padi dan jagung yang menjadi komoditi unggulan Kabupaten Tolitoli perlu mendapat perhatian serius agar dapat bersaing baik secara regional maupun nasional dan international. Pengembangan sistem usahatani padi sawah dan jagung dengan mengacu pada kondisi bio-fisik dan budaya masyarakat setempat
yang didukung
oleh penerapan teknologi maju dan sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
Agar dapat bersaing secara kompetitif perlu peningkatan
produktivitas dan kualitas hasil yang disertai dengan pengembangan industri baik industri besar maupun industri pedesaan. Padi sawah (beras dan dedak) dapat diolah menjadi gula ester, ditergen, biskuit, roti, dan pakan ternak dan jagung dapat diolah menjadi bahan pakan ternak dan makanan ringan (emping jagung, kripik jagung, anti oksidan, gula cair, mie instan, gula ester, makanan bayi, biskuid dan roti. Hal ini dapat tercapai jika dikembangkan berdasarkan kondisi agroekologi yang didukung oleh penerapan inovasi teknologi dan kebijakan pemerintah daerah. Selain itu, perlu arah dan tahapan kegiatan agar sasaran pembangunan dapat tercapai. Hal penting lainnya yang harus mendapat perhatian Pemerintah Daerah selaku fasilitator dan penentu kebijakan di daerah adalah: melakukan kordinasi dengan institusi lain terutama yang berkaitan erat dengan pembangunan sektor pertanian yang menjadi tulang punggung penggerak perekonomian rakyat di Kabupaten Tolitoli. Institusi yang berperan penting pada usaha pertanian dan pengembangan agribisnis industrial pedesaan adalah: 1). Sumber teknologi (Badan Litbang Pertanian, Perguruan tinggi dan sumber lain). 2). Penyandang dana seperti perbankan, 3). Pelaku agribisnis seperti pengusahan dan swasta dan, 4).
penyalur teknologi
seperti penyuluh. Ke empat komponen ini harus mendukung pengembangan agribisnis dan ketahanan pangan. Hasil
analisis
pengembangan
kelayakan padi
usahatani
menunjukkan
padi
sawah
bahwa
di
beberapa
sentra
secara
ekonomi
dapat
63
dikategorikan layak di Kecamatan Galang dan Dampelas Selatan, berbeda dengan pertanaman padi di Kecamatan Lampasio dan Kecamatan Toli Toli Utara tidak layak secara ekonomi. Meskipun demikian tanaman padi masih merupakan tumpuan pekerjaan masyarakat di Kecamatan Lampasio dan Tolitoli Utara.
Petani di semua sentra padi belum melakukan pemupukan
yang berimbang. Pada umumnya mereka hanya menggunakan Urea dan ada beberapa petani yang menggunakan ZA dan sebagian menggunakan pupuk SP 36 dan KCl. Kelayakan usaha tani padi sawah di kabupaten Tolitoli disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kelayakan Usahatani Padi Sawah di Sentra Pengembangan Kabupaten Toli Toli
Uraain
Kecamatan Lampasio Galang
Biaya Sarana Produksi (Rp/ha) Benih Pupuk Pestisida Herbisida.Fungisida Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha) Pengolahan Tanah Pembenihan dan Penanaman Pemeliharaan Panen dan Pasca Panen Total Biaya Hasil/Produksi (kg/ha) setara Beras Nilai Produksi
Dampelas Selatan 120. 000 140.000 70.000 24.000 700.000 550.000 600.000 1.400.000 3.604.000 2400. 9. 120.000
100.000 282.000 35.000 48.000 600.000 250.000 700.000 1.400.000 3.215.000 1.200 4.560.000
Pendapatan Nilai B/C
5.516.000 1,53
3.475.000 1,08
90.000 140000 70.000 36000 600.000 450.000 700.000 1.400.000 3.486.000 3.000 11.400.00 0 7.915.000 2,27
ToliToli Utara
120.000 140.000 70.000 36.000 600.000 450000 650.000 1.400.000 3.466.000 1800 6. 840.000 3.374.000 0,97
Masalah utama yang bakal menghambat pencapaian produksi optimal tanaman pangan di lokasi studi adalah rendahnya status kesuburan
dan
(Lihat Bab 2). Selain masalah kesuburan tanah yang rendah, petani belum terbiasa untuk menggunakan pupuk organik dan mengembalikan sisa tanaman dalam bentuk kompos ke lahan-lahan mereka. Bahkan masih ada diantara petani yang melakukan pembakaran sisa-sisa tanaman pada proses land clearing.
64
Berdasarkan hal tersebut di atas maka, sangat direkomendasikan agar dari sekarang petani mulai dibiasakan untuk menggunakan pupuk organik, baik itu berupa pupuk kandang maupun kompos dalam proses produksi tanaman pangan mereka. Diakui bahwa, penggunaan pupuk kandang atau kompos pada pertanaman padi atau tanaman pangan lainnya mungkin akan sulit dilakukan karena dosis yang dibutuhkan tergolong tinggi yakni 5 – 10 ton per ha bahkan lebih namun, pemberian pupuk organik ini tidak perlu dilakukan
setiap
musim
tanam.
Keuntungan
yang
diperoleh
dari
penggunaan pupuk organik adalah, selain mampu meningkatkan status kesuburan tanah, juga mampu memperbaiki sifat fisik tanah. Sumber pupuk organik yang paling baik, diantaranya adalah pupuk kandang karena itu, usahatani yang terintegrasi dengan usaha ternak adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan pupuk organik tersebut. Sumber pupuk organik lainnya adalah berupa sisa-sisa tanaman, terutama jerami padi atau limbah kakao, yang dikomposkan terlebih dahulu. Dewasa ini, berbagai jenis decomposer yang mampu mempercepat proses dekomposisi (pengomposan) telah beredar dipasaran dengan merek dagang EM-4, M-Bio, Green Phosko Activator Kompos dan sebagainya. Dengan bahan-bahan ini waktu yang dibutuhkan dalam proses pengomposan menjadi lebih singkat. Karena pentingnya mengembalikan kesuburan tanah dengan pupuk organik maka, sangat dianjurkan agar instansi terkait melakukan sosialisasi pembuatan dan pemanfaatan pupuk organik ini kepada petani. yang dapat dilakukan
Metode
adalah dengan mengadakan pelatihan-pelatihan
pembuatan pupuk organik bagi petani dan melaksanakan pengujianpengujian atau demplot penggunaan pupuk organik sehingga, petani benarbenar yakin akan manfaat dari pupuk tersebut. Pemanfaatan pupuk an-organik seperti urea, KCl, SP-36 dan sebagainya tetap perlu dilakukan, namun dengan dosis yang berangsur dikurangi seiring dengan mulai dikenalnya pupuk organik oleh petani. Untuk pengembangan tanaman hortikultura dan sayuran, tantangan yang bakal
dihadapi
akan
jauh
lebih
kompleks
dari
tantangan
pada 65
pengembangan tanaman pangan. Hal ini disebabkan karena zona untuk pengembangan tanaman sayuran (hortikultura) berada di dataran tinggi dengan tingkat kelerengan dari landai hingga agak curam. Kesalahan dalam managemen pengelolaan komoditas ini, tidak hanya akan berakibat pada produktifitas
yang
rendah,
namun
lebih
jauh
akan
berakibat
pada
kerusakan lingkungan. Di wilayah studi komoditi hortikultura yang memiliki kelayakan usahatani secara ekonomi
adalah tanaman jeruk seperti terlihat pada Tabel 4.7.
Namun petani di wilayah Lampasio sebagai basis komoditi ini mengeluhkan seringnya terjadi banjir dan sulitnya penjualan dengan harga yang relatif sangat murah. Tabel 4.7 Kelayakan Usahatani Tanaman Hortikultura Jeruk
Uraain
Kecamatan Lampasio
Biaya Sarana Produksi (Rp/ha) Benih Pupuk Pestisida Herbisida.Fungisida Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha) Pengolahan Tanah Pembenihan dan Penanaman Pemeliharaan Panen dan Pasca Panen Total Biaya Hasil/Produksi (kg/ha) setara Beras Nilai Produksi Pendapatan Nilai B/C
1.400.000 329. 000 120.000 1.000.000 750.000 3. 500.000 4200 8400.000. 4.900.000 1,40
Sehubungan dengan masalah lingkungan tersebut maka, sangat dianjurkan agar pengembangan tanaman hortikultura (terutama di Zona III ) benarbenar
dilakukan
sesuai
dengan
prinsip
konservasi
tanah
dan
air,
diantaranya, tidak melakukan budidaya tanaman hortikultura pada lahan dengan kemiringan lereng lebih dari 15 %, tanpa tindakan konservasi lahan (terassering) terlebih dulu. Pada teras-teras yang telah terbentuk sebaiknya
66
ditanami dengan tanaman penguat teras dari jenis hijauan makanan ternak, sehingga selain berfungsi sebagai penguat teras, juga memberi keuntungan sebagai penyedia pakan untuk ternak petani. Selain itu untuk mengurangi ketergantungan petani akan pupuk anorganik maka menggabungkan usaha tani ternak dengan hortikultura adalah upaya yang perlu dipertimbangkan. Meskipun demikian, menyangkut tentag potensi lahan di Kabupaten Tolitoli, evaluasi kesesuaian lahan sangat diperlukan sebagai pedoman
untuk
memperhitungkan faktor-faktor pembatas bagi peruntukan tanam atau komoditi tertentu. Lahan dengan kemiringan lereng di atas 45 % dianggap tidak sesuai untuk budidaya tanaman pertanian apapun karena alasan ekonomis, di samping alasan konservasi tanah dan air. Lahan-lahan pertanian yang terjal akan menyulitkan trasportasi sarana produksi dan hasil yang diperoleh, sehingga tidak menarik sama sekali bagi kalangan investor dan perkebunan swasta. Berdasarkan
data
sumberdaya
lahan
di
Kabupaten
Tolitoli
potensi
pengembangan padi sawah cukup baik. Hasil evaluasi kesesuaian lahan di beberapa sentra produksi menunjukkan bahwa di Kecamatan Galang dan Dampelas Selatan merupakan wilayah yang cukup berpotensi untuk pengembangan padi sawah.
Meskipun dalam penilaian kesesuaian untuk
padi sawah sawah didominasi oleh kelas cukup sesuai (S2). Hasil evaluasi kesesuaian lahan di Kecamatan Galang terdapat 1.050 ha yang tergolong kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) seluas 1.170 ha, dan kurang sesuai seluas 509 ha. Demikian halnya di Kecamatan Dampelas Selatan yang dilakukan oleh Yayasan Maleo Indonesia (2006) memperlihatkan bahwa terdapat kelas kesesuaian lahan untuk padi sawah seluas 2.780 ha dengan faktor pembatas dominan adalah retensi hara. Pembatas ini mudah untuk diperbaiki melalaui tindakan pemupukan. Berdasarkan hasil studi di dua kecamatan di atas menggambarkan bahwa lahan sawah di Kabupaten Tolitoli khususnya di Kecamatan Galang dan Dampelas Selatan secara aktual dapat menjadi lumbung pangan Kabupaten Tolitoli.
67
Demikian
halnya
hasil
evaluasi
kesesuaian
lahan
untuk
tanaman
hortikultura dan pangan lainnya di wilayah Dampelas Selatan faktor pembatas yang dominan adalah retensi hara dan terrain. Akan tetapi, karena sulitnya memperoleh lahan yang benar-banar ideal untuk pertanian, maka apa yang dilakukan petani selama ini, yakni membudidayakan tanaman pangan dan buah-buahan pada areal berlereng terjal, mungkin masih dapat ditolerir, asal lahan tersebut tidak berada di dalam kawasan lindung. Selain itu, sangat dianjurkan agar petani tidak melakukan pembersihan lahan (land clearing) pada lahan miring tersebut, cukup dengan melakukan pemberisihan lahan di sekitar tanaman, dan jika perlu membuat teras-teras lokal di sekitar pertanaman. 4.3.
ARAHAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
KOMODITI
PANGAN
DAN
Tanaman pangan dan hortikultura adalah komoditas yang sangat penting dan strategis karena jenis komoditas ini merupakan kebutuhan pokok manusia yang hakiki, yang setiap saat selalu harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang layak, aman dikonsumsi, dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pasarnya pun di Indonesia sangat besar, dan dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat
sejalan
dengan
peningkatan
laju
pertumbuhan
penduduk
Indonesia. Kondisi ini ternyata belum bisa dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya untuk memperkuat pembangunan pertanian. Sebagai akibatnya, sekarang ini bisa disaksikan bahwa pasar pangan yang amat besar ini telah dimanfaatkan sebagai pasar yang empuk oleh produsen pangan dari luar negeri. Kondisi
Indonesia
sebagai
negara
importir
komoditas
pangan
dan
hortikultura seperti sekarang ini, telah sampai pada titik yang sangat memprihatinkan. Kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian harus di rancang ulang dengan pendekatan kewilayahan dan peningkatan partisipasi masyarakat daerah setempat, khususnya untuk program tanaman pangan dan hortikultura.
68
Berdasarkan jenis vegetasi dan lahan budidaya, tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Toli-Toli dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) pola utama sebagai berikut: a) Pola
Persawahan,
bila
yang
mendominasinya
adalah
jenis
tanaman padi yang cocok tumbuh di lahan persawahan. b) Pola hortikultura, bila didominasi oleh jenis tanaman buah-buahan seperti Jeruk, pisang, durian, mangga, nangka, manggis, dll. c) Pola Perladangan, bila didomiasi oleh jenis tanaman ladang seperti jagung, kedelai, kentang, kacang-kacangan, dll. Selain itu, pengembangan kawasan tanaman pangan dan hortikultura harus dikelola
berdasarkan
pada
prinsip-prinsip
yang
sesuai
dengan
arah
kebijakan makro ekonomi nasional (GBHN 1999-2004) sebagai berikut: a) Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan. b) Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global, sesuai dengan kemajuan teknologi, dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan kompetensi produk unggulan di setiap daerah. c) Memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi, agar mampu bekerjasama secara efektif, efisien dan berdaya saing global. d) Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman
sumberdaya
bahan
pangan
dan
holtikultura,
kelembagaan, dan budaya lokal. e) Mempercepat memberdayakan
pembangunan para
ekonomi
pelakunya
sesuai
daerah dengan
dengan semangat
otonomi daerah. f)
Mempercepat
pembangunan
pedesaan
dalam
rangka
pemberdayaan masyarakat daerah, khususnya para petaninya, dengan kepastian dan kejelasan hak dan kewajiban semua pihak.
69
g) Memaksimalkan
peran
Pemerintah
sebagai
fasilitator
dan
pemantau seluruh kegiatan pembangunan di daerah. Pengembangan suatu wilayah menjadi kawasan tanaman pangan dan hortikultura hendaknya diarahkan pada peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan, khususnya lahan-lahan tidur (yang belum ditanami), gundul, atau kritis karena bekas tebangan yang kemudian ditinggalkan begitu saja tanpa adanya usaha reboisasi.
Dalam hal ini, pengembangannya dilakukan
dengan cara membersihkan/menghijaukan lahan-lahan tersebut dengan menanami tanaman pangan dan hortikultura yang sesuai dengan kondisi lingkungannya,
mempunyai
potensi,
memiliki
nilai
ekonomi,
mudah
perawatannya, cepat masa panennya, dan mudah pemasarannya. Dengan demikian tujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem kawasan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau rakyat sekitarnya dapat tercapai sekaligus dengan baik. Proses pengembangan itu dapat dibedakan menjadi empat tahap, yaitu: tahap
pembukaan
prasarana,
tahap
lahan
kawasan,
pemilihan
dan
tahap
pembangunan
penanaman
komoditas,
sarana dan
dan tahap
perhitungan kelayakan ekonomi dan finansialnya. Keempat tahap ini sangat erat hubungannya satu sama lain dalam menunjang keberhasilan proyek pengembangan kawasan tanaman pangan dan hortikultura. a. Pembukaan Lahan Setelah lokasi kawasan bisa ditentukan, langkah berikutnya adalah pembukaan lahan kawasan yang akan dikembangkan menjadi kawasan tanaman pangan dan hortikultura. Langkah ini pada hakekatnya adalah upaya penyiapan lahan agar siap untuk ditanami tumbuhan yang sesuai dengan kondisi
lingkungan
berdasarkan
kebutuhan
zonasi
yang
telah
ditetapkan
dan
masyarakat sekitarnya. Pada kawasan yang masih dipenuhi oleh pepohonan, pembukaan lahan adalah proses pembersihan lahan (land clearing) dari pepohonan yang tidak produktif, dapat dilakukan menggunakan peralatan (mekanis) yang sesuai. Yang paling penting untuk diperhatikan dalam kegiatan ini adalah
70
terjaganya lapisan atas tanah (top soil) agar jangan sampai terkelupas, rusak ataupun hilang. Lapisan atas tanah
ini perlu dijaga
keberadaannya karena
didalamnya terkandung unsur-unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh semua jenis tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Apabila lapisan ini sampai rusak atau terkelupas (hilang), maka hal itu bisa berarti awal kegagalan suatu proyek pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, karena komoditas apapun yang ditanam diatasnya, tidak akan bisa tumbuh dengan baik. Oleh karena itu kegiatan pembukaan lahan harus dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sesuai, sedemikian hingga memberikan dampak negatif yang sekecil mungkin. Karena ternyata, tidak semua teknologi canggih itu sesuai dan baik untuk dipakai dalam pembukaan lahan. Sebagai contoh, pembukaan lahan pada kawasan tanah-tanah kosong
yang
cuma
sedikit
ditumbuhi
pepohonan
kecil
(berdiameter <20 cm), mungkin cukup dengan menggunakan tenaga manusia dan peralatan konvensional yang sederhana. Ini adalah pembukaan lahan yang paling sederhana, murah, dan paling aman dari kemungkinan hilang atau rusaknya lapisan tanah atas. Sedangkan lahan kosong yang banyak ditumbuhi pepohonan sedang (berdiameter <30 cm), pembukaan lahannya sudah memerlukan peralatan mekanis berupa alat-alat berat bertipe atau berukuran kecil. Pemilihan alat berat ini harus dipilih jenis yang paling minimal dampak pengrusakannya terhadap lapisan tanah atas. Penggunaan peralatan mekanis ini tentunya harus dilakukan
dengan
mempertimbangkan
faktor
efisiensi,
produktivitas, dan kelestarian lahan. Pembuatan
bestek
berbeda-beda
untuk
atau
pengaturan
setiap
jenis
jarak
tanaman,
tanaman
pangan
yang dan
hortikultura. Setelah selesai baru dilanjutkan dengan pembuatan teras, yang khusus dilakukan pada areal atau lahan yang topografinya miring. Pada tanah datar, pembuatan teras dilakukan 71
setelah
ada
tanaman,
sehingga
sekaligus
dapat
dilakukan
pendangiran dalam rangka pemeliharaan tanaman. Teras, pada umumnya dibuat secara individual, mengingat jarak tanam yang cukup jarang. Tapi bila keadaan memungkinkan dan dirasa perlu, dapat
dibuat
terus
berkesinambungan
sehingga
membentuk
semacam kontur, dengan bentuk persegi panjang. Pembuatan teras ini juga dimaksudkan untuk mencegah erosi, dan menjaga lapisan humus yang diperlukan tanaman. Selanjutnya adalah pembuatan lubang dan penanaman tanaman. Pada tanah biasa, agak ringan atau subur, pembukaan lubang dapat secara langsung penanaman. Pembukaan lubang tanaman pada jenis tanah ini tidak akan mengalami kesulitan, bahkan jika perlu, dalam waktu singkat dapat dilakukan, sebab penanaman tanaman
tidak
perlu
lagi
menghindari
keasamaan
tanah.
Pembuatan lubang tanaman pada lahan tanah liat, sekalipun tanah itu subur, perlu dilakukan sedini mungkin atau pada awal musim penghujan. Cara yang baik untuk menjaga kesuburan tanah, dengan cara menjaga keberadaan teras dan lubang tanaman, dan memberikan pupuk kandang atau pupuk hijau. Pada tanaman kopi diperlukan tanaman pupuk hijau yang berumur tahunan yang berfungsi sebagai pohon pelindung, sedangkan pada tanaman cengkeh cukup dengan tanaman hijau yang menjalar dan tanaman perdu. b. Persiapan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Menyiapkan lokasi untuk kegiatan penanaman tanaman pangan dan hortikultura, sebaiknya dipersipakan sebelum musim hujan datang, tapi sudah mendekatinya sehingga pada saatnya yang tepat. Pekerjaan berikutnya pengolahan tanah, pemasangan acir (bila diperlukan), pembuatan lubang tanaman, dan pemberian pupuk. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan mencangkul dan menggemburkan tanah dalam rangka mempersiapkan lahan garapan untuk penanaman tanaman pangan dan hortikultura.
72
Penggemburan
tanah
dilakukan
dengan
membalikan
tanah,
pendangiran tanah, dan pemberian pupuk. Pupuk yang digunakan biasanya adalah pupuk kandang atau kompos dengan jumlah yang proporsional dicampur dengan tanah. Pengolahan tanah dan pemberian pupuk kandang ini biasanya dilakukan sebelum turun hujan, agar pekerjaan menjadi relatif lebih ringan, khususnya dalam hal pengangkutannya ke lokasi penyiapan lahan. Lubang tanaman dibuat dengan ukuran panjang, lebar, dan kedalaman disesuaikan dengan jenis komoditasnya. Sedangkan pemberian pupuk kandang atau kompos ke dalam setiap lubang adalah sebanyak 1-2 kg. Kegiatan ini membutuhkan waktu kurang lebih 1-3
hari,
bila
dikerjakan
secara
kelompok.
Setelah
semua
kegiatan ini selesai, lahan kemudian dibiarkan sampai turun hujan, baru lahan siap ditanami. Pembibitan adalah kegiatan lain yang sangat penting dalam penyiapan budidaya tanaman pangan dan hortikultura. Pengadaan bibit biasa diperoleh dari perbanyakan generatif (biji atau benih), atau perbanyakan vegetatif (dengan cara sambung, cangkok, okulasi, dan lain-lain). Bibit yang berasal dari perbanyakan vegetatif itu lebih baik karena tanaman nantinya akan lebih cepat berbuah
dan
Sedangkan
memiliki
bibit
yang
sifat
yang
berasal
sama
dari
dengan
tanaman
induknya.
lebih
lama
berbuahnya, dan ada kemungkinan mengalami mutasi gen. Namun demikian ada beberapa tanaman pangan dan hortikultura yang bibitnya hanya bisa diperoleh dengan cara generatif saja seperti padi, jagung, kebanyakan sayur-sayuran hijau, sebagian buah-buahan dan lain-lain. Bibit ini harus dipilih yang benar-benar unggul,
yang
salah
satu
cirinya
adalah
mempunyai
daya
kecambah 90-100%.
73
c. Pemilihan Komoditas Langkah ini sangat bergantung pada beberapa hal: Pertama bestek, atau disain, model atau pola kawasan tanaman pangan dan hortikultura yang diinginkan. Ini sangat penting, karena membangun kawasan pertanian adalah merupakan kerja keteknikan yang memerlukan bestek, karena tanpa bestek suatu pekerjaan tidak bisa dievaluasi dan diukur kegagalan atau keberhasilannya. Dipandang dari bestek atau disain atau model tanaman pangan dan hortikultura yang diusulkan digunakan pada lokasi pengembangan pangan dan hortikultura di Kabupaten ToliToli, dibedakan menjadi tiga macam kawasan: 1) Kawasan Tanaman Pangan (KTP), yaitu Kawasan Tanaman yang vegetasi penyusunnya adalah hanya tanaman pangan, tidak ada tanaman lain yang sengaja ditanam selain itu. Jadi pada
tanaman
komoditas
yang
pangan,
komoditas
seragam,
yang
Padi-padian,
dipilih
adalah
Kacang-kacangan,
Jagung, dan jenis tanaman umbi-umbian. 2) Kawasan Tanaman
Tanaman yang
Hortikultura
vegetasi
(KTH),
penyusunnya
yaitu
Kawasan
hanya
tanaman
Hortikultura. Jadi pada Kawasan model ini, komoditas yang dipilih adalah murni sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias atau tanaman obat-obatan saja. 3) Kawasan Tanaman Campuran (KTC), yaitu kawasan Tanaman yang vegetasi penyusunnya merupakan gabungan antara tanaman pangan dan Hortikultura. Jadi dalam Kawasan model ini,
komoditas
yang
dipilih
adalah
gabungan
satu
atau
beberapa jenis tanaman pangan dan satu atau beberapa jenis hortikultura. Kedua, jenis lahan: apakah lahan tanah masam, atau alkalis, lahan tanah pasir, atau lahan tanah liat, masing-masing berbeda pemilihan komoditasnya, karena berbeda tingkat keasamannya. Demikian pula lahan kering dengan lahan basah, itu memiliki 74
kecocokan
yang
berbeda
antara
satu
komoditas
dengan
komoditas lainnya. Ketiga, iklim dan topografi, yang menyangkut curah hujan, ketinggian dari permukaan laut, kelembaban udara, suhu udara dan lain sebagainya. Semua ini mempengaruhi pilihan komoditas yang
akan
ditanam
dalam
kawasan
tanaman
pangan
dan
hortikultura yang mau dikembangkan. Pemilihan komoditas pada tanaman pangan dan hortikultura yang terletak dalam kawasan di dataran rendah, tentu berbeda dengan komoditas yang akan dipilih untuk tanaman pangan dan hortikultura yang terletak di dataran tinggi. Keempat, tujuan pengembangan. Ini berkaitan erat dengan kebutuhan masyarakat dan model, pola atau disain tanaman pangan dan hortikultura yang akan dikembangkan. Bila tujuan pengembangan tanaman pangan dan hortikultura itu adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, maka pola yang akan dikembangkan adalah KTP Murni. Dengan demikian komoditas yang akan dipilih adalah tanaman pangan dengan berbagai jenisnya. Bila tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obatobatan, maka komoditas yang akan dipilih adalah tanaman obatobatan, dengan pola KTH murni. Bila tujuan yang menyangkut kepentingan masyarakat itu lebih dari satu, maka komoditas yang dipilih lebih dari satu macam tanaman. d. Kelembagaan Pendukung Pengembangan kawasan tanaman pangan dan hortikultura ini adalah usaha yang sangat baik dan mulia karena manfaatnya adalah untuk seluruh makhluk hidup dan lingkungannya. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari semua stakeholder sebagai rasa tanggung jawab bersama untuk kesuksesannya. Menurut definisi kawasan
dan
pengertian
tanaman
sebelumnya,
pangan
dan
bahwa
hortikultura
pengembangan itu
sedikitnya
melibatkan peran dan partisipasi masyarakat sebagai pengelola,
75
dan peran pemerintah (instansi pemerintah terkait) sebagai fasilitator. Peran
masyarakat
dijalankan
dengan
membentuk
atau
pemberdayaan kelembagaan masyarakat, sebagai kelembagaan non-formal, melalui wadah koperasi atau Kelompok Usaha tani Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kelompok ini berfungsi ganda, yaitu sebagai produsen dan sekaligus sebagai pemasok sarana produksi
yang
dibutuhkan.
Sementara
pemerintah
sebagai
kelembagaan formal, yang meliputi seluruh organisasi atau lembaga yang berada di bawah struktur pemerintah, baik provinsi, maupun kabupaten/kota; menyediakan tenaga pendamping yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi atau Tenaga
Penyuluh,
dalam
memberdayakan
kelompok
usaha
tanaman pangan dan hortikultura. Kontribusi kelembagaan formal adalah memberikan bimbingan dan penyuluhan teknis tentang pengelolaan tanaman pangan dan hortikultura, serta membantu kelompok tani tanaman pangan dan hortikultura dalam menyusun Perencanaan Pengelolaan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Selain itu, kelembagaan formal juga memberi bantuan kepada petani berupa insentif dalam bentuk proyek yang membantunya bila ingin melakukan penanaman tanaman kayu di lahan miliknya. Kelembagaan formal juga dapat berperan sebagai mediator yang menghubungkan kelompok tani dengan instansi atau lembaga lain yang dapat bekerjasama dalam pengembangan kawasan tanaman pangan dan hortikultura. Target dan tujuan yang ingin dicapai oleh kelembagaan formal dalam pengembangan kawasan tanaman pangan dan hortikultura ini adalah membangun dan mengembangkan Kabupaten Toli-Toli. Sedangkan kontribusi kelembagaan non-formal, yang berupa kelompok
usaha
tanaman
pangan
dan
hortikultura,
adalah
membantu petani dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dalam mengelola tanaman pangan dan hortikultura miliknya, seperti kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan modal, dan kebutuhan
76
akan peralatan pertanian. Tujuan utamanya adalah mewujudkan tujuan
bersama
dalam
mengelola
tanaman
pangan
dan
hortikultura mereka secara bersama. Kelompok usaha tanaman pangan dan hortikultura memiliki manajemen dan administrasi yang baik dan kegiatan yang kontinyu, yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik untuk menunjang keberhasilan pengelolaan kawasan tanaman pangan dan hortikultura dan meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Termasuk didalamnya adalah pencatatan tentang kegiatan-kegiatan
pengelolaan
tanaman
tahunan
seperti
penanaman, pemeliharaan, dan evaluasi hasil yang dicapai untuk tiap-tiap kegiatan yang dilakukan. Jadi jelaslah bahwa pengembangan kawasan tanaman pangan dan hortikultura
di
yang
sebagai
solid,
Kabupaten-Toli-Toli wadah
untuk
memerlukan
kelembagaan
mengkordinasikan
segala
aktivitas yang ada didalamnya. Kelembagaan disini mempunyai struktur yang berinteraksi secara intens dan kompleks diantara tiga variabel, yaitu individu, organisasi, dan norma-norma sosial. Peranan fasilitator dalam hal ini, juga menjadi sangat penting untuk berperan sebagai kordinator, motivator, stimulator, dan entrepreneur. Dengan demikian kapasitas dan peran kelembagaan menjadi sangat penting dan menentukan karena berkaitan dengan kemampuan dan skill dari fasilitator tersebut untuk memecahkan masalah yang semakin hari semakin meningkat, untuk diambil solusinya secepat mungkin. Peran kelembagaan dalam pengembangan kawasan tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Toli-Toli sebaiknya juga mencakup penciptaan lapangan kerja baru dan pembentukan lembaga-lembaga baru seperti golongan usaha kecil, menengah, dan rumah tangga; perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada, mencari pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pengembangan usaha-usaha baru di wilayah tersebut. Demikian seterusnya,
dari
waktu
ke
waktu
kelembagaan
ini
harus 77
senantiasa
dikembangkan
secara
terus
menerus
sedemikian
hingga tercipta pemberdayaan bagi semua unsur pendukung yang ada didalamnya. Dari
kelembagaan
diharapkan
akan
yang
dikembangkan
melahirkan
produk
secara
tanaman
kontinyu pangan
ini dan
hortikultura yang bermutu tinggi, sumberdaya manusia yang tangguh dan terampil, informasi pasar yang akurat dan up to date, perubahan perilaku masyarakat kearah yang lebih baik, pemanfaatan teknologi lokal yang berkembang, pembelajaran yang terus-menerus untuk mencapai yang terbaik, dan keandalan dalam menerapkan manajemen modern. Tentu saja, dalam membangun kelembagaan yang kuat ini, peran pemerintah dalam memberikan berbagai macam fasilitasi, sangat dibutuhkan.
78
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang telah dilakukan maka dapat ditarik simpulan : 1. Hasil delineasi zona agroekologi pada lokasi studi diketahui 5 (lima) zona utama untuk pemanfaatan pertanian
dan pengembangan tertentu di
Kabupaten Tolitoli yaitu : Zona I dengan luas zona adalah 48.946,30 ha; Zona II seluas 209.351,39 ha; Zona III seluas 63.224,30 ha; Zona IV seluas 77.372,01 ha dan Zona VII seluas 575,50 ha. 2. Berdasarkan hasil penentuan komoditas unggulan yang didasarkan pada analisis LQ dan analisa usahatani maka ditetapkan komoditas padi sebagai komoditas unggulan terpilih yang juga merupakan komoditas strategis dan utama dengan wilayah/sentra produksinya adalah di Kecamatan Galang dan Kecamatan Dampal Selatan. Sedangkan untuk komoditi hortikultura adalah tanaman jeruk manis dengan wilayah pengembangannya di Kecamatan Lampasio. 3. Masalah utama yang bakal menghambat pencapaian produksi optimal tanaman pangan
di
lokasi
studi
adalah
rendahnya
status
kesuburan,
dan
hidrologi/irigasi. Sedangkan untuk pengembangan tanaman hortikultura dan sayuran, tantangan yang bakal dihadapi akan jauh lebih kompleks dari tantangan pada pengembangan tanaman pangan karena zona tersebut berada di dataran tinggi dengan tingkat kelerengan dari landai hingga agak curam. 5.2. Rekomendasi 1.
Arahan
pengembangan
komoditi
pangan
dan
hortikultura
sesuai
kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian harus mengacu pada pendekatan
kewilayahan
daerah setempat, yang
dan
peningkatan
partisipasi
masyarakat
dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) pola
utama sebagai berikut: d) Pola
Persawahan,
bila
yang
mendominasinya
adalah
jenis
tanaman padi yang cocok tumbuh di lahan persawahan.
79
e) Pola hortikultura, bila didominasi oleh jenis tanaman buah-buahan seperti Jeruk, pisang, durian, mangga, nangka, manggis, dll. f) Pola Perladangan, bila didomiasi oleh jenis tanaman ladang seperti jagung, kedelai, kentang, kacang-kacangan, dll. 2.
Pengembangan suatu wilayah menjadi kawasan tanaman pangan dan hortikultura
hendaknya
pemanfaatan
lahan,
diarahkan
khususnya
pada
peningkatan
lahan-lahan
tidur
efisiensi
(yang
belum
ditanami), gundul, atau kritis karena bekas tebangan yang kemudian ditinggalkan begitu saja tanpa adanya usaha reboisasi. 3.
Model untuk pengembangan tanaman pangan dan hortikultura yang dapat diusulkan di Kabupaten Toli-Toli, dibedakan menjadi tiga macam kawasan: 4) Kawasan Tanaman Pangan (KTP), yaitu Kawasan Tanaman yang vegetasi penyusunnya adalah hanya tanaman pangan, tidak ada tanaman lain yang sengaja ditanam selain itu. Jadi pada tanaman pangan, komoditas yang dipilih adalah komoditas yang seragam, Padi-padian, Kacang-kacangan, Jagung, dan jenis tanaman umbiumbian. 5) Kawasan Tanaman Hortikultura (KTH), yaitu Kawasan Tanaman yang vegetasi penyusunnya hanya tanaman Hortikultura. Jadi pada Kawasan model ini, komoditas yang dipilih adalah murni sayursayuran, buah-buahan, tanaman hias atau tanaman obat-obatan saja. 6) Kawasan Tanaman Campuran (KTC), yaitu kawasan Tanaman yang vegetasi
penyusunnya
merupakan
gabungan
antara
tanaman
pangan dan Hortikultura. Jadi dalam Kawasan model ini, komoditas yang dipilih adalah gabungan satu atau beberapa jenis tanaman pangan dan satu atau beberapa jenis hortikultura. 4.
Pengembangan
kawasan
tanaman
pangan
dan
hortikultura
perlu
partisipasi dari semua stakeholder sebagai rasa tanggung jawab bersama
untuk
kesuksesannya.
Pemerintah
sebagai
kelembagaan
formal, yang meliputi seluruh organisasi atau lembaga yang berada di
80
bawah struktur pemerintah, menyediakan tenaga pendamping yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi atau Tenaga Penyuluh, dalam memberdayakan kelompok usaha tanaman pangan dan hortikultura.
81
DAFTAR PUSTAKA Amien, L.I. 1992. Agroekologi Dan Alternative Pengembangan Pertanian di Sumatera. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13 (1) : 18 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tolitoli, 2006. Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2006. Bagus.1996. “Kelembagaan Sektor Pertanian Menuju Masyarakat yang Mandiri: Pengembangan Budaya dan Etika Masyarakat Pertanian Menyongsong Abad 21”.Dalam Seminar Nasional. Diselenggarakan di Yogyakarta 28 - 29 Agustus 1996. Departemen Pertanian Direktorat Jenral Bina Sarana Pertanian, 2001. Rencana Strategis dan Program Kerja Pembangunan Sarana Pertanian 2001 – 2004, Jakarta. Departemen Kehutanan, 1999. Undang Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999, Dinas Kehutanan, Propinsi Sulawesi Tengah. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004. Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan untuk Percepatan Pembangunan Daerah. Bappenas. Ehrenberg, R.E and R.S Smith. 1987. Modern Labor economic Theory and Public Policy 3rd edition. Scott Foresman and Company. USA Gatoet S, Hardono, Handewi P.S, Rachman dan Suhartini, S.H. 2004., Liberalisasi Perdagangan; Empiris dan Perspektif Ketahanan Pangan, Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 22, No.2, Desember 2004. Hakim, N, M, Y, Nyakpa, A.M, Lubis,S,G. Nugroho, M.R. Saul, M.A.Dilha, G.B. Hong dan H.H Bailey, 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah, Universitas Lampung, Lampung. Mulyana, 1990. Pengelolaan Kehutanan, Jakarta.
Kawasan
Penyangga,
Departemen
Pusat Penelitian Tanah (Puslittan)., 1975. Peta Tanah Tinjau Mendalam Kawasan Studi Palu. Sulawesi Tengah. Rahim, S.E., 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup, Bumi Aksara, Jakarta.
Rangka
82
Schultz. 1989. Agricultural Development in the Third World. Johns Hopkins University Press. Baltimore and London.
The
Singarimbun M. dan S. Effebdi. 1987. Metode Penelitian Survei. Cetakan Keenam. LP3ES. Jakarta. Soemarwoto, O. 2001. Atur Diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Subagio, H., D. Djaenudin, G. Joyanto, dan A. Syahruddin. 1995. Arahan Pengembangan Komoditas Berdasarkan Kesesuaian Lahan. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Paket Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Syafruddin, T. Rumajar, J.G. Kindangen, R. Aksono, A. Negara, D. Bulo, dan J. Lim-bongan. 1999. Analisis Zona Agroekologi (ZAE) (Biofisik) Propinsi Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Sulawesi Tengah. Syafruddin, Agustinus N. Kairupan, A. Negara, dan J. Limbongan 2002. Penataan Sistem Pertanian dan Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan Zona Agroekologi di Sulawesi Tengah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Palu Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 1992, Tentang Penataan Ruang, Bumi Aksara. Jakarta. Wahid-Syafar, A. 2002. Industrialisasi Berbasis Komoditi Unggulan, Strategi Menghadapi Pasar Global. Jurnal Wahana Tadulako, University Tadulako Press. Palu. Wahyunto, Marsoedi, D.S, dan Soekardi, M. 1992. Jurnal Penelitian Tanah dan Pupuk; Penggunaan Citra Radar Untuk Identifikasi Karakteristik Dataran Tufa Masam dan Sedimen di Daerah Sekitar Muarabungo, Bungotebo, Propinsi Jambi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bidang Litbang Pertanian, Bogor.
83