PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah telah memberikan tanggungjawab yang besar kepada daerah dalam mengelola pemerintahan dan sumberdaya daerah. Otonomi yang diberikan pemerintah pusat dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh kepada daerah untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Daerah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat, desentralisasi ini bisa mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya. Orientasi pemerintah daerah akan bergeser dari command and control menjadi berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik. Pelaksanaan otonomi daerah secara tidak langsung akan memaksa daerah untuk melakukan perubahan-perubahan baik perubahan struktur maupun perubahan proses dan kultur birokrasi. Proses perencanaan pembangunan di daerah juga mengalami perubahan, daerah dituntut mampu melakukan perencanaan pembangunan dengan memanfaatkan potensi yang ada dan sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Perencanaan pembangunan suatu wilayah tidak terlepas dari potensi sumber daya alam yang melekat di wilayah tersebut dan pemanfaatan sumber daya alam tersebut secara bijaksana, yaitu terarah, efisien, sistematik dan berkelanjutan. Perencanaan dimulai dengan menganalisis kondisi wilayah, potensi unggulan wilayah dan permasalahan yang ada diwilayah tersebut yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan wilayah. Perencanaan pembangunan yang baik memerlukan ketersediaan data dan informasi mengenai potensi sumber daya alam yang menjelaskan penyebaran keruangan karakteristik bio-fisik dan potensi sumber daya alam sehingga dapat mendukung perencanaan pembangunan daerah, termasuk rencana pembangunan perkebunan.
2 Berkaitan dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al., 2000). Setiap komoditas untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi dengan baik memerlukan persyaratan-persyaratan tumbuh tertentu. Persyaratan tersebut antara lain faktor iklim (suhu, kelembaban, curah hujan), media perakaran (drainase, tekstur, kedalaman efektif), kesuburan tanah (kandungan bahan organik, fosfat, kalium, dan sebagainya) serta kondisi terrain (relief, keadaan batuan di permukaan) sangat mempengaruhi tingkat kemampuan pertumbuhan komoditas tersebut. Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan pedo-agroklimat tanaman, yang mencakup iklim, tanah, dan topografi, akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Oleh karena itu, informasi dan data sumber daya lahan yang beragam perlu diketahui dengan pasti, agar jenis komoditas yang akan dikembangkan sesuai dengan kondisi wilayah yang bersangkutan. Keragaman sifat lahan ini merupakan modal dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas pertanian. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan pewilayahan akan dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis dan produksi komoditas antar wilayah, sehingga peluang pasar akan terjamin. Aspek yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen dalam mengelola lahan yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan. Faktor pengusahaan dimana analisis tingkat sosial ekonomi maupun budaya diperlukan sebagai bahan pertimbangan bagi pengembangan suatu komoditas pada suatu wilayah. Secara nasional Departemen Pertanian telah membuat peta arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional yang menyediakan data sumber daya lahan untuk seluruh Indonesia pada skala eksplorasi (1:1.000.000), sehingga peta yang disajikan hanya sesuai digunakan sebagai acuan untuk perencanaan atau arahan pengembangan komoditas secara nasional. Sedangkan
3 untuk tujuan operasional pengembangan pertanian ditingkat kabupaten diperlukan data/peta sumber daya lahan pada skala yang lebih besar. Wilayah Kabupaten Tanggamus memiliki beragam kekayaan alam yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan karena belum tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumber daya alam yang lengkap. Kondisi alam yang berbeda antara satu wilayah dengan yang lainnya memerlukan identifikasi potensi sumber daya alam untuk dapat mengembangkan jenis-jenis komoditas pertanian yang sesuai dengan potensi sumber daya lahan, upaya ini akan sangat membantu peningkatan produksi komoditas pertanian khususnya sub sektor perkebunan yang berkelanjutan. Kabupaten Tanggamus dengan luas wilayah 335.661 ha memiliki luas areal perkebunan sebesar 29,76% atau 99.896,67 ha.
Sub sektor perkebunan
merupakan mata pencaharian dominan masyarakat di Kabupaten Tanggamus. Dalam sektor pertanian ini, hampir 40 % penduduk mengusahakan komoditas perkebunan. Jenis tanaman perkebunan yang diusahakan bervariasi, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan, perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Data statistik Dishutbun Kabupaten Tanggamus (2006) memperlihatkan bahwa dari 24 jenis komoditas perkebunan yang dikembangkan
terdapat beberapa
komoditas cukup menonjol baik dari luasan maupun produksi yang diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan luas areal tanaman perkebunan, sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Komoditas perkebunan utama yang diusahakan sebagian besar masyarakat Kabupaten Tanggamus adalah kopi, kakao, kelapa dan lada. Diantara tanaman perkebunan tersebut, kopi merupakan komoditas andalan di Kabupaten Tanggamus. Total lahan yang digunakan untuk perkebunan kopi pada tahun 2006 adalah 54.509,00 ha atau sebesar 54,56% dari luas areal perkebunan dengan produktivitas sebesar 466,51 kg/ha/th. Sedangkan total produksi pada tahun 2006 mencapai 25.453,24 ton. Luasan komoditas kopi cenderung menurun setiap tahun karena banyak petani kopi yang mulai mengganti tanamannya dengan komoditas lain yang lebih menguntungkan seperti kakao. Komoditas kakao menempati urutan kedua setelah kopi. Untuk komoditas kakao dari luasan sekitar 26.190 ha kebun kakao di Lampung sekitar 47,6 % terdapat di Kabupaten Tanggamus,
4 Tabel 1 Perkembangan luas tanam dan produksi beberapa komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus tahun 2001-2006 No
Jenis Tanaman
Luas Tanaman (ha) 2001
2003
Produksi (Ton)
2006
2001
2003
2006
248,25
238,25
494,75
338,57
370,43
206,87
93,50
77,50
112,50
102,59
35,32
78,29
1.
Aren
2.
Jabe Jawa
3.
Cengkeh
1.528,90
1.456,90
1.751,25
316,19
370,72
448,32
4.
Kakao
9.971,05
11.134,55
19.225,00
4.968,24
5.847,60
11.956,39
5..
Kelapa Dalam
19.392,95
19.018,50
22.865,75
18.997,52
19.601,33
24.600,60
6.
Kopi Robusta
54.189,50
52.379,50
54.509,00
33.576,00
29.831,48
25.453,24
7.
Lada
11.298,50
9.021,55
5.596,00
3.067,81
2.097,31
5.779,42
8.
Kelapa sawit
188,20
303,95
903,95
2.104,45
3.397,35
10.123,73
9.
Pinang
838,05
847,50
780,50
213,57
218,92
157,00
10
Nilam
70,70
70,70
177,50
33,71
31,80
45,35
11
Vanili
44,00
43,00
41,50
6,87
5,67
6,90
Sumber: Dishutbun Tanggamus,2006
sedangkan sisanya menyebar di kabupaten lain (Pemda Kabupaten Tanggamus, 2005). Komoditas kelapa dan
lada juga merupakan komoditas yang banyak
diusahakan di Kabupaten Tanggamus. Produktivitas tanaman perkebunan selain dipengaruhi pemeliharaan yang umumnya masih dilakukan secara konvensional juga sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca sehingga produksi sangat berfluktuasi setiap tahunnya. Memperhatikan potensi yang ada dan prospek di masa depan, komoditas perkebunan tersebut merupakan komoditas unggulan yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Tanggamus.
Melihat cukup dominannya
pengusahaan komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus, maka akan sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Kabupaten Tanggamus, untuk itu perlu dilakukan pengembangan tanaman perkebunan di Kabupaten Tanggamus berdasarkan kesesuaian lahannya. Selain itu perlu dilakukan pewilayahan komoditas unggulan perkebunan lainnya sesuai dengan potensi lahan tiap wilayah sehingga dapat memberikan produksi optimal. Hal ini sesuai dengan salah satu misi pembangunan daerah Tanggamus yaitu mendorong pusat – pusat pertumbuhan yang ada agar mampu menjadi motor penggerak perekonomian Kabupaten Tanggamus dan dapat merangsang pertumbuhan daerah sekitarnya.
5 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka rumusan masalah sebagai dasar dalam penelitian ini dapat dibuat dalam pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana data penyebaran potensi sumber daya fisik secara spasial untuk pengembangan perkebunan? 2. Apakah
pewilayahan
komoditas
perkebunan
sudah
berdasarkan
pertimbangan aspek daya dukung sumber daya alam? 3. Apakah komoditas perkebunan yang dikembangkan dan agroteknologi penanaman saat ini sudah sesuai dengan karakteristik lahan dan merupakan komoditas unggulan? 4. Bagaimana arah pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus? Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi potensi lahan di Kabupaten Tanggamus melalui evaluasi kesesuaian lahan. 2. Membangun pewilayahan komoditas perkebunan unggulan. 3. Mengkaji prospek pengembangan komoditas yang menjadi unggulan. 4. Merumuskan arahan pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan bermanfaat untuk: 1. Memberikan data dan informasi sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten
Tanggamus
dalam
perumusan
kebijakan
pewilayahan
komoditas perkebunan. 2. Memberikan masukan dan informasi kepada Pemerintah Kabupaten Tanggamus dalam menentukan program pembangunan yang terkait dengan pewilayahan komoditas perkebunan Ruang Lingkup Penelitian Dalam rangka perumusan kebijakan pembangunan wilayah dengan membuat pewilayahan komoditas tanaman perkebunan, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi lahan yang sesuai untuk komoditas
6 unggulan perkebunan dan pengembangannya di Kabupaten Tanggamus sehingga bisa digunakan sebagai arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Tanggamus. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perkebunan rakyat yang dominan diusahakan oleh penduduk di Kabupaten Tanggamus. Klasifikasi atau pengelompokkan wilayah dilakukan dengan menggunakan satuan unit wilayah administrasi kecamatan yang layak untuk pengembangan perkebunan rakyat berdasarkan kesesuaian lahan dan analisis finansial serta sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Tanggamus. Analisis interaksi spasial yang mampu mendukung pengembangan wilayah dan kebijakan pengelolaan dan perlindungan kawasan tersebut tidak termasuk dalam bahasan penelitian ini. Penelitian ini juga meliputi pendekatan yang diperlukan untuk mengetahui potensi wilayah dan kesesuaiannya untuk komoditas perkebunan yang menjadi unggulan secara fisik dan ekonomi sehingga bisa digunakan sebagai arahan pemanfaatan lahan perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan pada skala peta yang digunakan yaitu peta skala 1: 250.000 yang akan menimbulkan ketidakdetilan dan keterbatasan informasi yang dihasilkan. Penelitian ini juga menggunakan berbagai jenis data dari sumber yang berbeda antara lain; Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tanggamus, Badan Petanahan Nasional Kabupaten Tanggamus, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus sehingga dalam beberapa hal terdapat inkonsistensi data.