1
PENDAHULUAN Latar Belakang Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki plasma nutfah ternak cukup berlimpah, khusus untuk ternak sapi, Indonesia memiliki banyak bibit-bibit ternak sapi unggulan. Jenis-jenis ternak sapi asli dan sapi lokal Indonesia adalah Sapi Bali, Sapi PO, Sapi Madura, Sapi Aceh, Sapi Grati, Sapi Jawa, Sapi Pesisir (Otsuka et al. 1980; Pane 1993; Soeroso 2004; Sarbaini 2004; Johari et al. 2007; Astuti et al. 2007; Abdullah 2008). Definisi ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang telah teradaptasi pada lingkungan dan atau manajemen setempat (Ditjennak 2009). Plasma nutfah sapi tersebut merupakan modal dasar bagi pembangunan subsektor peternakan karena dapat direkayasa untuk pembentukan bibit ternak unggul yang sesuai dengan kondisi tropis dan secara sosial budaya dapat diterima masyarakat. Sapi lokal secara genetik mempunyai potensi produksi yang baik bahkan dalam kondisi lingkungan yang minimal. Sapi mampu memanfaatkan pakan berkualitas rendah dan mempunyai daya reproduksi yang baik, yaitu mampu menghasilkan anak setiap tahun dan dapat beranak lebih dari 10 kali sepanjang hidupnya. Selain itu sapi lokal juga lebih tahan terhadap penyakit. Sapi Madura secara genetik memiliki sifat toleran terhadap iklim panas dan lingkungan marginal serta tahan terhadap serangan caplak. Sapi PO yang termasuk Bos indicus potensial dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tropis. Sapi-sapi lokal tersebut sangat penting untuk dilindungi, dimanfaatkan dan dikembangkan secara hati-hati dan bijaksana guna menghindari kerusakan genotip yang telah mereka miliki sebagai bangsa sapi tertentu. Sangat disayangkan sapi-sapi unggul tersebut banyak yang tidak dikembangbiakkan sebagaimana mestinya, akibatnya ukuran tubuh ternak semakin mengecil, sebagaimana dilaporkan oleh Abdullah (2008) pada sapi Aceh. Perbaikan mutu genetik sapi untuk mendukung peningkatan produktivitas dapat
2
dilaksanakan secara seleksi pada komunitas in-situ yang telah cocok dengan lingkungannya. Program seleksi diterapkan untuk memelihara kemurniannya dalam rumpun dan meningkatkan kompetisi ekonominya atau produksinya, sementara dengan tetap memelihara sifat khas dari sapi tersebut. Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat. Meningkatnya permintaan yang cenderung lebih besar daripada produksi mengesankan seolah populasi sapi tidak meningkat padahal terkuras untuk memenuhi permintaan yang selama 5 tahun terakhir (2006-2010) rata-rata mencapai 446 042 ton/tahun dengan senjang produksi pada tahun 2010 sebesar 10.920 ton (Mayulu et al. 2010). Populasi sapi dari tahun 2005 sampai 2010 dilaporkan Mayulu et al. (2010) selalu meningkat setiap tahunnya dari 11 045 900 ekor pada tahun 2005 menjadi 14 763 000 ekor pada tahun 2010. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut adalah dengan meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong. Bibit sapi potong lokal merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya kebutuhan daging, sehingga diperlukan upaya pengembangan pembibitan sapi potong secara berkelanjutan (Deptan 2006). Berbagai potensi sumberdaya genetik ternak yang ada, unggas,
ruminanasia
besar, ruminansia kecil bahkan juga ternak-ternak yang berpotensi penghasil daging (promising commodity) perlu dimanfaatkan secara maksimal agar swasembada daging dapat segera tercapai. Usaha peternakan di Indonesia membutuhkan sumberdaya genetik ternak sebagai bahan untuk merakit bibit ternak unggul agar peternakan mampu berkembang secara maksimal. Hal ini sesuai dengan yang diamanahkan pada UU No. 18 tahun 2009, dimana upaya pelestarian ternak asli Indonesia diarahkan dalam kerangka pengembangan ternak bibit unggul nasional sebagai salah satu upaya pelestarian plasma nutfah berwawasan ke depan yaitu melestarikan potensi genetik ternak dalam rangka biodiversity untuk tujuan perekayasaan bibit unggul nasional. Keanekaragaman sumberdaya genetik ternak perlu dipertahankan, untuk kemudian ditingkatkan potensinya dan dimanfaatkan secara berkelanjutan dalam
3
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, ketersediaan bahan pangan, terciptanya lapangan kerja, dan peningkatan devisa negara.
Dasar Pertimbangan Kalimantan Tengah yang sebagian wilayahnya dilalui oleh garis khatulistiwa memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah, diantaranya adalah plasma nutfah sapi potong. Sapi tersebut terletak di Kabupaten Katingan dan Gunung Mas. Keunikannya adalah sapi tersebut hanya dibudidayakan oleh masyarakat Dayak yang merupakan masyarakat lokal Kalimantan Tengah, di sepanjang daerah aliran sungai (DAS), yaitu DAS Katingan di Kabupaten Katingan dan DAS Kahayan di Kabupaten Gunung Mas, sedangkan sapi asli dan sapi-sapi lokal lainnya seperti Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi PO dipelihara oleh masyarakat pendatang (transmigran). Sapi lokal yang ada di Kabupaten Gunung Mas sudah sulit dijumpai dan kemungkinan hampir punah, sedangkan sapi yang berada di Kabupaten Katingan relatif terjaga populasinya walaupun dalam jumlah tidak besar. Manajemen pemeliharaannya yang menyebar di sepanjang daerah aliran sungai Katingan, sehingga sapi tersebut dinamakan Sapi Katingan. Masyarakat Dayak sendiri menyebutnya dengan panggilan sapi lokal atau kadangkadang sapi “Helu” (sapi jaman dahulu), tidak pernah mereka menamakannya sapi Katingan. Istilah sapi Katingan diproklamirkan untuk membedakan dengan sapi lokal lainnya. Penamaan sapi diberikan sesuai lokasi habitatnya sebagaimana umumnya pada sapi-sapi lokal lainnya (Abdullah 2008; Sarbaini 2004; Sun et al. 2008). Sapi Katingan dipelihara oleh masyarakat Dayak sudah ratusan tahun sebelum ada introduksi sapi lokal lainnya baik melalui program pemerintah maupun swasta. Sapi Katingan adalah sapi lokal Kalimantan Tengah yang sangat terkait dengan nilai kultural dan sejarah warisan masyarakat Dayak. Berbagai acara ritual masyarakat Dayak selalu memanfaatkan sapi tersebut sebagai hewan korbannya, tidak dengan sapi lokal lainnya. Dengan demikian keberadaan Sapi Katingan mempunyai arti penting bagi masyarakat Dayak. Jumlah populasi sapi secara pasti tidak diketahui apalagi data dinamika populasinya. Nampaknya perhatian pemerintah daerah lebih difokuskan pada ternak-ternak asli dan lokal
4
lainnya seperti sapi Bali dan PO. Padahal menurut Noor (2008), sapi lokal adalah sapi yang terbaik untuk lokal setempat karena sapi-sapi tersebut mampu bertahan hidup berdasarkan seleksi alam selama bertahun-tahun. Demikian halnya Sapi Katingan yang mampu bertahan hidup dengan reproduksi yang baik walaupun dengan manajemen ekstensif tradisional, di daerah yang kondisi cuacanya relatif ekstrim, keterbatasan sumberdaya pakan terutama kualitasnya, lahan masam (pH rendah) dan diduga defisiensi mineral tertentu (Darmono 2009). Eksistensi Sapi Katingan ke depan mulai terancam. Populasi sapi berkembang lambat dan cenderung stagnan. Pemasaran dan perkembangan sapi yang hanya di seputaran wilayah tertentu dikhawatirkan memudahkan terjadinya kasus inbreeding ditambah lagi dengan masuknya sapi lokal lainnya mengakibatkan sering terjadi crossbreeding. Hal-hal tersebut dikhawatirkan bisa menyebabkan terjadinya erosi genetik. Mengingat belum pernah ada penelitian tentang Sapi Katingan, informasi dasar tentang sapi tersebut sangat minim bahkan tidak ada, seperti data produktivitas ternak, morfometrik, genetik, lingkungan budidaya, ketrampilan peternak dan inovasi teknologi yang diterapkan. Astuti et al. (2007) juga melaporkan tidak ada data mengenai Sapi Katingan. Padahal informasi-informasi tersebut sangat penting terkait dengan keberhasilan program pelestarian, pemanfaatan dan pengembangannya di masa yang akan datang. Melihat sangat terbatasnya informasi-informasi penting terkait dengan kesuksesan pengembangan sapi lokal Kalimantan Tengah, perlu dilakukan penelitian yang sifatnya eksploratif sebagaimana dengan alur pemikiran yang disajikan pada Gambar 1.
5
Sapi Katingan: sapi lokal Kalimantan Tengah
Potensi: - Sebagai sumber plasma nutfah daerah/nasional - Potensi ekonomi keluarga dan daerah - Nilai kultural dan sejarah masyarakat Dayak
Permasalahan: - Informasi potret budidaya sangat minim - Populasi rendah dan berkembang hanya pada wilayah tertentu - Data dasar ternak tidak ada - Ancaman erosi genetik (inbreeding dan crossbreeding)
Penelitian Eksploratif Kabupaten Katingan (Populasi)
Kec. Tewah Sanggalang Garing Pendahara (subpopulasi)
Kec. Pulau Malan Buntut Bali (subpopulasi)
Kec. Katingan Tengah Tbg. Lahang (subpopulasi)
Lapangan dan Laboratorium: - Eksistensi sapi Katingan - Keragaman fenotipik, genetik dan kekerabatannya - Profil reproduksi: umur pubertas dan tingkah laku kelamin
Profil dan strategi konservasi Sapi Katingan
Gambar 1 Alur kerangka pemikiran penelitian.
6
Tujuan Penelitian Tujuan Jangka Pendek Berdasarkan uraian di atas dilakukan rangkaian penelitian yang bertujuan: 1. Mengamati eksistensi sapi lokal Kalimantan Tengah yang dikenal dengan nama Sapi Katingan di daerah aliran sungai Katingan yang meliputi kegiatan budidaya, lingkungan, potensi sumberdaya pendukung, permasalahan dan prospek ke depan. 2. Merumuskan strategi pelestarian dan pengembangannya di Kalimantan Tengah. 3. Mempelajari keragaman fenotipik, genetik dan kekerabatannya dengan beberapa sapi lokal lainnya. 4. Mempelajari profil reproduksi sapi betina dalam penentuan umur pubertas dan reproduksi sapi jantan dari aspek tingkah laku kelamin.
Tujuan Jangka Panjang 1. Meningkatkan produksi dan reproduksi sapi serta strategi pemanfaatannya secara lestari berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh. 2. Menempatkan Sapi Katingan sebagai salah satu plasma nutfah sapi lokal di Indonesia. 3. Meningkatkan peran serta secara aktif Pemerintah Daerah dalam peningkatan populasi Sapi Katingan. 4. Melestarikan nilai kultural masyarakat Dayak melalui pelestarian Sapi Katingan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar dalam upaya: (1) optimalisasi reproduksi Sapi Katingan, (2) perbaikan mutu genetik sapi melalui program seleksi, dan (3) penentuan kebijakan mengenai perlindungan, pemanfaatan dan pengembangan Sapi Katingan secara berkelanjutan yang sudah barang tentu secara simultan akan ikut meningkatkan peran sapi tersebut dalam mendukung kecukupan daging daerah dan pemberdayaan masyarakat Dayak.