PENDAHULUAN Latar Belakang Peran dan fungsi jasa lingkungan ekosistem hutan makin menonjol dalam menopang kehidupan untuk keseluruhan aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Meningkatnya perhatian terhadap peranan hutan tersebut muncul setelah keberadaan hutan terancam di berbagai belahan dunia, terutama akibat laju deforestasi yang tinggi (FAO 2001) dan disadari mulai hilangnya sejumlah fungsi hutan yang penting bagi keberlangsungan peradaban manusia seperti pengaturan tata air dan perlindungan daerah aliran sungai, jasa serapan karbon dan keanekaragaman hayati yang terkandung dalam ekosistem hutan (Pagiola et al. 2002). Sejumlah inisiatif telah muncul yang bertujuan untuk menciptakan sistem berbasis pasar dimana para pemakai jasa lingkungan memberikan kompensasi untuk pengelolaan ekosistem hutan yang dapat memperbaiki dan meningkatkan jasa lingkungan dan pada waktu yang bersamaan menciptakan sumber pendapatan baru yang yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama yang langsung berinteraksi dengan lingkungan hutan (Robertson & Wunder 2005). Hambatan dalam pengelolaan hutan untuk menjadikan fungsi jasa ekologis/ lingkungan hutan sebagai tujuan adalah mendapatkan manfaat ekonomi langsung jasa ekologis tersebut. Untuk ini diperlukan adanya sistem dan metode penilaian yang tepat, metode pendugaan, sistem monitoring dan skema pengelolaannya. Salah satu bentuk manfaat ekonomi jasa lingkungan hutan yang telah beroperasi adalah jasa serapan karbon melalui skema Protokol Kyoto (PK) khususnya melalui Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). Melalui UU No. 17/2004, Indonesia telah meratifikasi PK dan juga telah membentuk Komnas Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). PK sendiri sudah berjalan dan berlaku efektif, setelah diratifikasi sejumlah negara-negara maju yang wajib menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) hingga mencapai 55% dari total emisi dunia GRK. Dengan berlakunya PK, maka Indonesia dapat berpartisipasi melalui MPB, termasuk melalui sektor kehutanan dengan proyek penyerapan karbon (carbon sequestration).
2
Indonesia pada saat ini menghadapi masalah makin luasnya hutan dan lahanlahan yang terdegradasi sementara kemampuan menyediakan dana untuk merehabilitasinya sangat rendah. Oleh karenanya masuknya karbon hutan dalam MPB adalah suatu kesempatan yang berharga. Namun dengan adanya sejumlah masalah dan pembatasan dalam MPB (Murdiyarso 2003; Dutschke 2004; Chatterjee 2004; Boer et al. 2004) mengakibatkan permintaan karbon melalui sekuestrasi karbon memiliki pangsa yang kecil dan tidak seluruh lahan terdegradasi potensial untuk dikelola lewat perdagangan karbon. Dari sejumlah kegiatan karbon kehutanan, praktek agroforestri memiliki peluang besar dilibatkan dalam proyek karbon. Hal ini didukung hasil studi NSS (National Strategy Study) yang menyatakan lebih separuh pasok karbon hutan dapat berasal dari kegiatan yang berbasis masyarakat, melalui agroforestri dan hutan kemasyarakatan (MoE 2003). Bagi petani, masuknya agroforestri dalam proyek karbon kehutanan merupakan peluang untuk memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal, karena memberikan sumber pendapatan baru, meningkatkan akses ke hasil hutan dan jasa, memperbaiki produktivitas lahan, serta mengembangkan pengetahuan dan kapasitas masyarakat lokal (CIFOR 2003).
Namun sejumlah
potensi resiko juga dikhawatirkan bisa terjadi apabila proyek karbon hutan tidak dirancang dengan baik, misalnya jika proyek akan membatasi akses masyarakat pada lahan dan hasil hutan tanpa pembayaran/ kompensasi yang memadai, hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya hak atas lahan bagi masyarakat yang tanpa hak pemilikan lahan yang jelas (Scherr 2000). Nair & Nair (2002) menegaskan bahwa studi tentang karakteristik sistem agroforestri masih sedikit, akan tetapi diyakini kegiatan ini potensial untuk penyerapan karbon. Berbeda dengan pengelolaan hutan tanaman yang umumnya dikelola oleh perusahaan dalam skala besar, dengan preskripsi silvikultur yang baku dan terjadwal, pengelolaan agroforestri berskala kecil, dengan keragaman yang tinggi dalam hal kondisi tempat tumbuh, lingkungan, komposisi spesies, pola tanam, tujuan produk, tindakan pemeliharaan dan penjadwalan panen. Keputusan pengelolaan agroforestri lebih bersifat individu dengan motif ekonomi yang beragam pula.
Sehubungan dengan beragamnya kondisi dan kompleksitas
3
pengelolaan agroforestri tersebut, maka diperlukan banyak variabel untuk menduga besarnya persediaan karbon serta keragaman kemampuannya dalam penyimpanan dan penyerapan karbon. Penyelenggaraan proyek karbon hutan memerlukan sejumlah perangkat mulai dari pendaftaran proyek dan validasi, implementasi, verifikasi dan sertifikasi yang memungkinkan diperolehnya pengakuan oleh pihak pembeli jasa karbon bahwa telah terjadi serapan karbon yang nyata melalui kegiatan agroforestri tersebut. Oleh karenanya maka identifikasi metode pengukuran dan teknik monitoring kemampuan serapan karbon dan dinamikanya sangat penting untuk diketahui sebelum pengelolaan agroforestri melalui skema perdagangan karbon diterapkan di Indonesia. Perumusan Masalah Penelitian Praktek agroforestri melalui penanaman pohon dalam sistem pertanaman di lahan pertanian (tanah milik) dilakukan karena dorongan ekonomi untuk memperoleh ragam pendapatan terutama dari hasil kayu dengan memanfaatkan pemilikan lahan yang sempit seoptimal mungkin dan pada waktu yang sama adanya alasan ekologi untuk konservasi tanah dan memelihara kesuburan lahan. Banyak bukti empiris yang menunjukkan bahwa motif ekonomi lebih diutamakan daripada motif lainnya, yang dicirikan dengan cenderung semakin singkatnya umur penebangan pohon di bawah pertumbuhan optimalnya. Penyerapan karbon yang memanfaatkan potensi biologi pertumbuhan vegetasi menghendaki penyimpanan biomassa karbon yang sebanyak mungkin yang diperoleh dengan meningkatkan laju pertumbuhan atau menahan biomassa karbon untuk waktu yang lebih lama terutama di vegetasi dan tanah. Tindakan pemanenan pohon dan atau terjadinya kerusakan oleh kejadian yang tidak diharapkan yang menyebabkan berkurangnya biomassa dan timbulnya emisi akan mengurangi manfaat penyerapan karbon. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip jangka panjang yang diinginkan dalam proyek karbon hutan. Potensi agroforestri untuk menyimpan karbon diperkirakan akan sangat beragam, tidak saja disebabkan oleh kondisi alami tempat tumbuh (terutama zona iklim, kesesuaian lahan), tetapi juga sebagai akibat cara-cara pengelolaan
4
agroforestri itu sendiri. Cara pengelolaan mencakup teknologi budidaya yang dipakai, tingkat pemanfaatan hasil (panen) dan ketergantungan ekonomi petani terhadap hasil tanaman agroforestrinya. Keragaman diperkirakan akan terjadi bahkan dalam bentang lahan pengelolaan yang sama.
Dari sisi mekanisme
penyelenggaraan proyek perdagangan karbon, beragamnya kondisi tersebut akan menjadi masalah tersendiri dalam mengembangkan metodologi pengukuran dan monitoring manfaat karbon yang dapat dipergunakan untuk melakukan verifikasi besarnya CER (certified emission reduction) yang dihasilkan untuk pihak investor atau pembeli jasa karbon. Walaupun praktek agroforestri dipandang potensial oleh banyak pihak, baik karena kemampuannya menghasilkan tambahan biomassa dari pohon yang ditanam dan partisipasi petani yang akan mendorong perbaikan taraf hidup, namun sampai sejauhmana proyek perdagangan karbon akan menarik minat petani sangat tergantung pada manfaat tambahan yang kelak akan dinikmati petani dan insentif apa yang akan diperoleh apabila pengelolaan dirancang sejalan dengan skema perdagangan karbon. Atas dasar situasi masalah yang dikemukakan tersebut di atas, maka masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah metode yang tepat untuk menduga besar persediaan karbon dalam tegakan agroforestri dan dinamikanya? 2. Berapakah besarnya penyerapan karbon pada komponen-komponen tegakan agroforestri? Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menjelaskan terjadinya keragaman tersebut? 3. Berdasarkan informasi dari jawaban bagi permasalahan 1 dan 2, bagaimanakah kemungkinan petani untuk ikut serta dalam pengelolaan agroforestri melalui skema perdagangan karbon. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendapatkan gambaran mengenai faktorfaktor berikut model matematik yang dapat menjelaskan keragaman potensi penyimpanan karbon berbagai bentuk praktek agroforestri, (2) merumuskan metode pendugaan persediaan karbon pada tegakan agroforestri dari model yang
5
dihasilkan, dan (3) menilai kemungkinan pengelolaan hutan milik melalui skema perdagangan karbon. Hipotesis Penelitian Atas dasar permasalahan penelitian dapat dirumuskan beberapa hipotesis penelitian berikut: 1. Keragaman potensi serapan dan penyimpanan karbon dalam tegakan agroforestri dapat diidentifikasi dari ciri tipologi pengelolaan agroforestri dan faktor-faktor pengelolaannya. 2. Metode pengukuran dan monitoring karbon dapat ditentukan berdasarkan karakteristik agroforestri dan pengelolaannya dengan melibatkan partisipasi aktif petani atau pengelola lahan. Manfaat Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik sisi akademis maupun implikasi praktis sebagai berikut: 1. Dari sisi akademis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan yang lebih spesifik dalam hal metodologi pengukuran dan monitoring persediaan karbon pada tegakan agroforestri, 2. Dari sisi implikasi praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk : (a) memberikan wawasan dan pengetahuan kepada petani atau kelompok masyarakat pelaku praktek agroforestri dan pihak-pihak yang mungkin berperan mendukung perdagangan karbon berbasis praktek agroforestri dan (b) alat yang dapat digunakan untuk menilai manfaat ekonomi pengelolaan agroforestri sebagai penghasil jasa karbon.