PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tahap pembelian, konsumen seringkali menggunakan persepsi, afektif (perasaan), serta preferensinya untuk memutuskan pembelian suatu produk. Besarnya pengaruh persepsi, afektif (perasaan), dan preferensi terhadap pembelian suatu produk mengindikasikan pentingnya bagi pemasar dan produsen untuk memahami persepsi, afektif (perasaan) serta preferensi konsumen tersebut. Selain para pemasar dan produsen, lembaga penggiat konsumen serta pemerintah pun berkepentingan untuk mengetahui hal tersebut dengan tujuan untuk mendidik dan melindungi konsumen dari praktek penjualan yang dapat merugikan konsumen. Hasil penelitian Yurita (2010), mengenai niat beli konsumen terhadap produk makanan ringan menyatakan bahwa variabel persepsi dan preferensi berpengaruh nyata terhadap niat beli. Studi mengenai persepsi, afektif (perasaan), dan preferensi itu sendiri sudah banyak dilakukan baik terhadap produk, maupun jasa, termasuk terhadap produk pakaian. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pimer manusia. Pakaian memiliki beragam jenis dan desain yang mengikuti perkembangan tren mode. Salah satu jenis pakaian yang kini sedang digemari oleh masyarakat yaitu pakaian batik. Batik merupakan salah satu warisan kebudayaan Indonesia. Istilah batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu amba dan titik. Amba berarti kain, sedangkan titik memiliki arti cara memberi motif pada kain yaitu dengan membuat pola titiktitik dengan menggunakan malam cair (Sa’du 2010). Berdasarkan cara pembuatan motifnya, batik terbagi menjadi dua jenis yaitu batik tulis dan batik cap (Pelangi 2008). Pembuatan motif batik tulis dilakukan secara manual dengan tangan menggunakan alat yang disebut dengan canting. Bahan yang digunakan untuk batik tulis ini adalah bahan katun atau sutera yang memiliki kualitas yang baik. Oleh karena itu, batik jenis ini tergolong lebih memiliki harga jual yang cukup mahal dibandingkan dengan batik yang lain. Pembuatan motif pada batik cap dilakukan dengan menggunakan stempel yang memiliki motif tertentu pada permukaannya. Teknik tersebut memungkinkan para pengrajin batik untuk memproduksi batik dalam jumlah yang banyak. Pada tahun 2008, batik sempat menimbulkan polemik bagi bangsa Indonesia. Polemik ini muncul akibat adanya klaim dari negara tetangga yang
2 mengakui
kepemilikan
atas
batik
tersebut.
Sebagai
upaya
dalam
mempertahankan aset budaya bangsa, pemerintah Indonesia pun berusaha mendaftarkan batik pada badan dunia UNESCO sebagai representative list of intangible cultural heritage. Puncaknya, pada tanggal 2 oktober 2009 batik dikukuhkan sebagai global cultural heritage yang berasal dari Indonesia. Kemudian pemerintah pun menetapkan hari tersebut sebagai Hari Batik Nasional. Adanya pengukuhan batik di mata dunia membuat warga Indonesia semakin bangga untuk menggunakan batik. Pengrajin batik pun kian kreatif mengembangkan inovasi produknya, baik dari segi desain, serta motifnya. Hal tersebut membuat persepsi konsumen akan batik menjadi semakin berkembang. Dahulu batik hanya digunakan sebagai pakaian yang identik dengan acara-acara resmi seperti rapat, dan pesta pernikahan, namun kini batik berkembang menjadi pakaian yang biasa digunakan baik untuk ke kampus, acara formal, nonformal, maupun untuk jalan-jalan santai. Bahkan dalam Peraturan Menteri No. 53 tahun 2009, batik ditetapkan sebagai salah satu pakaian dinas harian bagi pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Hal tersebut cenderung mendorong konsumen, khususnya konsumen Indonesia untuk membentuk afktif atas batik menjadi lebih mencintai warisan budaya Indonesia ini. Maraknya
penggunaan
batik
di
Indonesia
menunjukkan
adanya
kecenderungan akan tingkat kesukaan konsumen terhadap batik yang semakin meningkat. Kini setidaknya masyarakat Indonesia memiliki satu pakaian batik diantara jenis pakaian lainnya. Adanya keinginan konsumen untuk membeli pakaian batik ditunjukkan dengan minat beli terhadap pakaian batik tersebut. Namun, bergabungnya Cina pada perdagangan bebas ASEAN (AFTA)
atau
yang lebih dikenal dengan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mulai tanggal 1 Januari 2010 telah mengkhawatirkan banyak pihak, terutama kalangan produsen tekstil dalam negeri, khususnya produsen batik. Pasalnya Cina mampu menekan biaya pokok produksi serta biaya tenaga kerja yang memungkinkan Cina untuk dapat menawarkan harga produknya dengan harga yang jauh lebih murah. Sebuah kesepakatan di dalam ACFTA pun memberi banyak keuntungan bagi negara tirai bambu tersebut untuk mengefisienkan biaya distribusi. Kesepakatan yang dikenal dengan istilah Common Effective Preferential Tariff (CEPT) menekankan pada persetujuan akan pengurangan berbagai tarif impor
3 dan penghapusan hambatan non-tarif atas perdagangan dalam lingkup ASEAN dan Cina. Alhasil negara Cina pun semakin mampu menekan harga jual produknya. Beredarnya batik cina yang harganya cenderung lebih murah daripada batik lokal cukup memberikan dampak bagi penjualan batik lokal. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan konsumen untuk membeli produk yang harganya lebih murah dan sesuai dengan daya belinya, sehingga pakaian batik dengan harga yang lebih murah cenderung diburu oleh para konsumen Indonesia. Di sisi lain, Indonesia memiliki batik asli yang merupakan warisan kebudayaan Indonesia yang syarat akan nilai-nilai budaya dan patut untuk dilestarikan. Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa, agar terlindung dari praktek penjualan seperti hal diatas, diperlukan pemahaman mengenai persepsi, afektif, dan preferensi terhadap pakaian batik, sehingga pemerintah dapat menyusun strategi untuk dapat memicu minat beli pakaian batik, serta membuat kebijakan yang yang terkait dengan pakaian batik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat persepsi, afektif(perasaan), dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik.
Perumusan Masalah Meningkatnya inovasi akan batik dari segi model dan motifnya, serta adanya kebanggaan masyarakat Indonesia untuk menggunakan pakaian batik telah mendorong kepopuleran akan batik. Adanya peningkatan inovasi tersebut membuat pakaian batik masuk dan populer di berbagai kalangan, termasuk generasi anak muda. Mahasiswa sebagai generasi muda yang cenderung mengenakan pakaian yang sesuai dengan perkembangan tren mode, membuat batik menjadi pakaian yang kian digemari. Selain itu, menurut Hurlock (1980), usia 18-24 th tergolong pada kategori dewasa awal yang cenderung memiliki perhatian kuat terhadap pakaian. Adanya kecenderungan mahasiswa untuk membeli produk yang murah dan sesuai dengan daya belinya membuat mahasiswa lebih memilih untuk membeli produk yang murah, tanpa memperhatikan asal usulnya. Seperti yang telah diketahui, hadirnya batik asal cina di pasar Indonesia yang harganya cenderung lebih murah dengan kualitas yang tidak jauh dari batik lokal, diiringi dengan rendahnya pengetahuan konsumen akan perbedaan antara batik lokal dan batik cina membuat batik asal cina cenderung lebih digemari. Hal tersebut
4 membuat persaingan antara produk batik lokal dan produk batik cina semakin ketat. Untuk dapat melestarikan warisan budaya ini serta meningkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri dengan membeli pakaian batik asli Indonesia, setidaknya harus diketahui terlebih dahulu bagaimana cara menarik minat beli pakaian batik dengan melihat tingkat kesukaan terhadap batik itu sendiri agar batik lokal menjadi dapat lebih diterima dengan melihatnya dari persepsi, afektif, dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik. Berkaca pada faktor-faktor tersebut, penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaanpertanyaan berikut ini: 1. Bagaimana persepsi dan afektif mahasiswa terhadap pakaian batik? 2. Bagaimana preferensi mahasiswa terhadap atribut pakaian batik? 3. Bagaimana minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik? 4. Bagaimana hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik? 5. Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model sikap yang terkait dengan hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik
Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis persepsi dan afektif mahasiswa terhadap pakaian batik. 2. Menganalisis preferensi mahasiswa terhadap atribut batik. 3. Menganalisis minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik. 4. Menganalisis hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik. 5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli pakaian batik.
5 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini diantaranya adalah: 1. Peneliti/Mahasiswa Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pemahaman mengenai perilaku konsumen dalam minat beli terhadap produk pakaian batik, serta bagi pengembangan dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah. 2. Bagi institusi pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah penelitian di bidang perilaku konsumen guna dijadikan referensi untuk penelitian yang berkaitan dengan pendidikan konsumen, serta menambah penelitian yang terkait dengan konsumen. 3. Konsumen Memberikan informasi mengenai persepsi, afektif, dan preferensi konsumen terhadap minat beli pakaian batik sehingga mahasiswa sebagai konsumen yang kritis serta dinilai memiliki kesadaran perilaku akan konsumsi pakaian batik asli Indonesia dapat melakukan sosialisasi guna pelestarian warisan budaya. 4. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam merumuskan kebijakan
yang
terkait
dengan
penjualan
batik
lokal
untuk
dapat
meningkatkan penjualan terkait dengan pelestarian warisan budaya, sehingga pemerintah diharapkan dapat menetapkan kebijakan yang bersifat solutif.