PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan pilar utama bagi pembangunan, karena sangat menentukan kemajuan suatu bangsa. Kualitas sumber daya manusia antara lain dicerminkan oleh derajat kesehatan, yang diantaranya ditentukan oleh kualitas kehamilan wanita. Akar dari kesehatan manusia atau the roots of health berasal dari kesehatan dan status gizi ibu pada saat ibu hamil dan juga sebelum ibu hamil, dimana disimpulkan bahwa keadaan rahim seorang ibulah yang membetuk kesehatan manusia (shaped by life in the womb) agar dapat hidup dengan baik. Dengan demikian penyebab utama hambatan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation), diantaranya adalah akibat dari kurangnya gizi saat ibu hamil. Ibu hamil merupakan kelompok sasaran yang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena ibu hamil merupakan kelompok yang rentan untuk menderita masalah gizi (Depkes RI 2002). Kebutuhan gizi ibu hamil meningkat karena ada dua tubuh yang harus tercukupi kebutuhan akan zat gizinya, yaitu tubuh ibu dan tubuh janin yang sedang tumbuh dan berkembang. Masa kehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan janin menuju masa kelahiran sehingga gangguan gizi yang terjadi pada masa kehamilan akan berdampak besar bagi kesehatan ibu maupun janin. Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia (Soekirman 2003). Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa pada tahun 2005 terdapat 52% ibu hamil mengalami anemia di negara berkembang (WHO 2005). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, anemia pada ibu hamil sebesarv 37,1 persen atau satu diantara wanita hamil menderita anemi (Balitbangkes 2013). Anemia pada ibu hamil di negara berkembang umumnya diduga karena kekurangan zat besi. Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar hemoglobin (Hb) < 11 g/ dl. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat karena berhubungan dengan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas pada saat ibu melahirkan. Ibu hamil yang menderita anemia mempunyai peluang mengalami perdarahan pada saat melahirkan yang dapat berakibat pada kematian. Anemia juga bukan hanya berdampak pada ibu, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita defisiensi zat besi atau anemia kemungkinan besar mempunyai cadangan zat besi yang sedikit atau tidak mempunyai persediaan sama sekali di dalam tubuhnya walaupun tidak menderita anemia. Akibatnya, dapat menderita defisiensi zat besi pada usia remaja dan usia dewasa bila asupan besinya tidak mencukupi (Achadi 2007). School (2005) menyatakan bahwa kekurangan zat besi yang berat pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan cadangan zat besi pada janin dan bayi yang dilahirkan, yang merupakan predisposisi untuk mengalami anemia defisiensi zat besi pada masa bayi. Demikian juga anemia pada ibu hamil berakibat buruk pada pertumbuhan janin, sebagai faktor risiko berat bayi lahir rendah dan meningkatkan kematian perinatal. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, antara lain kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi
1
usus, perdarahan akut dan kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada ibu hamil. Menurut laporan WHO (2005) secara umum penyebab anemia pada ibu hamil dipengaruhi banyak faktor, terdiri dari umur ibu, umur kehamilan, paritas, lingkar lengan bagian atas (LILA), sosial ekonomi (tingkat ekonomi, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan suami), pola konsumsi, dan riwayat kesehatan selama kehamilan. Disamping itu prilaku kesehatan ibu hamil seperti melakukan perawatan selama kehamilan (antenatal care/ ANC) dan konsumsi Tablet Fe merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam menurunkan prevalensi anemi pada ibu hamil. Penelitian faktor risiko anemia di Indonesia sejauh ini banyak dilakukan namun pada skala kecil. Oleh karena itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) telah melakukan penelitian data dasar kesehatan skala nasional (Riskesdas) tahun 2013 yang berpotensi diolah dan dianalisis. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di ambil suatu perumusan masalah yaitu apakah yang menjadi faktor resiko anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil pada level nasional. Rumusan Masalah Anemia defisiensi zat besi merupakan salah satu masalah pada ibu hamil. Beberapa hal yang mempengaruhi anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil adalah karakteristik ibu hamil, Kurang Energi Kronis, penyakit infeksi, konsumsi tablet besi, sanitasi dan kesehatan lingkungan, fasilitas dan pelayanan kesehatan. Zat besi sangat dibutuhkan oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia dan menjaga pertumbuhan janin secara optimal. Kementerian Kesehatan menganjurkan agar ibu hamil mengonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya (Depkes RI, 2001). Pada Riskesdas 2013 menunjukkan konsumsi zat besi dan variasi jumlah asupan zat besi selama hamil di Indonesia sebesar 89,1 persen. Namun diantara yang mengonsumsi zat besi tersebut, hanya 33,3 persen mengonsumsi minimal 90 hari selama kehamilannya. Padahal disisi lain kondisi gizi ibu hamil kurang mendukung kehamilannya, dimana prevalensi risiko KEK wanita hamil umur 15–49 tahun, secara nasional sebanyak 24,2 persen. Dengan demikian diduga bahwa rendahnya konsumsi zat besi minimal 90 hari pada ibu hami, serta tingginya prevalensi risiko KEK wanita hamil berdampak pada masih tingginya permasalahan anemi pada ibu hamil di Indonesia yaitu sebesar 37,1 persen. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: (1) Bagaimana karakteristik ibu hamil yang mengalami anemia? (2) Bagaimana hubungan status Kurang Energi Kronis (KEK) serta karakteristik ibu hamil lainnya (usia, usia kehamilan, paritas dan jarak kehamilan) dengan status anemia pada ibu hamil? (3) Bagaimana hubungan Konsumsi (tablet Fe, kopi, buah dan sayur) dengan status Anemi ibu hamil? (4) Bagaimana hubungan prilaku pemeriksaan selama kehamilan (ANC) dengan status anemi pada ibu haml? 2
(5) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil di Indonesia? Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor resiko anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil di Indonesia. Tujuan khusus penelitian adalah : 1. Mempelajari karakteristik ibu hamil 2. Menganalisis hubungan status Kurang Energi Kronis (KEK) serta karakteristik ibu hamil lainnya (usia, usia kehamilan, paritas dan jarak kehamilan) dengan status anemia pada ibu hamil. 3. Menganalisis hubungan Konsumsi (tablet Fe, kopi, buah dan sayur) dengan status Anemi ibu hamil 4. Menganalisis hubungan prilaku pemeriksaan selama kehamilan (ANC) dengan status anemi pada ibu haml. 5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil dari penelitian ini mampu memberikan informasi dan bermanfaat sebagai bahan untuk penyusunan strategi dan kebijakan gizi oleh para penentu kebijakan dalam penanggulangan masalah gizi anemia pada ibu hamil di Indonesia.
3
METODE Kerangka Teori Status anemi pada ibu hamil salah satunya dipengaruhi secara langsung oleh prilaku konsumsi tablet Fe. Oleh karena itu pemerintah membuat program pemberian tablet Fe pada ibu hamil sebanyak 90 tablet dengan harapan dapat menurunkan prevalensi snemia pada ibu hamil. Namun pada kenyataannya prevalensi anemia pada ibu hamil masih tinggi yaitu 37 % (Balitbangkes 2013), yang diduga karena masih rendahnya proporsi ibu hamil (33.3%) yang mengkonsumsi semua tablet Fe yang diberikan untuk dikonsumsi selama 90 hari selama masa kehamilan. Berdasarkan teori Green dalam Notoatmodjo 2003 digambarkan bahwa prilaku seseorang termasuk perilaku konsumsi dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: Faktor predisposisi (predisposing factors), Faktor pemungkin (enabling factor), dan Faktor penguat (reinforcement factor). Pada penelitian teori Lawrance Green akan digunakan sebagai dasar teori dalam membangun kerangka konsep. Adapun kerangka teori prilaku yang dikemukakan Green dapat dilihat pada Gambar 1. Faktor predisposisi: Pengetahuan Sikap Kepercayaan Keyakinan Nilai-nilai Faktor pendukung: Lingkungan Sarana dan prasarana
Prilaku kesehatan
Faktor pendorong: Sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas lain seperti kelompok referens atau masyarakat
Gambar 1 Kerangka teori yang mempengaruhi prilaku (Green dalam Notoatmodjo 2003) Menurut teori Lawrance Green (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu: a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan
4
b.
c.
sebagainya. Contohnya seorang ibu mau mengkonsumsi tablet Fe secara penuh 90 hari karena tahu bahwa dengan mengkonsumsi tablet Fe tersebut akan memperbaiki status hb dalam darah dan akan terhindar dari anemi yang menjadi faktor risiko terjadinya morbiditas dan mortalitas bagi dirinya maupun janin yang dikandungnya. Faktor pemungkin (enabling factor), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang, tablet Fe dan sebagainya. Contohnya seorang ibu yang sudah tahu masalah anemi, akan mengupayakan untuk mengkonsumsi tablet Fe. Tetapi apakah ibu tersebut mampu untuk mengkonsunsi tablet Fe, akan sangat tergantung pada fasilitas yang ada. Faktor penguat (reinforcement factor), yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun ibu hamil tahu dan mampu untuk berperilaku sehat seperti mengkonsumsi tablet Fe, tetapi ada kemungkinan tidak melakukannya. Contohnya seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil dan di dekat rumahnya ada Polindes, dekat dengan Bidan, tetapi ia tidak mau melakukan periksa hamil karena ibu lurah dan ibu tokoh-tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat Kerangka Konsep
Anemia pada masa kehamilan merupakan masalah kesehatan yang penting untuk ditanggulangi dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Anemia pada ibu hamil adalah salah satu faktor yang menjadi indikator pengukuran keberhasilan pembangunan kesehatan suatu bangsa, yang menggambarkan kemampuan sosial ekonomi dalam memenuhi kebutuhan kuantitas dan kualitas gizi masyarakat (Arisman 2003). Status anemia pada wanita hamil dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara umum ada dua faktor penyebab anemia pada ibu hamil yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Secara langsung, status anemia pada ibu hamil disebabkan oleh status kesehatan, Kurang Energi Kronis (KEK), asupan gizi, konsumsi zat inhibitor penyerapan Fe dan suplement Fe, serta infeksi dan penyakit. Secara tidak langsung, status anemia pada ibu hamil disebabkan oleh karakteristik ibu (usia ibu, usia kehamilan, paritas, jarak kelahiran, dan pemeriksaan kehamilan (ANC), tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan pendapatan), pengetahuan, sikap dan prilaku, akses dan pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal.. Status usia kehamilan meningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%, sehingga dengan penambahan volume plasma akan mengakibatkan pengenceran darah pada ibu hamil. Pengenceran terjadi sejak trimester II kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester III akhir. Pengenceran darah ini akan menyebabkan perubahan
5
kadar hemoglobin ibu hamil sekitar 1 - 1,5 gr% lebih rendah dari kadar hemoglobin sebelum hamil. Usia saat hamil, paritas dan jarak kehamilan merupakan faktor resiko anemia pada ibu hamil. Usia reproduksi yang sehat adalah 20 sampai 35 tahun, sedangkan kehamilan akan beresiko tinggi terjadi pada umur kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun. Paritas merupakan jumlah kelahiran dan Indeks kehamilan resiko tinggi menurut fortney dan E.W. Whitenhorne adalah paritas lebih dari 3 kali. Jarak kehamilan merupakan salah satu penyebab anemia dengan jarak kehamilan yang pendek yaitu kurang dari 2 tahun. Menurut Widiarti (2007), anemia juga diakibatkan oleh rendahnya asupan besi makanan, terutama besi heme yang terjadi secara kronis. Pola makanan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi heme (hewani) yang rendah dan tinggi sumber besi non-heme (nabati). Pada sebagaian menu masyarakat juga mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor pengahambat penyerapan besi yang seringkali memperburuk asupan dan penyerapan besi oleh tubuh. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pemikiran faktor yang berhubungan dengan anemia gizi pada ibu hamil disajikan pada Gambar 2. Status Anemia Ibu Hamil
Asupan Zat Gizi
KONSUMSI: Buah dan sayur Kopi Tablet Fe
Infeksi
Pemeriksaan kehamilan (ANC)
kesehatan Lingkungan
Fasilitas Kesehatan
Pengetahuan dan sikap
Karakteristik Ibu hamil : Usia Ibu hamil Usia Kehamilan LILA, BB, TB Paritas Jarak Kehamilan Pendidikan dan pekerjaan
Karakteristik Keluarga : Tingkat pendidikan Jenis pekerjaan Besar keluarga Pengeluaran rumah tangga
Keterangan : = Variabel yang dianalisis = Variabel yang tidak dianalisis
= Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian 6
Definisi Operasional Ibu hamil adalah wanita yang sedang mengandung janin. Status Anemia pada Ibu Hamil: adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah ibu hamil kurang dari nilai normal dengan kriteria sebagai berikut: 1 = Anemia (bila kadar Hb < 11,0 g/dl} 2 = Tidak Anemia (bila kadar Hb ≥ 11,0 g/dl) Kurang Energi Kronis (KEK) adalah suatu keadaan kekurangan energi dalam waktu yang lama yang dideteksi dengan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA); LILA < 23.5 cm termasuk kategori KEK. 1= Risiko Tinggi (bila LILA < 23.5 cm) 2= Risiko Rendah (bila LILA ≥ 23.5 cm) Umur ibu adalah lamanya ibu hidup dihitung sejak lahir sampai saat wawancara dilakukan yang dinyatakan dalam tahun penuh. Usia dalam risiko kehamilan ibu dibedakan atas : 1 = Risiko Tinggi (bila umur ibu hamil < 20 tahun atau > 35 tahun) 2 = Risiko Rendah (bila umur ibu hamil antara 20 – 35 tahun) (Sumber: Depkes RI 2005) Tingkat pendidikan adalah tingkatan sekolah formal yang telah ditempuh oleh ibu hamil, dikategorikan sebagai berikuta: 1= Rendah (≤ SMP) 2= Tinggi (> SMP) Jarak Kelahiran adalah tenggang waktu antara kelahiran sebelumnya dengan kehamilan terakhir yang dihitung dari tanggal kelahiran anak terakhir sampai tanggal perkiraan kelahiran anak berikutnya yang dinyatakan dalm tahun. Jarak kelahiran dalam risiko kehamilan ibu dibedakan atas: 1= Risiko Tinggi (bila jarak melahirkan < 2 tahun) 2= Risiko Rendah (bila jarak melahirkan ≥ 2 tahun) (Sumber: Depkes RI 2005) Frekuensi kehamilan adalah banyaknya kehamilan yang pernah dialami oleh ibu, baik diakhiri dengan persalinan maupun keguguran. Klasifikasi frekuensi kehamilan atas dasar risiko kehamilan adalah sebagai berikut : 1= Risiko Tinggi (bila Ibu dengan multigravida atau >3 kali) 2= Risiko Rendah (bila Ibu dengan gravida ≤ 3 kali) (Sumber : Manuaba 1998) Antenatal Care (ANC / pemeriksaan kehamilan) adalah frekuensi kunjungan ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya baik di Puskesmas, posyandu, bidan, dokter, maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya, dengan kriteria sebagai berikut : 1= Risiko Tinggi (bila tidak memenuhi kriteria pemeriksaan kehamilan minimal 1 kali pada trimester I (K1), 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III) 2= Risiko Rendah (bila ibu memeriksakan kehamilan minimal 1 kali pada trimester I (K1), 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III.) (Sumber : Depkes RI 2005) Konsumsi Zat Besi adalah konsumsi atau tidaknya ibu hamil akan zat besi selama masa kehamilan. Zat besi yang dimaksud adalah semua konsumsi zat
7
besi dalam bentuk tablet/pil, kaplet, sirup dan lain-lain selama masa kehamilannya termasuk yang dijual bebas maupun multivitamin yang mengandung zat besi. Konsumsi Zat Besi dikategorikan sebagai berikut : 1= Risiko Tinggi (bila tidak memenuhi syarat minimal frekuensi konsumsi besi) 2= Risiko Rendah (bila frekuensi konsumsi tablet besi ≥ 30 x pada timester 1, ≥60x pada trimester 2, ≥ 90x pada trimester 3) (Sumber : Depkes RI 2003). Konsumsi Kopi adalah konsumsi atau tidaknya ibu hamil akan kopi selama masa kehamilan. 1 = Risiko Tinggi (≥ 3 kali per minggu) 2 = Risiko Rendah (< 3 kali per minggu) (Muliaty 2000) Konsumsi Buah adalah konsumsi atau tidaknya ibu hamil akan buah selama masa kehamilan. 1 = Risiko Tinggi (< 4 kali per minggu) 2 = Risiko Rendah (≥ 4 kali per minggu) Konsumsi Sayur adalah konsumsi atau tidaknya ibu hamil akan sayur selama masa kehamilan. 1 = Risiko Tinggi (< 4 kali per minggu) 2 = Risiko Rendah (≥ 4 kali per minggu) Desain Penelitian Desain penelitian ini secara keseluruhan mengacu pada desain penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menggunakan desain cross sectional study, dan mewakili 33 provinsi di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan oleh Tim Riskesdas dari Balitbangkes, Kementerian Kesehatan yang dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013 Populasi dan Sampling Populasi dalam Riskesdas 2013 adalah seluruh ibu hamil di 33 provinsi di Indonesia. Sampel rumah tangga dalam Riskesdas 2013 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk (SP) 2010. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan BPS dengan memilih Blok Sensus (BS) untuk Riskesdas 2013 berdasarkan sampling frame SP 2010, sama dengan metode pengambilan sampel Riskesdas 2010, yaitu sebagai berikut (Balitbangkes 2013): dari 12.000 BS terpilih untuk sampel Riskesdas 2013, berhasil ditemukan dan dikunjungi 11.986 BS (99,9%) yang tersebar di 33 Provinsi, 497 kabupaten/kota. 14 BS dengan rincian 12 BS di Papua, 1 BS di Papua Barat, dan 1 BS di DKI Jakarta tidak berhasil dikunjungi dengan alasan sulit dijangkau, dan penolakan warga setempat. Adapun jumlah rumah tangganya adalah 294.959 dari 300.000 RT yang ditargetkan (98,3%) dengan jumlah anggota rumah tangga (ART) 1.027.763 orang. Berdasarkan SP2010, dengan rata rata jumlah ART per RT adalah 3.8 orang, maka response rate untuk ART adalah 93 persen. Dari 294.959 RT, ada sejumlah 77.830 ART yang tidak bisa dikumpulkan informasinya, karena tidak ada di tempat pada kurun waktu pengumpulan data Riskesdas 2013. Jumlah sampel tersebut, termasuk 8
untuk estimasi kabupaten/kota, provinsi, dan nasional (biomedis) tergantung BS masing-masing. Sampel untuk pengukuran biomedis merupakan sub-sampel dari 3.000 BS yang mewakili provinsi atau sejumlah 1.000 BS. Pada BS yang terpilih untuk biomedis, rumah tangganya dan anggota rumah tangganya selain dikumpulkan variabel kesehatan masyarakat juga dilakukan pengambilan spesimen darah dan urin. Spesimen darah dikumpulkan pada sampel umur ≥1 tahun untuk pemeriksaan malaria, anemia, diabetes mellitus, kolesterol, dan kreatinin. . Untuk pemeriksaan spesimen darah, jumlah sampel umur ≥1 tahun dari 1.000 BS diperkirakan 92.000 orang. Dengan berbagai alasan, antara lain takut dan sakit, maka sampel yang diperoleh menjadi 49.931 orang. Jumlah sampel specimen darah yang dapat digunakan untuk kepentingan analisis hb menjadi 48.404 orang. Untuk kepentingan analisis factor determinan anemi ibu hamil, maka diperoleh sampel ibu hamil sebanyak 7.664 orang, namun yang ada data kadar hb nya hanya 503 orang ibu hamil. Setelah melalui data cleaning, jumlah sampel ibu hamil yang ada data kadar hb nya dan variabel lainnya kumplit berjumlah 452 orang. Instrumen Pengumpul Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari Riskesdas 2013 dalam bentuk electronic files. Data yang digunakan meliputi variabel karakteristik ibu hamil (usia, LILA, paritas, jarak kehamilan, pendidikan dan pekerjaan), konsumsi zat besi, pemeriksaan selama masa kehamilan / ante natal care (ANC), konsumsi kopi, konsumsi buah dan konsumsi sayur serta data kadar Hemoglobin ibu hamil. Cara pengumpulan data dijelaskan sebagai berikut (Balitbangkes 2013): 1. Pengumpulan data rumah tangga dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan Kuesioner RKD13.RT dan Pedoman Pengisian Kuesioner dengan responden adalah Kepala Keluarga atau Ibu rumah Tangga atau Anggota Rumah Tangga yang dapat memberikan informasi. 2. Pengumpulan data individu pada berbagai kelompok usia dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan Kuesioner RKD13.IND dan Pedoman Pengisian Kuesioner dengan responden adalah setiap anggota rumah tangga. Khusus untuk anggota rumah tangga yang berusia kurang dari 15 tahun atau dalam kondisi sakit maka wawancara dilakukan terhadap anggota rumah tangga yang menjadi pendampingnya. 3. Pengambilan data biomedis (hb), dilakukan langsung di lapangan menggunakan alat Hemocue. Bahan dan Pengumpulan Data Karakteristik Ibu Hamil Karakteristik ibu hamil meliputi usia ibu hamil, LILA, paritas, jarak kehamilan, konsumsi zat besi, pendidikan dan pekerjaan. Usia ibu hamil dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu usia dibawah 20 tahun, usia 20 – 35 tahun,
9
diatas 35 tahun. Lingkar lengan atas (LILA) dikategorikan menjadi dua, yaitu LILA normal dan Kurang Energi Kronik (KEK). Paritas dibedakan menjadi dua, yaitu lebih dari dua orang anak dan ≤ 2 orang. Jarak kehamilan dibedakan menjadi dua, yaitu ≤ dua tahun dan > dua tahun. Konsumsi zat besi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu mengkonsumsi zat besi dan tidak mengkonsumsi. Tingkat Pendidikan ibu hamil dikategorikan menjadi 2 kelompok, kelompok pendidikan rendah (≤SMP) dan kelompok pendidikan tinggi (≥SMA). Pekerjaan ibu hamil di kategorikan menjadi bekerja dan tidak bekerja. Tabel 1 Pengkategorian variabel penelitian No. 1. 2.
Variabel Usia ibu hamil
3.
Status gizi (Lingkar Lengan Atas) Frekuensi kehamilan
4.
Jarak kehamilan
5.
Tingkat pendidikan
6.
Konsumsi Tablet Fe Buah dan sayur Kopi
7.
Pemeriksaan kehamilan
8
Status Anemia (Depkes 1996)
Kategori Risiko Tinggi < 20 tahun dan > 35 tahun Risiko Rendah 20-35 Tahun Risiko Tinggi / KEK (< 23.5 cm) Risiko Rendah / Normal (≥23.5 cm) Resiko Tinggi >3 kali Resiko Rendah ≤ 3 kali Resiko Tinggi ≤ 2 tahun Resiko Rendah >2 tahun Risiko Tinggi ≤ SMP Risiko Rendah > SMP Risiko Tinggi Risiko Rendah Risiko Tinggi < 4 hr/mg Risiko Rendah ≥ 4 hr/mg Risiko Tinggi < 3 hr/mg Risiko Rendah ≥ 3 hr/mg Risiko Tinggi (< 1 kl semester 1; 1 kl semester 2 dan 2 kl semester 3) Risiko Rendah (minimal 1 kl semester 1; 1 kl semester 2 dan 2 kl semester 3) Anemia (Hb < 11 g/dl) Normal (Hb ≥ 11 g/dl)
Pengolahan dan analisis data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensia menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 19.0. Analisis data terdiri atas analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian no satu dengan mendeskripsikan setiap variabel baik variabel dependen dan independen dengan gambaran distribusi frekuensinya bentuk statistik deskriptif dalam bentuk jumlah dan persentase. Analisis bivariat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian no 2,3 dan 4 yaitu uji hubungan antara dua variabel, yaitu variabel dependen dengan salah satu independen dengan uji chi square. Untuk menjawab tujuan penelitian no 5 yaitu menganalisis faktor- faktor yang berpengaruh terhadap status anemia ibu hamil, maka akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik.
10
Model yang digunakan adalah sebagai berikut: F Y = Log = 0 + 1 KEK + 2ANC + 3FKH + 4JKH+ 5KFE 1- F +6TPK + 7KSS + 8KSB + 9KSK + 10USI + Keterangan : F β0 - β1 KEK ANC FKH JKH KFE TPK KSS KSB KSK USI
= Fungsi kumulatif = koefisien regresi = status gizi kurang energy kronis = antenatal care (pemeriksaan kehamilan) = frekuensi kehamilan = jarak kehamilan = Konsumsi tablet besi = Tingkat pendidikan = konsumsi sayur = konsumsi buah = konsumsi kopi = Usia Ibu
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Ibu Hamil Usia, Pendidikan, Jarak dan Frekuensi Kehamilan Usia ibu hamil. Usia ibu hamil merupakan salah satu penyebab kehamilan berisiko. Usia ibu hamil yang kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 35 tahun dikategorikan sebagai kehamilan berisiko (Depkes 2005). Menurut Hutabarat dalam Manuaba (1998), bahwa umur kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan faktor risiko untuk menderita anemia, termasuk partus prematur dan perdarahan pasca persalinan. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa ada 24.6 persen ibu hamil dalam usia risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun). Ada kecenderungan proporsi ibu hamil dalam usia risiko tinggi lebih tinggi di perdesaan dari pada di perkotaan, namun berdasarkan analisis Man Whitney perbedaan ini tidak signifikan (p=0.276). Karakteristik ibu hamil terdiri dari usia ibu, pendidikan frekuensi dan jarak kehamilan. Adapun sebaran karakteristik ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran ibu hamil berdasarkan usia, pendidikan, jarak dan frekuensi kehamilan di perdesaan dan perkotaan. Karakteristik Ibu Hamil Usia Ibu <20 dan >35 tahun 20-35 tahun Total Pendidikan ≤ SMP > SMP Total Frekuensi Kehamilan >3 kali ≤ 3 kali Total Jarak Kehamilan <2 tahun ≥ 2 tahun Total
Perdesaan n %
Perkotaan n %
Total n %
p
60 164 224
26.8 73.2 49.6
51 177 228
22.4 77.6 50.4
111 24.6 341 75.4 452 100
0.276
173 51 224
77.2 22.8 49.6
100 128 228
43,9 56.1 50.4
273 60.4 179 39.6 452 100
0.000
39 185 224
17.4 82.6 49.6
34 194 228
14.9 85.1 50.4
73 16.2 379 83.8 452 100
0.471
32 192 224
14.3 85.7 49.6
38 190 228
16.7 83.3 50.4
70 15.5 382 84.5 452 100
0.485
Pendidikan Ibu. Menurut Beard (2000) pendidikan ibu menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil. Ibu yang berpendidikan rendah akan terbatas dalam penggunaan pelayanan kesehatan karena rendahnya perilaku gizi dan kesehatan (Dekker et al. 2010). Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi ibu hamil dengan pendidikan ≤ SMP di perdesaan (77,2%) lebih tinggi dari pada di perkotaan (43.9%). Hasil analisis Man Whitney menunjukkan 12
bahwa pendidikan ibu hamil di perdesaan dan perkotaan berbeda signifikan (p < 0.05). Frekuensi Kehamilan. Dalam setiap kehamilan akan menyebabkan cadangan besi berkurang oleh karena itu perlu diperhatikan frekuensi kehamilan serta jarak kehamilannya, Beard (2000) mengemukakan bahwa kehamilan yang berulang merupakan faktor risiko terjadinya anemia pada ibu hamil. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hami baik di perdesaan (82,6%) maupun di perkotaan (85,1%) mempunyai frekuensi kehamilan terkategori risiko tinggi (> 3 kali). Frekuensi kehamilan di perdesaan dan di perkotaan tidak berbeda signifikan (p=0.471). Jarak Kehamilan. Jarak kehamilan merupakan salah satu factor risiko terjadinya anemia pada ibu hamil. Jarak kehamilan yang baik minimal 2 tahun menjadi sangat penting untuk diperhatikan sehingga tubuh ibu siap untuk menerima janin kembali. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ibu hamil yang jarak kehamilannya dikategorikan risiko tinggi (< 2 tahun) lebih banyak dibandingkan ibu hamil yang jarak kehamilannya dikategorikan risiko rendah (≥ 2 tahun), baik di perdesaan, perkotaan maupun secara keseluruhan. Proporsi usia ibu pada perdesaan dan perkotaan tidak berbeda secara signifikan ( p > 0.05). Status Gizi Ibu Hamil Status gizi ibu hamil yang dianalisis pada penelitian ini adalah status anemia dan status kurang enenrgi kronik (KEK). Anemia lebih sering ditemukan pada masa kehamilan karena selama masa kehamilan keperluan zat-zat gizi bertambah dan adanya perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang (Price et al. 1995). DariTabel 3 terlihat bahwa proporsi ibu hamil anemi (Hb < 11 g/dL) masih tinggi baik di perdesaan maupun perkotaan masih tinggi yaitu masing-masing 37.9% dan 38.2%, ada kecenderungan proporsi ibu hamil anemi di perkotaan lebih tinggi dari pada di perdesaan, namun perbedaan ini tidak signifikan (p=0.963). Namun prevalensi anemia di perdesaan+perkotaan sebesar 38.1% menunjukkan pada kondisi masalah masyarakat kategori sedang (WHO. 2010). Tabel 3 Status gizi ibu hamil Status Gizi Ibu Hamil Status Anemia Anemia Tidak anemia Total Status KEK Risiko Tinggi Risiko Rendah Total
Perdesaan n %
Perkotaan n %
Total n %
p
85 139 224
37.9 62.1 49.6
87 141 228
38.2 61.8 50.4
172 38.1 0.963 280 61.9 452 100
65 159 224
29.0 71.0 49.6
46 182 228
20.2 79.8 50.4
111 24.6 0.029 341 75.4 452 100
13
Kurang energi kronik (KEK) adalah keadaan dimana ibu mengalami kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan – gangguan kesehatan ibu (Depkes RI, 2003). KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain : anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat menyebabkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. KEK ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran dan bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan Berdasarkan hasil pengukuran lingkar lengan ata (LILA) diperoleh hasil bahwa ada kecenderungan proporsi ibu hamil yang KEK di perdesaan (29,0%) lebih tinggi daripada di perkotaan (20,2%), dan perbedaan ini signifikan (p=0.029). Proporsi KEK pada ibu hamil di perdesaan+perkotaan sebesar 24.6% meunjukkan kondisi serius/berat masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan cut off WHO (2010) bahwa prevalensi KEK 20-39% dikategorikan masalah kesehatan masyarakat berat/serius. Kebiasaan Konsumsi Ibu Hamil Kebiasaan konsumsi ibu hamil terdiri dari konsumsi tablet besi, kopi, buah dan sayur. Adapun sebaran kebiasaan konsumsi ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kebiasaan konsumsi ibu hamil Perdesaan n % Frekuensi konsumsi tablet besi 179 79.9 Risiko Tinggi 45 20.1 Risiko Rendah 224 49.6 Total Frekuensi konsumsi kopi 38 17.0 Risiko Tinggi 186 83.0 Risiko Rendah 224 49.6 Total Frekuensi konsumsi buah 167 74.6 Risiko Tinggi 57 25.4 Risiko Rendah 224 49.6 Total Jarak konsumsi sayur 41 18.3 Risiko Tinggi 183 81.7 Risiko Rendah 224 49.6 Total Kebiasaan Konsumsi
14
Perkotaan n %
Total n %
p
171 57 228
75.0 25.0 50.4
350 77.4 102 22.6 452 100
0.212
36 192 228
15.8 84.2 50.4
74 16.4 378 83.6 452 100
0.736
131 97 228
57.5 42.5 50.4
298 65.9 154 34.1 452 100
0.000
39 189 228
17.1 82.9 50.4
80 17.7 372 82.3 452 100
0.739
Frekuensi konsumsi tablet besi. Selama masa kehamilan terjadi pembentukan jaringan-jaringan baru melalui beberapa tahapan tertentu. Jaringanjaringan yang terbentuk, tumbuh dan berkembang dalam rahim tersebut meliputi janin dan jaringan-jaringan lain yang berfungsi sebagai pendukung yang mampu menjaga kelangsungan hidup janin. Selama kehamilan terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kebutuhan zat besi untuk meningkatkan massa sel darah merah serta ekspansi volume plasma untuk pertumbuhan janin (Scholl 2005). Selain itu zat besi juga dibutuhkan untuk membentuk hemoglobin di dalam sel darah merah ibu dan janin. Sehingga selama kehamilan kebutuhan zat besi meningkat sebanyak 30% dibanding tidak hamil. Kebutuhan zat gizi selama kehamilan dapat terpenuhi dari makanan normal yang bervariasi, kecuali kebutuhan akan zat besi. Oleh karena itu, pada trimester kedua dan ketiga, ibu hamil harus mendapatkan tambahan zat besi berupa suplementasi zat besi. Dari Tabel 4 terlihat bahwa banyak ibu hamil (77.4%) yang terkategori risiko tinggi (frekuensi konsumsi tablet besi kurang dari 30 tablet pada trimester 1, kurang dari 60 tablet pada trimester 2 dan kurang dari 90 tablet pada trimester 3). Kondisi ini tidak berbeda signifikan antara di perdesaan dan di perkotaan (p=0.212). Frekuensi konsumsi kopi. Kopi merupakan jenis pangan yang dapat menghambat penyerapan Fe dalam tubuh (Almatsier 2009). Dari Tabel 4 terlihat bahwa ibu hamil yang frekuensi konsumsi kopinya lebih dari 3 kali per minggu masuk pada kategori risiko tinggi lebih sedikit dibandingkan ibu hamil konsumsi kopinya dikategorikan risiko rendah, baik di perdesaan, perkotaan maupun secara keseluruhan. Namun, hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara proporsi frekuensi konsumsi kopi di perdesaan dan perkotaan (p =0.735). Frekuensi konsumsi buah. Buah-buahan banyak mengandung vitamin C, oleh karenanya buah-buahan merupakan salah satu jenis makanan yang dianggap meningkatkan penyerapan Fe dalam tubuh, Namun dari Tabel 4 terlihat bahwa sebagian besar besar ibu hamil (65.9%) terkategori risiko tinggi yaitu frekuensi konsumsi buah < 4 hari per minggu. Proporsi ibu hamil dg frekuensi ≥4 hari/minggu lebih tinggi dibandingkan di perdesaan, dan perbedaan ini signifikan (p=0.000). Frekuensi konsumsi sayur. Sayuran merupakan jenis pangan yang dapat meningkatkan atau menghambat penyerapan Fe dalam tubuh tergantung jenis sayurannya. Dari Tabel 4 terlihat bahwa sebagian besar (82.3%) ibu hamil mengkonsumsi sayuran ≥ 4 hari /minggu. Kondisi ini tidak berbeda signifikan antara di daerah perdesaan dan perkotaan (p=0.739). Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Pelayanan antenatal pada prinsipnya adalah mengenal dan menangani sedini mungkin masalah atau penyulit yang menyertai kehamilan dan saat melahirkan, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinan. Adapun sebaran frekuensi kunjungan antenatal care ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 5.
15
Tabel 5 Frekuensi kunjungan antenatal care ibu hamil Frekuensi kunjungan antenatal care Risiko Tinggi Risiko Rendah Total
Perdesaan n % 68 30,4 156 69,6 224 49.6
Perkotaan n % 45 19,7 183 80,3 228 50.4
Total n % 113 25.0 339 75.0 452 100
p 0.009
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ibu hamil yang frekuensi kunjungan antenatal carenya kurang dari syarat minimal 1x pada semester 1, 1 x pada semester 2 dan 2x pada semester 3 masuk pada kategori risiko tinggi lebih sedikit (25.0%) dibandingkan ibu hamil yang frekuensi kunjungan antenatal carenya dikategorikan risiko rendah (75.0%), baik di perdesaan, perkotaan maupun secara keseluruhan. Hasil analisis statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara proporsi frekuensi kunjungan antenatal care di perdesaan dan perkotaan (p=0.009). Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil Status Kurang Energi Kronik (KEK) Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat gizi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan penurunan gizi mikro. Saat seorang ibu hamil makan, maka sebenarnya ada dua tubuh yang harus tercukupi kebutuhan akan zat gizinya, yaitu tubuh ibu dan tubuh janin yang selalu tumbuh dan berkembang. Masa kehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan janin menuju masa kelahiran sehingga gangguan gizi yang terjadi pada masa kehamilan akan berdampak besar bagi kesehatan ibu dan janin (Almatsier et al. 2011). Oleh karenanya status gizi ibu kurang energy kronik pada ibu hamil apat berdampak pada kejadian anemi ibu hamil juga pada kejadian BBLR. Hubungan status KEK dengan anemia pada ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa baik di perdesaan, perkotaan maupun secara keseluruha (perdesaan+perkotaan) proporsi anemi pada ibu hamil yang KEK lebih tinggi daripada proporsi anemi pada ibu hamil yang tidak KEK. Hasil analisis menunjukkan bahwa status KEK pada ibu hamil merupakan factor risiko pada kejadian anemia dengan OR = 3.243, 95% CI = 1.662 – 6.328 di perkotaan dan OR= 2,27 (CI=1,51-3,44) di perdesaan+perkotaan, artinya ibu hamil yang mengalami KEK di perkotaan mempunyai peluang untuk anemi sebesar 3.243 lebih besar disbanding ibu hamil tidak KEK. Bila digabung perdesaan+perkotaan, mala ibu hamil yang mengalami KEK mempunyai peluang untuk anemi sebesar 2.27 lebih besar disbanding ibu hamil tidak KEK. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Verhoeff et al. (1999) menyatakan bahwa salah satu faktor risiko terjadinya anemia pada ibu hamil adalah KEK atau LILA < 23,5 cm (RR = 1.8; CI = 1.1 – 3.0). Namun hubungan ini diperdesaan tidak sigbifikan (OR = 1.354, 95% CI = 0.752 – 2.439).
16
Tabel 6 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan KEK Status KEK
Status Anemia Anemia Tidak Anemia n % n %
Pedesaan 28 Risiko Tinggi 57 Risiko Rendah 85 Total Perkotaan 28 Risiko Tinggi 59 Risiko Rendah 87 Total Perdesaan+Perkotaan 56 Risiko Tinggi 116 Risiko Rendah 172 Total
Total n
%
OR
43.1 35.8 37.9
37 102 139
56.9 64.2 62.1
65 159 224
29.0 71.0 100
1.354 (0.752–2.439)
60.9 32.4 38.2
18 123 141
39.1 67.6 61.8
46 182 228
20.2 79.8 100
3.243 (1.662–6.328)
50.5 34.0 38.1
55 225 280
49.5 66.0 61.9
111 341 452
24.6 75.4 100
2,27 (1,51-3,44)
Usia Ibu Kesiapan alat reproduksi wanita untuk hamil berhubungan dengan usia ibu hamil. Usia yang terbaik untuk hamil adalah pada usia 20-35 tahun. Pada usia yang terlalu muda (remaja) masih mengalami perkembangan dan pertumbuhan sehingga masih memerlukan banyak zat gizi termasuk asupan zat besi. Bila wanita hamil dengan umur kurang dari 20 tahun, maka asupan zat besi akan menjadi terbagi antara pertumbuhan biologisnya dan janin yang dikandungnya, dan sapat berdampak pada kejadian anemia selama kehamilannya (Depkes RI 2005). Demikian pula dengan umur wanita yang lebih dari 35 tahun, dimana pada usia ini seseorang akan mengalami masa awal degeneratif, sehingga fungsi faal tubuh tidak optimal dibandingkan dengan umur sebelumnya. Oleh karenanya, hamil pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun merupakan kehamilan yang berisiko yang dapat menyebabkan anemi juga dapat berdampak pada keguguran (abortus), bayi lahir dengan berat badan yang rendah (BBLR), dan persalinan yang tidak lancar (komplikasi persalinan). Sehingga faktor usia merupakan faktor yang perlu diperhatikan bagi seorang wanita untuk hamil (Depkes RI 2005). Hubungn usia ibu hamil dengan status anemi dapat dilihat pada Tabel 7. Dari Tabel 7 terlihat bahwa baik di perdesaan, perkotaan maupun secara keseluruha )perdesaan+perkotaan) ada kecenderungan proporsi anemi pada ibu yang hamil pada usia resiko tinggi (< 20 tahun dan > 35 tahun) lebih tinggi dibaning proporsi anemi pada ibu yang hamil pada usia risiko rendah (20-35 tahun). Namun berdasarkan hasil penelitian, hubungan ini tidak signifikan dengan OR = 1.495, 95% CI = 0.820 – 2.727 untuk perdesaan, OR = 0.854, 95% CI = 0.446 – 1.634 untuk perkotaan dan OR=1,149; 95%CI=0.741-1.780 untuk gabungan perdesaan+perkotaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Adam et al (2005) menunjukkan bahwa usia dan paritas tidak signifikan berhubungan dengan anemia, atau menurut Ononge et al. (2014) bahwa usia ibu memiliki hubungan yang lemah dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
17
Tabel 7 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan usia ibu Usia Ibu
Status Anemia Tidak Anemia Anemia n % n %
n
%
27
45.0
33
55.0
60
26.8
58
35.4
106
64.6
164
73.2
85
37.9
139
62.1
224
100
18
35.3
33
64.7
51
22.4
69
39.0
108
61.0
177
77.6
87
38.2
141
61.8
228
100
45 127 172
40.5 37.2 38.1
66 214 280
59.5 62.8 61.9
111 341 452
24.6 75.4 100
Total
OR
Pedesaan
< 20 dan > 35 tahun 20-35 tahun Total Perkotaan < 20 dan > 35 tahun 20-35 tahun Total Perdesaan+Perkotaan < 20 dan > 35 tahun 20-35 tahun Total
1.495 (0.820–2.727)
0.854 (0.446–1.634)
1,149 (0.741-1.780)
Berbeda dengan hasil penelitian, penelitian Aminah (2002) menunjukkan Ibu yang hamil pada umur < 20 tahun dan > 35 tahun akan berisiko terkena anemia sekitar 9.7 kali dibandingkan yang berumur antara 20 sampai dengan 35 tahun. Hal yang sama juga hasil penelitian Amiruddin dan Wahyuddin (2004), yang menyatakan bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun akan berisiko terkena anemia sekitar 2,801 kali dibandingkan yang berumur antara 20 sampai dengan 35 tahun. Bencaiova et al. (2012) menyatakan bahwa usia ibu hamil yang lebih dari 30 tahun secara signifikan mengalami penurunan cadangan besinya meningkat. Dairo dan Lawoyin (2004) menyatakan bahwa usia ibu antara 20-29 tahun (p = 0.011) memiliki risiko yang rendah mengalami anemia saat hamil. Penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA menunjukkan bahwa ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35 tahun. Tingkat Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan menerapkannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan Ibu merupakan salah satu indikator penting yang juga akan membawa pengaruh positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Atmarita dan Fallah 2004). Pendidikan Ibu merupakan salah satu faktor penentu status gizi, dan mortalitas ibu, bayi dan anak. Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan tingkat pendidikan ibu disajikan dalam Tabel 8.
18
Tabel 8 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan tingkat pendidikan ibu Tingkat Pendidikan Ibu
Status Anemia Anemia Tidak Anemia n % n %
Pedesaan 70 ≤ SMP 15 > SMP 85 Total Perkotaan 36 ≤ SMP 51 > SMP 87 Total Perdesaan+Perkotaan ≤ SMP 106 66 > SMP 172 Total
Total
OR
n
%
40.5 29.4 37.9
103 36 139
59.5 70.6 62.1
173 51 224
77.2 22.8 100
1.631 (0.831–3.202)
36.0 39.8 38.2
64 77 141
64.0 60.2 61.8
100 128 228
43.9 56.1 100
0.849 (0.495–1.458)
38.8 36.9 38.1
167 113 280
61.2 63.1 61.9
273 179 452
60.4 39.6 100
1.087 (0.736-1.604)
Dari Tabel 8 terlihat bahwa baik di perdesaan maupun di perdesaan+perkotaan ada kecenderungan proporsi anemi pada ibu yang pendidikannya ≤ SMP (risiko tinggi) lebih tinggi dibanding proporsi anemi pada ibu yang pendidikannya > SMP (risiko rendah). Namun berdasarkan hasil penelitian, hubungan ini tidak signifikan baik di perdesaan (OR = 1.631, 95% CI = 0.831 – 3.202), di perkotaan (OR = 0.849, 95% CI = 0.495 – 1.458) maupun di perdesaan+perkotaan (OR=1.087; 95% CI=0.736-1.604). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jin et al. (2010) yang menyebutkan bahwa prevalensi anemia lebih tinggi pada ibu yang berpendidikan rendah. Frekuensi Hamil Cadangan besi akan berkurang selama kehamilan sehingga perlu diperhatikan frekuensi kehamilan serta jarak kehamilannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan cadangan zat besi ke tingkat normal, dengan syarat bahwa selama masa tenggang waktu tersebut ibu dalam kondisi kesehatan dan mutu makanan baik (Manuaba 1998). Seorang ibu yang sering mengalami kehamilan baik kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran atau abortus (keguguran) akan lebih mudah mengalami defisiensi zat besi akibat berkurangnya cadangan zat besi. Ibu dengan jumlah kehamilan >3 merupakan salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi kehamilan dan persalinan, salah satunya berkaitan dengan kejadian anemia (Manuaba 1998). Lebih lanjut dikatakan bahwa semakin tinggi frekuensi kehamilan maka semakin banyak seorang ibu mengalami kehilangan zat besi karena setiap kehamilan akan menguras cadangan zat besi dalam tubuh ibu sehingga bisa menyebabkan anemia.
19
Tabel 9 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan frekuensi hamil
Frekuensi Hamil
Pedesaan >3 kali ≤3 kali Total Perkotaan >3 kali ≤3 kali Total Perdesaan+Perkotaan >3 kali ≤3 kali Total
Status Anemia Tidak Anemia Anemia (Hb< 11 (Hb > 11 mg/dL) mg/dL) n % n %
Total
n
%
OR
19 66 85
48.7 35.7 37.9
20 119 139
51.3 64.3 62.1
39 185 224
17.4 82.6 100
1.713 (0.854 – 3.436)
11 76 87
32.4 39.2 38.2
23 118 141
67.6 60.8 61.8
34 194 228
14.9 85.1 100
0.743 (0.342 – 1.610)
30 142 172
41.1 37.5 38.1
43 237 280
58.9 62.5 61.9
73 379 452
16.2 83.8 100
1.164 (0.699-1.940)
Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa baik di perdesaan maupun di perdesaan+perkotaan ada kecenderungan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi kehamilannya berisiko tinggi (>3 kali) lebih tinggi dibandingkan proporsi anemi pada ibu hamil yang frekuensi kehamilannya berisiko rendah (≤3 kali). Namun berdasarkan hasil penelitian, hubungan ini tidak signifikan baik di perdesaan (OR = 1.713, 95% CI = 0.854 – 3.436), di perkotaan (OR = 0.743, 95% CI = 0.342 – 1.610), maupun di perdesaan+perkotaan (OR=1,164; 95%CI=0,699-1,940). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatiah (2005) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gravida dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Namun hasil ini berbeda dengan penelitian yang menyebutkan bahwa kehamilan yang berulang (multigravida) merupakan faktor risiko terjadinya anemia pada ibu hamil (Uche-Nwachi et al. 2010; Beard 2000; Verhoeff FH et al. 1999). Jarak Kehamilan Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kehamilan pendek. Jarak kehamilan yang baik minimal 2 tahun menjadi sangat penting untuk diperhatikan sehingga tubuh ibu siap untuk menerima janin kembali. Kebutuhan zat besi selama kehamilan sekitar 1000 mg untuk menunjang perkembangan janin dan persiapan kelahiran. Jarak kehamilan yang kurang dari 24 bulan atau 2 tahun memungkinkan kondisi ibu belum pulih, sehingga zat besi yang ada didalam tubuhnya terbagi untuk pemulihan tubuhnya dan kebutuhan selama kehamilan berikutnya (Patimah 2007). Oleh karena itu seorang wanita setelah melahirkan ataupun keguguran, minimal memerlukan waktu minimal 2 tahun untuk pemulihan dan pemberian nutrisi yang dibutuhkan. Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan jarak kehamilan disajikan dalam Tabel 10.
20
Tabel 10 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan jarak kehamilan Jarak Kehamilan Pedesaan < 2 tahun ≥2 tahun Total Perkotaan < 2 tahun ≥2 tahun Total Perdesaan+Perkotaan < 2 tahun ≥2 tahun Total
Status Anemia Tidak Anemia Anemia n % n %
Total n
%
OR
12 73 85
37.5 38.0 37.9
20 119 139
62.5 62.0 62.1
32 192 224
14.3 85.7 100
0.978 (0.452–2.118)
14 73 87
36.8 38.4 38.2
24 117 141
63.2 61.6 61.8
38 190 228
16.7 83.3 100
0.935 (0.455–1.923)
26 146 172
37.1 38.2 38.1
44 236 280
62.9 61.8 61.9
70 382 452
15.5 84.5 100
0.955 (0.564-1.618)
Tabel 10 menunjukkan bahwa baik di perdesaan, perkotaan maupun perdesaan+perkotaan proporsi anemia pada ibu hamil yang jarak kehamilannya berisiko tinggi (< 2 tahun) lebih rendah dibandingkan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi kehamilannya berisiko rendah (≥2 tahun). Namun berdasarkan hasil penelitian, hubungan ini tidak signifikan baik di perdesaan (OR = 0.978, 95% CI = 0.452 – 2.118), perkotaan (OR = 0.935, 95% CI = 0.455 – 1.923), ataupun di perdesaan+perkotaan (OR=0.955; 95%CI=0.564-1.618). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sutomo (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna (p=0.012) antara jarak kelahiran dengan anemia pada ibu hamil. Selain itu studi yang dilakukan oleh Amirudddin dan Wahyuddin (2004) menyatakan bahwa ibu hamil yang mempunyai jarak kehamilan < 2 tahun berisiko 2.3 kali terkena anemia. Frekuensi Konsumsi Tablet Besi WHO merekomendasikan suplementasi besi dan asam folat harian untuk memenuhi kebutuhan besi ibu hamil sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya berat badan bayi lahir rendah (BBLR), anemia pada ibu hamil, dan defisiensi besi. Di Indonesia, rekomendasi konsumsi suplemen besi adalah 60 mg besi elemental dan 0.25 mg asam folat per hari atau 1 tablet per hari yang dikonsumsi paling sedikit 90 tablet selama kehamilan (Depkes RI 1995). Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan frekuensi konsumsi tablet besi disajikan dalam Tabel 11. Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa di perdesaan dan di perdesaan+perkotaan ada kecenderungan proporsi anemia pada ibu hamil yang mengonsumsi tablet besi < 30 tablet pada trimester 1, < 60 tablet pada trimester 2 dan < 90 tablet pada trimester 3 masuk pada kategori risiko tinggi lebih rendah dibandingkan proporsi anemia pada ibu hamil mengonsumsi tablet besi ≥30 tablet pada trimester 1, ≥60 tablet pada trimester 2 dan ≥90 tablet pada trimester 3 masuk dalam kategori risiko rendah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 21
hubungan yang signifikan di perdesaan (OR = 0.507, 95% CI = 0.262 – 0.981), namun tidak signifikan di perkotaan (OR = 0.976, 95% CI = 0.527 – 1.807) dan di perdesaan+perkotaan (OR=0,721; 95%CI=0,461-1,128). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Khambalia et al (2009) menunjukkan bahwa suplementasi besi yang diberikan pada ibu hamil tidak menurunkan anemia dan meningkankan status besi, namun pada wanita yang tidak hamil berlaku sebaliknya. Selain itu Cogswell et al (2003) menyatakan bahwa suplementasi besi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prevalensi anemia. Tabel 11 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan konsumsi tablet besi Konsumsi Tablet Besi
Status Anemia Anemia Tidak Anemia n % n %
Pedesaan 62 Risiko Tinggi 23 Risiko Rendah 85 Total Perkotaan 65 Risiko Tinggi 22 Risiko Rendah 87 Total Perdesaan+Perkotaan 127 Risiko Tinggi 45 Risiko Rendah 172 Total
Total
OR
n
%
34.6 51.1 37.9
117 22 139
65.4 48.9 62.1
179 45 224
79.9 20.1 100
0.507 (0.262–0.981)
38.0 38.6 38.2
106 35 141
62.0 61.4 61.8
171 57 228
75.0 25.0 100
0.976 (0.527–1.807)
36.3 44.1 38.1
223 57 280
63.7 55.9 61.9
350 102 452
77.4 22.6 100
0.976 (0.527–1.807)
Hal yang berbeda ditunjukkan dalam penelitian Menon et al. (2013) yang menyatakan bahwa ibu hamil yang mengonsumsi suplemen besi > 7 hari dalam sebulan dapat meningkatkan status besi. Penelitian di Vietnam menunjukkan bahwa konsumsi tablet besi (p<0.05) berkorelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin pada ibu hamil (Aikawa et al. 2006). Suplementasi besi dapat meningkatkan konsentrasi hemoglobin ibu hamil secara signifikan pada trimester 2 dan 3 (0.4% dan 0.7%, p=0.017 dan p<0.001). Resiko anemia menurun dengan mengkonsumsi tablet besi (p=0.041) (Aikawa et al. 2008). Penelitian Alem et al. 2013 juga menunjukkan bahwa konsumsi suplemen besi merupakan faktor protektif terjadinya anemia (AOR=0.140, 95% CI=0.051-0.383). Mirzaie et al. (2010) menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil adalah paritas, merokok, dan tidak mengonsumsi suplemen besi. Penelitian Basri (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet besi dan status anemia (p<0.000; OR=14.8; CI=5.241.6). Frekuensi Konsumsi Kopi Anemia gizi sering dihubungkan dengan konsumsi makanan yang rendah kandungan zat besinya, serta faktor yang dapat meningkatkan dan menghambat absorbsi zat besi. Terdapat beberapa jenis makanan yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas besi yang dikategorikan sebagai pelancar dan penghambat zat besi. Golongan bahan pelancar yaitu ikan, sayur dan buah, dan vitamin C. 22
Sedangkan yang tergolong zat penghambat adalah kopi, teh, asam oksalat, dan serat (Arisman 2008). Tannin yang terdapat dalam teh dan kopi dapat menurunkan absorbsi besi, untuk kopi sampai 40% dan 85% untuk teh Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan frekuensi konsumsi kopi disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan konsumsi kopi Konsumsi Kopi
Status Anemia Anemia Tidak Anemia n % n %
Pedesaan 13 ≥3 kali per minggu 72 < 3 kali per minggu 85 Total Perkotaan 14 ≥3 kali per minggu 73 < 3 kali per minggu 87 Total Perdesaan+Perkotaan 27 ≥3 kali per minggu < 3 kali per minggu 145 172 Total
Total n
OR
%
34.2 38.7 37.9
25 114 139
65.8 61.3 62.1
38 186 224
17.0 83.0 100
0.823 (0.396–1.712)
38.9 38.0 38.2
22 119 141
61.1 62.0 61.8
36 192 228
15.8 84.2 100
1.037 (0.500–2.154)
36.5 38.4 38.1
47 233 280
63.5 61.6 61.9
74 378 452
16.4 83.6 100
0.923 (0.551-1.548)
Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa ada kecenderungan proporsi anemia pada ibu hamil yang konsumsi kopinya ≥3 kali per minggu (risiko tinggi) lebih rendah dibandingkan proporsi anemia pada ibu hamil yang konsumsi < 3 kali per minggu (risiko rendah). Namun berdasarkan hasil penelitian, hubungan ini tidak signifikan baik di perdesaan (OR = 0.823, 95% CI = 0.396 – 1.712}, perkotaan (OR = 1.037, 95% CI = 0.500 – 2.154) maupun di perdesaan+perkotaan (OR=0,923; 95%CI=0,551-1.548). Hasil ini berbeda dengan penelitian Munoz et al. (1988) yang menunjukkan bahwa konsumsi kopi mungkin berpengaruh terhadap anemia ibu hamil. Frekuensi Konsumsi Buah Buah-buahan merupakan jenis makanan yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas besi yang dikategorikan sebagai pelancar penyerapan zat besi (Arisman 2008). Konsumsi buah yang teratur merupakan factor protekstif pada kejadian anemi. Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan frekuensi konsumsi buah disajikan dalam Tabel 13. Data pada Tabel 13 menunjukkan adanya keenderungan proporsi anemi pada ibu hamil dengan risiko tinggi (frekuensi konsumsi buahnya < 4 hari/mg) baik di perdesaan, perkotaan maupun di perdesaan+perkotaan lebih rendah diibanding pada ibu hamil dengan risiko rendah (frekuensi konsumsi buahnya ≥ 4 hari/mg). Namun hubungan ini tidak signifikan dengan odds ratio masing-masing untuk perdesaan OR = 0.651, 95% CI = 0.354 – 1.199, perkotaan 0.797, 95% CI = 0.465 – 1.367, dan perdesaan+perkotaan (OR=0.736; 95%CI=0.495-1.096). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Obse et al. (2013) yang menunjukkan bahwa mengoksumsi buah dan sayur kurang dari sekali per hari merupakan faktor yang berhubungan dengan anemia (OR = 6.7, 95% CI: 2.49-17.89). 23
Tabel 13 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan frekuensi konsumsi buah Frekuensi Konsumsi Buah
Status Anemia Anemia Tidak Anemia n % n %
Pedesaan 59 < 4 hari per minggu 26 ≥ 4 hari per minggu 85 Total Perkotaan 47 < 4 hari per minggu 40 ≥ 4 hari per minggu 87 Total Perdesaan+Perkotaan 106 < 4 hari per minggu 66 ≥ 4 hari per minggu 172 Total
Total n
%
OR
35.3 45.6 37.9
108 31 139
64.7 54.4 62.1
167 57 224
74.6 25.4 100
0.651 (0.354–1.199)
35.9 41.2 38.2
84 57 141
64.1 58.8 61.8
131 97 228
57.5 42.5 100
0.797 (0.465 –1.367)
35.6 42.9 38.1
192 88 280
64.4 57.1 61.9
298 154 452
65.9 34.1 100
0.736 (0.495-1.096)
Frekuensi Konsumsi Sayur Sayuran merupakan jenis makanan yang dapat mrningkatkan maupun menurunkan penyerapan Fe dalam tubuh, tergantung pada jenis sayuran yang dikonsumsi. Jenis sayuran yang dapat meningkatkan penyerapan Fe dalam tubuh diantaranya kacang panjang, katuk, kangkung dan sawi. Sedangkan jenis sayuran yang dapat menghambat penyerapan Fe dalam tubuh diantaranya daun singkong, buncis, daun kelor dan daun pakis (Almatsier 2009). Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan frekuensi konsumsi sayur disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan frekuensi konsumsi sayur Frekuensi Konsumsi Sayur
Status Anemia Anemia Tidak Anemia n % n %
Pedesaan 12 < 4 hari per minggu 73 ≥ 4 hari per minggu 85 Total Perkotaan 16 < 4 hari per minggu 71 ≥ 4 hari per minggu 87 Total Perdesaan+Perkotaan 28 < 4 hari per minggu 144 ≥ 4 hari per minggu 172 Total
Total n
%
OR
29.3 39.9 37.9
29 110 139
70.7 60.1 62.1
41 183 224
18.3 81.7 100
0.624 (0.299 – 1.300)
41.0 37.6 38.2
23 118 141
59.0 62.4 61.8
39 189 228
17.1 82.9 100
1.156 (0.573 – 2.334)
35.0 38.7 38.1
52 228 280
65.0 61.3 61.9
80 372 452
17.7 82.3 100
0.853 (0.515-1.412)
24
Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa ada kecenderungan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi konsumsi sayurnya < 4 hari per minggu (risiko tinggi) baik di perdesaan maupun keseluruhan kecuali di perkotaan lebih rendah dibandingkan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi konsumsi sayurnya ≥ 4 hari per minggu (risiko rendah). Namun berdasarkan hasil analisis, hubungan ini tidak signifikan dengan OR = 0.624, 95% CI = 0.299 – 1.300 untuk perdesaan, OR = 1.156, 95% CI = 0.573 – 2.334 untuk perkotaan, dan OR=0.853; 95%CI=0.515-1.412 untuk perdesaa+perkotaan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Obse et al. (2013) yang menunjukkan bahwa mengoksumsi buah dan sayur kurang dari sekali per hari merupakan faktor yang berhubungan dengan anemia (OR = 6.7, 95% CI: 2.49-17.89). Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Antenatal care merupakan salah satu cara yang dipercaya untuk mengurangi kematian ibu hamil (WHO 1994), sehingga akses ibu terhadap pelayanan antenatal menjadi prioritas baik di negara maju maupun berkembang (Villar dan Bergsio 1997). Pelayanan antenatal pada prinsipnya adalah mengenal dan menangani sedini mungkin masalah atau penyulit yang menyertai kehamilan dan saat melahirkan, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinan. Salah satu masalah yang sering menyertai kehamilan dan dapat menjadi faktor penyulit pada saat melahirkan adalah anemia. Ibu hamil yang mengalami anemia memungkinkan terjadinya partus premature, perdarahan pada saat melahirkan, melahirkan bayi dengan berat badan rendah, serta dapat meningkatkan kematian perinatal (Manuaba 1998). Dengan melakukan pemeriksaan secara teratur hal seperti ini dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin. Tabel 15 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan antenatal care Antenatal Care
Status Anemia Anemia Tidak Anemia n % n %
Pedesaan 31 Risiko Tinggi 54 Risiko Rendah 85 Total Perkotaan 18 Risiko Tinggi 69 Risiko Rendah 87 Total Perdesaan+Perkotaan 49 Risiko Tinggi 123 Risiko Rendah 172 Total
Total n
%
OR
45.6 34.6 37.9
37 102 139
54.4 65.4 62.1
68 156 224
30.4 69.6 100
1.583 (0.886 – 2.827)
40.0 37.7 38.2
27 114 141
60.0 62.3 61.8
45 183 228
19.7 80.3 100
1.101 (0.565 – 2.146)
43.4 36.3 38.1
64 216 280
56.6 63.7 61.9
113 339 452
25.0 75.0 100
1.345 (0.872-2.073)
Data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa baik di perdesaan, perkotaan maupun secara keseluruhan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi kunjungan antenatal care masuk dalam kategori risiko tinggi (kurang dari syarat
25
minimal 1x pada semester 1, 1 x pada semester 2 dan 2x pada semester 3) lebih tinggi dibandingkan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi kunjungan antenatal care masuk dalam kategori risiko rendah (minimal 1x pada semester 1, 1 x pada semester 2 dan 2x pada semester 3). Namun berdasarkan hasil penelitian, hubungan ini tidak signifikan dengan odds ratio untuk perdesaan OR = 1.583, 95% CI = 0.886 – 2.827, untuk perkotaan OR = 1.101, 95% CI = 0.565 – 2.146 dan untuk gabungan perdesaan+perkotaan OR=1,345; 95%CI=0,872-2.073. Hasil penelitian ini brtbrda dengan hasil penelitian Basri (2011) yang menunjukkan bahwa antenatal care merupakan factor protektif. Hal ini disebabkan ibu hamil yang rutin melakukan kunjungan ke tempat pelayanan kesehatan akan mendapatkan pemeriksaan antenatal, sehingga memperoleh manfaat baik terhadap diri maupun janin yang dikandung. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Anemia bu Hamil Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan Regresi logistik. Analisis ini digunakan untuk menemukan determinan dan odd rasio atau peluang terjadinya anemia pada ibu hamil. Peubah tergantung di buat dikotomi yaitu anemia = 1 dan tidak anemia = 2. Demikian juga peubah bebas dikategorikan agar dapat membandingkan risiko dari suatu peubah pada kejadian anemi ibu hamil. Pengkategorian didasarkan pada kategori yang sudah umum dilakukan sehingga mrmudahkan perbandungan hasil pada penelitian lain, dan memudahkan pengembangan acuan kebijakan atau program. Peubah yang dimasukkan pada model adalah semua peubah baik yang berhubungan signifikan maupun tidak terhadap kejadian anemi ibu hamil berdasarkan analisis chi square. Oleh karenanya metode pengolahan dan analisis regresi logistik dengan software SPSS digunakan metode backward. Hasil analisis regresi logistik disajikan pada Lampiran 1. Hasil analisis menunjukkan hanya status gizi KEK dengan kategori KEK dan normal yang berpengaruh terhadap kejadian anemia yaitu dengan OR = 1.975; 90% CI = 1.372-2.843, artinya ibu hamil dengan status KEK mempunyai risiko anemi 1.975 kali dibanding ibu hamil dengan status gizi normal dengan R2 = 0.028. Adapun model regresi logistiknya adalah: F Log = -0.018 + 0.681 KEK 1- F Keterangan: KEK = Status Gizi Ada yang menarik dari hasil analisis regresi logistic antara hasil analisis yang dibedakan antara perdesaan dan perkotaan., yaitu adanya perbedaan peubah yang berpengaruh terhadap kejadian anemi ibu hamil. Hasil analisis regresi logistik berdasarkan daerah perdesaan disajikan pada Lampiran 2. Hasil analisis berdasarkan daerah perdesaan menunjukkan hal yang berbeda dengan hasil analisis daerah perkotaan maupun total perdesaan dan perkotaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa status gizi KEK tidak signifikan berpengaruh terhadap kejadian anemi pada ibu hamil, tetapi yang berpengaruh adalah ANC dan konsumsi tablet besi. ANC dengan kategori risiko tinggi (tidak memenuhi salah
26
satu) dan risiko rendah (1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3) berpengaruh terhadap kejadian anemi pada ibu hamil dengan OR = 1.697; 90% CI = 1.0342.785, artinya ibu hamil yang terkategori risiko tinggi pada ANC (tidak memenuhi salah satu pemeriksaan kehamilan yaitu 1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3) mempunyai risiko anemi 1.697 kali dibanding ibu hamil dengan kategori risiko rendah pada ANC (melakukan pemeriksaan kehamilan 1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3). Dengan kata lain ANC yang tidak kumplit merupakan factor risiko pada kejadian anemi ibu hamil di daerah perdesaan. Namun hal yang bertentangan dari hasil olah regresi logistic di perdesaan adalah konsumsi tablet Fe. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsumsi tablet fe yang tidak memenuhi syarat minimal (90 tablet) mempnyai peluang lebih kecil untuk anemi disbanding yang memenuhi syarat minimal konsumsi tablet Fe, dengan OR = 0.475; 90% CI = 0.271-0.834. Adapun model regresi logistiknya adalah: F Log = 0.286 + 0.529 ANC – 0.744 TFE 2- F Keterangan: ANC = Ante natal care TFE = Konsumsi tablet Fe Hasil analisis regresi logistik berdasarkan daerah perkotaan disajikan pada Lampiran 3. Hasil analisis berdasarkan daerah perkotaan menunjukkan hal yang berbeda dengan hasil analisis daerah perdesaan, yaitu hanya status gizi KEK dengan kategori KEK dan normal yang berpengaruh terhadap kejadian anemi pada ibu hamil yaitu dengan OR = 3,243; 90% CI = 1,850-5,683, artinya ibu hamil dengan status KEK mempunyai risiko anemi 3.243 kali dibanding ibu hamil dengan status gizi normal. Adapun model regresi logistiknya adalah: F Log = -0.442 + 1.176 KEK 3- F Keterangan: KEK = Status Gizi
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tidak banyak perbedaan karakteristik ibu hamil di perdesaan dengan di perkotaan. Yang berbeda signifikan adalah proporsi pendidikan ibu hamil, konsumsi buah, ANC dan proporsi ibu hamil KEK. Pendidikan ibu hamil, konsumsi buah dan ANC di perkotaan lebih baik daripada di perdesaan. Namun proporsi ibu hamil yang KEK di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. Peubah yang berhubungan dengan kejadian anemia di perdesaan adalah konsumsi zat besi, sedangkan peubah yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di perkotaan dan di perdesaan+perkotaan yaitu status KEK. Dimana berdasarkan analisis bivariate Status KEK pada ibu hamil di perkotaan berpeluang 3.243 kali pada kejadian anemia dibanding ibu hamil tidak KEK. Status KEK pada ibu hamil di perdesaan+perkotaan berpeluang 2.27 kali pada kejadian anemia dibanding ibu hamil tidak KEK. Determinan utama kejadian anemi pada ibu hamil secara keseluruhan (perdesaan+perkotaan) adalah status gizi KEK. Ibu hamil dengan status KEK mempunyai risiko untuk anemi 1.975 kali dibanding ibu hamil dengan status gizi normal. Determinan utama kejadian anemi pada ibu hamil di perdesaan adalah ANC. ibu hamil yang terkategori risiko tinggi pada ANC (tidak memenuhi salah satu pemeriksaan kehamilan yaitu 1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3) mempunyai risiko untuk anemi 1.697 kali dibanding ibu hamil dengan kategori risiko rendah pada ANC (melakukan pemeriksaan kehamilan 1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3). Dengan kata lain ANC yang tidak kumplit merupakan factor risiko pada kejadian anemi ibu hamil di daerah perdesaan. Berbeda dengan perdesaan, di perkotaan determinan utama kejadian anemi pada ibu hamil adalah status gizi KEK. Ibu hamil dengan status KEK di perkotaan mempunyai risiko untuk anemi 3.243 kali dibanding ibu hamil dengan status gizi normal. Saran Determinan utama kejadian anemi pada ibu hamil adalah status gizi KEK dan ANC. Oleh karena itu harus dikuatkan kembali surveilans gizi ibu hamil diikuti dengan intervensi baik yang bersifat spesifik maupun sensitif, sehingga KEK pada ibu hamil segera teratasi dan tidak berlanjut pada kejadian anemi atau bahkan pada kejadian melahirkan BBLR. Demikian juga perlu ditingkatkan frekuensi ANC melalui dua hal yaitu peningkatan demand dan supply. Peningkatan demand dapat dilakukan melalui edukasi, sehingga ibu hamil akan dengan kesadaran sendiri melakukan pemeriksaan kehamilan. Disisi lain demand dapat dilakukan dengan mendekatkan fasilitas playanan kesehatan dasar pada ibu hamil. Misalnya dengan adanya pemeriksaan ibu hamil di posyandu oleh bidan setiap bulannya.
28
DAFTAR PUSTAKA Adam I, Khamis AH, Elbashir MI. 2005. Prevalence and risk factors for anaemia in pregnant women of eastern Sudan. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene. Volume 99, Issue 10, October 2005, Pages 739–743. [abstrak] Adebisi O, Stayhorn G. 2005. Anemia in Pregnancy and Race in the United States:Blacks at Risk. Health Services Research journal: volume 37 no. 9, . 655-662, Oktober 2005. Aikawa R, Nguyen CK, Sasaki S, Binns CW. 2006. Risk factors for irondeficiency anaemia among pregnant women living in rural Vietnam. Public Health Nutr: 9(4), 443–44. Aikawa R, Jimba M, Nguyen CK, Binns CW. Prenatal iron supplementation in rural Vietnam. Eur J Clin Nutr. 2008; 62(8):946-952. Alem M, Enagwaw B, Gelaw A, Kena T, Seid M, Olkeba Y. Prevalence of anemia and associated risk factors among pregnant women attending antenatal care in Azezo Health Center Gondar Toen, Northwest Ethiopia. J Interdiscipl Histopathol 2013; 1(3): 137-144. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. . Soetardjo S dan Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Aminah, 2002. Analisis Faktor Risiko Kejadian anemia Pada Ibu Hamil Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah. Tesis Program Pascasarjana FKM Universitas Hasanuddin, Makassar. Amiruddin dan Wahyuddin. 2004. Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil di Puskesmas Mantimurung Maros (Laporan). FKM Universitas Hasanuddin, Makassar Arisman. 2008. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi Dalam Daur Kehidupan Edisi 2. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Di dalam: Soekirman et al., editor. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia hlm 153. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Basri AF. 2011. Faktor yang berhubungan dengan anemia ibu hamil di wilayah kerja puskesmas wajo, kota Bau-Bau provinsi Sulawesi Tenggara. Thesis. Bogor (ID):Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
29
Bencaiova G, Burkhardt T, Breymann C. 2012. Anemia—prevalence and risk factors in pregnancy. European Journal of Internal Medicine Volume 23, Issue 6, September 2012, Pages 529–533.[ abstrak] Christian P. 2010. Maternal Height and Risk of Child Mortality and Undernutrition. JAMA. 303(15):1539-1540. doi:10.1001/jama.2010.469. Cogswell ME, Parvanta I, Ickes L, Yip R, Brittenham G. 2003. Iron supplementation during pregnancy, anemia, and birth weight: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr 2003;78:773–81. Dairo MD, Lawoyin TO. 2004. Socio-demographic determinants of anaemia in pregnancy at primary care level: a study in urban and rural Oyo State, Nigeria. Afr J Med Med Sci. Sep;33(3):213-7. [abstrak]. Dekker LH, Mora-Plazas M, Marin C, Baylin A, Villamo E. 2010. Stunting associated with poor socioeconomic and maternal nutrition status and respiratory morbidity in Colombian school children. Food and Nutrition Bulletin. 31:2. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes RI. . 2005. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan untuk Petugas). Jakarta (ID): Depkes RI. . 2005. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Fink G, Gu¨nther I, Hill K. 2011. The effect of water and sanitation on child health: evidence from the demographic and health surveys 1986–2007. International Journal of Epidemiology. 1–9. doi: 10.1093/ije/dyr102. Franziska Staubli Asobayire, Pierre Adou, Lena Davidsson, James D Cook, and Richard F Hurrell 2001. Prevalence of iron deficiency with and without concurrent anemia in population groups with high prevalences of malaria and other infections: a study in Côte d‘Ivoire1–3 Am J Clin Nutr ;74:776– 82. Gibson RS. 2005. Principal of Nutrition Assesment. Oxford: Oxford University Press. Green L. 1980. Health Education Planning A Diagnostic Approach. Baltimore: The John Hopkins Univeristy, Mayfield Publishing Co. Hammond K. 2008. Assesment: dietary and clinical data. Di dalam: Mahan K, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food Nutrition and Diet Therapy 12th Edition. Missouri: Saunders Elsevier. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor (ID) : Departemen GMSK, FAPERTA IPB. Juanita. 2002. Peran asuransi kesehatan dalam benchmarking rumah sakit dalam menghadapi krisis ekonomi
30
Joyce C McCann and Bruce N Ames. 2007. An overview of evidence for a causal relation between iron deficiency during development and deficits in cognitive or behavioral function1–3 Am J Clin Nutr ;85:931– 45. Kar BR, Rao SL, Chandramouli BA. 2008. Cognitive development in children with chronic protein energi malnutrition. Behavioral and Brain Functions. 4:31. doi:10.1186/1744-9081-4-31. Khambalia AZ, O’connor DL, Macarthur C, Dupuis A, Zlotkin SH. 2009. Periconceptional iron supplementation does not reduce anemia or improve iron status among pregnant women in rural Bangladesh. Am J Clin Nutr; 90:1295–302 Lindsay H Allen. 2000. Anemia and iron deficiency: effects on pregnancy outcome. Am J Clin Nutr 71:1280S–4S. Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “GI-PSI-SEHAT” Bagi Ibu serta Dampaknya terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Menon KC, Ferguson EL, Thomson CD, Gray AR, Zodpey S, Saraf A, Das PK, Pandav CS, Skeaff SA. 2013. Iron status of pregnant Indian women from an area of active iron supplementation. Nutrition Volume 30, Issue 3, March 2014, Pages 291–296. [abstrak] Mirzae F, Eftekhari N, Goldozeian S, Mahdavinia J. 2009. Prevalence of anemia risk factors in pregnant women in Kerman, Iran. Iranian Journal of Reproductive Medicine Vol.8. No.2. pp: 66-69, Spring 2010 Munoz L, Lonnerdal, Keen CL, Dewey KG. 1988. Coffee consumption as a factor in iron deficiency anemia among pregnant women and their infants in Costa Rica. Am J Clin Nutr 1988;48:645-5 1. Mary E Cogswell, Ibrahim Parvanta, Liza Ickes, Ray Yip, and Gary M Brittenham. 2003. Iron supplementation during pregnancy, anemia, and birth weight: a randomized controlled trial1–3 Am J Clin Nutr ;78:773–81. Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Nyakeriga AM, Troye-Blomberg M, Chemtai AK, Marsh K, Williams TN. 2004. Malaria and nutritional status in children living on the coast of Kenya. Am J Clin Nutr. 80:1604 –10. Nynke R van den Broek and Elizabeth A Letsky. 2000. Etiology of anemia in pregnancy in south Malawi. Am J Clin Nutr 72:247S–56S Obse N, Mossie A, Gobena T. 2013. Magnitude of anemia and associated risk factors among pregnant women attending antenatal care in shalla woreda, west arsi zone, oromia region, ethiopia. Ethiop J Health Sci. Vol. 23, No. 2 July 2013.
31
Ononge S, Campbell O, Mirembe F. 2014. Haemoglobin status and predictors of anaemia among pregnant women in Mpigi, Uganda. BMC Research Notes 2014, 7:712. Özaltin E, Hill K, Subramanian SV. 2010. Association of Maternal Stature With Offspring Mortality, Underweight, and Stunting in Low- to Middle-Income Countries. JAMA. 303 (15): 1507-1516. Parul Christian, Farhana Shahid, Arjumand Rizvi, Rolf DW Klemm, and Zulfiqar A Bhutta. 2009. Treatment response to standard of care for severe anemia in pregnant women and effect of multivitamins and enhanced anthelminthics1– 3 Am J Clin Nutr ;89:853–61. Price, A Silvana, Lorraine M. Wilson, 1995. Pato Fisioplogi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta Rahmatiah M. 2005. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo. (Tesis) FKM Universitas Hasanuddin, Makassar. Regina Moench-Pfanner,†2 Saskia de Pee,† Martin W. Bloem,†** Dorothy Foote,* Soewarta Kosen,‡ and Patrick Webb†. 2005. Food-for-Work Programs in Indonesia Had a Limited Effect on Anemia. J. Nutr. 135: 1423– 1429. Richard W. Steketee, Bernard L. Nahlen, Monica E. Parise, and Clara Menendez. 2001. The Burden Of Malaria In Pregnancy In Malaria-Endemic Areas Am. J. Trop. Med. Hyg., 64(1, 2)S, 2001, pp. 28–35 Sean R. Lynch. 2011 Why Nutritional Iron Deficiency Persists as a Worldwide Problem. J. Nutr. 141: 763S–768S. Sediaoetama AD. 1993. Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Dian Rakyat. SG Hinderaker1, BE Olsen, RT Lie, PB Bergsjø, P Gasheka, GT Bondevik, R Ulvik and G Kva°le. 2002. Anemia in pregnancy in rural Tanzania: associations with micronutrients status and infections European Journal of Clinical Nutrition 56, 192–199 Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya: untuk keluarga dan masyarakat. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Sukarni M. 1989. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sutomo, I Kadek. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Ibu Hamil di Puskesmas Amonggedo Baru Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008. Thesis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
32
Theresa O Scholl. 2005. Iron status during pregnancy: setting the stage for mother and infant. Am J Clin Nutr 2005;81:1218S–22S. Thomas D, Strauss J. 1997. Health and wages: evidence on men and women in urban Brazil. J Econom. 77: 159-85. Uche-Nwachi EO, *Odekunle A, Jacinto S, Burnett M, Clapperton M, David Y, Durga S, Greene K, Jarvis J, Nixon C, Seereeram R, Poon-King C, Singh R. 2010. Anaemia in pregnancy: associations with parity, abortions and child spacing in primary healthcare clinic attendees in Trinidad and Tobago. African Health Sciences 10(1): 66 - 70 [UNSSCN] United Nations System Standing Committee on Nutrition. 2010. 6th report on the world nutrition situation: progress in nutrition. Geneva (CH): WHO. Verhoeff FH, Brabin BJ, Chimsuku L, Kazembe P, Broadhead RL. 1999. An analysis of the determinants of anaemia in pregnant women in rural Malawi-a basis for action. Ann Trop Med Parasitol. Mar;93(2):119-33 [abstrak]. Victora et al. 2008. The Lancet Series: Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. Whitney E, Rolfes SR. 2011. Understanding Nutrition Twelfth Edition. Belmont CA: Wadsworth Cengage Learning. [WHO] World Health Organization. 1997. WHO global database on child growth and malnutrition. Geneva (CH): World Health Organization. [Internet]. Tersedia pada http: http://whqlibdoc.who.int/hq/1997/WHO_NUT_97.4.pdf . 2000. Malnutrition: the global picture. In: Nutrition for health and development: a global agenda for combating malnutrition. Geneva (CH): World Health Organization. 9-21. [Internet]. Tersedia pada http: http://www.who.int/mip2001/files/2231/ NHDprogressreport2000.pdf. . 2003. WHO Technical Report Series: Diet, Nutrition and the Prevention of Chronic Diseases. Geneva (CH): WHO. .2007. Growth reference 5-19 years. [Internet].Tersedia pada http://www.who.int/ growthref/who2007 height for age/en/index.html. . 2009. WHO anthroplus for personal computers manual: software for assessing growth and development of the world’s children and adolescents. Geneva (CH): Department of Nutrition for Health and Development WHO. [Internet]. Tersedia pada http://www.who.int/growthref/tools/en/. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Angka Kecukupan Gizi. Jakarta (ID): Lembaga Penelitian Indonesia. Wooldridge NH. 2011. Child and preadolescent nutrition. Di dalam: Brown JE, editor. Nutrition Through the Life Cycle Fourth Edition. Belmont CA: Wadsworth, Cengage Learning. World Bank. 2006. Repositioning Nutrition as Central to Development: A Strategy for Large-Scale Action. Washington DC: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.
33
Lampiran Lampiran 1 Hasil regresi logistik perdesaan+perkotaan Variables in the Equation 90% C.I.for EXP(B) B
S.E.
Wald
,073
,234
,097
1
,756
1,075
,732
1,579
-,112
,286
,154
1
,695
,894
,559
1,430
Frekuensi_Hamil_3(1)
,190
,281
,458
1
,499
1,209
,762
1,919
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
,095
,211
,204
1
,652
1,100
,777
1,557
Step
Usia_Ibu(1)
1a
Jarak_Kehamilan_edit(1)
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,299
,236 1,611
1
,204
,742
,503
1,092
Kons_Buah(1)
-,376
,218 2,962
1
,085
,687
,479
,983
Kons_Sayur(1)
-,092
,268
,118
1
,731
,912
,587
1,417
Frekuensi_Kons_Kopi(1)
-,037
,270
,019
1
,890
,963
,618
1,502
StatusGizi_LILA(1)
,673
,225 8,951
1
,003
1,960
1,354
2,837
ANC_manual(1)
,364
,229 2,527
1
,112
1,439
,987
2,098
-,131
,518
,064
1
,800
,877
,072
,233
,094
1
,759
1,074
,732
1,577
-,111
,286
,150
1
,698
,895
,560
1,432
Frekuensi_Hamil_3(1)
,189
,281
,454
1
,500
1,208
,761
1,917
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
,095
,211
,203
1
,653
1,100
,777
1,556
Constant Step
Usia_Ibu(1)
2a
Jarak_Kehamilan_edit(1)
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,300
,235 1,626
1
,202
,741
,503
1,091
Kons_Buah(1)
-,378
,218 3,008
1
,083
,685
,479
,981
Kons_Sayur(1)
-,090
,267
,114
1
,736
,914
,589
1,418
StatusGizi_LILA(1)
,673
,225 8,971
1
,003
1,961
1,355
2,838
ANC_manual(1)
,365
,229 2,539
1
,111
1,440
,988
2,100
Constant
-,164
,462
,126
1
,723
,849
Step
Jarak_Kehamilan_edit(1)
-,121
,284
,181
1
,671
,886
,556
1,414
3a
Frekuensi_Hamil_3(1)
,204
,276
,547
1
,459
1,227
,779
1,933
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
,100
,210
,224
1
,636
1,105
,781
1,562
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,300
,235 1,622
1
,203
,741
,503
1,091
Kons_Buah(1)
-,382
,218 3,078
1
,079
,683
,477
,976
Kons_Sayur(1)
-,086
,267
,104
1
,747
,917
,591
1,424
StatusGizi_LILA(1)
,675
,225 9,031
1
,003
1,965
1,358
2,843
ANC_manual(1)
,366
,229 2,559
1
,110
1,442
,990
2,102
Constant
-,121
,440
,075
1
,784
,886
Step
Jarak_Kehamilan_edit(1)
-,121
,284
,181
1
,670
,886
,556
1,413
4a
Frekuensi_Hamil_3(1)
,210
,276
,579
1
,447
1,233
,784
1,941
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
,097
,210
,214
1
,643
1,102
,780
1,558
34
Variables in the Equation 90% C.I.for EXP(B) B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,303
,235 1,658
1
,198
,739
,502
1,088
Kons_Buah(1)
-,393
,215 3,347
1
,067
,675
,474
,961
StatusGizi_LILA(1)
,675
,225 9,025
1
,003
1,964
1,357
2,843
ANC_manual(1)
,365
,229 2,543
1
,111
1,441
,989
2,099
-,190
,385
,243
1
,622
,827
Constant Step
Frekuensi_Hamil_3(1)
,181
,267
,458
1
,498
1,198
,772
1,860
5a
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
,103
,210
,240
1
,624
1,108
,785
1,565
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,302
,235 1,655
1
,198
,739
,502
1,088
Kons_Buah(1)
-,390
,215 3,307
1
,069
,677
,475
,963
StatusGizi_LILA(1)
,674
,225 9,007
1
,003
1,963
1,356
2,840
ANC_manual(1)
,362
,229 2,499
1
,114
1,436
,985
2,092
-,268
,338
,627
1
,429
,765
,267
,484
1
,487
1,204
,776
1,867
Constant Step
Frekuensi_Hamil_3(1)
,186
6a
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,296
,235 1,591
1
,207
,744
,506
1,094
Kons_Buah(1)
-,368
,209 3,081
1
,079
,692
,491
,977
StatusGizi_LILA(1)
,683
,224 9,299
1
,002
1,980
1,370
2,862
ANC_manual(1)
,369
,228 2,607
1
,106
1,446
,993
2,105
Constant
-,253
,337
,563
1
,453
,777
Step
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,292
,234 1,550
1
,213
,747
,508
1,098
7a
Kons_Buah(1)
-,360
,209 2,962
1
,085
,698
,495
,984
StatusGizi_LILA(1)
,680
,224 9,239
1
,002
1,975
1,366
2,853
ANC_manual(1)
,376
,228 2,720
1
,099
1,456
1,001
2,119
Constant
-,104
,260
,161
1
,688
,901
Step
Kons_Buah(1)
-,380
,208 3,326
1
,068
,684
,486
,963
8a
StatusGizi_LILA(1)
,696
,223 9,736
1
,002
2,006
1,390
2,895
ANC_manual(1)
,351
,226 2,409
1
,121
1,421
,979
2,062
Constant
-,158
,256
,382
1
,536
,854
Step
Kons_Buah(1)
-,333
,205 2,635
1
,105
,716
,511
1,004
9a
StatusGizi_LILA(1)
,696
,223 9,777
1
,002
2,006
1,391
2,892
Constant
,087
,201
,186
1
,666
1,091
Step
StatusGizi_LILA(1)
,681
,222 9,431
1
,002
1,975
1,372
2,843
10a
Constant
,190
1
,924
,982
-,018
,009
a. Variable(s) entered on step 1: Usia_Ibu, Jarak_Kehamilan_edit, Frekuensi_Hamil_3, Tingkat_Pendidikan_SMP, Skor_Frek_Kons_Fe, Kons_Buah, Kons_Sayur, Frekuensi_Kons_Kopi, StatusGizi_LILA, ANC_manual.
35
Lampiran 2 Hasil regresi logistik perdesaan Variables in the Equation 90% C.I.for EXP(B) B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
Step ANC_manual(1)
,540
,319
2,858
1
,091
1,716
1,015
2,901
1a
,284
,326
,762
1
,383
1,329
,778
2,270
-,128
,442
,084
1
,772
,880
,426
1,819
Frekuensi_Hamil_3(1)
,514
,395
1,695
1
,193
1,673
,873
3,204
Tingkat_Pendidikan_SMP
,345
,367
,882
1
,348
1,412
,772
2,584
-,721
,354
4,142
1
,042
,486
,271
,871
,227
,317
,514
1
,474
1,255
,745
2,114
Frekuensi_Kons_Kopi(1)
-,367
,400
,843
1
,359
,693
,359
1,337
Kons_Buah(1)
-,495
,331
2,233
1
,135
,609
,353
1,051
Kons_Sayur(1)
-,450
,394
1,305
1
,253
,638
,334
1,219
Constant
,330
,729
,205
1
,651
1,391
Step ANC_manual(1)
,540
,319
2,857
1
,091
1,716
1,015
2,901
2a
Usia_Ibu(1)
,299
,322
,863
1
,353
1,348
,794
2,288
Frekuensi_Hamil_3(1)
,478
,375
1,628
1
,202
1,613
,871
2,987
Tingkat_Pendidikan_SMP
,350
,367
,908
1
,341
1,418
,776
2,593
-,715
,353
4,092
1
,043
,489
,274
,875
,231
,317
,531
1
,466
1,259
,748
2,120
Frekuensi_Kons_Kopi(1)
-,365
,400
,835
1
,361
,694
,360
1,339
Kons_Buah(1)
-,496
,331
2,238
1
,135
,609
,353
1,051
Kons_Sayur(1)
-,459
,393
1,368
1
,242
,632
,331
1,205
Constant
,241
,662
,132
1
,716
1,272
Step ANC_manual(1)
,521
,317
2,697
1
,101
1,684
,999
2,839
3a
Usia_Ibu(1)
,320
,320
1,003
1
,317
1,378
,814
2,331
Frekuensi_Hamil_3(1)
,490
,374
1,715
1
,190
1,632
,882
3,019
Tingkat_Pendidikan_SMP
,383
,363
1,111
1
,292
1,466
,807
2,665
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,729
,352
4,276
1
,039
,482
,270
,862
Frekuensi_Kons_Kopi(1)
-,378
,399
,899
1
,343
,685
,355
1,320
Kons_Buah(1)
-,487
,331
2,160
1
,142
,615
,356
1,060
Kons_Sayur(1)
-,446
,391
1,297
1
,255
,640
,336
1,219
Constant
,383
,632
,367
1
,544
1,467
Step ANC_manual(1)
,528
,317
2,776
1
,096
1,695
1,007
2,854
4a
Usia_Ibu(1)
,309
,319
,940
1
,332
1,362
,806
2,302
Frekuensi_Hamil_3(1)
,452
,372
1,481
1
,224
1,572
,853
2,895
Usia_Ibu(1) Jarak_Kehamilan_edit(1)
(1) Skor_Frek_Kons_Fe(1) StatusGizi_LILA(1)
(1) Skor_Frek_Kons_Fe(1) StatusGizi_LILA(1)
(1)
36
Variables in the Equation 90% C.I.for EXP(B) B Tingkat_Pendidikan_SMP
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
,377
,362
1,089
1
,297
1,459
,805
2,644
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,703
,351
4,013
1
,045
,495
,278
,882
Kons_Buah(1)
-,492
,331
2,210
1
,137
,611
,355
1,054
Kons_Sayur(1)
-,413
,389
1,132
1
,287
,661
,349
1,253
Constant
,071
,540
,017
1
,896
1,073
Step ANC_manual(1)
,525
,316
2,768
1
,096
1,691
1,006
2,843
5a
Frekuensi_Hamil_3(1)
,473
,370
1,636
1
,201
1,604
,874
2,946
Tingkat_Pendidikan_SMP
,402
,360
1,246
1
,264
1,494
,827
2,700
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,704
,349
4,066
1
,044
,495
,279
,878
Kons_Buah(1)
-,506
,329
2,356
1
,125
,603
,351
1,037
Kons_Sayur(1)
-,425
,387
1,206
1
,272
,654
,346
1,236
Constant
,289
,491
,347
1
,556
1,335
Step ANC_manual(1)
,492
,313
2,474
1
,116
1,636
,978
2,739
6a
Frekuensi_Hamil_3(1)
,489
,368
1,767
1
,184
1,630
,890
2,985
Tingkat_Pendidikan_SMP
,420
,359
1,369
1
,242
1,522
,843
2,748
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,709
,348
4,155
1
,042
,492
,278
,872
Kons_Buah(1)
-,548
,327
2,814
1
,093
,578
,338
,989
Constant
-,044
,382
,013
1
,908
,957
Step ANC_manual(1)
,550
,309
3,169
1
,075
1,733
1,043
2,881
7a
Frekuensi_Hamil_3(1)
,501
,366
1,878
1
,171
1,650
,905
3,011
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,737
,346
4,529
1
,033
,479
,271
,846
Kons_Buah(1)
-,502
,322
2,424
1
,119
,605
,356
1,029
Constant
-,009
,379
,001
1
,982
,991
Step ANC_manual(1)
,590
,306
3,710
1
,054
1,804
1,090
2,985
Skor_Frek_Kons_Fe(1)
-,737
,344
4,583
1
,032
,479
,272
,843
Kons_Buah(1)
-,492
,321
2,354
1
,125
,611
,361
1,036
Constant
,372
,258
2,082
1
,149
1,451
Step ANC_manual(1)
,529
,301
3,081
1
,079
1,697
1,034
2,785
-,744
,342
4,734
1
,030
,475
,271
,834
,286
,250
1,308
1
,253
1,332
(1)
(1)
(1)
8a
9a
Skor_Frek_Kons_Fe(1) Constant
a. Variable(s) entered on step 1: ANC_manual, Usia_Ibu, Jarak_Kehamilan_edit, Frekuensi_Hamil_3, Tingkat_Pendidikan_SMP, Skor_Frek_Kons_Fe, StatusGizi_LILA, Frekuensi_Kons_Kopi, Kons_Buah, Kons_Sayur.
37
Lampiran 3 Hasil regresi logistik perkotaan Variables in the Equation 90% C.I.for EXP(B) B Step
ANC_manual(1)
1a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
,075
,358
,044
1
,833
1,078
,599
1,941
Usia_Ibu(1)
-,118
,359
,108
1
,743
,889
,492
1,605
Jarak_Kehamilan_edit(1)
-,108
,396
,075
1
,784
,897
,468
1,720
Frekuensi_Hamil_3(1)
-,075
,435
,030
1
,863
,927
,453
1,897
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
-,123
,296
,172
1
,678
,884
,543
1,440
,086
,336
,066
1
,797
1,090
,627
1,896
,346 11,605
1
,001
3,251
1,840
5,745
,057
,394
,021
1
,884
1,059
,554
2,024
Kons_Buah(1)
-,274
,306
,802
1
,371
,760
,460
1,258
Kons_Sayur(1)
,289
,391
,545
1
,460
1,335
,701
2,542
-,378
,816
,215
1
,643
,685
,074
,357
,043
1
,837
1,076
,598
1,938
Skor_Frek_Kons_Fe(1) StatusGizi_LILA(1) Frekuensi_Kons_Kopi(1)
Constant
1,179
Step
ANC_manual(1)
2a
Usia_Ibu(1)
-,116
,359
,104
1
,747
,890
,493
1,608
Jarak_Kehamilan_edit(1)
-,113
,394
,082
1
,775
,893
,467
1,709
Frekuensi_Hamil_3(1)
-,081
,433
,035
1
,851
,922
,452
1,880
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
-,124
,296
,175
1
,676
,883
,543
1,439
,093
,333
,078
1
,780
1,098
,635
1,898
Skor_Frek_Kons_Fe(1) StatusGizi_LILA(1)
1,179
,346 11,604
1
,001
3,251
1,840
5,744
Kons_Buah(1)
-,269
,304
,784
1
,376
,764
,463
1,260
Kons_Sayur(1)
,288
,391
,540
1
,462
1,333
,700
2,538
-,323
,724
,199
1
,655
,724
,077
,357
,046
1
,829
1,080
,600
1,943
Constant Step
ANC_manual(1)
3a
Usia_Ibu(1)
-,134
,346
,150
1
,698
,874
,495
1,546
Jarak_Kehamilan_edit(1)
-,128
,386
,110
1
,740
,880
,467
1,659
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
-,124
,296
,174
1
,677
,884
,543
1,439
,091
,333
,074
1
,785
1,095
,633
1,893
Skor_Frek_Kons_Fe(1) StatusGizi_LILA(1)
1,184
,345 11,783
1
,001
3,268
1,853
5,765
Kons_Buah(1)
-,276
,302
,835
1
,361
,759
,462
1,247
Kons_Sayur(1)
,296
,389
,577
1
,447
1,344
,709
2,549
Constant
-,376
,666
,318
1
,573
,687
Step
Usia_Ibu(1)
-,131
,346
,144
1
,704
,877
,496
1,549
4a
Jarak_Kehamilan_edit(1)
-,124
,385
,104
1
,747
,883
,469
1,663
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
-,128
,295
,188
1
,664
,880
,541
1,430
,096
,332
,084
1
,772
1,101
,638
1,900
Skor_Frek_Kons_Fe(1) StatusGizi_LILA(1)
1,189
,345 11,897
1
,001
3,282
1,862
5,785
Kons_Buah(1)
-,267
,299
1
,372
,765
,468
1,252
38
,798
Variables in the Equation 90% C.I.for EXP(B) B Kons_Sayur(1)
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
,706
2,537
,292
,389
,564
1
,453
1,339
Constant
-,323
,618
,273
1
,602
,724
Step
Usia_Ibu(1)
-,128
,346
,137
1
,711
,880
,498
1,553
5a
Jarak_Kehamilan_edit(1)
-,118
,384
,094
1
,759
,889
,473
1,672
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
-,118
,293
,163
1
,687
,888
,548
1,439
StatusGizi_LILA(1)
1,182
,344 11,830
1
,001
3,261
1,853
5,738
Kons_Buah(1)
-,260
,298
,761
1
,383
,771
,472
1,259
Kons_Sayur(1)
,296
,388
,582
1
,445
1,345
,710
2,546
Constant
-,313
,617
,258
1
,611
,731
Step
Usia_Ibu(1)
-,128
,345
,138
1
,710
,879
,498
1,552
6a
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
-,116
,293
,156
1
,693
,891
,550
1,443
StatusGizi_LILA(1)
1,177
,343 11,771
1
,001
3,246
1,846
5,708
Kons_Buah(1)
-,259
,298
,753
1
,385
,772
,473
1,261
Kons_Sayur(1)
,308
,386
,634
1
,426
1,360
,720
2,568
Constant
-,420
,512
,672
1
,412
,657
Step
Tingkat_Pendidikan_SMP(1)
-,120
,293
,169
1
,681
,886
,547
1,435
7a
StatusGizi_LILA(1)
1,184
,343 11,939
1
,001
3,268
1,860
5,743
Kons_Buah(1)
-,254
,298
,724
1
,395
,776
,475
1,267
Kons_Sayur(1)
,287
,382
,562
1
,453
1,332
,710
2,498
Constant
-,507
,455
1,244
1
,265
,602
Step
StatusGizi_LILA(1)
1,187
,343 11,995
1
,001
3,276
1,865
5,756
8a
Kons_Buah(1)
-,278
,292
,906
1
,341
,757
,468
1,224
Kons_Sayur(1)
,272
,381
,509
1
,475
1,313
,701
2,457
Constant
-,555
,441
1,584
1
,208
,574
Step
StatusGizi_LILA(1)
1,177
,342 11,877
1
,001
3,246
1,851
5,694
9a
Kons_Buah(1)
-,230
,283
,659
1
,417
,795
,499
1,266
Constant
-,343
,325
1,114
1
,291
,709
Step
StatusGizi_LILA(1)
1,176
,341 11,896
1
,001
3,243
1,850
5,683
10a
Constant
-,442
,302
1
,144
,643
2,139
a. Variable(s) entered on step 1: ANC_manual, Usia_Ibu, Jarak_Kehamilan_edit, Frekuensi_Hamil_3, Tingkat_Pendidikan_SMP, Skor_Frek_Kons_Fe, StatusGizi_LILA, Frekuensi_Kons_Kopi, Kons_Buah, Kons_Sayur.
39
“FAKTOR RESIKO ANEMIA IBU HAMIL DI INDONESIA” (Risk Factor for Anaemia in Pregnant Women of Indonesia) Ikeu Tanziha, Rizal M. Damanik, Lalu Juntra Utama PENDAHULUAN Akar dari kesehatan manusia atau the roots of health berasal dari kesehatan dan status gizi ibu pada saat ibu hamil dan juga sebelum ibu hamil, dimana disimpulkan bahwa keadaan rahim seorang ibulah yang membetuk kesehatan manusia (shaped by life in the womb) agar dapat hidup dengan baik. Dengan demikian penyebab utama hambatan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation), diantaranya adalah akibat dari kurangnya gizi saat ibu hamil. Masa kehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan janin menuju masa kelahiran sehingga gangguan gizi yang terjadi pada masa kehamilan akan berdampak besar bagi kesehatan ibu maupun janin. Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia (Soekirman 2003). Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa pada tahun 2005 terdapat 52% ibu hamil mengalami anemia di negara berkembang (WHO 2005). Di Indonesia prevalensi anemia pada ibu hamil juga masih tinggi yaitu 37,1 persen atau satu diantara wanita hamil di Indonesia menderita anemia (Balitbangkes 2013). Anemia pada ibu hamil di negara berkembang umumnya diduga karena kekurangan zat besi. Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar hemoglobin (Hb) < 11 g/ dl. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat karena berhubungan dengan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas pada saat ibu melahirkan. Ibu hamil yang menderita anemia mempunyai peluang mengalami perdarahan pada saat melahirkan yang dapat berakibat pada kematian. Anemia juga bukan hanya berdampak pada ibu, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita defisiensi zat besi atau anemia kemungkinan besar mempunyai cadangan zat besi yang sedikit atau tidak mempunyai persediaan sama sekali di dalam tubuhnya walaupun tidak menderita anemia. Akibatnya, dapat menderita defisiensi zat besi pada usia remaja dan usia dewasa bila asupan besinya tidak mencukupi (Achadi 2007). School (2005) menyatakan bahwa kekurangan zat besi yang berat pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan cadangan zat besi pada janin dan bayi yang dilahirkan, yang merupakan predisposisi untuk mengalami anemia defisiensi zat besi pada masa bayi. Menurut laporan WHO (2005) secara umum penyebab anemia pada ibu hamil dipengaruhi banyak faktor, terdiri dari umur ibu, umur kehamilan, paritas, lingkar lengan bagian atas (LILA), sosial ekonomi (tingkat ekonomi, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan suami), pola konsumsi, dan riwayat kesehatan selama kehamilan. Disamping itu prilaku kesehatan ibu hamil seperti melakukan perawatan selama kehamilan (ante natal care/ ANC) dan konsumsi Tablet Fe merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam menurunkan prevalensi anemi pada ibu hamil. Penelitian faktor risiko anemia di Indonesia sejauh ini banyak dilakukan namun pada skala kecil. Oleh karena itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) telah melakukan penelitian data dasar kesehatan skala nasional (Riskesdas) tahun 2013 yang berpotensi diolah dan dianalisis. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian adalah menganalisis factor risko pada ibu hamil di Indonesia.
1
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian mengacu pada desain penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menggunakan desain cross sectional study, dan mewakili 33 provinsi di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan oleh Tim Riskesdas dari Balitbangkes, Kementerian Kesehatan yang dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013. Sedangkan analisis data dilakukan selama 3 bulan dari bulan Oktober-Desember 2014. Populasi dan Sampling Populasi dalam Riskesdas 2013 adalah seluruh ibu hamil di 33 provinsi di Indonesia. Sampel rumah tangga dalam Riskesdas 2013 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk (SP) 2010. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan BPS dengan memilih Blok Sensus (BS) untuk Riskesdas 2013 berdasarkan sampling frame SP 2010. Dari 1.027.763 sampel maka diperoleh sampel ibu hamil sebanyak 7.664 orang, namun yang ada data kadar hb nya hanya 503 orang ibu hamil. Setelah melalui data cleaning, jumlah sampel ibu hamil yang ada data kadar hb nya dan variabel lainnya kumplit berjumlah 452 orang.. Instrumen Pengumpul Data Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengukuran. Data usia ibu, pendidikan, jarak kehamilan, frekuensi kehamilan, kebiasaan konsumsi kopi, nuah dan sayur, Antenatal Care (ANC) dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner rumahtangga (RKD13.RT) dan kuesioner individu (RKD13.IND). Data status KEK diukur dengan menggunakan LILA, sedangkan datar kadar hb dalam darah diukur menggunakan alat Hemocue. Pengolahan dan Analisis Data Setelah melalui cleaning data, semua data dikategorikan berdasarkan pengkategorian yang umum dilakukan.. Usia ibu hamil dikelompokka pada dua kategori, yaitu kategori risiko tinggi (usia <20 dan > 35 tahun) dan kategori risiko rendah (usia 20 – 35 tahun). Status KEK dikategorika KEK (LiLA < 23.5 cm) dan normal bila hasil pengukuran LiLA ≥23.5 cm. Frekuensi kehamilan dikategorikan Risiko Tinggi >3 orang, dan Risiko Rendah ≤ 3 orang. Jarak kehamilan dikategorikan Risiko Tinggi ≤ 2 tahun, dan Risiko Rendah >2 tahun. Konsumsi zat besi dikategorikan Risiko Tinggi (konsumsi < 30 tablet semester 1, <60 tablet semester 2 dan <90 tablet pada semester 3) dan Risiko Rendah (konsumsi ≥ 30 tablet semester 1, ≥60 tablet semester 2 dan ≥90 tablet pada semester 3). Konsumsi buah dan sayur dikategorikan Risiko Tinggi (konsumsi < 4 kali/mg) dan Risiko Rendah (konsumsi ≥ 4 kali/mg). Konsumsi kopi dikategorikan Risiko Tinggi (konsumsi ≥ 3 kali/mg) dan Risiko Rendah (konsumsi <3 kali/mg). Pemeriksaan kehamilan (ANC) dikategorikan Risiko Tinggi (pemeriksaan <1 pada setiap semester 1 dan 2 serta <2kali pada semester 3) dan Risiko Rendah (pemeriksaan ≥1 pada setiap semester 1 dan 2 serta ≥2kali pada semester 3). Status anemia dikategorikan Risiko Tinggi (Hb < 11 g/dl) dan Risiko Rendah (Hb ≥ 11 g/dl). Pengolahan dan analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensia menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 19.0. Analisis data terdiri atas analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian no satu dengan mendeskripsikan setiap variabel baik variabel dependen dan independen dengan gambaran distribusi frekuensinya bentuk statistik deskriptif dalam bentuk jumlah dan persentase. Analisis bivariat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian no 2,3 dan 4 yaitu uji hubungan antara dua variabel, yaitu variabel dependen 2
dengan salah satu independen dengan uji chi square. Untuk menjawab tujuan penelitian no 5 yaitu menganalisis faktor- faktor yang berpengaruh terhadap status anemia ibu hamil, maka akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Model yang digunakan adalah sebagai berikut: F Y = Log = 0 + 1 KEK + 2ANC + 3FKH + 4JKH+ 5KFE +6TPK 1- F + 7KSS + 8KSB + 9KSK + 10USI + Keterangan : F β0 - β1 KEK ANC FKH JKH KFE TPK USI
= Fungsi kumulatif = koefisien regresi = status gizi kurang energy kronis = antenatal care (pemeriksaan kehamilan) = frekuensi kehamilan = jarak kehamilan = Konsumsi tablet besi = Tingkat pendidikan = Usia Ibu
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Ibu Hamil Karakteristik ibu hamil seperti usia dan pendidikan ibu, frekuensi dan jarak kehamilan, serta status KEK dan anemi pada ibu hamil merupakan hal yang harus diperhatikan agar kehamilannya tidak beresiko baik terhadap bayinya maupun ibunya. Usia ibu hamil < 20 tahun dan > 35 tahun dikategorikan sebagai kehamilan berisiko tinggi (Depkes 2005). Demikian pula frekuensi dan jarak kehamilan merupakan factor risiko, karena pada setiap kehamilan akan terjadi pengurangan cadangan besi. Oleh karenanya kehamilan berulang dan atau ditambah jarak kehamilan yang dekat merupakan faktor risiko terjadinya anemia pada ibu hamil, dan berpotensi tehadap kematian ibu atau BBLR (Beard 2000). Menurut Dekker et al. 2010, pendidikan ibu juga merupakan factor risiko. Ibu yang berpendidikan rendah akan terbatas dalam penggunaan pelayanan kesehatan karena rendahnya perilaku gizi dan kesehatan. Kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain : anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat menyebabkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. KEK adalah keadaan dimana ibu mengalami kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan – gangguan kesehatan ibu (Depkes RI, 2003). KEK ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran dan bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Sebaran karakteristik ibu hamil berdasarkan perdesaan dan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Tabel 1 Sebaran ibu hamil berdasarkan usia, pendidikan, jarak dan frekuensi kehamilan di perdesaan dan perkotaan. Karakteristik Ibu Hamil
Perdesaan n %
Usia Ibu 60 26,8 <20 dan >35 tahun 164 73,2 20-35 tahun 224 49.6 Total Pendidikan 173 77,2 ≤ SMP 51 22,8 >SMP 224 49.6 Total Frekuensi Kehamilan 39 17,4 >3 kali 185 82,6 ≤ 3 kali 224 49.6 Total Jarak Kehamilan 32 14,3 <2 tahun 192 85,7 ≥ 2 tahun 224 49.6 Total Status Anemia 85 37.9 Anemia 139 62.1 Tidak anemia 224 49.6 Total Status KEK 65 29,0 KEK (< 23.5 cm) 159 71,0 Normal (≥ 23.5 cm) 224 49.6 Total Frekuensi konsumsi tablet besi 179 79,9 Risiko Tinggi 45 20,1 Risiko Rendah 224 49.6 Total Frekuensi kunjungan antenatal care 68 30,4 Risiko Tinggi 156 69,6 Risiko Rendah 224 49.6 Total
Perkotaan N %
Perdesaan+Perkotaan n %
p
51 177 228
22,4 77,6 50.4
111 341 452
24.6 75.4 100
0.276
100 128 228
43,9 56,1 50.4
273 179 452
60.4 39.6 100
0.000
34 194 228
14,9 85,1 50.4
73 379
16.2 83.8
0.471
452
100
38 190 228
16,7 83,3 50.4
70 382 452
15.5 84.5 100
0.485
87 141 228
38.2 61.8 50.4
172 280 452
38.1 61.9 100
0.963
46 182 228
20,2 79,8 50.4
111 341 452
24.6 75.4 100
0.029
171 57 228
75,0 25,0 50.4
350 102 452
77.4 22.6 100
45 183 228
19,7 80,3 50.4
113 339 452
25.0 75.0 100
0.212
0.009
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa secara gabungan perdesaan dan perkotaan masih banyak ibu hamil yang berisiko tinggi yaitu terdapat 24.6 persen ibu hamil dalam usia risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun), 60,4 persen ibu hamil berpendidikan ≤ SMP, 15.5 persen jarak kehamilan < 2 tahun, 38,1 persen menderita anemia dan 24.6 persen dalam status KEK. Bila dibedakan antara di perdesaan dan perkotaan, maka ada kecenderungan di perdesaan proporsi ibu hamil yang berisiko tinggi dalam hal usia saat hamil (26,8%), pendidikan ≤ SMP (77,2 %), frekuensi kehamilan >3 kali (17,4 %) dan berstatus KEK (29,0 %) lebih tinggi dari pada di perkotaan (22,4%; 43,9 %; 14,9 % dan 20,2 %), namun berdasarkan analisis Man Whitney perbedaan ini tidak signifikan (p=0.276). kecuali pendidikan. Demikian pula ada 4
kecenderungan perbedaan proprosi ibu hamil dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan ber status anema, dimana di perkotaan cenderung lebih tinggi daripada di perdesaan. Namun hasil uji Man Whitney perbedaan tersebut tidak signifikan. Dari Tabel 1 terlihat bahwa proporsi ibu hamil anemi (Hb < 11 g/dL) masih tinggi baik di perdesaan maupun perkotaan masih tinggi yaitu masing-masing 37.9% dan 38.2%. Prevalensi anemia di perdesaan+perkotaan sebesar 38.1% termasuk pada kondisi masalah masyarakat kategori sedang (WHO. 2010). Sedangkan maslah KEK yang dialami ibu hamil sebesar 24.6 persen (perdesaan+perkotaan) termasuk kategori masalah kesehatan berat/serius menurut cut off WHO (2010) sebesar 2039%. Konsumsi tablet besi. Selama masa kehamilan terjadi pembentukan jaringan-jaringan baru melalui beberapa tahapan tertentu. Jaringan-jaringan yang terbentuk, tumbuh dan berkembang dalam rahim tersebut meliputi janin dan jaringan-jaringan lain yang berfungsi sebagai pendukung yang mampu menjaga kelangsungan hidup janin. Selama kehamilan terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kebutuhan zat besi untuk meningkatkan massa sel darah merah serta ekspansi volume plasma untuk pertumbuhan janin (Scholl 2005). Selain itu zat besi juga dibutuhkan untuk membentuk hemoglobin di dalam sel darah merah ibu dan janin. Sehingga selama kehamilan kebutuhan zat besi meningkat sebanyak 30% dibanding tidak hamil. Kebutuhan zat gizi selama kehamilan dapat terpenuhi dari makanan normal yang bervariasi, kecuali kebutuhan akan zat besi. Oleh karena itu, pada trimester kedua dan ketiga, ibu hamil harus mendapatkan tambahan zat besi berupa suplementasi zat besi. Dari Tabel 1 terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil (77.4%) terkategori risiko tinggi (frekuensi konsumsi tablet besi kurang dari 30 tablet pada trimester 1, kurang dari 60 tablet pada trimester 2 dan kurang dari 90 tablet pada trimester 3). Kondisi ini tidak berbeda signifikan antara di perdesaan dan di perkotaan (p=0.212). Frekuensi Kunjungan Antenatal Care. Pelayanan antenatal pada prinsipnya adalah mengenal dan menangani sedini mungkin masalah atau penyulit yang menyertai kehamilan dan saat melahirkan, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinan. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil (75.0%) sudah melakukan ANC (memenuhi syarat minimal: 1x pada semester 1, 1 x pada semester 2 dan 2x pada semester 3), namun masih ada 25.0% ibu hamil frekuensi ANC nya terkategori risiko tinggi (tidak memenuhi syarat minimal). Hasil analisis statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan frekuensi kunjungan antenatal care ibu hamil di perdesaan dan perkotaan (p=0.009). Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil Usia Ibu. Kesiapan alat reproduksi wanita untuk hamil berhubungan dengan usia ibu hamil. Usia yang terbaik untuk hamil adalah pada usia 20-35 tahun. Bila wanita hamil dengan umur < 20 tahun, maka asupan zat besi akan menjadi terbagi antara pertumbuhan biologisnya dan janin yang dikandungnya. Wanita yang hamil > 35 tahun, akan mengalami fungsi faal tubuh tidak optimal, karena sudah masuk masa awal degeneratif. Oleh karenanya, hamil pada usia < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan kehamilan yang berisiko yang dapat menyebabkan anemi juga dapat berdampak pada keguguran (abortus), bayi lahir dengan berat badan yang rendah (BBLR), dan persalinan yang tidak lancar (komplikasi persalinan). Sehingga faktor usia merupakan faktor yang perlu diperhatikan bagi seorang wanita untuk hamil (Depkes RI 2005). Dairo dan Lawoyin (2004) menyatakan bahwa usia ibu antara 20-29 tahun (p = 0.011) memiliki risiko yang rendah mengalami anemia saat hamil. Hubungn usia ibu hamil dengan status anemi dapat dilihat pada Tabel 2. 5
Tabel 2 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan usia ibu Status Anemia Usia Ibu
Anemia n
Total
Tidak Anemia
%
n
%
OR
n
%
Pedesaan < 20 dan > 35 tahun 20-35 tahun Total Perkotaan
27 58 85
45.0 35.4 37.9
33 106 139
55.0 64.6 62.1
60 164 224
26.8 73.2 100
1.495 (0.820–2.727)
< 20 dan > 35 tahun
18
35.3
33
64.7
51
22.4
20-35 tahun
69
39.0
108
61.0
177
77.6
0.854 (0.446–1.634)
Total
87
38.2
141
61.8
228
100
Perdesaan+Perkotaan < 20 dan > 35 tahun
45
40.5
66
59.5
111
24.6
20-35 tahun
127
37.2
214
62.8
341
75.4
Total
172
38.1
280
61.9
452
100
1,149 (0.741-1.780)
Dari Tabel 2 terlihat bahwa baik di perdesaan, perkotaan maupun perdesaan+perkotaan ada kecenderungan proporsi anemi pada ibu yang hamil pada usia < 20 tahun dan > 35 tahun lebih tinggi dibanding pada ibu yang hamil pada usia 20-35 tahun. Namun berdasarkan uji chi square, hubungan ini tidak signifikan baik di perdesaan (OR = 1.495, 95% CI = 0.820 – 2.727), perkotaan (OR = 0.854, 95% CI = 0.446 – 1.634), maupun di perdesaan+perkotaan (OR=1,149; 95%CI=0.741-1.780). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Adam et al (2005) menunjukkan bahwa usia dan paritas tidak signifikan berhubungan dengan anemia, atau menurut Ononge et al. (2014) bahwa usia ibu memiliki hubungan yang lemah dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Tingkat Pendidikan Ibu. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan Ibu merupakan salah satu indikator penting yang juga akan membawa pengaruh positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Atmarita & Fallah 2004). Pendidikan Ibu merupakan salah satu faktor penentu status gizi, dan mortalitas ibu, bayi dan anak. Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan tingkat pendidikan ibu disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan tingkat pendidikan ibu Tingkat Pendidikan Ibu Pedesaan ≤ SMP
Status Anemia Anemia Tidak Anemia n % n %
Total
OR
n
%
70
40,5
103
59,5
173
77,2
15
29,4
36
70,6
51
22,8
85
37,9
139
62,1
224
100
Perkotaan ≤ SMP
36
36,0
64
64,0
100
43,9
>SMP
51
39,8
77
60,2
128
56,1
Total Perdesaan+Perkotaan ≤ SMP
87
38,2
141
61,8
228
100
38.8 36.9
167 113
61.2 63.1
273 179
60.4
>SMP
106 66
Total
172
38.1
280
61.9
452
100
>SMP Total
39.6
1.631 (0.831–3.202)
0.849 (0.495–1.458)
1.087 (0.736-1.604)
6
Dari Tabel 3 terlihat bahwa baik di perdesaan maupun di perdesaan+perkotaan ada kecenderungan proporsi anemi pada ibu yang pendidikannya ≤ SMP (risiko tinggi) lebih tinggi dibanding proporsi anemi pada ibu yang pendidikannya ≥ SMA (risiko rendah). Namun berdasarkan hasil penelitian, hubungan ini tidak signifikan baik di perdesaan (OR = 1.631, 95% CI = 0.831 – 3.202), di perkotaan (OR = 0.849, 95% CI = 0.495 – 1.458) maupun di perdesaan+perkotaan (OR=1.087; 95%CI=0.736-1.604). Kondisi yang berbeda terlihat dari hasil penelitian Jin et al. (2010) yang menyebutkan bahwa prevalensi anemia lebih tinggi pada ibu yang berpendidikan rendah. Frekuensi Hamil. Cadangan besi akan berkurang selama kehamilan, semakin tinggi frekuensi kehamilan maka semakin banyak seorang ibu mengalami kehilangan zat besi, sehingga perlu diperhatikan frekuensi kehamilan serta jarak kehamilannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan cadangan zat besi ke tingkat normal, dengan syarat bahwa selama masa tenggang waktu tersebut ibu dalam kondisi kesehatan dan mutu makanan baik (Manuaba 1998). Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan frekuensi hamil dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan frekuensi hamil Status Anemia Frekuensi Hamil
Anemia n
%
Total
Tidak Anemia n
%
OR
n
%
Pedesaan >3 kali
19
48.7
20
51.3
39
17.4
≤3 kali
66
35.7
119
64.3
185
82.6
Total
85
37.9
139
62.1
224
100
Perkotaan >3 kali
11
32.4
23
67.6
34
14.9
≤3 kali
76
39.2
118
60.8
194
85.1
Total
87
38.2
141
61.8
228
100
>3 kali
30
41.1
43
58.9
73
16.2
≤3 kali
142
37.5
237
62.5
379
83.8
Total
172
38.1
280
61.9
452
100
1.713 (0.854 – 3.436)
0.743 (0.342 – 1.610)
Perdesaan+Perkotaan 1.164 (0.699-1.940)
Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa baik di perdesaan maupun di perdesaan+perkotaan ada kecenderungan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi kehamilannya >3 kali lebih tinggi dibandingkan proporsi anemi pada ibu hamil yang frekuensi kehamilannya ≤3 kali. Namun berdasarkan hasil penelitian, hubungan ini tidak signifikan baik di perdesaan (OR = 1.713, 95% CI = 0.854 – 3.436), di perkotaan (OR = 0.743, 95% CI = 0.342 – 1.610), maupun di perdesaan+perkotaan (OR=1,164; 95%CI=0,699-1,940). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatiah (2005) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Uche-Nwachi et al. 2010; Beard 2000; dan Verhoeff FH et al. 1999 yang menyebutkan bahwa kehamilan yang berulang merupakan faktor risiko terjadinya anemia pada ibu hamil. Jarak Kehamilan Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kehamilan pendek. Jarak kehamilan yang baik minimal 2 tahun menjadi sangat penting untuk diperhatikan sehingga tubuh ibu siap untuk menerima janin kembali. Jarak kehamilan 7
yang kurang dari 24 bulan atau 2 tahun memungkinkan kondisi ibu belum pulih, sehingga zat besi yang ada didalam tubuhnya terbagi untuk pemulihan tubuhnya dan kebutuhan selama kehamilan berikutnya (Patimah 2007). Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan jarak kehamilan disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan jarak kehamilan Status Anemia Jarak Kehamilan
Anemia
Total
Tidak Anemia n
%
n
OR
n
%
%
Pedesaan Risiko Tinggi (< 2 tahun)
12
37,5
20
62,5
32
14,3
Risiko Rendah (≥2 tahun)
73
38,0
119
62,0
192
85,7
Total
85
37,9
139
62,1
224
100
Perkotaan Risiko Tinggi (< 2 tahun)
14
36,8
24
63,2
38
16,7
Risiko Rendah (≥2 tahun)
73
38,4
117
61,6
190
83,3
Total
87
38,2
141
61,8
228
100
Perdesaan+Perkotaan Risiko Tinggi (< 2 tahun)
26
37.1
44
62.9
70
15.5
Risiko Rendah (≥2 tahun)
146
38.2
236
61.8
382
84.5
Total
172
38.1
280
61.9
452
100
0.978 (0.452–2.118)
0.935 (0.455–1.923)
0,955 (0,564-1,618)
Tabel 5 menunjukkan bahwa baik di perdesaan, perkotaan maupun perdesaan+perkotaan proporsi anemia pada ibu hamil yang jarak kehamilannya < 2 tahun lebih rendah dibandingkan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi kehamilannya ≥2 tahun. Namun hasil uji Chi square, hubungan ini tidak signifikan baik di perdesaan (OR = 0.978, 95% CI = 0.452 – 2.118), perkotaan (OR = 0.935, 95% CI = 0.455 – 1.923), maupun di perdesaan+perkotaan (OR=0,955; 95%CI=0,564-1,618). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sutomo (2008) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna (p=0,012) antara jarak kelahiran dengan anemia pada ibu hamil. Selain itu studi yang dilakukan oleh Amirudddin dan Wahyuddin (2004) menyatakan bahwa ibu hamil yang mempunyai jarak kehamilan < 2 tahun berisiko 2,3 kali terkena anemia. Status Kurang Energi Kronik (KEK) Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat gizi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan penurunan gizi mikro. Masa kehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan janin menuju masa kelahiran sehingga gangguan gizi yang terjadi pada masa kehamilan akan berdampak besar bagi kesehatan ibu dan janin (Almatsier. 2011). Oleh karenanya status KEK pada ibu hamil dapat berdampak pada kejadian anemi ibu hamil juga pada kejadian BBLR. Hubungan status KEK dengan anemia pada ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa baik di perdesaan, perkotaan, maupun perdesaan+perkotaan proporsi anemi pada ibu hamil yang KEK lebih tinggi daripada proporsi anemi pada ibu hamil yang tidak KEK. Hasil analisis di perdesaan tidak menunjukkan hasil yang signifikan, sebaliknya diperkotaan dan di perdesaan+perkotaan menunjukkan hubungan signifikan. Di perkotaan ibu hamil yang mengalami KEK mempunyai peluang untuk anemi sebesar 3.243 kali dibanding ibu hamil tidak KEK (OR = 3.243, 95% CI = 1.662 – 6.328), sedangkan gabungan perdesaan+perkotaan peluang ibu dengan status KEK untuk menderita anemia 8
selama kehamilannya adalah sebesar 2,27 kali (OR= 2,27 (CI=1,51-3,44). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Verhoeff et al. (1999) menyatakan bahwa salah satu faktor risiko terjadinya anemia pada ibu hamil adalah KEK atau LILA < 23,5 cm (RR = 1.8; CI = 1.1 – 3.0). Namun hubungan ini diperdesaan tidak sigbifikan (OR = 1.354, 95% CI = 0.752 – 2.439). Tabel 6 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemi dan KEK Status Anemia Status Gizi
Anemia
Total
Tidak Anemia n
%
56.9 64.2 62.1
65 159 224
29.0 71.0 100
1.354 (0.752–2.439)
18
39.1
46
20.2
32.4 38.2
123 141
67.6 61.8
182 228
79.8 100
3.243 (1.662–6.328)
56
50.5
55
49.5
111
24.6
Normal
116
34.0
225
66.0
341
75.4
Total
172
38.1
280
61.9
452
100
Pedesaan KEK Normal Total
n
%
n
%
28 57 85
43.1 35.8 37.9
37 102 139
28
60.9
59 87
OR
Perkotaan KEK Normal Total Perdesaan+Perkotaan KEK
2,27 (1,51-3,44)
Frekuensi Konsumsi Tablet Besi Selama kehamilan terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kebutuhan zat besi untuk meningkatkan massa sel darah merah serta ekspansi volume plasma untuk pertumbuhan janin (Scholl 2005). Selain itu zat besi juga dibutuhkan untuk membentuk hemoglobin di dalam sel darah merah ibu dan janin. Sehingga selama kehamilan kebutuhan zat besi meningkat sebanyak 30% dibanding tidak hamil. Oleh karena itu, ibu hamil harus mendapatkan tambahan zat besi berupa suplementasi zat besi. Di Indonesia, rekomendasi konsumsi suplemen besi adalah 60 mg besi elemental dan 0.25 mg asam folat per hari atau 1 tablet per hari yang dikonsumsi paling sedikit 90 tablet selama kehamilan (Depkes RI 1995). Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan frekuensi konsumsi tablet besi disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan konsumsi tablet besi Konsumsi Tablet Besi
Status Anemia Anemia Tidak Anemia n % n %
Total
OR
n
%
65,4
179
79,9
22
48,9
45
20,1
37,9
139
62,1
224
100
65 22
38,0 38,6
106 35
62,0 61,4
171 57
75,0 25,0
87
38,2
141
61,8
228
100
36.3 44.1
223 57
63.7 55.9
350 102
77.4
Risiko Rendah
127 45
Total
172
38.1
280
61.9
452
100
Pedesaan Risiko Tinggi
62
34,6
117
Risiko Rendah
23
51,1
Total Perkotaan Risiko Tinggi
85
Risiko Rendah Total Perdesaan+Perkotaan Risiko Tinggi
22.6
0.507 (0.262–0.981)
0.976 (0.527–1.807)
0.976 (0.527–1.807)
9
Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa di perdesaan dan di perdesaan+perkotaan ada kecenderungan proporsi anemia pada ibu hamil yang mengonsumsi tablet besi tidak memenuhi syarat minimal (< 30 tablet pada trimester 1, < 60 tablet pada trimester 2 dan < 90 tablet pada trimester 3) lebih rendah dibandingkan pada ibu hamil mengonsumsi tablet besi sesuai syarat minimal (≥30 tablet pada trimester 1, ≥60 tablet pada trimester 2 dan ≥90 tablet pada trimester 3). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan hubungan yang signifikan di perdesaan (OR = 0.507, 95% CI = 0.262 – 0.981), namun tidak signifikan di perkotaan (OR = 0.976, 95% CI = 0.527 – 1.807) dan di perdesaan+perkotaan (OR=0.721; 95% CI=0.4611.128). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Khambalia et al (2009) menunjukkan bahwa suplementasi besi yang diberikan pada ibu hamil tidak menurunkan anemia dan meningkankan status besi, namun pada wanita yang tidak hamil berlaku sebaliknya. Selain itu Cogswell et al (2003) menyatakan bahwa suplementasi besi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prevalensi anemia. Hal yang berbeda ditunjukkan dalam penelitian Menon et al. (2013); Aikawa et al. (2006); Aikawa et al. (2008) yang menunjukkan bahwa konsumsi tablet besi (p<0.05) berkorelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin pada ibu hamil. Penelitian Alem et al. (2013) juga menunjukkan bahwa konsumsi suplemen besi merupakan faktor protektif terjadinya anemia (OR=0.140, 95% CI=0.051-0.383). Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Antenatal care merupakan salah satu cara yang dipercaya untuk mengurangi kematian ibu hamil (WHO 1994), sehingga akses ibu terhadap pelayanan antenatal menjadi prioritas baik di negara maju maupun berkembang (Villar dan Bergsio 1997). Salah satu masalah yang sering menyertai kehamilan dan dapat menjadi faktor penyulit pada saat melahirkan adalah anemia. Ibu hamil yang mengalami anemia memungkinkan terjadinya partus premature, perdarahan pada saat melahirkan, melahirkan bayi dengan berat badan rendah, serta dapat meningkatkan kematian perinatal (Manuaba 1998). Dengan melakukan pemeriksaan secara teratur hal seperti ini dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin. Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan antenatal care dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran ibu hamil berdasarkan status anemia dan antenatal care Status Anemia Antenatal Care
Anemia n
%
Total
Tidak Anemia n
%
n
OR %
Pedesaan Risiko Tinggi
31
45.6
37
54.4
68
30.4
Risiko Rendah
54
34.6
102
65.4
156
69.6
Total
85
37.9
139
62.1
224
100
Perkotaan Risiko Tinggi
18
40.0
27
60.0
45
19.7
Risiko Rendah
69
37.7
114
62.3
183
80.3
Total
87
38.2
141
61.8
228
100
Perdesaan+Perkotaan Risiko Tinggi
49
43.4
64
56.6
113
25.0
Risiko Rendah
123
36.3
216
63.7
339
75.0
Total
172
38.1
280
61.9
452
100
1.583 (0.886 – 2.827)
1.101 (0.565 – 2.146)
1.345 (0.872-2.073)
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa baik di perdesaan, perkotaan maupun diperdesaan+perkotaan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi kunjungan antenatal 10
care masuk dalam kategori risiko tinggi (kurang dari syarat minimal 1x pada semester 1, 1 x pada semester 2 dan 2x pada semester 3) lebih tinggi dibandingkan proporsi anemia pada ibu hamil yang frekuensi kunjungan antenatal care masuk dalam kategori risiko rendah (minimal 1x pada semester 1, 1 x pada semester 2 dan 2x pada semester 3). Namun berdasarkan hasil penelitian, hubungan ini tidak signifikan baik di perdesaan (OR = 1.583, 95% CI = 0.886 – 2.827), perkotaan (OR = 1.101, 95% CI = 0.565 – 2.146) maupun di perdesaan+perkotaan (OR=1,345; 95%CI=0,872-2.073). Hasil penelitian ini brtbrda dengan hasil penelitian Basri (2011) yang menunjukkan bahwa antenatal care merupakan factor protektif. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Anemia bu Hamil Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan Regresi logistik. Analisis ini digunakan untuk menemukan determinan dan odd rasio atau peluang terjadinya anemia pada ibu hamil. Peubah tergantung di buat dikotomi yaitu anemia = 1 dan tidak anemia = 2. Demikian juga peubah bebas dikategorikan agar dapat membandingkan risiko dari suatu peubah pada kejadian anemi ibu hamil. Pengkategorian didasarkan pada kategori yang sudah umum dilakukan sehingga mrmudahkan perbandungan hasil pada penelitian lain, dan memudahkan pengembangan acuan kebijakan atau program. Peubah yang dimasukkan pada model adalah semua peubah baik yang berhubungan signifikan maupun tidak terhadap kejadian anemi ibu hamil berdasarkan analisis chi square. Oleh karenanya metode pengolahan dan analisis regresi logistik dengan software SPSS digunakan metode backward. Hasil analisis regresi logistik disajikan pada Lampiran 2. Hasil analisis menunjukkan hanya status gizi KEK dengan kategori KEK dan normal yang berpengaruh terhadap kejadian anemia yaitu dengan OR = 1,975; 95% CI = 1,279-3,049, artinya ibu hamil dengan status KEK mempunyai risiko anemi 1.975 kali dibanding ibu hamil dengan status gizi normal dengan R2 = 0.028. Adapun model regresi logistiknya adalah: F Log = -0.018 + 0.681 KEK 1- F Keterangan: KEK = Status Gizi Ada yang menarik dari hasil analisis regresi logistic antara hasil analisis yang dibedakan antara perdesaan dan perkotaan., yaitu adanya perbedaan peubah yang berpengaruh terhadap kejadian anemi ibu hamil. Hasil analisis regresi logistik berdasarkan daerah perdesaan disajikan pada Lampiran 3. Hasil analisis berdasarkan daerah perdesaan menunjukkan hal yang berbeda dengan hasil analisis daerah perkotaan maupun total perdesaan dan perkotaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa status gizi KEK tidak signifikan berpengaruh terhadap kejadian anemi pada ibu hamil, tetapi yang berpengaruh adalah ANC dan konsumsi tablet besi. ANC dengan kategori risiko tinggi (tidak memenuhi salah satu) dan risiko rendah (1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3) berpengaruh terhadap kejadian anemi pada ibu hamil dengan OR = 1,697; 90% CI = 1,034-2,785, artinya ibu hamil yang terkategori risiko tinggi pada ANC (tidak memenuhi salah satu pemeriksaan kehamilan yaitu 1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3) mempunyai risiko anemi 1.697 kali dibanding ibu hamil dengan kategori risiko rendah pada ANC (melakukan pemeriksaan kehamilan 1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3). Dengan kata lain ANC yang tidak kumplit merupakan factor risiko pada kejadian anemi ibu hamil di daerah perdesaan. Namun hal yang bertentangan dari hasil olah regresi logistic di perdesaan adalah konsumsi tablet Fe. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsumsi tablet fe yang tidak memenuhi syarat minimal (90 tablet) mempnyai peluang lebih kecil untuk anemi disbanding
11
yang memenuhi syarat minimal konsumsi tablet Fe, dengan OR = 0,475; 90% CI = 0,2710,834. Adapun model regresi logistiknya adalah: F Log = 0.286 + 0.529 ANC – 0.744 TFE 2- F Keterangan: ANC = Ante natal care TFE = Konsumsi tablet Fe Hasil analisis regresi logistik berdasarkan daerah perkotaan disajikan pada Lampiran 4. Hasil analisis berdasarkan daerah perkotaan menunjukkan hal yang berbeda dengan hasil analisis daerah perdesaan, yaitu hanya status gizi KEK dengan kategori KEK dan normal yang berpengaruh terhadap kejadian anemi pada ibu hamil yaitu dengan OR = 3,243; 90% CI = 1,850-5,683, artinya ibu hamil dengan status KEK mempunyai risiko anemi 3.243 kali dibanding ibu hamil dengan status gizi normal. Adapun model regresi logistiknya adalah: F Log = -0.442 + 1.176 KEK 3- F Keterangan: KEK = Status Gizi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tidak banyak perbedaan karakteristik ibu hamil di perdesaan dengan di perkotaan. Yang berbeda signifikan adalah proporsi pendidikan ibu hamil, konsumsi buah, ANC dan proporsi ibu hamil KEK. Pendidikan ibu hamil, konsumsi buah dan ANC di perkotaan lebih baik daripada di perdesaan. Namun proporsi ibu hamil yang KEK di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. Peubah yang berhubungan dengan kejadian anemia di perdesaan adalah konsumsi zat besi, sedangkan peubah yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di perkotaan dan di perdesaan+perkotaan yaitu status KEK. Dimana berdasarkan analisis bivariate Status KEK pada ibu hamil di perkotaan berpeluang 3.243 kali pada kejadian anemia dibanding ibu hamil tidak KEK. Status KEK pada ibu hamil di perdesaan+perkotaan berpeluang 2.27 kali pada kejadian anemia dibanding ibu hamil tidak KEK. Determinan utama kejadian anemi pada ibu hamil secara keseluruhan (perdesaan+perkotaan) adalah status gizi KEK. Ibu hamil dengan status KEK mempunyai risiko untuk anemi 1.975 kali dibanding ibu hamil dengan status gizi normal. Determinan utama kejadian anemi pada ibu hamil di perdesaan adalah ANC. ibu hamil yang terkategori risiko tinggi pada ANC (tidak memenuhi salah satu pemeriksaan kehamilan yaitu 1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3) mempunyai risiko untuk anemi 1.697 kali dibanding ibu hamil dengan kategori risiko rendah pada ANC (melakukan pemeriksaan kehamilan 1x pada trimester 1 & 2, 2x pada trimester 3). Dengan kata lain ANC yang tidak kumplit merupakan factor risiko pada kejadian anemi ibu hamil di daerah perdesaan. Berbeda dengan perdesaan, di perkotaan determinan utama kejadian anemi pada ibu hamil adalah status gizi KEK. Ibu hamil dengan status KEK di perkotaan mempunyai risiko untuk anemi 3.243 kali dibanding ibu hamil dengan status gizi normal.
12
Saran Determinan utama kejadian anemi pada ibu hamil adalah status gizi KEK dan ANC. Oleh karena itu harus dikuatkan kembali surveilans gizi ibu hamil diikuti dengan intervensi baik yang bersifat spesifik maupun sensitif, sehingga KEK pada ibu hamil segera teratasi dan tidak berlanjut pada kejadian anemi atau bahkan pada kejadian melahirkan BBLR. Demikian juga perlu ditingkatkan frekuensi ANC melalui dua hal yaitu peningkatan demand dan suply. Peningkatan demand dapat dilakukan melalui edukasi, sehingga ibu hamil akan dengan kesadaran sendiri melakukan pemeriksaan kehamilan. Disisi lain suply dapat dilakukan dengan mendekatkan fasilitas playanan kesehatan dasar pada ibu hamil. Misalnya dengan adanya pemeriksaan ibu hamil setiap bulan di posyandu oleh bidan.
DAFTAR PUSTAKA Adam I, Khamis AH, Elbashir MI. 2005. Prevalence and risk factors for anaemia in pregnant women of eastern Sudan. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene. Volume 99, Issue 10, October 2005, Pages 739–743. [abstrak] Adebisi O, Stayhorn G. 2005. Anemia in Pregnancy and Race in the United States:Blacks at Risk. Health Services Research journal: volume 37 no. 9, . 655-662, Oktober 2005. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. . Soetardjo S dan Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Aminah, 2002. Analisis Faktor Risiko Kejadian anemia Pada Ibu Hamil Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah. Tesis Program Pascasarjana FKM Universitas Hasanuddin, Makassar. Amiruddin dan Wahyuddin. 2004. Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil di Puskesmas Mantimurung Maros (Laporan). FKM Universitas Hasanuddin, Makassar Arisman. 2008. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi Dalam Daur Kehidupan Edisi 2. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Di dalam: Soekirman et al., editor. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia hlm 153. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Basri AF. 2011. Faktor yang berhubungan dengan anemia ibu hamil di wilayah kerja puskesmas wajo, kota Bau-Bau provinsi Sulawesi Tenggara. Thesis. Bogor (ID):Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bencaiova G, Burkhardt T, Breymann C. 2012. Anemia—prevalence and risk factors in pregnancy. European Journal of Internal Medicine Volume 23, Issue 6, September 2012, Pages 529–533.[ abstrak] Christian P. 2010. Maternal Height and Risk of Child Mortality and Undernutrition. JAMA. 303(15):1539-1540. doi:10.1001/jama.2010.469. Cogswell ME, Parvanta I, Ickes L, Yip R, Brittenham G. 2003. Iron supplementation during pregnancy, anemia, and birth weight: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr 2003;78:773–81.
13
Dairo MD, Lawoyin TO. 2004. Socio-demographic determinants of anaemia in pregnancy at primary care level: a study in urban and rural Oyo State, Nigeria. Afr J Med Med Sci. Sep;33(3):213-7. [abstrak]. Dekker LH, Mora-Plazas M, Marin C, Baylin A, Villamo E. 2010. Stunting associated with poor socioeconomic and maternal nutrition status and respiratory morbidity in Colombian school children. Food and Nutrition Bulletin. 31:2. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes RI. . 2005. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan untuk Petugas). Jakarta (ID): Depkes RI. . 2005. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Gibson RS. 2005. Principal of Nutrition Assesment. Oxford: Oxford University Press. Green L. 1980. Health Education Planning A Diagnostic Approach. Baltimore: The John Hopkins Univeristy, Mayfield Publishing Co. Hammond K. 2008. Assesment: dietary and clinical data. Di dalam: Mahan K, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food Nutrition and Diet Therapy 12th Edition. Missouri: Saunders Elsevier. Joyce C McCann and Bruce N Ames. 2007. An overview of evidence for a causal relation between iron deficiency during development and deficits in cognitive or behavioral function1–3 Am J Clin Nutr ;85:931– 45. Kar BR, Rao SL, Chandramouli BA. 2008. Cognitive development in children with chronic protein energi malnutrition. Behavioral and Brain Functions. 4:31. doi:10.1186/17449081-4-31. Khambalia AZ, O’connor DL, Macarthur C, Dupuis A, Zlotkin SH. 2009. Periconceptional iron supplementation does not reduce anemia or improve iron status among pregnant women in rural Bangladesh. Am J Clin Nutr; 90:1295–302 Lindsay H Allen. 2000. Anemia and iron deficiency: effects on pregnancy outcome. Am J Clin Nutr 71:1280S–4S. Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “GI-PSI-SEHAT” Bagi Ibu serta Dampaknya terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Menon KC, Ferguson EL, Thomson CD, Gray AR, Zodpey S, Saraf A, Das PK, Pandav CS, Skeaff SA. 2013. Iron status of pregnant Indian women from an area of active iron supplementation. Nutrition Volume 30, Issue 3, March 2014, Pages 291–296. [abstrak] Mirzae F, Eftekhari N, Goldozeian S, Mahdavinia J. 2009. Prevalence of anemia risk factors in pregnant women in Kerman, Iran. Iranian Journal of Reproductive Medicine Vol.8. No.2. pp: 66-69, Spring 2010 Munoz L, Lonnerdal, Keen CL, Dewey KG. 1988. Coffee consumption as a factor in iron deficiency anemia among pregnant women and their infants in Costa Rica. Am J Clin Nutr 1988;48:645-5 1. Mary E Cogswell, Ibrahim Parvanta, Liza Ickes, Ray Yip, and Gary M Brittenham. 2003. Iron supplementation during pregnancy, anemia, and birth weight: a randomized controlled trial1–3 Am J Clin Nutr ;78:773–81. Nyakeriga AM, Troye-Blomberg M, Chemtai AK, Marsh K, Williams TN. 2004. Malaria and nutritional status in children living on the coast of Kenya. Am J Clin Nutr. 80:1604 – 10. 14
Nynke R van den Broek and Elizabeth A Letsky. 2000. Etiology of anemia in pregnancy in south Malawi. Am J Clin Nutr 72:247S–56S Obse N, Mossie A, Gobena T. 2013. Magnitude of anemia and associated risk factors among pregnant women attending antenatal care in shalla woreda, west arsi zone, oromia region, ethiopia. Ethiop J Health Sci. Vol. 23, No. 2 July 2013. Ononge S, Campbell O, Mirembe F. 2014. Haemoglobin status and predictors of anaemia among pregnant women in Mpigi, Uganda. BMC Research Notes 2014, 7:712. Özaltin E, Hill K, Subramanian SV. 2010. Association of Maternal Stature With Offspring Mortality, Underweight, and Stunting in Low- to Middle-Income Countries. JAMA. 303 (15): 1507-1516. Parul Christian, Farhana Shahid, Arjumand Rizvi, Rolf DW Klemm, and Zulfiqar A Bhutta. 2009. Treatment response to standard of care for severe anemia in pregnant women and effect of multivitamins and enhanced anthelminthics1–3 Am J Clin Nutr ;89:853– 61. Price, A Silvana, Lorraine M. Wilson, 1995. Pato Fisioplogi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta Rahmatiah M. 2005. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo. (Tesis) FKM Universitas Hasanuddin, Makassar. Regina Moench-Pfanner,†2 Saskia de Pee,† Martin W. Bloem,†** Dorothy Foote,* Soewarta Kosen,‡ and Patrick Webb†. 2005. Food-for-Work Programs in Indonesia Had a Limited Effect on Anemia. J. Nutr. 135: 1423–1429. Sean R. Lynch. 2011 Why Nutritional Iron Deficiency Persists as a Worldwide Problem. J. Nutr. 141: 763S–768S. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya: untuk keluarga dan masyarakat. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sutomo, I Kadek. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Ibu Hamil di Puskesmas Amonggedo Baru Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008. Thesis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. Theresa O Scholl. 2005. Iron status during pregnancy: setting the stage for mother and infant. Am J Clin Nutr 2005;81:1218S–22S. Uche-Nwachi EO, *Odekunle A, Jacinto S, Burnett M, Clapperton M, David Y, Durga S, Greene K, Jarvis J, Nixon C, Seereeram R, Poon-King C, Singh R. 2010. Anaemia in pregnancy: associations with parity, abortions and child spacing in primary healthcare clinic attendees in Trinidad and Tobago. African Health Sciences 10(1): 66 - 70 Verhoeff FH, Brabin BJ, Chimsuku L, Kazembe P, Broadhead RL. 1999. An analysis of the determinants of anaemia in pregnant women in rural Malawi--a basis for action. Ann Trop Med Parasitol. Mar;93(2):119-33 [abstrak]. Victora et al. 2008. The Lancet Series: Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. Whitney E, Rolfes SR. 2011. Understanding Nutrition Twelfth Edition. Belmont CA: Wadsworth Cengage Learning. [WHO] World Health Organization. 1997. WHO global database on child growth and malnutrition. Geneva (CH): World Health Organization. [Internet]. Tersedia pada http: http://whqlibdoc.who.int/hq/1997/WHO_NUT_97.4.pdf . 2000. Malnutrition: the global picture. In: Nutrition for health and development: a global agenda for combating malnutrition. Geneva (CH): World Health Organization.
15
9-21. [Internet]. Tersedia pada http: http://www.who.int/mip2001/files/2231/ NHDprogressreport2000.pdf. . 2003. WHO Technical Report Series: Diet, Nutrition and the Prevention of Chronic Diseases. Geneva (CH): WHO. .2007. Growth reference 5-19 years. [Internet].Tersedia pada http://www.who.int/ growthref/who2007 height for age/en/index.html. Wooldridge NH. 2011. Child and preadolescent nutrition. Di dalam: Brown JE, editor. Nutrition Through the Life Cycle Fourth Edition. Belmont CA: Wadsworth, Cengage Learning. World Bank. 2006. Repositioning Nutrition as Central to Development: A Strategy for LargeScale Action. Washington DC: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.
16