1
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 16/UM/6/1977 tanggal 10 Juni 1977, peruntukan kawasan Angke Kapuk ditetapkan sebagai hutan lindung, cagar alam, hutan wisata dan lapangan dengan tujuan istimewa. Pada tahun 1994 berdasarkan hasil tata batas di lapangan dan Berita Acara Tata Batas yang ditandatangani pada Tanggal 25 Juli 1994 yang diangkat dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta diketahui bahwa hutan yang dipertahankan adalah seluas 327,70 ha. Selain di Pantai Utara DKI Jakarta, hutan mangrove juga terdapat di sekitar Kepulauan Seribu. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penyambung darat dan laut. Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah darat atau ke arah laut melalui mangrove. Ekosistem mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan perubahan lingkungan utama, dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika mangrove tidak ada, maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata. Habitat mangrove sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang rendah, karena hambatan bio-kimiawi yang ada di wilayah yang sempit diantara darat dan laut. Namun hubungan kedua wilayah tersebut mempunyai arti bahwa keanekaragaman
hayati
yang
ada
di
sekitar
mangrove
juga
harus
dipertimbangkan, sehingga total keanekaragaman hayati ekosistem tersebut menjadi lebih tinggi. Pengelolaan mangrove selalu merupakan bagian dari pengelolaan habitat-habitat di sekitarnya agar mangrove tumbuh. Menipisnya ekosistem mangrove menjadi perhatian serius Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Stakeholder di sekitar kawasan. Perhatian ini berawal dari kenyataan bahwa pada daerah antara laut dan darat ini, mangrove memainkan peranan penting dalam menjinakkan banjir pasang musiman (saat air laut pasang, pada musim hujan) dan sebagai pelindung wilayah pesisir. Selain itu, produksi
2
primer mangrove berperan mendukung sejumlah kehidupan seperti satwa yang terancam punah, satwa langka, bangsa burung (Avifauna) dan juga perikanan laut dangkal. Dengan demikian, kerusakan dari pengurangan sumberdaya vital tersebut yang terus berlangsung akan mengurangi bukan hanya produksi dari darat dan perairan, serta habitat satwa liar sekaligus mengurangi keanekaragaman hayati, juga merusak stabilitas lingkungan hutan pantai. Perumusan Permasalahan Karena tekanan pertambahan penduduk terutama di daerah pantai, konversi lahan menjadi kawasan perumahan, budidaya perairan, infrastruktur pelabuhan, industri,
mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan
pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, ekosistem mangrove dengan cepat menjadi semakin menipis dan rusak. Kerusakan ini juga disebabkan oleh abrasi dan gelombang pasang. Untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang telah terdegradasi dilakukan berbagai kegiatan pemulihan ekosistem melalui berbagai kegiatan. Salah satu kegiatan pemulihan tersebut dengan restorasi mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak yang peduli terhadap kelestarian mangrove baik itu pemerintah, perguruan tinggi, swasta, LSM, dan masyarakat sekitar. Namun demikian dalam perkembangannya, belum ada suatu kegiatan yang nyata untuk mengetahui tingkat keberhasilan teknik rehabilitasi pada kawasan restorasi. Dengan dasar tersebut penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui pertumbuhan tanaman jenis bakau (Rhizophora mucronata) yang mampu meningkatkan kualitas lingkungan dan keberhasilan kegiatan penyelamatan hutan mangrove, mengembalikan manfaat dan fungsi kawasan melalui kegiatan rehabilitasi sesuai dengan karakteristik lingkungan dilihat dari perbedaan pertumbuhannya.
3
Kerangka Pemikiran Pendekatan Teori Mangrove merupakan individu jenis tumbuhan atau komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut, terendam pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut (Kathiresan and Bingham, 2001). Komunitas tumbuhan ini umumnya tumbuh optimal pada tanah lumpur yang bersifat salin dengan tingkat salinitas antara 10 sampai 30 ppt di daerah pantai yang terlindung, laguna, dan muara sungai (Hogarth, 1999). Secara ekofisiologis, mangrove merupakan jenis tumbuhan pioner yang bersifat salt-tolerant yang terutama tumbuh dan berkembang pada sedimen tanah yang umumnya didominasi partikel liat (Tormlinson, 1996). Setiap jenis mangrove menuntut kondisi habitat tertentu untuk tumbuh secara optimal yang merupakan pengaruh simultan dari faktor-faktor penggenangan pasang surut, tipe tanah, salinitas, dan cahaya matahari (Chapmann, 1975). Sekali anakan mangrove tumbuh pada endapan lumpur, maka anakan tersebut dalam waktu yang segera akan membentuk sistem perakaran yang khas sesuai jenisnya (stilt root pada Rhizophora spp., knee root pada Bruguiera spp., pneumatophore pada Avicennia spp. dan Sonneratia spp., dan plunk root pada Heritiera spp.) yang berperan untuk memperkokoh berdirinya batang, menyerap unsur hara, bernafas (pertukaran gas O 2 dan CO 2 ), menyaring garam yang terkandung dalam air, dan menangkap partikel tanah yang tersuspensi dalam air serta meretensi unsur hara dalam sedimen yang terakumulasi (Saenger, 2002). Jenis Avicennia spp. dan Sonneratia spp. merupakan nursing tree pioneer species bagi perkembangan jenis mangrove lainnya yang tumbuh pada tanah lumpur dengan salinitas yang tinggi (di atas 30 ppt). Pada beberapa lokasi, jenisjenis mangrove tersebut sering tumbuh bersama dengan Rhizophora mucronata karena tuntutan terhadap kondisi habitat yang relatif sama (Hutchings and Saenger, 1987). Kondisi hutan mangrove Angke Kapuk saat ini telah mengalami kerusakan cukup parah, yang disebabkan oleh perubahan lingkungan di sekitarnya dan tekanan langsung dan tidak langsung terhadap keberadaan hutan mangrove itu
4
sendiri. Faktor-faktor yang mendorong kerusakan hutan mangrove berasal dari aktivitas manusia/pembangunan di darat serta aktivitas manusia di perairan laut (perhubungan, perikanan/nelayan) yang memberikan dampak negatif (pencemaran minyak, abrasi) pantai. Disamping itu juga tekanan yang berasal dari aktivitas manusia pada hutan mangrove itu sendiri, berupa: budidaya tambak dan penebangan kayu bakau. Aktivitas semua pihak pada ketiga tempat tersebut (daratan/hulu, hutan mangrove, perairan laut) telah menimbulkan dampak negatif terhadap keberadaan dan keberlanjutan fungsi hutan mangrove Muara Angke. Berdasarkan kondisi dan permasalahan serta pengembangan pengelolaan kawasan hutan mangrove Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta, upaya penyelamatan ekosistem hutan mangrove perlu dilakukan dengan menelaah komponen dan prasyarat penyelamatan hutan mangrove yang meliputi: pemilihan jenis tanaman dan teknik rehabilitasi yang akan menjamin sistem pelaksanaan. Kerangaka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1. KONDISI & POTENSI HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK PERMASALAHAN
EKSTERNAL: SEDIMENTASI, EROSI / ABRASI, dll.
INTERNAL: KONVERSI LAHAN, PENEBANGAN HUTAN, dll.
FUNGSI & MANFAAT EKOLOGI
POLA DAN TEKNIK REHABILITASI # PENDEKATAN FISIK # PENDEKATAN BIOLOGIS
PELAKSANAAN REHABILITASI MANGROVE POLA DAN TEKNIK REHABILITASI MANGROVE YANG MENJAMIN KEBERHASILAN PENYELAMATAN HUTAN MANGROVE DI HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK PROVINSI DKI JAKARTA
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Pola dan Teknis Rehabilitasi
5
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian meliputi: 1) Mengetahui kualitas lahan restorasi mangrove 2) Mengetahui
laju
tingkat
pertumbuhan
tanaman
Bakau
(Rhizophora
mucronata) pada lahan restorasi mangrove. 3) Mengetahui Hubungan Kualitas habitat restorasi dengan laju pertumbuhan tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan restorasi mangrove. 4) Mengetahui faktor tempat tumbuh yang berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian meliputi: 1) Data Kualitas lahan restorasi mangrove sebagai tempat tumbuh tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) akan dapat di adopsi sebagai literatur kegiatan restorasi di Kawasan lain. 2) Dengan di ketahuinya laju tingkat pertumbuhan tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan restorasi mangrove dapat di jadikan rujukan tanaman bakau menjadi pilihan tanaman restorasi. 3) Hasil analisis hubungan Kualitas habitat restorasi dengan laju pertumbuhan tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) akan dapat dijadikan rujukan kebijakan restorasi pada kawasan lainnya. 4) Dengan di ketahuinya faktor tempat tumbuh yang berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan dapat membantu dalam proses pemeliharaan untuk keberhasilan restorasi mangrove.