1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Fungsi utama pelumas (oli) adalah mencegah terjadinya friksi dan keausan (wear) antara dua bidang atau permukaan yang bersinggungan, memperpanjang usia pakai mesin, dan fungsi yang lainnya adalah membantu perpindahan panas, mencegah korosi. Formulasi pelumas yang banyak digunakan adalah terdiri dari 70-90% pelumas dasar yang dicampur dengan bahan aditif untuk memodifikasi dan memperbaiki sifat-sifat alamiahnya (yaitu stabilitas terhadap oksidasi, hidrolisis, suhu, viskositas, indeks viskositas, dan korosi). Pelumas dasar yang paling banyak digunakan adalah minyak mineral yaitu campuran dari beberapa jenis hidrokarbon minyak bumi, minyak nabati, dan minyak sintetis, baik yang berasal dari minyak bumi maupun minyak nabati (Askew 2004). Pada awalnya, pelumas yang banyak digunakan adalah minyak mineral. Sampai dengan pertengahan abad-19 hampir seluruh pelumas menggunakan minyak dan lemak hewani atau nabati. Selanjutnya digunakan minyak mineral yang dimurnikan sebagai pelumas dasar karena mempunyai ketahanan termal dan oksidasi yang lebih baik dibandingkan dengan minyak nabati atau hewani. Dengan perkembangan teknologi, minyak mineral yang dimurnikan tidak mampu melayani mesin-mesin dengan teknologi baru, maka perlu ditambahkan aditif untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Teknologi aditif ini berkembang sejak awal tahun 1950 (Gunstone 1998). Langkah selanjutnya adalah menggunakan pelumas dari bahan kimia yang mempunyai kemampuan lebih unggul dibandingkan dengan minyak mineral yang dimurnikan dalam semua sifat dasar. Maka muncul pelumas sintetis yang mempunyai sifat lebih unggul dibandingkan dengan minyak konvensional. Beberapa jenis pelumas dasar sintetis yang banyak digunakan adalah diester, fosfat ester, ester silikat, glikol polialkilena, silikon, khlor & fluor hidrokarbon, polialkilglikol, polialfaolefin, dan poliolester (POE). Harga pelumas dasar sintetis ini lebih mahal, tetapi dewasa ini lebih banyak digunakan karena umur pemakaian lebih lama, mengurangi konsumsi oli, mempunyai spesifikasi yang dibutuhkan pemakai, pengoperasian lebih aman dan sifat-sifatnya dapat diprediksi karena karakteristik
2 produknya seragam (Mulyana 2003). Pemakaian pelumas di Indonesia adalah untuk mesin-mesin industri, kendaraan bermotor, perkapalan, alat-alat berat, mesin pertanian, pertambangan dan berbagai pelumasan mesin yang lainnya. Jumlah pemakaian pelumas di Indonesia adalah sebesar 226.24 juta ton (BPS 2003). Sampai dengan saat ini penyediaan dan pelayanan pelumas, berdasarkan Keppres RI Nomor 21 Tahun 2001 pada Bab I Pasal 1 Ayat 2 , dinyatakan bahwa “Penyediaan dan Pelayanan Pelumas adalah kegiatan untuk menghasilkan pelumas dengan cara pabrikasi pelumas (blending), pengolahan pelumas bekas, impor pelumas dan pemasarannya” dan pada Bab III Pasal 6 Ayat 1 “ Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelumas di dalam negeri, perusahaan dapat mengimpor pelumas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Saat ini kebutuhan minyak bumi meningkat, sedangkan persediaannya makin menipis. Keadaan ini memacu produksi pelumas sintetis dari minyak nabati sebagai bahan dasar alternatif dalam pembuatan pelumas. Meskipun harga pelumas dasar hasil biosintetis ini lebih mahal daripada minyak mineral, namun minyak ini mempunyai sifat unggul dalam stabilitas termal, sifat alir, indek viskositas, dan stabilitas penguapan. Oleh karena itu pelumas dasar hasil biosintetis akan memberikan kinerja yang baik dibandingkan dengan minyak mineral dan bahan bakunya dapat terbarukan. Banyak minyak nabati yang digunakan dalam aplikasi pelumas, misalnya sebagai aditif minyak sintetis, fluida transmisi, minyak motor 2 tak, minyak hidraulik, dan gemuk. Konsumsi minyak nabati Amerika Serikat untuk pelumas adalah sebesar 8 juta kilogram per tahun. Konsumsi ini merupakan 9% dari total penggunaan minyak nabati untuk industri. Pasar ini mengkonsumsi 9.66 milyar liter minyak mineral dimurnikan per tahun untuk kebutuhan pelumas. Kira-kira 3.9 milyar liter digunakan untuk minyak motor 4 tak (Johnson 1990). Total kebutuhan pelumas di Jerman pada tahun 1998 kira-kira 1 juta ton per tahun, segmen pasar terbesar adalah minyak mesin dan minyak roda gigi otomotif, yaitu sebesar 450 000 ton per tahun, dan selanjutnya kebutuhan yang lain adalah untuk mesin hidraulik dan mesin industri (Willing 2001). Peningkatan penggunaan produk-produk ramah lingkungan seperti produk-produk pelumas terjadi karena kerasnya peraturan pemerintah dan meningkatnya ketertarikan masyarakat pada lingkungan yang bebas polusi (Adhvaryu 2002). Sebagian besar
3 pelumas yang berasal dari petroleum bersifat toksik terhadap lingkungan. Minyak nabati dengan kandungan oleat tinggi mempunyai potensi untuk mensubstitusi minyak pelumas dasar konvensional dari minyak mineral dan ester sintetis (Adhvaryu 2005). Minyak nabati sebagai pelumas mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan pelumas dasar dari minyak mineral, karena minyak nabati bersifat bisa terdegradasi dan nontoksik, tetapi pada sisi yang lain minyak nabati mempunyai stabilitas oksidasi dan ketahanan korosi yang rendah (Adhvaryu 2005). Adanya ikatan rangkap C=C mengakibatkan minyak bersifat labil, maka perlu ditambahkan bahan aditif atau dilakukan pengolahan terhadap minyak nabati untuk meningkatkan stabilitas oksidasinya. Beberapa usaha yang dilakukan untuk meningkatkan stabilitas oksidasi adalah dengan melakukan modifikasi minyak kedelai menjadi epoksi minyak kedelai dan alkohol polihidrat (Hwang 2003), melakukan transesterifikasi terhadap trimetilolpropan dan metil ester kanola (Adhvaryu 2002). Alkohol polihidrat (poliol) dapat dibuat dengan membuka cincin epoksi minyak menggunakan katalis asam, seperti asam–asam mineral: asa Minyak nabati yang banyak digunakan sebagai pelumas dasar adalah minyak biji bunga matahari dengan kandungan asam oleat tinggi, tetapi stabilitas terhadap oksidasinya rendah karena adanya ikatan rangkap C=C. Jenis minyak nabati lain yang biasa digunakan adalah minyak jarak castor, minyak kelapa sawit, dan minyak kedelai. Beberapa kelebihan penggunaan pelumas dasar biosintetis adalah rendahnya emisi karena rentang titik didih tinggi dan kandungan toksinnya rendah (Askew 2004). Pada penelitian ini telah dilakukan perancangan proses modifikasi secara kimiawi terhadap minyak jarak pagar (Jatropha curcas. L), sebagai upaya meningkatkan stabilitasnya. Tanaman jarak terdiri dari dua jenis, yaitu jarak pagar (Jatropha curcas. L) dan tanaman jarak dalam atau jarak kepyar (Ricinus communis. L). Tanaman jarak termasuk ke dalam famili euphorbiaceae dengan ciri tumbuhan yaitu dapat tumbuh dengan cepat, kuat serta tahan terhadap musim panas (Guibitz 1999). Pemilihan tanaman jarak pagar sebagai sumber bahan baku pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah biji jarak pagar, tingginya kandungan minyak pada biji dan merupakan non-drying oil atau semi-drying oil, sehingga sifat pelumasannya baik (Thomsen 1951). Disamping itu minyak jarak pagar bukan komoditi untuk keperluan pangan karena mengandung racun, sedangkan beberapa jenis minyak
4 yang lain bersaing penggunaannya untuk keperluan pangan, seperti minyak kedelai, minyak sawit, dan sebagainya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar (Jatropha curcas. L) sebagai pelumas dasar. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan industri pelumas dasar, seperti pemerintah sebagai pembuat kebijakan, investor, pedagang, petani, maupun eksportir dan Indonesia pada umumnya sehingga dihasilkan nilai tambah komoditas jarak pagar yang menguntungkan semua pihak yang terlibat.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar, yaitu mendapatkan jalur proses terbaik sehingga dapat menghasilkan produk dengan karakteristik sesuai dengan yang diinginkan, mendapatkan produk dengan kinerja ketahanan terhadap oksidasi dan mendapatkan produk dengan kinerja formula pelumas sintetis pada mesin otomotif yang baik, mendapatkan kondisi operasi proses terbaik, mendapatkan parameter kinetika reaksi dan termodinamika proses modifikasi dan mendapatkan kapasitas produksi optimum, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan proses baik secara teknis maupun finansial dan mendapatkan Process Engineering Flow Diagram (PEFD) modifikasi minyak jarak pagar.
Ruang Lingkup Untuk mendapatkan hasil yang jelas dan terarah, maka ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Sintesis Proses, meliputi : a. Pemilihan bahan baku, produk, dan jalur proses b. Proses modifikasi minyak parak pagar c. Melakukan identifikasi dan karakterisasi minyak jarak pagar dan hasil modifikasinya
5 d. Mengevaluasi kinerja pelumas dasar, meliputi evaluasi kinerja ketahanan terhadap oksidasi dan evaluasi kinerja formula pelumas sintetis pada mesin otomotif. e. Integrasi rancangan proses dalam bentuk blok diagram
2.
Analisis atau Pemodelan dan Simulasi, meliputi : mendapatkan pemodelan laju reaksi,
mendapatkan
parameter
kinetika
dan
parameter
termodinamika.
Melakukan penyusunan neraca massa dan neraca energi untuk mengetahui distribusi produk maupun kebutuhan energi pada semua aliran proses, sehingga bisa digunakan untuk simulasi produk pada skala yang berbeda.
3.
Optimasi, meliputi penyusunan model matematis dari fungsi obyektif yang akan dioptimasikan yaitu kapasitas produksi, melakukan optimasi kapasitas produksi untuk mendapatkan total biaya minimum.
4.
Penentuan kelayakan baik secara teknis maupun finansial dan pembuatan Process Engineering Flow Diagram (PEFD) pada proses modifikasi minyak jarak pagar. .