1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna
adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna yang paling utama di Indonesia selain tuna sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares) dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii). Ekspor tuna mata besar pada umumnya dalam bentuk segar dan beku. Berdasarkan data Dinas Perikanan Provinsi Bali (2002) dan Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) Muara Baru (2002) diacu dalam Proctor et al. (2003) dilaporkan bahwa pada tahun 2002 tuna yang diekspor dalam bentuk segar dan beku sekitar 18.011,5 ton dari Bali dan 17.471 ton dari Muara Baru dengan negara tujuan Jepang, Amerika, Inggris dan lain-lain. Pemanfaatan sumber daya tuna, terutama tuna mata besar di perairan Samudera Hindia dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat. Hal ini terindikasi dengan semakin bertambahnya jumlah armada yang beroperasi di wilayah perairan tersebut. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2005) mencatat bahwa ada sekitar 6.547 unit kapal tuna longline di Indonesia pada tahun 2003. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan pada tahun 2002 yang hanya berjumlah 2.264 unit. Diduga jumlah kapal tuna longline yang beroperasi di seluruh perairan Indonesia sekitar 1.400 unit, dimana kira-kira 1.200 beroperasi di Samudera Hindia (Pusat Riset Perikanan Tangkap 2002). Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar dari tahun ke tahun, maka semakin tinggi pula eksploitasi terhadap jenis tuna mata besar, sehingga di perairan Samudera Hindia, utamanya di daerah-daerah penangkapan ikan armada tuna longline PT. Perikanan Samodra Besar (PT. PSB) Benoa Bali, sudah terindikasi lebih tangkap (over fishing) atau mendekati titik jenuh. Selama kurun waktu lebih dari satu dasawarsa terakhir, rata-rata berat ikan tuna yang tertangkap, laju tangkap (hook rate) dan hasil tangkapan per satuan unit upaya (catch per unit effort, CPUE) cenderung mengalami penurunan, sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 (PT. PSB 2006, diacu dalam Kosasih 2007). Oleh karena itu diperlukan suatu konsep manajemen yang tepat, dalam jangka panjang dapat menjamin hasil
2 tangkapan yang menguntungkan (sustainable yield) tetapi kelestarian sumber daya (spawning stock) tetap terjaga. Konsep ini akan terlaksana efektif apabila tersedia data tentang kondisi populasi tuna mata besar dengan definisi yang jelas dan akurat.
Tabel 1 Kondisi perikanan tuna periode 1995-2005: berat, hook rate dan CPUE hasil tangkapan tuna didaratkan PT. PSB Benoa Bali Tahun Berat ikan rata-rata (kg) 1995 32 1996 30 1997 27,5 1998 27 1999 26 2000 27 2001 24 2002 25 2003 30 2004 27 2005 29 Sumber: PT. PSB (2006) diacu dalam Kosasih (2007)
Hook rate 0,86 0,84 0,91 0,87 0,62 0,60 0,72 0,72 0,52 0,48 0,45
CPUE (kg/trip) 280 291 282 266 189 177 210 234 199 171 172
Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk menentukan kondisi populasi ikan dan struktur genetiknya dengan tingkat akurasi yang tinggi adalah didasarkan pada polimorfisme DNA; dan DNA mitokondria (mtDNA) yang dipercaya sangat relevan bagi studi tersebut. Informasi lain yang dapat diketahui adalah keragaman genetik, perubahan molekuler dalam genom (mutasi) serta hubungan filogenetik di antara populasi. Metode pengukuran keragaman genetik berdasarkan genotip dapat dilakukan dengan analisis DNA. Analisis DNA juga dapat digunakan untuk mengukur kekerabatan antar spesies, populasi, studi taksonomi dan genetika populasi (Ryman dan Utter 1987). Analisis DNA mempunyai beberapa kelebihan antara lain adalah relatif tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor pertumbuhan, lebih sensitif, dan hasilnya lebih akurat. Analisis DNA dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti metode Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) DNA mitokondria dan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Metode RFLP yaitu untuk mengetahui polimorfisme DNA pada wilayah tertentu dengan melihat tipe atau pola pemotongan DNA menggunakan bantuan enzim restriksi. RFLP ini banyak digunakan untuk mengetahui antara
3 lain, (1) menduga hubungan kekerabatan, (2) menduga variasi genetik, (3) monitoring kemurnian benih hibrida, dan (4) memilah komponen genetik dari karakter kuantitatif (Sianipar 2003). RAPD merupakan satu jenis penanda molekular yang banyak dipakai dalam penelitian dan diagnostik biologi molekular. Genetika populasi adalah cabang genetika yang membahas transmisi bahan genetik pada ranah populasi. Dari objek bahasannya, genetika populasi dapat dikelompokkan sebagai cabang genetika yang berfokus pada pewarisan genetik (Anonim 2008a). Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan persilangan buatan. Pada tanaman keras atau hewan-hewan dengan daur hidup panjang seperti gajah, misalnya, suatu persilangan baru akan memberikan hasil yang dapat dianalisis setelah kurun waktu yang sangat lama. Pola pewarisan sifat pada organisme-organisme yang memiliki daur hidup panjang harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan langsung pada populasi yang ada (Anonim 2008b). Genetika populasi ikan tuna dengan cakupan geografis dari seluruh laut Indonesia mempunyai struktur yang berbeda-beda sebagai akibat adanya keterbatasan laju migrasi gen (Permana et al. 2007). Terpilihnya Benoa sebagai daerah penelitian karena Benoa merupakan salah satu pelabuhan perikanan di Bali dimana produksi perikanan tunanya cukup besar dibandingkan Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) Muara Baru dan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC). Total hasil tangkapan tuna yang didaratkan di Pelabuhan Benoa sebanyak 26.748 ton pada tahun 2002 (Proctor et al. 2003). Produksi ini lebih banyak dibandingkan dengan PPSJ Muara Baru yang hanya sebesar 17.471 ton (PPSJ Muara Baru 2002, diacu dalam Proctor et al. 2003) dan PPSC yang hanya 1.489 ton (PPSC 2002, diacu dalam Proctor et al. 2003). Pelabuhan Benoa berkembang menjadi pusat perikanan tuna disebabkan oleh dekatnya pelabuhan ini dengan daerah penangkapan (fishing ground) yang berada di Samudera Hindia dan dekat dengan bandar udara sehingga memudahkan dalam melakukan ekspor ikan tuna, terutama tuna segar (fresh tuna). Penelitian mengenai genetika populasi, terutama keragaman genetika ikan di Indonesia telah dilakukan, diantaranya adalah terhadap populasi ikan kancra (Tor soro) yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Jawa Barat
4 (Nugroho et al. 2006), ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang berasal dari beberapa daerah penangkapan di Pantai Utara Jawa dan Laut Jawa bagian timur (Suwarso 2002) dan tuna sirip kuning dari daerah Bali, Maluku Utara dan Sulawesi Utara (Permana et al. 2007) serta ikan lele (Famili Claridaee) dari wilayah Asia Tenggara (Sudarto 2003). Penelitian genetika populasi ikan tuna mata besar yang berasal dari perairan Samudera Hindia telah dilakukan oleh Appleyard et al. (2002) dan Chiang et al. (2008), namun belum pernah dilakukan oleh peneliti Indonesia terutama dari perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa dan Nusa Tenggara yang merupakan perairan daerah-daerah penangkapan ikan armada tuna longline PT. PSB belum pernah dilakukan. Hal-hal di atas, kiranya yang mendasari perlunya diadakan penelitian mengenai genetika populasi ikan tuna mata besar hasil tangkapan tuna longline yang didaratkan di Benoa.
1.2
Perumusan Masalah Klarifikasi tentang struktur populasi di alam merupakan informasi yang
penting untuk pengelolaan pendugaan populasi. Pengumpulan informasi atau data dasar genetik dari suatu spesies merupakan syarat awal yang diperlukan untuk menentukan keragaman (variasi) genetik atau kekerabatan yang dimiliki. Dengan diketahuinya keragaman genetik masing-masing spesies, akan sangat membantu baik untuk membuat suatu kebijakan dalam pengelolaan maupun konservasi dari sumber-sumber genetik di alam, termasuk ikan tuna. Keragaman genetik merupakan suatu informasi penting untuk evaluasi, dalam jangka pendek, mengenai fitness individu maupun untuk jangka panjang, kelangsungan hidup dari suatu populasi. Terdapat pendapat yang beranggapan bahwa penyebaran ikan tuna mata besar sangat luas dengan kemampuan migrasi yang tinggi sehingga komoditas ini dianggap sebagai milik umum. Klarifikasi tentang kondisi populasi ikan tuna mata besar yang ada di perairan Samudera Hindia belum diketahui. Kondisi populasi ikan tuna mata besar dapat diprediksi melalui pendekatan dengan menggunakan analisis DNA. Dengan dilakukannya hal ini maka akan memberikan informasi yang valid dan membantu pemerintah dalam pengelolaannya.
5 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi keragaman genetik
dan struktur populasi ikan tuna mata besar dari perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa dan Nusa Tenggara.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai keragaman
genetik dan struktur populasi serta terbentuknya data dasar genetik ikan tuna mata besar dari perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa dan Nusa Tenggara sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan kajian untuk pengelolaannya.
1.5
Hipotesis Hipotesis yang diajukan adalah terdapat perbedaan secara genotip ikan tuna
mata besar hasil tangkapan tuna longline dari perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa dan Nusa Tenggara.
1.6
Kerangka Pemikiran Permasalahan yang ada dalam pengelolaan sumber daya ikan tuna mata
besar di Indonesia, terutama di Samudera Hindia adalah belum diketahuinya kondisi populasi spesies tersebut dan belum terkumpulnya informasi atau data dasar genetik dari spesies tersebut, sehingga tidak tersedianya informasi mengenai keragaman genetik dan struktur populasi dari spesies di lokasi tersebut. Kondisi populasi dan data dasar genetik ikan tuna mata besar dapat diprediksi melalui pendekatan dengan menggunakan analisis DNA. Analisis DNA dapat dilakukan dengan menggunakan metode Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) DNA mitokondria.
6 Permasalahan spesies ikan tuna mata besar
Kondisi populasi
Data dasar genetik
Analisis DNA
Metode RFLP DNA mitokondria
Keragaman genetik
Struktur populasi
Pengelolaan perikanan tuna mata besar
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian genetika populasi ikan tuna mata besar.