I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun atau sebesar 70 persen. Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. Pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan budidaya, saat ini baru sekitar 10,1 persen untuk budidaya air tawar, 40 persen untuk budidaya air payau, dan 0,01 persen untuk budidaya laut. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru mencapai 1,6 juta ton per tahun. Padahal kegiatan budidaya ikan di Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun dikarenakan kondisi perairan di Indonesia beriklim tropis. Oleh karena itu, masih terdapat peluang untuk melakukan pemanfaatan sektor perikanan budidaya di Indonesia1. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memasok sekitar 30 persen produksi ikan yang ada di Indonesia. Produksi ikan di Jawa barat masih didominasi oleh sektor budidaya air tawar yang mencapai 620.000 ton, sedangkan sisanya dari ikan tangkapan perairan umum maupun laut. Sentra produksi budidaya ikan air tawar di Jawa barat diantaranya adalah kota Sukabumi, Garut, Cianjur dan Bogor. Produksi yang dihasilkan kota Sukabumi untuk sektor budidaya mencapai 3.094 ton, kota Garut mencapai 26.170 ton, kota Cianjur mencapai 68.746 ton, dan kota Bogor mencapai 24.558 ton (Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2008). Beberapa jenis ikan air tawar yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat diantaranya adalah ikan nila, mas, lele, patin, dan gurame. Pada Tabel 1 memperlihatkan produksi budidaya air tawar berdasarkan kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009. 1
Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id. Indonesia dan Negara Asia, Up dateData Perikanan. Diakses pada tanggal 17 April 2012.
1
Tabel 1. Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Berdasarkan Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 Produksi (ton) No Kabupaten/Kota Nila Mas Lele Patin Gurame 1 Kab. Cianjur 20.600 34.362 248 1.319 2.884 2 Kota Tasikmalaya 1.771 1.540 566 0 691 3 Kab. Tasikmalaya 4.460 9.215 583 0 509 4 Kota Bogor 559 470 480 485 390 5 Kab. Bogor 1.826 3.857 18.313 581 1.946 6 Kota Cirebon 14 8 34 7 2 7 Kab. Cirebon 245 199 448 45 283 8 Kota Bandung 468 1.260 891 0 0 9 Kab. Bandung Barat 10.635 12.412 394 3.611 189 10 Kab. Purwakarta 23.831 39.745 250 6.617 1 11 Lainnya 22.714 26.230 25.834 247 6.126 Sumber: Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2010 (diolah)
Tabel 1 dapat dilihat bahwa setiap kota dan kabupaten di Jawa Barat menghasilkan produksi ikan yang berbeda-beda. Kota Tasikmaya, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Purwakarta yang merupakan sentra produksi ikan nila yang mencapai 1.771 ton sampai 23.831 ton per tahunnya. Komoditi ikan mas dihasilkan oleh Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta, untuk sentra produksi ikan lele yang mencapai 18.313 ton pertahunnya dihasilkan oleh Kabupaten Bogor. Untuk ikan patin mayoritas dihasilkan oleh Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta. Sedangkan untuk sentra gurame di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Kota Bogor dan Kabupaten Bogor mempunyai produksi yang cukup merata untuk setiap komoditi yang dihasilkan. Kota Bogor merupakan salah satu daerah penghasil ikan air tawar yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Hasil perikanan budidaya air tawar yang banyak diusahakan oleh masyarakat Kota Bogor adalah ikan lele. Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Perikanan Jawa Barat (2009), produksi ikan lele Kota Bogor mencapai 470,37 ton untuk ikan lele ukuran konsumsi, sedangkan untuk benih ikan lele mencapai 100.000.000 ekor. Hal ini mengindikasikan bahwa Kota Bogor memiliki potensi untuk mengembangkan usaha budidaya ikan lele.
2
Menurut Prasetya (2011), permintaan akan ikan lele di wilayah Bogor mencapai 30 ton per hari. Hal tersebut membuat pengusaha budidaya ikan lele dapat memiliki pasar yang prospektif. Salah satu jenis ikan lele yang banyak dibudidayakan pembudidaya ikan lele adalah ikan lele Sangkuriang (Clarias sp). Ikan lele ini adalah salah satu komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan. Oleh karena itu, ikan lele jenis Sangkuriang memiliki prospek pasar yang cukup baik dilihat dari kelebihan ikan lele, yaitu dapat bertahan hidup dalam kondisi air yang minimum, sehingga masyarakat banyak membudidayakannya. Selain itu ikan ini juga dapat dipijahkan sepanjang tahun, tumbuh lebih cepat, dapat hidup pada lingkungan yang kotor dan sedikit oksigen, dan dapat mencapai ukuran yang lebih besar, dan dapat diberikan pakan tambahan bermacam-macam. Tabel 2. Karakteristik Pertumbuhan Lele Sangkuriang dan Lele Dumbo Lele Lele Dumbo Deskripsi Sangkuriang Pendederan I (Benih berumur 5-26 hari) 29,26 20,38 Pertumbuhan harian (%) 3-5 2-3 Panjang standar (cm) >80 >80 Kelangsungan hidup (%) Pendederan II (Benih berumur 26-40 hari) 13,96 12,18 Pertumbuhan harian (%) 5-8 3-5 Panjang standar (cm) >90 >90 Kelangsungan hidup (%) Pembesaran 3,53 2,73 Pertumbuhan harian selama 3 bulan (%) 0,85 0,62 Pertumbuhan harian ikan indukan 0,8-1 >1 Konversi pakan (ton) Sumber: Warta budidaya ikan dalam Rahmatun (2007)
Tabel 2 menunjukkan bahwa, terdapat banyak keunggulan yang dimiliki oleh ikan lele Sangkuriang dibanding ikan lele lainnya (ikan lele Dumbo). Keunggulan ikan lele sangkuriang, panjang standar benih berumur 5-26 hari mencapai 3-5 cm lebih panjang dibanding dengan benih lele dumbo pada umur yang sama yakni 2-3 cm. selain itu, konversi pakan ikan lele sangkuriang (pembesaran) mencapai 0,8-1 ton lebih sedikit dibanding dengan konversi pakan lele dumbo yang mencapai lebih dari satu ton. Keunggulan ini menunjukkan
3
bahwa lele sangkuriang memiliki perspektif yang lebih bagus daripada lele dumbo. Salah satu perusahaan yang mengusahakan komoditi ikan lele Sangkuriang adalah perusahaan Parakbada. Perusahaan ini terletak di Katulampa, Bogor, Jawa Barat. Perusahaan ini berdiri pada awal bulan Mei 2011, sehingga tergolong perusahaan baru yang bergerak dibudidaya ikan lele. Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai investasi dalam jangka panjang. Risiko usaha pada kegiatan budidaya juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko tersebut perlu perencanaan yang tepat agar dana yang diinvestasikan dapat memberikan keuntungan. Selain itu, biaya variabel seperti harga input (pakan) yang cenderung meningkat menyebabkan perubahan pada biaya produksi. Dengan demikian, penting melakukan analisis kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang yaitu dapat membantu para pelakunya menyusun perencanaan yang baik sehingga dapat memajukan usaha tersebut sesuai dengan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta memastikan bahwa akan memberikan hasil yang optimal. Dengan adanya analisis tersebut juga dapat melakukan keputusan dengan baik mengenai upaya dalam pemasaran produk yang dihasilkan, agar kegiatan usaha tersebut dapat memberikan keuntungan bagi pihak yang terlibat. Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan analisis finansial dengan menggunakan beberapa kriteria kelayakan usaha, yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal rate of Return (IRR), dan Discounted Payback Period (DPP). Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas agar jika terjadi perubahan yang berkaitan dengan perubahan manfaat dan biaya bisa menjadi pedoman bagi pihak yang berkaitan. Analisis kelayakan usaha ini berguna untuk mengetahui apakah usaha tersebut memiliki prospek yang baik di masa mendatang. 1.2. Perumusan Masalah Ikan lele Sangkuriang merupakan komoditas perikanan budidaya. Ikan lele ini memiliki keunggulan antara lain dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, serta dapat dipijahkan sepanjang 4
tahun. Dengan adanya keunggulan yang dimiliki oleh ikan lele ini, membuat banyak orang yang tertarik untuk berinvestasi pada usaha budidaya (pembenihan dan pembesaran) ikan lele Sangkuriang. Salah satu perusahaan yang melakukan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di Bogor adalah Perusahaan Parakbada. Perusahaan ini didirikan secara “founder – mendirikan usaha secara bersama” oleh Ibu Susi, Bapak Iyos, Bapak Fauzi, Bapak Amruh Kumandang, dan Bapak Faisal. Perusahaan Parakbada merupakan perusahaan yang baru berdiri. Awal pembangunan tempat produksi (usaha) dilakukan pada bulan Mei 2011. Sekarang, perusahaan ini memiliki 65 buah kolam yang terdiri atas lima kolam pemijahan, tiga kolam pemeliharaan indukan, 10 kolam pembesaran, delapan kolam penyortiran, satu kolam pemeliharaan calon induk, dan sisanya sebanyak 38 kolam penetasan. Perusahaan mulai melakukan budidaya pada pertengahan bulan Juli 2011 dimana sampai sekarang baru melakukan produksi sebanyak satu kali, dimana hasilnya mencapai enam kuintal. Namun untuk pemijahan sudah bisa dilakukan hampir setiap minggu, tergantung dari kondisi indukan yang dimiliki. Pada proses pemijahan, didapatkan benih sebanyak 20-30 ribu ekor benih per satu kali pemijahan, tergantung dari kombinasi indukan yang dipakai. Perusahaan ini menjual benih ikan lele seharga Rp 200,00 per ekor dan untuk ikan lele konsumsi antara Rp 11.000,00 sampai dengan Rp 14.000,00 per kg. Pengelola perusahaan ini berpendapat bahwa Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang memiliki prospek yang baik, mengingat tingginya permintaan benih lele dan lele konsumsi yang tidak diimbangi dengan pasokan (penawaran). Hasil wawancara dengan Ibu Susy, permintaan terhadap ikan lele konsumsi di wilayah JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) mencapai 150 ton per hari. Namun pasokan yang ada di pasar hanya sekitar 70-80 ton per hari, sehingga terdapat kekurangan pasokan sekitar setengah dari jumlah permintaan tersebut. Hal ini menjadi peluang tersendiri yang ingin dimanfaatkan oleh pengelola Perusahaan Parakbada. Berdasarkan hasil wawancara, pihak pengelola Perusahaan Parakbada memberikan pernyataan bahwa usaha pembenihan ikan lele lebih menguntungkan
5
dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan lele. Hal ini menimbulkan rasa ingin tahu apa benar usaha pembenihan ikan lele lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan lele. Hal ini lah yang menjadi alasan mengapa penulis melakukan penelitian ini, yakni menggunakan Skenario I (Usaha Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele dengan Modal Sendiri), Skenario II (usaha pembenihan ikan lele), Skenario III (Usaha Pembesaran Ikan Lele) dan Skenario IV (Usaha Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele dengan Modal Pinjaman). Hasil dari wawancara dengan Ibu Susi, pada awal melakukan Usaha ini (pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang) sebenarnya perusahaan membutuhkan investasi yang besar, yakni sekitar Rp. 80 juta. Namun, modal yang didapat dari founder terkumpul sekitar Rp. 60 juta saja. Hal ini mengakibatkan Usaha tersebut kurang berjalan optimal, seperti dalam hal penyediaan pakan dan proses produksi. Walaupun dalam Usaha ikan lele ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi karena ikan lele Sangkuriang merupakan ikan yang mudah untuk dibudidayakan, namun besaran biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan dengan hasil yang diperoleh. Besarnya investasi yang dikeluarkan harus disesuaikan dengan skala usaha yang dilakukan dan tingkat keuntungan yang diperoleh. Permasalahan selanjutnya yang dihadapi pada Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele ini yaitu biaya pakan (input) yang mengalami kenaikan harga. Hasil wawancara dengan ibu Susy (saat penelitian), terjadi kenaikan pakan, misal pakan lele konsumsi jenis L1 (pakan untuk ikan lele berukuran 5-7 cm) yang awalnya seharga Rp 5.500,00 per kg, sekarang mencapai Rp 7.500,00 per kg. Selain itu, harga cacing sutera yang awalnya seharga Rp 5.000,00 per takar naik menjadi Rp 7.000,00 per takar. Peningkatan biaya variabel seperti harga pakan masuk dalam permasalahan karena biaya variabel (pakan) merupakan biaya utama yang dikeluarkan dalam Usaha lele ini. Kenaikan harga pakan membuat Usaha ikan lele ini mengalami kenaikan biaya produksi, sehingga harga jual output akan mengalami kenaikan. Ketika harga jual output meningkat maka akan berdampak pada penurunan penjualan output tersebut. Hal ini akan berpengaruh terhadap penurunan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan.
6
Dari permasalahan-permsalahan tersebut, maka diperlukan analisis kelayakan Usaha budidaya ikan lele Sangkuriang untuk mengetahui kelayakan dari Usaha tersebut, sehingga investasi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha ini dapat mendatangkan keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga pentingnya melakukan analisis kelayakan ini adalah untuk mengembangkan usaha yang dijalankan di masa mendatang. Agar perusahaan tersebut menjadi skala yang lebih besar serta mampu memenuhi permintaan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi di wilayah JABODETABEK, khususnya di wilayah Bogor. Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut. 1) Bagaimana kelayakan aspek non finansial Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang yang dilakukan oleh Perusahaan Parakbada dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan lingkungan? 2) Bagaimana kelayakan aspek finansial Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilihat dari kriteria investasi Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal rate of Return (IRR), dan Discounted Payback Period (DPP) pada empat skenario? 3) Bagaimana pengaruhnya jika terjadi penurunan harga jual output (benih dan ikan lele Sangkuriang ukuran konsumsi), penurunan produksi (benih dan ikan lele Sangkuriang ukuran konsumsi) dan peningkatan biaya produksi (pakan) dan pada Usaha lele Sangkuriang? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1)
Menganalisis kelayakan Usaha ikan lele Sangkuriang ditinjau dari aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek lingkungan dan sosial) dan aspek finansial dilihat dari kriteria investasi yakni Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal rate of Return (IRR), dan Discounted Payback Period (DPP).
2)
Menganalisis sensitivitas dari Usaha ikan lele Sangkuriang apabila terjadi penurunan harga jual output (benih lele dan ikan lele Sangkuriang ukuran 7
konsumsi), penurunan produksi (benih lele dan ikan lele Sangkuriang ukuran konsumsi) dan
peningkatan biaya pakan pada Usaha lele
Sangkuriang.
1.4. Manfaat Penelitian Dengan melihat permasalahan-permasalahan yang ada pada penelitian, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, seperti bagi peneliti yakni penelitian ini merupakan salah satu sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa kuliah, bagi pemilik usaha yakni penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat dalam mengembangkan keberlanjutan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele sangkuriang, dan bagi calon investor yakni memberikan gambaran mengenai kondisi Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele sangkuriang, khususnya di tempat penelitian ini dilakukan, serta bagi pembaca yakni sebagai bahan informasi, pengetahuan dan literatur untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji aspek-aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta aspek finansial. Hal ini dilakukan untuk meneliti kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang pada Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.
8