BAB I
1
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam pembuatan material
dan struktur fungsional maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah, et al., 2008). Penelitian dalam nanoteknologi pada umumnya mengkaji tentang teknik desain, fabrikasi dan aplikasi dari nanomaterial atau nanostruktur. Termasuk di dalamnya mengkaji sifat fisis, kimia, dan fenomena dari suatu nanomaterial (Cao, 2004). Nanoteknologi merupakan salah satu bidang penelitian yang berkembang secara signifikan di berbagai cabang ilmu pengetahuan teknis. Termasuk di dalamnya adalah cabang ilmu dan teknologi mengenai polimer. Penelitian nanoteknologi dalam bidang polimer telah mencakup berbagai macam topik yang luas. Beberapa di antaranya adalah mikroelektronik, biomaterial berbasis polimer, nanopartikel pengantar obat, miniemulsi partikel, fuel cell electrode polymer bound catalysts, layer-by-layer self-assembled polymer films, electrospun nanofibers, polymer blends dan nanokomposit. Melalui nanoteknologi dapat direkayasa sifat serta struktur material berukuran nano dan dikembangkan untuk berbagai teknologi, sehingga menghasilkan sistem kerja dan kualitas yang lebih baik (Luther, 2004). Nanofiber adalah serat padat ultra-halus yang memiliki diameter sangat kecil, dan area permukaan yang luas per satuan massa, serta memiliki ukuran pori kecil (Freenot & Chronakis, 2003). Nanofiber dapat diaplikasikan ke berbagai bidang utama seperti bioengineering, teknik lingkungan, bioteknologi, elektronika, energi, serta keamanan dan pertahanan (Ramakrishna, et al., 2005). Nanofiber memiliki sifat yang unik dan menarik, yaitu rasio area permukaan terhadap volume yang tinggi, porositas yang tinggi, serta sifat mekanik dan permeabilitas yang baik. Banyak penelitian yang dilakukan terkait nanofiber dan kesesuaiannya untuk aplikasi penyaringan, serta preparasi dan karakterisasi nanofiber untuk potensi aplikasi pengolahan air. Karakteristik nanofiber yang digunakan dalam berbagai aplikasi pengolahan air tergantung pada ketebalan, porositas dan kekasaran
1
2
permukaannya. Metode penyaringan yang paling banyak digunakan adalah mikrofiltrasi, nanofiltrasi, ultrafiltrasi, reverse osmosis dan forward osmosis (Freenot & Chronakis, 2003; Ahn, et al., 2006; Wang, et al., 2006; Barhate, et al., 2006; Gopal, et al., 2006; Liu, et al., 2013; Subramanian & Ramakrishna, 2013; Feng, et al., 2013; Nasreen, et al., 2013; Tijing, et al., 2014). Nanofiber polimer dapat difabrikasi menggunakan beberapa teknik antara lain: Drawing, Template Synthesis, Phase Separation, Self-Asembly dan Elektrospinning. Dari beberapa teknik tersebut, elektrospinning merupakan teknik yang paling mudah, efisien dan kontinu. Elektrospinning mampu menghasilkan struktur nanofiber dari berbagai polimer dengan diameter mulai dari beberapa mikrometer hingga nanometer. Tidak seperti teknik spinning konvensional (wet spinning, dry spinning, melt spinning, gel spinning) yang hanya mampu memproduksi fiber polimer dengan diameter pada kisaran mikrometer. Jika dibandingkan dengan elektrospining, teknik fabrikasi nanofiber lainnya memiliki kelemahan dalam hal kontrol diameter fiber, diskontinuitas, dan proses yang kompleks serta terbatas hanya pada polimer tertentu (Freenot & Chronakis, 2003; Ramakrishna, et al., 2005) Elektrospinning adalah proses yang menghasilkan serat polimer kontinu dengan diameter dalam skala nano, dengan cara memberikan medan listrik eksternal yang dikenakan pada larutan polimer. Dalam proses elektrospinning, larutan polimer yang tertahan oleh tegangan permukaan pada ujung jarum diberi medan listrik, sehingga menyebabkan muatan listrik menginduksi larutan polimer. Seiring dengan meningkatnya intensitas medan listrik, tetesan larutan polimer di ujung pipa kapiler akan membentuk kerucut yang dikenal sebagai kerucut Taylor. Ketika gaya listrik dalam larutan mencapai nilai kritis di mana gaya listrik lebih besar dari gaya tegangan permukaan, maka charge jet (pancaran muatan listrik) dari larutan polimer akan meluncur dari ujung kerucut Taylor menuju pelat kolektor. Ketika pancaran tersebut meluncur di udara, pelarut akan menguap dan pancaran akan membentuk fiber yang terkumpul di pelat kolektor. Fiber dengan berbagai ukuran dan bentuk penampang menyilang dapat dibuat dengan larutan polimer yang berbeda-beda (Doshi & Reneker, 1995; Reneker & Chun, 1996)
3
Terdapat berbagai macam polimer alami dan sintetik yang bisa digunakan untuk memproduksi nanofiber. Di antara berbagai polimer tersebut, Poly(vinyl alcohol) (PVA) merupakan polimer sintetis yang banyak digunakan untuk elektrospinning karena memiliki sifat pembentuk nanofiber yang baik (Ding, et al., 2002; Koski, et al., 2004; Wong, et al., 2010; Kim & Kim, 2011; Rwei & Huang, 2012; Liu, et al., 2013; Çay, et al., 2014; Miraftab, et al., 2015). PVA merupakan polimer semikristalin yang murah, bersifat hidrofilik dan tidak beracun. PVA telah digunakan di berbagai aplikasi bioteknologi karena memiliki resistansi kimia, sifat fisik dan mekanik yang baik, sifat termal yang tinggi, serta biokompatibilitas dan biodegradasi yang baik (Rahman, et al., 2010; Tang & Alavi, 2011; Kim & Kim, 2011; Linh & Lee, 2012). Meski memiliki berbagai kelebihan, namun PVA memiliki kelemahan yaitu ketidakstabilan di dalam air. Pada umumnya nanofiber PVA akan mudah larut di dalam air. Crosslinking nanofiber PVA dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Crosslinking membentuk jaringan tiga dimensi dengan menggabungkan rantai polimer antara satu dengan lainnya, sehingga akan meningkatkan stabilitas dan sifat fisik dari nanofiber PVA. Crosslinking bisa dibagi menjadi dua kategori; secara kimia dan secara fisik (Liu & Zhao, 2012). Crosslinking
kimia
dilakukan
dengan
crosslinker
kimia
(seperti
glutaraldehyde, bis-epoxide, diisocyanate, methacrylate) yang merupakan bahan kimia multifungsi yang membentuk ikatan kovalen permanen dan ireversibel di antara rantai polimer (Liu & Zhao, 2012; Kayaci & Uyar, 2012). Crosslinking fisik dilakukan dengan freeze-thawing, cooling with sub-sequent stretching, methanoltreatment dan heat-treatment (pemanasan) (Hoffman, 2002; Coşkun, et al., 2010). Jika dibandingkan dengan crosslinking kimia, crosslinking fisik tidak menimbulkan masalah toxicity karena tidak membutuhkan crosslinking agents (Patachia, et al., 2009). Pemanasan pada nanofiber PVA terbukti mampu meningkatkan stabilisasi dari nanofiber, namun studi ini masih cukup terbatas. Seperti diketahui bahwa pemanasan pada PVA di atas temperatur transisi kaca mampu menstabilkan struktur nanofiber PVA yang disebabkan meningkatnya kadar kristalinitas polimer (Wong,
4
et al., 2010; Miraftab, et al., 2015). Hal tersebut dapat terjadi karena kelompokkelompok hidroksil dari PVA dapat membentuk ikatan hidrogen, sehingga menyebabkan pembentukan domain kristal kecil yang berfungsi sebagai crosslink untuk menahan struktur tiga dimensi agar tetap stabil (Liu & Zhao, 2012). Wong et al. (2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa aqueous stability (kestabilan dalam air) nanofiber PVA dapat ditingkatkan menggunakan metode pemanasan dengan mengatur temperatur dan waktu pemanasan. Meningkatnya kestabilan nanofiber PVA dalam air berkaitan dengan meningkatnya kristalinitas nanofiber PVA. Selain itu, pemanasan juga dapat meningkatkan kekakuan nanofiber PVA. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini akan dilakukan crosslinking fisik menggunakan metode pemanasan untuk meningkatkan stabilitas nanofiber PVA. Adapun PVA yang digunakan adalah PVA (Gohsenol) yang memiliki harga paling murah dibanding jenis PVA lainnya. Pada akhirnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam produksi nanofiber yang murah dan stabil di air, sehingga dapat digunakan untuk berbagai aplikasi. Penelitian ini akan difokuskan pada efek pemanasan terhadap morfologi dan kristalinitas nanofiber PVA. 1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana efek pemanasan pada morfologi dan diameter nanofiber PVA? 2. Bagaimana efek pemanasan pada kadar kristalinitas nanofiber PVA? 3. Bagaimana morfologi nanofiber PVA (yang sudah diberi pemanasan) setelah direndam di dalam air?
1.3
Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Digunakan PVA Gohsenol dalam pembuatan larutan PVA/aquades 10 wt% untuk proses elektrospinning.
5
2.
Proses elektrospinning dilakukan dengan tegangan listrik 15 kV, jarak tip ke kolektor 14 cm, diameter lubang jarum 0,5 mm dan waktu elektrospinning selama 1 jam.
3.
Pemanasan dilakukan dengan oven selama 2 jam pada suhu 110, 135, 150 dan 160 ºC.
4.
Nanofiber PVA yang sudah dipanaskan pada suhu 135 ºC direndam di dalam air selama 1 minggu.
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengukur diameter rata-rata dan mengamati morfologi nanofiber PVA yang sudah diberi pemanasan. 2. Mengukur kadar kristalinitas dari nanofiber PVA yang sudah diberi pemanasan. 3. Mengukur diameter rata-rata dan mengamati morfologi nanofiber PVA yang sudah dipanaskan dan direndam di dalam air.
1.5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek
pemanasan terhadap morfologi dan kristalinitas nanofiber PVA, agar dapat menjadi acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Hasil ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 1.6
Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 6 bab yaitu : pendahuluan, tinjauan
pustaka, dasar teori, metode penelitian, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, serta dilengkapi daftar pustaka dan lampiran BAB I merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang dilakukannya penelitian mengenai efek pemanasan pada morfologi dan kristalinitas
6
nanofiber PVA, serta rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika dalam penulisan skripsi. BAB II berisi tinjauan pustaka yang menjelaskan tentang penelitianpenelitian terkait dengan efek pemanasan pada morfologi dan kristalinitas nanofiber PVA, serta parameter-parameter yang mempengaruhi proses tersebut. BAB III berisi dasar teori yang berkaitan dengan polimer, transisi termal polimer, karakteristik PVA, dan metode elektrospinning. BAB IV menjelaskan metode penelitian yang mencakup alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, langkah kerja, metode pengolahan, dan analisis data. BAB V menjelaskan data penelitian dan pembahasan mengenai hasil penelitian. BAB VI menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian dan berisi saran untuk penelitian selanjutnya. Daftar pustaka berisi tentang seluruh pustaka yang dirujuk oleh penulis dan lampiran memuat dokumentasi, perhitungan, dan data-data hasil penelitian.