I 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor
agribisnis
memiliki
peran
strategis
dalam
pembangunan
perekonomian nasional. Hal ini digambarkan melalui kontribusi yang nyata dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan, dan sumber devisa negara. Berbagai peran tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan perekonomian nasional, diantaranya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan menyediakan lapangan kerja (Kementrian Pertanian 2009). Menurut Saragih dan Sipayung (2006), agribisnis merupakan suatu kluster industri yang mencakup sektor pertanian, industri hulu dan hilir pertanian (agroindustri), sektor perdagangan input dan hasil pertanian serta sektor-sektor jasa
yang
terkait
langsung.
Pengembangan
agribisnis
ditujukan untuk
mengantisipasi era perdagangan bebas yang menuntut adanya daya saing produk pertanian yang berkualitas dan berkesinambungan. Dengan demikian, sistem agribisnis dapat menjadi motor penggerak pembangunan nasional sekaligus mendorong peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani serta masyarakat pada umumnya. Sepanjang tahun 2004 hingga 2008, sektor agribisnis berkontribusi ratarata 28,46 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (BPS RI 2009). Pada tahun 2008, subsistem budidaya (on-farm) yang terdiri atas pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan berkontribusi Rp 713.291,4 Milyar sedangkan subsistem hulu dan hilir (off-farm) yang terdiri atas industri makanan, minuman, tembakau, kayu, kertas, pupuk, kulit, dan lainnya berkontribusi Rp 730.241,0 Milyar. Informasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Jika ditelaah lebih lanjut, Tabel 1 secara umum menggambarkan bahwa kontribusi sektor agribisnis subsistem industri (off-farm) relatif lebih besar dibandingkan dengan subsistem budidaya (on-farm) dalam pembentukan PDB selama lima tahun terakhir. Terkait dengan hal tersebut, Saragih dan Sipayung (2006) mengungkapkan bahwa agroindustri harus menjadi penggerak utama dalam modernisasi sistem agribisnis, karena memiliki ketekaitan ke depan
(forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) yang relatif tinggi serta angka pengganda tenaga kerja dan nilai tambah yang relatif tinggi pula. Maka dari itu,
Indonesia perlu
mengembangkan
agroindustri untuk memanfaatkan
persaingan global yang tengah terjadi, salah satunya melalui program pengembangan kawasan agropolitan.
Tabel 1. Kontribusi Sektor Agribisnis terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004-2008 (dalam Milyar Rupiah) Lapangan Usaha
2004
2005
2006
2007
2008
Subsistem on-farm (budidaya) a. Tanaman
bahan
165.558,2
181.331,6
214.346,3
265.090,9
347.841,7
49.630,9
56.433,7
63.401,4
81.595,5
106.186,4
c. Peternakan
40.634,7
44.202,9
51.074,7
61.325,2
82.835,4
d. Kehutanan
20.290,0
22.561,8
30.065,7
35.883,7
39.992,1
e. Perikanan
53.010,8
59.639,3
74.335,3
97.697,3
136.435,8
329.124,6
364.169,3
433.223,4
541.592,6
713.291,4
163.553,7
177.753,1
212.738,0
264.100,5
346.185,6
71.474,1
77.087,2
90.116,5
93.598,4
104.829,7
31.225,9
35.247,5
44.602,6
54.880,9
73.196,2
31.036,3
33.898,8
39.637,0
45.403,1
51.912,3
64.012,6
76.213,6
94.078,8
110.769,6
154.117,2
Sub total
361.302,6
400.200,2
481.172,9
568.752,5
730.241,0
Total
690.427,2
764.369,5
914.396,3
1.110.345,1
1.443.532,4
2.295.826,2
2.774.281,1
3.339.216,8
3.949.321,4
4.954.028,9
30,1
27,6
27,4
28,1
29,1
makanan b. Tanaman perkebunan
Sub total
Subsistem off-farm (industri) a. Makanan, minuman, dan tembakau b. Tekstil, produk kulit dan alas kaki c. Kayu dan
produk
lain d. Produk kertas dan percetakan e. Produk
pupuk,
kimia, dan karet
PDB Indonesia Kontribusi Agribisnis terhadap PDB (%)
Sumber: BPS RI 2009 (data diolah)
2
Menurut UU No. 26 Tahun 2007, kawasan agropolitan merupakan embrio kawasan perkotaan yang berorientasi pada pengembangan kegiatan pertanian, penunjang pertanian, dan pengolahan produk pertanian (agroindustri). Dengan visi mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada kawasan pertanian modern di perdesaan, program pengembangan kawasan agropolitan bertujuan untuk membangun ekonomi berbasis pertanian yang diwujudkan dengan cara mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi (Iqbal dan Anugrah 2009). Berdasarkan data LKBN ANTARA (2009), dari 146 kawasan agropolitan yang terdapat di 33 provinsi di Indonesia, daerah yang dinilai mampu menjalankan kawasan agropolitan dengan baik adalah Kabupaten Cianjur, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Lumajang 1. Kabupaten Kuningan sebagai salah satu daerah yang dinilai mampu menjalankan kawasan agropolitan secara efektif telah merancang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan visi “Kuningan sebagai Kabupaten Agropolitan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun 2027” (Pemkab Kuningan 2006). Dalam sektor pertanian (agribisnis), dinamika pembangunan Kabupaten Kuningan diupayakan pada seluruh subsistemnya dengan fokus pada subsistem pengolahan (agroindustri) yang secara keseluruhan mewujudkan kawasan agropolitan yang padu. Untuk menunjang pembangunan tersebut, Kabupaten Kuningan telah menyusun Masterplan Agropolitan yang ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2014 dan telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 11 Tahun 2005 (Bapeda Kabupaten Kuningan 2006). Masterplan Agropolitan Kabupaten Kuningan telah menetapkan empat Distrik Pengembangan Agropolitan, yaitu Distrik Cilimus sebagai sentra produksi ubi jalar, Distrik Kuningan sebagai sentra produksi sapi perah, Distrik Luragung sebagai sentra produksi sapi potong, dan Distrik Ciawigebang sebagai sentra produksi bawang merah. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hasil kajian yang meliputi infrastruktur, potensi wilayah, kesesuaian lahan, agroklimat dan pergerakan eksternal-internal perekonomian. Menurut 1
Wahyudi, Tri. 2009. Baru 20 Persen Kawasan Agropolitan yang Efektif. http://www.antarasumbar.com [31 Agustus 2009]
3
Bapeda Kabupaten Kuningan (2006), pengembangan agropolitan dilakukan secara bertahap dengan menetapkan urutan prioritas diantaranya berdasarkan jumlah produksi, daya saing, komoditas potensial ekspor, jumlah petani yang terlibat, dan intensitas usahatani.
Tabel 2. Jumlah Produksi Komoditas Unggulan di Empat Distrik Pengembangan Agropolitan Kabupaten Kuningan Tahun 2006-2008 Distrik Pengembangan Agropolitan
Komoditas Unggulan
Satuan
Jumlah Produksi 2006 2007 2008
Cilimus
Ubi jalar
Ton
103.330
101.212
104.833
Kuningan
Sapi perah
Ton
5.871
5.138
5.184
Luragung
Sapi potong
Ekor
17.537
15.933
21.102
Ciawigebang
Bawang merah
Ekor
6.563
4.300
3.604
Sumber: BPS Kabupaten Kuningan (2009)
Tabel 2 menunjukkan bahwa ubi jalar menempati posisi tertinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya jika dilihat dari segi jumlah produksi pada tahun 2006 hingga 2008. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2009), rata-rata kontribusi jumlah produksi ubi jalar Kabupaten Kuningan secara umum terhadap jumlah produksi ubi jalar Jawa Barat pada tahun tersebut mencapai 27,1 persen (Tabel 3). Dari segi daya saing, hasil penelitian Juarsa (2007) mengungkapkan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan mempunyai nilai Private Cost Ratio (PCR) sebesar 0,45 dan Domestic Resources Cost (DRC) sebesar 0,24. Nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu menunjukkan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Selain memiliki keunggulan dalam jumlah produksi dan daya saing seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan (2008) menyatakan bahwa ubi jalar menjadi prioritas pertama menurut kriteria komoditas potensial ekspor jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Hal ini dikarenakan ubi jalar varietas Naruto, Beniazuma, dan AC Putih yang diminta oleh pasar ekspor Jepang telah dapat dibudidayakan secara intensif oleh lebih dari
4
14 ribu orang petani. Sejak tahun 1993, ubi jalar yang dihasilkan Kabupaten Kuningan telah menembus pasar Jepang melalui PT. Galih Estetika yang mengekspor ubi jalar dalam bentuk pasta.
Tabel 3. Jumlah Produksi Ubi Jalar Kabupaten Kuningan dan Kontribusinya terhadap Jumlah Produksi Jawa Barat Tahun 2006-2008 Tahun
Jumlah Produksi Ubi Jalar (Ton) Kab. Kuningan Jawa Barat
Kontribusi Kuningan terhadap Jawa Barat (%)
2006
103.330
389.043
26,6
2007
101.212
375.665
26,9
2008
104.833
376.490
27,8
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2009 (data diolah)
Jika dilihat dari segi jumlah produksi dan produktivitas, usahatani ubi jalar di Kabupaten Kuningan selama tahun 2005 hingga 2008 menempati posisi tertinggi daripada tanaman palawija lainnya. Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan (2009) mencatat jumlah produksi ubi jalar pada tahun 2008 mencapai 104.833 ton, paling tinggi jika dibandingkan dengan jumlah produksi jagung, kedelai, kacang tanah, dan singkong yang berturut-turut hanya sebesar 23.160 ton, 1.064 ton, 3.273 ton, dan 55.949 ton. Demikian halnya dengan produktivitas ubi jalar yang mencapai 18,360 ton/ha pada tahun yang sama, paling tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas jagung sebesar 4,495 ton/ha, kedelai 1,342 ton/ha, kacang tanah 1,785 ton/ha, dan singkong 15,354 ton/ha. Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut di atas, ubi jalar sebagai komoditas unggulan Distrik Cilimus dijadikan prioritas utama dalam program pengembangan agropolitan di Kabupaten Kuningan (Bapeda Kabupaten Kuningan 2006). Potensi pengembangan ubi
jalar
di
Kabupaten Kuningan telah
dimanfaatkan oleh PT. Galih Estetika sejak tahun 1993 sebagai pengolah dan pengekspor pasta ubi jalar serta penghasil produk sampingan berupa pakan dan kompos berbahan baku ubi jalar dengan pasar sasaran Jepang. Keseriusan PT. Galih Estetika dalam mengembangkan pengolahan ubi jalar terlihat dari terus meningkatnya volume produksi. Pada awalnya, perusahaan hanya memproduksi
5
pasta ubi jalar sebanyak 488 ton per tahun dengan tenaga kerja sejumlah 50 orang termasuk petani ubi jalar binaan. Kini, volume produksi pasta ubi jalar perusahaan telah mencapai 1.920 ton per tahun dan melibatkan tenaga kerja lebih dari 300 orang (Nirmala 2007). Berdasarkan data dari BPS (2010), permintaan Jepang terhadap pasta ubi jalar mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,56 persen selama empat tahun terakhir (Tabel 4). Terhitung sejak tahun 2000-an, peluang ekspor pasta ubi jalar untuk memenuhi permintaan pasar Jepang yang terus meningkat telah menarik para investor dan pengusaha lain di Indonesia untuk ikut ambil bagian dalam industri ini (Lestari 2006). Jumlah perusahaan yang semakin banyak di dalam industri menyebabkan kondisi persaingan menjadi semakin ketat. Untuk menghadapi situasi tersebut, PT. Galih Estetika sebagai perusahaan pionir pengolah dan pengekspor pasta ubi jalar dari Indonesia ke Jepang2 dituntut untuk melakukan inovasi dalam pemasaran produknya agar tetap dapat diterima oleh konsumen dan memenangkan persaingan yang terjadi.
Tabel 4. Permintaan Jepang terhadap Pasta Ubi Jalar Tahun 2006-2009 Tahun
Permintaan (kg)
Peningkatan Permintaan (%)
2006
5.942.315
-
2007
6.199.471
4,33
2008
6.261.040
0,99
2009
6.595.928
5,35
Sumber: BPS RI 2010 (data diolah)
Manajemen PT. Galih Estetika (2009) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa gejala negatif yang timbul akibat masuknya perusahaan baru dalam industry eksportir pasta ubi jalar. Salah satu gejala yang dirasakan sangat berpengaruh bagi PT. Galih Estetika adalah terganggunya pemenuhan pasokan bahan baku ubi jalar akibat adanya persaingan dengan perusahaan lain. Hal tersebut
selain
menyebabkan
terhambatnya
kontinuitas
produksi,
juga
2
Nirmala E. 2007. PT. Galih Estetika, Eksportir Hasil Olahan Ubi Jalar. Gema Industri Kecil. [7 Februari 2010]
6
memperbesar pengeluaran perusahaan karena harga ubi jalar dari pemasok (petani mitra dan bandar) meningkat rata-rata 9,48 persen per tahun, dari Rp 1.400/kg pada tahun 2005 menjadi Rp 2.000/kg pada tahun 2009. Adapun pesaing PT. Galih Estetika dalam industri eksportir pasta ubi jalar ke Jepang disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Nama dan Lokasi Perusahaan Pesaing PT. Galih Estetika dalam Industri Eksportir Pasta Ubi Jalar ke Jepang No.
Nama Perusahaan
Lokasi
1.
First Batatas Indonesia
Cirebon, Jawa Barat
2.
Sumber Boga
Semarang, Jawa Tengah
3.
Kem Farm
Semarang, Jawa Tengah
4.
Miagi
Pasuruan, Jawa Timur
5.
Randu Tatah
Surabaya, Jawa Timur
6.
Mitra Tani
Medan, Sumatera Utara
7.
Agro
Medan, Sumatera Utara
Sumber: PT. Galih Estetika (2006) diacu dalam Lestari (2006)
Bagi PT. Galih Estetika, keberadaan pesaing tersebut di atas selain mendorong terjadinya peningkatan harga bahan baku yang berpengaruh terhadap peningkatan
pengeluaran
perusahaan,
juga
mengakibatkan
terjadinya
peningkatkan turn over tenaga kerja terutama pada tahun 2008-2009. Sebanyak sepuluh orang staf berpengalaman telah berpindah ke perusahaan pesaing yang menawarkan gaji lebih tinggi. Selama tiga tahun terakhir, pangsa pasar perusahaan pun menurun sebesar 3,60 persen sedangkan volume penjualan pada tahun 2009 mengalami penurunan hingga mencapai 17,50 persen (Manajemen PT. Galih Estetika 2010). Dengan demikian, PT. Galih Estetika perlu meninjau ulang strategi pemasaran yang telah dilakukannya selama ini serta mengevaluasi efektivitas penggunaan sumberdaya pemasaran yang dimilikinya dalam mendukung kinerja penjualan, pangsa pasar, dan profitabilitas perusahaan.
7
1.2.
Perumusan Masalah Selama beberapa tahun terakhir ini PT. Galih Estetika menghadapi
persaingan dalam perolehan bahan baku ubi jalar dengan perusahaan lain pengekspor pasta ubi jalar ke Jepang. Situasi tersebut telah berdampak pada peningkatan pengeluaran perusahaan karena harga ubi jalar dari pemasok mengalami peningkatan rata-rata sebesar 9,48 persen per tahun. Padahal, rata-rata peningkatan harga jual produk pasta ubi jalar PT. Galih Estetika hanya mencapai 4,87 persen per tahun. Perbandingan harga bahan baku ubi jalar dan produk pasta ubi jalar di PT. Galih Estetika tahun 2005 hingga 2009 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Harga Bahan Baku Ubi Jalar dan Produk Pasta Ubi Jalar PT. Galih Estetika Tahun 2005-2009 Tahun
Bahan Baku Ubi Jalar
Produk Pasta Ubi Jalar
Harga (Rp/kg)
Peningkatan (%)
Harga (Rp/kg)
Peningkatan (%)
2005
1.400
-
8.495,55
-
2006
1.600
14,29
9.108,11
7,21
2007
1.800
12,50
9.621,58
5,64
2008
2.000
11,11
9.642,50
0,22
2009
2.000
0,00
10.259,75
6,40
Sumber: PT. Galih Estetika 2010 (data diolah)
Selain berpengaruh terhadap peningkatan biaya bahan baku, keberadaan pesaing juga berpengaruh terhadap perputaran (turn over) tenaga kerja. Menurut Manajer Personalia PT. Galih Estetika, perusahaan pesaing yang menawarkan gaji lebih tinggi telah menarik sepuluh orang stafnya beralih ke perusahaan tersebut. Persaingan antar perusahaan dalam memenuhi permintaan pasar Jepang (Tabel 4) juga pada akhirnya mengakibatkan penurunan volume dan nilai ekspor pasta ubi jalar PT. Galih Estetika pada tahun 2008-2009. Informasi selengkapnya disajikan dalam Gambar 1.
8
2500000 1,994,101 2000000 1500000
1,614,176 1,635,056
1,915,760
1.894.309 1.819.927
1.500.213 1.573.183
1,580,590
1.501.560
Tahun Volume (Kg)
1000000
Nilai (US $) 500000 0 1
2005
2
2006
2007 3
4
2008
5
2009
Gambar 1. Grafik Volume dan Nilai Ekspor Pasta Ubi Jalar PT. Galih Estetika ke Jepang Tahun 2005-2009 Sumber: Laporan Tahunan PT. Galih Estetika 2010 (data diolah)
PT. Galih Estetika memproduksi pasta ubi jalar sesuai dengan jumlah pesanan (order) dari konsumen. Dalam dua tahun terakhir, jumlah pesanan yang diterima PT. Galih Estetika mengalami penurunan sehingga volume penjualan perusahaan pun menurun rata-rata 10,72 persen per tahun. Hal ini terjadi justru ketika permintaan pasar Jepang mengalami pertumbuhan rata-rata 3,56 persen per tahun (Tabel 7). Pada kondisi tersebut, pangsa pasar perusahaan menurun dari 27,52 persen pada tahun 2006 menjadi 23,96 persen pada tahun 2009. Jika hal ini tidak dapat ditangani dengan baik, eksistensi PT. Galih Estetika di masa mendatang dapat terancam dan tergeser oleh ketujuh perusahaan pesaing yang dapat memberikan kepuasan lebih superior bagi konsumen.
Tabel 7. Volume dan Pertumbuhan Permintaan Pasar Jepang serta Penjualan dan Pangsa Pasar PT. Galih Estetika Tahun 2006-2009 Permintaan Pasar Jepang Tahun
Penjualan PT. Galih Estetika
Pangsa Pasar
Volume
Pertumbuhan
Volume
Pertumbuhan
PT.Galih
(kg)
(%)
(kg)
(%)
Estetika (%)
2006
5.942.315
-
1.635.056
-
27,52
2007
6.199.471
4,33
1.994.101
21,96
32,17
2008
6.261.040
0,99
1.915.760
-3,93
30,60
2009
6.595.928
5,35
1.580.590
-17,50
23,96
Sumber: BPS dan PT. Galih Estetika 2010 (data diolah)
9
Kartajaya (1996) mengungkapkan bahwa semakin banyak pesaing dalam suatu industri maka semakin tidak mudah bagi perusahaan untuk dapat memuaskan konsumen. Saat ini, konsumen utama PT. Galih Estetika untuk pasar ekspor Jepang diantaranya adalah Sojitz Food Corp., New Agri Corp., Mitsui Shokuhin Corp., Marubeni Corp., Matsuda Sangyo Corp., Sun In Corp. dan Anewmex Corp. Banyaknya perusahaan eksportir pasta ubi jalar yang menawarkan produk sejenis menyebabkan konsumen tersebut memiliki lebih banyak pilihan untuk menentukan produk yang dikonsumsinya. Berdasarkan uraian di atas, diduga penurunan penjualan dan pangsa pasar PT. Galih Estetika salah satunya disebabkan oleh strategi pemasaran perusahaan yang
belum
efektif
dan
sesuai
untuk
menghadapi
persaingan dalam
memperebutkan konsumen dengan perusahaan lain pada industri eksportir pasta ubi jalar ke Jepang. Dengan demikian, diperlukan upaya untuk meninjau ulang strategi pemasaran yang diterapkan perusahaan saat ini serta upaya perumusan kembali strategi pemasaran yang lebih efektif dan sesuai dengan situasi persaingan yang terjadi. Hal tersebut dibutuhkan untuk menjaga kestabilan usaha serta menunjang perkembangan perusahaan ke arah yang lebih baik (Rangkuti 2002). Dalam hal ini, PT. Galih Estetika perlu membandingkan kesesuaian bentuk orientasi pemasarannya dengan situasi persaingan yang terjadi agar dapat meningkatkan daya saing yang dimilikinya. Selain itu, perusahaan pun harus berupaya memanfaatkan seluruh sumberdaya pemasaran yang dimilikinya, baik tangible maupun intangible agar produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah yang bermanfaat bagi penguatan posisi perusahaan di dalam industri yang ditempatinya. Menurut Kartajaya et al. (2002), analisis strategi pemasaran dilakukan melalui pengkajian kondisi internal perusahaan yang meliputi strategi (segmentasi pasar, penentuan target dan posisi perusahaan), taktik (diferensiasi, bauran pemasaran, dan penjualan), serta nilai pemasaran (merek, proses, dan pelayanan) juga lingkungan eksternal yang mempengaruhi perusahaan, meliputi pelanggan, pesaing, serta perubahan teknologi, ekonomi dan pasar. Kotler (2005) mengungkapkan bahwa analisis efektivitas desain strategi pemasaran dalam menarik pelanggan serta analisis tingkat kesesuaian strategi dengan kondisi
10
lingkungan akan bermanfaat
sebagai pedoman bagi perusahaan untuk
merencanakan pemasaran pada periode berikutnya. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kondisi eksternal (pelanggan, pesaing, dan perubahan lingkungan) serta kondisi internal (strategi, taktik, dan nilai pemasaran) PT. Galih Estetika? 2. Bagaimana kesesuaian strategi pemasaran yang diterapkan PT. Galih Estetika dengan situasi persaingan dalam industri eksportir pasta ubi jalar? 3. Bagaimana efektivitas pemanfaatan potensi sumberdaya pemasaran yang dimiliki PT. Galih Estetika serta alternatif strategi pemasaran yang lebih sesuai dengan situasi persaingan yang dihadapi perusahaan?
1.3.
Tujuan Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kondisi eksternal (pelanggan, pesaing, dan perubahan lingkungan) serta kondisi internal (strategi, taktik, dan nilai pemasaran) PT. Galih Estetika. 2. Menganalisis kesesuaian strategi pemasaran yang diterapkan PT. Galih Estetika dengan situasi persaingan dalam industri eksportir pasta ubi jalar. 3. Mengkaji efektivitas pemanfaatan potensi sumberdaya pemasaran yang dimiliki PT. Galih Estetika serta merekomendasikan alternatif strategi pemasaran yang lebih sesuai dengan situasi persaingan yang dihadapi perusahaan.
1.4.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberikan
manfaat bagi: 1. Mahasiswa, sebagai tambahan pengetahuan yang diperoleh dari bangku perkuliahan, terutama terkait dengan pemahaman mengenai permasalahan
11
pemasaran dan perumusan rekomendasi strategi pemasaran yang efektif untuk meningkatkan daya saing produk agribisnis. 2. Perusahaan, sebagai rekomendasi yang dapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan strategis terkait dengan kebijakan pemasaran produk melalui pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki dalam rangka menghadapi situasi persaingan yang semakin ketat. 3. Pengembangan ilmu di Perguruan Tinggi, khususnya terkait dengan kajian strategi pemasaran produk agribisnis.
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Substansi penelitian ini mencakup analisis lingkungan eksternal dan
internal perusahaan terkait dengan perumusan alternatif strategi pemasaran PT. Galih Estetika dalam industri ekportir pasta ubi jalar di Indonesia. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal informasi mengenai konsumen yang hanya bersumber dari responden manajemen PT. Galih Estetika serta pejabat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kuningan. Responden dari pihak konsumen tidak dilibatkan secara langsung karena lokasinya yang berada di Negara Jepang. Konsep teknis yang menjadikan penelitian lebih fokus dan mendalam bersumber dari The Strategic Marketing Plus 2000 (Kartajaya et al. 2002) dan Marketing Effectiveness Review (Kotler 2005). Alternatif strategi pemasaran yang dirumuskan dari hasil penelitian ini akan direkomendasikan kepada PT. Galih Estetika. Adapun implementasi dan evaluasi strategi pemasaran tersebut merupakan wewenang dari pihak manajemen perusahaan.
12