I.
1.1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Tanah merupakan salah satu komponen sistem lahan yang didefinisikan
sebagai benda alam yang tersusun dari 3 frasa, yaitu padatan, cair, dan gas, yang berada dipermukaan daratan dan dicirikan dengan adanya lapisan horizon yang berbeda dengan bahan asalnya. Salah satu fungsi tanah yang esensial , yaitu sebagai habitat organisme, dari yang mikroorganisme hingga makroorganisme. Dalam fungsinya sebagai habitat, tanah harus bersifat ‘comfortable’ bagi organisme tersebut, yang artinya organisme yang berada dalam ekosistem tanah tersebut memiliki kesesuaian hajat hidup dengan ordo tanah tersebut. Ordo tanah terbentuk berdasakan 5 faktor pembentuk tanah, yaitu bahan induk, topografi, iklim, organisme dan waktu. Pengklasifikasian ordo tanah dalam 2 marga terbesar membagi tanah sebagai tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral terbentuk pada dasarnya berasal dari pelapukan batuan induk melalui agensi bahan organik membetuk horizon O dan kemudian berturut-turut horizon C, A, dan B. Peranan organisme sangatlah penting dalam proses pembentukan tanah. Tanpa organisme hidup dan bahan organik, pembentukan tanah tidak mungkin berjalan. Tanah terbentuk ketika organisme hidup mendiami dan bekerja di atas bahan induk anorganik dan mengeluarkan eksudat (Kumada, 1987). Pedogenesis yang secara spesifik dipengaruhi bahan organik tanah, yaitu podzolosasi, desilikasi, dekomposisis, melanisasi, leusinasi, littering, paludisasi, ripening, mineralisasi, maupun gleisasi. Organisme yang hidup dalam atau diatas tanah berpengaruh khusus atas sifat tanah, yaitu menyediakan bahan induk organik, menambahkan bahan organik kepada tanah mineral, mencirikan ragam humus yang terbentuk, menciptakan iklim meso dan mikro, maupun penjerapan unsur kimia larutan tanah. Peranannya sebagai penyedia bahan induk organik tidak lepas dari komposisi jasad organisme tersebut yang terdekomposisi dalam tanah yang keberagamannya sangat tinggi tergantung spesies organisme dan lingkungan yang mempengaruhi. Konsep bahan organik tanah dimunculkan setelah ada pernyataan Hayes dan Swift (1978) yang menyatakan bahwa fraksi organik tanah yang lengkap, yaitu berasal dari organisme hidup dan sisa organ dan sekresinya yang belum terdekomposisi, terdekomposisi maupun terhumifikasi sempurna. Istilah bahan
1
organik tanah digunakan untuk menyebutkan komponen non-living yang merupakan bahan yang sangat kompleks, heterogen, hasil olah mikrobia dan transformasi kimia seresah organik. Kononova (1975) mengategorikan bahan organik tanah dalam 2 grup, yaitu: 1. Bahan belum terlapukkan seperti tumbuhan segar dan komponen belum terdekomposisi dari tumbuhan tua. 2. Humus sebagai hasil transformasi bahan organik segar, yang struktur morfologinya tidak menyerupai bahan asalnya. Kompononen tertransformasi tersebut seringkali dihubungkan dengan produk humifikasi, tetapi kenyataannya meliputi humat dan non-humat dan dapat disubdifisikan sebagai berikut : a) Senyawa humat, biasanya berbentuk tidak beraturan, polimer, berwarna coklat sampai hitam dengan kelarutan yang berbeda , yaitu asam humat, asam fulvat, humin, dan asam hematomelanik. b) Senyawa non-humat, komponen ini termasuk kelompo senyawa biokimia yang sudah dikenal strukturnya seperti, polisakarida, polipeptida, lignin alterasi, asam amino, glukosa, asam-asam organik berberat molekul rendah (asam asetat, asam oksalat, asam sitrat,
asam tartat, dan lain lain). Komponen
tersebut dapat disintesis oleh mikrobia atau dapat dibuat dari modifikasi komponen yang serupa dalam seresah asli. Asam organik yang terdapat dalam bahan organik tanah dari reaktivitas kimianya, dibedakan menjadi 2, yaitu 1) asam organik dengan sifat asam dari gugus –COOH, seperti asam format, asetat, dan oksalat. Kelompok ini memiliki kapasitas mengkompleks dan yang berperan dalam pendekomposisi mineral melalui pengaruh keasaman (ion H+). Beberapa diantaranya dilepaskan dalam tanah sebagai eksudat akar, sedangkan sisanya merupakan hasil degradasi oksidatif bahan organik (Huang dan Schitzer,1997), 2) Asam organik dengan sifat asamnya berasal dari gugus –COOH (karboksil) dan –OH(hidroksil) fenolik yang meliputi asam fulvat, asam hematomelanat, asam humat dan humin. Gugus –COOH dan OH fenolik memberikan keuntungan lebih dibanding asam organik sederhana melalui sifat yang asam dan pengaruh interaksi yang dapat berupa gaya elektrostatik, pembentukan kompleks dan khelat. Organisme yang sama akan membentuk bahan organik tanah yang berbeda dalam faktor lingkungan yang berbeda dan mencirikan ordo tanah yang berbeda merupakan ranah kajian yang masih terus dilakukan untuk mengetahui kriteria
2
bahan organik yang terbentuk di faktor lingkungan yang berbeda. Penelitianpenelitian kemudian diarahkan dalam melihat kualitas bahan organik tanah yang terbentuk di berbagai ordo tanah. Analisis kualitas bahan organik tanah dapat digunakan dengan beberapa metode analisis, salah satunya dengan spektral inframerah yang secara luas telah digunakan untuk pencirian bahan-bahan humat. Penggunaan spektral inframerah telah terbukti sangat berguna dan dapat mengidentifikasi tipe fraksi humat yang berbeda, seperti asam humat, asam fulvat, dan asam hematomelanik (Tan, 1998). Pembentukan, tingkat humifikasi dan laju keseimbangan bahan organik tanah dipengaruhi faktor lingkungan. Tanah dengan pengelolaan tinggi menunjukkan tipe tanah, tekstur, status karbon tanah dan kualitasnya diklasifikasikan berdasarkan agregat asli dalam tanah yang disebabkan kualitas dan kuantitas bahan organik tanah
(Spaccini
et
al.,
2004).
Kondisi
tanah
kering
maupun tergenang
mempengaruhi kondisi redoks tanah yang berimbas pada stabilitas senyawasenyawa besi dan mangan, aktivitas mikrobia, akumulasi dan dekomposisi bahan organik. Bahan organik segar dianggap membantu pembentukan kondisi redoks. Tanah tergenang dianggap beraerasi buruk sehingga mikrobia aerobik tidak dapat hidup sehingga laju dekomposisi terhambat. Pembentukan tanah di daerah yang selalu tergenang seperti Histosol dengan tanah yang tergenang di atas permukaan padas memiliki derajat humifikasi yang berbeda karena mikrobia pendekomposisi juga berbeda. Umur tanah berkorelasi dengan tingkat pelapukan dan ordo tanah yang terbentuk. Tanah paling subur (kandungan bahan organik banyak) berada pada saat umur dewasa, sedangkan tanah yang masih muda atau tanah yang sudah tua merupakan tanah yang miskin (Sunarminto, 2011). Faktor iklim yang mempengaruhi keberadaan organisme terlihat pada tanah Mollisol-Vertisol dan Andisol-Spodosol. Tanah di daerah karst, Mollisol menjadi tanah yang kaya bahan organik dibanding Vertisol yang miskin bahan organik karena bahan induk Mollisol yang permeable sehingga air dan organisme mudah masuk disbanding Vertisol dengan bahan induk impermeable. Tanah Vertisol juga memiliki karakter yang tegas dengan sifat vertik-nya yang menyebabkan bahan organik selalu terombak. Tanah Andisol dan Spodosol memiliki ciri bahan organik yang membentuk metalo organik karena dekomposisi terhambat suhu dan terjadi mineralisasi partial dari bahan organik Ordo tanah yang beragam menjadikan faktor lingkungan dalam mencirikan bahan organik juga beragam. Pembeda Andisol
3
dengan Spodosol adalah bahan induk piroplastik untuk Andisol dan granitik (mengandung banyak kuarsa) untuk Spodosol sehingga tingkat kesuburan tanah yang terbentuk berbeda. Kandungan asam-asam organik terutama asam fulvat dan asam humat pada seluruh ordo tanah secara relatif lebih tinggi dibanding asam organik yang belum terhumifikasi. Hal ini menunjukan senyawa asam fulvat dan asam humat adalah senyawa utama bahan organik tanah dan dianggap penting dalam mendegradasi mineral tanah (Tan, 1997). Morfologi asam humat telah dikaji menggunakan SEM oleh Tan (2011) sehingga dalam analisis keberadaan asam humat dalam suatu tanah dapat dilakukan dengan melihat kemiripan morfologi hasil analisis SEM suatu tanah dengan mencocokkan dengan morfologi asam humat tersebut. Artz et al (2010) menyatakan bahwa kualitas bahan organik pada lahan gambut dapat diprediksi dengan memanfaatkan FTIR guna membedakan senyawa kimia yang menandakan tingkat dekomposisi lahan gambut pada kondisi reduksi maupun oksidasi.
Perez et al (2008) menggunakan spektar inframerad dalam
mengkarakterisasai asam humat di Spodosol bervegetasi hutan pinus. Didapat ada perbedaan asosisai asam humat yang terbentuk dalam proses podsolisasi. Luccy (2008) menggunakan spectral infra merah dalam mengkarakterisasi asam humat melalui pita serapan gugus –COOH pada tanah Andisol yang memungkinkan mengetahui tingkat dekomposisi bahan organik tanah dari berbagai gunung api. 1.2
PERUMUSAN MASALAH Pembentukan, tingkat humifikasi dan laju keseimbangan bahan organik
tanah dimungkinkan dipengaruhi ordo tanah secara faktor lingkungan pembentukan. Hal ini disebabkan ordo tanah yang berbeda memiliki faktor bahan induk, iklim, dan faktor pembentuk tanah yang berbeda. Diperlukan suatu penelitian guna mengetahui karakteristik bahan organik dan proses humifikasi dari berbagai ordo tanah guna menetapkan kualitas bahan organik tanah yang spesifik ordo tanah dan menjadi dasar baku dalam penilaian mutu bahan organik tanah tanah yang spesifik ordo tanah terutama tanah yang ada di Indonesia. 1.3
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : a) Mengetahui karakteristik kimia, spektral inframerah dan morfologi asam humat
4
dan fulvat sebagai senyawa kunci penyusun bahan organik tanah. b) Mengetahui perbedaan karakteristik asam humat dan asam fulvat pada ordo tanah yang berbeda c) Mengetahui pengaruh pengelolaan tanah terhadap karakteristik asam humat dan asam fulvat 1.4
KEGUNAAN PENELITIAN Tingkat humifikasi bahan organik tanah mempengaruhi secara langsung
produktivitas tanah tersebut. Hasil penelitian ini ditujukan untuk mengetahui karakteristik kimia dan komponen fraksi penyusun bahan organik dari berbagai ordo tanah yang diharapkan memberikan informasi terhadap masyarakat mengenai karakteristik tanah dan bahan humat. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penggunaan tanah.
5