1
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berkembang
paling pesat di negara-negara berkembang. Ternak seringkali dijadikan sebagai aset non lahan terbesar dalam rumah tangga di pedesaan. Beternak merupakan salah satu strategi hidup yang menguntungkan bagi rumah tangga dan kesejahteraanya bergantung pada banyaknya ternak yang dimiliki. Salah satu usaha ternak yang mempunyai peluang keberhasilan adalah usaha ternak sapi perah.. Usaha ternak sapi perah sangat membantu mempertahankan kehidupan masyarakat terutama dalam hal sumber ekonomi keluarga, pemasok bahan baku industri, penyediaan lapangan kerja, dan membantu menjaga kelestarian lingkungan dengan pemanfaatan produk organik yang dihasilkan, serta melengkapi gizi masyarakat
yang
merupakan
salah
satu komponen penting bagi
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tentunya hal-hal tersebut hanya akan terpenuhi apabila ternak yang dimiliki mampu menghasilkan produksi susu yang tinggi. Umumnya bangsa sapi perah yang diternakkan di Indonesia adalah Fries Holland (FH) dan Peranakan Fries Holand (PFH). Produksi susu sapi perah Fries Holland dapat menghasilkan rata-rata 6000 liter per laktasi atau setara dengan 19,67 liter/ekor/hari, dengan kadar lemak bervariasi antara 2,5 – 4,3 %. Sementara itu, sapi perah Peranakan Fries Holland (PFH) menghasilkan susu 3000 – 3500 liter per laktasi atau setara dengan 10–12 liter/ekor/hari, sedangkan produksi susu sapi perah di beberapa negara tetangga sudah mencapai lebih dari 20 liter/ekor/hari. Hal tersebut tidak terlepas dari terbatasnya pengetahuan peternak akan
1
2
manajemen pemeliharaan ternak, sehingga belum mampu memaksimalkan produksi susu sapi perah. Kendala lainnya adalah faktor skala usaha peternak yang kecil, ditandai dengan kepemilikan ternak 3-5 ekor per rumah tangga peternak. Mayoritas usaha peternakan yang dikelola petani peternak di pedesaan berada pada skala kepemilikan ternak kecil dengan rata-rata kepemilikan kurang dari 5 ekor. Dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah, idealnya seorang peternak minimal memiliki 7 ekor sapi perah (Firman, 2010). Seorang peternak membutuhkan informasi untuk mengembangkan bidang usahanya. Secara umum informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan kejadian-kejadian yang nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Mengakses informasi dari berbagai sumber akan membuka wawasan dan membangkitkan motivasi dan kinerja berdasarkan ide-ide baru yang diperoleh.
Informasi
merupakan
kebutuhan
yang
penting
dalam
memfasilitasi kegiatan masyarakat, khususnya di bidang pembangunan masyarakat. Demi memenuhi kebutuhan informasi, maka terdorong melakukan pencarian informasi terkait dengan
peternak usahanya.
Ketepatan informasi yang diambil dapat menjadi sarana pendidikan yang efektif. Tersedianya informasi peternakan bagi peternak sapi perah diharapkan dapat meningkatkan kelangsungan usahanya. Informasi peternakan yang memadai dan tepat waktu dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengembangan usaha sapi perah lebih lanjut. Melalui tersedianya informasi peternakan yang memadai, peternak mampu menjalankan usaha ternaknya berdasarkan Sapta Usaha Peternakan (SUP). Sapta Usaha Peternakan sapi perah didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan untuk mencapai produktivitas yang maksimal melalui
2
3
program pengelolaan sapi perah yang telah disusun berdasarkan aspek dari hulu hingga ke hilir yang mencakup bibit dan reproduksi, pakan, pemeliharaan, perkandangan, pengendalian penyakit, pasca panen, dan pemasaran. Mayoritas peternakan yang saat ini masih menerapkan sistem konvensional, diharapkan akan terbantu melalui informasi Sapta Usaha Peternakan sapi perah serta penerapan teknologi tepat guna demi mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Kebutuhan informasi peternakan dibutuhkan oleh setiap peternak, termasuk peternak yang tergabung di kelompok Lembusari, Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Kelompok ternak ini merupakan salah satu dari usaha peternakan sapi perah yang cukup potensial, hal tersebut dibuktikan dengan produksi susu sapi perah yang cukup tinggi. Usaha peternakan sapi perah di wilayah ini didominasi oleh peternakan dengan jumlah kepemilikan ternak 1 sampai 3 ekor sapi perah produktif, namun dijumpai pula peternakan yang dengan kepemilikan ternak yang lebih dari 6 ekor sapi perah produktif. Skala kepemilikan ternak yang beragam mendorong setiap peternak untuk mendapatkan informasi untuk menjaga kelangsungan usahanya dan meningkatkan skala usahanya. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai permasalahan yang berhubungan dengan kebutuhan informasi bagi peternak sapi perah berdasarkan skala kepemilikan ternaknya, khususnya pengkajian hubungan tingkat skala kepemilikan ternak dengan kebutuhan informasi yang terdapat di kelompok Lembusari, Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang.
3
4
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana skala kepemilikan ternak sapi perah di kelompok Lembusari, Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. 2. Bagaimana tingkat kebutuhan informasi peternak sapi perah di kelompok Lembusari, Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. 3. Bagaimana hubungan skala kepemilikan ternak dengan tingkat kebutuhan informasi bagi peternak sapi perah di kelompok Lembusari, Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. 1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui skala kepemilikan ternak sapi perah di kelompok Lembusari, Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. 2. Mengkaji tingkat kebutuhan informasi peternak sapi perah di kelompok Lembusari, Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. 3. Menganalisis hubungan skala kepemilikan ternak dengan tingkat kebutuhan informasi bagi peternak sapi perah di kelompok Lembusari, Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai: 1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan proses belajar yang harus ditempuh sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
4
5
2. Bagi Dinas Peternakan dan kelompok Lembusari, diharapkan menjadi bahan informasi dan pertimbangan dalam menentukan kebijakankebijakan dan meningkatkan fasilitas layanan akses informasi dalam bidang peternakan. 3. Bagi peternak sapi perah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memperbanyak akses dan mencari informasi perkembangan kegiatan usaha sapi perah sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas susu sapi perah dan meningkatkan harga jual yang tinggi. 4. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dan informasi terutama dalam mengembangkan bidang kajian sejenis. 1.5
Kerangka Pemikiran Struktur usaha peternakan di Indonesia sebagian besar tetap dalam bentuk
usaha rakyat. Hal ini dicirikan oleh tingkat pendidikan peternak rendah, penerapan manajemen dan teknologi konvensional. Secara nasional, sebagian besar agribisnis sapi perah merupakan peternakan rakyat yang ditangani koperasi, sehingga 90% produksi susu ditangani oleh koperasi. Menurut data Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak) tahun 2015, populasi sapi perah sebanyak 525.171 ribu ekor dengan skala kepemilikan 3-4 ekor per kepala keluarga dan produktivitas rendah sekitar 9-10 liter/ekor/hari (Ditjennak, 2015). Salah satu penyangga dalam struktur usaha peternakan sapi perah adalah keberadaan seorang peternak. Bagi kebanyakan peternak di Indonesia, beternak sapi perah bukan merupakan pekerjaan utama, melainkan hanya dijadikan pekerjaan sampingan. Hal tersebut tidak terlepas dari rendahnya pengetahuan dan pengalaman beternak serta jumlah kepemilikan ternak yang sedikit. Bentuk usaha rakyat mayoritas berada di pedesaan dengan skala kepemilikan yang rendah. Di Indonesia jumlah peternak sapi perah cukup banyak, tetapi jumlah sapi yang dipelihara sangatlah bervariasi. Setiap peternak memiliki jumlah sapi perah yang berbeda-beda, karena bergantung kepada keadaan ekonomi setiap peternak (Taslim, 2011).
5
6
Suryadi, dkk. (1989) menyatakan bahwa skala usaha peternakan rakyat dibedakan atas tiga skala usaha yakni: a. Skala usaha kecil, dengan jumlah kepemilikan ternak betina produktif sebanyak 1-3 ekor b. Skala usaha menengah, dengan jumlah kepemilikan ternak betina produktif sebanyak 4-6 ekor c. Skala usaha besar, dengan jumlah kepemilikan ternak betina produktif sebanyak ≥ 7 ekor Skala kepemilikan sapi perah dibawah 7 ekor per peternak hasilnya tidak optimal dengan produktivitas rendah berakibat pada kehidupan peternak yang stagnan, bahkan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain itu, pada tingkat peternakan rakyat dengan skala kepemilikan ternak 3-4 ekor, masih banyak ditemukan permasalahan yang timbul seperti permasalahan kesehatan, pakan, reproduksi, dan pengolahan limbah. Kunci keberhasilan usaha peternakan sapi perah sangat bergantung pada aspek manajemen dan aspek usaha. Aspek manajemen mencakup pemeliharaan usaha dan pengelolaan usaha (Taslim, 2011). Aspek-aspek tersebut belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini disebabkan kurangnya kebutuhan informasi dalam beternak sapi perah serta masih melekatnya budaya kebiasaan dari pengalaman orangtua peternak. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan informasi dalam beternak sapi perah yang baik sehingga akan berdampak pada pemahaman peternak. Faktor penting dari komunikasi adalah kebutuhan informasi bagi peternak mengenai penyiapan sarana dan
peralatan,
pembibitan,
manajemen
pemberian
pakan,
tatalaksana
pemeliharaan, kesehatan, dan sanitasi (Fauzi, 2014). Menurut Belkin (1986) dalam Istiqomah (2012), kebutuhan informasi muncul akibat kesenjangan pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Kesenjangan tersebut mendorong orang untuk mencari informasi guna mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Informasi erat kaitannya dengan komunikasi. Komunikasi diartikan sebagai suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
6
7
informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam, atau merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media) (Rogers dan Kincaid, 1981). Kebutuhan informasi peternak sapi perah dalam penelitian ini diartikan sebagai keinginan peternak untuk mengakses informasi sebagai bagian dari komunikasi, terkait usaha ternak sapi perah, meliputi informasi Sapta Usaha Peternakan (SUP). Sapta Usaha Peternakan sapi perah yaitu tindakan atau kegiatan untuk mencapai produktivitas yang maksimal melalui program pengelolaan sapi perah yang telah disusun berdasarkan aspek dari hulu hingga ke hilir yang mencakup bibit dan reproduksi, pakan, pemeliharaan, perkandangan, pengendalian penyakit, pasca panen, dan pemasaran. Informasi mengenai Sapta Usaha Peternakan diharapkan mampu diterapkan oleh peternak yang tergabung di kelompok ternak Lembusari. Kelompok Lembusari terdiri dari empat sub kelompok yaitu Lembu Sari 1, Lembu Sari 2, Lebak Jawa, dan Dandangsari yang keseluruhannya memiliki anggota berjumlah 92 orang dengan skala kepemilikan ternak kecil sebanyak 72 peternak, 16 peternak berskala menengah, dan 4 peternak berskala besar. Kebutuhan informasi peternak di kelompok Lembusari mayoritas didapatkan melalui penyuluhan yang dilakukan oleh kelompok dan koperasi. Seringkali informasi yang disampaikan kurang tepat sasaran dengan kebutuhan peternak yang memiliki jumlah ternak yang bervariasi. Aspek tersebut diharapkan dapat terpenuhi apabila informasi yang disampaikan berdasarkan kepada Sapta Usaha Peternakan. Sementara itu, dengan adanya strata kepemilikan ternak di kelompok Lembusari, setiap peternak mampu untuk memilah informasi-informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya berdasarkan kepada jumlah ternak yang dimiliki. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis “Terdapat hubungan positif antara skala kepemilikan ternak dengan tingkat kebutuhan
7
8
informasi bagi peternak sapi perah”, yang selanjutnya dijelaskan dalam ilustrasi sebagai berikut: Skala Kepemilikan Ternak Sapi Perah Produktif:
Tingkat Kebutuhan Informasi Peternak: 1. Bibit dan Reproduksi
Peternak Sapi Perah
1. Skala kecil, jumlah kepemilikan 13 ekor induk produktif (laktasi) 2. Skala menengah, jumlah kepemilikan 46 ekor induk produktif (laktasi) 3. Skala besar, jumlah kepemilikan ≥ 7 ekor induk produktif (laktasi)
2. Pakan 3. Pemeliharaan 4. Perkandangan 5. Pengendalian penyakit 6. Pasca panen 7. Pemasaran
Ilustrasi 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Skala Kepemilikan Ternak dengan Tingkat Kebutuhan Informasi Bagi Peternak Sapi Perah. 1.6
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2016, yang berlokasi di
Kelompok Ternak Lembusari, Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang.
8