I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Air sebagai komponen ekologi mempunyai sifat khas yaitu: pertama merupakan benda yang mutlak dibutuhkan oleh kehidupan, kedua, air mempunyai mobilitas yang tinggi dalam biosfer ini yaitu melalui presipitasi, evaporasi, dan pengaliran. Air akan berputar terus sepanjang masa, dengan demikian jumlah air di muka bumi akan tetap dan tidak dapat diperbaharui lagi (unrenewable). Perubahannya hanya mengikuti suatu siklus yang disebut siklus hidrologi. Sampai saat ini kita memandang air, baik air permukaan maupun air tanah, hanya sebagai komoditas sosial yaitu sebagai kebutuhan hidup dan bukan sebagai komoditi ekonomi. Ada dua alasan yang mendorong kita harus memandang air sebagai komoditi ekonomi, yaitu: (1). air sudah sering merupakan barang yang dapat mendukung kegiatan ekonomi seperti industrialisasi dan pertanian, dan (2). kita sering susah mendapat kesulitan untuk dapat memperoleh air yang dapat didayagunakan (Siradj, M. 1992). Kebutuhan air yang paling utama adalah untuk mendukung kehidupan manusia dari segala kegiatan ekonomi yang dilakukannya, seperti rumah tangga, industri, pembangkit tenaga listrik, pertanian, pariwisata, penggelontoran (flusing), dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan akan air tersebut pertama-tama yang harus dilihat adalah mengetahui ketersediaan air yang ada, baru kemudian kualitasnya. Secara garis besar ada dua kelompok utama pengguna air, yaitu (a) kelompok konsumtif, yakni mereka yang memanfaatkan suplai air untuk keperluan konsumsi, dan (b) kelompok non-konsumtif. Kelompok konsumtif antara lain rumah tangga, industri, pertanian, dan kehutanan. Kelompok ini memanfaatkan air melalui proses yang disebut diversi (diversion), baik melalui transformasi, penguapan, penyerapan ke tanah, maupun pendegradasian kualitas air secara langsung (pencemaran). Kelompok konsumtif memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya tidak terbarukan
(unrenewable
resources).
Sedangkan
kelompok
non-konsumtif
memanfaatkan air hanya sebagai media seperti; 1). Medium pertumbuhan ikan pada kegiatan perikanan, 2). Sumber energi listrik pada pembangkit listrik tenaga air, dan 3). Rekreasi (berenang, fungsi estetika lingkungan dan sebagainya). Kelompok non-
2
konsumtif ini memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya terbarukan (renewable resources) Dari sekian banyak sumber air yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih manusia adalah air yang mengalir di permukaan, karena air permukaan mudah pemanfaatannya tentunya dengan biaya yang relatif murah, tetapi sumber air tersebut mudah tercemar, namun mudah pula untuk pemulihannya. Sedangkan air tanah merupakan alternatif ke dua, karena air tanah pemanfaatannya memerlukan
biaya
yang
cukup
tinggi.
Air
tanah
sulit
tercemar,
karena
keberadaannya melalui media (lapisan tanah) yang berfungsi sebagai filter, namun apabila tercemar sulit sekali pemulihannya. Sebagai alternatif sumber air yang terakhir adalah air hujan, karena persebaran yang tidak merata dan kontinuitasnya kurang terjaga. Dalam dokumen WATSAL (water supply adjustment loan) disebutkan, bahwa pada daerah perkotaan, hanya sebesar 40% dari seluruh penduduk perkotaan yang mendapatkan akses terhadap air minum (piped water). Akibatnya, air tanahlah yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari dan kebutuhan industri. Diperkirakan, 80% kebutuhan air minum masyarakat perkotaan dan pedesaan masih mengandalkan air tanah, sedangkan untuk industri hampir mencapai 90% yang mengandalkan air tanah. Pemanfaatan air sebagai sumber air baku telah diatur dalam Undangundang No. 7 tahun 2004 yaitu tentang sumberdaya air, sedangkan pemanfaatan air tanah khususnya air tanah dalam (confined akuifer) sebagai air bersih telah diatur oleh perundang-undangan yaitu melalui Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang air tanah. Pada PP tersebut yaitu pasal 54 ayat 4 dan 5 disebutkan bahwa pemanfaatan air tanah khususnya air tanah dalam (confined aquifer) harus melalui ijin dan yang berhak mengeluarkan ijin adalah Kepala Daerah setempat dalam hal ini Bupati/Wali Kota atau bahkan Gubernur dengan debit < 10 lt/detik. Demikian juga di wilayah Semarang baik wilayah Kota maupun Kabupaten Semarang untuk memenuhi kebutuhan baku air bersih disamping memanfaatkan air permukaan, juga telah memanfaatkan air tanah baik air tanah bebas (tidak tertekan) maupun air tanah tertekan (air tanah dalam) melalui cekungan air tanah (CAT) Semarang Demak, dan CAT Ungaran.
3
Cekungan air tanah CAT Semarang - Demak, mencakup 7 (tujuh) wilayah administrasi, yaitu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Demak, Kudus, Kendal, Blora dan Kab. Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis daerah tersebut terletak pada koordinat antara 110013’35" dan 111021’50" Bujur Timur serta 06046’18” dan 07014’33" Lintang Selatan, dengan luas kurang lebih 1.915 km2. Di CAT Semarang Demak dijumpai dua sistem akuifer yakni sistem akuifer tidak tertekan dan sistem akuifer tertekan. Kedudukan sistem akuifer tidak tertekan umumnya kurang dari 30 m bawah muka tanah (bmt), dan sistem akuifer tertekan dengan kedalaman antara 30 - 150 m bmt. Daerah imbuhan air tanah tidak tertekan meliputi seluruh wilayah cekungan. Sedangkan daerah imbuhan air tanah tertekan menempati daerah kaki Gunung Ungaran yang terletak dibagian barat daya cekungan pada ketinggian antara 50 – 300 m atas muka laut (aml). meliputi daerah Sumberejo, Kecamatan Kaliwungu (Kabupaten Kendal), daerah Manyaran di Kecamatan Semarang Barat, daerahdaerah di Kecamatan Ngalian, Kecamatan Mijen, Kecamatan Candisari, Kecamatan Tembalang, dan Kecamatan Banyumanik serta Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Jumlah imbuhan air tanah ke dalam sistem akuifer tidak tertekan (bebas) yang diprediksikan secara kumulitatif dengan metode prosentase curah hujan di cekungan ini terhitung 783 juta m3/tahun, sedangkan jumlah aliran air tanah pada sistem akuifer tertekan dihitung dengan jejaring aliran (flow net) dan menerapkan persamaan Darcy terhitung 91 juta m3/tahun (Peta cekungan air tanah propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2006).. Berdasarkan data yang ada dan didasari pada parameter kuantitas air tanahnya, daerah kota Semarang dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi 4 (empat)
wilayah
potensi
air
tanah
yakni
(Direktorat
Geologi
dan
Tata
Lingkungan.1998): a. Wilayah potensi air tanah besar, terdapat di dataran pantai Semarang - Demak dan kaki G. Ungaran sebelah utara pada ketinggian 250 - 300 m dml. Akuifer di wilayah ini mempunyai koefisien keterusan antara 100 - 600 m2/hari dengan produktifitas sumurbor umumnya lebih dari 10 l/dtk; b. Wilayah potensi air tanah sedang, terutama terdapat di daerah pebukitan sebelah utara G. Ungaran di wilayah Kecamatan Gunung Pati. Akuifer di
4
wilayah ini mempunyai koefisien keterusan antara 20 – 100 m2/hari dengan produktifitas sumurbor umumnya antara 5- 10 l/dtk; c. Wilayah potensi air tanah kecil, terutama terdapat di daerah pebukitan sebelah timur Ungaran dan sekitar Kecamatan Tembalang serta pada tubuh G. Ungaran pada ketinggian antara 250 - 500 m. Akuifer di wilayah ini mempunyai koefisien keterusan kurang dari 20 m2/hari dengan produktifitas sumur bor umumnya kurang dari 5 l/dtk; d. Wilayah potensi air tanah langka, terdapat di daerah puncak G. Ungaran pada ketinggian di atas 500 m. Pemafaatan air tanah di kota Semarang yang melebihi kapasitasnya akibat PDAM yang belum dapat menyediakan air bersih yang berasal dari sumber air permukaan seperti sungai, mata air, danau dan lain-lain, disatu sisi masih kekurangan sumber air baku sebagai sumber air bersih. Selain itu, penggunaan air tanah dipengaruhi juga oleh perkembangan Kota Semarang yang dibarengi munculnya permukiman-permukiman baru yang mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air (catchment area). Kebutuhan air bersih untuk kebutuhan air minum dan rumah tangga di Kota Semarang pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk 1.481.644 adalah 22,22x 107 liter/hari atau 80,0 x 106 m³/tahun. Apabila dari jumlah tersebut sekitar 80% memanfaatkan air tanah maka jumlah air tanah yang dieksploitasi untuk kebutuhan bersih sekitar 64,0 x 106 m³/tahun. Pemakaian air tanah untuk keperluan industri dan usaha komersial melalui sumur bor yang berlokasi di CAT Semarang - Demak selalu meningkat setiap tahun, yaitu pada tahun 2003 dari 543 sumur bor pengambilannya tercatat 15,31 x 106 m3, dan pada tahun 2006 volume pengambilan menjadi 20,98 x 106 m3 melalui 680 sumur bor. Pemakaian air tanah yang intensif di dataran pantai Semarang telah menunjukkan adanya dampak terhadap lingkungan air tanah, yaitu berupa penurunan permukaan tanah (amblesan tanah), yang terukur selama 2000 - 2001 dengan kecepatan 2 – 8 cm/tahun. Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari Pelabuhan Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah pantai utara Demak (Mamlucky Susana, 2008).
5
Pemanfaatan air tanah di kota Semarang yang jumlahnya mencapai ratusan dan bahkan ribuan sumur dapat menimbulkan berbagai masalah, sehingga diperlukan pengaturan atau tata laksana yang dapat mengarahkan pemanfaatan air sesuai dengan daya dukung (potensi) cekungan air tanahnya supaya tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungannya. Berdasarkan kondisi tersebut diatas terutama berkaitan dengan upaya konservasi pemanfaatan air tanah maka perlu dilakukan strategi tata laksana pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini berupaya mengkaji kemungkinan pengembangan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih di wilayah Kota Semarang yang berkelanjutan sebagai instrumen kebijakan untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan pemanfaatan air tanah dan mendorong kegiatan pemanfaatan air tanah secara optimal dan berkelanjutan di kota Semarang dan diharapkan strategi ini dapat diterapkan di kota-kota lainnya dalam pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan. 1.2. Kerangka Berfikir Pemanfaatan air tanah dapat diambil dari cekungan air tanah (CAT), dan hal ini telah diatur dalam perundang-undangan yaitu melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 tahun 2008 yaitu tentang air tanah. Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa pemanfaatan air tanah untuk keperluan penduduk dengan debit lebih kecil dari 2 lt/detik tidak memerlukan ijin, (pasal 55 ayat 1 dan 3) akan tetapi apabila digunakan untuk keperluan usaha komersial seperti industri, PDAM, dan lain-lain dengan debit lebih besar dari 2 lt/detik, maka harus melalui ijin yang dikeluarkan oleh Pemda setempat (Pasal 55 ayat 4 dan 5). Namun pemanfaatan harus disesuaikan dengan kemampuannya (potensinya). Penggunaan air tanah yang berlebihan yang melebihi kapasitas dari air tanahnya akan berdampak pada penurunan muka air tanah (water table) dan dapat mengakibatkan kekeringan sumur-sumur penduduk, dan apabila pemanfaatan yang melebihi kapasitas tersebut berlangsung terus menerus, maka akan mengakibatkan penurunan tanah (subsiden) dan akhirnya akan merusak struktur bangunan yang ada dan bagi daerah pesisir akan menimbulkan intrusi air laut.
6
Dalam pemanfaatan tersebut tentunya harus merujuk pada pengelolaan sumberdaya air yang didalamnya terdapat pengelolaan sumberdaya air tanah yang terdiri dari air dangkal (bebas) dan air tanah dalam (tertekan). Untuk pengelolaan air tanah, pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah selaku regulator pemanfaatan air tanah perlu memberikan perhatian terhadap jasa lingkungan air tanah sebagai instrumen kebijakan (ekonomi) dalam mengendalikan resiko lingkungan akibat pemanfaatan air tanah yang berlebihan khususnya untuk domestik, industri, dan usaha komersial. Resiko lingkungan akibat pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih memiliki sebaran dan besaran (magnitude) yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya. Adanya fenomena tersebut menuntut dikembangkannya sebuah kebijakan (policy) yang mengatur jaminan pertanggungan akibat dampak penting dari kegiatan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih. Oleh karena itu strategi kebijakan tatalaksana pemanfaatan air tanah dalam untuk pengendalian dampak negatif perlu dikaji kemungkinan implementasinya. Adanya insentif jasa lingkungan (nilai ekonomi/economic value) dan struktur kelembagaan yang kuat diharapkan akan lebih menjamin keberlanjutan pelaksanaan pembangunan daerah dan kelestarian lingkungan terutama sumberdaya air tanah secara seimbang. Disamping itu, untuk meminimalisir dampak dapat digunakan rekayasa teknologi seperti dengan Biopori, sumur resapan, dan konservasi pemanfaatan. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian disajikan dalam Gambar 1.1. 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan peta CAT Semarang Demak, menunjukkan bahwa kota Semarang mempunyai potensi air tanah dangkal (akuifer bebas) besar, dan air tanah dalam (akuifer tertekan) sedang. Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat memanfaatkan air tanah dangkal yang mempunyai potensi tinggi, sedangkan untuk kebutuhan air industri dan jasa seperti hotel dan restoran digunakan air tanah dalam yang mempunyai potensi sedang.
Feedbac k
Program Konservasi Air Tanah
Konservasi Pemanfaatan Air Tanah
Konsep Pengelolaan Sumberdaya Air
Faktor Ekologi
EEkologi
Konsep Institusi & Insentif
Analisis Kelembagaan
Manfaat Air Tanah
Faktor Ekonomi
Air tanah bebas Kebijakan Daerah Pemanfaatan Air Tanah
Ekonomi Analisis Kebijakan
Faktor Sosial Budaya
Strategi Pemanfaatan Air Tanah
Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah yg berkelanjutan
Faktor Teknologi Air tanah tertekan
Kerusakan Air Tanah
Faktor Kelembagaan
Feedbac k
Gambar 1 Kerangka Berfikir Strategi Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan
7
8
Kegiatan pemanfaatan (ekstraksi) air tanah sebagai sumber air baku air bersih selain memberikan manfaat
ekonomi bagi pembangunan daerah juga
memberikan dampak negative. Dampak negatif terhadap lingkungan berupa turunnya muka air tanah yang dapat diidentifikasi dari keringnya sumur-sumur penduduk sekitar yang akhirnya menimbulkan konflik pemanfaatan air tanah, dan kejadian ini apabila berlangsung terus menerus, akan mengakibatkan degradasi sumberdaya air tanah yang akhirnya akan meningkatkan nilai kerusakan lingkungan. Manfaat ekonomi tersebut ada yang bermanfaat langsung maupun tidak langsung yang dapat dinikmati oleh penduduk. Manfaat ekonomi tersebut dapat digunakan sebagai instrument untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih dan sekaligus mendorong terciptanya kegiatan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan. Kegiatan pemanfaatan air tanah dalam sebagai sumber air bersih memerlukan ijin, sehingga masyarakat tidak dapat secara bebas mengambilnya, karena disamping keberadaan muka air tanahnya dalam (antara 40 -150 meter) juga membutuhkan biaya yang cukup besar. Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih tersebut sesuai dengan Peratutan Perundangan yang ada yaitu UU No. 7 tahun 2004 dan PP No. 43 tahun 2008, serta SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003, sehingga dapat dijumpai ratusan bahkan ribuan sumur air tanah dalam di kota Semarang. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa pertanyaan penelitian yang mengemuka adalah sebagai berikut: a. Seberapa banyak industri, PDAM, hotel dan restoran, mengekstrak atau memanfaatkan air tanah, sebagai sember air bersih? b. Sejauh mana dampak negatif pemanfaatan air tanah terhadap kelestarian air tanah di darah penelitian? c. Sejauh mana keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah di daerah penelitian? d. Seberapa jauh peran serta stakeholder dalam konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang e. Bagaimana desain kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dapat diterapkan dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan air bersih yang berkelanjutan?
9
Dampak Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku
Fisik
Kebutuhan air baku
Biologi
Sosial
Resiko Lingkungan
Nilai Manfaat Air Tanah (B)
Total Biaya Resiko Lingkungan (T)
T>B ?
Antisipasi bila T< B
No
Y a Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah sebagai sumber air bersih yang Berkelanjutan
Gambar 2 Perumusan Masalah Strategi Kebijakan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah sebagai sumber air bersih di Kota Semarang 1.4. Tujuan Penelitian a. Identifikasi kebijakan dan kinerja kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di kota Semarang b. Analisis kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di kota Semarang c. Menyusun strategi kebijakan pemanfaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan 1.5. Manfaat Penelitian a. Pengembangan
ilmu
pengetahuan
dibidang
kebijakan
terutama
pemanfaatan air tanah untuk pemenuhan sumber air baku air bersih.
10
b. Sebagai masukan kepada pemerintah daerah khususnya kota Semarang untuk pengambilan keputusan pemanfaatan air tanah di kota Semarang c. Sebagai bahan masukan bagi peran serta masyarakat dalam pemanfaatan air tanah sehingga memberikan manfaat yang berkelanjutan. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari pemanfaatan air tanah sangat luas dan merupakan suatu sistem, sehingga dalam penelitian ini difokuskan pada sub sistem pemanfaatan dan sub sistem konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang. a. Sub Sistem pemanfaatan, meliputi: -
Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat yang dikelola oleh PDAM
-
Pemenuhan kebutuhan air bersih melalui sumur bor
-
Pemenuhan kebutuhan industri yang meliputi: sebagai bahan baku produksi dan bahan penunjang produksi
-
Pemanfaatan air bersih untuk hotel dan restoran
b. Sub sistem konservasi pemanfaatan air tanah yang meliputi: -
Konservasi pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan domestik, industri, dan hotel di Kota Semarang
-
Nilai ekonomi
-
Nilai perolehan air (NPA)
-
Kelembagaan
1.7. Strategi Kebijakan yang akan Disusun Strategi kebijakan yang akan disusun meliputi: a. Strategi untuk pemanfaatan air tanah meliputi: -
Jumlah maksimum air tanah yang boleh diambil di kota Semarang
-
Nilai ekonomi
-
Kelembagaan
b. Strategi untuk konservasi pemanfaatan air tanah meliputi: 1. Strategi
konservasi
pemanfaatan
air
tanah
dengan
pembatasan
air
tanah
dengan
pembatasan
pertumbuhan hotel dan hemat air 2. Strategi
konservasi
pemanfaatan
pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah
11
3. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan pemakaian air tanah 4. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal 5. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1 dan 2 6. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan dengan gabungan antara skenario 1, 2, dan 3 7. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1, 2, 3, dan 4. 8. Strategi
konservasi
pemanfaatan air tanah
pemanfaatan
air
tanah
dengan
moratorium