BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki bentang alam yang variatif berupa lembah, gunung, danau, sungai, selat dan bentang alam lainnya. Hal tersebut mengakibatkan banyak wilayah Indonesia yang terpisah oleh bentang alam. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan prasarana untuk menghubungkan wilayah-wilayah yang terpisah oleh bentang alam. Jembatan merupakan prasarana infrastruktur untuk menghubungkan wilayah-wilayah Indonesia yang terpisah oleh bentang alam tersebut. Sehingga peran jembatan di Indonesia penting dalam sistem transportasi. Transportasi sendiri memiliki peranan penting dalam perkembangan ekonomi di suatu negara, khususnya di Indonesa yang merupakan negara kepulauan dengan bentang alam yang variatif. Kondisi transportasi yang memadai akan mendukung pergerakan perekonomian di Indonesia. Kondisi transportasi yang baik dan memadai juga berkaitan dengan tersedianya prasarana jembatan yang baik dan memadai. Sehingga, teknologi yang berkaitan dengan jembatan sudah selayaknya menjadi perhatian agar prasarana infrastruktur di Indonesia menjadi lebih baik. Di Indonesia terdapat sekitar 89000 jembatan dengan bentang sekitar 1050 km. Dari jumlah tersebut 54000 jembatan dengan panjang bentang 390 km terdapat pada ruas jalan kabupaten/kota dan 35000 jembatan dengan panjang bentang 660 km terdapat pada ruas jalan nasional(Firta Sukmana, 2012). Jumlah tersebutmasih sangat kurang mengingat cakupan wilayah Indonesia yang luas dan masih banyak daerah-daerah yang belum terhubung. Oleh sebab itu,diperlukan penambahan pembangunan jembatan yang lebih merata di Indonesia, sehingga wilayah Indonesia lebih terintegrasi. Permasalahan jembatan tidak hanya terletak pada saat perencanaan saja. Selain perencanaan yang teliti, pemeliharaan dan perbaikan pada jembatan eksisting juga penting untuk dilaksanakan agar kondisi jembatan tetap dalam keadaan prima dalam melayani lalu lintas yang ada. Di Indonesia, seringkali ditemukan beban lalu lintas jembatan yang melebihi kapasitas jembatan. Hal ini tentu saja dapat mempercepat kerusakan dan memperpendek usia jembatan. Beban yang melebihi kapasitas jembatan di Indonesia seringkali mempercepat kerusakan yang terjadi pada jembatan. Akibatnya intensitas perbaikan dan pemeliharaan jembatan 1
pun juga meningkat. Hal tersebut berdampak pula pada pembiayaan yang lebih besar untuk perbaikan dan pemeliharaan jembatan. Beban yang bekerja pada jembatan, yaitu beban mati dan beban hidup lalu lintas yang melewati jembatan seharusanya sudah direncanakan secara matang dengan memperhitungkan umur rencana jembatan. Namun pada kenyataannya masih sering ditemukan permasalahan overload pada jembatan. Pada bagian struktur atas jembatan, kelebihan beban tersebut diterima secara langsung oleh pelat jembatan dan kemudian diterusakan kepada girder dan sistem truss jembatan sebelum akhirnya diterima oleh struktur bawah jembatan. Dalam hal ini, perencanaan tiap komponen tersebut harus seteliti mungkin sehingga meminimalkan perbaikan, pemeliharaan dan kerusakan pada jembatan. Pelat lantai jembatan merupakan salah satu komponen utama dalam bangunan atas jembatan (superstructure). Jembatan-jembatan di Indonesia masih didominasi oleh jembatan bentang pendek-menengah. Pada bentang tersebut, penggunaan pelat lantai beton untuk jembatan masih efektif untuk dilaksanakan, sehingga pelat lantai jembatan di Indonesia rata-rata masih menggunakan pelat lantai beton bertulang. Beton bertulang merupakan material yang masih menjadi „idola‟ untuk digunakan sebagai material pelat lantai jembatan. Selain mudah didapatkan, material beton juga dinilai lebih murah dibandingkan dengan material lainnya. Namun,Indonesia membutuhkan jembatanjembatan bentang panjang yang dapat menjadi penghubung antar pulau-pulau besar di Indonesia. Pada jembatan bentang panjang, penggunaan beton bertulang sebagai material pelat jembatan masih memiliki banyak kelemahan. Selain kuat tarik beton yang rendah, berat sendiri pelat beton sangat besar sehingga untuk jembatan bentang panjang berat sendiri
pelat
beton
akan
sangat
membebani
struktur
dibawahnya
sehingga
penggunaannya tidak lagi efektif. Pada kasus penggantian pelat (Redecking) efisiensi waktu pengerjaan proyek menjadi faktor penting agar jembatan segera dapat digunakan kembali sehingga kerugian yang terjadi akibat terhentinya kegiatan ekonomi selama masa pengerjaan jembatan berlangsung dapat diminimalkan. Pada kasus tersebut penggunaan beton bertulang sebagai material pelat jembatan sudah tidak lagi efisien mengingat pengerjaan beton bertulang yang memakan waktu cukup lama. Beton memiliki berat jenis yang tinggi jika dibandingkan dengan material lain. Berat sendiri pelat beton seringkali menjadi permasalahan dalam perancangan struktur bawah jembatan. Sehingga, untuk jembatan bentang menengah-panjang, pelat lantai beton
2
bertulang sudah tidak lagi efektif karena akan membebani struktur secara berlebih. Terlebih bila beban lalu lintas yang bekerja pada pelat lantai beton melebihi kapasitas. Dalam perkembangan teknologi pelat lantai jembatan terdapat beberapa alternatif pengganti pelat lantai beton bertulang, salah satunya adalah pelat lantai baja ortotropik atau Orthotropic Steel Deck (OSD). OSD telah banyak digunakan di hampir seluruh jembatan bentang panjang di dunia. Disamping memiliki berat yang ringan dan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada pelat beton, Lama waktu instalasi pelat baja ortotropik juga lebih singkat jika dibandingkan dengan pelat lantai beton, sehingga OSD dianggap sebagai pilihan tepat untuk menggantikan pelat lantai beton pada jembatan bentang menengah-panjang di dunia. Di Indonesia masih jarang ditemukan jembatan dengan OSD, sehingga diperlukan penelitian-penelitian terkait dengan pelat baja ortotropik agar pelat baja ini dapat lebih banyak digunakan di Indonesia, mengingat Indonesia akan membutuhkan jembatan-jembatan bentang panjang untuk
menghubungkan pulau-pulau besar di Indonesia agar sistem transportasi dan
ekonomi di Indonesia menjadi lebih sinergi. Beberapa contoh jembatan di dunia yang telah menggunakan pelat baja ortotropik (OSD) dapat dilihat pada Gambar 1.1dan Gambar 1.2memperlihatkan contoh struktur pelat baja ortotropik.
Gambar 1.1Hartel Bridge, The Netherlands. Sumber :(Jurgen Voermans and Friends, 2014)
3
Gambar 1.2Contoh struktur jembatan ortotropik Sumber :(Eurocode 3, 2009)
1.2 Rumusan Masalah Miniminya penelitian terkait OSD di Indonesia menjadikan penelitian-penelitian terkait OSD perlu dilakukan, mengingat Indonesia memerlukan struktur pelat yang lebih ringan untuk jembatan bentang menengah hingga panjang.Salah satunya adalah perilaku tegangan dan deformasi pada pelat baja ortotropik akibat variasi jarak floorbeamagar dapat diketahui jarak floorbeammaksimum yang masih memenuhi persyaratan lendutan dan tegangan pada OSD. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perilaku tegangan pada OSDakibat variasi jarak floorbeam 2. Mengetahui perilaku deformasi pada OSD akibat variasi jarak floorbeam 3. Mengetahui perilaku tegangan lokal akibat variasi jarak floorbeam dalam hal ini adalah respon tegangan pada sambungan ribs dan deck akibat adanya beban truk terpusat. 4. Mengetahui jarak floorbeam optimum akibat adanya persyaratan kekuatan, layan dan kelelahan pada OSD.
4
1.4 Batasan Masalah 1. Dasar perancangan menggunakanManual Design, Construction and Maintenance of Orthotropic Steel Deck Bridge, 2012oleh Federal Highway Administration (FHWA) 2. Dasar spesifikasi teknis menggunakanBridge Design Specifications, 2012oleh American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO) 3. Dasar pembebanan yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) T02-2005 4. Pelat yang dimodelkan merupakan segmen yang dibatasi oleh girder memanjang dan floorbeam melintang. 5. Pembebanan yang diaplikasikan merupakan pembebanan pada pelat. 1.5 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan informasi mengenai perilaku tegangan pada OSD akibat variasi jarak floorbeam. 2. Memberikan informasi mengenai perilaku deformasi pada OSD akibat variasi jarak floorbeam. 3. Memberikan informasi mengenai perilaku tegangan lokal pada sambungan ribs dan deck akibat variasi jarak floorbeam. 4. Memberikan informasi mengenai jarak floorbeam optimum akibat adanya persyaratan kekuatan, layan, dan kelelahan pada OSD. 1.6 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan pelat baja ortotropik adalah sebagai berikut : 1. (Liao, 2011)membahas mengenai pengaruh faktor retakan pada join pelat dan pengembangan desain kelelahan pada join pelat. Dengan melakukan pemodelan 2D yang disederhanakan dengan faktor penyesuaian, kemudian dibandingkan dengan hasil model pelat 3D didapat hasil yang sebanding. Pendefinisian kerusakan kelelehan di deck sesuai Eurocodes. 2. (Yarnold, 2005)membahas mengenai perilaku localbuckling dan tegangan, baik pada dinding ribs maupun deck. Dari hasil ini, kemudian diidentifikasi mode kegagalan dan lokasinya serta lokasi tegangan maksimum dan variasinya. 5
3. (Sugioka, 2009)membahas mengenai pengembangan mitigasi kelelahan dan metodologi evaluasi siklus untuk dek jembatan ortotropik. Tesis ini berfokus pada retak kelelahan di bagian pelat deck pada kontak ribs longitudinal dan crossbeams, efek permukaan pelat terhadap pengurangan tegangan di pelat dek, umur kelelahan, dan kajian biaya. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka studi tegangan dan deformasi pada orthotropic steel deck dengan variasi jarak floorbeamini dapat dikatakan belum pernah ada dan masih baru.
6