PEMERINTAHAN UMUM
A. Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pemerintahan
Selama periode 2002-2008 berbagai tuntutan terhadap pembentukan daerah
otonom
masyarakat.
baru
Wacana
(pemekaran serta
tuntutan
wilayah)
berkembang
pembentukan
di
daerah
lingkungan
otonom
baru
hendaknya tidak sekedar mempertimbangkan aspek politis dan kemauan sebagian kecil elite daerah tapi merupakan aspirasi dan harapan yang perlu direspon untuk dinilai terhadap ketepatan dan kelayakannya secara normatif maupun teknis.
Pembentukan Kota
Tangerang
Selatan
yang merupakan
pemekaran dari wilayah induknya yaitu Kabupaten Tangerang telah memenuhi kaidah
peraturan
perundangan maupun teknis
pada
tahun
2008
dapat
direalisasikan, yang dituangkan dalam Undand-undang Nomor 51 tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan. Pembentukan
pondasi
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan daerah diawali dengan ditunjuknya Penjabat Walikota Tangerang Selatan oleh Gubernur Banten. Selanjutnya Penjabat Walikota menyusun formasi
perangkat
daerah,
guna
membantu
dalam
menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan. Ditetapkan perangkat daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah (3 Asisten Daerah, 9 Bagian), Sekretariat DPRD, Inspektorat, 6 Badan, 11 Dinas dan 1 Satuan, dimana legalitas atas kedudukan serta tugas pokok dan fungsinya diatur dalam peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 7 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 01 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan. Dalam implementasinya, beberapa permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi seluruh perangkat daerah antara lain seperti belum efektifnya penetapan struktur kelembagaan perangkat daerah, masih dirasakannya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi antar perangkat daerah,
belum optimalnya penetapan dan pemilahan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah
berdasarkan
pembangunan,
serta
termasuk antara
kebutuhan belum
penyelenggaraan
optimalnya
hubungan
pemerintah daerah, Dewan
pemerintahan kerja
antar
dan
lembaga,
Perwakilan Rakyat Daerah,
masyarakat, dan organisasi non pemerintah. Pada awal penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, belum didukung dengan produk hukum daerah (perda, dll), jadi sementara masih menggunakan regulasi wilayah induk. Sehingga permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan kewenangan daerah masih banyak yang belum maksimal. Hal ini mengakibatkan berbagai kendala antara lain dalam hal pelaksanaan kewenangan, pengelolaan APBD, pengelolaan suatu kawasan atau pelayanan tertentu, serta pengaturan pembagian hasil sumberdaya alam dan pajak, dan lainnya.
B. Prasarana dan Sarana Pemerintah Daerah Sebagian besar pelaksanaan tugas dan fungsi perangkat daerah juga masih diselenggarakan pada bangunan-bangunan yang berstatus sewa, dengan kapasitas ruang yang tidak memadai dengan keberadaan pegawai, sehingga mengurangi efektifitas dan kenyamanan kerja. Sementara itu, berdasarkan informasi dari berbagai perangkat daerah, dukungan sarana dalam menunjang pelaksanaan
operasional
kantor
maupun
operasional
lapangan
belum
sepenuhnya terpenuhi.
C. Penyelenggaraan Koordinasi Koordinasi dalam bidang pemerintahan hakikatnya merupakan upaya yang dilaksanakan oleh Kepala Daerah guna mencapai keselarasan dan keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas semua instansi baik
antar dinas. lembaga teknis daerah, pemerintah
kecamatan, desa dan
kelurahan, maupun dengan instansi vertikal agar tercapai hasil yang optimal. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah serta Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988. 1. Penyelenggaraan Koordinasi Horisontal dengan Unsur Muspida Kualitas penyelenggaraan forum kemuspidaan yang prinsip dan penting yang dilakukan, mengikuti pola aturan : Terhadap permasalahan yang bersifat mendesak dan memerlukan waktu yang segera, forum diselenggarakan secara insedentil di luar ketentuan vang ada; Terhadap permasalahan yang telah disepak-ati oleh Forum Muspida ditindaklanjuti
oleh
perangkat
masing-masing
instansi
dan
bila
dipandang perlu dilakukan secara Tim Terpadu yang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan. 2. Penyelenggaraan
Koordinasi
Vertikal
dengan
Instansi/Dinas
Daerah Penyelenggaraan
koordinasi
vertikal
antara
instansi/dinas
daerah
dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan berkelanjutan meliputi pelaksanaan pelaporan, pengawasan, dan koordinasi pembinaan. 1) Koordinasi Perencanaan Walikota akan meminta program/rencana kegiatan dari masing-masing komponen/instansi vertikal serta membahasnya di daerah;
2) Koordinasi Pelaksanaan Walikota selaku Kepala Daerah meminta laporan pelaksaan tugas dari masing-masing instansi vertikal mengenai hambatan dan permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatannya. Apabila terdapat hambatan dan permasalahan, maka Walikota memberikan petunjuk alternatif pemecahannya; 3) Koordinasi Pelaporan Masing-masing Kepala Dinas/Komponen dan Instansi Vertikal wajib menyampaikan laporan kegiatan bulanan secara periodik mengenai halhal yang berkaitan dengan perkembangan pelaksanaan tugasnya, laporan tahunan setiap akhir tahun anggaran serta laporan insidentil terhadap hal-hal yang perlu segera mendapat penyelesaian. 4) Koordinasi Pengawasan Hasil pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan Departemen dan Lembaga Pemerintahan Non Departemen di bawah koordinasi Kepala BPKP disampaikan ke Menteri/Kepala Departemen yang bersangkutan dan ditembuskan kepada Walikota sebagai informasi kepada Menteri/Kepala Departemen yang bersangkutan. 5) Koordinasi Pembinaan Walikota
memberikan
pertimbangan
terhadap
pengangkatan
/pemindahan serta pelantikan dan pengambilan sumpah Kepala Instansi Vertikal dalam wilayah Kota Tangerang Selatan. Selain koordinasi secara formal seperti tersebut di atas, juga dilakukan koordinasi secara informal seperti pada setiap kesempatan pertemuan, olah raga maupun kegiatan lainnya.
D. Hubungan Pemerintah Kota dengan DPRD Hubungan antara Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan DPRD dilaksanakan melalui forum-forum pertemuan, sidang, hearing, kunjungan kerja bersama serta pembahasan terhadap suatu Rancangan Peraturan Daerah dan produk kebijakan daerah. Keharmonisan hubungan dibangun melalui mekanisme pelaksanaan tugas masing-masing yang menempatkan pihak eksekutif dan legislatif sebagai mitra kerja yang saling mengisi dan saling mendukung. 1. Kelembagaan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Tugas penyusunan dan pengaturan di bidang kelembagaan ini dilaksanakan oleh Bagian Hukum dan Organisasi pada Sekretariat Daerah. Susunan kelembagaan daerah tersebut adalah sebagai berikut : a. Sekretariat Daerah terdiri dari 1 orang Sekretaris Daerah, 3 orang Asisten Sekretaris Daerah dan 9 Bagian, yaitu: 1.
Asisten Tata Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat;
2.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan;
3.
Asisten Administrasi Umum;
4.
Bagian Pemerintahan;
5.
Bagian Kesejahteraan Sosial;
6.
Bagian Pertanahan;
7.
Bagian Perekonomian;
8.
Bagian Pembangunan;
9.
Bagian Pengelolaan Teknologi Informasi;
10. Bagian Hukum dan Organisasi; 11. Bagian Umum dan Perlengkapan; 12. Bagian Humas dan Protokol.
b. Sekretariat DPRD terdiri dari 1 orang Sekretaris DPRD dan 3 orang Kepala Bagian, sebagai berikut : 1.
Sekretaris DPRD
2.
Bagian Perlengkapan
3.
Bagian Humas dan Hukum
4.
Bagian Persidangan dan Risalah
5.
Bagian Tata Usaha
c. Lembaga Teknis Daerah terdiri dari 1 Inspektorat, 1 Satuan dan 6 Badan, sebagai berikut : 1.
Inspektorat;
2.
Satuan Polisi pamong Praja;
3.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
4.
Badan Kepegawaian Daerah;
5.
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu;
6.
Badan Lingkungan Hidup Daerah;
7.
Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
8.
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
d. Dinas Daerah terdiri dari 11 Dinas, sebagai berikut : 1.
Dinas Pendidikan;
2.
Dinas Kesehatan;
3.
Dinas Pekerjaan Umum;
4.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
5.
Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman;
6.
Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
7.
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah;
8.
Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata;
9.
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah;
10. Dinas Pertanian dan Perikanan; 11. Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
2. Penyelenggaraan Pemerintahan Kecamatan Implementasi kebijakan otonomi daerah telah mendorong dan memacu terjadinya perubahan baik secara struktural, fungsional maupun kultural dalam
tatanan
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah.
Salah
satu
perubahan yang mendasar adalah menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi kecamatan yang sebelumnya merupakan perangkat wilayah dalam kerangka asas dekonsentrasi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 berubah statusnya menjadi perangkat daerah dalam kerangka asas desentralisasi. Sebagai perangkat daerah yang diangkat oleh kepala daerah kabupaten/kota, maka Camat dalam menjalankan tugasnya mendapat pelimpahan kewenangan dari dan bertanggung jawab kepada kepala daerah. Hal ini mengandung pengertian bahwa tanpa pelimpahan sebagian kewenangan dari kepala daerah maka tugas seorang camat menjadi tidak jelas sehingga dapat berpengaruh pada pelaksanaan tugas dan fungsinya di lapangan. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka upaya pemberdayaan kecamatan guna percepatan otonomi daerah, maka dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan. Pemerintah Kota Tangerang Selatan mencoba memformulasikan suatu kebijakan tentang pengaturan organisasi kecamatan di daerah ini. Langkah ini diawali dengan upaya melimpahkan sebagian kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah kepada Camat dalam rangka efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.
Tabel Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan
No
1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan
Luas Wilayah (Ha)
Persentase Terhadap Luas Kota (%)
2,404 1,784 1,838 1,543 2,682 2,988 1,480
16.33% 12.12% 12.49% 10.48% 18.22% 20.30% 10.06%
14,719
100.00%
Serpong Serpong Utara Ciputat Ciputat Timur Pamulang Pondok Aren Setu
Kota Tangerang Selatan
Tabel Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2009
Jumlah Kelurahan
Jumlah Desa
Jumlah Rukun Warga (RW)
Jumlah Rukun Tetangga (RT)
No
Kecamatan
1
Serpong Serpong Utara Ciputat Ciputat Timur Pamulang Pondok Aren Setu
9
-
69
337
7 7 6 8 11 1
5
65 92 75 129 113 29
272 460 416 690 677 144
Jumlah
49
5
572
2,996
2 3 4 5 6 7
Tabel Luas Wilayah Kelurahan/Desa Kota Tangerang Selatan No
Kecamatan
1
Serpong
2
Serpong Utara
3
Ciputat
4
Ciputat Timur
5
Pamulang
6
Pondok Aren
Kelurahan/Desa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Buaran Ciater Rawa Mekar Jaya Rawa Buntu Serpong Cilenggang Lengkong Gudang Lengkong Gudang Timur Lengkong Wetan Lengkong Karya Jelupang Pondok Jagung Pondok Jagung Timur Pakulonan Paku Alam Paku Jaya Sarua Jombang Sawah Baru Sarua Indah Sawah Ciputat Cipayung Pisangan Cireundeu Cempaka Putih Pondok Ranji Rengas Rempoa Pondok Benda Pamulang Barat Pamulang Timur Pondok Cabe Udik Pondok Cabe Ilir Kedaung Bambu Apus Benda Baru Perigi Baru Pondok Kacang Barat Pondok Kacang Timur Perigi Lama Pondok Pucung Pondok Jaya Pondok Aren Jurang Mangu Barat Jurang Mangu Timur Pondok Karya Pondok Betung
Luas Wilayah (Ha) 334 376 235 328 139 143 361 262 226 210 126 209 225 279 281 454 368 345 274 193 249 172 237 391 308 227 246 165 206 386 416 259 483 396 256 220 266 310 252 252 389 362 233 217 253 258 271 191
7
E.
1 2 3 4 5 6
Setu
Kranggan Muncul Setu Babakan Bakti Jaya Kademangan
205 361 364 170 174 206
Hukum, Politik serta Ketenteraman dan Ketertiban Umum Disamping itu munculnya berbagai bentuk asosiasi masyarakat sipil baik dalam bentuk organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat maupun
forum-forum
lainnya,
merupakan
bentuk
pencapaian
dalam
mewujudkan proses demokratisasi. Munculnya berbagai aspirasi dan respon masyarakat terhadap kebijakan pembangunan
yang
dikeluarkan
oleh
Pemerintah,
baik
yang
bersifat
mendukung ataupun memberikan kritik membangun, disampaikan langsung ataupun
melalui
lembaga
perwakilan
(legislatif),
merupakan
cerminan
terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat akan politik dan nilai-nilai demokrasi. Kondisi
keamanan
ketentraman
dan
ketertiban
dalam
kehidupan
kemasyarakatan di wilayah Kota Tangerang Selatan dalam kurun waktu 20032008 secara umum masih dalam kondisi yang stabil dan terkendali. Upaya pembinaan dan penanganan ketentraman dan ketertiban wilayah dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi dan proporsional sesuai tugas dan fungsi masingmasing instansi. Ruang lingkup kerjasama dalam rangka Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban umum serta Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat ini meliputi :
a. Penyelenggaraan/pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum serta keamanan dan ketertiban masyarakat di Kota Tangerang Selatan; b. Penegakan Peraturan Daerah (Perda) dan penegakan hukum
sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat di Kota Tangerang Selatan; d. Pengembangan
sumber
daya
manusia
dan
sarana
prasarana
untuk
mendukung penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum serta keamanan dan ketertiban masyarakat di Kota Tangerang Selatan. e. Penilaian eskalasi gangguan ketentraman dan ketertiban umum serta keamanan dan ketertiban masyarakat di Kota Tangerang Selatan untuk menentukan langkah-langkah yang dipandang perlu, baik yang bersifat pencegahan maupun penanggulangan. Selain itu pembinaan keamanan dan ketertiban diarahkan untuk menciptakan kondisi tenteram, serasi dan teratur serta mantapnya stabilitas keamanan di Kota Tangerang Selatan. Upaya yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan kegiatan tersebut adalah melalui kegiatan koordinasi antara instansi terkait secara terpadu. Di bidang keamanan yang berkaitan dengan tindak pidana umum dilaksanakan melalui upaya represif dan preventif oleh pihak Kepolisian untuk membantu menciptakan rasa tenteram dan tertib di masyarakat, antara lain dengan meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang pengamanan swakarsa dengan menggiatkan siskamling.
Berbagai kerentanan dan kerawanan sosial merupakan sumber-sumber permasalahan masyarakat yang masih dihadapi yang dapat berdampak pada terjadinya gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. Banyaknya keluarga penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) hingga tahun 2007 sebesar 48.889 jiwa, yang didominasi oleh keluarga fakir miskin berjumlah 37.538 jiwa (76,78%) dan anak terlantar sebanyak 1.141 jiwa (2,33%). Keberadaan PMKS tersebut merupakan potensi terhadap bertumbuhkembangnya ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku masyarakat. Kasus gelandangan dan pengemis serta pekerja seks komersial (PSK) semalin merebak terutama pada pusat-pusat kota, pasar, terminal serta daerah hiburan merupakan salah satu potensi permasalahan yang dapat menganggu ketentraman dan ketertiban umum di wilayah Kota Tangerang Selatan. Berbagai upaya pencegahan terhadap berkembangnya gelandangan, pengemis dan PSK ini tengah dipersiapkan dan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota tanerang Selatan. Demikian halnya dengan penyalahgunaan NARKOBA/NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) yang semakin berkembang dikalangan remaja, bahkan telah memasuki kawasan-kawasan pendidikan (sekolah). Kejadian luar biasa (KLB) merupakan suatu kondisi tak terduga yang dapat mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum. Berbagai kasus bencana banjir dan kekeringan sampai dengan tahun 2008 diketahui masih terjadi. Sedangkan kasus wabah penyakit yang terjadi di wilayah Kota Tangerang Selatan akhir-akhir ini meliputi : Muntaber, DBD, Polio dan Flu Burung. Kasus flu burung merupakan wabah penyakit yang melanda wilayah nasional yang penanganannya belum tuntas hingga saat ini. Di tahun 2009 terjadi bencana alam dengan jebolnya tanggul Situ Gintung yang merupakan bencana nasional, dimana kejadian ini dikenal dengan tragedi Situ Gintung.
F. Kerjasama Pembangunan 1. Kerjasama Wilayah Perbatasan Sesuai dengan amanat dalam Pasal 195 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada efisiensi dan efektifitas pelayanan publik. Belum terintegrasinya rencana-rencana pembangunan, keterbatasan dan lemahnya kapasitas pengelolaan sumber daya di kawasan perbatasan, seperti diantaranya dalam penataan ruang dan pembangunan prasarana wilayah serta perencanaan pembangunan lainnya, telah disadari sebagai suatu permasalahan yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakserasian dan ketimpangan pembangunan di wilayah perbatasan. Oleh karenanya kerjasama pembangunan antar daerah yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas dalam pelayanan publik yang saling menguntungkan, merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Sejalan dengan kepentingan tersebut, Pemerintah Provinsi Banten telah melaksanakan
kesepakatan
dengan
Pemerintah
Provinsi
lain
yang
berbatasan dalam rangka kerjasama pembangunan di wilayah perbatasan seperti dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagaimana hal ini telah ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten Nomor 69 Tahun 2002 dan Nomor 35 Tahun 2002 tanggal 4 Desember 2002, tentang Kerjasama Pembangunan Wilayah Perbatasan. Sebagai implementasi tindak lanjut kerjasama pembangunan perbatasan yang telah disepakati bersama, diselenggarakan forum koordinasi kerjasama pembangunan antar kedua daerah yang dilaksanakan melalui ”Musyawarah Perencanaan Pembangunan Perbatasan (MUSRENBANGTAS) Banten-Jawa Barat” yang diselenggarakan secara periodik setiap dua tahun sekali.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan akan menjadikan surat Keputusan Bersama tersebut sebagai dasar dalam pelaksanaan kerjasama antar daerah dan kemungkinan untuk menuangkannya ke dalam regulasi daerah. 2. Kerjasama Antar Daerah Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan dan mengelolah pembangunan di daerah berdasarkan kondisi dan kebutuhannya masing-masing. Namun demikian dalam pelaksanaan dan pengelolaan pembangunan di daerah seringkali dihadapkan kepada permasalahan yang tidak dapat diatasi sendiri, tetapi memerlukan kerjasama antar daerah yang memiliki kepentingan bersama. Sejalan dengan semangat yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, perlu disikapi secara komprehensif dan langkah strategis untuk melakukan kerjasama antar daerah yang sinergis dengan perencanaan pembangunan guna mewujudkan
keselarasan,
keserasian
dan
keterpaduan
perencanaan
pembangunan antar wilayah dan antar sektor. Sementara itu, di lain pihak bahwa tekanan pertumbuhan penduduk dan perekonomian yang terkonsentrasi di Ibukota negara Jakarta dan wilayah sekitarnya dalam wilayah Jabotabek maupun secara umum pada wilayah Pulau
Jawa
peningkatan
dan
Bali
pelayanan
telah
menyebabkan
tingginya
dan
pembangunan
yang
tuntutan
dirasakan
dalam
semakin
kompleks. Sehingga dapat dipahami apabila di wilayah Jabotabek serta wilayah Jawa-Bali perlu mendapatkan perhatian secara lebih intensif untuk melakukan
koordinasi
dalam
rangka
penanganan
bersama terhadap
permasalahan pembangunan dan persoalan lainnya yang bersifat lintas wilayah dan lintas sektor.
Dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan pembangunan sesuai Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek telah dilakukan kerjasama wilayah Jabotabek yang telah ditetapkan dengan Peraturan Bersama Pemerintah Provinsi Daerah tingkat I Jawa Barat dan DKI Jakarta Nomor 1/DP/040/PD/1976 dan Nomor 3 Tahun 1976 tentang Kerjasama
Dalam
Rangka
Pembangunan Jabotabek
yang
selanjutnya
dibentuk Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek berdasarkan Keputusan Bersama Pemerintah Provinsi Daerah tingkat I Jawa Barat dan DKI Jakarta Nomor D.IV-8201/d/II/1976 dan Nomor 197/Pem.121/sk/1976. Kerjasama
tersebut
telah
ditindaklanjuti
dan
ditingkatkan
dengan
terbentuknya Kota Depok, Provinsi Banten dan keikutsertaan Kabupaten Cianjur yang diwujudkan dalam Kesepakatan Bersama Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten Bupati Bogor, Walikota Bogor, Walikota Depok, Bupati Tangerang, Walikota Tangerang, Bupati Bekasi, Walikota Bekasi dan Bupati Cianjur tanggal 16 Juni 2005. Memperhatikan kompleksitas permasalahan pembangunan regional yang terjadi saat ini di wilayah Jawa-Bali dan sejalan dengan makna yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2005, maka merupakan langkah yang sangat strategis diselengarakannya forum “Musyawarah Perencanaan Pembangunan Regional (MUSRENBANGREG) Se Jawa-Bali”, yang hal ini merupakan kesepakatan bersama yang telah direkomendasikan agar keberadaannya semakin dapat diperkokoh dan dikembangkan eksistensinya dalam rangka mendukung perencanaan pembangunan nasional. Dilatarbelakangi berbagi pengalaman memecahkan permasalahan antar daerah secara legal formal, membangun silaturahmi dan membangun satu persepsi dan pemahaman, pada tahun 1988, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat mempelopori terbentuknya forum kerjasama antar daerah Dwi Praja sebagai cikal bakal forum Mitra Praja Utama (MPU) yang sekarang anggotanya terdiri dari 10 Provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta,
Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI. Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, Provinsi Lampung, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Banten dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Prinsip
kerjasama
dalam
forum
MPU
dibangun
dalam
semangat
kebersamaan, kemitraan, saling menguntungkan, berbagi tanggungjawab dan berkelanjutan dalam upaya berpadu daya mengatasi permasalahan kesejahteraan antar daerah secara bersama-sama. Dalam setiap tahunnya diadakan Rapat Kerja Gubernur yang menyepakati usulan
program/kegiatan
kerjasama
untuk
dilaksanakan
pada
tahun
berikutnya, terdiri dari bidang Pemerintahan, bidang Ekonomi, bidang Kesos dan Tenaga Kerja, serta bidang Lingkungan dan Pariwisata Pembentukan perbatasan
ini
forum sangat
Koordinasi penting
Kerjasama untuk
pembangunan
memperkuat
wilayah
koordinasi
antar
Pemerintah Daerah dalam mengatasi persoalan ketidakintegrasian dalam berbagai kepentingan pembangunan dan pemerintahan antar daerah, agar rencana-rencana pembangunan yang akan dilaksanakan antar daerah khususnya di wilayah perbatasan dapat terselenggara dengan sinergi dan terintegrasi
dalam
wilayah perbatasan.
rangka
mewujudkan kesejahteraan
masyarakat di