Pembahasan Hasil Survei Integritas Anak Muda
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA Seminar Hasil Survei Integritas Anak Muda 2012, Transparency International Indonesia, Hotel Akmani, Jakarta, 02 Mei 2013
Tujuan Survei dan Dimensi Integritas yang Diukur l
l
2
Survei Integritas Anak Muda (Youth Integrity Survey) sebagai dasar bagi penyusunan program dan perumusan strategi gerakan antikorupsi bagi anak muda. Ini relevans di tengah pemberantasan korupsi yang tidak/kurang efektif (Indeks Persepsi Korupsi [IPK] Indonesia 1999-2011: 1,9 - 3,00 dan APBN 2006 bocor sekitar 30%). Empat dimensi integritas yang digunakan: moral dan etika [pemahaman konseptual terhadap perilaku yang pantas]; prinsip [kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan salah]; patuh pada hukum [tingkat kepatuhan pada kerangka legal]; dan resistensi pada korupsi [kemampuan untuk mengubah praktik korupsi]. 5/2/13
Ukuran Integritas Lain
3
l Ukuran lain: mengenali nilai/values) perenial dan/ kode etik lembaga; terikat dengannya, terutama kejujuran dan akuntabilitas; adanya konsistensi melaksanakannya, meski berresiko; tidak adanya kepribadian terbelah; dan ditegakkan di lingkungan kerja dan tempat tinggal. l Prederic Galtung: integritas = a (ACE)-C. (A: accountability [melakukan apa yang bisa dikatakan], C: competence [melakukan pekerjaan dengan baik], E: ethics, dan C: corruption. 5/2/13
Desain Riset Riset ini dengan 2005 responden sebagai sampel dimana responden anak muda berjumlah 1012 orang. Riset diperkaya data kualitatif dari focus group discussion. Validitas datanya bisa dipertanggungjawabkan, meski tidak dijelaskan margin of error-nya dan memenuhi trend riset terkini, meski sisi kualitatifnya tidak tampak. 4
5/2/13
Integritas yang tidak kuat
5
Meski 78% anak muda setuju jujur lebih penting daripada kaya, namun 16%-nya memandang hanya sedikit lebih penting saja. Meski 68% anak muda setuju peluang sukses lebih banyak dimiliki orang yang jujur (berintegritas), namun yang menganggap seringkali, terkadang, dan lebih banyak peluang untuk sukses bagi yang tidak jujur ada 33%. Ini problematik, karena integritas harus didirikan di atas rasionalitas sesuai teori eudemonisme, tidak sesuai teori pragmatisme, dan nazahah (integritas) yang seakar dengan nuzhah (tamasya/hiburan). Juga tidak sesuai hadis Nabi: “Tidak agama (integritas) bagi yang tidak menggunakan 5/2/13 akalnya”.
Tingkat Pemahaman Integritas yang Lemah
6
15% menganggap 7 tindakan integritas, sementara 22% hanya menganggap 5 saja, dan 39% hanya 6. Bahkan, 25% hanya menganggap 4 saja. Ketujuh sikap itu: tidak pernah berbohong (curang); tidak curang saat situasi sulit bagi diri atau keluarga; tidak pernah melanggar hukum; menolak bersikap solider dan mendukung keluarga dan teman yang melanggar hukum; tidak melakukan korupsi dalam kondisi apapun; menolak perilaku korupsi termasuk ketika jumlahnya tidak seberapa; menolak perilaku korupsi, meskipun sudah umum dilakukan). Ini tidak sesuai dengan teori integritas di atas dan kutanya paradigma integritas empiris. Permisivitas ini juga menunjukkan problem civil society di Indonesia dan mendesaknya pendidikan integritas. 5/2/13
Lanjutan l
l l
7
Wolf Middendorf: Tidak ada hubungan logis antara kejahatan dengan lamanya pidana. Sarana kontrol sosial seperti kekuasaan orang tua, kebiasaan-kebiasaan/agama dapat mencegah tindak pidana, yang sama efektifnya dengan ketakutan pada hukum pidana. Teori Solidaritas Sosial Emile Durkheim: Watak manusia sebenarnya bersifat pasif dan dikendalikan oleh masyarakatnya. Data di atas seiring dengan data bahwa hanya 18% anak muda yang merasa memiliki informasi yang banyak tentang regulasi antikorupsi, selebihnya merasa memiliki informasi yang sangat sedikit, sama sekali tidak memiliki informasi, memiliki beberapa saja (Misalnya Permenpan No 60/2012 tentang Zona integritas [ZI]). 5/2/13
Urgensi Pendidikan Integritas Antikorupsi Ada 27% anak muda dan 23% orang dewasa yang menganggap bahwa peran anak muda dalam membangun integritas dan antikorupsi terbatas. Sementara 11% responden dari anak muda dan orang dewasa sama-sama berpendapat bahwa anak muda tidak memiliki peran dalam membangun integritas. Ini idak sesuai dengan teori sistem integritas nasional Jeremy Pop. 8
5/2/13
Sesuai Konsep National Integrity System
9
P U B L I C A W A R E N E S S
S O C I E5/2/13 T Y’ S V A L U E S
INTERNATIONAL ACTORS
PRIVATE SECTOR
CIVIL SOCIETY
MEDIA
QUALITY
OF
LIFE
PUBLIC SERVICE
WATCHDOG AGENCIES
OMBUDSMAN
RULE
OF
LAW
AUDITOR GENERAL
JUDICIARY
EXECUTIVE
LEGISLATURE
SUSTAIN-
ABLE
DEVELOP-
MENT
Pelayanan dan Apatisme l
l
10
66% anak muda menganggap institusi administrasi nasional buruk pelayanannya. Data ini sejalan dengan laporan hasil Survey KPK, tanggal 1 November tahun 2010. Di dalamnya tercatat Indeks Integritas Nasional untuk pelayanan publik secara umum skornya 5,42. 47% mengambil sikap tidak melakukan pengaduan, bila berhadapan dengan kasus korupsi. Alasannya: “bukan urusan saya” (38%), laporan dianggap tidak akan efektif (32%), tidak ada perlindungan bagi orang yang melaporkan, dan 13% merasa tidak tahu prosedur pengaduan. Data memperlihatkan kuatnya budaya pragmatis di kalangan anak muda, pandangan korupsi sudah mengakar kuat di tiga kelembagaan Negara dimana laporan korupsi tidak efektif, 5/2/13
Tren Sumber yang Mempengaruhi dan kurangnya sosialisasi prosedur pengaduan (Surat Edaran MA No4/2011 tentang whistleblower dan justice collabolator). 71% setuju bahwa keluarga, pendidikan dan peer group merupakan faktor yang mempengaruhi pemahaman tentang integritas dan 66% menganggap tokoh/pimpinan (politik, agama, dsb) juga berpengaruh. Bagi anak muda, sumber informasi yang mempengaruhi juga adalah TV (70%) dan berita internet (61%), dan bagi orang dewasa juga media cetak (60%). Data ini sesuai dengan tren media cetak yang tidak lagi mengontrol pengetahuan anak muda melainkan internet, terutama sosial medianya dan teori posmodernisme.
11
5/2/13
Faktor yang mempengaruhi Korupsi dan dan Akibat Sebagian besar anak muda dan orang dewasa setuju kurangnya penegakan prinsip/integritas (termasuk korupsi) merupakan masalah besar (dan sangat merugikan) bagi diri sendiri, keluarga, teman-teman, pembangunan bisnis dan ekonomi, serta pembangunan negara. Ini menunjukkan lemahnya law enforcement dan sesuai dengan makna korupsi yang berarti merusak, yaitu merusak sistem politik, hukum, ekonomi, dan social budaya. 12
5/2/13
Selesai Terima Kasih
Wallah A’lam Bisshawab. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
13
5/2/13