Menanggapi hasil riset Survey Integritas Anak Muda Transparansi Internasional Indonesia tahun 2012:
Mempopulerkan kembali Jujur dan Integritas dalam kehidupan anak muda demi peradaban AntiKorupsi, mungkinkah? Sebuah makalah MayDay 2013
-Nisrina Nadhifah Rahman-
JUJUR. Adalah kata yang dulu, mungkin hanya ada di buku Pendidikan Kewarganegaraan – tertera sebagai salah satu jawaban yang dihadirkan dalam pilihan ganda. Tapi tidak disangka-sangka, kata ‘jujur’ kembali ‘happening’ beberapa tahun belakangan ini – terkenal meluas, melompat-lompat lincah, jauh keluar dari kungkungan buku-buku Pendidikan Kewarganegaraan khas sekolahan. Bahkan, kepopuleran kata ‘jujur’ kini sudah sering dikaitkan dengan berbagai permasalahan pelik yang terjadi di Republik Indonesia. Dari mulai ketidak-jujuran Negara mengakui sejarah – misalnya sejarah pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu – sampai ketidak-jujuran tokoh-tokoh bangsa khususnya dalam urusan kepercayaan, transparansi hal-hal berbau uang, atau kekuasaan. Ya, ‘Korupsi’ namanya. Jujur dan Korupsi ternyata merupakan saudara satu sama lain, walau mungkin sempat berjarak secara periode waktu memasyarakat maupun perbedaan fungsi sebagai kata yang merepresentasikan masalah. Semua budaya kita, pada dasarnya menanamkan nilai-nilai kejujuran, lengkap dengan rasa malu dan tanggung jawab yang selalu erat berkaitan dengan kejujuran itu sendiri. Sedangkan Korupsi, jelas-jelas merupakan tindakan yang melanggar nilai-nilai integritas dan akuntabilitas dengan kejujuran sebagai nyawa utama yang dilecehkan dari adanya tindakan tersebut. Jelas, ada sebuah perbedaan antara sekedar ‘tidak jujur’ dan korupsi. Yaitu, pada aspek penyalahgunaan Mempopulerkan kembali Jujur dan Integritas dalam kehidupan anak muda demi peradaban Anti-Korupsi, mungkinkah? Mei 2013 Nisrina Nadhifah Rahman
[email protected]
1
kekuasaan atau kepercayaan. Korupsi lebih parah dari tidak jujur, karena korupsi memanfaatkan sifat tidak jujur tersebut1. Dalam Survey Integritas Anak Muda tahun 2012, terdapat sejumlah jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan kepada responden muda yang mencerminkan pola-pikir dan pemahaman anak muda bahwa korupsi adalah permasalahan domestik2 – yaitu berkisar antara dirinya pribadi, keluarga, dan peer group. Sehingga, bila anak muda tersandung masalah yang menguji integritas mereka di ruang publik - misalnya ketika berhadapan dengan penilangan oleh aparat kepolisian, sekitar kurang lebih 50% anak muda memilih ‘uang damai’ sebagai cara keluar dari masalah3 – anak muda kebanyakan akan cenderung mengalahkan dan mengeliminasi sikap integritas yang semestinya dikedepankan. Ini juga mempengaruhi sikap anak muda dalam menghadapi kasus-kasus berbau kejujuran dan korupsi yang menimpa mereka sehari-hari, 47% anak muda rupanya merasa tidak perlu dan tidak akan mengadukan kasus korupsi yang mereka alami kepada orang lain, apalagi kepada pihak yang berwajib4. Keberanian anak muda dalam bersikap mengikuti pakem-pakem integritas, kejujuran, dan anti-korupsi tercermin melemah bila sudah dibawa ke ranah non-domestik seperti ini. Ada kegamangan tersendiri yang dialami anak muda dalam menentukan mana yang lebih penting; jujur atau sukses? Karena walaupun 78% anak muda menyatakan jujur itu lebih penting daripada menjadi kaya5, kita masih memiliki 32% anak muda yang mengakui bahwa bohong, berbuat curang, tidak jujur, korupsi, bahkan melanggar hukum berpeluang besar menghasilkan 6 kesuksesan . Kegamangan ini tentu saja cocok dengan anggapan anak muda tentang betapa domestiknya permasalahan kejujuran dan korupsi diatas, bukan? Banyak anak muda yang secara personal mengakui bahwa integritas adalah penting, namun bila dipertemukan dengan persaingan kesuksesan – yang mana terjadi di ruang publik – pentingnya integritas ini menjadi melemah. Seperti misalnya data yang menunjukan 50% anak muda berpendapat bahwa bohong atau curang tetap merupakan perilaku berintegritas yang sah-sah saja bila itu diterapkan dalam 1
Hal.28, AksiKita: Panduan Melawan Korupsi, ClubSpeak, TI-‐Indonesia, HIVOS; Oktober 2012 Hal.6, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 3 Hal.8, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 4 Hal.9, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 5 Hal.3, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 6 Hal.3, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 2
Mempopulerkan kembali Jujur dan Integritas dalam kehidupan anak muda demi peradaban Anti-Korupsi, mungkinkah? Mei 2013 Nisrina Nadhifah Rahman
[email protected]
2
kondisi-kondisi tertentu – misalnya kondisi sulit yang melilit dirinya atau keluarganya7. Ditambah dengan 36,5% anak muda yang berpendapat bahwa menolong orang yang ‘membutuhkan’ itu penting untuk dilakukan8, semakin memperkuat kesimpulan bahwa singkat kata, anak muda dengan suka hati akan berperilaku melanggar integritas dalam situasi dan kondisi yang menurut mereka ‘memaksa’, asalkan dirinya dan keluarganya bisa keluar dari masalah – walau sebetulnya, ketidak-jujuran juga merupakan masalah yang seharusnya lebih dahulu ditangani oleh anak muda. Sebanyak 77% anak muda memiliki tekad untuk membela kepentingan kelompoknya, - jauh lebih besar daripada niat membela kepentingan bangsa yang hanya sebesar 21,2% saja9. Walau terdengar agak miris, namun seharusnya semangat anak muda membela kepentingan kelompoknya dan kecenderungan membela kepentingan diri sendiri yang sebesar 73,1% itu10 bisa dijadikan modal untuk mereka memahami dan menerapkan prinsipprinsip integritas dan anti-korupsi dalam kehidupan seharihari, untuk kemudian menyebar seiring waktu ke ranah pergaulan yang berimplikasi pada lingkungannya. Karena, integritas merupakan bentuk habitus (kebiasaan) yang dapat ‘ditularkan’ melalui tindakan sehari-hari yang terjadi di pergaulan, lingkungan tempat dimana manusia beredar. Maka sejatinya, dimensi-dimensi integritas seperti: Moral dan etika – pemahaman konseptual akan perilaku yang pantas; Prinsip – kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan salah; Patuh pada hukum – tingkat kepatuhan pada kerangka legal yang ditetap di masyarakat; Resistensi pada korupsi - kemampuan untuk mengubah praktik korupsi, dapat dengan mudah merebak di lingkup kehidupan sosial masyarakat lintas lapisan termasuk anak muda11. Namun, kita harus ingat, kalau ada 45% anak muda yang ‘rela’ melanggar integritas demi mendapatkan pekerjaan yang mereka idam-idamkan, serta 20% anak muda yang bahkan ‘ikhlas’ memberikan 10-20% gaji pertamanya demi pekerjaan tersebut12. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai yang masuk melalui 7
Hal.5, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 Pemuda di Latar Ikatan yang Melemah, Anung Wendyartaka dan Litbang Kompas; KOMPAS, 25 Oktober 2010 9 Pemuda di Latar Ikatan yang Melemah, Anung Wendyartaka dan Litbang Kompas; KOMPAS, 25 Oktober 2010 10 Paradoks di Wajah Kaum Muda, Indah Surya Warhani dan Litbang Kompas; KOMPAS, 29 Oktober 2012 11 Hal.2, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 12 Hal.11, Survey Integritas Anak Muda [Draft], TI-‐Indonesia; 2012 8
Mempopulerkan kembali Jujur dan Integritas dalam kehidupan anak muda demi peradaban Anti-Korupsi, mungkinkah? Mei 2013 Nisrina Nadhifah Rahman
[email protected]
3
pendidikan, budaya, juga agama tentang pentingnya jujur dan berintegritas sangatlah mungkin memudar bila dihadapkan dengan persoalan kontestasi diri atau hal-hal yang berbau kesuksesan si anak muda tersebut dan kemungkinan dirinya menjadi lebih ‘oke’ dimata publik. Artinya, habitus integritas yang seharusnya nge-trend lewat pengaruh keluarga, pendidikan, dan lingkungan pertemanan terdekat sebanyak paling tidak 83%13, masih kalah dibanding sangat nge-trend-nya pola pikir dan pola hidup ‘harus menjadi paling keren’ di zona kawula muda. Saat ini kita memiliki anak muda yang sebanyak 62%nya memiliki kesadaran akan potensi perannya dalam memberantas korupsi14, dan disaat yang hampir bersamaan pula, kita memiliki 57,4% anak muda yang memiliki kepedulian relatif lemah terhadap berbagai persoalan bangsa15. Lagi-lagi, ini semua tergantung dari upaya kita, apakah kita mau menjadikan 62% diatas sebagai modal semangat yang dapat melahirkan berkali-kali lipat generasi yang memiliki keyakinan akan perubahan sosial yang lebih baik? Atau justru, kita akan terhenyak dalam pesimisme 57,4% lawannya dimana kepedulian kita terhadap persoalan bangsa memang lemah dan sedikit kemungkinan bagi kita untuk menciptakan perubahan? Se-domestik apapun permasalahan integritas dan korupsi di mata anak muda, dan se-apatis apapun mereka terhadap persoalan bangsa, toh, anak muda tidak dapat memungkiri dan lari dari kenyataan bahwa ada berbagai macam spesies korupsi sebagai dampak dari perilaku anti-integritas yang ada di sekeliling dan meneror mereka dari hari ke hari. Sebut saja permasalahan mencontek, akuntabilitas organisasi dimana banyak anak muda terlibat aktif didalamnya, gratifikasi yang sering terjadi di institusi pendidikan atau pekerjaan dan melibatkan anak muda baik sebagai saksi, korban, maupun pelakunya, kolusi, komisi, nepotisme, tebang pilih, hingga se-klasik persoalan pilih kasih16, masih menjadi warna-warni masalah yang kapanpun dan dimanapun harus siap dihadapi oleh anak muda manapun ditengah minimnya anak muda yang dapat mengakses informasi tentang halhal semacam ini (37% terdata menyatakan demikian)17. Hal diatas sebetulnya dapat kita – yang peduli terhadap persoalan integritas dan korupsi di kalangan generasi muda – manfaatkan sebagai peluang, dan acuan untuk terus menyediakan informasi yang komprehensif tentang korupsi dan integritas 13
Hal.11, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 Hal.7, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 15 Dirindukan Dicemaskan, Bestian Nainggolan & Litbang Kompas; KOMPAS, Oktober 2011 16 Hal.14-‐18, AksiKita: Panduan Melawan Korupsi, ClubSpeak, TI-‐Indonesia, HIVOS; Oktober 2012 17 Hal.10, Survey Integritas Anak Muda, TI-‐Indonesia; 2012 14
Mempopulerkan kembali Jujur dan Integritas dalam kehidupan anak muda demi peradaban Anti-Korupsi, mungkinkah? Mei 2013 Nisrina Nadhifah Rahman
[email protected]
4
bagi kaum muda. Untuk kemudian, bersama-sama anak muda juga, menyebarkan virus-virus anti-korupsi agar makin meluas dan populer, se-populer harapan kaum muda untuk bisa menjadi atau memiliki pemimpin yang juga muda18, dan pastinya, membawa kita menuju kehidupan berbangsa yang lebih sejahtera. Sudah saatnya kita semua membuktikan bahwa (tidak hanya) dalam sejarah, pemuda bisa menjelma dari suatu batas umur menjadi mitos yang ‘hidup’19.
18
Jajak Pendapat KOMPAS: Optimisme Kepemimpinan Pemuda, BE Julianery dan Litbang Kompas; KOMPAS, 1 November 2010 19 Goenawan Mohammad, dikutip dari Keluar dari ‘Geronto Politik’ oleh AA GN Ari Dwipayana; KOMPAS, 3 November 2011 Mempopulerkan kembali Jujur dan Integritas dalam kehidupan anak muda demi peradaban Anti-Korupsi, mungkinkah? Mei 2013 Nisrina Nadhifah Rahman
[email protected]
5