Indonesia Luncurkan
ILO
Jakarta
Edisi duabahasa - April 2010
Survei Pekerja Anak
SEDIKITNYA terdapat 4 juta dari 58,8 juta anak usia 5-17 tahun di Indonesia yang terpaksa bekerja. Dari angka tersebut, sedikitnya 1,7 juta adalah pekerja anak. Selanjutnya, sekitar 50 persen dari anak-anak yang bekerja, mereka sedikitnya bekerja 21 jam per minggu, 25 persen bekerja 12 jam per minggu, sedangkan mereka yang dikategorikan pekerja anak bekerja selama 35,1 jam per minggu, demikian Survei Pekerja Anak Indonesia 2009 ILO dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia yang diluncurkan 11 Februari 2010 lalu di Jakarta, Dalam survei pertama yang dijabarkan dalam buku “Pekerja Anak Indonesia 2009” (Working Children in Indonesia 2009), juga menemukan sedikitnya 48,1 juta anak bersekolah, sementara 24,3 juta terlibat dalam pekerjaan domestik dan 6,7 juga termasuk golongan “pasif”, tidak bersekolah, tidak membantu di rumah atau tidak bekerja. Anak-anak yang bekerja kebanyakan masih sekolah, bekerja tanpa dibayar sebagai anggota keluarga serta terlibat dalam pekerjaan di bidang pertanian, pelayanan dan manufaktur. Kali pertama dilakukan, survei ini merupakan sub-sampel dan diintegrasikan ke dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2009. Diambil dari hasil survei tahun 2008 dari 248 kabupaten, 760 blok sensus dan 12.000 rumah tangga dipilih dengan menggunakan teknik penetapan sampel yang sama. Survei ini juga membuat kuesioner, manual serta konsep-konsep dasar yang diadopsi dari rekomendasi Program Internasional ILO untuk Penghapusan Pekerjaan untuk Anak (ILO-IPEC).
husus Edisi Ka Rumah Pekeraj Indonesia Tangg engakui i “M ebaga PRT sRJAAN” PEKE
Istilah “pekerja anak” yang digunakan dalam survei mencakup semua anak yang bekerja di usia 5-12 tahun, dengan tidak melihat jam kerja mereka, pekerja anak usia 13-14 tahun yang bekerja lebih dari 15 jam per minggu, serta pekerja anak usia 15-17 tahun yang bekerja lebih dari 40 jam seminggu. Arizal Ahnaf, Wakil Kepala Statistik Bidang Sosial, mengatakan, survei tidak hanya menyajikan data jumlah anak-anak yang bekerja, tetapi juga data lain mengenai kelompok anak-anak usia 5-17 tahun. Data itu itu antara lain jumlah anak-anak yang bekerja dan dapat dikategorikan sebagai pekerja anak, jumlah anak usia 5-17 yang dapat dikategorikan pasif (tidak bersekolah ataupun bekerja), serta karakter sosio-ekonomi dari anak-anak yang bekerja dan orangtuanya.
zzz
liputanutama
Komitmen BPS ini sejalan dengan mandat tahap kedua Rencana Aksi Nasional tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2008-2012. Program ini mewajibkan pemerintah Indonesia membuat program berdasarkan pengumpulan data dan pemetaan secara berkala tentang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk hingga Indonesia benarbenar terbebas dari pekerja anak pada tahun 2022. Sementara itu, Pejabat Sementara ILO Jakarta, Peter van Rooij mengatakan, data mengenai pekerja anak seperti ini sangat penting untuk menentukan pengambilan keputusan dan pembuatan program untuk memerangi pekerja anak di Indonesia.
Anak Usia 5-17 Berdasarkan Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin (000) Agustus 2009 Laki-laki
Perempuan
2,612.6
1,915.8
4,528.4
2,391.3
1,661.5
4,052.8
221.4
254.2
475.6
Anak di luar kegiatan ekonomi
27,517.7
26,791.1
54,308.9
Total
30,130.3
28,706.9
58,837.2
585.0
101.6
686.6
Yang bekerja dan sekolah
1,147.4
988.1
2,135.5
Yang bekerja dan bekerja di rumah
1,433.1
1,423.6
2,856.8
774.3
851.8
1,626.1
16,159.9
10,491.5
26,651.4
7,941.4
13,014.8
20,956.2
Jenis Kegiatan Anak dalam kegiatan ekonomi Anak-anak yang bekerja Mencari kerja
Yang bekerja saja
Yang bekerja, sekolah dan bekerja di rumah Sekolah saja Sekolah dan merawat rumah Merawat rumah saja
Total
651.6
1,417.6
2,069.2
3,760.5
2,973.2
6,733.7
A. Standar (standar Sakernas)
2,391.3
1,661.5
4,052.8
B. Dipertajam*
2,496.5
1,788.2
4,284.8
C. Diperluas **
3,237.8
2,432.3
5,670.2
Pasif (sisa) Anak yang bekerja
*) A Termasuk anak-anak yang tidak bekerja (sesuai standar Sakernas) tetapi melakukan kegiatan ekonomi. **) B Termasuk anak-anak yang tidak bekerja maupun melakukan kegiatan ekonomi, tetapi melakukan kegiatankegiatan dengan nilai ekonomi nyata di rumah.
anak-anak yang tidak tercatat, hasil survei dapat digunakan sebagai acuan dan basis yang baik bagi pengembangan lebih lanjut dari program pemerintah, terutama di Kementerian Sosial,” kata Hari. Sependapat dengan Hari, Tianggur Sinaga, pejabat senior Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, menegaskan survei dapat digunakan sebagai acuan utama bagi komite-komite di semua tingkatan dalam melaksanakan program aksi memerangi pekerja anak dalam bentuk-bentuk terburuknya. “Selain dapat digunakan untuk mendesain ulang berbagai kebijakan, terutama bagi anak-anak yang masih sekolah tetapi bekerja setiap minggunya, hasil survei juga bisa menguatkan komitmen pemangku kepentingan yang relevan di tingkat provinsi serta kabupaten/kota untuk secara progresif menghapus dan mencegah pekerja anak dengan menggunakan alokasi dana mereka sendiri,” kata Arum Ratnawati, Kepala Penasihat Teknis Program Pekerja Anak ILO. D
“Survei ini sangat penting sebagai acuan dalam mengukur secara objektif kemajuan penghapusan pekerja anak di Indonesia. Langkah ini juga mampu memberi kontribusi bagi analisis tren pekerja anak di tingkat global,“ dia menambahkan. Menanggapi temuan survei, Hari Hikmat, Direktur Layanan Sosial Anak, Kementerian Sosial, mengatakan, “Meskipun tidak mencakup
2
Survei ini menunjukkan komitmen BPS terhadap penghapusan pekerja anak, terutama bentuk-bentuk terburuknya. Meski hanya berupa estimasi, survei mampu menunjukkan angka-angka yang hampir sama dengan angka-angka sebenarnya dan kami yakin survei seperti ini harus dilanjutkan Arizal Ahnaf, Wakil Kepala BPS bidang Masalah Sosial
muda. Dari sini, kami akan mendukung pembangunan selanjutnya, termasuk dalam perumusan Program Nasional Pekerjaan Layak bagi Indonesia (20112015), di samping kebutuhan serta prioritas para pekerja dan pengusaha.
DENGAN pertumbuhan lebih dari empat persen di banding tahun lalu, juga angka pengangguran yang menurun secara bertahap, prospek Indonesia terlihat lebih baik. Namun begitu, tetap ada sejumlah tantangan yang memerlukan perhatian dan dukungan. Ekonomi informal, misalnya, walau telah meredam dampak krisis yang berawal dari krisis keuangan, tapi kemudian meluas ke krisis ekonomi riil dan berdampak pada masyarakat. Pekerjaan yang layak pun mengalami kemunduran.
Pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk periode 2010-2014. Dokumen ini menegaskan pentingnya berbagai dimensi dari pekerjaan yang layak, seperti pekerjaan bagi kaum
daftar isi ... Liputan Utama
1
Dari Kami
3
Pekerja Anak
6
Hak-hak dalam Bekerja
8
Ketenagakerjaan
11
Perlindungan Soaial
18
Wawancara Pojok Karyawan Buku
22 23 15
Indonesia di ILO. Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada Alan Boulton yang telah menyelesaikan tugasnya sebagai Direktur ILO Jakarta. Dia bekerja secara luar biasa selama delapan tahun terakhir. Di bawah manajemennya yang sangat baik, ILO dapat melakukan jauh lebih banyak dan lebih baik dalam mencapai pekerjaan yang layak di Indonesia. Tak lupa kami mendoakan yang terbaik untuk Alan yang sekarang bermukim di Australia. D
Redaksi
Karena itu, ILO memilih Indonesia sebagai negara yang harus didukung dalam menghadapi dampak krisis melalui Pakta Lapangan Kerja Global (Global Jobs Pact). Melalui Pakta ini, kami akan melanjutkan program kerja dengan para konstituen: Pemerintah Indonesia, organisasi pekerja, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Dalam berbagai bidang, program ini tentu bisa memberi kontribusi dalam mewujudkan, menguatkan dan mempertahankan pekerjaan yang layak.
Tahun ini beberapa peraturan ketenagakerjaan penting sedang dibahas oleh Pemerintah Indonesia, termasuk tentang pekerja rumah tangga dan jaminan sosial. Kini, kami tengah menantikan sejumlah perkembangan atas peraturan ketenagakerjaan ini. Kemungkinan diterbitkannya undang-undang tentang pekerja rumah tangga ini bertepatan dengan penyusunan standar perburuhan internasional tentang pekerja rumah tangga, Juni ini di Jenewa. Konferensi Perburuhan Internasional ILO ini tentunya dapat mendukung pekerja rumah tangga, termasuk di Indonesia. Bulan Juni nanti juga menandai 60 tahun keanggotaan
P Pimpinan Redaksi: Peter van Rooij E Editor Eksekutif: Gita Lingga K Koordinator Editorial: Gita Lingga S Sirkulasi: Budi Setiawati K Kontributor: Abdul Hakim, Albert Y. Bonasahat, A Arum Ratnawati, Dede Shinta Sudono, Dyah R R. Sudarto, Emma Allen, Gita Lingga, Januar R Rustandie, Kazutoshi Chatani, Lotte Kejser, Lucky Ferdinand, Matthieu Cognac, M. Bey Sonata, F Muce Mochtar, Patrick Daru, Tauvik Muhamad, M Tendy Gunawan and Vanda Day T Desain & Produksi: Balegraph D Warta ILO Jakarta Gedung Menara Thamrin Jl. M. H. Thamrin Kav 3, Jakarta 10250, Indonesia Telp. (62-21) 391-3112, Faks (62-21) 310-0766 Email:
[email protected], Website: www.ilo.org/ jakarta Warta ILO Jakarta merupakan terbitan ILO dalam dua bahasa yang bertujuan memberitakan kegiatan-kegiatan pokok ILO Jakarta di Indonesia. Warta ini akan dipublikasikan tiga kali dalam setahun serta dapat diakses secara online. Opiniopini yang tercantum di dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari ILO.
3
liputankhusus
Indonesia Mengacu pada
Pakta Lapangan Kerja untuk Atasi Krisis Ekonomi KRISIS keuangan dan lapangan kerja global terjadi pada 2007 di sektor keuangan Amerika Serikat. Dengan semakin memburuknya krisis, banyak perusahaan, terutama di sektor ekspor, harus tutup dan akibatnya jutaan pekerja kehilangan pekerjaan dan meningkatkan jumlah pekerja yang harus mencari pekerjaan di ekonomi informal dan/atau mendapatkan penghasilan dari berbagai bentuk pekerjaan yang serabutan dan rentan. Krisis ini meruntuhkan pertumbuhan ekonomi dan sosial yang ada. Kendati tetap optimis, dunia menghadapi kemungkinan menajamnya pengangguran, kemiskinan dan ketidaksetaraan. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, diperkirakan pemulihan lapangan kerja akan tertinggal beberapa tahun dari pemulihan ekonomi. Untuk mengatasi dampak sosial dan ketenagakerjaan dari krisis keuangan dan ekonomi ini, perwakilan pemerintah, pekerja dan pengusaha secara penuh mengadopsi Pakta Lapangan Kerja Global (Global Jobs Pact) pada Konferensi Perburuhan Internasional 2009 di Jenewa. “Langkah mendesak diperlukan saat ini untuk mendorong pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja seraya menyiapkan ekonomi global yang ramah lingkungan, seimbang, adil dan berkelanjutan,” demikian Direktur Jenderal ILO Juan Somavia. “Pakta ini memberikan panduan yang dirancang bersama semua anggota ILO dan berdasarkan kebijakan yang telah menjalani uji coba. Pakta ini menawarkan respons kebijakan yang sudah diujicobakan dan menempatkan ketenagakerjaan dan perlindungan sosial sebagai fokus dari respons terhadap krisis dan pemulihan. Kendati Pakta memberikan prinsipprinsip panduan dan saran-saran kebijakan untuk para negara anggotanya dalam menyikapi dampak ekonomi dan sosial dari krisis, perangkat kebijakan yang diadopsi masing-masing negara harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masingmasing negara. Kepala-kepala negara G20, Sidang Umum PBB, Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) dan banyak organisasi serta lembaga lainnya telah menyuarakan dukungan mereka. Menindaklanjuti permintaan dari Pemerintah Indonesia untuk membahas pelaksanaan Pakta ini, perwakilan tripartit yang terdiri dari Pemerintah Indonesia, organisasi pengusaha dan pekerja bertemu pada 18 Februari lalu di Jakarta. Mereka menegaskan bahwa krisis global keuangan dan ekonomi telah mempengaruhi kondisi pekerja dan perusahaan di Indonesia. Mereka pun mengakui keterkaitan Pakta ini terhadap Indonesia, menyadari adanya pengakuan internasional dan kerangka kebijakan terpadu dalam melindungi masyarakat dan mendukung pemulihan lapangan kerja. Yang lebih penting lagi, mereka pun menganggap pentingnya mengadaptasi Pakta ini sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus Indonesia, termasuk strategi dan aksi terpadunya untuk:
4
•
Mempromosikan pengembangan keterampilan dan sertifikasi;
•
Menciptakan lingkungan yang mendukung perusahaan dan mendorong kewirausahaan;
•
Memaksimalkan dampak ketenagakerjaan terhadap investasi infrastruktur dan program investasi pemerintah lainnya;
•
Memperluas perlindungan sosial bagi pekerja yang belum terlindungi, khususnya mereka yang berada di ekonomi informal;
•
Memperkuat kapasitas pemerintah serta organisasi pengusaha dan pekerja untuk terlibat dalam dialog sosial dan pengembangan kebijakan; dan
•
Meningkatkan perencanaan dan koordinasi kebijakan, berdasarkan sistem pengawasan dan evalusi yang kokoh.
Dengan mengembangkan versi nasional dari Pakta ini, Indonesia akan mengambil langkah-langkah kongkret dalam mengatasi krisis dan membangun masa depan yang lebih baik. Pakta Lapangan Kerja Indonesia yang berhasil akan membawa dampak positif terhadap kehidupan masyarakat dan menjadi contoh bagi negara-negara lain yang akan melakukan hal sama. Dengan dukungan dari ILO, perwakilan Indonesia akan bekerja sama untuk menciptakan dan menerapkan Pakta ini sebagai upaya untuk membangun jalan ke arah pemulihan lapangan kerja dan pemulihan lainnya. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan pertama pada Februari, para konstituen tripartit akan membentuk panitia pelaksana dan mulai merancang langkah-langkah yang akan mewujudkan Pakta Lapangan Kerja Indonesia. D
DIHADAPKAN dengan kemungkinan menajamnya pengangguran, kemiskinan dan ketidaksetaraan global dan runtuhnya perusahaan-perusahaan, ILO mengadopsi Pakta Lapangan Kerja Global (Global Jobs Pact) yang dirancang untuk memandu kebijakan nasional dan internasional pada upaya mendorong pemulihan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan memberikan perlindungan kepada para pekerja dan keluarga mereka. Pakta ini menawarkan berbagai respons terhadap krisis yang dapat diadaptasi di tingkat negara sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing negara. Ini bukan merupakan sebuah solusi untuk semua, tapi merupakan pilihanpilihan berdasarkan contoh-contoh keberhasilan, yang juga dirancang untuk menginformasikan dan mendukung aksi di tingkat multilateral. Pakta ini terdiri dari kebijakan terpadu di empat bidang: • Mempercepat penciptaan kerja, pemulihan kerja dan mempertahankan usaha. •
Membangun sistem perlindungan sosial dan melindungi masyarakat.
•
Memperkuat pengakuan terhadap standar-standar ketenagakerjaan internasional.
•
Dialog sosial: perundingan bersama, penentuan prioritas, penetapan aksi.
Ketimbang hanya terlibat dalam upaya perbaikan, Pakta ini mendorong perubahan transformasional dengan mempromosikan sektor keuangan dan perdagangan yang efisien dan teregulasi baik, ekonomi yang ramah lingkungan, dialog sosial dan tripartisme, standar ketenagakerjaan yang lebih baik, serta upaya baru yang menempatkan penciptaan lapangan kerja dan perlindungan sosial sebagai tujuan kunci kebijakan ekonomi dan sosial. Pakta pun mendorong prakarsa pembangunan positif seperti usaha dan pekerjaan yang ramah lingkungan, kualitas layanan Publik dan meningkatnya peluang pendidikan.
cuplikan
Pakta Lapangan KerjaGlobal
Mengkaji
Tren dan Pola
Perekonomian Informal Indonesia
MENURUT Badan Pusat Statistik 2009, 68 persen orang Indonesia bekerja di sektor perekonomian informal: sebuah sektor perekonomian yang memberikan upah rendah, pekerjaan yang berbahaya dan jaminan sosial yang tidak terlindungi. Untuk menghadapi masalah ini, Departemen Kebijakan Ketenagakerjaan (EMP/Policy) ILO Jenewa dan Kantor ILO Jakarta melakukan studi mengenai tren, isu, pola dan kebijakan sektor perekonomian informal. Studi dilakukan oleh Prof. Suahasil Nazara dari Universitas Indonesia dan Dr. Satish Misra dari Strategic Asia. Studi ini menemukan, sektor perekonomian di Indonesia merupakan fenomena pedesaan dan perkotaan dengan perbedaan yang sangat besar antara satu daerah dengan daerah lain. Sektor perekonomian informal meningkat sejak setelah krisis finansial 1998, sehingga menghentikan transformasi ekonomi dari pertanian ke industrialisasi di Indonesia. Dari sudut pandang perumusan kebijakan, studi juga mengindikasikan pemerintah tidak memfokuskan kebijakan pada sektor perekonomian informal. Perumusan kebijakan tahun 2008 dan 2009 kerap didorong oleh upaya-upaya pemulihan dari krisis. Untuk menyelesaikan studi tersebut, ILO menyelenggarakan pertemuan teknis di Jakarta, 29 Desember 2009 silam. Pertemuan ini dihadiri oleh akademisi, perwakilan organisasi pekerja dan pengusaha, serta pengurus organisasi non pemerintah. Mereka mengulas kembali pola, masalah dan tren sektor perekonomian informal serta memberikan pilihan kebijakan untuk mengatasinya. Pertemuan ini merekomendasikan untuk mendefinisikan ulang sektor ekonomi informal dari sudut pandang statistik, agar bisa memperhitungkan jenis pekerjaan bersamaan dengan status ketenagakerjaan. Tauvik Muhamad, staf program ILO, mengatakan, penetapan definisi standar sektor perekonomian informal di Indonesia bisa dilakukan dengan belajar dari berbagai kasus internasional, termasuk memberikan pemahaman yang sama mengenai proses pembuatan keputusan, memfasilitasi identifikasi dan perumusan pilihan-pilihan kebijakan untuk mendukung pekerjaan yang layak. “Memahami faktor-faktor pendorong di balik pola dan tren sektor perekonomian informal Indonesia, serta mengetahui apakah itu merupakan fenomena yang permanen atau bersifat transisional, merupakan kunci bagi perumusan kebijakan-kebijakan yang secara efektif dapat mengatasi masalah pengurangan kemiskinan melalui formalisasi sektor perekonomian informal,” Tauvik menyimpulkan. D
Pakta pun menyerukan pemerintah, pekerja dan pengusaha dari masing-masing negara untuk bersamasama mengembangkan rencana aksi yang mendalam yang dapat menjangkau tujuan-tujuan yang lebih luas dari penciptaan lapangan kerja dan perlindungan masyarakat dengan tujuan jangka panjang meningkatkan prinsip-prinsip mendasar dari kerangka kerja masyarakat global. Dengan mengadopsi Pakta ini, para konstituen ILO berkomitmen untuk menciptakan dunia yang berbeda dan lebih baik di mana kemajuan globalisasi dan ekonomi saling terpadu dan terkait dengan keberlanjutan, keadilan sosial dan hak asasi manusia. D
5
pekerjaanak
Hapuskan
PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK Pekerja rumah tangga anak acapkali harus melakukan pekerjaan berbahaya dalam kondisi eksploitatif. Banyak hak-hak mendasar anak diabaikan, tidak mendapat pendidikan dan memperoleh bentuk-bentuk pengembangan diri lainnya. Kebanyakan dari mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang (lebih dari 15 jam per hari) tujuh hari seminggu, menerima upah rendah atau tanpa upah sama sekali. Mereka pun tidak memunyai waktu untuk bermain, bersosialisasi atau mempelajari keterampilanketerampilan baru. Pekerja rumah tangga anak—kebanyakan perempuan—yang berusia di bawah 15 tahun, berada dalam situasi di mana mereka harus melakukan pekerjaan rumah tangga di rumah
makanan dan istirahat yang tidak memadai. madai. Setelah bekerja selama sembilan bulan, ia bahkan tidak mendapatkan gaji. Untuk memastikan agar program penarikan dan pencegahan pekerja rumah tangga anak bisa efektif, di tahun 2009 dan awal 2010, ILO melalui Program Internasional Penghapusan Pekerjaan untuk Anak (IPEC), bekerja sama dengan pemerintah daerah melakukan serangkaian lokakarya untuk meningkatkan peranan para pemangku kebijakan di enam kabupaten/ kotamadya: Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Jember, Kotamadya Bandung, Kotamadya Malang dan Kotamadya Surabaya. Kota dan kabupaten tersebut selama ini merupakan daerah perkotaan dan sub-perkotaan yang menjadi area tempat tinggal keluarga kelas menengah yang banyak mempekerjakan pekerja rumah tangga anak. Rangkaian lokakarya ini merupakan bagian dari upaya ILO-IPEC memberikan pengakuan dan pengetahuan yang lebih baik tentang hakhak anak. Rangkaian lokakarya ini bertujuan meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan lokal mengenai masalah pekerja rumah tangga anak di Indonesia serta memperkuat komitmen pemerintah lokal untuk menghapus dan mencegah pekerja rumah tangga anak di wilayahnya. Setiap lokakarya disimpulkan dengan penyusunan strategi dan rekomendasi bagi berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi masing-masing kotamadya/kabupaten, peran para pemangku kepentingan serta tindak lanjut yang akan dilakukan untuk menarik dan mencegah anakanak menjadi pekerja rumah tangga anak.
pihak ketiga atau pemberi kerja. Sebagian besar dari mereka sering kali sangat tereksploitasi dan terlecehkan. Mereka hidup dan bekerja di balik bayang-bayang masyarakat, tersembunyi di balik pintu rumah pemberi kerja, terisolasi dari keluarga dan teman sebayanya, serta dari pengawasan hukum pemerintah yang sangat lemah. Adanya “penerimaan” yang melingkupi berbagai kejadian buruk ini, umumnya didasari anggapan sebagai alternatif yang lebih baik bagi anak-anak dari keluarga miskin dengan pendidikan dan keterampilan yang tidak memadai. Satu dari jutaan anak yang harus menghadapi buruknya kondisi pekerjaan rumah tangga adalah Kaminah, 14 tahun. Ia, misalnya, menjalani jam kerja panjang karena harus bangun sebelum jam 04.00 dini hari dan terus bekerja tanpa henti hingga jam 01.00 tengah malam. Dia pun harus mengerjakan beragam pekerjaan, mulai dari membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan menjaga anak, dengan
6
Beberapa rekomendasi itu, antara lain membentuk komite yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yang relevan untuk memastikan pelaksanaan program penarikan dan pencegahan; perumusan rencana kerja lokal mengenai penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, termasuk pekerja rumah tangga anak; aktivitas peningkatan kesadaran; serta penyusunan peraturan daerah tentang pekerja rumah tangga anak. D
Hak-hak anak harus dilindungi. Perhatian terhadap pekerja rumah tangga anak merupakan suatu hal yang vital. Mereka sering terabaikan karena eksploitasi dan pelecehan terjadi di balik pintu tertutup Arum Ratnawati, Kepala Penasihat Teknis Program Pekerja Anak ILO
pekerjaanak
Meraih Mimpi
lewat Sanggar Belajar
BELASAN anak memadati sebuah rumah kecil di Kampung Tugu Utara, Jakarta Utara. Penuh antusias mereka menyaksikan film Meraih Mimpi. Mata mereka lekat di layar, menikmati setiap adegan film yang menceritakan tentang kepercayaan diri dalam meraih mimpi. Selesai menonton film, anakanak tersebut berkumpul untuk membicarakan mimpi mereka, termasuk bagaimana cara menggapai mimpi tersebut. Kegiatan istimewa ini diselenggarakan oleh Sanggar Belajar Anak-anak yang dikelola Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB). Sanggar ini memang disediakan untuk anak-anak kurang mampu di wilayah itu. “Pemutaran film-film pendidikan untuk anak-anak merupakan salah satu program reguler kami untuk menarik minat anak dan orangtuanya agar datang ke pusat pendidikan ini,” ungkap Stevens Onsoe, Manajer Program YCAB. Sanggar juga memunyai beberapa program pendidikan lain untuk membantu anak-anak mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan pendidikan dan hiburan, ketimbang harus menghabiskan waktunya di jalan. Selain Meraih Mimpi, juga diputar beberapa film inspiratif lain seperti Laskar Pelangi dan Garuda di Dadaku. YCAB adalah lembaga nirlaba independen yang didirikan Agustus 1999. Tiga pilar strategis yayasan ini adalah gaya hidup sehat (pencegahan penggunaan narkoba dan pendidikan bagi anak-anak di sekolah); rumah belajar (tempat belajar bagi anak jalanan dan putus sekolah); dan pembangunan masyarakat. Dengan dukungan ILO melalui Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak (IPEC), Sanggar Tugu Utara mulai beroperasi Maret 2009 dan telah memberikan beberapa layanan terkait pendidikan seperti program remedial, pendidikan keterampilan, dan memberikan fasilitas bagi kegiatan kreatif dan seni. “Pada dasarnya kami mencoba memindahkan tempat bermain mereka dari jalanan ke lembaga ini, agar lebih mudah diawasi. Anak-anak yang tidak muncul dalam beberapa hari akan dikunjungi oleh petugas lapangan kami di sekolah dan rumah mereka. Kami juga melakukan pertemuan reguler dengan orangtua, untuk memberitahu perkembangan yang dicapai oleh anak-anak serta meningkatkan kesadaran mereka mengenai berbagai isu anak, seperti hak-hak anak, perburuhan anak, dan sebagainya,” jelas Stevens. Hingga saat ini, Sanggar telah menjangkau lebih dari 150 anak. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang sedang mengikuti Program Keluarga Harapan (PKH). Melalui program ini, pemerintah memberikan sejumlah uang kepada keluarga yang sangat miskin agar bisa mencapai kondisi tertentu, termasuk menjaga anak-anak tetap bersekolah (formal atau non-formal) atau mengirim anak-anak putus sekolah kembali ke sekolah.
Asih Susanti, 16 tahun, mengikuti program remedial di Sanggar ini pada Oktober 2009. Ia baru saja lulus Sekolah Menengah Pertama pada Januari 2010. “Saya keluar dari sekolah sebelumnya karena tidak menyukainya. Saya bersyukur Sanggar ini menemukan saya sehingga saya bisa melanjutkan sekolah dan mendapat ijazah SMP. Saya tidak pernah berpikir saya bisa,” katanya dengan riang. ILO-IPEC juga mendukung sanggar belajar serupa di Kampung Lagoa, Kecamatan Koja, yang dikelola oleh Yayasan Sekolah Rakyat Indonesia (YSRI). Untuk menjangkau keluarga-keluarga yang mengikuti PKH, ILO-IPEC membantu Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita (PPSW) untuk memberdayakan keluarga secara ekonomis melalui koperasi simpan pinjam serta meningkatkan pemahaman mereka untuk menjadi orangtua yang baik. Selain itu, ILO-IPEC mendukung upaya-upaya pemberian layanan pendidikan kepada hampir 5.000 anak dari keluarga-keluarga yang mengikuti Program PKH di Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur dan Kabupaten Bandung Barat) serta Jawa Timur (Kabupaten Jember). D
Pada dasarnya kami mencoba memindahkan tempat bermain mereka dari jalanan ke lembaga ini, agar lebih mudah diawasi. Anakanak yang tidak muncul dalam beberapa hari akan dikunjungi oleh petugas lapangan kami di sekolah dan rumah mereka Stevens Onsoe, Manajer Program YCAB
7
hak-hak dalam bekerja
Hentikan Derita Buruh Migran
melalui Perjanjian Bilateral dan Konvensi Internasional
“Mereka menyiram saya dengan air panas, saya merasakan seluruh kulit seperti terbakar. Saya tak bisa berbuat apa-apa, yang bisa saya lakukan hanya berteriak. Saya merasakan sakit yang tidak tertahankan, rasanya sakit sekali.” Suara parau itu terhenti sejenak. Dengan tercekat, Sumasri, nama perempuan itu, berusaha melanjutkan kisahnya saat disiksa oleh bekas majikannya di Malaysia SUMASRI, pekerja migran perempuan dari Blitar, Jawa Timur, itu adalah satu dari tiga pekerja migran asal Indonesia yang memberikan testimoni pengalaman disiksa sang majikan di hadapan pejabat Pemerintah Indonesia dan Malaysia. Testimoni itu dilaksanakan sebagai bagian dari acara dialog publik “Refleksi Hari Pekerja Migran Internasional 2009”, 17 Desember 2009 lalu, di Jakarta.
Dibuka Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, Muhaimin Iskandar, dialog diselenggarakan bersamaan dengan peringatan Hari Pekerja Migran Internasional 2009. Dialog tersebut diselenggarakan Migrant Care dengan dukungan ILO melalui Proyek Memerangi Kerja Paksa dan Perdagangan terhadap Pekerja Migran Indonesia. Didanai oleh Pemerintah Norwegia, proyek ini bertujuan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja migran Indonesia. Beberapa tahun terakhir ini kisah tentang penyiksaan pekerja migran Indonesia memang kian sering terdengar. Dalam berbagai kisah tragis ini, sayangnya, seringkali para pelakunya tidak dihukum atau keluarga pekerja migran yang mengalami penyiksaan tidak memperoleh kompensasi. Sebagai akibatnya, pada 2009, Pemerintah Indonesia pun menunda perjanjian bilateral dengan Pemerintah Malaysia.
8
Menyikapi berbagai kasus itu, dialog difokuskan untuk memperkuat perlindungan dan hak-hak pekerja rumah tangga migran Indonesia di negeri jiran. Dialog yang juga menyoroti langkah pemerintah kedua negara dalam memenuhi kewajibannya itu menghadirkan Y. Bhg Dato’ Ismail Bin Hj. Abdul Rahim (Direktur Jenderal Departemen Tenaga Kerja Peninsula Malaysia, Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia), Malik Harahap (Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan dan Penempatan Pekerja Indonesia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia), dan Da’i Bachtiar (Duta Besar Indonesia untuk Malaysia). Dalam diskusi, perwakilan pemerintah Indonesia dan Malaysia samasama mengakui masalah yang mereka hadapi dan menyatakan berkomitmen untuk memperbaiki kondisi ini. Mereka juga merujuk perjanjian bilateral kedua negara tentang penempatan pekerja migran Indonesia di Malaysia dengan jaminan perlindungan yang lebih baik. Alex Ong dari Migrant Care di Malaysia meminta pemerintah kedua negara untuk memastikan perjanjian tersebut memuat semua kekurangan dalam perlindungan pekerja rumah tangga migran, sesuai dengan standar-standar internasional tentang hak asasi manusia dan standar-standar ILO tentang hak-hak mendasar pekerja. Sementara, Lotte Kejser, Kepala Penasihat Teknis ILO tentang Pekerja Migran, menekankan perlunya pemerintah kedua negara untuk meratifikasi konvensi internasional mengenai pekerja migran.
hak-hak dalam bekerja
Sebagai negara pengirim dan penerima utama, Indonesia dan Malaysia perlu meratifikasi konvensi-konvensi internasional tentang pekerja migran untuk memastikan pemenuhan hak-hak mendasar pekerja dan perlindungan bagi semua kelompok pekerja migran, termasuk pekerja migran rumah tangga Lotte Kejser, Kepala Penasihat Teknis Program Pekerja Migran ILO Dialog ini juga mengulas rencana amandemen UndangUndang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran, dengan menghadirkan Nursuhud (anggota Komisi IX DPR RI), Bernard Nababan (Migrant Care Indonesia), Yulian Nur (Ketua Konsorsium Asuransi Indonesia), dan Abdullah Syakir (Deputi Pelatihan dan Pemberdayaan Asosiasi Penyalur Tenaga Kerja Indonesia). Mereka berulang kali menekankan perlunya memperkuat perlindungan bagi pekerja migran melalui amandemen undang-undang tersebut—yang selama ini lebih banyak mengatur administrasi penempatan ketimbang perlindungan dan pelayanan bagi pekerja migran Indonesia.
Dialog diakhiri dengan malam refleksi untuk menghormati para pekerja migran Indonesia yang menjadi korban penyiksaan dan kekerasan saat berusaha meraih mimpi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Dengan menampilkan foto-foto korban dan penyalaan lilin dalam ruangan, para pekerja migran yang selamat dari penyiksaan juga keluarga para pekerja migran yang meninggal atau hilang menyampaikan keprihatinan mereka. Effendy Ghozali, pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia memimpin jalannya refleksi tersebut. D
Mempromosikan Hak-hak Pekerja Migran Indonesia Sebagai rangkaian dari peringatan Hari Pekerja Migran Internasional, ILO melalui Proyek Memerangi Kerja Paksa dan Perdagangan terhadap Pekerja Migran Indonesia, juga mendukung Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menggelar dialog interaktif radio di tiga kota (Medan, Surabaya dan Semarang) pada 21 Desember 2009. Dialog interaktif ini disiarkan secara langsung oleh jaringan Radio SmartFM.
Disimpulkan pula, harus ada upaya yang lebih besar dan konsisten dari pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran guna mendukung kegiatan-kegiatan tersebut serta mendorong akuntabilitas pemerintah dalam melaksanakan program-program ini. D
Merespons makin banyaknya kasus eksploitasi pekerja migran yang terjadi pada tahap-tahap awal siklus migrasi dari komunitas pengirim, dialog diarahkan untuk mendiskusikan perlindungan serta layanan yang diperlukan pada tingkat lokal. Dari diskusi tersebut disimpulkan, ada kebutuhan mendesak bagi pemerintah daerah serta para pemangku kepentingan lain untuk menyebarkan informasi dan memberikan layanan serta bantuan bagi para pekerja migran dan keluarganya, termasuk layanan keuangan, pinjaman mikro serta pelatihan.
9
hak-hak dalam childlabour bekerja
Terperangkap Kisah Cassina
Seperti hampir kebanyakan sebayanya di Subang, Jawa Barat, Cassina memunyai keinginan kuat untuk bisa membawa keluarganya keluar dari kemiskinan. Pernikahan pada 1996 silam, tak membuat kehidupannya membaik. Penghasilan suaminya sebagai pengendara ojek tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga membayar uang sekolah bulanan anak laki-lakinya. Mendengar cerita sukses temanteman sekampungnya yang bekerja di Malaysia dan Timur Tengah, ia pun bertekad untuk bekerja di Abu Dhabi. Dibantu perantara pencari kerja, Cassina direkrut oleh perusahaan penyalur PT Delta Rona Adiguna. Agen penyalur mengharuskannya membayar Rp 3 juta tanpa memberikan pelatihan apa pun hingga Cassina berangkat ke Abu Dhabi pada akhir Januari 2007. Ia masuk ke Abu Dhabi dengan visa turis dan tinggal selama hampir dua bulan di asrama milik sang agen, sebelum akhirnya bekerja sebagai pekerja rumah tangga di sebuah keluarga besar dengan upah US$ 200 per bulan.
Bekerja selama sebulan, Cassina merasa tidak cocok dengan kesembilan anggota keluarga majikannya. Mereka berlaku buruk dan mempekerjakannya lebih dari 12 jam sehari. “Itu merupakan perbudakan ketimbang pekerjaan. Ketika majikan menolak pengunduran diri saya, saya melarikan diri dan pergi ke agen saya untuk mencari pekerjaan lain. Agen sangat marah dan menahan saya dalam sebuah ruangan tertutup tanpa makanan selama dua hari,” ujarnya. Tragisnya, upah Cassina bekerja selama dua bulan pun tidak dibayarkan. Setelah akhirnya sang agen sepakat untuk mencarikan pekerjaan di kota lain, ia diterbangkan bersama beberapa pekerja migran lain dari Banglades, Filipina dan Indonesia, ke negara yang dirahasiakan. “Saya beberapa kali menanyakan tujuan kami, tapi saya hanya diberitahu bahwa kami akan segera tiba di negara yang akan membayar kami lebih baik,” tuturnya. Setelah mendarat di sebuah bandara di Kurdistan Irak, provinsi paling utara Irak, Cassina dan para pekerja migran lain ditempatkan dalam sebuah asrama. Di situ mereka bertemu dengan pekerja migran lain dari Indonesia yang juga sedang menunggu untuk ditempatkan. Di awal bulan kedua tinggal di asrama itu, ia dikirim ke sebuah keluarga besar Irak dengan janji akan mendapatkan upah US$ 200 per bulan.
10
dalam Perang Irak
Setelah bekerja selama tiga b bulan, ia mengatakan kepada majikannya ingin berhenti kar karena tidak tahan bekerja lebih dari 15 jam per hari. Mengetahui hal itu, sang agen mendesak Cassina tetap menjalani kontrak kerjanya. Ia pun dibawa kembali ke asrama. Suatu malam, teman sekerjanya, Elli, mengajak melarikan diri. Mereka pergi ke kantor sebuah organisasi internasional untuk meminta bantuan. Pegawai di sana mengatakan mereka tidak bisa membantu tanpa paspor dan visa kerja. Apalagi, dokumen-dokumen itu dipegang oleh agen. Mereka terpaksa tinggal di sebuah pertokoan yang sudah tutup selama beberapa malam sampai akhirnya ditemukan kembali oleh pegawai agen dan dibawa kembali ke asrama. “Saat itu, kesehatan kami memburuk. Saya hampir tidak bisa bicara karena infeksi paru-paru, sementari Elli terkena komplikasi dari operasi kanker payudara yang dilakukan sebelumnya,” ujarnya. Tanpa peduli terhadap masalah kesehatan keduanya, pegawai agen tersebut memukuli keduanya sebagai ganjaran karena telah melarikan diri. Mendapat perlakuan buruk seperti itu selama seminggu di asrama, Cassina tidak punya pilihan lain kecuali harus menerima bekerja dengan majikan baru, seorang pejabat Irak, Husein Jabari, yang berjanji akan membayar US$ 200 sebulan. Suatu hari, ia mendapat kesempatan menghubungi Kementerian Luar Negeri di Jakarta untuk meminta bantuan. Tapi salah satu pejabat tinggi kementerian malah memintanya berusaha melarikan diri sendiri. Pejabat tersebut mengatakan, Kementerian Luar Negeri tidak bisa berbuat banyak di wilayah perang. Untunglah, Cassina berhasil menghubungi Kedutaan Indonesia di Amman, Yordan, melalui sambungan telepon. Pegawai kedutaan berjanji akan membantu dan memintanya untuk tetap tenang. Dengan bantuan Kedutaan Indonesia di Yordan dan Migrant Care di Jakarta, yang mempekerjakan seorang sukarelawan bernama Usman di Kurdistan Irak, ia menempuh perjalanan dari Irak ke Yordan, dan dari sana ia terbang kembali ke Jakarta. Setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, ia dibawa ke Rumah Sakit Umum Kepolisian di Jakarta Timur untuk menjalani perawatan trauma perut dan psikologis. “Saya masih menjalani terapi rutin di rumah sakit,” ujarnya. Ia pun berjanji tidak akan pernah lagi bekerja di luar negeri. Ibunya meninggal tahun 2004 ketika ia masih bekerja di luar negeri, dan ayahnya meninggal 40 hari sebelum ia kembali. “Saya mau tinggal di sini untuk mengurus anak, dan sekarang saya sedang menanti kelahiran anak kedua,” katanya. D
ketenagakerjaan
Mempertahankan Usaha yang Kompetitif dan Bertanggung Jawab
MENGIKUTI model Program Peningkatan Pabrik (Factory Improvement Programme/FIP) yang sukses di Sri Lanka dan Vietnam, ILO memprakarsai pembentukan Keberlanjutan melalui Usaha yang Kompetitif dan Bertanggungjawab (Sustainability through Competitive and Responsible Enterprises/SCORE) di Indonesia. Program FIP dibentuk ILO tahun 2002 untuk mengatasi masalah hubungan kerja, kondisi kerja dan peningkatan daya saing. Program ini diawali dari pabrik-pabrik sektor garmen di Sri Lanka dan dikembangkan di Vietnam, dengan menggunakan pendekatan multisektor yang mencakup sektor otomotif, percetakan, pakaian, alas kaki, elektronik dan perlengkapan medis. Di Indonesia, setelah melakukan serangkaian konsultasi dengan para pemangku kepentingan terkait, proyek SCORE mencakup sektor otomotif. Didanai Sekretariat Negara Urusan Ekonomi Swiss (Swiss State Secretariat for Economic Affairs/SECO), proyek ini dimulai sejak 2009 selama tiga tahun, hingga 2012, dengan mencakup wilayah Jakarta dan sekitarnya. “ILO bekerja sama dengan badan-badan nasional dan internasional lain untuk melaksanakan berbagai aktivitas pengembangan kapasitas tentang produktivitas dan manajemen lingkungan,” jelas Januar Rustandie, Manajer Proyek SCORE di Indonesia. Sejumlah proyek akan dilaksanakan melalui mitra-mitra utama, yakni Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Sebelum peluncuran proyek pada April 2010, pertemuan pengenalan dilaksanakan di YDBA pada 28 Januari lalu. Tujuannya untuk menyosialisasikan modulmodul dan program SCORE serta mendapatkan komitmen dari para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang memasok produknya ke jaringan grup Astra. “Berdasarkan hasil pertemuan awal, dari 15 UKM yang berpartisipasi, 11 telah mendaftarkan diri dan menyatakan komitmennya untuk bergabung dan berpartisipasi dalam program-program pelatihan SCORE yang akan diadakan pada bulan Maret. Hal ini juga sejalan dengan penerima manfaat utama proyek ini, yaitu para pekerja dan pengusaha di perusahaan kecil dan menengah manufaktur suku cadang otomotif yang memiliki 50-200 karyawan,” ucap Januar. Program-program pelatihan SCORE terdiri dari lokakarya dua hari dengan para pakar SCORE, dan tiga kunjungan lapangan ke masing-masing perusahaan peserta dalam satu modul pelatihan. Lima modul pelatihan mencakup isu-isu yang berkaitan dengan kerja sama di tempat kerja, kualitas, produktivitas dan produksi yang lebih bersih, manajemen sumber daya manusia, keselamatan dan kesehatan, serta hubungan di tempat kerja. “Banyak UKM di negara-negara berkembang mengalami kesulitan untuk tetap beroperasi akibat dari krisis keuangan
global, kompetisi pasar yang ketat, dan akibatnya, kualitas kerja mereka jadi dikompromikan. Harus diakui juga, sebagian besar lapangan kerja bagi laki-laki dan perempuan terdapat di UKM. Kunci dari pembangunan ekonomi berkesinambungan yang bisa menurunkan secara efektif angka kemiskinan juga terdapat pada UKM yang kompetitif dan bertumbuh,” ungkap Januar, menjelaskan tentang pentingnya UKM.
Karena itu, Januar menambahkan, tujuan utama program ini adalah mempromosikan praktik-praktik baik di tempat kerja bagi UKM guna meningkatkan produktivitas serta meningkatkan kesadaran dan pemahaman pekerja dan pengusaha mengenai hubungan yang erat antara daya saing dan praktik kerja yang bertanggungjawab. Seperti diperlihatkan hasil penelitian belum lama ini, inovasi dalam organisasi kerja, pembelajaran berkesinambungan di tempat kerja, hubungan karyawan-manajemen yang baik, dan penghormatan hak-hak pekerja merupakan langkah penting bagi peningkatan produktivitas sambil mempromosikan pekerjaan yang layak. D
Dengan kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang produktivitas, daya saing dan praktik tempat kerja yang bertanggungjawab, diharapkan UKM dapat meningkatkan pertumbuhan bisnisnya sehingga mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas, budaya usaha yang mendorong kerja sama karyawan-manajemen yang harmonis, dan manajemen tempat kerja yang bisa memperkecil kecelakaan kerja dan izin sakit
Januar Rustandie, Manajer Proyek SCORE di Indonesia
11
ketenagakerjaan
Mengembangkan Kewirausahaan Perempuan
di Pegunungan Papua
telah tte la ditetapkan. Strategi pertama difokuskan pada p ert peningkatan kesadaran tentang p en potensi p ote sumber daya alam dan usaha u sah di wilayah tersebut. Strategi kkedua ed mencakup peningkatan kewirausahaan kketerampilan ete bagi b ag anggota masyarakat mitra, perempuan, dan ketiga kkhususnya hus membangun kapasitas wirausaha m em mikro m ik dan kecil agar mampu mengelola usaha secara efektif, m en meningkatkan pendapatan dan m en peluang kerja. p elu
MESKI merupakan daerah terkaya di Indonesia, perekonomian Papua termasuk yang terburuk—dengan 41,8 persen dari masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Indeks Pembangunan Sumber Daya Manusia Papua juga paling rendah. Dengan populasi 2,3 juta orang, Papua tertinggal dari provinsi lain dalam indikator kemiskinan non-penghasilan terkait Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dengan kesetaraan jender yang sangat rendah. Untuk mengurangi kemiskinan di Papua, ILO bekerja sama dengan UNDP melalui Program Pengembangan Sentra Masyarakat (Community Centre Development Programme/ CcDP), mengembangkan program Pengembangan Keterampilan Kewirausahaan atau (Entrepreneurship Skills Development/ESD). Fokus program ini adalah memberi perhatian khusus pada perempuan di tiga kabupaten: Jayawijaya, Lani Jaya dan Yahukimo di Pegunungan Papua, salah satu kabupaten termiskin di Papua. Proyek ini bertujuan memfasilitasi berbagai kegiatan pengembangan keterampilan kewirausahaan masyarakat, khususnya perempuan asli Papua. Proyek yang dimulai Januari 2009 ini akan berakhir pada September 2010. Untuk mencapai sasaran proyek, tiga strategi
Kenapa perempuan? Perempuan sangat produktif. Mereka adalah inti dari mata pencaharian ekonomi keluarga di pegunungan Papua Tauvik Muhamad, Staf ILO Jakarta
12
Dii ta tahun pertama proyek ini, D melalui tiga pelatihan untuk m el pelatih p ela dan 21 pelatihan lokakarya wirausaha, 625 pelaku wirausaha w ira ttelah ela dilatih keterampilan dasar d asa kewirausahaan dengan menggunakan prinsip-prinsip m en paket p ak pelatihan ILO–Gender dan Kewirausahaan (Gender and Entrepreneurship Together/GET Ahead). Modul GET Ahead tidak hanya difokuskan pada administrasi, keuangan dan pemasaran, tapi juga peluang bagi perempuan untuk menyampaikan pendapat, sehingga memberikan mereka ruang untuk bersuara. Proyek ini juga telah membuat pencapaian-pencapaian penting dalam mengatasi tantangan dan ketidaksetaraan jender yang terjadi di Pegunungan Tengah. Jumlah penerima manfaat pun melebihi rencana semula, 250 pelaku wirausaha. Pelatihan ini berhasil memenuhi target khusus jender karena 70 persen dari peserta (437 orang) adalah perempuan dan 137 orang berhasil dilatih menjadi pelatih. Secara keseluruhan, kebanyakan peserta lokakarya kewirausahaan merasakan dampak positif dan mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana menjalankan usaha, khususnya di bidang keuangan dan administrasi. Agar efektif, proyek menggunakan berbagai media strategis seperti program radio interaktif yang disiarkan setiap Selasa pagi selama dua bulan, pengiriman 2-5 pesan harian tentang peran pelaku wirausaha perempuan serta drama radio mingguan, yang disiarkan hingga akhir November 2009. “Agar bisa dilaksanakan secara berkelanjutan, proyek ini memberikan
Di samping itu, proyek memfasilitasi cara berhubungan dengan lembaga-lembaga keuangan mikro. Hal ini tentunya membantu para penerima manfaat, termasuk perempuan, gereja, pejabat pemerintah dan relawan dalam memahami proses dan langkah yang diperlukan. Hasilnya, aplikasi dari sekitar 18 perempuan yang telah dilatih disetujui oleh Bank Papua cabang Wamena. Menurut Christian Sohilait, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Lani Jaya, banyak perubahan yang telah berhasil dicapai. “Sekarang setiap orang di daerah ini mendengar bagaimana kaum perempuan bisa memintal wol dengan mesin. Sebelumnya, perempuan di Pegunungan Papua hidup dalam masyarakat patriarkis yang lama tidak diberdayakan. Mereka hanya boleh menjalankan peran rumah tangga dan tidak bisa mengembangkan keterampilan lain,” terang Christian. Perkembangan itu kian nyata. Di Jayawijaya, misalnya, semakin banyak perempuan terlibat dalam kegiatan usaha berupah. Perubahan-perubahan ini, seperti dijelaskan Wmpi Wetipo, Bupati Jayawijaya, berawal sejak masyarakat menyadari bahwa mereka harus mengubah pola pikir untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Hal ini juga diungkapkan Serlina Wenda, pengusaha penggilingan kopi. “Program ILO tidak hanya memberikan saya pengetahuan, tapi juga kesempatan untuk mengembangkan usaha dengan memfasilitasi perolehan pinjaman,” ungkapnya. Ketika bergabung dengan program ILO-ESD pada 2009, Serlina adalah pelaku wirausaha yang sudah mapan dan telah menjalankan usahanya selama lebih dari satu dekade. Tetapi ia yakin, ia harus memperbarui dan mengembangkan pengetahuannya. Setelah mengikuti pelatihan ILO-ESD, ia merasa pelatihan tersebut telah memperkaya dan menyegarkan pikirannya. Pengetahuan yang diperoleh pun mampu meningkatkan keterampilan manajemen keuangannya secara signifikan. Sebagai pelaku wirausaha berpengalaman, pelatihan ini sangat sesuai dengan kebutuhannya dalam meningkatkan administrasi dan mendapatkan akses permodalan. “Saya bersyukur atas bantuan ini. Ini benarbenar nyata,” ungkapnya. Ia lalu mengutip pepatah tua daerah itu: nyeki awa loh halok, nyape awalok hat yang artinya jika tangan tidak melakukan apa-apa, mulut pun tidak mengunyah. D
Dokumenter
tentang Masyarakat Adat ILO Jakarta melalui proyek Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua (Papuan Indigenous Peoples Empowerment/ PIPE) dan Pengembangan Keterampilan Kewirausahaan (Entrepreneurship Skills Development/ESD) di Papua, meluncurkan tiga film dokumenter mengenai pemberdayaan masyarakat adat di Papua. Ketiga film itu adalah:
Membuka Potensi Masyarakat Adat Papua. Film ini menggambarkan potensi masyarakat adat Papua dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan untuk mengurangi kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja dan penghasilan berkesinambungan, mendorong kesetaraan serta meningkatkan mekanisme perdamaian dan pembangunan melalui pembangunan partisipatif berbasis masyarakat. Permata Tersembunyi dari Lembah Baliem. Film dokumenter ini menggambarkan keberhasilan perempuan Wamena, Papua yang secara aktif memberikan kontribusi bagi kehidupan perekonomian masyarakatnya. Film juga menceritakan tentang kegiatankegiatan pengembangan kapasitas yang dijalankan melalui program ini mampu meningkatkan keterampilan kewirausahaan anggota masyarakat mitra, terutama perempuan, dalam mengelola usaha mereka secara efektif dan menciptakan lebih banyak peluang kerja. GET Ahead. Merupakan panduan modul pelatihan GET Ahead (Gender and Entrepreneurship Together) yang telah diadaptasi sesuai dengan konteks dan budaya lokal Papua. Modul memfokuskan pada kesetaraan jender dan pengelolaan usaha, perempuan dan pembangunan jejaring, pemasaran, produk, layanan serta manajemen teknologi dan keuangan. Modul bahan pembelajaran yang sangat mudah digunakan ini mengulas tentang keterampilan kewirausahaan praktis dengan penekanan khusus pada pemasaran dan pendampingan. Modul juga memperlihatkan kesulitan dalam menilai instruktur berpengalaman. D
13
ketenagakerjaan
pelatihan kewirausahaan praktis dengan penekanan pada pemasaran dan pendampingan, baik bagi pelaku wirausaha baru maupun lembaga swadaya mayarakat terkait seperti Yasumat dan Ekonomus yang berperan sebagai pemberi layanan pengembangan usaha,” jelas Tauvik. Untuk menilai keberhasilan program, evaluator independen dilibatkan untuk menilai apakah proyek ini relevan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, serta sesuai dengan prioritas kerja pemerintah.
ketenagakerjaan employment
Pengakuan atas Hak
Masyarakat Hukum Adat di Indonesia JUMLAH masyarakat adat di dunia terdiri lebih dari 5.000 kelompok masyarakat dengan populasi lebih dari 370 juta jiwa, yang tersebar di 70 negara, termasuk Indonesia. Dengan 1.072 kelompok suku, termasuk 11 kelompok dengan populasi lebih dari satu juta jiwa, Indonesia dinilai sebagai negara dengan budaya paling beragam di dunia. Di Indonesia, meskipun hak-hak masyarakat adat diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun tidak ada undang-undang yang secara umum melindungi hakhak mereka. Karena itu, untuk menjamin keberadaan masyarakat adat, ILO bekerja sama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Sekretariat Nasional Masyarakat Adat menyelenggarakan lokakarya nasional pada 28 Oktober 2009. Lokakarya ini digelar bertepatan dengan perayaan 81 tahun Sumpah Pemuda, yang menegaskan pentingnya satu negara, satu bangsa dan satu bahasa nasional, serta pentingnya prinsip-prinsip universalitas dan keberagaman, termasuk pengakuan keberadaan masyarakat adat. Lokakarya dibuka oleh Irman Gusman, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Alan Boulton, yang saat itu menjabat Direktur ILO di Indonesia, serta dihadiri oleh Duta Besar Peru—negara yang terkenal dengan masyarakat adatnya dan telah meratifikasi Konvensi ILO No. 169 Tahun 1989 mengenai Masyarakat Adat. Alan menegaskan, ILO telah lama memberikan perhatian terhadap kondisi masyarakat adat. “Mempromosikan standar-standar internasional terkait merupakan prioritas dari upaya Organisasi ini untuk meningkatkan kondisi kehidupan dan pekerjaan masyarakat adat. Pengalaman memperlihatkan bahwa bentuk pekerjaan tradisional dan kearifan lokal masyarakat adat bisa menjadi bagian dari strategi pembangunan yang didasarkan pada partisipasi dan kebersamaan,” kata dia. Lokakarya ini bertujuan membangun kesadaran tentang pentingnya melindungi hak-hak masyarakat adat dan memaparkan praktik-praktik terbaik rancangan undang-undang tentang Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat. Lokakarya yang terbagi dalam tiga panel ini menghadirkan para pakar internasional masyarakat adat seperti Dr. Saafroedin Bahar, Sekretariat Nasional Masyarakat Adat Indonesia, Coen Compier, staf ahli ILO, Dr. Enny Soeprapto, pakar hukum Internasional, dan Mahir Takaka, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Lokakarya juga membahas strategi efektif bagi pelaksanaan rancangan undang-undang tentang Perlindungan Hak-hak
14
Masyarakat Adat. Isu lainnya adalah tantangan dan manfaat dari pengakuan yang lebih besar terhadap hak-hak masyarakat adat bagi pembangunan Indonesia, definisi masyarakat adat, harmonisasi hukum dan peraturan dengan rancangan undangundang, serta perlunya membuat rancangan peraturan yang mengakui hukum tradisional dan melindungi masyarakat hukum adat. Tauvik Muhamad, staf program ILO, mengatakan, ILO telah bersentuhan dengan masyarakat adat sejak tahun 1920. “Konvensi ILO No. 169 melindungi hak-hak masyarakat adat atas tanah, pekerjaan, pelatihan, jaminan sosial, pendidikan dan kerja sama lintas perbatasan antar masyarakat adat,“ kata dia. Ia menambahkan, Konvensi ini juga telah dibahas pada lokakarya tingkat nasional yang diselenggarakan ILO dan Mahkamah Konstitusi pada 2007. “ILO berencana untuk terus melakukan upaya untuk meningkatan kesadaran pegawai negeri dan pemangku kepentingan lain di tingkat nasional serta membuat program peningkatan kapasitas di tingkat lokal maupun regional,” ujarnya. D
Masyarakat adat memunyai budaya, cara hidup, tradisi dan hukum adat sendiri. Tercatat dalam sejarah, kurangnya penghargaan terhadap berbagai budaya masyarakat adat telah menimbulkan banyak kasus konflik sosial di seluruh dunia. Saat ini, mayoritas masyarakat adat di seluruh dunia hanya bisa bekerja di sektor informal
ketenagakerjaan employment
TTren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2009:
Pasar Kerja Hadapi Pemulihan yang Panjang kendati Terjadi Pertumbuhan Ekonomi ILO meluncurkan dan menerbitkan IL laporan terbarunya berjudul Tren lap Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia Ke 2009: Pemulihan dan langkah-langkah 20 selanjutnya melalui pekerjaan yang layak se pada 17 November, di Jakarta. Laporan pa menengaskan bahwa pekerjaan yang layak dan produktif harus ditempatkan sebagai inti dari kebijakan ekonomi dan sosial guna mengurangi dampak negatif dari pemulihan pasar tenaga kerja dari krisis keuangan global. Laporan ini pun menegaskan bahwa krisis keuangan global berdampak paling parah kepada Indonesia melalui turunnya ekspor, yang berakibat pada meluasnya pemutusan kerja pada pekerja kontrak, musiman, dan sementara pada industri-industri berorientasi ekspor yang memang menjadi industri yang paling terkena imbasnya. Pembatasan ketersediaan kredit untuk usaha kecil menengah (UKM) pun menghambat percepatan pemulihan ekonomi dan penyerapan kerja. Kendati tingkat pengangguran menurun 8,1 persen pada Februari 2009, dampak krisis memanifestasi dirinya dalam bentuk kualitas kerja. Sementara itu penciptaan lapangan kerja formal mandek, sedangkan lapangan kerja informal meningkat tajam. Tingkat pekerjaan informal meningkat dari 61,3 persen pada Agustus 2008 menjadi 67,9 persen pada Februari 2009.
Ekonom dari ILO di Indonesia yang juga menjadi salah satu penyusun laporan ini. Laporan ini menganalisis melampaui krisis dan mengkaji bagaimana pondasi dari pembangunan yang kaya pekerjaan dapat diperkokoh. Laporan pun menyoroti diantaranya kebutuhan akan dasar perlindungan sosial yang juga mencakup perbaikan akses terhadap peluang kerja, perawatan kesehatan dasar, perlindungan dan pendidikan untuk anak, serta bantuan sosial bagi kaum miskin. Laporan menyarankan agar pendidikan dan pelatihan memainkan peran penting dalam mempersiapkan angkatan kerja agar secara efektif dapat menyesuaikan dengan perubahan struktural, perubahan teknologi dan rancangan ekonomi yang tidak stabil. “Pekerjaan yang layak dan produktif berkontribusi pada pengurangan kemiskinan seperti ditegaskan oleh pemerintahan baru,” ujar Kazutoshi. Ia mengingatkan bahwa “ekspansi pekerjaan musiman di Indonesia mengkhawatirkan”. Antara 2000 dan 2008, pertumbuhan tingkat pekerjaan musiman mencapai 8,4 persen, yang dapat melambankan laju pengurangan kemiskinan. D
Laporan pun mencatat bahwa resesi global memperlihatkan tanda-tanda awal pemulihan. Namun, konsekuensinya pada pasar tenaga kerja Indonesia mungkin berlarut-larut; menyusul krisis keuangan Asia 1997-98, diperlukan beberapa tahun untuk indikator-indikator seperti pengangguran, produktivitas, kemiskinan dan jumlah pekerja dalam pekerjaan yang bersifat rentan kembali ke posisi semula pada masa sebelum krisis. “Menggairahkan kembali sektor UKM dan meningkatkan iklim investasi merupakan kunci untuk mempercepat pemulihan dan dan penciptaan lapangan kerja,” kata Kazutoshi Chatani,
Buku Memperluas Cakupan Jaminan Sosial bagi Pekerja Sektor Perekonomian Informal: Langkah ke Depan ISBN: 978-92-2-823422-0 (print) Laporan ini mengkaji perkembangan jaminan sosial di Indonesia selama beberapa tahun ini, termasuk prakarsa terbaru dari pemerintah dan organisasi terkait lainnya mengenai para pekerja ekonomi informal. Laporan ini menampilkan berbagai rekomendasi atas langkah-langkah yang dapat diambil untuk memperluas cakupan jaminan sosial kepada ekonomi informal.
Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja di Sektor Perekonomian Informal di Indonesia: Mencari program fleksibel yang Ditargetkan ISBN: 978-92-2-823424-4 (print) Laporan survei yang dilakukan pada April – Mei 2009 membahas mengenai perluasan jaminan sosial terhadap ekonomi informal di Indonesia. Laporan ini bertujuan untuk berkontribusi pada diskusi mengenai langkah-langkah realistis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan skema jaminan sosial yang ada serta mengenai rencana aksi untuk menerapkan sistem jaminan sosial di Indonesia. Laporan ini pun menggali program yang fleksibel dan tersasar yang ditujukan untuk memperluas jangkauan jaminan sosial.
15
ketenagakerjaan
Membangun Perdamaian dan Perekonomian SELAMA 1999-2003, masyarakat Maluku didera konflik etnis yang memakan korban lebih dari 9.000 jiwa dan membuat hampir 400.000 orang terpaksa mengungsi. Aktivitas ekonomi di Maluku pun ikut terpuruk akibat kerusakan bangunan, lingkungan usaha, kapal hingga peralatan penangkap ikan. Akibatnya, Provinsi Maluku dinilai sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia dengan penghasilan per kapita yang rendah dan tingkat pengangguran tinggi.
di Maluku
Proyek ini bertujuan menjaga perdamaian dan menekan angka kemiskinan dengan mengurangi kerentanan, mendorong pengembangan perekonomian lokal, meningkatkan kondisi sumber penghasilan, dan mendukung berbagai aktivitas yang menghasilkan pendapatan di antara para penerima manfaat yang terkena dampak konflik. Proyek juga mendorong penggunaan sumber daya lokal yang tersedia seperti sagu, kacang mete, nanas, kelapa, cokelat, kayu putih dan ikan untuk menghasilkan produk bernilai tinggi. Di samping itu, budi daya sayuran dan rumput laut (dengan budi daya terlindung) juga sedang dikembangkan sebagai sumber penghasilan. Dalam proyek ini, aktivitas yang terintegrasi di masyarakat telah dimulai di delapan desa di Ambon. Berbagai pertemuan dengan pemerintah desa dan kepala kelompok adat juga dilakukan untuk menjelaskan kriteria pemilihan, untuk mendapatkan dukungan serta menumbuhkan kepemilikan dan komitmen lokal.
Untuk membantu pemerintah Provinsi Maluku dan masyarakat Maluku memelihara perdamaian serta merevitalisasi perekonomiannya, pemerintah Jepang menyetujui memberikan proyek tiga tahun UN Trust Fund for Human Security (UNTFHS) dengan anggaran US$ 2,1 juta. Dimulai 2009, proyek bertajuk “Mewujudkan Standar Hidup Minimum Masyarakat Tertinggal melalui Pembangunan Perdamaian dan Pengembangan Perekonomian Berbasis Desa” ini dilaksanakan bersama Organisasi PBB untuk Pengembangan Industri (UNIDO) sebagai lembaga utama, serta ILO sebagai lembaga bantuan, bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Maluku. Sebagai lembaga utama, Unido memfokuskan diri pada pemilihan penerima manfaat, pembentukan kelompokkelompok desa produktif, pengembangan agroindustri berbasis pedesaan dengan membantu pelatihan, peralatan yang diperlukan serta alih teknologi. Sementara itu, sebagai lembaga bantuan, ILO memberi kontribusi dalam pengembangan perekonomian daerah, pembangunan perdamaian, pengembangan usaha dan kewirausahaan, meningkatkan kondisi kesehatan, keselamatan serta kehidupan.
16
Lokakarya-lokakarya teknis dan analisa permasalahan terfokus pun dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat yang lebih luas untuk mengidentifikasi sumber daya desa, mempelajari pola penggunaan sumber daya yang tersedia, serta menemukan hambatan yang dihadapi masyarakat setempat dalam produksi, pengolahan dan pemasaran komoditi juga produk. Hingga Ferbruari 2010, sebanyak 579 pemangku kepentingan dan penerima manfaat, 123 di antaranya perempuan, telah berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari berbagai lokakarya, pertemuan dan pelatihan. D
Proyek yang lebih dikenal dengan nama Pelagandong ini mencakup 21 desa dari tiga daerah sasaran, yaitu Kota Ambon, Seram Barat dan Maluku Tengah. Pelagandong berarti kerja sama dan kekerabatan, sebuah nilai tradisional yang telah dipertahankan selama berabad-abad oleh berbagai kelompok masyarakat di Maluku, terlepas dari perbedaan agama dan etnis mereka.
di Maluku
ILO mempunyai pengalaman panjang dalam mendukung inisiatif pembangunan ekonomi lokal (LED) bagi populasi yang terkena dampak krisis seperti konflik bersenjata, bencana alam serta transisi politik dan ekonomi. Di Indonesia, melalui proyek Kesempatan Kerja Bagi Kaum Muda (JOY), ILO berhasil melaksanakan proyek-proyek LED di Jawa Timur. ILO telah mengembangkan berbagai bahan dan perangkat LED, termasuk panduan operasional bagi LED dalam situasi pasca krisis yang bisa menjadi titik awal untuk meningkatkan dan memperbaiki dialog antara berbagai pemangku kepentingan termasuk kemitraan publik-swasta dan pengukuran potensi ekonomi lokal di sektor-sektor tertentu. Di bawah proyek Pelagandong, serangkaian lokakarya LED yang ditargetkan bagi penerima manfaat diselenggarakan, dan ILO berhasil memfasilitasi pembentukan forum LED di setiap kabupaten. Forum ini terdiri dari pejabat pemerintah dari berbagai kementerian, wirausahawan, pemuka masyarakat, organisasi pekerja dan pengusaha, lembaga keuangan serta pemangku kepentingan terkait. Baru-baru ini, di bulan Februari 2010, masing-masing forum di ketiga kabupaten bertemu dan merumuskan rencana
ketenagakerjaan
Kegiatan LED
strategis untuk kabupaten mereka masing-masing. Mereka bertemu selama dua hari untuk merumuskan rencana aksi bagi setiap kabupaten. Difasilitasi oleh ILO, Forum ini menetapkan visi, tujuan dan kegiatan-kegiatan konkrit untuk tahun 2010 yang ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah kunci yang diidentifikasi oleh masing-masing Forum. Visi dari setiap kabupaten secara jelas disebutkan sebagai berikut:
Seram Barat: Menciptakan taraf hidup yang lebih baik bagi masyarakat Seram Barat melalui LED dan mencapainya pada tahun 2016.
Maluku Tengah: Mewujudkan Maluku Utara sebagai kabupaten yang cerdas, independen, dan kompetitif melalui LED.
Kota Ambon: Menciptakan masyarakat Ambon yang makmur melalui pembangunan bidang ekonomi yang berkesinambungan
Di samping itu, ketiga Forum ini juga sepakat bahwa pariwisata dan perikanan adalah dua sektor utama yang akan mendorong pembangunan ekonomi Maluku. Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Kota Ambon sebagai gerbang pariwisata Indonesia timur. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah peluncuran “Sail Banda” sebagai acara pelayaran internasional pada Agustus 2010. D
Mengembangkan Strategi
demi Pemulihan Ketenagakerjaan Lokal di Asia GUNA menanggulangi kemungkinan berlanjutnya peningkatan global dalam hal pengangguran, kemiskinan dan ketidaksetaraan serta berlanjutnya keruntuhan perusahaan-perusahaan, ILO, bekerjasama dengan the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), menyelenggarakan konferensi pakar selama tiga hari mengenai strategi-strategi untuk pemulihan ketenagakerjaan lokal, pengembangan keterampilan dan perlindungan sosial di Asia”, pada 1 – 3 Desember 2009, di Malang, Jawa Timur. Konferensi yang bertajuk “Routes out of the Crisis: Strategies for Local Employment Development Recovery, Skills Development and Social Protection in Asia” menghadirkan para pembuat kebijakan, pakar ketenagakerjaan, jasa pelatihan dan praktisi di tingkat internasional, nasional dan provinsi dari 15 negara di seluruh dunia untuk berbagi pengalaman dan mengembangkan langkah-langkah efektif untuk mengaitkan pendekatan-pendekatan kebijakan mengenai ketenagakerjaan dan pengembangan keterampilan melalui pembangunan ekonomi lokal. Pemerintah dan pihak terkait setempat di Malang juga secara aktif terlibat dalam konferensi ini dengan memperkenalkan prakarsa pembangunan ekonomi lokal yang sudah dilakukan sejak 2008. Para peserta Konferensi mengikuti pembukaan “Festival Bromo Semeru Tengger” di Kecamatan Poncokusumo pada 2 Desember, yang menampilkan hasil-hasil produksi setempat dan mempromosikan fasilitas pariwisata yang ada.
Diakhir Konferensi, para peserta diharapkan menyusun responsrespons kebijakan lokal serta mengembangkan serangkaian rekomendasi kunci bagi para pembuat kebijakan nasional dan lokal. Rekomendasi-rekomendasi ini akan digunakan sebagai masukan dalam pertemuan dua tahunan ILO Asian Regional Meeting of Labour Ministries, Employers’ and Workers’ Organizations pada 2010 dan akan dilaporkan pada sesi ke-56 the OECD LEED Directing Committee pada 2010. Sekitar 80 peserta dari 15 negara akan menghadiri Konferensi ini. Negara-negara yang menjadi peserta, antara lain, Pakistan, Nepal, Kamboja, Vietnam, Cina, Filipina, Australia dan Indonesia. D
17
perlindungansosial
Mencegah Pandemi Influenza di Tempat Kerja JENIS influenza baru yang kondang dengan sebutan Influenza A (H1N1), muncul Mei 2009, dan menyebar secara global dengan cepat hingga menjadi pandemi. Di Indonesia, munculnya pandemi ini membuat ILO meningkatkan upaya untuk membantu pencegahan infeksi dan kesiagaan usaha di perusahaan-perusahaan. Saat ini, ILO telah mendapatkan persetujuan untuk proyek “Perencanaan Keberlangsungan Usaha di saat Pandemi” (Business Continuity Plan in times of Pandemic) dari Dana PBB untuk Aksi Influenza (UN Multi Donor Trust Fund). Proyek ini merupakan kelanjutan dan perluasan kerja ILO dari proyek sebelumnya, “Flu Burung dan Tempat Kerja di Indonesia”. Proyek baru ini diharapkan dapat membantu pengusaha juga pekerja dalam merespons dan bersiap menghadapi dampak pandemi influenza baik di masa sekarang maupun kejadian-kejadian lain yang tidak terduga di masa mendatang yang dapat menimbulkan gangguan bagi kelancaran usaha. Bagi ILO, sangat penting mencegah agar para pekerja tidak terinfeksi influenza termasuk membantu pengusaha dalam melindungi pekerja dan usaha mereka dari dampak pandemi ini.
ketenagakerjaan
ILO yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga telah mengembangkan dan menerbitkan panduan tentang perencanaan keberlangsungan usaha dalam pandemi influenza berjudul “Perencanaan Keberlangsungan Usaha dalam Menghadapi Pandemi Influenza: Buku Kerja”. Buku kerja ini memberikan tujuh langkah perencanaan keberlangsungan usaha bagi perusahaan, terutama bagi usaha kecil dan menengah.
SEDIKITNYA 100 kaum muda putus sekolah di Maluku siap menjadi pelaut. Ini merupakan salah satu capaian kemitraan antara ILO—melalui Proyek Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan bagi Kaum Muda (EAST)— dengan perusahaan perikanan PT Pusaka Benjina Resources. Kemitraan ini dilaksanakan melalui kerja sama unik dengan sejumlah pemangku kepentingan yakni Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aru; Sekolah Kejuruan Perikanan Negeri Dobo, Kabupaten Aru; Sekolah Menengah Atas di Ambon—di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan; Serikat Pelaut Indonesia; LPPM, sebuah LSM di Ambon, Maluku; dan Yayasan Leer Vivin, sebuah lembaga lokal di Dobo, Kabupaten Aru. Kemitraan ini mampu menciptakan perpaduan efektif antara pencari kerja dan pengusaha. Di satu pihak kaum muda putus sekolah di Pulau Aru tidak memiliki keterampilan bekerja namun sedang mencari pekerjaan, di lain pihak PT Pusaka Benjina Resources memiliki kebutuhan akan pekerja terampil untuk bekerja di kapalkapal penangkapan ikan. Selama ini, perusahaan ini harus mempekerjakan pekerja dari luar negeri sebagai akibat dari kurangnya tenaga kerja terlatih di Provinsi Maluku.
18
“Rencana keberlangsungan usaha memberikan peluang, tidak saja dalam mengatasi kejadian-kejadian yang merugikan, tetapi juga dalam membuat pendekatan strategis yang mampu meningkatkan proses dan pengoperasian usaha secara keseluruhan. Rencana ini juga memberikan dampak positif bagi masyarakat terkait kesiapan dan pemulihan,” kata M. Bey Sonata, mantan Manajer Proyek Flu Burung ILO. Menurut Bey, meskipun dampak pandemi tidak separah yang diperkirakan, namun dunia usaha tetap harus siap dan waspada. D
sama dengan Kantor Regional ILO Asia Pasifik di Bangkok dan Kantor ILO Jakarta menyelenggarakan lokakarya pekerjaan ramah lingkungan di Hotel Borobudur, Jakarta, 10 Maret lalu. Lokakarya ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan pertama yang diadakan Oktober 2009, sebagai tanggapan terhadap permintaan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi. Dalam lokakarya ini, perwakilan Badan Perencanaan Pembanggunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup menegaskan akan pentingnya pekerjaan ramah lingkungan serta prioritas strategis dalam rencana pembangunan jangka menengah Indonesia. Emil Salim, mantan menteri lingkungan hidup, juga mengingatkan perlunya berbagai peraturan untuk mendorong indikator-indikator sosial, penciptaan lapangan kerja juga tentang perubahan iklim, mitigasi dan upayaupaya adaptasi. “Perusakan lingkungan hidup akan terus berlangsung dan biayanya akan ditanggung oleh generasi-generasi setelah kita,” ungkapnya.
ketenagakerjaan
KEMENTERIAN Koordinator Bidang Ekonomi bekerja
Pekerjaan Ramah Lingkungan Pekerjaan ramah lingkungan merupakan inisiatif bersama antara Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP), ILO, Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC) dan Organisasi Pengusaha Internasional (IOE). Inisiatif ini diluncurkan untuk mengembangkan kesempatan, kesetaraan dan transisi yang adil dalam mendukung pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk terlibat dalam kebijakan dan program yang efektif bagi terciptanya pe perekonomian ramah lingkungan dan pe pekerjaan yang layak bagi semua.
Vincent Jugault, staf ahli ILO untuk pekerjaan ramah lingkungan, mengatakan, program ini mampu membantu mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan perusahaan dan sektor-sektor perekonomian, termasuk membantu melindungi ekosistem dan keragaman biologis; mengurangi konsumsi energi, bahan baku, dan air; dekarbonisasi; serta memiminimalisir munculnya segala bentuk sampah dan polusi. “Bagi masyarakat, pekerjaan yang ramah lingkungan tidak akan menghilangkan potensi ekonomi. Justru sebaliknya, akan memberikan hasil yang lebih tinggi nilainya, karena juga berhasil menjaga kesinambungan ekologis,” katanya. Karenanya, ia menambahkan, ILO akan terus mengintegrasikan pekerjaan ramah lingkungan dalam semua kegiatannya. D untuk memberikan pelatihan bagi mereka. Kini Serikat Pelaut Indonesia sedang melakukan negosiasi mengenai kesepakatan bersama dengan perusahaan. Melihat permintaan ini bisa menjadi bagian dari proses pengukuran pasar kerja, Yayasan Leer Vivin, LPPM Maluku dan ILO-EAST mengupayakan kerja sama dengan pengusaha dan sekolah perikanan. Hasilnya, mereka mendukung pelatihan kaum muda putus sekolah sebagai pelaut, sehingga nantinya bisa bekerja di kapal-kapal penangkap ikan. Kaum muda putus sekolah yang mengikuti program pelatihan tersebut dikumpulkan melalui iklan di radio lokal, poster-poster yang dipasang di jalan, serta pengumuman-pengumuman di kantor dinas tenaga kerja setempat. Pemerintah desa juga berpartisipasi aktif dalam proses ini. Hasilnya, 100 kaum muda berhasil dikumpulkan dari tiga desa. Sekolah-sekolah perikanan sangat berhasil melaksanakan program pelatihan berbasis kompetensi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja diintegrasikan ke dalam modul-modul pelatihan. Guna meningkatkan kesadaran para pekerja muda mengenai hak-hak mendasar mereka, ILO-EAST juga menjalin kemitraan dengan Serikat Pelaut Indonesia yang sepakat
Para kaum muda akan dinilai dan mendapatkan sertifikat dari Akademi Pelaut Indonesia, sebagai badan yang berkompeten dalam memberikan sertifikasi nasional mengenai kompetensi pelaut. Peraturan-peraturan pelaut, yang merupakan dokumen-dokumen wajib untuk bekerja sebagai pelaut, dipersiapkan oleh Pejabat Pelabuhan Maluku. Dan 100 pekerja muda tersebut diharapkan sudah mulai bekerja dalam minggu ketiga Februari 2010. Mereka pun mendapat pelatihan orientasi selama satu minggu di perusahaan dan akan ditempatkan di kapal-kapal penangkap ikan. Para pekerja muda ini akan mendapat upah minimum bulanan sebesar Rp 1,2 juta (USD 128), atau lebih tinggi dari upah minimum provinsi sebesar Rp. 1,010 juta ditambah bonus-bonus yang dikaitkan dengan jumlah ikan yang berhasil ditangkap. Melalui program ini, kontribusi ILO-EAST adalah melakukan pengukuran kerja masyarakat, melakukan dialog dengan para mitra, serta mendukung biaya pelatihan keterampilan dan sertifikasinya. D
19
perlindungansosial
Produktivitas di Indonesia
Pekerja Lansia &
Peter van Rooij, Pejabat sementara ILO Jakarta, menyambut baik pendirian Pusat Studi ini. Ia mengatakan bahwa perhatian terhadap pekerja lanjut usia bukanlah merupakan isu baru bagi ILO. ILO telah menaruh perhatian serius pada permasalahan ini sejak akhir tahun 1970-an, yang tercermin pada Rekomendasi ILO No. 162 tentang Pekerja Lanjut Usia. “Salah satu tantangan sosial utama dari masyarakat lanjut usia adalah memastikan tingkat pendapatan yang memadai bagi semua orang lanjut usia tanpa membebani kapasitas generasi yang lebih muda,” kata dia, seraya menambahkan bahwa mengingat banyak orang lanjut usia tidak mampu menikmati masa pensiun, tantangannya adalah memperpanjang masa kerja dan meningkatkan kemampuan pekerja lanjut usia. Tujuan dari seminar dan pendirian CAS UI ini adalah memahami secara lebih baik masyarakat lanjut usia dari sudut pandang ketenagakerjaan dan meningkatkan kesadaran generasi muda yang lebih muda untuk mempersiapkan diri menjadi pekerja lanjut usia yang produktif. Acara ini pun bertujuan memperkenalkan peran CAS UI dalam mendukung kebijakan dan program terkait lanjut usia di tingkat nasional dan internasional. Sementara ILO telah mengeluarkan paket mengenai lanjut usia yang dirancang dalam bentuk pelatihan bagi organisasi pengusaha dan perusahaan untuk membantu mereka mengembangkan program dan kebijakan yang menciptakan kondisi kerja yang layak dan produktif bagi pekerja lanjut usia. D
UNTUK memberikan apresiasi dan penghargaan kepada DI Asia dan Pasifik, jumlah orang lanjut usia bertambah dengan cepat, dari 410 juta pada 2007 menjadi 733 juta pada 2025, dan diharapkan menjadi 1,3 milyar pada 2050. Penuaan juga akan semakin membesar 50 tahun ke depan dan populasi berusia di atas 60 tahun di Asia akan meningkat hampir tiga kali lipat dari 9 persen pada 2000 menjadi sekitar 24 persen pada 2050. Pada 2020, jumlah orang lanjut usia di Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 28,8 juta (11 persen dari keseluruhan penduduk). Banyak perhatian kebijakan difokuskan pada permasalahan pensiun dan produktivitis bagi pekerja lanjut usia. Namun, lapangan kerja yang tersedia bagi mereka juga memainkan peran penting. Mereka mempengaruhi keputusan pekerja lanjut usia untuk bekerja atau pensiun, kemampuan pengusaha untuk mempekerjakan dan mempertahankan pekerja lanjut usia dan bagaimana masyarakat memberikan dukungan bagi masyarakat lanjut usia yang tidak lagi mampu bekerja. Untuk membahas permasalahan ini lebih lanjut, Universitas Indonesia (UI), dengan dukungan dari ILO, menyelenggarakan seminar satu hari mengenai pekerja lanjut usia dan produktivitas pada 15 Maret 2010, di Kampus UI, Depok, Jawa Barat. Seminar ini sekaligus menandai peluncuran Centre for Ageing Studies, UI (CAS UI) dan peringatan hari Lanjut Usia Nasional.
20
jurnalis yang selama ini meliput isu perburuhan di Indonesia, ILO, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), American Center for International Labor Solidarity (ACILS) dan Friedrich Ebert Stiftung (FES), menggelar Lomba Karya Jurnalistik Isu Perburuhan. Untuk lomba di tahun 2009 ini, Sudrajat (Koran Tempo), Ridwan Sijabat (The Jakarta Post), dan Ayu Prawitasari (Solo Pos), masing-masing memenangi kategori juara I, II, dan III. Sedangkan Andreas Ronny dan Irvan Irmansyah (keduanya dari radio KBR68H Jakarta), dan Sri Lestari (BBC Indonesia), masing-masing memenangi juara I, II, III untuk kategori radio. Untuk kategori teve, Utami Dewi dan Ubaidilah NS (TPI), Yolinda Puspita Rini (Trans7) dan Elly Husin serta Vicci Fatalaya (RCTI) masing-masing memenangi juara I, II, dan III. Penghargaan kali ini juga memperkenalkan kategori baru, fotografi. Juara I, II, dan III kategori foto, secara berurutan dimenangkan oleh Afriadi Hikmal (Jakarta Globe), Raden Yusuf Hidayat (Batam Pos) dan Danu Kusworo (Kompas). Karya para pemenang diseleksi dari 149 karya jurnalistik cetak (85 peserta), teve (13 peserta), radio (18 peserta) dan foto (33 peserta). Karya-karya tersebut diseleksi berdasarkan tema, presentasi, teknik, komposisi, etika dan isi. Para pemenang mendapatkan penghargaan dan laptop, serta laporan mereka dipublikasikan dalam sebuah buku berjudul Hujan Batu Buruh Kita: Kumpulan Cerita Perburuhan, yang diluncurkan 11 Desember silam.
Kebebasan
cuplikan
Mengkomunikasikan
Berserikat dan Perundingan Bersama hak-hak mendasar dari kebebasan berserikat dan perundingan bersama. Dalam lokakarya ini, para peserta bukan hanya mendapat pembekalan teori, tetapi juga berinteraksi langsung mempraktikkan topik-topik pembahasan dalam simulasi layaknya kejadian faktual dan aktual di lapangan. Lokakarya sejenis pun akan digelar di Tanzania dan Paraguay, disasarkan kepada pemerintah dan serikat pekerja. Hasil dari pelatihan-pelatihan ini akan dikumpulkan ke dalam sebuah panduan global mengenai bagaimana mengomunikasikan kebebasan berserikat dan perundingan bersama dengan media massa D
BAGAIMANA para jurnalis seharusnya memberitakan dinamika hubungan industrial, terutama yang berkaitan dengan kebebasan berserikat dan perundingan bersama, agar berbagai peran media massa yang diemban dapat dijalankan secara ideal? Bagaimana agar pemberitaan dinamika hubungan industrial tidak membuat jurnalis terjebak pada situasi dan kondisi yang berpotensi menimbulkan kesalahan persepsi dan interpretasi di kalangan khalayak medianya? Bagaimana pula pengusaha bisa menyampaikan pemikiran dan advokasi secara baik melalui media? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, ILO menyelenggarakan lokakarya untuk para pengusaha dan journalis bertajuk “Mengomunikasikan Kebebasan Berserikat dan Perundingan Bersama” pada 17 – 18 Februari di Jakarta. Lokakarya ini bertujuan untuk mendukung para konstituen ILO di Indonesia, khususnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), agar mampu berkomunikasi dengan lebih baik kepada media, dan agar mampu menjangkau para konstituen mereka sendiri secara lebih efektif menyangkut masalah
Penghargaan Jurnalistik Perburuhan
2009
Berbeda dengan tahun sebelumnya, acara penganugerahan penghargaan dilanjutkan dengan diskusi perburuhan yang dibuka oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar. Dalam diskusi ini, ekonom ILO, Kazutoshi Chatani, memaparkan kondisi sosial dan perburuhan Indonesia. Diskusi ini juga menghadirkan aktor-aktor perburuhan Indonesia, seperti Sofjan Wanandi, Presiden Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Thamrin Mosii, Ketua KSPI, dan Anwar Ma’ruf dari Komite Solidaritas Nasional. Mereka menyambut baik inisiatif
Dedy Ananto, Apindo Bogor “Pelatihan media ini sangat bermanfaat, khususnya saat sesi pelatihan praktis di mana saya harus menjadi seorang wartawan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hubungan industrial. Menjadi wartawan ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Pelatihan ini membantu saya memahami secara lebih baik bagaimana media bekerja.” Marleni, Reporter Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) “Saya belajar banyak mengenai bagaimana membangun komunikasi yang lebih efektif antara pengusaha dan media massa. Mendengar apa yang dipikirkan para pengusaha mengenai media dan persepsi mereka tentang bagaimana media bekerja dalam mendapatkan berita benar-benar membuka mata saya.” Nina Suartika, Reporter Radio Voice of Human Rights “Saya tidak hanya belajar keterampilan jurnalistik tentang bagaimana mengumpulkan informasi dan menyusun berita, tapi juga belajar mengenai hal-hal yang harus dihadapi para pengusaha selama krisis dan pentingnya keterbukaan antara pengusaha dan wartawan, khususnya di saat situasi krisis.”
pemberian penghargaan untuk menghargai kontribusi para jurnalis dan media dalam mempromosikan isu-isu perburuhan. Masih dalam satu rangkaian dengan lomba ini, empat lokakarya tentang isu perburuhan diselenggarakan pada Oktober 2009 di empat kota besar: Jakarta, Malang, Batam dan Mataram. Lokakarya tersebut diikuti 90 jurnalis dari berbagai media. Acara tersebut bertujuan membantu jurnalis dan media untuk memperluas pemahaman mereka mengenai isu dan permasalahan terkait perburuhan, khususnya di tingkat provinsi. Dengan menggunakan pendekatan praktis dan partisipatif, lokakarya ini diharapkan dapat memberikan persepsi yang jelas mengenai relevansi dan dimensi sosial dari isu serta permasalahan terkait perburuhan, yang pada gilirannya mampu melahirkan lebih banyak lagi peliputan mengenai perburuhan, baik di media elektronik maupun cetak. D
21
wawancara
Wawancara
Akhir Alan Boulton dengan the Jakarta Post
Pemerintah harus perhatikan
pekerja informal
Alan Boulton Director ILO Jakarta Office 2001-2009
Alan Boulton, perwakilan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di Jakarta mengakhiri masa jabatannya selama delapan tahun di Indonesia pada November 2009. Di bawah kepemimpinannya, ILO memainkan peran sebagai mitra negara ini dalam perkembangan ketenagakerjaan. Berikut adalah cuplikan wawancara dengan Ridwan Max Sijabat dari The Jakarta Post yang diterbitkan Senin, 30 November 2009. Bagaimana pendapat Anda mengenai perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia selama delapan tahun belakangan ini? Indonesia telah berbuat banyak dalam meningkatkan kondisi perburuhan dan ketenagakerjaannya. Sejumlah contoh termasuk penyempurnaan paket reformasi perundangan ketenagakerjaan yang telah memberikan sistem baru dalam penyelesaian perselisihan industrial, kemajuan dalam permasalahan pekerja anak, perhatian yang lebih besar kepada hak-hak pekerja migran dan penekanan lebih pada perbaikan kebijakan ketenagakerjaan. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi Indonesia dalam bidang ini. Terdapat kebutuhan akan penciptaan lapangan kerja yang lebih besar untuk menyerap para lulusan sekolah sebelum mereka lulus, dan mengatasi masalah pengangguran yang cukup kronis. Ini merupakan penyianyian dari aset sumber daya manusia nasional yang besar dan merupakan tantangan serius di saat Indonesia berupaya mengentaskan kemiskinan. Juga diperlukan perhatian yang lebih besar kepada hak-hak 70 juta pekerja, termasuk pekerja rumah tangga perempuan yang saat ini berada di sektor informal. Apakah kondisi ekonomi dan mata pencaharian pekerja memburuk dan mengapa? Kendati Indonesia mampu menghindari dampak besar dari krisis keuangan global saat ini, krisis ini sangat berdampak besar pada sektor ekspor dengan adanya penutupan pabrikpabrik dan pemberhentian kerja. Krisis ini pun mempengaruhi bagian-bagian lain ekonomi sehingga menyulitkan bagi banyak perusahaan untuk mempertahankan kesamaan tingkat kegiatan dan kerja, yang berakibat pada hilangnya pekerjaan di sektor-sektor lain. Selanjutnya, terdapat kecenderungan ke arah pekerjaan yang lebih tidak aman di banyak negara berkembang. Dalam kasus Indonesia, proporsi angkatan kerja di ekonomi informal meningkat tahun-tahun belakangan ini.
22
Krisis memang ikut bertanggungjawab untuk hal ini, namun praktik-praktik ketenagakerjaan pun berubah dan tawaran kerja yang ada umumnya bersifat tidak aman dan sementara. Apapun alasannya, hal ini menjadi pola yang sedang muncul di Indonesia. Apa tren ketenagakerjaan dan sosial di masa mendatang? ILO baru-baru ini menerbitkan laporan berjudul “Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2009: Pemulihan dan langkah-langkah selanjutnya melalui pekerjaan yang layak”. Laporan ini menunjukkan bahwa krisis keuangan global telah berdampak buruk terhadap Indonesia melalui jatuhnya ekspor, yang mengakibatkan meluasnya kehilangan pekerjaan bagi para pekerja sub-kontrak, musiman dan lepas di industriindustri ekspor yang memang paling terkena dampak krisis ini. Laporan pun memperlihatkan bahwa ketersediaan kredit yang terbatas bagi perusahaan kecil dan menengah (UKM) menghambat pemulihan ekonomi dan penyerapan kerja dalam sektor ini dan sektor-sektor ekonomi lainnya. Jika krisis keuangan Asia 1998-1999 dijadikan acuan, dibutuhkan beberapa tahun agar indikator-indikator seperti pengangguran, produktivitas, kemiskinan dan jumlah pekerja dalam sektor ketenagakerjaan yang rentan untuk kembali ke masa sebelum krisis. Strategi-strategi untuk meningkatkan situasi ini perlu menyikapi masalah kualitas pendidikan dan pelatihan agar dapat mempersiapkan pekerja Indonesia dengan lebih baik dan meningkatkan keterampilan mereka sehingga perusahaan lebih memiliki daya saing dalam ekonomi yang terglobalisasi. Kendati sudah ada perundangan ketenagakerjaan, mayoritas pekerja baik di sektor formal dan informal belum terlindungi. Komentar Anda? Seperti juga banyak negara berkembang lainnya, ada masalah di Indonesia dalam hal penegakkan hukum. Ini artinya, kerap kali terjadi perselisihan yang berkepanjangan untuk memastikan para pekerja menerima hak mereka sesuai dengan peraturan atau perjanjian kerja bersama. Hal ini seharusnya ditanggulangi melalui layanan pengawas ketenagakerjaan yang lebih efektif, murah dan transparan dari para penegak hukum. Permasalahan yang dihadapi mereka yang berada di lapangan kerja informal jauh berbeda. Para pekerja informal kerap kali tidak menikmati hak-hak yang diatur dalam peraturan ataupun perjanjian. Ini dapat menyebabkan berbagai masalah di Indonesia mengingat penduduknya saat ini lebih terinformasi mengenai bagaimana seharusnya perlakuan yang adil dan tidak lagi dapat menoleransi kesewenang-wenangan. Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk melindungi pekerja yang memasuki sektor informal? Hak-hak dan perlindungan-perlindungan dasar dalam sektor informal perlu lebih ditegakkan. Terhadap bukti-bukti eksploitasi di sejumlah sektor perlu diberkan aksi peringatan oleh pemerintah dan pembuat hukum. Para pekerja rumah tangga, misalnya, tidak memilik hak atas upah, jam dan
cuplikan
kondisi kerja yang memadai serta pensiun. Pemerintah harus memberikan keamanan yang lebih besar kepada para pekerja di ekonomi informal melalui jalinan kerja sama dengan pemerintah dan perwakilan pekerja setempat untuk menanggulangi permasalahan seperti hak pekerja, perizinan dan peraturan.
pojok karyawan
Menurut Anda, apakah sistem upah yang rendah merupakan permasalahan ketenagakerjaan utama di Indonesia? Untuk berbagai alasan Indonesia perlu menciptakan peluang kerja bagi pekerja berketerampilan rendah. Ini artinya mendorong dan mendukung industri-industri padat karya, kendati upah dan kondisi di industri-industri ini relatif buruk. Dengan berjalannya waktu, dasar keterampilan angkatan kerja Indonesia perlu ditingkatkan dengan pendidikan dan pelatihan yang lebih baik sehingga para pekerja dapat mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan baik.
SESI PEMBELAJARAN PBB: Staf ILO mengikuti Sesi Pembelajaran PBB mengenai HIV dan AIDS pada 19 Februari dan 26 Maret 2010. Tujuan dari program ini adalah meningkatkan kesadaran mengenai informasi dasar HIV and AIDS dan menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap HIV dan AIDS. D
Bagaimana memperbaiki sistem upah minimum yang ada? Sistem pengupahan minimum telah melalui berbagai perubahan tahun-tahun belakangan ini dan secara umum telah melahirkan peningkatan upah yang sejalan dengan inflasi. Dalam sejumlah hal, terlalu banyak harapan terhadap sistem ini. Kebanyakan sistem upah minimum di seluruh dunia dirancang untuk melindungi angkatan kerja yang berupah paling minim. Namun, di Indonesia sistem ini tidak mencakup pekerja-pekerja di sektor informal (sekitar 70 persen dari angkatan kerja). Sistem ini pun cenderung meneratapkan “angka rata-rata” bagi pekerja di sektor formal. Inilah bagaimana sistem penetapan upah ditetapkan di negara ini dan akan sulit untuk mengubahnya. Apakah Anda melihat perlunya semua konfederasi dan serikat pekerja, seperti Australia, membentuk partai politik atau membuat perjanjian politik dengan partaipartai yang ada sebagai saluran aspirasi para pekerja? Serikat-serikat pekerja akan lebih berpengaruh pada pemerintah dan memiliki kekuatan tawar terhadap pengusaha apabila mereka menemukan cara untuk bekerja sama secara efektif. Apakah hal ini melibatkan merjer merupakan permasalahan yang harus diputuskan sendiri oleh serikat dan pekerja. Namun, tren di banyak negara adalah memiliki satu organisasi nasional. Sejalan dengan perkembangan serikat di Indonesia (mengingat kebebasan berserikat sudah berjalan 11 tahun di negara ini) mereka akan mulai menemukan caracara untuk memperkuat perwakilan pekerja di forum-forum pembuat kebijakan. Saat ini, mungkin masih sulit bagi serikatserikat pekerja untuk membentuk partai politik karena hal ini melibatkan aliansi dengan partai-partai yang ada. Namun, ini Indonesia dan, ya, Anda tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi!
PENGEMBANGAN TIM: Kantor ILO Jakarta menggelar kegiatan pembangunan tim sebagai bagian dari program ILO untuk pengembangan karyawannya pada November 2009. Tujuannya adalah membangun lingkungan kerja yang berorientasi kelompok dan meningkatkan motivasi kerja para staf. D
PESTA PERPISAHAN: Alan Boulton, Direktur ILO Jakarta, mengakhiri penugasannya selama delapan tahun di Indonesia pada November 2009. Pesta perpisahan digelar sebagai penghormatan terhadap kontribusinya bagi program ILO di Indonesia. “Kami mendoakan yang terbaik untuk tugas selanjutnya di Australia!” D
Smart Workers adalah bincang-bincang radio interaktif, kerja sama ILO dengan radio SmartFM yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak mendasar di tempat kerja. Bagi Anda yang tertarik mempelajari lebih lanjut tentang isu ketenagakerjaan, simak terus 95,9 FM! Kontak: (021) 398 33 888 SMS: 0812 1112 959
23
ketenagakerjaan
Membangun Akses Pedesaan yang Lebih Baik di Nias UNTUK mendukung strategi umum negara guna menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan manajemen sumber daya berkesinambungan, ILO melaksanakan Proyek Akses dan Pengembangan Kapasitas Pedesaan-Kepulauan Nias (Nias-RACBP) selama tiga tahun, sejak 2009 sampai 2012. Dibiayai Dana Multidonor untuk Aceh dan Sumatera Utara (MDFANS), proyek ini memfokuskan diri pada perbaikan jaringan transportasi pedesaan strategis di tiga kelompok wilayah di bagian utara, selatan dan barat Kepulauan Nias.
kepentingan. Dibuka oleh Widjang Winarno dari Kementerian Pengembangan Daerah Tertinggal. Dalam sambutannya, Widjang menekankan pentingnya Proyek Nias-RACB dalam mendukung pengembangan lapangan kerja dan ekonomi di Kepulauan Nias melalui akses dan kapasitas sumber daya manusia yang lebih baik. Dia juga menegaskan adanya
Proyek ini menggabungkan pendekatan “keterhubungan jaringan jalan” dan “biaya terkecil” dalam konstruksi dan rehabilitasi yang memerlukan perawatan minimum. Proyek ini juga mengintegrasikan sub-komponen akses pedesaan, pelatihan serta pengembangan kapasitas yang mencakup semua tahapan dalam siklus proyek, termasuk latihan sambil bekerja, pembelajaran dari proyek-proyek sebelumnya, keterlibatan masyarakat, memastikan keseimbangan dan pengintegrasian jender serta penggunaan optimal tenaga kerja dan bahan-bahan konstruksi yang tersedia di sana, dikombinasikan dengan peralatan ringan. Setelah disahkan oleh Bank Dunia, 26 Oktober 2009 silam, proyek telah melaksanakan beberapa aktivitas, seperti: -
Pengembangan dan pelaksanaan rencana mobilisasi bagi perekrutan staf, kantor, peralatan dan kendaraan.
-
Perekrutan konsultan untuk Penyusunan Prioritas Infrastruktur Transportasi Pedesaan (Rural Transport Infrastructure Prioritization/RTIP) serta pengembangan kapasitas perencanaan dan strategis.
-
Lokakarya sosialisasi terakhir di Gunungsitoli, 19-20 Januari 2010.
Lokakarya sosialisasi ini bertujuan menyusun kriteria seleksi sub-proyek dan menyelesaikan hasil-hasil rancangan kerangka kerja berdasarkan masukan dari para pemangku
PERTENGAHAN 2009, ILO diminta pemerintah Indonesia untuk memberikan bantuan teknis, membuat perangkat konsultasi kebijakan yang dapat menganalisa efektivitas dan efisiensi dalam bidang lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Saat itu, pemerintah Indonesia tengah mengeluarkan paket stimulus fiskal, dengan investasi infrastruktur publik sebesar Rp 12,2 triliun untuk mengatasi dampak krisis keuangan global. Sejak saat itu pula Program Investasi Padat Lapangan Kerja bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Ekonomi dan Badan Pusat Statistik membuat Matrik Akuntansi Sosial Dinamis (Dynamic Sosial Accounting Matrix/DySAM). DySAM adalah sebuah instrumen yang didasarkan pada matrik akuntansi sosial statis yang memuat informasi tambahan tentang akun-akun nasional sepanjang waktu. Analisis kelipatan DySAM dapat membantu pembuat keputusan lebih memahami hubungan interdependensi dinamis antara berbagai sektor dan institusi yang ada di perekonomian. Sejak Oktober 2009, data untuk membuat matrik ini dikumpulkan dari beberapa kementerian termasuk Kementerian
dukungan kuat yang diberikan pemerintah dan masyarakat setempat bagi pelaksanaan proyek. Kegiatan lanjutan dalam pembangunan juga perawatan akses dan infrastruktur pedesaan strategis serta rehabilitasi/ rekonstruksi fasilitas-fasilitas cagar budaya di Nias juga terus dilakukan. Di samping itu, peran dan tanggung jawab setiap pemangku kepentingan juga dijabarkan agar pekerjaan infrastruktur dan konstruksi dapat terlaksana dengan efektif. D
Pekerjaan Umum, Bappenas, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Badan Pusat Statistik. DySAM memiliki akun satelit lapangan kerja serta data detail yang memungkinkan pembuat keputusan mempertimbangkan peran pilihan teknologi dalam investasi publik. Sama seperti Matrik Akuntansi Sosial (Sosial Accounting Matrix/SAM) standar, DySAM dapat dikembangkan dengan memasukkan informasi tambahan, seperti akun satelit lingkungan hidup dan emisi CO2. “Untuk meningkatkan kapasitas pengguna, ILO memberikan pelatihan kepada staf beberapa kementerian dan perwakilan akademisi. Program pelatihan ini menggabungkan pembelajaran sendiri selama satu bulan dengan pelatihan intensif selama dua minggu, dan para peserta pelatihan akan diberikan kesempatan untuk mengaplikasikan keterampilan yang sudah mereka kembangkan dengan membuat sebuah studi kasus,” ujar Emma Allen, staf peneliti ILO. Menurut Emma, beberapa akademisi telah dipilih untuk ikut dalam program pelatihan untuk pelatih dan diiharapkan model ini akan diluncurkan pertengahan 2010 nanti. D