4
Populasi penelitian dibagi menjadi dua lapisan berdasarkan cluster perumahan BNR. Cluster-cluster dengan ukuran rumah ≤ 100 m2 digolongkan sebagai lapisan 1 sedangkan cluster-cluster dengan ukuran rumah > 100 m2 digolongkan sebagai lapisan 2. Teknik pengacakan dalam masing-masing lapisan menggunakan pengacakan sederhana. Dalam pengacakan sampel disiapkan juga sampel cadangan untuk mengantisipasi tingginya tingkat nonrespon. 3. Analisis Data a. Analisis statistika deskriptif untuk melihat karakteristik responden secara umum. Pada penelitian ini dibuat pie chart untuk melihat karakteristik responden, seperti umur, pendidikan, dan lama kerja responden. Analisis statistika deskriptif juga dilakukan dengan membuat tabulasi data untuk melihat asal daerah PRT, penyebab kegagalan mendapatkan responden, dan alokasi penghasilan PRT untuk masing-masing jenis pengeluarannya. Selain itu, disajikan pula ringkasan statistik dalam bentuk nilai rata-rata untuk peubah pendapatan dan pengeluaran responden. b. Analisis korespondensi untuk melihat kedekatan antara kategori-kategori pada peubah karakteristik PRT dengan kategori-kategori pada peubah besarnya persentase penghasilan yang digunakan untuk konsumsi dan penggunaan pulsa per bulan. Data yang digunakan untuk analisis korespondensi berupa data frekuensi dari tabel kontingensi berukuran IxJ dimana I merupakan banyaknya kategori pada peubah karakteristik responden dan J merupakan banyaknya kategori pada peubah besarnya persentase penghasilan yang digunakan untuk konsumsi dan penggunaan pulsa per bulan. Dari tabel kontingensi dibuat matriks korespondensi P yang kemudian diuraikan menggunakan prinsip SVD. SVD diperlukan untuk mereduksi dimensi data berdasarkan keragaman data terbesar dengan mempertahankan informasi yang optimum. c. Analisis regresi logistik biner untuk mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap besarnya alokasi penghasilan PRT untuk konsumsi, dengan tahapan sebagai berikut: 1) Memodelkan seluruh peubah penjelas dengan peubah respon (Lampiran 5) dan menduga parameter dengan metode kemungkinan maksimum. 2) Melakukan pengujian parameter secara simultan menggunakan uji-G dan secara parsial menggunakan uji Wald. 3) Pemilihan model terbaik menggunakan metode backward regression dengan nilai α 0.05. Analisis dimulai dengan model penuh kemudian peubah-peubah yang tidak nyata dieliminasi dari model melalui proses iterasi. Software yang digunakan dalam analisis data adalah software statistik dan Microsoft Excel 2007. PEMBAHASAN Pelaksanaan Survei Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PRT di perumahan BNR yang berjumlah 1037, sedangkan sampel yang diamati dengan bound of error sebesar 15% adalah 90 PRT melalui wawancara terstruktur. Setelah mendapatkan informasi mengenai kondisi perumahan BNR, dilakukan survei pendahuluan. Pada survei pendahuluan dihasilkan bahwa keragaman penggunaan penghasilan responden dalam dua lapisan berbeda sehingga metode PCAB digunakan untuk survei tahap II. Cluster-cluster dalam perumahan BNR dibagi menjadi dua lapisan berdasarkan ukuran rumahnya. Lapisan satu terdiri atas dua cluster sedangkan lapisan dua terdiri atas empat cluster. Pengumpulan data secara benar merupakan hal terpenting dari suatu penelitian. Hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena di lapangan banyak ditemui kendala yang bisa menyebabkan terjadinya error. Menjadikan PRT sebagai objek penelitian juga pekerjaan yang sulit. Rendahnya pendidikan PRT menyebabkan mereka sulit untuk mengungkapkan hal-hal yang agak bersifat pribadi, seperti pendapatan dan pengeluarannya. Ketidakkonsistenan responden dalam menjawab pertanyaan juga menjadi masalah tersendiri sehingga enumerator harus memeriksa jawaban responden sebelum meninggalkan responden.
5
Dari responden yang berhasil diwawancarai, mereka sangat bekerja sama dengan enumerator, dalam arti tidak bersikap galak, memusuhi atau takut kepada enumerator. Dalam menjawab pertanyaan pun hampir semua responden (90%) menjawab dengan jujur. Mereka menunjukkan sikap yang ramah dan santun kepada enumerator. Dari 189 PRT yang dikunjungi sebagai calon responden, sebanyak 99 orang tidak berhasil diwawancarai sehingga dapat dikatakan tingkat respon (respon rates) sebesar 47%. Kegagalan mendapatkan responden ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Penyebab Kegagalan Mendapatkan Responden Alasan Persentase sedang sibuk 17% tidak buka pintu 37% tidak mau diwawancara 16% tidak punya pekerja 10% PRT sudah pulang 3% tidak diizinkan majikan 7% seperti rumah kosong 10% Tabel 1 menunjukkan kegagalan mendapat responden paling banyak disebabkan para pekerja tidak mau membukakan pintu untuk enumerator. Hal ini sesuai kebiasaan warga di perumahan BNR untuk tidak menerima tamu asing dalam keperluan apapun. Responden juga gagal didapatkan karena mereka menolak untuk diwawancara dengan alasan tertentu, sedang melakukan pekerjaannya, tidak diizinkan majikan, serta rumah yang terpilih sebagai sampel tidak dihuni oleh pemiliknya. Nonrespon merupakan salah satu jenis error dalam survei (Alwin, 2007). Adanya error dalam survei dapat berpengaruh pada tingkat keakuratan kesimpulan yang diambil dari data sampel. Kevalidan kesimpulan yang diambil dari data survei juga dipengaruhi oleh jenis error yang lain, yaitu error karena tidak mencakup semua anggota populasi (coverage error), error karena hanya mengamati sebagian populasi (sampling error), dan error pengukuran (measurement error). Keempat error yang sering terjadi dalam survei ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Measurement error tersarang pada nonresponse error sedangkan nonresponse error tersarang pada sampling error, begitu juga dengan sampling error yang tersarang pada coverage error (Alwin, 2007).
Untuk mengurangi error dan pengaruhnya terhadap keakuratan kesimpulan yang diambil dari data dapat dilakukan dengan memilih disain penarikan contoh yang tepat, menyiapkan sampel cadangan, menjelaskan dari awal mengenai tujuan survei, dan hatihati dalam membacakan pertanyaan kepada responden agar tidak menyinggung perasaan responden. Penyiapan sampel cadangan untuk mengantisipasi tingginya tingkat nonrespon sebenarnya kurang efisien dalam penggunaan sumber daya. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengubah teknik pengacakan sampel. Penarikan contoh secara sistematik di setiap lapisan merupakan cara yang lebih efisien. Dalam metode ini, untuk memilih sebuah contoh berukuran n unit dari N populasi, kita ambil sebuah unit secara acak dari k (k=N/n) unit yang pertama, selanjutnya mengambil setiap kelipatan k. Dibandingkan dengan penarikan contoh acak sederhana, cara ini lebih mudah, khususnya untuk pelaksanaan di lapangan, dan lebih akurat. Karakteristik Responden PRT di Bogor didominasi oleh perempuan, yaitu sebesar 89%, karena pekerjaanpekerjaan yang dilakukan umumnya merupakan jenis pekerjaan untuk perempuan seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci, menyeterika, dan mengasuh anak.
31-40 tahun 15%
>40 tahun 19%
<=20 tahun 36% 21-30 tahun 30%
Gambar 1. Sebaran Usia Responden Gambar 1 memperlihatkan bahwa profesi pekerja rumah tangga ini didominasi oleh kaum muda. Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan kesanggupan seseorang untuk bekerja sehingga wajar jika para PRT ini berada dalam usia produktif. PRT yang statusnya sudah menikah sebanyak 48.9% dan sebanyak 51.1% belum menikah. Bagi yang sudah menikah mereka bekerja untuk menjalankan roda kehidupan rumah tangganya. Bagi yang belum menikah,
6
tamat SMA 13%
tamat SMP 37%
tidak sekolah 12%
tamat SD 38%
Gambar 2. Sebaran Pendidikan Responden
Terakhir
PRT yang berasal dari dalam kota Bogor ada sebanyak 45.55% sedangkan sisanya berasal dari kota-kota lain di Jawa Barat, bahkan banyak juga yang berasal dari luar Jawa Barat (Tabel 2). Hal ini menyebabkan sebagian besar para PRT ini tinggal menetap dengan majikannya. Tabel 2
Sebaran Responden Berdasarkan Asal Daerahnya Alamat asal Frekuensi Persentase satu desa 2 2.22% satu kab/kota 39 43.33% satu provinsi 14 15.56% luar provinsi 35 38.89%
Para PRT di Bogor umumnya merupakan pekerja baru yang belum genap 1 tahun bekerja dengan majikannya. Namun, beberapa di antara mereka juga tergolong pekerja yang loyal dengan majikannya, terlihat dari masa kerjanya yang sudah mencapai >1 tahun, bahkan 13% diantaranya sudah bekerja >5 tahun (Gambar 3).
Aktivitas Responden Sebagian besar (73%) PRT di Perumahan BNR dipekerjakan untuk membersihkan rumah, memasak, mencuci, dan menyeterika, atau dengan kata lain sebagai pembantu. Sementara itu, sebanyak 14% bekerja sebagai baby sitter atau pengasuh anak. Dua jenis pekerjaan tersebut sebagian besar dikerjakan oleh PRT perempuan. PRT laki-laki umumnya bertugas sebagai penjaga rumah (7%), tukang kebun (4%) maupun sopir. Para PRT ini rata-rata bekerja 12 jam tiap harinya. Akan tetapi, untuk baby sitter dan penjaga rumah memiliki jam kerja yang lebih lama yaitu sebanyak 24 jam. Berbeda halnya dengan pembantu yang umumnya hanya bekerja setengah hari. Untuk para pembantu biasanya bekerja mulai pukul 06.00 WIB dimulai dengan menyiapkan sarapan, kemudian mencuci, membersihkan rumah, dan menyeterika. Jika sudah selesai mereka bisa beristirahat sampai majikan pulang kerja. Sementara itu, jam kerja baby sitter dimulai dari anak asuhnya bangun sampai tertidur lagi. Pendapatan dan Pengeluaran Responden Pendapatan PRT di Bogor berkisar antara Rp 275.000,- s.d. Rp 1.500.000,- per bulan, dengan rata-rata sebesar Rp 543.000,-. Sebagian besar responden (68%) memiliki gaji pokok ≤ Rp 500.000 setiap bulannya. Berdasarkan hasil uji Khi-Kuadrat, besar gaji pokok para PRT ini berkorelasi dengan masa kerjanya dengan nilai-p sebesar 0.02 (Lampiran 2). Hubungan itu juga dapat dilihat pada Gambar 4. 1000000
Penghasilan
mereka bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya. Sebagian besar PRT di Bogor hanyalah lulusan SD dan SLTP sehingga tergolong dalam tenaga kerja tidak terampil dan berpendidikan rendah. Rendahnya tingkat pendidikan merupakan salah satu kendala untuk memasuki bidang-bidang pekerjaan di sektor formal.
800000 600000 400000 200000
Masa Kerja
0
<1th 3 s.d 5 tahun 8%
> 5 tahun 13%
1-3 th Perempuan
< 1 tahun 50%
1 s.d < 3 tahun 29%
Gambar 3. Sebaran Masa Kerja Responden
3-5 th
>5th
Laki-laki
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Masa Kerja dengan Penghasilan Responden Terdapat perbedaan besarnya gaji pokok antara PRT dalam kedua lapisan. Besarnya rata-rata gaji pokok PRT pada lapisan 1 adalah Rp 452.142,- sedangkan pada lapisan 2
7
rata-rata gaji pokok PRT adalah sebesar Rp 668.818,-. Perbedaan besarnya gaji pokok ini dapat dilihat dari boxplot pada Lampiran 3. Gambar tersebut menunjukkan PRT yang bekerja pada majikan dengan ukuran rumah besar memiliki gaji yang lebih tinggi. Keragaman besar gaji PRT pada lapisan dua relatif lebih beragam daripada lapisan satu. Hal ini terlihat dari ukuran boxplot pada lapisan dua yang lebih panjang. Selain mendapatkan gaji pokok, mereka juga mendapatkan bonus di luar gaji pokoknya. Sebanyak 59% PRT menerima THR ketika hari raya. Setiap bulannya sebanyak 46% PRT juga menerima uang jajan yang rata-ratanya mencapai Rp 70.000,-. Mereka juga terkadang diberi gaji ekstra/tips jika ada acara tertentu, bantuan keluarga/pendidikan, serta uang sabun. Beberapa kebutuhan sehari-hari para PRT ini juga dipenuhi majikannya. Sebanyak 90% PRT kebutuhan makan/minumnya sudah dipenuhi majikannya. Mereka yang tidak mendapat fasilitas makan/minum biasanya yang bertugas sebagai penjaga rumah atau yang tidak menetap dengan majikannya. Selain kebutuhan makan/minum, mereka juga biasanya diberi perlengkapan mandi, pakaian, pengobatan, dan ada pula yang diberi peralatan kosmetik oleh majikannya. Para pekerja ini rata-rata menghabiskan penghasilannya sebesar Rp. 489.000,- setiap bulannya dengan bound of error sebesar 16%. Gambar 5 menunjukkan hubungan antara pengeluaran responden dengan masa kerjanya. Responden dengan masa kerja lebih lama cenderung memiliki pengeluaran lebih besar karena gaji yang mereka miliki juga lebih besar. Pekerja yang berjenis kelamin laki-laki juga cenderung memiliki pengeluaran lebih besar karena penghasilan yang mereka dapatkan digunakan untuk menghidupi seluruh keluarganya. 1200000
Pengeluaran
1000000 800000 600000 400000 200000
Masa Kerja
0
<1th
1-3 th 3-5 th
Perempuan
Gambar
5.
>5th
Laki-laki
Grafik Hubungan Antara Pengeluaran Responden per Bulan dengan Masa Kerjanya
Sebanyak 74.4% PRT tidak menggunakan penghasilannya untuk konsumsi makanan/minuman. Penghasilan yang mereka miliki banyak digunakan untuk pengeluaran nonkonsumsi yang rata-ratanya mencapai Rp 367.777,-. Boxplot pada Lampiran 4 juga menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara pengeluaran konsumsi dan nonkonsumsi responden. Pengeluaran nonkonsumsi responden memiliki keragaman yang cukup tinggi. Pengeluaran nonkonsumsi ini meliputi pengeluaran untuk pulsa, pakaian, kosmetik, perlengkapan mandi, remitan, dan pendidikan anak. Besarnya persentase penghasilan yang digunakan untuk masingmasing jenis pengeluaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3
Besarnya Persentase Penghasilan untuk Masing-Masing Jenis Pengeluaran Jenis Pengeluaran Persentase Konsumsi 19% Nonkonsumsi 56% Pulsa 10% Pakaian 7% Transportasi 1% Remitan 24% Pendidikan 8% Lainnya 5% Tabungan 25%
Tabel 3 memperlihatkan bahwa responden hanya menggunakan 19% dari total penghasilannya untuk keperluan konsumsi sedangkan sisanya untuk keperluan nonkonsumsi dan tabungan. Penggunaan penghasilan untuk keperluan nonkonsumsi paling banyak digunakan untuk remitan yang mencapai 24% dari total penghasilan, pengeluaran pulsa sebesar 10%, pendidikan anak 8%, dan pakaian 7%. Selain untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, para PRT juga menyisihkan sebagian penghasilannya sebagai tabungan. Besarnya persentase penghasilan yang ditabung oleh responden tiap bulannya mencapai 25% dari total penghasilan. Analisis Korespondensi Penggunaan Penghasilan Responden Analisis korespondensi untuk melihat kedekatan hubungan antara besarnya persentase penggunaan penghasilan responden untuk keperluan konsumsi dengan
8
karakteristik demografinya dapat dilihat pada Gambar 6. Perhitungan analisis korespondensi menghasilkan total keragaman sebesar 2.000. Dua dimensi pertama hanya mampu menerangkan 38.38% total keragaman. Akar ciri pertama memberikan nilai inersia sebesar 23.28% sedangkan akar ciri kedua memberikan nilai inersia sebesar 15.1%. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pekerja yang berjenis kelamin laki-laki umumnya sudah bekerja dalam jangka waktu yang lama, yaitu lebih dari 5 tahun atau antara 3-5 tahun dengan majikannya. Mereka yang sebagian besar berpendidikan SMA ini mengalokasikan dominan penghasilannya untuk konsumsi. PRT yang tidak tinggal menetap dengan majikannya juga cenderung mengalokasikan dominan penghasilannya untuk konsumsi. Hal ini disebabkan kebutuhan konsumsi mereka tidak dipenuhi oleh majikannya. Pekerja yang berjenis kelamin wanita cenderung menggunakan sedikit penghasilannya untuk keperluan konsumsi. Para pekerja ini memiliki karakteristik umurnya relatif muda yaitu ≤ 20 tahun sehingga belum menikah, dan berpendidikan SD atau SMP. Selain itu, para pekerja ini tinggal menetap dengan majikannya sehingga kebutuhan konsumsi sehari-hari sudah dipenuhi oleh majikannya. Masa kerja
pekerja-pekerja ini umumnya kurang dari 1 tahun. Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, tidak terkecuali PRT. Dari 90 orang PRT, 64% di antaranya atau sebesar 54 responden memiliki HP. Bahkan, 9.25% PRT memiliki HP lebih dari satu. Mereka menganggap HP sangat penting, terutama bagi yang berasal dari luar Bogor. Selain untuk menelepon dan sms, para PRT juga menggunakan HP untuk foto, mendengarkan musik dan radio, serta mengakses internet. HP yang dimiliki pun cukup bagus, dilihat dari harganya 44% responden memiliki HP yang harganya berkisar antara Rp 500.000-1.000.000,-, bahkan 13% diantaranya memiliki HP dengan harga > Rp 1.000.000,-. Kepemilikan HP ini berimbas pada kebutuhan pulsa yang harus selalu dipenuhi. Analisis statistika deskriptif terhadap penggunaan pulsa responden per bulan memberikan hasil bahwa besarnya rata-rata nilai peubah ini adalah Rp 60.722,- per bulan. Banyaknya pulsa yang dihabiskan tiap bulannya juga tergantung kepada karakteristik masing-masing responden. Untuk melihat asosiasi antara peubah penggunaan pulsa per bulan dengan karakteristik responden juga digunakan analisis korespondensi.
1.5 TL
1.0
U4 0
Component 2(15.1%)
SD
0.5
T1 U1
0.0
K1
<=100000 BM
-0.5
SM
P
U3
M
TM T4
T2
SMP
K2
U2
-1.0
T3
-1.5
SMA
L
>100000
-2.0 -2.0
-1.5
-1.0 -0.5 0.0 0.5 Component 1(23.28%)
1.0
1.5
Keterangan: Penggunaan Penghasilan utk Konsumsi K1. <=20% total penghasilan (dominan) K2. >20% total penghasilan Usia(U) U1. <=20 tahun U2. 21-30 tahun U3. 31-40 tahun U4. >40 tahun Penggunaan pulsa per bulan 0 <= 100.000 >100.000 Jenis Kelamin L. Laki-laki P. Perempuan Status Pernikahan SM. Sudah menikah BM. Belum menikah Status tinggal M. Menetap dengan majikan TM. Tidak menetap dengan majikan Masa Kerja T1. <1tahun T2. 1-3 tahun T3. 3-5 tahun T4. >5 tahun
Gambar 6. Plot Korespondensi Penggunaan Penghasilan Responden untuk Keperluan Konsumsi
9
Plot korespondensi pada Gambar 6 memperlihatkan bahwa PRT yang berumur 31-40 tahun atau > 40 tahun letaknya berdekatan dengan pengeluaran pulsa per bulan 0 yang menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki HP sehingga tidak menggunakan penghasilannya untuk keperluan pulsa. Mereka umumnya hanya lulus SD atau bahkan tidak bersekolah dan sudah menikah. Hal ini terjadi karena seseorang yang tidak sekolah cenderung memiliki kemampuan membaca dan menulis yang rendah padahal untuk mengoperasikan HP seseorang membutuhkan kemampuan tersebut. Selain itu, usia responden yang relatif sudah tua juga memengaruhi kepemilikan HP. Mereka menganggap HP bukan suatu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi. PRT yang berpendidikan SMA dan SMP serta berusia ≤ 20 tahun atau 21-30 tahun memiliki pengeluaran pulsa ≤ Rp 100.000,dan > Rp 100.000,-. Adanya penghasilan yang digunakan untuk pulsa menunjukkan bahwa mereka memiliki HP. Untuk PRT yang berpendidikan SMA dan berusia 21-30 tahun letaknya relatif dekat dengan pengeluaran pulsa > Rp 100.000,- per bulan sedangkan PRT yang berpendidikan SMP letaknya relatif dekat dengan pengeluaran pulsa ≤ Rp 100.000,- per bulan. Model Regresi Logistik Analisis regresi logistik menggunakan 6 peubah penjelas menghasilkan nilai statistik uji-G sebesar 61.029 dengan nilai-p sebesar 0.000 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada taraf nyata 5% setidaknya ada satu yang tidak sama dengan nol di antara peubah penjelas tersebut. Berdasarkan hasil uji Wald ada dua peubah penjelas yang nyata pada taraf 5%, yaitu peubah jenis kelamin dan status tinggal (Lampiran 6). Tabel 4. Peubah yang Nyata terhadap Respon Peubah B Wald nilai-p X2(1) X3(1) X4 X4(1) X4(2) X4(3) X6(1) Constant
2.629 3.546 -1.646 -3.994 -1.913
6.882213 9.087644 8.504892 1.489761 7.576407 2.477752
0.0087 0.0025 0.0366 0.2222 0.0059 0.1154
2.107 -2.824
6.990411 6.178184
0.0081 0.0129
Pemilihan model terbaik menggunakan backward regression dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai statistik uji-G dari model ini sebesar 51.74 dengan nilai-p 0.000. Terdapat empat peubah penjelas yang nyata pada taraf 5%, yaitu peubah jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, dan status tinggal. Berdasarkan peubah-peubah yang nyata, maka dapat dibentuk model logit sebagai berikut:
dengan -2.824 + 2.629X2(1) + 3.546X3(1) 1.646X4(1) – 3.994X4(2) – 1.913X4(3) + 2.107X6(1) Ketepatan prediksi model yang diperoleh dari hasil analisis regresi logistik dapat diketahui melalui tabel klasifikasi. Tabel klasifikasi dari model ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Ketepatan Prediksi Model Prediksi Aktual % Benar Rendah Tinggi Rendah 67 2 97.1 Tinggi 6 15 71.4 % Keseluruhan 91.1 Tabel 5 memperlihatkan bahwa dari 21 responden yang mengalokasikan > 20% penghasilannya untuk konsumsi hanya 15 orang atau sebesar 71.4 % yang dapat diklasifikasian dengan tepat sedangkan dari 69 responden yang mengalokasikan ≤ 20% penghasilannya untuk konsumsi, sebesar 67 responden atau sebesar 97.1% diklasifikasikan dengan tepat. Total klasifikasi yang tepat dari 90 orang responden adalah sebanyak 82 responden atau 91.1 %. Tabel 6 Peubah X2(1) X3(1) X4(1) X4(2) X4(3) X6(1)
Nilai Rasio Odds dari Peubah Penjelas SK 95% Rasio odds Bawah Atas 13.86 34.67 0.193
1.944207 3.45727 0.013725
98.80783 347.6798 2.710139
0.018 0.148 0.122
0.001071 0.013645 1.724745
0.316576 1.598229 39.21207
10
Interpretasi koefisien peubah dalam regresi logistik dilakukan melalui nilai rasio oddsnya. Nilai rasio odds untuk masingmasing peubah penjelas dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil dari rasio odds pada Tabel 6 menunjukkan bahwa PRT yang berjenis kelamin laki-laki (X2) memiliki kecenderungan mengalokasikan dominan penghasilannya untuk konsumsi lebih besar 13.86 kali daripada PRT yang berjenis kelamin perempuan. Sementara itu, PRT yang sudah menikah memiliki kecenderungan mengalokasikan dominan penghasilannya untuk konsumsi lebih besar 34.67 kali daripada PRT yang belum menikah. Dengan tingkat kepercayaan 95% dipercaya bahwa responden yang tidak sekolah memiliki kecenderungan mengalokasikan dominan penghasilannya untuk konsumsi sebesar 0.193 kali dibandingkan dengan responden yang lulus SMA. Responden yang lulus SD memiliki kecenderungan untuk mengalokasikan dominan penghasilannya untuk konsumsi sebesar 0.018 kali dibandingkan dengan responden yang lulus SMA. Sementara itu, responden yang lulus SMP memiliki kecenderungan untuk mengalokasikan dominan penghasilannya untuk konsumsi sebesar 0.148 kali dibandingkan dengan responden yang lulus SMA. Peubah status tinggal (X6) memiliki nilai rasio odds sebesar 0.122. Hal ini berarti PRT yang tinggal menetap dengan majikannya memiliki kecenderungan mengalokasikan dominan penghasilannya untuk konsumsi lebih besar 0.122 kali dibandingkan dengan PRT yang tinggal menetap dengan majikannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Melakukan penelitian di suatu perumahan dan mengambil objek survei seorang PRT harus sangat berhati-hati karena tingkat nonrespon cukup tinggi. Tingkat nonrespon yang tinggi ini dapat berpengaruh terhadap keakuratan kesimpulan yang diambil dari data. Metode penarikan contoh yang dipilih juga harus seefisien mungkin agar menghemat penggunaan sumber daya. 2. Sebagian besar PRT tidak menggunakan penghasilannya untuk keperluan konsumsi. Mereka lebih banyak menggunakan penghasilannya untuk
keperluan nonkonsumsi, seperti pulsa, pakaian, dan kosmetik. 3. Analisis korespondensi antara karakteristik PRT dengan penggunaan penghasilannya menunjukkan bahwa PRT yang berjenis kelamin perempuan, berumur relatif muda, menetap dengan majikannya dan belum menikah cenderung mengalokasikan ≤ 20% penghasilannya untuk konsumsi. Sementara itu, PRT yang berjenis kelamin laki-laki, tidak menetap dengan majikannya, dan sudah menikah cenderung mengalokasikan dominan penghasilannya untuk konsumsi. 4. Analisis regresi logistik menghasilkan bahwa peubah jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, dan status tinggal berpengaruh terhadap besarnya alokasi penghasilan PRT yang digunakan untuk konsumsi. Saran 1. Untuk mengurangi nonrespon dalam melakukan survei di perumahan sebaiknya ada koordinasi dengan pihak keamanan dan pengurus perumahan tersebut untuk memberitahukan kepada warga tentang adanya pelaksanaan survei. 2. Penarikan contoh di setiap lapisan sebaiknya dilakukan secara sistematik agar lebih efisien dan mudah dalam pelaksanaan di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Alwin, Duane F. 2007. Margins of Error: A Study of Reliability in Survey Measurement. New York : John Wiley&Sons. Antari, N. L. S. 2007. Pengaruh Pendapatan, Pendidikan, dan Remitan terhadap Pengeluaran Konsumsi Pekerja Migran Nonpermanen di Kabupaten Badung. http://www.ejournal.unud.ac.id/. [11 Maret 2009] Greenacre, M. J. 1984. Theory and Applications Correspondence Analysis. London: Academic Press, Inc. Hosmer, D. W, dan Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression.New York: John Wiley and Sons. Lebart et al. 1984. Multivariate Descriptive Statistical Analysis. Translated by Elisabeth Moraillton Berry. New York : John Wiley&Sons. Scheaffer, Richard L. 1990. Elementary Survey Sampling. Boston: PWS – KENT Publishing Company.