Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
PEMAHAMAN APARATUR PERBENDAHARAAN ATAS SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP PENGELUARAN KAS DAERAH Putri Ayu Palupi Wahyuningtyas
[email protected]
Ikhsan Budi Riharjo Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The purpose of this research is to find out the comprehension of the Treasury Apparatus to the Government Internal Control System to the cash expenditure of Local Treasurer of Surabaya city government. The scope of discussion in this research is the internal control of cash expenditure for goods and services. The data collection technique has been conducted by performing interview and documentation while the qualitative descriptive is used as the analysis technique. Based on the result of the research, the Government Internal Control System has been carried out on the procedure of cash expenditure for goods and services in accordance with the prevailing regulations, and it is supported by the elements of government internal control which are: environmental control, risk assessment, activity control, monitoring, and communication and information. In order to increase the control the effectiveness and efficiency the Procurement of goods and services in the Surabaya city government has been running the e–procurement system since 2012 which is the application of procurement service eletronically in the government procurement goods and services. Keywords: Government Internal Control System, Goods and Services Expenditure, Local Treasurer. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman aparatur perbendaharaan atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Pengeluaran Kas Pada Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemerintah Kota Surabaya. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah pengendalian intern atas pengeluaran kas belanja barang dan jasa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis menggunakan deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, SPIP atas prosedur pengeluaran kas pada belanja barang dan jasa telah dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan didukung dengan unsur-unsur pengendalian intern pemerintah yang terdiri dari: Lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, pemantauan, serta informasi dan komunikasi. Sedangkan guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengendalian, sejak tahun 2012 pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya telah menggunakan sistem e-procurement, yaitu aplikasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Kata Kunci: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Belanja Barang Dan Jasa, Bendahara Umum Daerah (BUD).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
2
PENDAHULUAN Manajemen keuangan daerah tidak terlepas dari perencanaan dan pelaksanaan anggaran daerah oleh pemerintah daerah demi mewujudkan pelayanan publik yang sebaikbaiknya. Di era otonomi ini, masing-masing daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Kualitas pelayanan yang baik tergantung pada kelancaran pemerintah daerah dalam hal pendanaan untuk belanja dan membiayai semua aktivitas kepemerintahan. Banyaknya aktivititas yang harus didanai dan dengan terbatasnya sumber dana, mengharuskan pemerintah daerah untuk lebih bijak dalam membelanjakan sumber dananya. Optimalisasi sumber dana harus dilakukan sebaik mungkin guna ketersediaannya kepada satuan-satuan kerja yang memberikan pelayanan kepada publik. Untuk mencapai pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Tuntutan transparansi dan akuntabilitas pada laporan keuangan pemerintah daerah harus diimbangi dengan adanya suatu sistem yang mengatur dan mengelola keuangan daerah. Penerapan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) dan sistem akuntansi pemerintah daerah (SAPD) yang baik dalam pengelolaan kas umum daerah memiliki peran yang sangat krusial dalam terwujudnya hal tersebut. SPIP adalah suatu hal yang penting yang perlu diterapkan dengan baik di lingkungan pemerintahan baik pusat ataupun daerah, mengingat masih banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur pemerintah seperti korupsi bahkan sampai laporan keuangan pemerintah yang mendapatkan opini wajar dengan pengecualian, tidak wajar bahkan disclaimer. Memaksimalkan hasil dari setiap dana yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan implementasi anggaran berbasis kinerja dalam tujuan utama pengelolaan kas, karena dari setiap rupiah yang dikeluarkan atau dibelanjakan oleh pemerintah harus memberikan nilai dan manfaat jangka panjang kepada masyarakat. Landasan pengelolaan keuangan dalam hal pemeriksaan pembelanjaan dan pertanggungjawaban atas pengeluaran pemerintah telah diatur dalam Paket Peraturan Perundang-Undangan Keuangan Negara, diantaranya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengeolaan Dan Tangung Jawab Keuangan Negara. Tujuan dari dibentuknya paket perundang-undangan tersebut agar pemerintah daerah dapat mengelola keuangan daerah secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Beberapa peraturan lain yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2008 TentangPokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan peraturan lain yang sesuai. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) memiliki peran yang sangat krusial dalam hal fungsi pengelolaan kas daerah mulai dari perencanaan kas, penerimaan dan pengeluarannya, hingga pelaporannya. Dalam terciptanya anggaran publik yang efektif, terkait dengan 3 fungsi anggaran, yaitu sebagai alat alokasi sumber daya publik, alat distribusi, dan stabilisasi maka sistem akuntansi pengelolaan pengeluaran kas merupakan alat yang vital untuk proses mengalokasikan dan mendistribusikan sumber dana publik
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
3
secara ekonomis, efisien, dan efektif, serta adil dan merata. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem yang memadai dan sumber daya manusia yang handal dalam pengelolaan tersebut. Pada manajemen keuangan pemerintah daerah, penganggaran dan pengelolaan kas daerah merupakan dua hal yang berbeda, baik secara teknis maupun resiko. Penganggaran memuat prakiraan arus kas masuk dan arus kas keluar. Sedangkan pengelolaan kas pemerintah daerah memuat banyak hal yang merupakan indikator dalam mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang baik, karena berfungsi sebagai pengontrol penerimaan kas, menjamin keamananpenerimaan, meningkatkan kontrol dan prosedur atas cara-cara pembayaran, serta menghilangkan saldo kas menganggur (Syukriy, 2010). Oleh karena itu, sudah seharusnya jika pengelolaan kas daerah lebih diprioritaskan dalam manajemen keuangan pemerintah. Pengendalian pengeluaran kas daerah merupakan hal yang paling penting dalam pengelolaan kas daerah, karena dalam hal ini rentan akan terjadinya penyimpangan-penyimpangan atau bahkan korupsi yang tentu saja dalam jangka panjang akan merugikan tidak hanya keuangan daerah, tetapi juga masyarakat. Fungsi pengelolaan kas daerah dilaksanakan oleh bendahara daerah yang memuat tentang perencanaan hingga pelaporan aliran kas daerah yang mencerminkan penerimaan serta pengeluaran pada kas daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1 angka 61 menyatakan bahwa dalam pengelolaan keuangan daerah terdapat Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) yang memuat tentang pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran. Penyusunan anggaran kas pemerintah daerah dilakukan untuk mengatur ketersediaan dana dalam mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana dalam DPASKPD yang telah disahkan. Dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah, tidak terlepas dari adanya pengeluaran. Pengeluaran kas daerah meliputi pengeluaran pembiayaan daerah dan belanja daerah yang terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Pada belanja langsung, lebih dalam akan dibahas tentang belanja barang dan jasa. Dalam pengadaannya, baik skala kecil ataupun besar, tidak terlepas dari adanya kemungkinan-kemungkinan terjadinya fraud dan korupsi. Pengelolaan pengeluaran kas daerah erat kaitannya dengan sistem pengendalian intern pemerintah dan sitem akuntansi pengeluaran kas yang merupakan sistem yang digunakan untuk mencatat seluruh transaksi pengeluaran kas. Sistem dan prosedur yang mengatur tentang pengeluaran kas daerah ini diharapkan dapat membantu dalam terwujudnya pemenuhan pelayanan publik yang lebih baik, serta transparansi dan akuntabilitas pengelolaan kas daerah. Adapun yang menjadi fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui Pemahaman Aparatur Perbendaharaan Atas SPIP Terhadap Prosedur Pengeluaran Kas Pada Bendahara Umum Daerah Kota Surabaya. TINJAUAN TEORETIS Pengendalian Intern (PI) Secara umum, Pengendalian Intern merupakan bagian dari masing-masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman pelaksanaan operasional perusahaan atau organisasi tertentu. Sedangkan Sistem Pengendalian Intern merupakan kumpulan dari pengendalian intern yang terintegrasi, berhubungan dan saling mendukung satu dengan yang lainnya. Menurut Mulyadi (2001:180), pengendalian intern sebagai suatu proses yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
4
dijadikan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut: (a) keandalan pelaporan keuangan; (b) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku; (c) efektivitas dan efisiensi operasi. Pengendalian Intern (Internal Control) adalah merupakan rencana organisasi dan metode yang di gunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva, menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya, memperbaiki efisiensi, dan mendorong ditaatinya kebijakan manajemen (Krismiaji, 2010:218). Tujuan Pengendalian Intern Tujuan pengendalian intern menurut Mulyadi (2001:163) adalah: (a) menjaga kekayaan organisasi; (b) mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi; (c) mendorong efisiensi; (d) mendorong dipenuhinya kebijakan manajemen. Pengendalian intern dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya perusahaan. Pengendalian intern dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan. Komponen Pengendalian Intern Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) memperkenalkan adanya lima komponen pengendalian intern yang meliputi Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penilaian Resiko (Risk Assesment), Aktivitas Pengendalian (Control Procedure), Pemantauan (Monitoring), serta Informasi dan Komunikasi (Information and Communication). Lingkungan Pengendalian (Control Environment), mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi manajemen (manajemen yang progresif atau yang konservatif), struktur organisasi (terpusat atau terdesentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini amat penting karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang lain. Penilaian Risiko (Risk Assesment). Pada dasarnya setiap organisasi memiliki risiko dan dalam kondisi apapun risiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit) maupun non bisnis. Suatu risiko yang telah diidentifikasi dapat dianalisis dan dievaluasi sehingga dapat diperkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya. Identifikasi dan analisa atas resiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan yaitu mengenai penentuan “bagaimana resiko dinilai untuk kemudian dikelola”. Komponen ini hendaknya mengidentifikasi resiko baik internal maupun eksternal untuk kemudian dinilai. Sebelum melakukan penilain resiko, tujuan atau target hendaknya ditentukan terlebih dahulu dan dikaitkan sesuai dengan level-levelnya. Prosedur Pengendalian (Control Activities), ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut: (a) personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib; (b) pelimpahan tanggung jawab; (c) pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait; (d) pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
5
Pemantauan (Monitoring), pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. Pengendalian intern dapat dimonitor dengan baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha pemantauan yang terakhir dapat dilakukan dengan cara mengamati perilaku karyawan atau tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh sistem akuntansi. Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur korporasi atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan sistem pengendalian intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication), merupakan elemenelemen yang penting dari pengendalian intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen sebagai pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan. Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal. Hukum, peristiwa, dan kondisi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal. Informasi dan Komunikasi, menampung kebutuhan perusahaan didalam mengidentifikasi, mengambil, dan mengkomukasikan informasiinformasi kepada pihak yang tepat agar mereka mampu melaksanakan tanggung jawab mereka. Di dalam perusahaan (organisasi), Sistem informasi merupakan kunci dari komponen pengendalian ini. Informasi internal maupun eksternal, aktifitas, dan kondisi maupun prasyarat hendaknya dikomunikasikan agar manajemen memperoleh informasi mengenai keputusan-keputusan bisnis yang harus diambil, dan untuk tujuan pelaporan eksternal. Kelima komponen ini terkait satu dengan yang lainnya, sehingga dapat memberikan kinerja sistem yang terintegrasi yang dapat merespon perubahan kondisi secara dinamis. Sistem Pengendalian Internal terjalin dengan aktifitas operasional perusahaan, dana akan lebih efektif apabila pengendalian dibangun ke dalam infrastruktur perusahaan, untuk kemudian menjadi bagian yang paling esensial dari perusahaan (organisasi). Sistem Pengendalian Intern (SPI) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. SPI yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah disebut SPI Pemerintah (SPIP). SPIP wajib dilaksanakan oleh menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Menurut AICPA - American Institute of Certified Public Accountant (dalam Hartadi, 2000:3), sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, semua metode dan ketentuan-ketentuan, yang terkoordinir yang dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian, dan seberapa jauh data usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
6
Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijaksanaan manajemen (Mulyadi, 2001:163) Unsur SPI Unsur pokok sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2001:164) adalah: (a) struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional secara tegas; (b) sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan biaya; (c) praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi; (d) karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 ini juga merupakan pelaksanaan dari amanat yang ada dalam Pasal 58 Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Sementara teknis pelaksanaan dari SPIP ini harus dikerjakan dan menjadi tanggungjawab dari setiap Instansi Pemerintah, baik yang ada di Pemerintah (Pusat) maupun di Pemerintah Daerah. Tujuan SPIP Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Pasal 2 Ayat (3), SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai terhadap empat hal, yaitu: (a) tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara; (b) keandalan pelaporan keuangan; (c) pengamanan aset negara; (d) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Tujuan tersebut mengisyaratkan bahwa jika dilaksanakan dengan baik dan benar, SPIP akan memberi jaminan dimana seluruh penyelenggara negara, mulai dari pimpinan hingga pegawai di instansi pemerintah, akan melaksanakan tugasnya dengan jujur dan taat pada peraturan. Akibatnya, tidak akan terjadi penyelewengan yang dapat menimbulkan kerugian negara. Hal ini akan dapat dibuktikan, misalnya, melalui laporan keuangan pemerintah yang andal dan mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian. Keuangan Daerah Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 1 Angka 6 dan 8 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah). Fungsi pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah Kepala SKPKD yang mempunyai tugas
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
7
melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas bendahara umum daerah. Kas Umum Daerah dan Rekening Kas Umum Daerah Kas merupakan suatu aktiva lancar (Current Assets) yang meliputi uang logam, uang kertas atau sejenisnya, merupakan alat pembayaran yang sah yang bisa digunakan sebagai alat tukar dan mempunyai dasar pengukuran akuntansi. Kas merupakan asset yang paling lancar/likuid dan paling beresiko, sehingga perlu manajemen kas yang seketat mungkin untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan perusahaan. Kas adalah alat tukar yang memungkinkan manajemen menjalankan berbagai kegiatan usahanya, tidak terkecuali manajemen kas dearah pada pemerintah daerah, karena pemberian pelayanan yang baik kepada publik tidak terlepas dari usaha pemerintah daerah dalam kemampuannya menyediakan kecukupan dana atau kas untuk memenuhi kewajiban financial tepat pada waktunya. Kas Daerah atau Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan Uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 BAB I Pasal 1 Angka 4 Tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 BAB I Pasal 1 Angka 20 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah). Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan Uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. Dalam rangka pengelolaan uang daerah, PPKD membuka rekening kas umum daerah pada bank yang ditentukan oleh kepala daerah. Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah dapat membuka rekening penerimaan pada Bank Umum yang ditunjuk oleh gubernur/bupati/walikota untuk mendukung kelancaran pelaksanaan operasional penerimaan maupun pengeluaran daerah. Pengeluaran Daerah Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 BAB I Pasal 1 Angka 25 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah). Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu (Peraturan Daerah Kota Surabaya No.10 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 Angka 20 Tentang Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah). Pengeluaran daerah terdiri dari belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 BAB III Pasal 18 Ayat 1, 2, 3 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Daerah Kota Surabaya No.12 Tahun 2008 BAB III Pasal 18 Ayat 1, 2, 3 Tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
8
Pelaksanaan fungsi pengeluaran kas daerah dilaksanakan oleh bendahara pengeluaran daerah. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. Sistem Akuntansi Menurut Mulyadi (2001:3) sistem akuntansi adalah organisasi formulir, catatan, dan laporan yang dikoordinasi sedemikian rupa untuk menyediakan informasi keuangan yang memudahkan manajemen guna memudahkan pengelolaan perusahaan. Sistem akuntansi dibuat untuk memberikan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen sebuah perusahaan guna memudahkan pengelolaan perusahaan. Sistem dan Prosedur Akuntansi Pemerintah Daerah Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Akuntansi pemerintahan didefinisikan sebagai suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran, atau suatu transaksi keuangan serta penafsiran atau informasi keuangan tersebut (Yardhi, 2001:3). Indra Bastian (2000:15) menyatakan bahwa akuntansi sektor publik dapat didefinisikan sebagai “…mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta”. Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. Prosesnya didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal dan buku besar, dan apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu. Dalam sistem akuntansi pemerintahan ditetapkan entitas pelaporan dan entitas akuntansi yang menyelenggarakan sistem akuntansi pemerintahan daerah. Sistem akuntansi pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) pada satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) dan sistem akuntansi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dilaksanakan oleh pejabat penatausahaan keuangan satuan kerja perangkat daerah (PPK-SKPD). PPK-SKPD mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 233, sistem akuntansi pemerintah daerah secara garis besar terdiri atas empat prosedur akuntansi, meliputi: (a) prosedur akuntansi penerimaan kas; (b) prosedur akuntansi pengeluaran kas; (c) prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; (d) prosedur akuntansi selain kas. Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
9
Sistem Akuntansi Dan Prosedur Pengeluaran Kas Sistem dan prosedur pengeluaran kas merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pelaksanaan pengelolaan/manajemen kas. Sistem akuntansi pengeluaran kas merupakan sistem yang digunakan untuk mencatat seluruh transaksi pengeluaran kas. Penatausahaan pengeluaran kas merupakan serangkaian proses kegiatan menerima, menyimpan, menyetor, membayar, menyerahkan, dan mempertanggung jawabkan pengeluaran uang yang berada dalam pengelolaan SKPKD (Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah) dan/atau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Prosedur akuntansi pengeluaran kas meliputi serangkaian proses, baik manual maupun terkomputerisasi, mulai dari pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan, sampai pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berkaitan dengan pengeluaran kas pada SKPD atau SKPKD. Prosedur pengeluaran kas pada SKPD dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada PPK-SKPD, sedangkan pada SKPKD dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada SKPKD. Fungsi akuntansi pada PPK-SKPD berdasarkan bukti transaksi pengeluaran kas melakukan pencatatan ke dalam jurnal pengeluaran kas, disertai rekening awal asal pengeluaran kas tersebut. Pada akhir periode, fungsi akuntansi pada PPK-SKPD atau fungsi akuntansi pada SKPD menyusun laporan keuangan. Dalam prosedur akuntansi pengeluaran kas, terdapat empat sub sistem, yaitu: (a) Sub Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas - Pembebanan Uang Persediaan (UP); (b) Sub Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas - Pembebanan Ganti Uang Persediaan (GU); (c) Sub Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas - Pembebanan Tambahan Uang Persediaan (TU); (d) Sub Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas-Pembebanan Langsung (LS). Struktur Organisasi Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Gambaran Obyek Penelitian Sesuai dengan masalah yang dibahas dalam penelitin ini, pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati, serta menitikberatkan pada pemahaman, pemikiran dan presepsi peneliti dalam menganalisa fakta-fakta dan data-data empiris untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sesuatu hal. Dalam hal ini, peneliti akan meneliti mengenai pengendalian dalam pengelolaan pengeluaran kas daerah pada Pemerintah Kota Surabaya.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
10
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan cara-cara sebagai berikut: (a) dokumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data berupa bagan struktur organisasi, acuan dasar pada kas daerah, sitem akuntansi kas daerah, dokumen-dokumen pendukung sitem, dan data anggaran daerah; (b) wawancara, yaitu kegiatan bertanya secara langsung dengan sumber-sumber informasi yang terkait di Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan guna memperoleh informasi mengenai struktur organisasi, acuan dasar pada kas daerah, sistem akuntansi kas daerah, dokumen-dokumen yang digunakan, kendala-kendala yang dihadapi, data laporan keuangan sebagai sumber pertanggungjawaban. Satuan Kajian Unit analisis merupakan obyek penelitian yang diinginkan peneliti sebagai klasifikasi pengumpulan data. Peneliti dapat menentukan unit analisis yang paling sesuai dengan kebutuhan penelitian. Satuan kajian atau unit analisis yang akan dianalisis antara lain: (a) Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang ada pada Bendahara Umum Daerah Kota Surabaya, guna mengetahui seberapa efektif pelaksanaannya, tentunya dengan menggunakan beberapa unit analisis pendukung seperti struktur organisasi, prosedur pelaksanaan sistem, dan dokumen-dokumen terkait pengeluaran kas belanja barang dan jasa; (b) Sistem Akuntansi Kas Umum Daerah, untuk mengetahui seberapa baikkah sistem akuntansi kas umum daerah dalam sistem pengeluaran kas belanja barang dan jasa, guna pemenuhuan kebutuhan publik pada Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Kota Surabaya. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif, sehingga dapat menganalisis elemen-elemen sistem akuntansi kas umum daerah yang diterapkan oleh obyek yang diteliti, kemudian dibandingkan dengan teori pendukung agar dapat diterapkan sistem pengendalian intern dalam sistem akuntansi pemerintah daerah secara memadai. Adapun langkah-langkah dalam analisis ini adalah: (a) melakukan identifikasi dan merumuskan masalah yang ada; (b) mengungkapkan teori-teori pendukung; (c) membandingkan hasil identifikasi masalah yang ada dalam pengelolaan kas pada instansi pemerintahan daerah dengan teori pendukung, sehingga dapat diketahui letak perbedaannya yang berkaitan dengan sistem akuntansi kas umum daerah; (d) berdasarkan analisis data yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan untuk kemudian memberikan tambahan refrensi kepada pihak terkait yang dapat membantu dalam kemajuan program selanjutnya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Pengendalian Intern Pemerintah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah berdasarkan PP Nomor 60 tahun 2008 digunakan sebagai pendukung Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Pengendalian intern, dilaksanakan dalam lima bentuk: Pertama, Lingkungan Pengendalian, dilaksanakan dalam bentuk penetapan struktur organisasi yang tepat dan sesuai dengan wewenang serta tanggungjawab masing-masing bagian. Pemisahan wewenang dan tanggungjawab secara struktural yang telah ditetapkan secara jelas dalam struktur organisasi akan menghasilkan adanya suatu pemerintahan yang baik. Pemisahan tanggungjawab secara tegas juga akan mendukung terciptanya suatu
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
11
pengendalian intern yang memadai guna memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan, terutama belanja barang dan jasa. Struktur organisasi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keunangan (DPPK) Kota Surabaya telah digambarkan dan dijelaskan tugas pokok dan fungsinya pada gambar 1 baik selaku Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun selaku Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Namun sebagai SKPKD yang bertugas melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah (BUD), tentunya terdapat bagian-bagian dalam struktur organisasi yang mendapatkan kuasa BUD. Penjabaran wewenang telah diatur sedemikian rupa untuk lebih memudahkan dalam pemahaman tugas dan fungsi-fungsinya, sehingga kegiatan dapat dilaksanakan secara lebih efisien dan efektif. Stuktur organisasi yang berkaitan dengan belanja barang dan jasa ada pada Bidang Anggaran dan Perbendaharaan serta Bidang Kas dan Akuntansi. Dalam strukturnya, kuasa BUD berada pada Bidang Kas dan Akuntansi. Berdasarkan penelitian, struktur organisasi DPPK Kota Surabaya sudah baik sebagaimana standar struktur organisasi DPPK yang ada. Namun kepala bidang kas dan akuntansi menjabarkan: “...Seharusnya struktur organisasi dapat menggambarkan empat fungsi bidang yang berbeda secara jelas yang meliputi fungsi pendapatan, fungsi anggaran, fungsi penatausahaan, dan fungsi akuntansi. Untuk fungsi anggaran tergabung dalam bidang anggaran dan perbendaharaan, didalamnya terdapat seksi perbendaharaan yang seharusnya terpisah dan disusun dalam bidang tersendiri bersamaan dengan seksi kas. Bidang perbendaharaan dan kas akan menggambarkan lebih jelas fungsi penatausahaan. Sedangkan untuk fungsi akuntansi digambarkan dalam bidang akuntansi yang berisi seksi akuntansi dan seksi evaluasi dan pelaporan...” Jadi, berdasar penjabaran tersebut struktur organisasi nantinya akan terbagi menjadi lima bidang yaitu Bidang Pendapatan Pajak Daerah dan Bidang Perimbangan Dan Lain-Lain Pendapatan. Bidang anggaran yang terbagi menjadi Seksi Anggaran Pendapatan dan Seksi Anggaran Belanja. Bidang Perbendaharaan Dan Kas yang terbagi menjadi Seksi Perbendaharaan dan Seksi Kas. Terakhir adalah Bidang Akuntansi yang tebagi menjadi Seksi Akuntansi dan Seksi Evaluasi Dan Pelaporan. Namun pada hakikatnya, struktur organisasi di DPPK Kota Surabaya sudah berjalan dengan baik, teratur, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Kedua, Penilaian Resiko, dilaksanakan dalam bentuk identifikasi dan pemahaman resiko yang memungkinkan terjadinya gangguan dalam proses belanja barang dan jasa. Disini tidak menutup kemungkinan akan adanya kecurangan, namun dalam ini kepala bidang kas dan akuntansi memberikan penjelasan. “...Untuk pengadaan barang dalam hal penetuan spesifikasi barang, itu adalah tanggungjawab PPKm. Disini, kecurangan dalam hal benar atau tidaknya kualitas barang yang disediakan oleh pihak rekanan (penyedia) ini kemungkinan dapat terjadi, oleh karena itu PPKm dijabat oleh orang yang memang kompeten, terlatih, dan bersertifikat, sehingga resiko kecurangan itu sangat kecil sekali. Bahkan dalam hal pengadaan barang dan jasa, pemerintah daeerah lain menjadikan Surabaya sebagai tujuan studi banding mereka...” Dari penjelasan tersebut celah akan adanya kecurangan masih saja bisa terjadi, namun upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam meminimalisir hal tersebut sudah
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
12
sangat baik dan menjadikan sistem pengadaan barang dan jasa Surabya sebagai percontohan bagi daerah lain merupakan suatu apresiasi bagi pemerintah kota surabaya. Ketiga, Aktivitas Pengendalian berupa prosedur pengendalian dilaksanakan dalam bentuk penempatan pihak yang kompeten dalam bidangnya, pemisahan tanggung jawab, serta pengamanan dokumen-dokumen yang terkait proses pengadaan barang dan jasa. Kuasa BUD dalam belanja barang dan jasa ada pada Bidang Kas Dan Akuntansi. Namun berdasar penuturan kepala bidang kas dan akuntansi, disini terjadi perangkapan fungsi. “...Saya disini bertugas sebagai pencatat sekaligus pembayar yang seharusnya dijabat oleh dua orang yang berbeda, namun dalam hal ini masih kami laksanakan dalam lingkup yang sesuai dengan peraturan daerah yang ada...” Berdasarkan struktur organisasinya, dalam setiap bagiannya tentunya memiliki tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dalam bidang kas dan akuntansi telah terdapat pemisahan bagian antara Seksi Kas, Seksi Akuntansi, serta Seksi Evaluasi Dan Pelaporan. Bidang kas dan akuntansi berkaitan dengan pencatatan dan penyiapan dokumen-dokumen yang diperlukan, sedangkan untuk pembayaran adalah wewenang bendahara pengeluaran. Disini tergambar dengan jelas bahwa masih terdapat celah dalam pengendalian intern pada BUD. Dengan banyaknya peraturan yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa serta langkah penyesuaiannya menjadikan pengendalian intern dalam belanja barang dan jasa secara keseluruhan dapat dikatakan sudah baik. Otorisasi SPP dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dan PPK-SKPD sebelum diajukan ke Pengguna Anggaran untuk penerbitan SPM. Pemisahan tanggung jawab harus secara tegas memisahkan fungsi Bendahara Pengeluaran, PPK-SKPD, dan PPTK. Pengamanan fisik Memastikan bahwa copy dokumen SPP dan SPM disimpan dalam tempat tersendiri dan dokumen bukti asli diarsipkan bersamaan dengan dokumen SPP dan SPM. Keempat, Pemantauan, Berdasarkan Peraturan Kepala Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No. 002/PRT/KA/VIII/2009 Tentang Pedoman Pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/Jasa Pemerintah menyatakan bahwa monitoring dan evaluasi terhadap seluruh pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan oleh ULP. Pemantauan dilaksanakan dalam bentuk pemantauan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak rekanan pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa. Mengenai hal ini kepala seksi kas menjelaskan. “...Pemantauan dilaksanakan oleh PPKm, tetapi dalam kasus pengadaan barang tertentu, PPKm akan dibantu oleh tenaga ahli yang memang mengerti dalam spesifikasi barang yang diminta dan memeriksa agar barang dan jasa yang diminta sesuai dengan perjanjian. Disini, BUD hanya mengecek kelengkapan persyaratan untuk selanjutnya penerbitan SP2D...” Dari hasil analisis tersebut, BUD merupakan pihak yang memberikan otorisasi atas permintaan penyediaan dana, sedangkan dalam hal pembelanjaan atau penggunaan dana sudah merupakan tanggungjawab pengguna anggaran dan dalam hal pemantauan atas belanja barang dan jasa merupakan kewenangan PPKm dan ULP. Lima, Informasi dan Komunikasi, dilaksanakan dalam bentuk pemberian informasiinformasi yang dibutuhkan dan mengkomukasikannya kepada pihak yang tepat dalam struktur organisasi agar mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka guna menjamin ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang ada. Informasi juga dinyatakan dalam bentuk laporan keuangan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
13
Analisis Sistem Akuntansi Kas Umum Daerah Sitem akuntansi kas umum daerah tercermin dalam sistem akuntansi pemerintah daerah itu sendiri. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. Prosesnya didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal dan buku besar, dan apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu. Dalam pelaksanaannya, pada SKPKD sistem akuntansi pemerintahan daerah dilaksanakan oleh PPKD. Sedangkan pada SKPD dilaksanakan oleh PPK-SKPD. Akuntansi keuangan daerah berkaitan dengan penatausahaan pendapatan, belanja, pembiayaan, serta kekayaan dan kewajiban daerah. PPK-SKPD mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menjelaskan bahwa penyajian laporan keuangan berdasar PP Nomor 24 Tahun 2005. “...Dalam Sistem akuntansi daerah, disini dilaksanakan sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang terdapat 4 prosedur yaitu prosedur akuntansi penerimaan kas, prosedur akuntansi pengeluaran kas, prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah, dan prosedur akuntansi selain kas...” Berdasarkan penjelasan kepala bidang kas akuntansi tersebut, berikut prosedur akuntansi pengeluaran kas sesuai Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Analisis Prosedur Sitem Akuntansi Pengeluaran Kas Belanja Barang Dan JasaMekanisme UP dengan tahapan sebagai berikut: Pertama, Tahapan pengajuan SPP-UP sebagai berikut: (a) Pengguna Anggaran menyerahkan SPD kepada Bendahara dan PPK SKPD; (b) Berdasarkan SPD, Bendahara membuat SPP-UP beserta dokumen lainnya, yang terdiri dari surat Pengantar SPP-UP, ringkasan SPP-UP, Rincian SPP-UP, Salinan SPD, Surat Pernyataan Pengguna Anggaran, Lampiran lain (daftar rincian rencana penggunaan dana s.d. jenis belanja); (c) Bendahara menyerahkan SPP-UP beserta dokumen lain kepada PPK SKPD; (d) PPK-SKPD meneliti kelengkapan dokumen SPPUP dan kesesuaiannya dengan SPD dan DPASKPD; (e) SPP-UP yang dinyatakan lengkap akan dibuatkan Rancangan SPM oleh PPK-SKPD. Penerbitan SPM paling lambat 2 hari kerja sejak SPP-UP diterima; (f) Rancangan SPM ini kemudian diberikan PPKSKPD kepada Pengguna Anggaran untuk diotorisasi; (g) Jika SPP-UP dinyatakan tidak lengkap, PPK-SKPD akan menerbitkan Surat Penolakan SPM. Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-UP diterima; (h) Surat Penolakan Penerbitan SPM ini kemudian diberikan PPK-SKPD kepada Pengguna Anggaran untuk diotorisasi; (i) Surat Penolakan Penerbitan SPM diberikan kepada Bendahara agar Bendahara melakukan penyempurnaan SPP-UP. Kedua, Tahapan Penerbitan SP2D-UP sebagai berikut: (a) Pengguna Anggaran menyerahkan SPM kepada Kuasa BUD; (b) Kuasa BUD meneliti kelengkapan SPM yang diajukan; (c) Apabila SPM dinyatakan lengkap, Kuasa BUD menerbitkan SP2D, paling lambat 2 hari kerja sejak diterimanya pengajuan SPM; (d) SP2D ini diserahkan kepada Bank dan Pengguna Anggaran; (e) Kuasa BUD sendiri harus mencatat SP2D dan Nota Debet (Dari Bank) pada dokumen Penatausahaan, yang terdiri dari: Buku Kas Penerimaan, dan Buku Kas Pengeluaran; (f) Pengguna Anggaran menyerahkan SP2D kepada Bendahara; (g) Bendahara mencatat SP2D pada dokumen Penatausahaan, yang terdiri dari: BKU
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
14
Pengeluaran, Buku Pembantu Simpanan Bank, Buku Pembantu Pajak, Buku Pembantu Panjar, Buku Rekapitulasi Pengeluaran Per Rincian Objek; (h) Apabila SPM dinyatakan tidak lengkap, Kuasa BUD menerbitkan surat penolakan penerbitan SP2D paling lambat 1 hari kerja sejak SPM diterima; (i) Surat penolakan penerbitan SP2D ini diserahkan kepada Pengguna Anggaran agar dilakukan penyempurnaan SPM. Ketiga, Tahapan Pembelanjaan Dana UP sebagai berikut: (a) Bendahara Pengeluaran menyerahkan SP2D kepada Bank; (b) Berdasarkan SP2D yang diterima, Bank mencairkan dana; (c) Bank kemudian menyerahkan uang kepada Bendahara Pengeluaran dan memvalidasi SP2D. SP2D yang divalidasi ini kemudian diserahkan ke Kuasa BUD; (d) Bendahara Pengeluaran menyerahkan uang dan Bukti Pembayaran kepada Pihak Ketiga Penyedia Barang & Jasa; (e) Setelah menerima uang dan Bukti Pembayaran, Pihak Ketiga menandatangani Bukti Pembayaran kemudian diserahkan kembali kepada Bendahara Pengeluaran. Analisis Prosedur Sitem Akuntansi Pengeluaran Kas Belanja Barang Dan JasaMekanisme LS dengan tahapan sebagai berikut: Pertama, Tahapan Pelaksanaan Pengeluaran Belanja Barang Dan Jasa sebagai berikut: (a) Pengguna anggaran menyerahkan SPD kepada bendahara Pengeluaran dan berdasarkan SPD, melaksanakan lelang pekerjaan; (b) Setelah keluar dokumen Keputusan Lelang, Pengguna Anggaran membuat Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan; (c) Pengguna Anggaran menyerahkan Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Ketiga; (d) Pihak Ketiga melaksanakan pekerjaan dan membuat Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan; (e) Pihak Ketiga menyerahkan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan dan Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan kepada PPTK; (f) PPTK menyerahkan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan & Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan kepada Bendahara Pengeluaran. Kedua, Tahapan Pengajuan SPP-LS Barang dan Jasa sebagai berikut: (a) Berdasar SPD, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan, dan Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan, Bendahara Pengeluaran membuat SPP-LS dan dokumen lain. Dokumen lain tersebut terdiri dari Surat Pengantar SPP-LS Barang & Jasa, Ringkasan SPP-LS Barang & Jasa, Rincian SPP-LS Barang & Jasa. Lampiran SPP-LS antara lain Salinan SPD, Salinan Surat Rekomendasi dari SKPD terkait, SSP disertai faktur pajak yangditandatangani WP, dll; (b) Bendahara Pengeluaran menyerahkan SPP-LS beserta dokumen lain kepada PPK-SKPD untuk diteliti; (c) PPK-SKPD meneliti kelengkapan dokumen SPP-LS berdasarkan SPD yang diterima dari Pengguna Anggaran dan DPA-SKPD; (d) Bila SPP-LS dinyatakan lengkap, maka PPK-SKPD membuat SPM, paling lambat 2 hari kerja sejak SPP diterima; (e) PPK-SPKD menyerahkan SPM kepada Pengguna Anggaran untuk diotorisasi; (f) Jika SPP-LS dinyatakan tidak lengkap, PPK-SKPD akan menerbitkan Surat Penolakan SPM. Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja sejak SPP-LS diterima; (g) Surat Penolakan Penerbitan SPM ini kemudian diberikan PPK-SKPD kepada Pengguna Anggaran untuk diotorisasi; (h) Surat Penolakan Penerbitan SPM diberikan kepada Bendahara agar Bendahara melakukan penyempurnaan SPP-LS. Ketiga, Tahapan Penerbitan SP2D-LS Barang Dan Jasa sebagai berikut: (a) Pengguna Anggaran menyerahkan SPM kepada Kuasa BUD; (b) Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM; (c) Bila dokumen SPM dinyatakan lengkap, Kuasa BUD menerbitkan SP2D paling lambat 2 hari kerja sejak diterimanya pengajuan SPM. Kelengkapan dokumen untuk penerbitan SP2D antara lain: Surat Pernyataan tanggung jawab Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap; (d) Kuasa BUD menyerahkan SP2D kepada Bank dan Pengguna Anggaran; (e) Kuasa BUD sendiri harus mencatat SP2D dan Nota Debet ke dokumen Penatausahaan; (f) Pengguna Anggaran menyerahkan SP2D kepada Bendahara Pengeluaran; (g) Bendahara Pengeluaran mencatat SP2D ke dalam dokumen Penatausahaan yang terdiri dari: BKU Pengeluaran, Buku
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
15
Pembantu Simpanan/Bank, Buku Pembantu Pajak, Buku Pembantu Panjar, Buku Rekapitulasi Pengeluaran Per Rincian Objek; (h) Apabila SPM dinyatakan tidak lengkap, Kuasa BUD menerbitkan surat penolakan penerbitan SP2D paling lambat 1 hari kerja sejak SPM diterima; (i) Surat penolakan penerbitan SP2D ini diserahkan kepada Pengguna Anggaran agar dilakukan penyempurnaan SPM. Keempat, Tahapan Pembelanjaan Dana Barang Dan Jasa sebagai berikut: (a) Berdasarkan SP2D yang diterima, Bank mencairkan dana dan membuat Nota Debet. Nota Debet ini kemudian diserahkan kepada Kuasa BUD; (b) Bank membayarkan/mentransfer uang kepada Pihak Ketiga. Analisis Pembagian Kuasa dan Tanggungjawab Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD. Terkait dengan struktur organisasi, analisis pengendalian intern dalam prosedur belanja barang dan jasa dimulai dari pegguna anggaran. Dari hasil penelitian, Pengguna Anggaran (PA) merupakan pejabat pada SKPD, dalam hal ini dijabat oleh kepala dinas. PA menetapkan pejabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). KPA disini yaitu Kepala Sub Bagian pada SKPD terkait yang diberi wewenang sebagai PA. Berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010, tanggungjawab pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Di Pemerintahan Kota Surabaya disepakati untuk tidak dibentuk PPK, sehingga tugas-tugas PPK dilaksanakan oleh KPA. Dalam pelaksanaannya KPA menetapkan para Kepala Bidang sebagai PPK dan PPTK dipilih staf di masing-masing bidang. Dalam hal ini, kepala bidang kas dan akuntansi menjelaskan. “...Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lebih sering kita sebut dengan PPKm untuk lebih memudahkan dalam membedakannya dengan PPK-SKPD. Disini PPKm adalah kepala bidang dan pejabat dibawahnya merupakan PPTK...” Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 7 Ayat (3) menjelaskan, PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Hal ini didukung dengan PP Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 12 ayat (1), Pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan program dan kegiatan dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK. PPK merupakan jabatan fungsional yang merupakan jabatan yang dilihat dari segi fungsinya dalam satuan organisasi. PA memiliki wewenang untuk menetapkan PPK berdasarkan kemampuan teknisnya dalam hal pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Analisis Atas Dokumen Terkait Belanja Barang dan Jasa Sebagai pendukung prosedur belanja barang dan jasa agar berjalan dengan baik diperlukan adanya persyaratan administrtif berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan belanja barang dan jasa. Dari hasil analisa dokumen diketahui bahwa dokumen-dokumen beserta lampiranlampirannya yang digunakan dalam mendukung prosedur belanja barang dan jasa telah memadai dan sesuai dengan ketentuan perundangan, antara lain dokumen SPD, SPP LS/UP/GU/TU, SPM LS/UP/GU/TU, SP2D, SPJ, serta Berita Acara dan Dokumen penatausahaan yang mencakup buku pengeluaran dan buku-buku pembantu.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
16
Analisis Pelaksanaan Belanja Barang Dan Jasa Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 206, mekanisme pembayaran dilakukan melalui 4 cara yaitu mekanisme LS, UP, GU, TU. Disini, kepala bidang kas dan akuntansi memberikan penjelasan sebagai berikut. “...Pembayaran dengan LS biasanya digunakan untuk pengeluaran besar yang nilainya diatas Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah), sedangkan untuk pengeluaran yang dibawah Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) menggunakan UP...” Menurut batasan nilai pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang diatur dalam Perpres Nomor 54 Thun 2010 Pasal 15 Ayat (2) huruf a, yaitu Keanggotaan Unit Layanan Pengadaaan (ULP) wajib ditetapkan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya dengan nilai diatas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Mengenai hal ini, kepala seksi kas memberikan keterangan. “...Pemerintah Kota jika ingin membeli barang dan jasa dengan harga diatas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) tidak bisa melakukannya sendiri dan disini menggunakan ULP. Jadi, ULP disini digunakan untuk pengeluaran yang skalanya besar...” Berdasarkan penelitian, mekanisme LS digunakan atas pengadaan belanja barang dan jasa diatas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Disini pembayaran dengan LS juga digunakan dalam pengeluaran yang nilainya dibawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Namun, untuk pembayaran menggunakan LS yang nilainya dibawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) tidak menggunakan ULP karena dalam penggunaan ULP sudah terdapat batasan tersendiri. Terdapat ketidak sesuaian antara peraturan yang telah di tetapkan dengan pelaksanaannya. Disini, besaran batasan ditetapkan lebih rendah. Mengenai hal ini, kepala bidang kas dan akuntansi menjelaskan. “...Mungkin dalam pelaksanaannya terdapat ketidaksamaan dengan peraturan yang telah ada, hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dan mempercepat dalam prosesnya, namun tetap menjaga supaya pengendalian intern tetap baik...” Dalam penggunaan LS, uang yang keluar dari bank akan langsung dapat diterima oleh pihak ketiga. Sedangkan jika menggunakan UP, uang yang keluar dari bank akan melalui bendahara pengeluaran terlebih dahulu, setelahnya bendahara pengeluaran akan membayarkannya kepada pihak ketiga. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan data penelitian yang telah diperoleh dari Bendahara Umum Daerah Pemerintah Kota Surabaya yaitu Dinas Pendapatan dan Pengelolaaan Keuangan Kota Surabaya, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Berdasarkan hasil penelitian, sistem pengendalian intern pemerintah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya telah memadai, hal ini didukung oleh unsur-unsur sistem pengendalian intern pemerintah yang terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, pemantauan, serta informasi dan komunikasi; (2) Pengelolaan pengeluaran kas atas belanja barang dan jasa pada Bendahara Umum Daerah Pemerintah Kota Surabaya sudah sangat baik yang dilaksanakan berdasarkan aturan perundang-undangan yang mengatur tentang barang dan jasa namun dengan upaya untuk menjaga agar pengendalian intern tetap berjalan dengan baik, serta pengelolaan keuangan yang sesuai dengan visi dan misi yang profesional, akuntabel, transparan, efektif, dan efisien.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
17
Saran Berdasarkan hasil penelitian pada Bendahara Umum Daerah Pemerintah Kota Surabaya, maka penulis mencoba memberikan saran yang diharapkan bisa bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Bendahara Umum Daerah Pemerintah Kota Surabaya mengenai pengelolaan pengeluaran kas belanja barang dan jasa. Penulis menyarankan terkait aktivitas pengendalian, perlu adanya pemisahan yang lebih baik lagi atas fungsi operasi dan fungsi pencatatan, sehingga peran dan tanggungjawab pejabat pengelola keuangan daerah akan berjalan lebih baik lagi sesuai dengan prosedur dan peraturan yang ada. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, S. 2008. Siapakah Yang Seharusnya Menjadi PPTK?. http://syukriy.wordpress.com/2008/07/29/siapakah-yang-seharusnya-menjadi-pptk/. Diakses tanggal 14 Maret 2014. Abdullah, S. 2010. Manajemen Kas Daerah.http://syukriy.wordpress.com/2010/02/05/manajemenkas-daerah/. Diakses tanggal 23 Oktober 2013. Anisma, Y. dan E. Susanti. 2010. Evaluasi Manajemen Pengelolaan Kas Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal Ekonomi 18(1). Universitas Riau. Bastian, I. 2010. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. Halim, A. 2007. Akuntansi Sektor Publik - Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Kuncoro, A. 2009. 10 Materi Yang Harus Dipahami Oleh Pengelola Keuangan Negara.http://guskun.com/my-blog/pengadaan/61-10-materi-yang-harus-dipahami-olehpengelola-keuangan-negara. Diakses tanggal 08 Maret 2014. Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Mulyadi, 2001. Sistem Akuntansi. Edisi Ketiga. Cetakan Ketiga. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Nordiawan, D, I. S. Putra dan M. Rahmawati. 2007. Akuntansi Pemerintahan. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 7 (2014)
18
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 13 Tahun 2010 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kota Surabaya. Ramli, S. Ngobrolin Peran PPTK Dalam Pengadaan Barang/Jasa. http://samsulramli.wordpress.com/2013/04/26/ngobrolin-peran-pptk-dalam-pengadaanbarangjasa/. Diakses tanggal 14 Maret 2014. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
●●●