Pusat Pengembangan Pustakawan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpustakaan RI Terbit Sejak 1993
P
ara pembaca yang budiman, masih dalam suasana Idul Fitri 1433 H yang penuh berkah ini, kami mengucapkan Taqaballahu minna wa minkum kepada para pembaca yang merayakannya. Semoga amal ibadah puasa kita diterima Allah SWT serta mendapat magfirahNya. Pada kesempatan yang baik ini, kami mohon maaf lahir batin atas kesalahan, kekeliruan maupun kehilapan yang tentunya telah dilakukan dengan tanpa sengaja terkait dengan penerbitan buletin tercinta ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati tolong bukakan pintu maaf yang seluas-luasnya, mudah-mudahan kesalahan tidak terulang pada pengerjaan penerbitan edisi-edisi selanjutnya. Alhamdulillah, pada nomor
05
11 15
ini, kami tampilkan 5 (lima) artikel yang cukup menarik untuk dibaca. Artikel pertama yang ditulis oleh Pustakawan Fakultas Hukum UGM dan Dosen Fakultas MIPA UGM, yaitu: Ikhwan Arif, Andi Priyana dan Eko Nugroho yang berjudul: Kajian Terhadap Situs Katalog Legal Data Center (LDC) Perpustakaan Hukum UGM, yang berisi tentang hasil penelitian terhadap kegunaan (usability) situs katalog LDC sebagai sarana temu kembali data/informasi penelitian di bidang hukum di Perpustakaan Hukum UGM. Tulisan lain yang cukup menarik yang berjudul: Dewey Decimal Classification Edisi Ke-23 : Perubahan dan Perluasan Notasi Tentang Indonesia, yang ditulis oleh Suharyanto, yang berisi
Kajian Terhadap Situs Katalog Legal Data Center (LDC) Perpustakaan Hukum UGM Oleh : Ikhwan Arif, Andi Priyana dan Eko Nugroho Dewey Decimal Classification Edisi Ke-23 : Perubahan dan Perluasan Notasi Tentang Indonesia Oleh : Suharyanto
mengenai Perpustakaan Nasional RI merupakan salah satu perpustakaan yang memberikan kontribusi dalam penyusunan DDC 23. Selain kedua artikel tersebut, kami sajikan 3 artikel lain, yaitu Kepustakawanan: Pemahaman Seorang Praktisi dalam Menjalani Karirnya, yang ditulis oleh Purwono. Penerapan Manajemen Perubahan dalam Peningkatan Daya Saing di Lembaga Perpustakaan, oleh Adin Bondar dan artikel yang terakhir yang ditulis oleh Supriyanto, yang berjudul Prosedur Pemben tukan Perpustakaan Sekolah. Kami berharap, dengan semangat Idul Fitri, semoga artikelartikel yang disajikan pada edisi ini, dapat meningkatkan wawasan pembaca sekalian. Selamat membaca.
26
Penerapan Manajemen Perubahan dalam Peningkatan Daya Saing di Lembaga Perpustakaan Oleh : Adin Bondar
32
Prosedur Pembentukan Perpustakaan Sekolah Oleh : Supriyanto
Kepustakawanan: Pemahaman Seorang Praktisi dalam Menjalani Kakrienya Oleh : Purwono
BULETIN MEDIA PUSTAKAWAN Penasehat Kepala Perpustakaan Nasional RI, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Penanggungjawab Kepala Pusat Pengembangan Pustakawan, Redaktur Dra.Opong Sumiati, M.Si, Penyunting Dra.Opong Sumiati, M.Si, Dra.Lily Suarni, MM, Catur Wijiadi, S.Sos., Harjo, S.Sos., Novi Herawati, S.Sos., Redaktur Pelaksana Rohadi, S.Sos., Sri Sumiarsi, S.Sos., Sadarta, S.Sos. Akhmad Priangga, S.Sos., Desain Grafis Rudianto, S.Kom., Suhendar Agus Prabowo, S.Kom., Sekretariat Ferico Hardiyanto, Ismawati, Dede Sumarti, Sutarti, Istilah Daerah, Etika Wahyuni, Triningsih, Suripto, Alamat Redaksi Pusat Pengembangan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI, Jl. Medan Merdeka Selatan No.11, Jakarta Pusat, Tlp. (021) 3812136,3448813,375718, Ext. 218,220 Fax. : 345611, Email :
[email protected],
[email protected], ISSN : 1412-8519
KONTEN NASKAH DILUAR TANGGUNG JAWAB REDAKSI
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
3
editorial Penyediaan Perangkat dan Kebijakan Akses Koleksi Perpustakaan di Era Teknologi Informasi
K
oleksi perpustakaan merupakan salah satu unsur penting yang harus dimiliki oleh perpustakaan. Berdasarkan Dictionary for Library and Information Science yang disusun oleh Joan M. Reits, koleksi perpustakaan adalah jumlah akumulasi buku dan bahan-bahan perpustakaan lainnya yang dimiliki suatu perpustakaan, (The total accumulation of books and other materials owned by a library). Di perpustakaan, koleksi ini dikatalog dan diatur untuk kemudahan akses (cataloged and arranged for ease access) kemudian dikelompokkan ke dalam koleksi referens, sirkulasi, serial, dokumen pemerintah, buku langka, koleksi khusus dan lain-lain. Mengingat keberadaan koleksi perpustakaan merupakan modal utama sebuah perpustakaan, maka koleksi perpustakaan perlu dipelihara dan dikembangkan sesuai dengan tujuan perpustakaan untuk menyokong visi dan misi badan induknya. Pengembangan koleksi (collection development) dilakukan melalui rangkaian kegiatan profesional kepustakawanan, yaitu yang diawali dengan dilakukannya pengkajian kebutuhan informasi pemustaka sebagai dasar melakukan seleksi bahan perpustakaan. Selanjutnya, setelah melalui pertimbangan matang, yaitu dengan berpijak pada hasil kajian kebutuhan informasi pemustaka dan memperhatikan kebijakan pengembangan koleksi perpustakaan, dilaksanakanlah kegiatan pengadaan terhadap bahan perpustakaan yang terpilih. Dengan demikian, melalui rangkaian sistematis tersebut, diharapkan koleksi perpustakaan akan sesuai dengan kebutuhan pemustaka dan tidak keluar dari tujuan perpustakaan. Akan tetapi, setelah menjadi koleksi perpustakaan pun ternyata Pustakawan tetap perlu melakukan evaluasi koleksi. Kegiatan ini dilakukan
4
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
dalam rangka menilai secara sistematis terhadap kualitas koleksi perpustakaan, sehingga dapat diketahui sejauh mana atau masihkah koleksi tersebut dapat memenuhi tujuan layanan perpustakaan dan kebutuhan informasi pemustaka. Hal selanjutnya yang perlu diperhatikan Pustakawan adalah adanya tuntutan yang terkait dengan pernyataan, bahwa Perpustakaan yang baik ternyata tidak hanya sebatas pada melakukan pengembangan koleksi saja, sebab apalah artinya apabila koleksi yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan pemustaka tersebut apabila sulit diakses atau ditemukan kembali. Sehingga, tugas Pustakawan lainnya adalah menyediakan perangkat, media dan alat untuk memudahkan temu kembali dan akses pada sumber informasi atau koleksi yang dimiliki perpustakaan. Oleh karena itu, masalah akses pada sumber informasi menjadi isu kepustakawanan yang penting dewasa ini, terlebih dengan semakin beragamnya jenis dan format koleksi perpustakaan, yaitu mulai dari koleksi klasik yang berupa artefak, naskah, teks tercetak sampai pada koleksi digital atau maya, yaitu koleksi perpustakaan yang dikonversi ke format yang dapat terbacakan (readable) mesin. Di sini, perpustakaan wajib menyediakan layanan akses ke berbagai koleksi perpustakaannya. Yakni dengan menggunakan cara klasik yang berupa kartu katalog dan atau katalog terotomasi atau elektronik yang dilengkapi dengan mesin pencari melalui perangkat komputer yang mudah dan dikenal pemustaka (user friendly) serta memilih titik akses (access point) yang tepat. Titik akses adalah sebuah unit informasi dalam cantuman bibliografi di mana seseorang dapat mencari dan mengidentifikasi item yang tercantum dalam katalog atau pangkalan data bibliografi perpustakaan. Dikenal, titik akses ini secara umum meliputi entri utama
(main entry), entri tambahan (added entries), judul subjek (subject headings), klasifikasi (classification) atau nomor panggilan (call number), dan kode-kode lain seperti nomor standar katalog terbacakan mesin. Dengan adanya kemudahan akses tersebut, diharapkan pemustaka dapat mendayagunakan koleksi perpustakaan tidak hanya dilakukan di tempat yaitu datang langsung ke perpustakaan akan tetapi pemustaka dengan pesatnya teknologi informasi, dimungkinkan pemustaka dapat melakukan akses sumber informasi melalui komputer dengan fasilitas internet, bahkan melalui perangkat telepon seluler. Menyangkut masalah kemudahan akses ini, yang perlu diperhatikan Pustakawan adalah, bahwa tentunya tidak semua koleksi dapat secara bebas diakses oleh pemustaka, biasanya terdapat beberapa jenis koleksi yang hanya diperbolehkan atau bahkan tidak dapat diakses oleh pemustaka, kecuali dengan ketentuan dan kondidi tertentu. Hal tersebut menjadikan setiap perpustakaan memiliki kebijakan akses koleksi yang berbeda-beda, yang dituangkan dalam sebuah pernyataan tertulis resmi yang dikeluarkan oleh kepala perpustakaan sebagai penanggung jawab perpustakaan. koleksi khusus. Di dalamnya ditetapkan bahan yang tersedia untuk akses dan oleh siapa termasuk kondisi atau pembatasan penggunaan. Mencermati rangkaian tuntutan yang diutarakan di atas, maka kepala perpustakaan bersama-sama dengan pihak berkepentingan atau terkait dengan penyelenggaraan perpustakaan perlu menyiapkan kebijakan tertulis tentang akses koleksi oleh pemustaka agar dijadikan pedoman bagi Pustakawan sebagai profesional pepustakaan untuk menentukan koleksi mana yang dapat dibuka bebas, akses terbatas atau mengunci ketat koleksi tertentu karena alasan tertentu.
Oleh : Ikhwan Arif, Andi Priyana dan Eko Nugroho
Kajian Terhadap Situs Katalog
Legal Data Center (LDC) Perpustakaan Hukum UGM Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil penilaian terhadap kegunaan (usability) situs katalog LDC sebagai sarana temu kembali data/informasi penelitian di bidang hukum di Perpustakaan Hukum UGM. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei menggunakan kuesioner terhadap 100 pengguna aktif fasilitas situs katalog LDC. Untuk mendapatkan pendapat pengguna terhadap situs katalog LDC peneliti menggunakan konsep usability menggunakan standar ISO 9241 yang meliputi 3 variabel usability effectiviness, efficiency dan satisfaction dan variabel terikat usability. Alasan menggunakan standar dikarenakan standar ini memiliki seperangkat variabel penilaian yang relevan untuk mengkaji keberadaan situs katalog LDC FH UGM. Hasil penelitain ini menunjukan tingkat usability yang tinggi penggunaan situs katalog LDC FH UGM. Kata Kunci : Kajian katalog perpustakaan, library web usability
berbasis komputer dengan mengembangkan sarana temu kembali informasi berupa situs katalog online yang disebut dengan Legal Data Center disingkat LDC. Tujuan pengembangan situs katalog LDC adalah membangun sistem informasi sebagai sarana untuk mengumpulkan, mengelola, menyimpan dan temu kembali serta penyebarluasan laporan penelitian yang dilakukan oleh civitas akademika FH UGM yang berisi tentang laporan penelitian yang dilakukan baik oleh dosen, mahasiswa S1, S2 dan S3 serta laporan kerja praktek mahasiswa Program Diploma 3 FH UGM. Katalog LDC dapat diakses melalui intranet UGM dengan alamat http://10.10.11.12/hukum/. Sejak dibuat situs katalog LDC pada tahun 2007 hingga kini (2011) keberadaan situs katalog LDC di Perpustakaan Hukum UGM telah banyak memberikan kemudahan baik bagi pustakawan maupun pemustaka dalam pengelolaan dan sarana temu kembali koleksi penelitian di FH UGM. Dari sisi sistem sejak pertama dibuat hingga kini keberadaan
Pendahuluan Salah satu fasilitas untuk pengguna perpustakaan (pemustaka) adalah disediakanya sistem temu kembali informasi untuk memberi kemudahan bagi pemustaka mendapatkan informasi yang diinginkanya yaitu katalog koleksi perpustakaan. Pada era 90-an katalog perpustakaan ada dalam bentuk cetak kertas dalam berbagai ukuran namun kini seiring dengan berkembangnya TI (teknologi informasi) maka mayoritas perpustakaan telah mengganti katalog dalam bentuk pangkalan data berbasis web yang bisa diakses melalui Internet secara terus menerus tidak terbatas jarak, ruang dan waktu. Mengingat arti penting keberadaan katalog tersebut sejak 2007 Perpustakaan Hukum UGM telah mengembangan sistem pengelolaan koleksi penelitian (Pustakawan Fakultas Hukum UGM, dan Dosen Fakultas MIPA UGM) Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
5
situs katalog LDC tidak mengalami perubahan yang berarti kecuali pertambahan data, oleh karena itu perlu dilakukan suatu penilaian yang obyektif untuk perbaikan sistem ini. Dari uraian latar belakang maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah penilaian pemustaka terhadap situs katalog LDC Perpustakaan Hukum UGM. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan hasil penilaian terhadap kegunaan (usability) situs katalog LDC sebagai sarana temu kembali data/informasi penelitian di bidang hukum di Perpustakaan Hukum UGM. Landasan Teori Online Public Access Catalog Dalam suatu perpustakaan, katalog merupakan salah satu alat untuk menemukan kembali koleksi pustaka. Menurut Basuki dalam Kusmayadi (2006), katalog perpustakaan adalah daftar buku atau koleksi pustaka dalam suatu perpustakaan atau dalam suatu koleksi. Oleh karena itu, keberadaan katalog sangat penting untuk memudahkan penelusuran informasi. Katalog merupakan keterangan singkat atau wakil dari suatu dokumen, demikian pula katalog elektronis dari sistem perpustakaan yang terautomasi. Sub-sistem perputakaan seperti OPAC dan sirkulasi saling berinteraksi dalam dalam sebuah sistem outomasi perpustakaan. Sistem katalog yang dirancang dengan baik merupakan kunci keberhasilan penerapan automasi perpustakaan. Katalog online perpustakaan atau populer disebut dengan OPAC kini telah berkembang pesat, jika pada awal-awal keberadaan hanya memberikan keterangan singkat tentang isi suatu buku (koleksi) namun kini telah berkembang
6
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
menjadi informasi yang lebih luas. Beberapa perpustakaan telah memperluas isi materi dalam sebuah katalog buku yang dilengkapi dengan gambar sampul buku, abstraksi bahkan isi dari buku tersebut. Selain lebih informatif karena ada perluasan isi dari sebuah cantuman (record) katalog, kini bentuk katalog juga lebih interaktif dan user friendly kepada penggunanya karena dilengkapi dengan fasitlitas mengisikan tanggapan (comment) sehingga pemustaka dapat memberikan tanggapan atau komentar pada sebuah atau beberapa cantuman katalog. Secara umum tujuan dari keberadaan OPAC dalam perpustakaan adalah: • Pemustaka dapat mengakses secara langsung ke dalam pangkalan data yang dimiliki perpustakaan, • mengurangi beban biaya dan waktu yang diperlukan dan yang harus dikeluarkan oleh pemustaka dalam mencari informasi, • mengurangi beban pekerjaan dalam pengelolaan pangkalan data sehingga dapat mening katkan efisiensi tenaga kerja, • mempercepat pencarian informasi, dan • dapat melayani kebutuhan informasi masyarakat dalam jangkauan yang luas. Menurut Christie dalam Kusmayadi (2006) penggunaan jaringan dalam OPAC dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu penelusuran katalog menjadi lebih cepat sehingga waktu untuk penemuan kembali bahan pustaka yang dicari lebih efisien, serta pemustaka dapat langsung mengakses koleksi data, melakukan download data bibliografis, abstrak, artikel lengkap, dan informasi lain yang tersedia.
Usability Usability berasal dari kata usable yang secara umum memiliki arti dapat digunakan dengan baik. Sesuatu dapat dikatakan berguna dengan baik apabila kegagalan dalam penggunaannya dapat dihilangkan atau diminimalkan serta memberi manfaat dan kepuasan kepada pemustaka (Rubin dan Chisnell, 2008) dalam Joana (2010). Menurut Al-Farisi (2010) penilaian terhadap usability sangat berorientasi terhadap bagaimana pandangan pemustaka saat memanfaatkan suatu produk. Jika pemustaka merasakan manfaat, kenyamanan, keefisiensian dalam menggunakan produk tersebut maka kemungkinan besar pemustaka akan terus memanfaatkan produk tersebut secara terus menerus dan hal ini menunjukan bahwa tingkat usability produk tersebut berada pada level yang tinggi. Menurut Internastional Standar Organisation (ISO) 9241-11 (1998) usability didefinisikan sebagai tingkat dimana sebuah produk bisa digunakan oleh pemustaka tertentu untuk mencapai tujuan tertentu dengan efektif, efisien, dan memperoleh kepuasan dalam konteks penggunaannya. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran tingkat usability dapat diukur melalui suatu model penilaian yang berhubungan dengan efektivitas, efisiensi dan kepuasan. Adapun penjelasan dari ke 3 aspek tersebut adalah sebagai berikut. 1. Efektivitas (effectiveness) didefinisikan sebagai seberapa baik pemustaka dapat mencapai tujuan mereka dengan menggunakan sistem serta kelengkapan yang dapat diperoleh dalam menyelesaikan tugas. 2. Efisiensi (efficiency) didefinisikan
sebagai sumberdaya yang dikeluarkan guna mencapai ketepatan dan kelengkapan tujuan. 3. Kepuasan (satisfaction) didefinisikan kebebasan dari ketidaknyamanan, dan sikap positif dalam menggunakan produk. Metode Penelitian Objek Objek penelitian ini adalah situs katalog LDC Perpustakaan Hukum UGM yang dapat diakses melalui http://10.10.11.12/hukum/. Keberadaan sistem selama ini belum pernah dilakukan evaluasi sehingga hasil diperoleh dalam penelitian ini nantinya sangat bermanfaat bagi pengembangan sistem situs katalog LDC di masa mendatang. Metodologi Penilaian terhadap usability situs katalog LDC ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei kepada pemustaka perpustakaan Hukum UGM yang dilakukan pada bulan September 2011. Untuk mendapatkan pendapat pemustaka terhadap situs katalog LDC peneliti menggunakan konsep usability menggunakan standar ISO 9241. Alasan menggunakan standar dikarenakan standar ini memiliki seperangkat variabel penilaian yang relevan untuk mengkaji keberadaan situs katalog LDC FH UGM. Adapun variabel-variabel yang digunakan Untuk mengetahui sikap, pendapat, dan persepsi responden terhadap LDC digunakan angket 3 variabel usability yaitu: effectiviness, efficiency dan satisfaction dan variabel terikat usability. Guna menghasilkan gradasi nilai, angket penelitian ini menggunakan skala Likert untuk menilai responden terhadap beberapa pertanyaan dengan menunjukkan apakah responden sangat setuju (SS), setuju
(S), cukup setuju (CS), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) terhadap tiaptap pertanyaan (Sumanto, 1995). Kategorisasi Tanggapan Responden Atas Pertanyaan Untuk menginterpretasikan jawaban responden atas item pertanyaan, setiap jawaban diberikan dikonversikan dalam suatu interval penilaian. Semakin tinggi angka dalam suatu interval maka mendapatkan kategori peniliaian yang tinggi. Hal ini seperti yang disarankan oleh Arikunto (2006). Untuk menentukan interval digunakan rumusan perhitungan seperti berikut: Interval kelas = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah = 5 -1 = 0.8 Jumlah kelas 5 Dengan interval kelas 0.8 kemudian disusun kategori penilaian dari rerata jawaban responden seperti yang disajikan pada tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Kategori jawaban Jawaban Sangat setuju Setuju Cukup setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju
Interval 4.20 < a =< 5.00 3.40 < a =< 4.20 2.60 < a =< 3.40 1.80 < a =< 2.60 1.00 < a =< 1.80
Kategori Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah pemustaka (pengguna) Perpustakaan Hukum UGM yang aktif memanfaatkan perpustakaan selama 6 bulan terakhir yang diambil dari daftar pengunjung perpustakaan. Dari sejumlah pengguna perpustakaan yang aktif kemudian dilakukan dipilih sebanyak 100 orang untuk dijadikan responden didasarkan atas frekuensi penggunaan situs katalog LDC minimum menggunakan dua kali dalam rentang waktu sebulan dengan cara ditanya terlebih dahulu. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Hasil Penelitian Untuk meningkatkan kualitas layanan dan kinerja perpustakaan, Perpustakaan Hukum UGM menyediakan fasilitas yang dibutuhkan pemustaka untuk mendapatkan informasi secara cepat dan tepat yaitu sarana temu kembali koleksi penelitian hukum koleksi ilimiah berupa situs katalog LDC yang dapat diakses melalui intranet UGM dengan alamat http://10.10.11.12/hukum/ seperti terlihat dalam gambar 4.1 berikut. Situs katalog LDC merupakan salah satu fasilitas layanan penelusuran secara elektronis merupakan sarana temu kembali informasi secara cepat dan akurat dalam rangka meningkatkan kepuasan pemustaka dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. Situs katalog LDC berisi data koleksi penelitian yang dimiliki Perpustakaan Hukum UGM. Jika dilihat dari kedalaman informasi yang dikandung dalam situs katalog LDC dapat dibedakan menjadi menjadi beberapa bagian seperti berikut. 1. Data bibliografis disertai abstrak, seperti katalog skripsi, tesis, disertasi dan lainya 2. Bibliografis, abstrak dan dokumen lengkapnya (fulltext) sebagian koleksi tesis, data naskah seminar dan artikel jurnal dan lainya.
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
7
Gambar 4.1 Situs katalog LDC
Format informasi yang disajikan beragam, mulai dari informasi bibliografis, bibliografis disertai abstrak sampai tampilan teks lengkap.
responden terhadap 12 bidang hukum diperoleh bahwa bidang informasi hukum yang sering dicari atau diminati dari koleksi Perpustakaan Hukum UGM pada urutan tertinggi adalah bidang Hukum Dagang sebesar 22% dan urutan paling rendah adalah bidang Hukum Pajak sebesar 2%. Dari hasil survei ini dapat dijadikan masukan yang sangat bermanfaat bagi pengembangan dan pemilihan bahan pustaka atau koleksi Perpustakaan Hukum UGM yang diarahkan sesuai dengan minat pemustaka yang dilayaninya.
subyek bidang informasi yang sering dicari atau diminati dari koleksi Perpustakaan Hukum UGM, dalam hal ini responden diperkenankan memberikan jawaban lebih dari satu. Subyek data/informasi yang diminati oleh pemustaka ditunjukan dalam gambar 4.2 berikut. Hasil survei terhadap 100
Subyek bidang data/informasi Pada bagian ini responden diberikan pertanyaan tentang
Pembahasan Pembahasan terhadap hasil penelitian meliputi 4 hal yaitu usability, effectiveness, efisiensi dan satisfaction. Analisa Kegunaan Berdasarkan nilai rata-rata jawaban responden atas variabel
Gambar 4.2 Grafik subyek koleksi LDC
8
22
Pajak
2
Agama (Islam)
3
Lingkungan
4
Acara
5
Agraria
6
Adm Negara
6
Internasional
7
Adat
8
Pidana
9
Tata Negara
12
Perdata
14
Dagang
25 20 15 10 5 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
usability, diketahui bahwa nilai rata-rata sebesar 3.8 yang berarti bahwa responden menyatakan setuju atas pernyataan bahwa situs katalog LDC FH UGM bermanfaat dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan seperti ditunjukan dalam tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Tanggapan responden atas variabel Usability No 1
Frekuensi skor jawaban 1 2 3 4 5 LDC bermanfaat 1 17 144 48 200 Indikator
Rerata
Kategori
3,8
Tinggi
Analisa Efektivitas Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata jawaban dari 3 pertanyaan atas variabel effectiveness sebesar 3.85 menunjukan bahwa responden menyatakan setuju jika situs katalog LDC FH UGM efektif digunakan untuk mencari yang dibutuhkan oleh responden seperti ditunjukan dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Penilaian tingkat efektivitas No
1
2
3
Indikator
Frekuensi skor jawaban 1 2 3 4 5
Sistem penelusuran data dalam portal LDC sangat mudah 1 4 44 265 digunakan Kelengkapan data dan informasi yang ada dalam portal LDC sesuai 15 72 224 kebutuhan Tampilan data dan informasi dalam portal LDC mudah dan 4 49 280 nyaman untuk dipahami Nilai rata-rata dari 3 indikator adalah
Rerata Kategori
80
3,92
Tinggi
61
3,72
Tinggi
59
3,92
Tinggi
3,85
Tinggi
Analisa Efisiensi Berdasarkan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 4.1 atas variabel efficiency hal ini menunjukan jika pandangan pemustaka terhadap tingkat efisiensi situs katalog LDC tinggi seperti ditunjukan dalam tabel 4.3. Tabel 4.3 Penilaian tingkat efisiensi No
1
2
3
4
Indikator
Frekuensi skor jawaban 1 2 3 4 5
Keberadaan portal LDC menghemat waktu dalam 24 mencari informasi yang saya butuhkan. Keberadaan portal LDC dapat menghemat tenaga dalam 24 mencari informasi Keberadaan portal LDC dapat menghemat biaya dalam mencari 42 informasi penelitian hukum Hasil penelusuran informasi dalam LDC dapat ditampilkan 4 55 dengan cepat Nilai rata-rata dari 4 indikator adalah
Rerata Kategori
256 140
4,2
Tinggi
248 150
4,22
Sangat Tinggi
264 100
4,06
Tinggi
257
3,94
Tinggi
4,1
Tinggi
80
Analisa Kepuasan Berdasarkan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 3.81 atas variabel satisfaction menunjukan bahwa nilai kepuasan responden dalam menggunakan situs katalog LDC FH pada kategori yang tinggi seperti ditunjukan dalam tabel 4.4 berikut. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS, maka ditentukan bahwa semua angket pertanyaan kajian situs katalog LDC dinyatakan valid dan reliabel. Hasil uji validitas menggunakan software SPSS for MS Windows Release 17 terhadap 11 instrumen pertanyaan didapatkan nilai koefisien validitas = 0.524. Besaran angka korelasi sebesar 0.524 ini menunjukan bahwa instrumen penelitian dianggap sahih atau valid. Hal ini sesuai dengan pendapat Saifuddin Azwar (2000:153) Hasil uji reabilitas terhadap 11 instrumen penelitian menggunakan software SPSS for MS Windows Release 17 didapatkan nilai koefisien validitas (Cronbach’s Alpha) = 0.838. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas maka peneliti dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Situs katalog LDC memberikan kegunaan yang tinggi 2. Situs katalog LDC memiliki efektifitas tinggi digunakan sebagai sarana untuk mencari/ mendapatkan informasi yang dibutuhkan pemustaka 3. Situs katalog LDC memiliki efisiensi tinggi digunakan sebagai sarana untuk mencari/ mendapatkan informasi yang dibutuhkan 4. Situs katalog LDC memberikan kepuasan tinggi digunakan sebagai sarana untuk mencari/ mendapatkan informasi yang dibutuhkan pemustaka
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
9
daftarpustaka Indrato, dkk. 2008. Online Public Access Catalog. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008). Ishak dan Zainuddin, Z. 2009. Pola Penelusuran Electronic Journal Untuk Mendukung Kegiatan Akademik: Studi Penggunaan Layanan Digital Perpustakaan USU membahas tentang pola dan penggunaan database yang dilanggan oleh Perpustakaan USU. Lembaga Penelitian USU Medan. Kristanto, H. 1994. Konsep dan perancangan database. Yogyakarta: Andi Offset.
Tabel 4.4 Penilaian tingkat kepuasan No
1
2
3
Indikator
Frekuensi skor jawaban 1 2 3 4 5
Keberadaan portal LDC memberikan kepuasan karena 12 42 264 70 membantu dalam mengerjakan tugas Kelengkapan data dan Informasi yang ada dalam portal LDC 24 41 241 70 memberikan kepuasan Hasil penelusuran data LDC ditampilkan dengan cepat 90 240 50 memberikan kepuasan Nilai rata-rata dari 3 indikator adalah
Rerata
Kategori
3,88
Tinggi
3,76
Tinggi
3,8
Tinggi
3,81
Tinggi
Saran Untuk perbaikan situs katalog LDC Perpustakaan Hukum UGM maka penulis memberikan saran: 1. Data/informasi dalam situs katalog LDC perlu dilengkapi dengan artikel data/informasi yang lebih lengkap seperti abstraksi, maupun dokumen fulltext. 2. Situs katalog LDC perlu dipublikasikan ke area yang lebih luas tidak terbatas pada jaringan intranet UGM namun bisa diakses melalui jaringan Internet sehingga pemanfaatanya lebih luas. 3. Situs katalog LDC perlu dilengkapi dengan informasi selain data/informasi koleksi pepustakaan namun juga profil dan kegiatan yang dilakukan oleh Perpustakaan Hukum UGM. 4. Situs katalog LDC perlu dipromosikan lebih luas kepada semua sivitas akademika FH UGM khususnya dan para peneliti di luar fakultas dan universitas. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih luas menyangkut aspek teknis dalam pengembangan Situs katalog LDC.
10
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
Kusmayadi, E. dan Andriaty, E. 2006. Kajian On-Line Public Access Catalogue Dalam Pelayanan Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Pembahasan dalam penelitian ini tentang pendapat pengguna terhadap katalog elektronis yaitu On-line Public Access Catalogue (OPAC) di Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 15, Nomor 2, 2006 Kusmayadi, E. 2005. Laporan akhir peningkatan akses layanan iptek pertanian TA 2005. Bogor: Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Nugroho, E. 2008. Sistem Informasi Manajemen: Konsep, Aplikasi & Perkembangannya. Yogyakarta: Andi Offset. Rusmana, A. 2002. Analisis Sistem Informasi. Jakarta: Universitas Terbuka Saleh, A.R. dan Mustafa. 1992. Penggunaan komputer untuk pelayanan informasi perpustakaan. Dalam Bunga Rampai 40 Tahun Pendidikan Ilmu Perpustakaan di Indonesia. Jakarta: Kesaint Blanc. Singaribun, M. 2005. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Sulistyo-Basuki, 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Oleh : Suharyanto
Dewey Decimal Classification Edisi Ke-23 :
Perubahan dan Perluasan Notasi Tentang Indonesia ABSTRAK Dewey Decimal Classificationedisi ke-23terbit pada bulan April 2011. Perpustakaan Nasional RI merupakan salah satu perpustakaan yang memberikan kontribusi dalam penyusunan DDC 23. DDC 23 menyediakan notasi-notasi perluasan yang berkaitan dengan subjek Indonesia antara lain Tabel 2. Wilayah geografi, periode sejarah, biografi untuk Indonesia – 598 ; Tabel 5. Kelompok etnik dan Kebangsaan untuk Indonesia – 992 2; Tabel 6. Bahasa untuk Bahasa Indonesia – 992 2; dan Periodesasi sejarah Indonesia 959.801-959.804. Kata kunci : DDC, Indonesia, klasifikasi Pendahuluan Dewey Decimal Classification (selanjutnya disingkat DDC) merupakan sistem untuk mengorganisasi pengetahuan secara umum, yang terus menerus direvisi untuk mengikuti perkembangan pengetahuan. DDC disusun oleh Melvil Dewey pada tahun 1873 dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1876. Edisi yang termuktahir adalah DDC 23 terbit pada bulan April tahun 2011 di edit oleh Joan S. Mitchell … [et al.] dengan hak cipta DDC 23 pada Online Computer Library Center, Inc. (OCLC). Publikasi DDC 23 juga diikuti dengan publikasi edisi ringkas ke-15 (Abridged Edition 15) dan versi baru dari Web Dewey 2.0. yang dikembangkan oleh Pansoft bekerjasama dengan OCLC. Revisi yang termuktahir (update) yang paling dominan pada DDC 23 adalah mengenai religion, law, education, food and clothing, graphic arts, cinematography and videography, ancient and modern world. Selain itu juga ada beberapa perubahan, perluasan dan penambahan nomor berupa tabel dan bagan yang terdapat pada DDC23. Revisi lain yang signifikan adalah penggunaan terminologi yang
baru yaitu “group of people” istilah ini digunakan untuk menggantikan istilah yang digunakan sebelumnya “kinds of person” dan “social groups”. Perubahan istilah yang lain yaitu penggantian istilah “persons treatment” menjadi “biography”. DDC 23 juga menyediakan perubahan dan perluasan untuk notasi tentang Indonesia.yaitu antara lain : (1) Tabel 2. Wilayah geografi, periode sejarah, biografi untuk Indonesia – 598 ; (2) Tabel 5. Kelompok etnik dan Kebangsaan untuk Indonesia – 992 2 (3) Tabel 6. Bahasa untuk Bahasa Indonesia – 992 2 (4) Periodesasi sejarah Indonesia 959.801-959.804. Selanjutnya makalah ini akan membahas mengenai notasi di dalam DDC 23 yang berkaitan dengan subjek-subjek mengenai Indonesia.
(Pustakawan Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka, Perpustakaan Nasional RI) Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
11
Kontribusi Perpustakaan Nasional RI Perpustakaan Nasional RI merupakan salah satu perpustakaan yang memberikan kontribusi dalam penyusunan DDC 23 hal ini terlihat dari ucapan terimakasih yang terdapat di DDC 23 vol. 1 tabel manual.Kontribusi yang diberikan antara lain masukan tentang: (1) notasi 297 (Islam) (2) notasi 499 (Non-Austronesian languages of Oceania, Austronesian languages, miscellanceaus languages) khusunya untuk notasi 499.221 (Bahasa Indonesia) dan bahasa-bahasa daerah di Indonesia (3) notasi 899 (Literatures of Non-Austronesian languages of Oceania, Austronesian languages, miscellanceaus languages) khususnya untuk notasi 899.221 (Kesusastraan Bahasa Indonesia) dan kesusastraan bahasa daerah di Indonesia.(4) Tabel 2. Wilayah geografi, periode sejarah, biografi untuk Indonesia – 598. (5) notasi 959.801-959.804 Periodesasi sejarah Indonesia. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Sulistyo-Basuki (Universitas Indonesia) atas kontribusinya dalam perluasan Tabel 6 (Indonesia). Saat ini Perpustakaan Nasional RI masuk ke dalam peta OCLC sebagai perpustakaan yang tergabung dalam negara-negara yang menterjemahkan DDC. Perpustakaan Nasional RI pada tahun 2005 hingga tahun 2009 melakukan terjemahan DDC dengan mengacu pada DDC abridged edition 14 dan pada tahun 2011 telah dicetak konsep akhir naskah terjemahan Klasifikasi Desimal Dewey : DDC ringkas edisi ke-14. Sedangkan terjemahan edisi ringkas ke-15 yang terbit pada bulan Maret 2012 baru direncanakan untuk dikerjakan oleh Tim yang dibentuk oleh Perpustakaan Nasional RI.
DDC 23 Family: Editions planned / in progress Afrikaans Arabic Chinese French German Norwegia Portuguese Russian Scots Caallc Spanish Swedish ... (2012)
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
German DDC 23
Italian DDC 23
Arabic DDC 23 (2012)
Norwegia DDC 23 (2012) Swedish Mixed DDC 23 (2011)
DDC Summaries (2011)
Indonesia A 15
Quick (French) (2012)
DDC 23 (2012)
A 15 (2012)
200 Palleon Class (2012)
Vietnamese DDC 23 (2013)
Sumber : http://www.oclc.org/multimedia/2011/files/future-ddc-now-ilf.ppt
Bagan1 : Negara-negara yang menterjemahkan DDC23 dan DDC edisi ringkas ke-15 Notasi yang berkaitan dengan subjek-subjek tentang Indonesia DDC23 menyediakan perluasan notasi-notasi yang berkaitan dengan Indonesia, yaitu antara lain : (1) Tabel 2. Wialayah geografi, periode sejarah, biografi untuk Indonesia – 598 ; (2) Tabel 5. Kelompok etnik dan Kebangsaan untuk Indonesia – 992 2 (3) Tabel 6. Bahasa untuk Bahasa Indonesia – 992 2 (4) Periodesasi sejarah Indonesia959.801-959.804 Tabel 2. Wilayah Geografi, Periode Sejarah, Biografi Untuk Indonesia – 598 – 598 Indonesia and East Timor – 598 1 Sumatra and neighboring islands – 598 11 Aceh (Nangroe Aceh Darussalam) – 598 12 North Sumatra (Sumatera Utara) – 598 13 West Sumatra (Sumatera Barat) – 598 14 Riau – 598 15 Jambi – 598 16 South Sumatra (Sumatera Selatan) – 598 17 Bengkulu – 598 18 Lampung – 598 19 Riau Islands and Bangka Belitung – 598 192 Riau Islands (Kepulauan Riau) – 598 196 Bangka Belitung (kepulauan Bangka Belitung) – 598 2 Java and neighboring islands – 598 22 Jakarta – 598 23 Banten – 598 24 West Java (Jawa Barat) – 598 26 Central Java (Jawa Tengah) – 598 27 Yogyakarta – 598 28 East Java (JawaTimur)
(Pustakawan Universitas Kristen Petra, Surabaya.)
12
French DDC 23
– 598 3 Kalimantan – 598 32 West Kalimantan (Kalimantan Barat) – 598 34 Central Kalimantan (Kalimantan Tengah) – 598 36 South Kalimantan (Kalimantan Selatan) – 598 38 East Kalimantan (Kalimantan Timur) – 598 4 Celebes (Sulawesi) – 598 42 North Sulawesi (Sulawesi Utara) – 598 43 Gorontalo – 598 44 Central Sulawesi (Sulawesi Tengah) – 598 46 West Sulawesi (Sulawesi Barat) – 598 47 South Sulawesi (Sulawesi Selatan) – 598 48 South-East Sulawesi (Sulawesi Tenggara) – 598 5 Moluccas – 598 52 Maluku – 598 56 North Maluku (Maluku Utara) – 598 6 Lesser Sunda Islands (Nusa Tenggara) – 598 62 Bali – 598 65 West Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Barat) – 598 68 East Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Timur)
Pihak OCLC juga memperluas notasi untuk Irian Jaya sebagai berikut: – 951 Western New Guinea (Iran Barat) Variant names: Irian Jaya, West Papua Part of Indonesia Class here former Papua Province – 951 2 West Irian Jaya (Irian Jaya Barat) Provience of Indonesia Class here Bird’s Head Peninsula – 951 6
Papua Province of Indonesia
Khusus untuk Irian Jaya diberikan notasi tersendiri karena OCLC menolak permintaan Indonesia agar notasi Irian Jaya dijadikan satu dengan alasan sebagai bagian dari Negara kesatuan Republik Indonesia. Bila notasi Irian Jaya tetap ingin dimasukkan ke dalam notasi – 598 Perpustakaan Nasional RI dapat membuat notasi perluasan yang digunakan secara lokal dan mencoba untuk diusulkan kembali kepihak OCLC.
Tabel 5. KelompoketnikdanKebangsaanuntuk Indonesia – 992 2 – 992 2 People of Indonesia as a national group – 992 22 People who speak, or whose ancestors spoke, Javanese – 992 23 People who speak, or whose ancestors spoke, other Malayo-Polynesia languages of Java and Bali – 992 232 Sundanese (Sunda) – 992 234 Madurese (Madura) – 992 238 Balinese (Bali) – 992 24 People who speak, or whose ancestors spoke, other Malayo-Polynesia languages of Sumatra – 992 242 Achinese (Aceh) – 992 244 Minangkabau – 992 246 Batak languages – 992 246 2 Toba Batak (Batak Toba) – 992 246 6 DairiBatak (BatakDairi) – 992 248 Lampung – 992 25 People who speak, or whose ancestors spoke, other Malayo-Polynesia languages of Kalimantan – 992 256 Banjar – 992 26 People who speak, or whose ancestors spoke, other Malayo-Polynesia languages of Celebes (Sulawesi) – 992 262 Buginese (Bugis) – 992 264 Makassar 3.3. Tabel 6. BahasauntukBahasaIndonesia – 992 2 – 992 21 – 992 22 – 992 23 – 992 232 – 992 234 – 992 238 – 992 24 – 992 242 – 992 244 – 992 246 – 992 246 2 – 992 246 6 – 992 248 – 992 25 – 992 256 – 992 26 – 992 262 – 992 264
Bahasa Indonesia Javanese Other Malayo-Polynesia languages of Java and Bali Sundanese (Sunda) Madurese (Madura) Balinese (Bali) Other Malayo-Polynesia languages of Sumatra Achinese (Aceh) Minangkabau Batak languages Toba Batak (Batak Toba) DairiBatak (BatakDairi) Lampung Malayo-Polynesia languages of Kalimantan Banjar (Banjarese) Malayo-Polynesia languages of Celebes (Sulawesi) Buginese (Bugis) Makassar
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
13
Periodesasi sejarah Indonesia 959.801-959.804 .959.801-959.804 Historical periods for Indonesia .959.8 Indonesia .959.801 Early history to 1602 .959.801 1 Early history to 358 [formerly 959.8012] .959.801 2 Period of Hindu kingdoms, 358-1478 Early history to 358 relocated to 959.8011 .959.801 5 Period of Muslim rule, 1478-1602 .959.802 1602-1945 .959.802 1 Period of Dutch East India Company, 1602-1800 Including 1798-1800 [formerly 959.8022] .959.802 2 Periods under control of British and Netherlands governments, 1800-1945 1798-1800 relocated to 959.8021 .959.802 21 1800-1808 .959.802 22 Adminstration of Herman Willem Daendels, 1808-1811 .959.802 23 1811-1942 Including Java War, 1825-1830 .959.802 24 Period of Japanese occupation .959.803 1945-1998 Class here 20th century; period of Republic, 1950 to present For 1900-1942, see 959.80223; for 1942-1945, see 959.80224; for 1998 to present, see 959.804 .959.803 5 [.959.803 6] .959.803 7 [.959.803 8] [.959.803 9] .959.804 .959.804 1 .959.804 2
Adminstration of Soekarno, 1945-1967 Including 1960-1967 [formerly 959.8036]; period as United States of Indonesia, 1949-1950 1960-1969 1960-1967 relocated to 959.8035; 1967-1969 relocated 959.8037 Administration of Soeharto, 1967-1998 Including 1967-1969 [formerly959.8036]; 1980-1989 [formerly 959.8038]; 1990-1998 [formerly 959.8039] 1980-1989 Relocated to 959.8037 1990-1999 1990-1998 relocated to 959.8037; administration of B.J. Habibie, 1998-1999 relocated to 959.8041 19981998-2004 Including administration of B.J. Habibie, 1998-1999 [formerly 959.8039]; administration of Abdurrahman Wahid, 1999-2004 Adminstration of SusiloBambangYudhoyono, 2004-
Penerapan DDC 23 di Perpustakaan Nasional
14
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
Penerapan DDC 23 di Perpustakaan Nasional RI perlu segera dilaksanakan secara bersamaan sehingga dalam menentukan notasi dari suatu bahan perpustakaan terdapat keseragaman. Penerapan DDC 23 khususnya mengenai notasi tentang Indonesia dan notasi subjek Islam juga perlu disandingkan dengan beberapa Pedoman Klasifikasi yang telah disusun dan diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional RI antara lain (1) Perluasan dan penyesuaian notasi DDC untuk wilayah Indonesia edisi 3 tahun 2004. (2) Pedoman klasifikasi bahasa dan kesusastraan Indonesia menurut DDC edisi 23 tahun 2011.(3). Klasifikasi Islam :adaptasi dan perluasan notasi 297 Dewey Decimal Classification (DDC) tahun 2006. Selain penerapan DDC 23 Perpustakaan Nasional RI perlu segera merevisi pedoman-pedoman klasifikasi yang telah lebih dari 5 belum dilakukan revisi hal ini penting guna mengikuti perkembangan pengetahuan. Pedoman yang perlu direvisi berkaitan dengan subjek-subjek Indonesia yaitu Perluasan dan penyesuaian notasi DDC untuk wilayah Indonesia edisi 3 tahun 2004.
daftarpustaka Dewey, M. 2003. 1851-1931. Dewey Decimal Classification And Relative Index / Devised By Melvil Dewey.—Ed.22 /edited by Joan S. Mitchel.—Dublin, Ohio : Online Computer Library Center. Dewey, M. 2011. 1851-1931. Dewey Decimal Classification And Relative Index / Devised By Melvil Dewey.—Ed.23 /edited by Joan S. Mitchel.—Dublin, Ohio : Online Computer Library Center. Perpustakaan Nasional RI. 2005. Klasifikasi Islam :adaptasi dan perluasan notasi 297 Dewe Decimal Classification (DDC). Jakarta. Mitchell, J.S. DDC 23: It’s Here.. http://www.ilfonline.org/ clientuploads/future-ddc-now-ilf.pdf. Perpustakaan Nasional RI. 2011. Pedoman Klasifikasi Bahasa Dan Kesusastraan Indonesia Menurut DDC 23. Jakarta. Perpustakaan Nasional RI. 2004. Perluasan dan penyesuaian notasi DDC untuk wilayah Indonesia.—Ed. 3.—Jakarta. Suharyanto. 2012. DDC23 :Perubahan, Perluasan Dan Penerapannya Di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka. Makalah pada Workshop Pedoman Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka. Suharyanto. 2012. TerjemahanKlasifikasi Decimal Dewey: DDC ringkas Edisi ke-14. http://www.pemustaka.com/ddcringkas-edisi-ke-14.html Sulistyo-Basuki. 2009. Notasi Geografi Untuk Indonesia Dari Sudut Keperluan Perpustakaan Nasional. Makalah untuk Diskusi kelompok PNRI, 12 Januari. Taylor, A.G. 2006. Introduction To Cataloging And Classification. – 10th ed. – London : Libraries. Perpustakaan Nasional RI. 2011. Terjemahan Klasifikasi Decimal Dewey. Jakarta.
Oleh : Purwono
Kepustakawanan: Pemahaman Seorang Praktisi dalam Menjalani Kariernya Ask a librarian: Old librarians never die, their computers have Fatal Errors Old librarians never die, they just close the book Old librarians never die, they just get discarded Old Librarians never die - they just get checked out Old librarians never die, they just lose their references Old librarians never die, they just get re-shelved Old librarians never die, they just fade away
Pendahuluan Saya memakai kata kepustakawanan untuk menerjemahkan kata librarianships, menyesuaikannya dengan kata pustakawan sebagai terjemahan dari librarian. Secara sempit kepustakawanan sering hanya dihubungkan dengan kegiatan teknis yang dilakukan pustakawan. Ini adalah pandangan yang salah. Kepustakawanan memang berintikan sebuah profesi, yaitu pustakawan. Profesi ini memegang teguh nilai-nilai tentang kualitas, kehormatan, dan kebersamaan. Dalam konferensi IFLA di New Delhi pada 24 – 28 Agustus 1992 terlihat dengan jelas betapa kepustakawanan diartikan secara lebih luas: • Pustakawan bekerja berdasarkan etos-etos kemanusiaan, humanistic ethos yang dianggap sebagai kepustakawanan, sebagai lawan dari kegiatan pertukangan. • Pustakawan sebagai fasilitator kelancaran arus informasi dan pelindung hak asasi manusia dalam akses ke informasi. • Pustakawan memperlancar proses transformasi dari informasi dan pengetahuan menjadi kecerdasan sosial atau social intelligence.
• Berbicara tentang kepustakawanan tidak terlepas dari istilah perpustakaan dan pustakawan. Perpustakaan memungkinkan peradaban itu tetap berlangsung, baik dengan mempertahankan peran buku, maupun dengan memanfaatkan teknologi informasi terbaru. Pengelola institusi ini disebut pustakawan, dan keseluruhan kegiatan pengelolaan itu disebut kepustakawanan. Sejarah perkembangan perpustakaan sebenarnya tergantung dengan keadaan sosial, ekonomi serta masyarakat di suatu negara. Semua ini dialami perpustakaanperpustakaan di dunia termasuk Indonesia yang benar-benar sangat tergantung pada keadaan sosial, politik, dan ekonomi dari masa ke masa. Berikut akan diuraikan serba sedikit tentang pemahaman seorang pustakawan praktisi dalam meniti karier di dunia kepustakawanan. The library is A Growing Organism Ini merupakan salah satu Lima Hukum ilmu perpustakaan, (Books are for use, Every reader his [or her] book, Every book its reader, Save the time of the reader, The library is a growing organism) sebuah teori yang dirumuskan oleh S.R. Ranganathan pada tahun 1931, berisi prinsip utama mekanisme perpustakaan sebagai suatu sistem. Kebanyakan pustakawan menerimanya sebagai dasar filosofinya. Pustakawan Michael Gorman (pernah menjabat presiden American Library Association, 20052006) dan Walt Crawford merekomendasikan menambahkahkan lima hukum Ranganatan tersebut di dalam: Future Libraries: Dreams, Madness, and Realities [American Library Association, 1995], (p. 8).
(Pustakawan Utama Universitas Gajah Mada (UGM)) Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
15
Gorman mengulangnya lagi dalam buku kecilnya, Our Singular Strengths [American Library Association, 1998]: 1. Libraries serve humanity. 2. Respect all forms by which knowledge is communicated. 3. Use technology intelligently to enhance service. 4. Protect free access to knowledge. 5. Honor the past and create the future. Pada tahun 2004, pustakawan Alireza Noruzi menerapkan hukum Ranganatan ini ke dalan WEB di dalam papernya, “Application of Ranganathan’s Law to the Web” 1. Web resources are for use. 2. Every user has his or her web resource. 3. Every web resource its user. 4. Save the time of the user. 5. The Web is a growing organism.
Dengan perkembangan perpustakaan dari model perpustakaan yang sederhana sampai seperti dewasa ini, hambatan yang dialami adalah munculnya pemakaian teknologi informasi sebagai sarana penyedia layanan sehingga perubahan ini sangat berpengaruh pada metode akuisisi, penyimpanan, pengiriman atau prosedur penelusuran. Untuk mencapai tujuan agar perpustakaan tidak ketinggalan jauh dengan adanya perkembangan di bidang teknologi informasi, upaya dalam hal perbaikan teknologi harus terusmenerus dilakukan agar seluruh kegiatan pengelolaan perpustakaan dapat bekerja dengan lebih cepat, akhirnya dapat menjangkau pemustaka yang lebih banyak. Perpustakaan sebagai salah satu lembaga publik yang bertugas
melayankan bahan pustaka dalam format digital sepenuhnya, sehingga akses ke koleksi secara tidak langsung dengan bermediakan komputer dan jaringan lokal komputer atau internet. Hadirnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) membawa dampak perubahan paradigma kepustakawanan. Ada pergeseran tugas pustakawan dari mengelola buku menjadi pengelola informasi. Revolusi terjadi saat munculnya TIK, termasuk munculnya jaringan Internet. Terbukti bahwa Internet tidak saja memudahkan akses pada dokumen tertulis, bahkan dapat dikatakan memporak-porandakan ketentuan yang berlaku dalam masyarakat. Perpustakaan menjadi lembaga ”terparah” mengalami perubahan yang semula terpikirkan saja tidak. Demikian juga dalam
Untuk mencapai tujuan agar perpustakaan tidak ketinggalan jauh dengan adanya perkembangan di bidang teknologi informasi, upaya dalam hal perbaikan teknologi harus terusmenerus dilakukan agar seluruh kegiatan pengelolaan perpustakaan dapat bekerja dengan lebih cepat... Pada tahun 2008, pustakawan Carol Simpson merekomendasikan pemebaharuan terhadap hukum Ranganathan dengan pengayaan media. Sebagaimana dinyatakan berikut: 1. Media are for use. 2. Every patron his information. 3. Every medium its user. 4. Save the time of the patron. 5. The library is a growing organism. Tujuan utama sebuah perpustakaan adalah menyediakan layanan akses informasi bagi pemustaka. Keberadaan perpustakaan sangat bermanfaat, tetapi sering kali dihadapkan pada permasalahan dalam hal akuisisi (pengadaan), penyimpanan, dan penanganan dokumen maupun berkas-berkas sesuai kebutuhan.
16
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
mengelola informasi, menyadari pentingnya penerapan teknologi informasi untuk mendukung tugas tersebut. Perkembangan penerapan teknologi informasi di perpustakaan dapat kita lihat dari perkembangan model pengelolaan perpustakaan berkaitan dengan penerapan teknologi informasi ini. Hal itu ditandai tatkala perpustakaan mulai menerapkan teknologi informasi untuk mengotomasikan tugas pengadaan, pengolahan dan layanan. Maka hal itu dapat dimaknai pula sebagai perpustakaan memanfaatkan teknologi komputer untuk mendukung tugas subtantif perpustakaan. Kemudian meningkat ketika perpustakaan memanfaatkan sepenuhnya teknologi informasi ini dengan menyediakan, mengolah dan
konsep penerbitan. Siapa saja dapat mengakses apa saja dan menerbitkan apa saja di Internet. Oleh sebab itu untuk menggunakan semua sumber informasi khususnya dalam Internet diperlukan kemampuan tidak hanya sekedar kemampuan beraksara namun juga kemampuan berinformasi (information literate). Oleh karena transformasi fungsi perpustakaan tak terhindarkan. Transformasi perpustakaan tradisional menuju Perpustakaan Digital tidak terhindarkan. Guna melayani kebutuhan komunitas dalam mengalihkan ilmu pengetahuan berbasis digital, informasi dan ilmu pengetahuan harus selalu siap tersedia. Perpustakaan, karenanya harus meninjau kembali (re-defined)
perannya. Perpustakaan harus berubah menjadi pusat informasi dan ilmu pengetahuan.Sekarang Perpustakaan dituntut tidak hanya sekedar infrastruktur untuk memberikan kepuasan kepada kelompok masyarakat terbatas (K-Society). Perpustakaan menjadi pusat pengembangan kemampuan ini. Pada tahap inilah pustakawan diharapkan dapat mengelola pengetahuan yang tersedia dalam berbagai sumber daya informasi. Terjadi lagi penambahan tugas pustakawan dengan pengelolaan pengetahuan atau lebih dikenal dengan knowledge management (KM). Selanjutnya perkembangan sistem simpan digital yang begitu mengagumkan telah menjadikan apa yang dapat disimpan di Internet tidak saja apa yang terbaca, namun juga yang terlihat dan terdengar. Dengan kata lain apa yang tersedia di Internet menjadi ragam multi media. Interaksi antara pemustaka Internet berkembang tidak sekedar pos elektronik, namun sudah menjadi cara mempublikasikan diri, pikiran, dan karya menggunakan multi media. Dalam Internet tersedia kemudahan untuk melakukan itu semua seperti perangkat blog, podcast, flicker, youtube, wiki/face book, dsb. Kembali pada konsep awal, tujuan utama sebuah perpustakaan adalah menyediakan layanan akses informasi. Keberadaan perpustakaan sangat bermanfaat bagi pemikiran, tetapi kebanyakan selalu terbentur masalah akuisisi, penyimpanan dan penanganan dokumen maupun berkas-berkas sesuai kebutuhan. Pada umumnya hambatan muncul dari pemakaian teknologi sebagai sarana untuk penyediaan layanan. Adanya perubahan pemakaian teknologi akan sangat berpengaruh pada metode akuisisi, penyimpanan, pengiriman (pemencaran) atau prosedur penelusuran. Hal itu merupakan
konsekuensi logis bagi pelayanan perpustakaan. Oleh karena itu upaya perbaikan teknologi yang dilakukan terus menerus menjadi sangat penting untuk dilanjutkan. Pelayanan perpustakaan modern yang dikenal saat ini telah berkembang pesat pada pertengahan abad ke-19, dengan ciri : 1. Ide pembinaan koleksi untuk dilayankan. 2. Gagasan sitematik, seleksi buku dengan maksud (tujuan) tertentu, 3. Adopsi terhadap berbagai serangkaian inovasi teknis, seperti penempatan relatif (shelving buku lebih bersifat relatif dari pada shelving yang spesifik/ penempatan tetap) perbaikan kode pengkatalogan, pendekatan lebih sistematis terhadap penjajaran dan berdasar klasifikasi subjek, kartu katalog telah diupayakan dengan standardisasi dan kerja sama, dan 4. Pada abad ke-20, kecenderungan swalayan (self-service) dengan layanan terbuka (open stack) dan katalog publik (public catalogs). Terminologi berkembang, skala operasional meningkat, dan perbaikan teknik telah dilakukan. Berikut ini tiga tipe perpustakaan yang akan disebutkan, berbasis pada penggunaan teknologi. Perkembangan teknologi tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan media penyimpanan informasi yang ada di perpustakaan. Sebelum teknologi mesin cetak ditemukan oleh Guttenberg, media penyimpanan informasi berupa batu, kayu, kulit domba dan sebagainya. Setelah ditemukan mesin cetak maka media penyimpanan berupa kertas. Era ditemukannya mesin cetak ini menyebabkan produksi informasi menjadi meningkat tajam. Peningkatan jumlah informasi tersebut diikuti pula dengan peningkatan jumlah pemakainya,
karena informasi menjadi mudah didapatkan oleh yang membutuhkan. Media penyimpanan informasi dari kertas selanjutnya dianggap tidak mampu bertahan lama, karena derajat asamnya tinggi, mudah lapuk dan sebagainya, kemudian muncul teknologi penyimpanan lainnya dengan media film (plastik). Media penyimpanan film berkembang hingga muncul bentuk mikro. Perkembangan media penyimpan tidak hanya sampai dengan bentuk film maupun mikro, bentuk lebih ringkas muncul seiring dengan munculnya teknologi komputer. Bentuk ini ditandai dengan munculnya media penyimpan elektronik dalam bentuk disket, kemudian diikuti dengan munculnya CD-ROM. Perkembangan media penyimpanan tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada kepustakawanan. Munculnya produk teknologi komputer yang mampu mempersingkat dan mempermudah sistem kerja manusia juga mulai dikenal dalam lingkungan perpustakaan. Keuntungan penggunaan komputer ini diharapkan mampu menggantikan kegiatankegiatan perpustakaan yang bersifat repetitif (maksudnya kegiatan yang dilakukan berulang-ulang). Komputer juga bermanfaat sebagi alat komunikasi dan pertukaran informasi yang semakin dipermudah dengan berkembangnya teknologi jaringan komputer. Teknologi jaringan lebih mempermudah pemustaka untuk mengetahui informasi yang dimiliki oleh perpustakaan di tempat lain, sehingga terjalin komunikasi antar perpustakaan. Komunikasi juga dapat terjadi antar lembaga informasi lainnya baik di dalam maupun di luar negeri. Teknologi jaringan komputer semakin merebak di tingkat nasional maupun internasional. Teknologi jaringan baik intranet maupun internet memungkinkan kemudahan akses bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi. Pengaruh teknologi
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
17
(terutama teknologi komputer dan telekomunikasi) ternyata sangat besar bagi perpustakaan. Sampai saat ini teknik operasional perpustakaan (misalnya pembelian, pengolahan, pengkatalogan dan sirkulasi) dan bahan pustaka (terutama teks) masing-masing berbasis pada kertas dan karton. Tipe ini disebut Perpustakaan Kertas (Paper Library). Untuk menyederhanakan perkataan, perpustakaan jenis ini biasanya masih menyimpan bahan pustaka selain kertas, misalnya: clay tablets, vellum, film dan sebagainya, tetapi ini sangat sedikit sekali perbedaannya. Namun, lebih dari dua dekade yang lalu, teknik operasional perpustakaan mulai berbasis teknologi komputer, sementara itu bahan pustaka masih berbentuk kertas sebagai medianya. Tipe perpustakaan semacam ini disebut Perpustakaan Terotomasi (Automated Library). Perkembangan selanjutnya, baik bahan pustaka maupunn teknik operasional perpustakaan berubah ke bentuk elektronik. Hal ini menunjukkan perubahan alat pelayanan perpustakaan. Tipe perpustakaan semacam ini disebut Perpustakaan Elektronik (Electronic Library), barang kali tabel berikut akan lebih memperjelas: Tabel: Kegiatan Perpustakaan berbasis Teknologi dan Bahan Pustaka Tipe
Teknik Operasional
Bahan Pustaka
Perpustakaan Kertas
Kertas
Kertas
Perpustakaan Terotomasi
Komputer
Kertas
Perpustakaan Elektronik
Komputer
Media Elektronik
Konsep Perpustakaan Elektronik sangat penting karena bahan pustaka berkembang dan tersedia dalam bentuk terbacakan mesin (machine-readible), pemustaka akan berminat untuk mengaksesnya, dan keinginan akses akan tersedia. Secara spekulatif seseorang dapat menyeimbangkan antara bahan pustaka kertas dengan elektronik, atau bila dikehendaki, seseorang dapat mengubah menjadi perpustakaan tanpa kertas (paperless libraries). Namun masalah ini sesungguhnya tidak signifikan bila diperbandingkan dengan asumsi akses terhadap bahan pustaka elektronik yang direncanakan akan selalu tersedia. Saat ini perpustakaan sudah mulai menjadi “Perpustakan Terotomasi” yang diharapkan tidak terlalu lama menuju ke “Perpustakaan Elektronik”. Selama dokumen dalam bentuk kertas (dan media non elektronik lain seperti film) masih diproduksi, kita mengharap tak mungkin menghilang. “Perpustakan Terotomasi” dan “Perpustakaan Elektronik” masing-masing tetap bertahan. Secara khusus, kita berharap dan merencanakan, layanan perpustakaan yang sesungguhnya adalah perpaduan: sebagian “Perpustakaan Terotomasi” dan sebagian “Perpustakaan Elektronik”. Perubahan ke arah teknik operasional berbasis komputer, kehadiran bahan pustaka elektronik menunjukkan prospek perubahan yang radikal dalam sarana (alat) pelayanan perpustakaan. Bahan pustaka elektronik sangat berbeda bentuknya dengan media tradisional. Berbeda dengan bahan kertas dan bentuk mikro, bahan pustaka elektronik memungkinkan ketersediaaannya untuk: • Dapat dipakai (akses) jarak jauh, • Dapat dipakai lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, dan • Dapat dipakai untuk lebih dari satu kepentingan. Tiga perbedaan yang signifikan ini dapat diketemukan dan dapat diuji lebih rinci lagi.
18
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
Perpustakaan Hibrida (The Hybrid Library) = Perpustakaan Alternatif? Di dalam proses perkembangannya ada masa transisi antara tipe “perpustakaan tadisional” yang berbasis koleksi cetak (hardcopy) dengan tipe “perpustakaan baru” berbasis informasi elektronik yang dikenal dengan Perpustakaan Hibrida (The Hybrid Library). Perpustakaan hibrida adalah perpaduan antara “perpustakaan baru” berbasis informasi elektronik dengan “perpustakaan tradisonal” yang berbasis informasi cetak (hard copy) keberadaan keduanya saling berdampingan dan bersamasama secara terintegrasi dalam memberikan layanan informasi. Akses lewat pintu gerbang elektronik yang tersedia di kedua belah fihak, sebagaimana layaknya perpustakaan tradisional dan terhubung lewat internet atau jaringan komputer lokal. Perpustakaan hibrida berbeda dengan tipe perpustakaan yang tersedia pada situs web (website) dalam dua segi. Di satu sisi informasi dalam bentuk cetak tetap dipertahankan dan berdampingan dengan sumber informasi elektronik. Kedua, berusaha memusatkan perhatian dan menerjemahkan pelayanan seutuhnya baik “subjek spesifik maupun umum” untuk kelompok pemustaka tertentu dalam tampilan berimbang. Asumsi filosofis yang pantas digarisbawahi adalah perpustakaan hibrida hampir dipastikan pengorganisasian akses lebih mengutamakan koleksi lokal yang menjadi bagian dari sarana penyebarluasan (pemencaran). Istilan perpustakaan hibrida (Hybrid Library) dipopulerkan oleh UK Electronic Libraries Programme (eL.Lib). Sementara orang menyatakan bahwa perpustakaan hibrida merupakan masa transisi antara perpustakaan tradisonal dengan digital (Sutton, 1996; Oppenheim and Smithson, 1999;
Rusbridge, 1998). Sementara yang lain menyebutnya sebagai model yang masuk akal, merupakan modal awal yang luar biasa dari sumber informasi cetak menuju perubahan budaya yang dituntut untuk menuju ke penyebaran informasi digital yang sesungguhnya. Penelitian, pengembangan dan praktek yang melatarbelakangi perpustakaan hibrida dapat diamati pada karya (Brophy 2001). Inti dari pada perpustakaan hibrida adalah sebuah konsep tentang integritas dan kesejajaran, “one stop shop” dalam pemenuhan kebutuhan informasi baik dalam bentuk kopi baca/cetak (hardcopy) maupun sumber/bahan elektronik (Knight; Pinfield; Brophy and Fisher 1998). Hal ini menunjukkan bahwa segala bentuk sumber/ bahan informasi dan pelayanan harus bekerja bersama dalam satu kebersamaan “look and feel”. Munculnya berbagai jaringan sebagai sarana utama dalam penyebaran (pemencaran) terintegrasi tanpa membedabedakan pemustaka, sebagaimana definisi berikut: “Perpustakaan hibrida bermaksud menyampaikan sumber informasi (baik elektronik maupun cetak, lokal maupun jarak jauh) kepada pemustakanya dalam satu tatap muka yang terintegrasi” (Reid dan Foster (eds), 2000). Dasar kemajuan dapat diletakkan mulai sekarang, model jaringan yang mulai dikenal di universitas terhubung ke jaringan yang ada dan lebih luas. Di samping tatap muka dalam suatu jaringan, integrasi dan tanpa membeda-bedakan tergantung pada pemakaian standar yang telah disepakati, dan pelaksanaan penerapan (implementasi) sesuai kesepakatan. Tidak ketinggalan perangkat lunak (software) mudah difahami dan hasilnya tidak mendua dan konsisten, hal ini paling tidak memberi harapan kepada pemustaka
untuk mendapatkan manfaat. Di Indonesia barang kali perpustakaan hibrida ini dikenal dengan Perpustakaan Alternatif. Istilah kepustakawanan alternatif diperkenalkan oleh Meiling Simanjuntak (1996). Dikatakan bahwa, peran pustakawan dalam masyarakat adalah memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber informasi demi keuntungan masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, fungsi pustakawan adalah menjadi mediator antara masyarakat dan sumber-sumber informasi; bukan hanya buku tetapi termasuk sumbersumber informasi dalam media lain. Tujuan perpustakan adalah untuk menghubungkan masyarakat dengan pengetahuan terekam dengan cara yang semanusiawi dan sebermanfaat mungkin (Gapen). Sebagai mediator antara masyarakat dan sumber informasi, hakekat tugas pustakawan dalam menjalankan perannya saling terkait dan saling pengaruh dengan hakekat media informasi yang tersedia. Seperti telah dibicarakan, kehadiran media elektronik sebagai alternatif bagi media cetak mempengaruhi cara-cara pustakawan menjalankan perannya agar tetap maksimal. Tetapi perlu diingat bahwa media cetak belum dan tidak akan sama sekali digantikan oleh media elektronik. Keduanya masih terus akan berdampingan, saling melengkapi, meski tidak dapat disangkal bahwa pertumbuhan media elektronik sangat cepat dan akan menguruskan dominasi kertas sebagai media informasi. Sebab itu, kepustakawanan yang berlandaskan kertas masih tetap dibutuhkan. Tetapi, pada saat yang sama, kepustakawanan virtual dan digital semakin diperlukan. Pustakawan perlu menyadari bahwa perlu ditumbuhkan suatu jenis kepustakawanan dengan paradigma-paradigma baru yang mampu menjawab tantangan media
elektronik tanpa meninggalkan kepustakawanan konvensional yang memang masih dibutuhkan. Kepustakawanan alternatif yang dapat menangkal marginalisasi pustakawan ini harus menjadi bagian dari perkembangan kepustakawanan konvensional, dan tetap menyadari bahwa kemampuan maupun level digitalisasi dan virtualisasi berbeda-beda antar perpustakaan. Sebagian perpustakaan di Indonesia masih harus beroperasi apa adanya, sebagian lagi berpotensi untuk bergabung dengan dan memanfaatkan internet pada level komunikasi fundamental. Hanya sebagian kecil yang sudah mampu memanfaatkan internet pada level komunikasi interaktif dan level lanjut untuk merambah ribuan pusat informasi dalam memenuhi kebutuhan pemakainya. Yang sebagian kecil ini dapat memainkan peran penting untuk meningkatkan unjuk kerja perpustakaan Indonesia secara umum dengan cara menyediakan diri sebagai penyambung antara perpustakaan yang belum dan yang sudah virtual. Kepustakawanan alternatif perlu menciptakan dasar-dasar perpustakaan virtual yang memungkinkan pustakawan konvensional mengakses informasi elektronik dengan mudah tanpa menjadi pakar teknologi, mengupayakan digitalisasi informasi ilmiah yang banyak dibutuhkan (Lowry), dan mengupayakan hubungan terpasang (online) pulsa murah antara perpustakaan kecil dengan perpustakaan besar. Dengan upaya-upaya ini, kesenjangan informasi diharapkan tidak akan terlalu lebar dan masyarakat tidak jatuh pada kesenjangan baru: kaya informasi, dan miskin informasi. Oleh karena itu, Perpustakaan ideal masa depan menurut saya adalah perpustakaan hibrida (hybrid library), yakni perpaduan antara
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
19
model konvensional dan model digital. Tuntutan akan keberadaan Perpustakan digital dipicu oleh kemajuan yang sangat pesat dalam teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, internet, serat optik, dan telepon genggam. Konsep Perpustakaan Hibrida, yaitu perpustakaan yang memiliki koleksi dalam bentuk format digital dan format cetak sepertinya tepat diterapkan guna merevitalisasi perpustakaan yang ada kini baik di sekolah, perguruan tinggi maupun perpustakaan daerah. Fasilitas perpustakaan hybrid yang lebih lengkap akan membantu orang yang datang berkunjung untuk mencari yang pemustaka butuhkan. Kemajuan teknologi informasi tentu masuk dalam konsep perpustakaan hybrid ini, misalnya sarana peminjaman koleksi prosesnya dilakukan melalui pendataan di komputer dan setiap koleksi memiliki barcode tertentu. Adanya software automasi degan pelayanan berbasis web juga memudahkan pencarian katalog dan koleksi secara online. Namun, tidak semua orang ‘melek’ teknologi . Dengan konsep perpustakaaan hybrid, orang yang belum melek teknologi, belum mampu mengoptimalkan pencarian katalog secara online tersebut masih tetap bisa menikmati berkunjung ke perpustakaan untuk mencari koleksikoleksi perpustakaan dalam format cetak. Revitalisasi perpustakaan menuju konsep yang modern dengan penerapan konsep perpustakaan hybrid ini memerlukan adanya layanan sirkulasi, referensi hasil penelitian, jurnal, layanan multimedia dan layanan internet. Konsep perpustakaan hybrid dinilai mampu menjawab kepentingan dalam rangka menciptakan pencitraan perpustakaan sebagai tempat menambah wawasan yang tidak menjemukan.
20
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
Saat ini pemanfaatan internet telah sangat banyak. Sementara itu, internet juga terus berkembang dan bahkan telah melahirkan konsep baru yaitu Web 2.0 yang merupakan generasi ke-2 dari www. web 2.0 atau participatory web menggambarkan bagaimana teknologi www dimanfaatkan oleh aplikasi-aplikasi yang berkembang saat ini untuk berkolaborasi oleh para pemustakanya dari seluruh penjuru dunia. Aplikasi yang memungkinkan itu salah duanya adalah blog dan wiki. Dua aplikasi itu digunakan pemustaka untuk berkontribusi terhadap isi website lain. Konsep kolaborasi dengan banyak orang inilah yang memberi inspirasi lahirnya konsep library 2.0 untuk mewujudkan participatory library service. Participatory library service artinya layanan-layanan perpustakaan yang dibangun berdasarkan masukan, evaluasi dan keterlibatan banyak orang: staff perpustakaan, pimpinan perpustakaan, dan pemustaka. Perubahan yang terjadi di perpustakaan didasarkan pada masukan, evaluasi dan keterlibatan pemustaka. Jadi inti Library 2.0 perubahan yang berpusat pada pemustaka atau user-centered change. Hal ini dimungkinkan melalui teknologi informasi atau tanpa teknologi informasi. Konsep Library 2.0 adalah konsep baru yang berkaitan dengan mengadakan perubahan di perpustakaan yang melibatkan pemustaka. Perubahan ini dimaksudkan untuk perubahan yang senantiasa terjadi, tidak bersifat merombak secara drastis, tapi perubahan yang bertahap. Dengan demikian, perubahan akan selalu terjadi di dalam perpustakaan, baik layanannya, infrastrukturnya, fasilitasnya dan bahkan atmosfir di perpustakaan. Konsep ini diperuntukkan bagi semua jenis perpustakaan dan semua ukuran
perpustakaan. Ukuran perpustakaan yang kecil cenderung lebih mudah melakukan adaptasi terhadap perubahan, sementara semakin besar semakin membutuhkan lebih banyak usaha untuk berubah. Karena itu dalam melakukan perubahan perlu mengacu pada model perubahan yang sesuai. Setiap model perubahan untuk mewujudkan layanan baru senantiasa memberi penekanan penting pada kegiatan evaluasi. Kegiatan evaluasi adalah kegiatan yang membuat perubahan di perpustakaan dapat berlangsung terus menerus. Jadi, Library 2.0 merupakan model untuk perubahan yang terus menerus, untuk memberdayakan pemustaka melalui keterlibatan mereka dan layanan yang berfokus pada pemustaka, dan perubahan dan untuk menjangkau pihak lain yang berpotensi sebagai pemustaka melalui layanan-layanannya. Perubahan yang dapat dilakukan dengan konsep library 2.0 adalah perubahan pelayanan, prosedur dan operasional lainnya. Perubahan ini bersifat terus menerus melalui evaluasi dan pembaharuan. Bagaimana mewujudkan Library 2.0? Sebelum perpustakaan melakukan perubahan dalam bentuk apapun, perlu diketahui apa yang sudah dilakukan dan disajikan oleh perpustakaan kepada pemustakanya. Ini dapat dilakukan dengan evaluasi diri tentang: layanan yang telah dilakukan/diberikan, pemustaka yang sudah terjangkau oleh layanan dan koleksi perpustakaan, teknologi atau infrastruktur yang mendukung layanan dan pengelolaan perpustakaan. Dengan evaluasi ini, maka kondisi awal perpustakaan akan diketahui untuk melangkah kepada perubahan yang akan ditentukan. Perubahan yang akan diadakan di perpustakaan perlu didasari pada visi dan misi perpustakaan. Perubahan yang tidak sejalan
dengan visi misi perpustakaan akan mengaburkan tujuan perpustakaan dan mengakibatkan perubahan itu tidak sesuai dengan keberadaan perpustakaan di komunitasnya. Ini dapat saja berarti bahwa sebelum melakukan perubahan, peninjauan terhadap visi misi adalah langkah pertama dalam memulai perubahan. Pada kenyataannya banyak perpustakaan, dalam jenis apapun, kurang memperhatikan dengan seksama apa visi dan misi perpustakaan berkaitan dengan lembaga yang menaunginya dan komunitas pemustakanya. Tanpa visi dan misi, perpustakaan seperti kapal tanpa kapten kapal yang menentukan arah dari kapal tersebut. Karena itu visi dan misi ini penting untuk dinyatakan secara jelas dan diketahui semua pihak yang berkaitan dengan perpustakaan. Visi dan misi sebaiknya ditinjau ulang setiap beberapa tahun sekali untuk memastikan keberlakuannya. Tentunya kita menyadari bahwa, kelangsungan hidup lembaga yang disebut perpustakaan tergantung pada kemampuan pustakawan baik sebagai “information intermediary” maupun sebagai “information provider” dalam memenuhi kebutuhan pemustakanya sejalan dengan perkembangan teknologi. Informasi yang disediakan hendaknya memenuhi kebutuhan pemustaka dalam upaya mendapatkan solusi dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Keseimbangan ketersediaan informasi dan kemudahan akses baik terhadap sumber-sumber informasi cetak (hardcopy) maupun elektronik, informasi lokal maupun global terjaga. Informasi harus didokumenkan ke dalam berbagai bentuk media untuk menyiapkan masyarakat pemustaka memasuki era masyarakat informasi (information society) dan masyarakat belajar
(learning society). Pemanfaatan teknologi informasi yang kehadiranya tak terhindarkan hendaknya “user friendly” dengan tidak melupakan pertimbangan nilai ekonomis dan stategis. Pustakawan perlu menyadari bahwa perlu ditumbuhkan suatu jenis kepustakawanan dengan paradigma-paradigma baru yang mampu menjawab tantangan media elektronik tanpa meninggalkan kepustakawanan konvensional yang memang masih dibutuhkan. Perpustakaan sebagai Sistem Informasi Perpustakaan merupakan suatu sistem informasi yang berfungsi untuk menyimpan pengetahuan dan kebudayaan umat manusia yang direkam dalam pelbagai bentuk dokumen, serta mengaturnya sedemikian rupa sehingga informasi yang diperlukan dapat ditemukan kembali dengan cepat dan tepat. Sistem informasi sebagai suatu konsep mengandung pengertian bahwa semua sistem informasi, tanpa melihat tingkatan mekanisasi kegiatannya, juga tanpa memperlihatkan tipe atau bentuk informasi yang dikelolanya, ada kesamaan dalam mekanismenya. Suatu sistem informasi terdiri dari bagian input (masukan) dan bagian output (luaran). Unit-unit informasi disalurkan dari bagian input berupa kegiatan pencirian (characterization) dan pengorganisasian (organization) ke bagian output berupa pencocokan (matching) ketika dilakukan penelusuran atau temu kembali informasi dan penyampaian (delivery) dokumen/informasi kepada pemustaka (user). Di perpustakaan unit-unit informasi itu adalah dokumen yang disimpan sebagai koleksi untuk user (pemustaka) di kemudian hari. Meskipun sekarang ini terdapat banyak ragam bentuk dokumen, tetapi printed data (media
cetak) masih merupakan bentuk dokumen yang masih banyak di jumpai dalam koleksi perpustakaan. Characterization atau pemberian ciri kepada semua bentuk dokumen juga didasarkan pada peraturan pengolahan media cetak. Demikian pula halnya dengan organization atau pengaturannya, seperti menyusun menurut abjad, membuat acuanacuan dan lainnya. Ciri-ciri dokumen dan tata susunan dokumen ditentukan dalam proses analisis yang dalam kegiatan perpustakaan meliputi katalogisasi dan klasifikasi. Proses ini juga disebut pengindeksan atau indexing (Sumadikarta, 1981 dan juga Needham, 1974). Dalam proses ini tiap dokumen dibuatkan wakilnya yang disebut entri. Tiap entri dibuat deskripsi bibliografi yang mencantumkan ciri-ciri dokumen, antara lain pengarang, judul, subyek. Entri-entri disusun menurut tata susunan tertentu sehingga terbentuk INDEX yang merupakan condensed representation atau perwakilan ringkas dari dokumen-dokumen yang terdapat dalam sistem informasi itu. Di perpustakaan indeks yang merupakan petunjuk koleksi perpustakaan itu, disebut katalog. Dokumen-dokumen yang terdapat dalam koleksi perpustakaan disusun dalam file atau jajaran. Tata susunan dokumen dalam jajaran didasarkan pada salah satu ciri dokumen. Umpamanya: judul atau pengarang, atau subyek, atau nomor urut saja dan sebagainya. Ciri-ciri ini dapat pula digunakan untuk menyusun entri-entri dalam katalog. Apa yang terjadi di bagian output atau luaran ditentukan oleh kegiatan user atau pemustaka. Dalam proses retrieval atau penemuan kembali dapat ditempuh dua jalan, yakni mengadakan search atau penelusuran dalam file atau jajaran dokumen, atau mengadakan penelusuran dalam index untuk
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
21
memasuki jajaran dokumen. Dalam proses penemuan kembali ini terjadi matching atau pencocokan antara kata-kata yang menggambarkan kebutuhan informasi dan kata-kata yang dijumpai dalam index dan file. Apabila dalam penelusuran dapat diketahui adanya dokumen yang relevan dengan kebutuhan informasi, terdapat kecocokan antara informasi yang dibutuhkan dan informasi yang ditemukan. Kecocokan ini merupakan inti dalam proses penemuan kembali, yang diikuti oleh delivery atau penyampaian dokumen dari jajaran kepada pemustaka. Berdasarkan kerangka dasar yang menggambarkan mekanisme dalam sistem informasi, tampak bahwa index dan file merupakan dua komponen yang harus ada untuk menunjang penemuan kembali informasi (information retrieval) yang tersimpan dalam sistem itu. Bagi perpustakaan sebagai sistem informasi hal ini berarti bahwa harus ada katalog dan bahwa koleksi dokumen harus disimpan berdasar tata susunan tertentu. Perpustakaan yang memiliki koleksi dokumen yang tidak ternilai baiknya, tidak akan ada artinya bila dokumen relevan tidak dapat ditemukan kembali untuk memenuhi kebutuhan informasi yang khusus. Perkembangan kebutuhan informasi menyebabkan pula perbedaan bentuk informasi ilmiah yang harus disediakan oleh pemberi kepada pemakai informasi. Kelompok pemustaka seperti pengambil kebijaksanaan, mahaguru, peneliti atau ilmuwan, dan industri besar yang memiliki tenaga ahli dapat memanfaatkan informasi ilmiah dalam bentuk aslinya. Untuk keperluan pemakai akhir (end user) seharusnya informasi ilmiah yang ada diubah bentuknya terlebih dahulu. Repacking of information adalah cara mengubah bentuk informasi ilmiah sehingga dapat dimengerti
22
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
dan dipergunakan oleh pemustaka akhir. Dalam hal ini diperlukan metode penyampaian yang berbeda dengan yang diperlukan oleh pemustaka langsung informasi ilmiah, untuk pemustaka akhir informasi ilmiah seperti industri kecil, petani, nelayan, pengrajin dan sebagainya memerlukan perubahan bentuk informasi ilmiah menjadi informasi teknologi tepat guna yang siap pakai. Dewasa ini telah terjadi perubahan yang sangat spektakuler di bidang teknologi informasi, maka terjadilah pergeseran paradigma dalam langkah laku kehidupan kita dan tentunya tingkah laku kehidupan kita dalam berusaha serta bermasyarakat. Paradigma (paradigm) adalah suatu cara kita memandang dunia (kondisi) tidak hanya dalam konteks penglihatan mata (fisik) belaka, tetapi lebih kepada konteks penerimaan, pengertian, dan interpretasi kondisi tersebut. Pergeseran paradigma ini tidak selalu menyenangkan, bahkan lebih sering menyakitkan. Dibutuhkan keberanian dan ketabahan menyakini paradigma baru, tetapi paradigma baru ini akan memberikan sudut pandang dan cara pemecahan masalah. Perubahan paradigma ini tentu saja juga merambah ke dunia kepustakawanan. Perubahan paradigma kepustakawanan berkaitan erat dengan perubahan teknologi yang diperlukan untuk memproduksi, mereproduksi, dan menyebarluaskan informasi. Tatkala informasi dalam bentuk simbol-simbol bahasa tulis dan dapat dilipatgandakan dalam bentuk bahan tercetak, kerja dan keahlian kepustakawanan yang diperlukan untuk mengelola pustaka berikut seluruh isi kandungan substantifnya itu tentu berbeda dengan apa yang terjadi kemudian ialah tatkala informasi, berkat perkembangan teknologi digital, telah dapat dirupakan dalam bentuk pulsa-pulsa elektronik. dalam
bentuknya yang baru itu, informasi dapat dipindah-pindahkan dalam jangkauan yang lebih luas dan dengan kecepatan yang berbilang cuma dalam hitungan detik. Itulah yang disebut dengan perkembangan ICT. Bersamaan dengan perubahan paradigma kepustakawanan terjadi pula perubahan perilaku pencari informasi, untuk itulah diperlukan strategi yang tepat untuk memberikan kepuasan layanan bagi pemustaka. Maka diperlukan strategi membangun layanan dengan ”One Stop Service”. Konsekuensi logis yang muncul adalah pemahaman tentang masalah akses dan ekonomi informasi, konsep tentang ”One Stop Service”, dan Strategi Perpustakaan dalam Pelayanan “One Stop Service (OSS)”. Tujuan dari dibentuknya OSS untuk memberikan kemudahan pada dunia kepustakawanan karena dapat menciptakan iklim kondusif yang dapat meningkatkan kegairahan pemanfaatan informasi. Di samping melayani kebutuhan informasi, OSS dapat dijadikan sebagai sarana bagi perpustakaan untuk memberikan semua informasi yang dibutuhkan masyarakat. Melalui OSS dengan seluruh kelengkapannya, pemenuhan akan kebutuhan informasi akan menjadi mudah dan murah yang membuat pemustaka terhindar dari biaya ekonomi tinggi yang biasanya terjadi pada saat proses penelusuran (temu kembali) informasi. Selama berabadabad paradigma kepustakawanan adalah pengadaan dan penyimpanan, kemudian berubah menjadi pengolahan dalam arti luas sehingga kegiatan pengolahan merupakan kegiatan utama pustakawan. Terpakunya pada pengolahan maka pustakawan tidak menyadari bahwa paradigma tersebut sudah mengalami pergeseran menjadi jasa kepada pemustaka atau ke akses. Dewasa ini, sudah ada berbagai macam dan bentuk media informasi yang dapat ditemukan oleh pemustaka. Apabila menginginkan penemuan informasi dengan mudah dan cepat
serta menurut suatu sistem tertentu maka pemustaka dapat mengunjungi perpustakaan sehingga hubungan informasi dengan perpustakaan sangat erat kaitannya karena semua isi koleksi perpustakaan merupakan informasi yang sangat berharga bagi pemustaka. Apalagi perpustakaan mempunyai suatu misi, yaitu melestarikan hasil karya atau budaya bangsa yang terdapat dalam berbagai bentuk media baik cetak maupun noncetak. Untuk memberikan suatu layanan yang cepat dan terampil maka pustakawan dituntut untuk menjadi seorang yang profesional di bidangnya. Sebagai seorang profesional bidang informasi maka pustakawan juga disebut profesional informasi, dan tuntutannya harus memiliki jiwa pionir, luwes, trengginas, dan selalu belajar serta mau mengikuti perkembangan baik teknologi informasi maupun ilmu pengetahuan demikian pula kemauan dan kemampuan berkolaborasi. Pustakawan yang sudah profesional informasi, dengan sendirinya masyarakat yang dilayani adalah masyarakat informasi. Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang kualitas hidup, prospek perubahan sosial, dan pengembangan ekonomi tergantung pada peningkatan dan pemanfaatan informasi. Reka Ulang Pelayanan Perpustakaan. Telah terjadi perubahan dalam sistem layanan perpustakaan. Suatu perubahan yang dramatis pada sistem layanan perpustakaan telah berjalan. Pangkalan data bibliografi (dan yang lain) telah tersedia beberapa tahun yang lalu, komputer-komputer pribadi dan telekomunikasi telah mengalami perkembangan yang pesat, ide perpustakaan elektronik (electronic library) telah begitu meluas. Suatu pernyataan yang meyakinkan akan terbentuknya masyarakat informasi (information society) dan berbagai laporan tentang persaingan di dunia
industri informasi (information industry) termasuk di dalamnya pengusaha komputer, maskapai telepon, penerbit, penyedia informasi (information provider) dan berbagai jenis lainnya. Sementara itu sangat jelas bahwa perpustakaan umum, sekolah dan perguruan tinggi dalam suatu kedaan yang sulit sebagai sektor publik berusaha keras untuk mendapatkan dana pembelian buku, gedung baru, staf, dan sekarang teknologi baru; dalam pada itu juga dihadapkan pada kenyataan masalah keterbatasan anggaran. Berbagai pertimbangan telah diambil oleh dewan perpustakaan umum, anggota komisi perpustakaan fakultas maupun pustakawan dengan berbagai rencana strategis pengembangan perpustakaan atau menghadapi tantangan investasi baru dalam membangun gedung perpustakaan baru sesuai kebutuhan. Apa yang dapat dikatakan bagaimana layanan perpustakaan itu telah mengalami perubahan dan seberapa perubahan itu layak bagi masa depan? Apa yang dapat diberikan sebagai latar belakang bacaan dan landasan untuk berdiskusi? Ada jurang pemisah antara masalah teknis komputer masa kini dengan langit biru prediksi yang membentang ke masa depan informasi elektronik. Apa yang dapat menolong menutup jurang pemisah itu? Apa yang dapat dikatakan tentang rencana strategis yang sesuai, katakan jarak lima sampai sepuluh tahun? Perubahan teknologi hanya salah satu yang mempengaruhi sebuah lembaga. Di dalamnya termasuk perubahan budaya, perubahan nilainilai politik dan sosial, perubahan eknonomi dan perubahan dari apa yang diketahui dan tidak diketahui. Diskusi berikut ini terpusat pada efek perubahan teknologi jangka panjang terhadap layanan perpustakaan,
karena sangat menentukan dan lebih dapat diperkirakan dibanding perubahan yang disebabkan oleh sebab-sebab yang lainnya. Tanggung jawab penyediaan layanan perpustakaan sedikit banyak menyadarkan kita untuk memecahkan masalah dengan memberikan kejelasan pemecahan berdasar pada pemahaman masalah. Barangkali unsur-unsur pembentuk perpustakaan elektronik abad 21 telah terlihat, walaupun tidak begitu nyata, sejak awal tahun 1930an oleh pemikir-pemikir cerdik. Visi perpustakaan ke depan berhubungan erat dengan ramalan tentang kematian buku, keusangan pustakawan dan berbagai keraguan yang lain. Diskusi masalah ketersediaan “akses” terhadap “informasi” pada umumnya tidak tuntas atau menyesatkan. Pengertian “informasi” dipakai untuk menunjukkan kata sifat bagi buku, jurnal, pangkalan data, dan obyek fisik lain yang berhubungan dengan informasi. Akses terhadap dokumen yang bersifat informative tergantung pada identifikasi (ciri), lokasi dan memberi akses secara fisik. Kemungkinan seseorang akan merasa terinformasi, menjadi lebih faham, dan lebih memerlukannya. Pembaca perlu memahami dan menilai apa yang terkandung. Bila apa yang diketemukan tidak difahami atau ditolak, maka nilai informasi yang dicapai sangat kecil. Banyak tulisan masa kini tentang teknologi berdampak pada “perpustakaan masa mendatang”. Visi ke depan ini akan berkepanjangan, pengaruhnya berdampak pada perdebatan dan pemikiran. Masalah keberadaan perpustakaan cukup berat. Visi perpustakaan elektronik terasa tak menentu dan meragukan. Seandainya visi terasa bagus, hal ini tidak seluruhnya jelas meski arah pengembangan dari satu tempat ke tempat lain telah dipetakan. Ada tiga asumsi reka ulang pelayanan perpustakaan, yaitu: 1. Tidak semua rencana strategis
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
23
mendapatkan perhatian sepenuhnya dari penentu kebijakan. Sementara orang begitu antusias menyelesaikan masalah pelayanan dengan sarana elektronik, yang lainnya merasa keberatan untuk mengeluarkan dana operasional yang berkesinambungan. 2. Perhatian yang diberikan terhadap teknologi informasi baru tidak sepadan (memadai). Dalam hal ini tidak jelas seberapa perhatian terhadap teknologi informasi diberikan, namun ada pula yang lebih bersifat ketidakkritisan perhatian yang diberikan terhadap kelaziman karakter teknologi. Kita mengadopsi seperti apa adanya. Diperlukan suatu kesadaran untuk mengapresiasi secara kritis dan evaluatif terhadap apa yang akan kita lakukan. 3. Perlu pertimbangan berdasar landasan pengalaman nyata yang kita miliki dalam merumuskan rencana strategis, tidak sematamata menurut kebenaran umum. Barangkali bila seseorang ditugasi membuat rekomendasi tentang pengembangan layanan perpus takaan untuk tiga atau sepuluh tahun ke depan, apa kira-kira yang akan dirumuskan sasaran yang akan dicapai? Tujuan pelayanan perpustakaan adalah menyediakan akses ke buku, jurnal dan bahan informative lainnya. Perpustakaan tidak pernah memonopoli sepenuhnya apa yang dibutuhkan. Masih tersedia koleksikoleksi pribadi, toko buku, dari kontak person, atau juga berasal dari perpustakaan-perpustakaan lain. Walaupun tidak memonopli, namun jelas bahwa peran utama perpustakaan adalah tempat memberikan layanan. Saat ini, pelanggan mengalami kesulitan untuk mendapatkan tambahan layanan dari perpustakaan. Perubahan radikal di bidang teknologi
24
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
yang ada sebagai sarana untuk penyediaan layanan memberi kesan masa depan yang tak menentu. Dalam situasi semacam ini kita dituntut untuk siap. Perpustakaan sibuk dengan: pelayanan, aktivitas berorientasi kepada pemustaka dengan penekanan pada pencerminan lituratur professional, praktis; cara untuk mencapai tujuan, taktik dan strategi. Tidak hanya cukup dituliskan, misalnya, bagaimana mengembangkan koleksi tetapi lebih ke bagaimana peran yang dimainkan koleksi tersebut. Tidak cukup bagaimana membuat katalog tetapi bagaimana katalog itu digunakan.Tidak ketinggalan, saat ini menuntut kesadaran bahwa perubahan besar telah terjadi dan harus diakui, misalnya yang berkaitan dengan pelayanan perpustakaan, pelayanan komputer, dan pelayanan telekomunikasi berpengaruh pada dunia penerbitan, dan manajemen perpustakaan paling tidak berkaitan dengan manajemen pelayanan buku. Pelayanan perpustakaan memiliki dua landasan: peran pelayanan perpustakaan dalam menyediakan fasilitas akses dokumen dan misi perpustakaan mendukung misi lembaga induknya atau memenuhi kebutuhan/kepentingan pemustakanya. Pemahaman terhadap dua pernyataan umum tersebut merupakan dasar dari pelayanan perpustakaan yang efektif. Pernyataan pertama mendorong kita untuk mempertanyakan bagaimana “fasilitas, akses dan dokumen” harus diterjemahkan dan peran pelayanan perpustakaan dihubungkan dengan peran perdagangan buku, komputasi dan pelayanan yang lain. Pernyataan umum kedua, menuntut ketentuan apa yang bisa dilakukan bersifat unik untuk konteks yang spesifik. Guna menguji strategi pengembangan pelayanan perpustakaan yang tersedia, ada tiga kondisi yang harus dipenuhi:
1. Kita harus bisa membedakan antara cara dan hasil akhir. Tujuan (purposes of) dan pembenaran (justification of), pelayanan perpustakaan tidak dikacaukan dengan teknik dan teknologi yang diadopsi sebagai alat untuk menyediakan pelayanan, meskipun pilihan hanya terbatas pada ketersediaan teknik dan teknologi. Pada periode yang cukup panjang dan relatif stabil yaitu periode akhir abad 19 sampai dengan tahun 1970-an cara untuk menyediakan pelayanan perpustakaan sesuai keadaan yang bisa memudahkan untuk membedakan antara hasil akhir dengan cara sangat kabur. Sepanjang periode ini sangat sulit untuk membedakan secara rinci antara hasil yang dicapai dengan alat. Pada praktek sehari-hari perbedaannya tidak signifikan. Namun kekaburan perbedaan berkenaan hambatan terhadap efektifitas, saat in telah tersedia sarana (alat) alternatif. Pemilihan cara tergantung dari penentuan awal tujuan akhir yang akan dicapai. 2. Sarana alternatif diperlukan untuk mengadakan penyelidikan dalam menentukan pilihan yang tidak menentu. Dalam hal ini kita perlu membedakan ukuran antara taktik jangka pendek dengan taktik jangka panjang. 3. Membicarakan baik alat maupun tujuan akhir akan berimplikasi pada berbagai pertimbangan tidak hanya baik atau kurang baik, tetapi juga perbedaan macam kebaikan apa yang dikehendaki. “Seberapa baikkah?” hal ini berarti mengukur kualitas, atau ukuran bagi kemampuan dalam hal melayani secara aktual maupun yang diperkirakan. Bentuk kebaikan ini cocok untuk mengevaluasi dan mengukur alat, yaitu peralatan dan teknik untuk menyediakan pelayanan seperti misalnya “koleksi
daftarpustaka yang baik” atau “katalog yang baik”. Pengukuran luaran atau kinerja biasanya menggunakan model ini. Bentuk lain kebaikan tercermin pada pertanyaan “Seberapa baik cara mengerjakan?” yang berhubungan dengan efektifitas biaya (cost-efectiveness), efisiensi, dan manajemen efektif pada umumnya. Penutup Kepustakawanan memiliki nilai abadi dan tujuan akhir yang abadi pula, oleh karena itu Visi perpustakaan dan pustakawan seyogyanya berada pada konteks perubahan zaman. Kepustakawanan terus-menerus berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Fenomena semacam ini mau tidak mau menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi perpustakaan maupun pustakawannya untuk melakukan transformasi di lingkungannya. Pustakawan dalam menjalankan praktek kepustakawanan harus berkemampuan menguasai teknologi informasi yang sedang menjadi trend dunia (global). Perlu strategi pengembangan guna menjawab tantangan perubahan keadaan lingkungan guna meningkatkan pemenuhan kebutuhan informasi bagi pemustaka yang semakin meningkat dan beragam.
Apostle, R. and Raymond, B. 1997. Librarianship And The Information Paradigm. Lanham, Md.: The Scearcho Press, Inc. Assegaf, D. H. 1990. “Era Informasi Kini Dan Masa Mendatang”. Dalam Indonesia dalam era globalisasi: Dimensi Asia Pasifik Abad 21. Jakarta: Bank Suma. Bucland, M. 1992. Redesigning Library Services: A Manifesto. http://sunsite. berkeley.edu/Literature/Library/ Redesigning.html SunSITE Manager:
[email protected]. Lien, D. A. 2004. “Transformasi Dunia Perpustakaan”. Media Pustakawan, 9(3-4) September: 132-17. Feather, J. 1996. The Information Society: A Study Of Continuity And Change. London: Library Association Publishing, Ltd. Gates, J. K. 1989. Introduction To Librarianship. 3rd ed. New York: McGraw-Hill. Indonesia, Undang-Undang dan Peraturan. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 43 Tentang Perpustakaan. Mustofa, B. dan Saleh, A. 1992 “Komersialisasi Layanan Perpustakaan: Tinjauan Dan Prospek”, Hasil Kongres VI dan Seminar IPI. Padang, 18-21 November: 301-309 Probojekti, U. 2010. ”Library 2.0: Konsep Pengembangan Perpustakaan” http:// sambungjaring.blogspot.com/2008/03/ library-20-konsep-pengembangan.html. Akses 26 – 07- 2010 Poedjohadi. 1992. Relevansi Standar Perpustakaan, Pengukuran dan Evaluasi Perpustakaan. Jakarta: MSW. Purwono. 2001 ”Ekonomi Informasi Dalam Menunjang Pelayanan Perpustakaan”. Bulettin IPI-DIY, 12(4) Juli: 137-151. -----------, 2007. Hubungan Timbal Balik Antara Institusi, Pembelajaran Sepanjang Hayat Dengan Pengembangan Karier Pustakawan. Pidato Pengukuhan Pustakwan Utama UGM tgl. 6 September. Yogyakarta: UGM. Rowley, J. 1999. ”Price And The Marketing Environment For Electronic Information”, Journal of Librarianship and Information Science. 29 (2) June 1999: 95-101. Purnomowati, S. 1992. “Pengalaman Di Bidang Jasa Penyebaran Informasi Ilmiah PDII-LIPI”, Temu Wicara tentang Pengenglaman Praktik di Bidang Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi PDII-LIPI. Jakarta, 12 Oktober 1992. Sudarsono, B. 2006. Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: PP IPI bekerjasama dengan Sagung Seto. Tjitropranoto, P. 1987. “Masalah Akses Informasi”, Baca, 12(1) : 56-65.
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
25
Oleh : Adin Bondar
Penerapan Manajemen Perubahan dalam Peningkatan Daya Saing di Lembaga Perpustakaan Pendahuluan Perubahan (change) merupakan suatu fenomena yang harus terjadi dalam kehidupan organisasi. Bukan saja pada organisasi yang berorientasi pada profit juga organisasi nirlaba atau lembaga publik. Pada hakekatnya, kehidupan organisasi selalu diliputi oleh perubahan secara berkelanjutan. Hal ini dikarenakan adanya faktor eksternal yang mendorong terjadinya perubahan. Menurut Habbel, (2010) perubahan merupakan proses yang terus menerus dalam dunia bisnis. Karena itu perubahan perlu dipahami untuk mengurangi tekanan resistensi terhadap perbubahan itu sendiri Perspektif organisasi publik, acap kali merespon teori keunggulan kompetitif (competitive advantage theory) belum optimal. Organisasi harus mengejar kebijakan yang menciptakan barang berkualitas tinggi untuk menjual dengan harga tinggi di pasar (Porter, 1985). Pada hal, manajemen organisasi pemerintah sama halnya manajemen perusahaan yang menuntut adanya kinerja tinggi (high performance organization). Pertanyaan mendasar adalah mengapa performa lembaga pemerintah tidak berbasis pada penguatan daya saing atau kinerja? Pendekatan inilah yang menyebabkan rendahnya kualitas penyelenggaraan pemerintah secara umum. Perpustakaan Nasional sebagai lembaga publik juga
tidak luput dari dinamika perubahan dewasa ini yaitu menjadi lembaga yang berbasis pada kinerja sebagaimana dalam Undang-Undang 43/2007 tentang Perpustakaan, Pasal 2, bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Tuntutan masyarakat semakin tinggi akan layanan perpustakaan. Permasalahan pokok lembaga perpustakaan dapat dilihat dari; pertama, kinerja perpustakaan dalam membeikan pelayanan kepada msyarakat masih berbasis budaya birokrat dan belum berorientasi pada kepuasan pemustaka, yang penting hadir dan bekerja sudah merupakan pencapaian yang baik, dengan kesimpulan bahwa proses pencapaian pelayanan yang dilaksanakan belum maksimal dan belum memenuhi syarat yang ditentukan dalam standar pelayanan umum; kedua, pemanfaat perpustakaan oleh masyarakat masih belum optimal masih sedikit masyarakat yang memanfaatkan perpustkaan; ketiga, tingkat disparitas layanan perpustakaan masih tinggi dikarenakan pertumbuhan perpustakaan di Indonesia masih lambat. Faktor Pendorong Perubahan di Perpustakaan Lingkungan Perpustakaan Nasional sebagai organisasi
(Adalah Perencana Muda Perpustakaan Nasional Republik Indonesia)
26
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
menghadapai lingkungan yang dinamis dan berubah Lingkungan eksternal cenderung merupakan kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan. Lingkungan eksternal mendorong dinamika global, sehingga lembaga perpustakaan menjadi organisasi yang terbuka dan fleksibel, yaitu: Pertama, Perpustakaan Pembelajaran Publik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43/2007, fungsi lembaga perpustakaan adalah sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa dan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat (life long education), demokratis, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran dan kemitraan. Di samping perpustakaan berfungsi untuk mendukung Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 20/2003 tentang Pendidikan, dimana perpustakaan pusat sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, dan kebudayaan. Peraan dan potensi perpustakaan diperkuat oleh kesepakatan masyarakat dunia dalam deklarasi World Summit of Information Society-WSIS dalam pencapaian MGD’s mengatakan bahwa perwujudan masyarakat informasi (information society) yang inklusif, perpustakaan menjadi ranah publik (public domain)
sebagai akses ke informasi dan pengetahuan dimana kemampuan semua orang untuk mengakses dan menyumbangkan informasi, gagasan dan pengetahuan yang bertujuan untuk membangun masyarakat informasi yang inklusif yaitu dimana semua orang dapat mencipta, mengakses, menggunakan dan berbagai informasi serta pengetahuan hingga memungkinkan setiap individu, komunitas dan masyarakat luas menggunakan seluruh potensi mereka untuk pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan mutu hidup. Kedua, Kebijakan Reformasi Birokrasi. Reformasi birokrasi lahir sebagai respon terhadap kondisi pemerintahan yang belum mencerminkan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel dan transparan. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang efisien dan efektif, bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), masih banyak hal yang harus dilakukan. Perpustakaan sebagai urusan wajib pemerintah dan pelayanan publik, perlu didorong dan diarahkan pada prinsip pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Melalui reformasi birokrasi, perpustakaan sebagai lembaga pelayanan publik berkewajiban ikut mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mendorong peningkatan daya saing nasional. Aspek penting dalam peningkatan daya saing adalah birokrasi. Birokrasi memberikan peran penting terutama dalam mendorong sistem pelayanan publik yang berkualitas, cepat, murah dan mudah. Untuk merespon tantangan birokrasi tersebut, perpustakaan diharapkan dapat mengimplementasikan reformasi birokrasi sebagai upaya untuk melaksanakan amanah kebijakan reformasi birokrasi sebagaimana yang tertuang di dalam Peraturan Presiden No. 81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 20/2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Dalam kebijakan tersebut, reformasi birokrasi bertujuan untuk mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan; menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy; meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/ program instansi; meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis. Ketiga, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). TIK mempunyai pengaruh amat besar terhadap segala aspek kehidupan umat manusia. Cepatnya kemajuan teknologi sepenuhnya membuka kesempatan baru dalam mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Kemampuan teknologi dapat mengurangi banyaknya kendala konvensional, khususnya kendala batas ruang, waktu dan jarak. Oleh sebab itu, secara umum manfaat dan fungsi Teknologi Informasi dan Komunikasi pada dasarnya, dapat: (1) Mengatur informasi (in-house information) atau informasi yang ada di dalam lembaga informasi tersebut, serta mengusahakannya agar dapat di temu balik; (2) Mengakses pangkalan data luar (ektern), yaitu pangkalan data dari lembagalembaga lain, maupun belahan dunia lain. Fungsi-fungsi lainnya, yaitu : (i) meringankan beban kerja; (ii) efisien dan menghemat waktu dan tenaga; (iii) meningkatkan jasa perpusdokinfo dan fungsi-fungsi baru; (iv) membangun jaringan dan kerjasama. Keempat, Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sebagian besar urusan pemerintah telah dilimpahkan
kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Semangat reformasi tersebut menjadikan urusan bidang perpustakaan menjadi kewenganan daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38/2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota. Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan, perpustakaan menjadi urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2). Artinya, perpustakaan menjadi urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Senada dengan amanat UU No. 43/2007 pasal 7 (b) pemerintah berkewajiban menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat. Model Manajemen Perubahan (Change Management) di Perpustakaan Kenyataan yang harus dihadapi adalah fenomena global di berbagai dimensi dan kemajuan peradaban manusia. Manajemen perubahan menjadi sangat penting diterapkan. Namun kenyataannya proses perubahan yang terjadi tidak selalu mendapat respon positif. Ada saja yang menyukai dan yang tidak menyukai perubahan. Beberapa alasan mengapa resistensi terhadap perubahan adalah perubahan dapat menjadikan ‘complesence’ yaitu terganggunya rasa nyaman sehingga perubahan dapat menggeser hakikat prinsip dan komitmen berupa hilangnya eksistensi seperti kehilangan ketrampilan, kegagalan kerja, ketidakmampuan menghadapi masalah baru, dan kehilangan pekerjaan.
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
27
Berdasarkan model perubahan Lewin dikutip Wibowo (206:139) menjelaskan bahwa perubahan memiliki tahapan dan proses, yaitu; pertama, Proses perubahan menyangkut mempelajari sesuatu baru, seperti tidak melanjutkan sikap, perilaku atau praktik organisasional yang masih berlaku sekarang; kedua, perubahan tidak akan terjadi sampai terdapat motivasi untuk berubah. Hal ini merupakan paling sulit dari proses perubahan; ketiga, manusia merupakan pusat dari semua perubahan organisasional. Setiap perubahan baik dalam bentuk struktur, proses kelompok, sistem penghargaan atau rancangan kerja, merupakan individu untuk berubah; keempat, resisten untuk berubah dapat ditemukan bahkan meskipun tujuan perubahan sangat diinginkan; kelima, perubahan yang efektif memerlukan penguatan prilaku baru, sikap, dan praktek organisasi. Gambar 1: Model Perubahan Lewin di Perpustakaan Step1: Unfreezing Incorporating the change: creating & maintaining
Step2: Changing Attempting to create a new state of affairs
Step2: Changing Attempting to create a new state of affairs
Layanan basis pada kepuasan pemustaka
Layanan statitis dan Basis budaya Birokrat
Sumber: Greenberg & Baron, Behavior in Organizattions. New Jersey: Prentice-Hall, 1997: 559
Langkah pertama, unfreezing. Tahap ini disebut tahap pencairan yaitu tahap yang menfokuskan pada penciptaan motivasi untuk berubah. Individu didorong untuk mengganti prilaku atau sikap lama dengan yang diinginkan manajemen. Tahap ini tahap yang sulit sebab lahirnya sebuah perubahan melahirkan resistensi dan resitensi ini biasanya dari kelompor yang disebut ‘smart people’ atau individu yang sudah mapan. Langkah kedua, changing or movement. Tahap pembelajaran di mana pekerja diberikan informasi baru, model perilaku baru, atau cara baru dalam melihat sesuatu untuk membantu pegawai belajar konsep atau titik pandang baru, bahwa perubahan adalah suatu proses pembelajaran berkelanjutan dan bukan kejadian sesaat tahap ini dapat dilakukan melalui lokakarya dan sosialisasi secara bertahap kepada pegawai. Langkah ketiga, refreezing. Pembekuan kembali dimana perubahan yang terjadi distabilisasi dengan membatu pegawai mengintegrasikan perilaku dan sikap tahap ini dapat dilakukan melalui pengawasan dan evaluasi dan pemberiaan reward and punishment bagi pegawai yang berprestasi dan tidak berprestasi. Penerapan Manajemen Perubahan di Perpustakaan Agar Perpustakaan Nasional dapat berdaya saing dan memenuhi tuntutan masyarakat, maka arah kebijakan perubahan dilakukan pada fokus, sebagai berikut: 1. Budaya Berprestasi Korporasi dengan budaya yang kuat mampu menghasilkan revenue 4x lebih tinggi, memiliki kualitas tenaga kerja 7x lebih baik, meraih nilai saham 12x tinggi serta keuntungan bersih lebih dari 700 persen jika dibanding dengan korporasi dengan budaya yang lemah (Kotter & Heskett) dengan judul buku “Corporate Culture and Performance”.
28
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
Sebaliknya korporasi dengan budaya yang lemah mengalami penurunan nilai aset sebesar 80 persen dalam jangka waktu 3 tahun dan turn over karyawan hingga 50 persen. Budaya merupakan sebuah pondasi kesuksesan yang berkesinambungan serta merupakan identitas dan jiwa sebuah organisasi. Organisasi dengan budaya yang kuat dan positif akan memungkinkan orang merasa termotivasi untuk berkembang, belajar dan memperbaiki diri. Jika orang bekerja dalam organisasi yang dikelola dengan baik akan mempunyai motivasi dan kepuasan lebih tinggi. Banyak organisasi tertekan untuk melakukan perubahan agar tetap dapat bersaing dan bertahan. Organisasi menyadari bahwa perubahan harus dilakukan karena tekanan persaingan ekternal Budaya berprestasi (chievement culture) merupakan tipe budaya yang mendorong dan menghargai kinerja orang. Pemimpin perlu menyebutkan dan mengkomunikasikan dengan jelas visi dan tujuan organisasi kepada semua tingkat staf dalam organisasi. Organisasi mempunyai sasaran yang terukur dan menggunakan orang yang akuntabel untuk mencapainya. Mereka mempunyai sistem penilaian yang trasparan dan jujur, terikat erat dengan reward berdasarkan kinerja. Keputusan dalam budaya semacam ini dapat dibuat secara hirarkis. Individu didorong dan dimotivasi oleh antusiasme akan pekerjaan, atau karena mereka tahu akan dinilai secara jujur dan dihargai menurut jasanya. Nilai-nilai bersama yang mengembangkan achievement culture yang kuat dikemukakan oleh Tan (2002:30), sebagai berikut; pertama, result oriented (berorientasi pada hasil). Nilai bersama organisasi yang paling berbeda yang mempraktikkan budaya berprestasi terletak pada
fokusnya yang kuat pada hasil. Mengkomunikasikan pentingnya hasil dan mendemonstrasikan melalui tindak lanjutnya yang konsisten; kedua, superior customer services (Pelayanan pelanggan unggul). Perusahaan yang mempraktikkan budaya berprestasi mengetahui bagaimana mengintegrasikan teknologi, proses, strategi dan orang sehingga pelanggan menghargai jasa dan produknya tinggi dan akan membayar untuk itu; Ketiga, innovation (inovasi). Suatu pola pikir bahwa setiap orang dalam organisasi harus mempraktikkan inovasi, di mana saja, setiap saat dan pada setiap hal secara berkelanjutan. Inovasi mengalihkan impian dan gagasan ke dalam kenyataan. Inovasi adalah tentang menciptakan sesuatu yang belum pernah dilihat dunia sebelumnya. Untuk menciptakan lingkungan yang inovatif, pemimpin harus mendorong keberanian untuk mengambil risiko dan mengembangkan toleransi terhadap kesalahan; keempat, fairness (kejujuran). Orang dalam organisasi tidak akan melanjutkan bekerja keras melakukan yang terbaik jika mereka merasa tidak ada kejujuran di tempat kerja. Arti kejujuran disini adalah memperlakukan orang dengan adil; tidak ada kelicikan, diskriminasi, tidak ada penyalahgunaan. Sistem penilaian yang adil adalah merit-based, di mana reward dikaitkan dengan ketat pada kinerja individu; kelima, respect (penghargaan). Pekerjaan yang baik datang dari orang yang mempunyai kebanggaan terhadap pekerjaan dan tempat kerjaan. Orang yang menghargai orang lain, pada gilirannya dihormati orang lain dan membuat bahagia. Pada umumnya orang yang bahagia akan lebih efektif dan produktif; keenam, change responssive (me-respons terhadap perubahan). Kemampuan organisasi menyelaraskan perubahan internal pada
kekuatan perubahan eksternal, seperti meningkatnya persaingan, teknologi baru, perubahan peraturan industri dan persyaratan pelanggan, merupakan kunci untuk selamat dari tantangan lingkungan yang semakin meningkat; ketujuh, accountability (akuntabilitas). Akuntabilitas adalah tentang menerima masalah dan memastikan bahwa masalah tersebut terselesaikan. Dengan menjadi akuntabel, pekerja menambahkan nilai bagi organisasi dan dirinya sendiri; kedelapan, passion (keinginan besar). Banyak organisasi menjadi besar karena keinginan besar dari pimpinan di belakangnya. Pimpinan mengkomunikasikan dan menterjemahkan visinya ke dalam besaran yang dapat diidentifikasi staf dan bekerja menuju ke arahnya. Dengan budaya seperti di atas Perpustakaan Nasional akan menjadi salah satu lembaga yang dapat memberikan kompensasi yang berkeadilan terhadap pegawainya baik pemberian remunerasi maupun pemberian penghargaan dan sanksi terhadap pegawai yang berprestasi dan yang tidak berperestasi. 2. Redesain Sumber Daya Manusia Peranan sumber daya manusia dalam organisasi adalah penggerak utama organisasi. Agar dapat berjalan dengan baik, pengelolaannya harus mencermati dan memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, perencanaan SDM terkait erat dengan pencapaian tujuan organisasi. Salah satu strategi kebijakan adalah pementaan yang jelas sumber daya manusia baik wilayah rekrutmen, pendidikan dan pelatihan, pengembangan karier, mutasi dan promosi. Dalam hal ini, sumber daya manusia dijadikan sebagai salah satu indikator
penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Menurut Ulrich (2009) dalam konteks organisasi dan perusahaan ada empat peranan utama sumber daya manusia yaitu; (i) ahli dalam proses administrasi (management of firm infrastructure), (ii) ahli pada wilayah kontribusi (management of the employee contribution); (iii) menjadi agen perubahan (management of transformation and change); (iv) sebagai mitra dalam penentuan strategi perusahaan (management of strategic human resources). Manusia adalah sebagai target sentra dalam menghadapi globalisasi. Untuk dapat berkompetisi peranan SDM perlu dikembangkan ke arah tiga pilar, yaitu; (i) sumber daya manusia unggul yang mampu bersaing secara kompetitif; (ii) sumber daya manusia yang terus-menerus belajar; (iii) sumber daya manusia yang memiliki nilainilai yang perlu dikembangkan. Di dalam pengembangan manusia unggul yang kompetitif diperlukan sifat-sifat sumber daya manusia sebagai berikut; Pertama, kemampuan untuk mengembangkan jaringan-jaringan kerjasama (networking). Networking ini semakin diperlukan oleh karena manusia tidak lagi hidup parsial atau terpisahpisah tetapi sangat tergantung dan saling interkoneksi secara interkontinental tanpa batas. kedua, kerjasama (team work). Setiap orang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan keunggulan spesifiknya. ketiga, berkaitan dengan prinsip kerjasama di atas adalah cinta pada kualitas tinggi melalui standarisasi. Manusia yang unggul adalah yang terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan sesuatu sehingga kualitas yang dicapai terus disempurnakan.
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
29
Dalam konteks ini organisasi Perpustakaan perlu kembali meredisain kebijakan sumber daya manusia agar menjadi pelaku dan penentu percepatan perubahan yaitu perencanaan sumber daya manusia melalui pola rekrutmen melalui sistem ”fit and proper test’, di samping pengembangan karier, pendidikan dan pelatihan, promosi dan mutasi melalui sistem ’the right man and the right place”, yaitu menempatkan orang yang tepat dengan pekerjaan yang tepat. 3. Restrukturirasi dan Penguatan Organisasi Penataan organisasi (organization reinventing) dilakukan untuk membangun organisasi yang mampu beradaptasi dengan dinamika lingkungan. Tujuan penataan organisasi adalah mewujudkan
30
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
organisasi yang lebih efektif, efisien, responsif, transparan, akuntabel, sehingga tugas pokok dan fungsi unit kerja tepat ukuran dan tepat fungsi (right sizing) sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat dan kemajuan teknologi serta mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi stakeholders. Penataan organisasi Perpustakaan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan kebijakan keuangan negara, dan dinamika administrasi publik. Pembenahan dan pembangunan kelembagaan yang terarah dan pro publik diharapkan memberikan dukungan dan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan masyarakat dan negara yang lebih adil dan rasional. Perubahan sistem
pemerintahan menjadi desentralisasi dimana penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka munculah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah, di antaranya adalah perpustakaan menjadi urusan pemerintah daerah. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), perpustakaan menjadi urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) bahwa urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Di samping itu, penguatan kelembagaan perpustakaan juga dilandasi oleh UndangUndang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. 4. Penataan Kualitas Pelayanan Publik Perpustakaan Pelayanan merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kepuasan pelanggan. Sedangkan Pelayanan Publik (Public Services) adalah “Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan”. Perpustakaan adalah layanan publik yang mengedepankan jasa kepada pemustaka. Pemberian layanan tersebut, acap kali tidak begitu memperhatikan perilaku yang berorientasi pada pelanggan. Artinya, budaya birokrasi masih melekat yang penting hadir dan telah bekerja. Bahkan aspek penampilan seperti cara berpakaian masih cenderung kaku dengan berbagai antribut, sehingga berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap layanan yang diberikan. Berkaitan kualitas jasa Russel dan Taylor (2000) memisahkan perspektif pelanggan terhadap produk dan jasa. Dimensi kualitas pruduk jasa menurut perspektif konsumen, yaitu pertama, time and timeliness, menunjukkan beberapa pelanggan harus menungu
pelayanan dan diselesaikan pada waktunya; kedua, completense, menunjukkan apakah yang diminta pelanggan disediakan; ketiga, courtesy, menunjukkan bagaimana pelanggan dilayani oleh pekerja; keempat, accessibility and convenience, menunjukkan tentang seberapa mudah pelanggan mendapat layanan; kelima, accuracy, menunjukkan apakah pelayanan berjalan baik setiap saat; keenam, responsiveness, menunjukkan seberapa baik perusahaan bereaksi terhadap situasi yang tidak seperti biasanya. Oleh sebab itu, Standar Pelayanan Perpustakaan perlu ditata dan dibuat berdasarkan dimensi di atas agar layanan perpustakaan benar-benar dapat memberikan kepuasan terhadap pemustaka, disamping standar kompetensi petugas pemberi pelayanan, harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan. Penutup Agar Perpustakaan dapat berdaya saing, sebagai organisasi perlu diarahkan pada penguatan daya saing. Perubahan ini bukan saja diharapkan karena adanya kebijakan kebijakan reformasi birokrasi, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yaitu tuntutan dinamikan globalisasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perpustakaan dalam menghadapi tuntutan eksternal tersebut, diperlukan penerapan manajemen perubahan (change management) yaitu berupa reformasi menyeluruh berupa budaya baru yang berorientasi pada kepuasan pemustaka. Manajemen perubahan di perpustakaan perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan dengan pembentukan ’agent change’ atau tim kerja yang melibatkan internal dan eksternal (ahli) sebab perubahan adalah suatu proses yang dinamis yang menuntut adanya kesiapan
perilaku dan tindakan berupa budaya baru yang di dalamnya menimbulkan resistensi. Oleh karena itu, model teori manajemen perubahan di Perpustakaan Nasional diarahkan pada model Lewin dengan tiga langkah, yaitu tahap mengidentifikasi dan mengenali keinginan untuk berubah (unfreezing), Mencoba untuk menciptakan keadaan baru (changing), Menggabungkan perubahan: menciptakan dan mempertahankan (refreezing) dengan target fokus penerapan budaya berprestasi, redisain sumber daya manusia, restrukturirasi dan penguatan organisasi perpustakaan, dan penataan kualitas pelayanan publik perpustakaan.
daftarpustaka Departemen Informasi dan Komunikasi. 2006. Dokumen Hasil Sidang Konferensi Tingkat Tinggi Dunia (KTT) Mengenai Masyarakat Informasi, Geneva, tanggal 10-12 Desember 2003 dan Tunis. Jakarta: Depinfokom. Fandy T. dan Anastasia D. 2001. TQM: Total Quality Management, Yogyakarta: Andi. Indonesia. Undang-undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2007. Ivancevich, J.M., Konopaske, R. and Matteson, M.T. 2008. Organizational Behavior and Management. New York: McGraw-Hill, 2008. Stoner, J.A.F., Freeman, R.E., and Gilbert, D.R. JR. 1995. Management, New Jersey: Prentice-Hall. Greenberg, J. and Robert, A. 2000. Behavior in Organisazition: Understanding and Managing the Human Side of Work. New Jersey: Prenctice Hall. Kinicki, A. and Kreither, R. 2008. Organizational Behavior, Key Concept, Skill and Best Practices. New York: McGraw-Hill. Porter, M.E. 2000. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance New Jersey: Prentice Hall. Russell, R.S. dan Taylor, B.W. 2000. Operations Management, New Jersey: Prentice Hall. Wibowo. 2006. Manajemen Perubahan. Jakarta : RajaGrafindo persada.
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
31
Oleh : Supriyanto
Prosedur Pembentukan Perpustakaan Sekolah ABSTRAK Belum banyak perpustakaan sekolah di Indonesia memiliki Surat Keputusan (SK) pembentukan perpustakaan sekolah. Mereka berasumsi bahwa keberadaan perpustakaan sekolah sama dengan keberadaan berdirinya sekolah. Tidak semua sekolah di Indonesia memiliki perpustakaan. Dari Jumlah Sekolah di Indonesia sebanyak 258.326 buah dan yang memiliki perpustakaan hanya 118.599 (46%) (Renstra Perpustakaan Nasional RI Tahun 2010-2014). SK pembentukan perpustakaan dianggap penting karena sebagai sebuah institusi, perpustakaan sekolah memiliki dasar yang kuat untuk mengembangkan diri, baik dalam hal gedung/ruang, tenaga, koleksi, sarana dan prasarana maupun untuk kerjasama dengan pihak lain.Prosedur pembentukan perpustakaan pekolah ini membantu pengelola perpustakaan sekolah untuk mewujudkan keinginannya memiliki SK pembentukan perpustakaan sekolah. Selain memuat persyaratan pembentukan perpustakaan, dalam tulisan ini juga berisi proses pengajuan pembentukan perpustakaan sekolah. Pada bagian akhir dilengkapi dengan contoh SK pembentukan perpustakan sekolah. Syarat minimal pembentukan perpustakaan sekolah harus memiliki koleksi, gedung/ruang, sarana dan prasarana, tenaga serta anggaran. Sedangkan proses pembentukan perpustakaan, dimulai dengan surat permohonan pengajuan pembentukan perpustakaan, klarifikasi permohonan pembentukan perpustakaan, penerbitan SK pembentukan perpustakaan dan pemberitahuan pembentukan erpustakaan ke Perpustakaan Nasional RI.
Pendahuluan Undang Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Pasal 23 ayat (1) menyatakan bahwa setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan. Standar nasional perpustakaan tersebut menjadi acuan dalam penyelenggaraan perpustakaan pada satuan pendidikan sekolah dasar/madrasah baik negeri maupun swasta. Langkah pertama untuk melaksanakan terwujudnya penyelenggaraan perpustakaan adalah dengan penguatan perpustakaan sebagai sebuah lembaga atau institusi pengelola perpustakaan. Bentuk penguatan lembaga perpustakaan adalah dengan adanya surat keputusan pembentukan perpustakaan. Hal tersebut tercantum dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Pengertian perpustakaan sebagai sebuah institusi pengelola perpustakaan berarti keberadaan perpustakaan tersebut secara hukum diakui keberadaannya. Dasar hukum keberadaaan perpustakaan sebagai sebuah institusi yaitu dengan keluarnya Surat
(Staf Bidang Pengembangan Perpustakaan Sekolah dan Perguruan Tinggi Perpustakaan Nasional RI)
32
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
Keputusan (SK) Pembentukan Perpustakaan. Ketentuan pembentukan perpustakaan sekolah secara khusus termuat dalam Standar Nasional Perpustakaan Nomor 007 Tahun 2011 Pasal 8 ayat (8.1) yang menyebutkan bahwa pembentukan perpustakaan sekolah ditetapkan dengan surat keputusan kepala sekolah, yayasan, atau lembaga yang menaunginya. Di dalam SK pembentukan perpustakaan diatur pula tentang nama perpustakaan, tempat (gedung/ ruang) perpustakaan, sumber pendanaan dan pengangkatan tenaga pengelola. Sebelum mengeluarkan SK pembentukan perpustakaan, penyelenggaraan perpustakaan harus memperhatikan aspek-aspek penyelenggaraan perpustakaan di dalam standar nasional perpustakaan yang terdiri atas standar koleksi perpustakaan, standar sarana dan prasarana, standar pelayanan perpustakaan, standar tenaga perpustakaan, standar penyelenggaraan, dan standar pengelolaan. Implementasi kebijakan pembentukan perpustakaan sekolah/madrasah yang terkait dengan pengelolaan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan, memerlukan adanya Prosedur Pembentukan Perpustakaan Sekolah. Pengertian Perpustakaan Sekolah Perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang berada pada satuan pendidikan formal di lingkungan pendidikan dasar dan menengah (sekolah dan madrasah) yang merupakan bagian integral dari kegiatan sekolah yang bersangkutan, dan merupakan pusat sumber belajar untuk mendukung tercapainya
tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa perpustakaan sekolah terdapat dalam sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah baik negeri maupun swasta. Perpustakaan sekolah memiliki visi perpustakaan dan dikembangkan dengan mengacu pada visi sekolah yang merupakan lembaga induknya. Adapun misi perpustakaan sekolah, yaitu: a). menyediakan informasi dan ide yang merupakan fondasi agar berfungsi secara baik dalam masyarakat masa kini yang berbasis informasi dan pengetahuan; b). menyediakan sarana bagi peserta didik agar mampu belajar sepanjang hayat dan mengembangkan daya pikir agar dapat hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Sedangkan Tujuan penyelenggaraan perpustakaan sekolah adalah mengembangkan dan meningkatkan minat baca, literasi informasi, serta bakat dan kecerdasan (intelektual, emosional, dan spiritual) peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam ragka mendukung tujuan pendidikan nasional melalui penyedian sumber belajar. Persyaratan Pembentukan Perpustakaan Sekolah Sebagai sebuah institusi, pemebentukan perpustakaan sekolah sekurang-kurangnya memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : 1. Koleksi Koleksi minimal perpustakaan sekolah adalah 1.000 judul buku 2. Sarana dan Prasarana Perpustakaan menyediakan gedung/ruang perpustakaan dengan luas sekurang-kurangnya untuk SD/MI sebesar 56 m2, untuk SMP/MTS sebesar 112 m2 ;
untuk SMA/MA sebesar 168 m2. Perpustakaan menyediakan sarana perpustakaan sekurangkurangnya meliputi: a) Rak buku b) Rak majalah c) Rak surat Kabar d) Meja baca e) Kursi baca f ) Kursi kerja g) Meja kerja h) Lemari katalog i) Lemari j) Papan pengumuman k) Meja sirkulasi l) Majalah dinding m) Rak buku referensi n) Perangkat komputer dan mejanya untuk keperluan administrasi o) Perangkat komputer dan mejanya untuk keperluan pemustaka p) TV q) Pemutar VCD/DVD r) Tempat sampah s) Jam dinding 3. Pengelola Perpustakaan Pengelola perpustakaan sekolah minimal terdiri dari 2 orang yaitu kepala perpustakaan dan tenaga pengelola. 4. Anggaran Perpustakaan menyediakan anggaran rutin setiap tahun untuk melaksanakan fungsifungsinya. Pengajuan Pembentukan Perpustakaan Sekolah Perpustakaan sekolah yang telah menjalankan tugas dan fungsi perpustakaan tetapi belum memiliki Surat Keputusan (SK) pembentukan perpustakaan, maka pengelola perpustakaan dapat mengajukan permohonan pembentukan perpustakaan kepada kepala sekolah, ketua yayasan atau ketua lembaga yang menaunginya.
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
33
Adapun langkah-langkah pengajuan pembentukan perpustakaan sekolah sebagai berikut : 1. Surat Permohonan Pengajuan Pembentukan Perpustakaan Surat permohonan pembentukan perpustakaan tersebut memuat hal-hal sebagai berikut (contoh surat permohonan terlampir): - Perpustakan telah menjalankan tugas dan fungsi perpustakaan - Perpustakaan telah memiliki syarat dasar pembentukan perpustakaan Gedung/ruang perpustakaan, koleksi, pengelola dan anggaran - Mencantumkan nama perpustakaan, gedung/ruang perpustakaan dan nama pengelola perpustakaan - Surat Permohonan tersebut ditandatangani oleh kepala perpustakaan dan atau pengelola perpustakaan serta diketahui oleh ketua komite sekolah 2. Klarifikasi Permohonan Pembentukan Perpustakaan Dalam rangka menanggapi surat permohonan pembentukan perpustakaan dari pengelola perpustakaan, Kepala sekolah selaku pimpinan di sekolah tersebut, terlebih dahulu melakukan klarifikasi apakah aspek-aspek pokok penyelelenggaraan perpustakaan telah ada sekolah. Format klarifikasi permohonan pembentukan perpustakaan memuat hal-hal sebagai berikut: - Memastikan terdapat nama perpustakan sekolah, alamat, gedung/ruang serta sarana dan prasarana perpustakaan - Memastikan telah ada koleksi dasar perpustakaan minimal 1.000 judul.
34
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
- Memastikan telah ada petugas perpustakaan - Memastikan telah ada dana rutin untuk membiayai operasional perpustakaan - Format klarifikasi memuat tempat dan tanggal pelaksanaan klarifikasi dan ditandatangai oleh kepala sekolah. Bila dalam proses klarifikasi ditemukan ada salah satu aspek pokok penyelenggaraan perpustakaan belum tersedia maka pihak sekolah dapat berkoordinasi dengan pengelola perpustakaan atau pihak lain yang terkait untuk melengkapinya. Selanjutnya, bila dalam proses klarifikasi semua aspek pokok penyelenggaraan perpustakaan telah tersedia maka kepala sekolah dapat mengeluarkan surat keputusan pembentukan perpustakaan. 3. Penerbitan SK Pembentukan Perpustakaan Surat keputusan (SK) pemben tukan perpustakaan sekolah ditandatangani oleh Kepala sekolah, ketua yayasan atau ketua lembaga yang menaunginya. Surat keputusan (SK) pembentukan perpustakaan sekolah memuat hal-hal sebagai berikut: a. Bagian menimbang berisi: Kerangka berpikir yang didasari oleh peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya dibentuk perpustakaan serta dasar bahwa kepala sekolah adalah pihak yang memiliki hak untuk menerbitkan SK pembentukan perpustakaan sekolah. b. Bagian mengingat berisi: - Peraturan perundangundangan di tingkat pusat yang mengatur tentang
perpustakaan sekolah (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan Keputusan Lembaga Pemerintah Non kementererian) - Standar Nasional Perpustakaan (SNP) tentang Perpustakaan Sekolah - Peraturan Daerah yang mengatur tentang perpustakaan sekolah (Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota, Keputusan Gubernur, dan Keputusan Bupati/Walikota) c. Bagian memutuskan/ menetapkan berisi: - Menetapkan nama perpustakaan sekolah dan gedung/ruang perpustakaan sekolah - Menetapkan pengelola perpustakaan dan masa kerjanya - Menetapkan sumber dana perpustakaan - Menetapkan mulai berlakunya SK Pemben tukan Perpustakaan dan pernyataan bila ada kekeliruan akan diadakan perbaikan. 4. Pemberitahuan Pembentukan Perpustakaan ke Perpustakaan Nasional RI Apabila Kepala Sekolah telah mengeluarkan SK Pembentukan Perpustakaan Sekolah, maka Kepala sekolah wajib memberikan laporan pembentukan perpustakaan kepala Perpustakaan Nasional RI. Hal tersebut diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa pembentukan perpustakaan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dan memberitahukan keberadaannya
ke Perpustakaan Nasional. Tujuan pemberitahuan pembentukan perpustakaan sekolah ke Perpustakaan Nasional adalah untuk mendapatkan Nomor Pokok Perpustakaan. Karena itu, dalam surat pemberitahuan pembentukan perpustakaan perlu dilampiri biodata perpustakaan secara lengkap. Nomor Pokok Perpustakaan (NPP) Nomor Pokok Perpustakaan (NPP) merupakan pemberian kode identitas pada setiap unit perpustakaan di seluruh Indonesia di bawah koordinasi Perpustakaan Nasional berdasarkan kode provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kode jenis perpustakaan, status perpustakaan dan nomor urut perpustakaan. Nomor pokok perpustakaan diberikan kepada sekolah yang sudah memberikan profil perpustakaannya kepada Perpustakaan Nasional. Profil perpustakaan sekolah akan disimpan dalam pangkalan data perpustakaan, yang dapat diakses melalui http:// npp.pnri.go.id Beberapa prosedur yang harus diikuti bila perpustakaan sekolah ingin mendapatkan nomor pokok perpustakaan (NPP) : 1). Sekolah dapat mengajukan permohonan kepada Perpustakaan Nasional RI melalui Kepala Pusat pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca, Jl. Merdeka Selatan 11 Jakarta Pusat dengan melampirkan: - Biodata Perpustakaan (Data Umum Perpustakaan) - Data Layanan dan Kerjasama Perpustakaan - Data Koleksi Perpustakaan - Data Pengorganisasian Bahan Perpustakaan dan SDM
- Data Gedung/ruang, sarana dan prasarana - Data Anggaran dan Managemen Perpustakaan - Data Perawatan koleksi dan Anggota 2). Perpustakaan Nasional RI kemudian memasukkan data-data penyelenggaraan perpustakaan tersebut ke dalam sistem aplikasi Nomor Pokok Perpustakaan (NPP). 3). Salah satu hasil dari pemasukkan data ke dalam sistem aplikasi NPP adalah munculnya Nomor Pokok Perpustakaan berdasarkan kode provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, kode jenis perpustakaan, status perpustakaan dan nomor urut perpustakaan. 4). Perpustakaan Nasional RI mengirim surat pemberitahuan Nomor Pokok Perpustakaan kepada Sekolah yang telah mengajukan permohonan pemberian Nomor Pokok Perpustakaan.
Penutup Prosedur Pembentukan Perpustakaan Sekolah ini merupakan salah satu cara untuk pengembangan perpustakaan sekolah, dan yang lebih penting adalah komitmen kuat dari semua pihak untuk mendukung dan berpartisipasi aktif sehingga target atau hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Kebijakan pembentukan perpustakaan sekolah/madrasah tidak dapat dilakukan secara parsial dari instansi pembina perpustakaan sekolah. Akan tetapi kebijakan tersebut harus melibatkan semua pihak yang terlibat dalam pengembangan perpustakaan sekolah, khususnya pihak Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Agama,
Perpustakaan Nasional RI serta Pemerintah Daerah baik Tingkat I maupun Tingkat II di seluruh Indonesia. Kesinergian kebijakan pembentukan perpustakaan sekolah tersebut selain dimaksudkan untuk mencapai hasil yang maksimal juga untuk menghindari tumpang tindih pelaksanaan pengembangan perpustakaan sekolah/madrasah.
daftarpustaka Badan Standarisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia: Perpustakaan Sekolah –SNI 7329 Depertemen Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs), Dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA). Depertemen Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Perpustakaan Nasional RI. 2006. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 2006. Pedoman Perpustakaan Sekolah International Federation of Library Associations(IFLA)/UNESCO. Perpustakaan Nasional RI. 2011. Standar Nasional Perpustakaan Nomor 007 Tahun 2011 tentang Perpustakaan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Perpustakaan Nasional RI. 2011. Standar Nasional Perpustakaan Nomor 008 Tahun 2011 tentang Perpustakaan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Perpustakaan Nasional RI. 2011. Standar Nasional Perpustakaan Nomor 009 Tahun 2011 tentang Perpustakaan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
35
Contoh SK Pembentukan Perpustakaan Sekolah SURAT KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH SD NEGERI CIPARIGI KOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 009/sd.cprg/V.2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SD NEGERI CIPARIGI KEPALA SEKOLAH SD NEGERI CIPARIGI
Menimbang :
a.
b.
c.
d.
Mengingat :
1. 2. 3. 4.
bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan proses pembelajaran di sekolah, maka setiap sekolah/madrasah harus memiliki perpustakaan sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan nasional; bahwa menurut pasal 15 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 menyatakan bahwa pembentukan perpustakaan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dan memberitahukan keberadaannya ke Perpustakaan Nasional; bahwa menurut Pasal 8 ayat (8.1) Standar Nasional Perpustakaan Nomor 007 Tahun 2011 menyatakan bahwa pembentukan perpustakaan sekolah ditetapkan dengan surat keputusan kepala sekolah, yayasan, atau lembaga yang menaunginya. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat a, b dan c di atas maka dianggap perlu untuk membuat keputusan tentang pembentukan Perpustakaan Sekolah SD Negeri Ciparigi Kota Bogor Provinsi Jawa Barat.
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan; Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana Perpustakaan Sekolah/madrasah; Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah; Standar Nasional Perpustakaan Nomor 007 Tahun 2011 tentang Perpustakaan Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah;
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
KEPUTUSAN KEPALA KEPALA SEKOLAH SD NEGERI CIPARIGI TENTANG PEMBENTUKAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SD NEGERI CIPARIGI
PERTAMA :
Perpustakaan Sekolah SD Negeri Ciparigi Kota Bogor Provinsi Jawa Barat menempati ruang perpustakaan di area sekolah SD Negeri Ciparigi dengan luas gedung/ruang sebesar 56 M2.
KEDUA :
Menetapkan dan mengangkat mereka yang namanya tercantum pada lajur 2 lampiran Keputusan ini sebagai Tim Pengelola Perpustakaan Sekolah SD Negeri Ciparigi Kota Bogor Provinsi Jawa Barat dan pada lajur 3 sebagai tugas yang harus dilaksanakan.
36
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
KETIGA :
Penetapan dan pengangkatan Tim Pengelola Perpustakaan ini berlaku selama tiga tahun sejak bulan Mei 2012 hingga bulan Mei 2015, dan sesudahnya dapat diangkat kembali atau ditinjau ulang sesuai kebutuhan dengan surat keputusan Kepala Sekolah SD Negeri Ciparigi Kota Bogor Provinsi Jawa Barat.
KEEMPAT :
Sekolah Dasar Negeri Ciparigi Kota Bogor Provinsi Jawa Barat bertanggung jawab menyediakan biaya operasional kegiatan perpustakaan sekolah.
KELIMA :
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Bogor Pada tanggal 30 Mei 2012 Kepala Sekolah SD Negeri Ciparigi,
Drs. Heri Siswanto, M.Pd. Tembusan Kepada Yth : 1. Walikota Kota Bogor. 2. Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Bogor. 3. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bogor. 4. Kepala Badan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Barat 5. Kepala Perpustakaan Nasional RI
LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH SD NEGERI CIPARIGI NOMOR : 001/sd.skdm/V.2012 TANGGAL : 30 Mei 2012
DAFTAR TIM PENGELOLA PERPUSTAKAAN SEKOLAH SD NEGERI CIPARIGI No.
Nama Pengelola
Tugas
1
Drs. Deden Komarudin
Kepala Perpustakaan
2
Sunarya
Tenaga Pengelola Perpustakaan
Kepala Sekolah SD Negeri Ciparigi,
Drs. Heri Siswanto, M.Pd.
Vol. 19 No. 3 Tahun 2012
37
Media Pustakawan dibaca oleh para pustakawan, Pengelola Perpustakaan, dan Pakar Bidang Perpustakaan.
Wahana Efektif bagi Pemasang Iklan Media Pustakawan diterbitkan oleh Pusat Pengembangan Pustakawan Perpustakaan Nasional sejak tahun 1993. Kehadirannya selalu dinantikan, karena media ini menyajikan warna lain di kalangan pustakawan. Kemasannya yang khusus namun tetap elegan, membuat Media Pustakawan selalu tampil beda. Kini, Ketika Media Pustakawan membuka kesempatan bagi Anda, untuk beriklan di media komunikasi antar pustakawan ini, apalagi yang ditunggu? Tangkaplah peluang emas itu. Pastikan bahwa di Media Pustakawan, iklan Anda tepat sasaran, efektif, dan efisien!
Distribusi di seluruh Perpustakaan di Indonesia
Rate Iklan Media Pustakawan Halaman
Ukuran
Harga
1 hal full colour 1/2 hal full colour 1 hal hitam putih 1/2 hal hitam putih
21 x 10.5 21 x 10.5
Rp. 2.000.000,Rp. 1.500.000,Rp. 1.000.000,Rp. 500.000,-
29,7 cm x 14,85 cm 27,5 cm x 14,85 cm
PERSYARATAN TEKNIS Materi iklan : Separasi warna, Optical disc, CD, Print out , Final Artwork. Deadline Penyerahan Materi Iklan : 10 hari sebelum terbit. Iklan akan dipasang setelah ada bukti pembayaran yang sah. Pembayaran tunai maupun transfer melalui rekening: Bagi Peminat mohon mengirimkan biaya dan draf iklan kepada: Sdri. Sri Sumiarsi Perpustakaan Nasional RI Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta Tlp. (021) 345611 Ext. 220218 Fax: (021) 345611 E-mail:
[email protected]
Kirimkan artikel Anda dengan ketentuan: naskah diketik pada kertas kuarto dengan jarak dua spasi maksimal 6 (enam) halaman, lengkapi dengan abstrak, daftar pustaka dan foto Anda. Pastikan bahwa tulisan adalah karya Anda. Artikel dan foto dapat juga Anda kirim melalui email
[email protected],
[email protected] Redaksi berhak mengedit setiap tulisan yang masuk. Seluruh tanggung jawab akibat dari tulisan yang dimuat sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Artikel yang dimuat disediakan honorarium sekedarnya, sedangkan artikel yang tidak dipublikasikan akan dikembalikan apabila disertai perangko.