Pusat Pengembangan Pustakawan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpustakaan RI Terbit Sejak 1993
P
ara pembaca yang budiman, Alhamdulillah di triwulan pertama tahun 2013 ini Majalah Media Pustakawan bisa hadir kembali di tengah-tengah kita. Tak lupa, kami dari Tim Redaksi Media Pustakawan mengucapkan selamat kepada Drs. Albiner Silaen (BPAD Provinsi Bali), Drs. Mahfudz Junaedy (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Drs. Zul Akli (BPAD Provinsi Aceh), yang telah melaksanakan orasi ilmiah dalam rangka Pengukuhan Pustakawan Utama pada tanggal 10 Desember 2012 di Hotel Jayakarta Jakarta. Semoga prestasi yang telah diraih dapat dijadikan contoh dan memotivasi Pustakawan lainnya untuk lebih berprestasi. Pada edisi kali ini kami tampilkan 5 (lima) artikel pilihan yang cukup menarik untuk dibaca dan dijadikan bahan kajian. Diawali dengan artikel yang ditulis oleh Abdul Rahman Saleh (Kepala Badan Standardisasi Nasional) dengan judul Mengenal
ICS Sebagai Salah Satu Sistem Klasifikasi Dokumen. Dalam artikel ini diperkenalkanl ICS sebagai skema klasifikasi selain DDC, UDC dan LC. ICS digunakan oleh pusatpusat informasi dan pusat-pusat dokumentasi bidang standardisasi di seluruh dunia. Artikel kedua ditulis oleh Yunus (Kasubid Layanan Perpustakaan Badan Perpustakaan Dan Kearsipan provinsi Jawa Timur) berjudul Analisis Tingkat Kepuasan Pengguna Terhadap Layanan Perpustakaan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur Tahun 2012. Artikel ini memaparkan hasil survey dan analisis kepuasan pengguna layanan perpustakaan menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Selanjutnya, artikel yang ditulis secara berkolaborasi oleh Indah Purwani dan Mariana Ginting (Pegawai Perpustakaan Nasional RI) berjudul Kataloging e-Resources: Ekspansi pustakawan dalam mengolah bahan
perpustakaan sumber elektronik. Di dalamnya penulis menekankan pentingnya penguasaan pustakawan terhadap kemampuan mengolah koleksi sumber elektronik untuk mendukung koleksi e-library yang kuat. Artikel keempat ditulis oleh Wuri Setya Intarti (Pustakawan Madya Perpustakaan Nasional) dengan judul Transformasi Pustakawan. Artikel ini membahas tentang perlunya pustakawan bertransformasi, mengubah sikap mental, pola hidup dan mengenali diri menjadi lebih profesional. Tanpa transformasi ini maka pustakawan akan stagnan, tertinggal dan tidak produktif. Sebagai artikel penutup ditulis oleh Edy Pranoto (Pustakawan Madya Universitas Negeri Semarang) berjudul Menulis Artikel Ilmiah Untuk Majalah. Kami berharap, semoga artikelartikel yang disajikan pada edisi kali ini dapat meningkatkan wawasan pembaca sekalian. Selamat membaca!
05
Mengenal ICS Sebagai Salah Satu Sistem Klasifikasi Dokumen Oleh: Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc.
19
Kataloging e-Resources: Ekspansi pustakawan dalam mengolah bahan perpustakaan sumber elektronik Oleh: Indah Purwani dan Maria Ginting
09
Analisis Tingkat Kepuasan Pengguna Terhadap Layanan Perpustakaan Di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 Oleh : Yunus
24
Transformasi Pustakawan Oleh: Wuri Setya Intarti
32
Menulis Artikel Ilmiah untuk Majalah Oleh: Edy Pranoto
BULETIN MEDIA PUSTAKAWAN Penasehat Kepala Perpustakaan Nasional RI, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Penanggungjawab Kepala Pusat Pengembangan Pustakawan, Redaktur Dra.Opong Sumiati, M.Si, Penyunting Dra.Opong Sumiati, M.Si, Dra.Lily Suarni, MM, Catur Wijiadi, S.Sos., Harjo, S.Sos., Novi Herawati, S.Sos., Redaktur Pelaksana Rohadi, S.Sos., Sri Sumiarsi, S.Sos., Sadarta, S.Sos. Akhmad Priangga, S.Sos., Desain Grafis Rudianto, S.Kom., Sekretariat Ferico Hardiyanto, Ismawati, Dede Sumarti, Sutarti, Istilah Daerah, Etika Wahyuni, Triningsih, Suripto, Alamat Redaksi Pusat Pengembangan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI, Jl. Medan Merdeka Selatan No.11, Jakarta Pusat, Tlp.(021) 3812136,3448813,375718, Ext. 218,220 Fax. : 345611, Email :
[email protected],
[email protected], ISSN : 1412-8519
KONTEN NASKAH DILUAR TANGGUNG JAWAB REDAKSI
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
3
editorial
Pengelolaan Perpustakaan di Era Digital
T
elah sangat disadari para insan perpustakaan profesional, bahwa institusi perpustakaan yang baik harus tumbuh dengan sehat. Hal ini sesuai dengan hukum yang diutarakan oleh Dr. Ranganathan dalam the Fifth Law of Library Science. Yang mana salah satunya menyatakan, bahwa perpustakaan adalah organisme yang bertumbuh (Library is a growing organism). Pertumbuhannya sangat dipengaruhi, baik oleh faktor internal maupun eksternal. Pada kenyataanya kedua faktor ini tidak dapat dipisahkan dan diklasifikasikan secara ekstrim, karena terkadang saling terkait dan seolah menyatu. Namun, untuk memudahkan mempelajari dan menanganinya, maka di sini dicoba untuk memilah dengan cara disederhanakan. Cara ini sesuai dengan paradigma para positivis (positivist paradigm), yaitu yang menganggap bahwa suatu entitas atau fenomena itu diasosiasikan sebagai sebuah benda yang dapat dikotak-kotakan, sehingga menjadi serpihan objek yang dapat bertindak mewakili populasi. Pertama, faktor internal. Faktor ini melekat pada diri perpustakaan itu sendiri, yaitu terkait dengan unsur penyelenggaraan perpustakaan, seperti: organisasi, koleksi, sumber daya manusia, jasa layanan, anggaran, sarana dan prasarana. Selanjutnya, yang termasuk faktor eksternal perpustakaan adalah semua unsur yang berada di luar kendali perpustakaan atau lingkungan sekitar perpustakaan, yaitu mulai dari lembaga/badan induk dimana unit perpustakaan berada, pemerintah, masyarakat sekitar hingga pada
4
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
tataran nasional, regional dan internasional. Faktor ini meliputi sosial, ekonomi, hukum, politik, budaya termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari semua faktor eksternal di atas, yang menyita perhatian insan perpustakaan hampir tiga dasawarsa ini, adalah adanya perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dan merasuki berbagai sektor dan bidang kehidupan, termasuk perpustakaan. Kondisi ini, menjadikan Pustakawan mau tidak mau harus bersentuhan dengan berbagai produk teknologi informasi. Semua barang baru tersebut dapat mendorong Pustakawan bersemangat untuk bekerja, berkreasi dan berinovasi. Sayangnya, ternyata tidak sedikit Pustakawan yang menganggap fenomena yang menantang itu sebagai sesuatu yang merumitkan dan menyulitkan belaka. Era ini mendorong menjamur dan membanjirnya berbagai bahan perpustakaan dalam format digital atau elektronik. Untuk menangani hal ini diperlukan kompetensi tambahan dari Pustakawan, yaitu melek informasi dan teknologi (information literacy and technology). Bagi anak muda yang senang berselancar atau berani ngutak-ngatik komputer, hal ini akan sangat mengasyikkan, akan tetapi bagi para seniornya, masih ada yang bersikap “sebelum turun sudah menyerah”. Namun, dengan berjalannya waktu, dan taraf pendidikan masyarakat Indonesia yang meningkat, maka sebagian besar Pustakawan sekarang sudah melek teknologi informasi, sehingga bukan merupakan pertimbangan pelik lagi
jika pengadaan koleksi perpustakaan belakangan ini tidak sekedar memburu (hunting) materi cetak atau naskah otentik saja tapi selalu diiringi dengan terbitan bahan perpustakaan dalam bentuk elektronik atau digitalnya, bahkan dikumpul dalam bentuk dan sebutan sumber elektronik (e-resources) yang berbentuk maya. Setelah dimiliki pun, tentunya perlu diolah dan dikelola agar dapat didayagunakan oleh Pemustaka dengan efektif dan efisien. Nah, ini lebih menantang lagi, karena Pustakawan telah berhadapan dengan bentuk pengelolaan perpustakaan hibrid (Hybrid library) yang memiliki gabungan printed dan digital/electronic materials. Setelah diolah, maka masuk pada tugas Pustakawan bagian layanan yang dituntuk memiliki kompetensi memberikan layanan perpustakaan hyirid. Selanjutnya, yang tidak dapat diabaikan adalah tugas pustakawan preservasi yang memelihara dan melestarikan koleksi digital/elektronik. Intinya, dengan adanya pergeseran budaya dan perkembangan teknologi informasi, perpustakaan dan pustakawannya harus sudah mulai bertransformasi ke arah pespektif global, yakni selain perlu memperhatikan standar kualitas yang berlaku internasional juga kode etik profesi. Hal ini agar dapat melakukan kerjasama pendayagunaan sumberdaya perpustakaan secara optimal. Upaya itu dibangun dan dipupuk dalam rangka meningkatkan layanan informasi sesuai tuntuan para pemustaka (patrons) dan pihak terkait (stake holder) perpustakaan di era digital.
Oleh: Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc.1
[email protected]
Mengenal ICS Sebagai Salah Satu Sistem Klasifikasi Dokumen Abstrak Bagi pustakawan skema klasifikasi DDC, UDC maupun LC sudah sangat akrab dan selalu digeluti setiap hari. Namun demikian ada satu skema klasifikasi yang mungkin jarang dikenal oleh pustakawan. Padahal skema klasifikasi ini digunakan oleh pusat-pusat informasi dan pusat-pusat dokumentasi bidang standardisasi di seluruh dunia. Skema klasifikasi tersebut adalah ICS atau International Classification for Standard. Artikel ini hanya memperkenalkan skema klasifikasi ICS dengan tujuan meningkatkan awereness para pustakawan terhadap skema klasifikasi dokumen yang suatu saat mungkin berguna bagi pustakawan dalam mengelola dokumen yang menjadi tanggung jawabnya. Pendahuluan Perpustakaan kita kenal sebagai salah satu pengelola informasi atau dokumen yang berisi informasi. Menurut Wikipedia (Wikipedia, 2013) Perpustakaan adalah: “A library (from French “librairie”; Latin “liber” = book) is an organized collection of information resources made accessible to a defined community for reference or borrowing. It provides physical or digital access to material, and may be a physical building or room, or a virtual space, or both. A library’s collection can include books, periodicals, newspapers, manuscripts, films,maps,prints, documents, microform, CDs, cassettes, videotapes, DVDs, Blu-rayDiscs, ebooks, audiobooks, databases, and other formats.” Selain perpustakaan kita juga mengenal lembagalembaga lain yang bergerak di bidang informasi seperti pusat informasi, pusat dokumentasi, clearing house dan lain-lain. Untuk kemudahan pembahasan, maka kita akan mengelompokkan unit-unit tersebut sebagai perpustakaan. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 mendefinisikan perpustakaan sebagai institusi pengelola karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka (PNRI, 2009). Dalam
1
mengelola koleksinya tersebut perpustakaan biasanya menggunakan sistem klasifikasi. Pengertian klasifikasi (dalam bidang perpustakaan) adalah penyusunan sistematik terhadap buku dan bahan pustaka lain, atau katalog, atau entri indeks berdasarkan subyek, dalam cara yang berguna bagi mereka yang membaca atau mencari informasi (SulistyoBasuki, 1991). Banyak sistem klasifikasi yang digunakan oleh perpustakaan untuk mengelola koleksi dokumennya seperti: DDC (Dewey Decimal Classification), UDC (Universal Decimal Classification), LC (Library of Congress) dan lain-lain. Salah satu sistem klasifikasi untuk mengelola dokumen standar dikenal dengan ICS atau International Classification for Standards. Dokumen Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2009) mengutip ISO/IEC Guide 2:2004 mendefinisikan standar sebagai berikut: standar adalah suatu dokumen, spesifikasi teknik atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan masa mendatang untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya. Dokumen standar ini sangat banyak, misalnya untuk Standar Nasional Indonesia (SNI) yang pernah ditetapkan saja tidak kurang dari 9.000 dokumen. Sedangkan di dunia masih terdapat ribuan standar yang ditetapkan baik oleh lembaga internasional seperti International Organization for
(Kepala Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi, Badan Standardisasi Nasional) Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
5
Standardization (ISO), International Electrotechnical Commission (IEC), International Telecommunication Union (ITU), maupun oleh lembaga standar negara-negara asing seperti lembaga standar negara Inggris (British Standard Institution/BSI), lembaga standar negara Jerman (Deutsches Institut für Normung Deutsches Institut für Normung (German Institute for Standardization) atau DIN), lembaga standar negara Jepang (Japanese Standard Association/JSA), dan lainlain. Tentunya untuk mengelola standar yang jumlahnya bisa mencapai ribuan tersebut diperlukan penyusunan dengan sistematika yang baik dan benar sehingga dokumen standar tersebut bisa ditemukan kembali dengan cepat apabila diperlukan. Karena sifatnya yang khas, maka dokumen standar agak sulit disusun menggunakan sistem klasifikasi yang biasa digunakan di perpustakaan seperti DDC, UDC ataupun LC. Biasanya untuk menempatkan dan
6
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
memberi nomor dokumen standar ini digunakan klasifikasi yang dikenal dengan ICS atau International Classification for Standardization. ICS untuk Klasifikasi Dokumen Standar ICS atau International Classification for Standards adalah suatu sistem klasifikasi international standar yang dikembangkan dan dipelihara oleh International Organization for Standardization (ISO). Kode ICS (International Classification for Standards) dimaksudkan sebagai katalog terstruktur untuk dokumen standar dan dokumen normatif lainnya yang dikelompokkan menurut area subyek. Hal ini mirip dengan sistem DDC untuk mengelompokkan buku-buku di perpustakaan. ICS ini digunakan oleh badan standar di tingkat Internasional (ISO dan IEC), tingkat regional (CEN dan CENELEC di Eropa) dan di tingkat nasional (BSN di Indonesia, ASTM International di Amerika misalnya). ICS
ini dapat memfasilitasi penyusunan (pengelompokan) informasi dan alatalat akses informasi seperti katalog, daftar informasi, bibliografi, dan basis data pada media magnetik dan optik, sehingga memudahkan penyebaran informasi standar dan dokumen normatif lainnya tersebut ke seluruh dunia. Memahami skema ICS dapat membantu kita menemukan dokumen standar yang kita butuhkan dengan cepat dan tepat sehingga kita dapat melayani baik manajemen di kantor kita sendiri maupun melayani pemakai dokumen standar secara umum. Skema ICS ini terdiri dari 3 level, masing-masing level ditandai dengan titik. Level pertama merupakan divisi utama meliputi 40 bidang aktifitas standardisasi diwakili oleh dua digit angka yang menentukan salah satu dari 40 bidang tertentu dalam standardisasi. Sebagai contoh adalah 11 (Health Care Technology/Teknologi
Keempat puluh bidang tersebut dapat ditampilkan sebagai berikut: 01 General. Terminology. Standardization. Documentation
49 Aircraft And Space Vehicle Engineering
03 Sociology. Services. Formation And Management Of Business Entities. Administration. Transportation
53 Hoisting And Conveying Equipment. Materials Handling
07 Mathematics. Natural Sciences
55 Packaging And Distribution Of Goods
11 Health Care Technology
59 Textile And Leather Technology
13 Environment. Health. Safety
61 Clothing Industry
17 Metrology And Measurement. Physical Phenomena
65 Agriculture
19 Testing
67 Food Technology
21 Mechanical Systems And Components For General Use
71 Chemical And Petrochemical Technology
23 Fluid Systems And Components For General Use
73 Mining And Minerals
25 Manufacturing Engineering
75 Petroleum, Natural Gas, And Related Technologies
27 Energy And Thermal Engineering
77 Metallurgy
29 Electrical Engineering
79 Wood Technology
31 Electronics
81 Glass And Ceramics Industries
33 Telecommunications. Audio And Video Engineering
83 Rubber, Asbestos, And Plastics Industries
35 Information Technology. Office Machines
85 Pulp And Paper Technology
37 Image Technology
87 Paint And Coating Industries
39 Precision Mechanics. Jewelry
91 Construction. Building Materials
43 Road Vehicle Engineering
93 Civil Engineering
45 Railway Engineering
95 Military Engineering
47 Shipbuilding And Marine Structures
97 Household And Commercial Equipment. Recreation. Sports
Pelayanan Kesehatan), 25 (untuk Manufacturing Engineering/ Teknik Manufaktur) dan 29 (untuk Electrical Engineering/Teknik Elektro). Jadi level pertama atau divisi utama adalah kelompok bidang (fields) dalam klasifikasi ICS. Menurut Wikipedia (Wikipedia, International Classification for Standards, 2013) bidang ini bisa mewakili satu atau kombinasi dari kelompok berikut: • Sektor (sector) ekonomi seperti pertanian, pertambangan, konstruksi atau industri pengepakan; • Teknologi (technology) seperti telekomonikasi, atau pengolahan makanan (food processing); • Aktifitas (activity) seperti perlindungan lingkungan, jaminan keselamatan, perlindungan kesehatan masyarakat; • Bidang ilmu (field of science) seperti matematika, astronomi dan lain-lain. Masing-masing bidang (divisi) tersebut kemudian dibagi lagi menjadi 392 kelompok (untuk level kedua subdivisi), dengan tiga digit nomor. Jadi untuk contoh Teknologi Kesehatan mencakup beberapa level kedua di bawah Teknologi kesehatan (Health Care Technology) dapat dicontohkan sebagai berikut: 11.040 Peralatan Medis (Medical equipment) 11.060 untuk Kedokteran Gigi (Dentistry) dan 11.080 untuk sterilisasi dan desinfeksi (Sterilization and disinfection).
Untuk bagian 25. 25.040 adalah sistem otomatisasi Industri (Industrial automation systems), 25.060 sistem Mesin adalah alat (Machine tool systems), dan 25.200 adalah perlakuan panas (Heat treatment). Dan dalam bagian 29 29.020 adalah Rekayasa listrik secara umum (Electrical engineering in general), 29.030 adalah bahan Magnetik (Magnetic materials), dan 29.045 Bahan-bahan Semikonduktor (Semiconducting materials). Pada level kedua ini masih banyak istilah yang agak luas, sehingga perlu dibagi lagi menjadi level ketiga. Sebanyak 144 kelompok dari 392 kelompok level dua memiliki level ketiga, sekali lagi dipisahkan oleh titik. Beberapa contoh seperti: 11.040.40, Implan untuk operasi (Implants for surgery), 25.040.30, Industri robot, Manipulators (Industrial robots. Manipulators), atau 29.060.01, kabel listrik dan kabel pada umumnya (Electrical wires and cables in general). Subdivisi level 4 bukan merupakan bagian dari dokumen ICS yang resmi. Namun demikian, ICS memberikan kesempatan kepada pengguna sistem klasifikasi ini untuk membagi lebih rinci lagi sub kelompok level 3 dari ICS
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
7
yang resmi. Pembagian ini disebut dengan unit. Penulisan unit yaitu dengan menambahkan dua-digit nomor untuk notasi dari kelompok sub-kelompok yang dibagi dengan memberi tanda penghubung sebagai pembatas atau pemisah. Misalnya: 35.220.20-10 Magnetic tapes Hal lain yang perlu diketahui dari ICS Dalam dunia standardisasi, selain dokumen yang dihasilkan oleh lembaga standar, dikenal juga Panitia Teknis atau PT (Technical Committee/ TC) dan Sub Panitia Teknis atau SPT (Sub Technical Committee/STC). PT atau TC maupun SPT atau STC ini juga diklasifikasi menggunakan ICS. Misalnya Panitia Teknis Bidang Perpustakaan dan kepustakaan yang berkedudukan di Perpustakaan Nasional RI memiliki nomor ICS seperti berikut: PT 01-01 Perpustakaan dan Kepustakaan, dimana PT = Panitia Teknis; 01 = Dua digit dari ICS (bidang perpustakaan dimasukkan ke dalam Generalities), dan 01 adalah PT dalam bidang Perpustakaan dan Kepustakawanan dengan nomor urut 01 yang ditetapkan oleh BSN (BSN, 2009).
8
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
Dengan demikian ICS ini tidak hanya digunakan untuk memberi nomor dokumen standar guna pengelompokan dokumen berdasarkan subyeknya, melainkan juga digunakan untuk memberi nomor Panitia Teknis dan Sub Panitia Teknis untuk memudahkan pengelompokkan PT/ SPT tersebut. Penutup Sebagai penutup berikut disampaikan beberapa hal mengenai ICS sebagai berikut: ICS atau International Classification for Standard adalah skema klasifikasi dokumen yang biasa digunakan dalam pengelolaan dokumen standar. Selain untuk mengklasifikasikan dokumen standar, ICS juga digunakan untuk mengklasifikasi Panitia Teknis dan SubPanitia Teknis. ICS atau International Classification for Standard memiliki 99 divisi dimana saat ini baru digunakan sebanyak 40 divisi saja. Sebanyak 59 divisi sisanya disediakan untuk topik yang belum diketahui. Masing-masing divisi dibagi kedalam subdivisi (level kedua) dengan
memberi nomor sebanyak tiga digit nomor. Sedangkan subdivisi ini bisa dibagi lagi kedalam sub-subdivisi (level ketiga) dengan memberi nomor dua digit nomor. Pengguna dimungkinkan untuk memperluas sub-subdivisi yaitu dengan menggunakan perluasan sub-subdivisi yang tidak resi dikeluarkan oleh ICS.
daftarpustaka BSN. (2009). Pengantar Standardisasi. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. PNRI. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Sulistyo-Basuki. (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wikipedia. (2013, February 28). International Classification for Standards. Retrieved March 4, 2013, from http://en.wikipedia.org/wiki/ International_Classification_for_ Standards Wikipedia. (2013, March 2). Library. Retrieved March 4, 2013, from http://en.wikipedia.org/wiki/Library
Oleh : Yunus1
[email protected]
Analisis Tingkat Kepuasan Pengguna Terhadap Layanan Perpustakaan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 Abstrak Survei ini menganalisis tentang kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan/pemustaka. Menurut Kepmen PAN No. 25 tahun 2004 tentang Indeks Kepuasan masyarakat (IKM), ada 14 hal yang berkaitan dengan kinerja dan pelayanan yang dilakukan oleh petugas pelayanan, antara lain prosedur pelayanan, kesesuaian persyaratan, keberadaan/kejelasan petugas, kedisiplinan petugas, tanggung jawab petugas, kemampuan petugas, kecepatan pelayanan, keadilan pelayanan, kesopanan petugas, kewajaran biaya, kepastian biaya, kepastian jadwal, kenyamanan linkungan, dan keamanan pelayanan. Survei ini dilakukan untuk menganalisis nilai variabel-variabel tersebut, serta pengaruhnya terhadap kepuasan masyarakat. Penghitungan IKM Pereode Oktober 2012, dapat diketahui nilai indeks adalah 3,124 dan nilai IKM setelah dikonversi sebesar 78,11. Berdasarkan nilai IKM tersebut, dapat disimpulkan mutu pelayanan di Badan Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur Periode Pebruari – Oktober 2012 masuk dalam kriteria yang baik (B). Dalam menganalisis IKM layanan perpustakaan ada 14 indikator tentang pelayanan telah disesuaikan dengan kebutuhan 2 indikator yang berkaitan dengan biaya, karena biaya yang ada di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur gratis, sehingga diganti tentang Ketersediaan jam pelayanan dan penambahan jam pelayanan. Dengan demikian maka analisis ini, dapat diketahui bahwa faktor keberadaan petugas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan masyarakat. Kata kunci: kinerja, indeks kepuasan masyarakat. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dikenal adanya pelayanan publik atau pelayanan umum, yang pada prinsipnya adalah pelayanan yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat untuk kepentingan masyarakat tersebut dalam berbagai aspek kehidupan. Moenir mendefinisikan pelayanan publik yang istilahkan oleh yang bersangkutan dengan pelayanan umum, adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai haknya (H.A.S.Moenir, 2006:27). Definisi pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan 1
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif oleh penyelenggara pelayanan publik. Kedua definisi pelayanan publik dimaksud telah menyiratkan bahwa di sana terdapat dua kubu saling terkait, yaitu pemerintah di satu sisi selaku pemberi layanan dan masyarakat di sisi yang lain selaku pengguna layanan. Sinambela menegaskan dalam ulasan-ulasannya bahwa dalam alam reformasi ini, pelayanan publik pun harus direformasi, dalam arti pemerintah dituntut dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat atau melakukan pelayanan berkualitas, Sinambela (2007:11). Kemudian sebagaimana diketahui bahwa di Badan Perpustakaan dan Kearsiapan Provinsi Jawa Timur selaku jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga
(Kasubid Layanan Perpustakaan Badan Perpustakaan dan Kearsipan provinsi Jawa Timur) Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
9
terdapat pelayanan publik, yaitu berupa layanan peminjaman buku-buku perpustakaan kepada masyarakat pengguna. Mayoritas masyarakat pengguna di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur adalah para pelajar dan mahasiswa, karena tujuan pemerintah mendirikan perpusatakaan adalah untuk menunjang dan memajukan dunia pendidikan di negara ini. Maka dari itu pemerintah berupaya untuk menciptakan dan memberikan suatu sarana dan prasarana bagi dunia pendidikan untuk dapat menunjang tujuan pendidikan nasional tersebut. Hal yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah Propinsi yang hingga kini memiliki akses yang sangat positif dalam mencapai keberhasilan tersebut adalah adanya kebijakan untuk membentuk organisasi yaitu perpustakaan daerah yang berbentuk badan dimana pengelolaannya dibawah koordinasi dan pengawasan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur. Badan Perpustakaan Propinsi Jawa Timur ditujukan untuk memberikan fasilitas dan pelayanan tentang berbagai buku, ilmu pengetahuan serta dari berbagai tingkatan dan jenjang pendidikan. Begitu strategisnya keberadaan Badan Perpustakaan dan Kearsipan tersebut menjadikan motivasi bagi pengelola untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan yang diperlukan baik bagi kalangan pelajar, mahasiswa, pelaku pendidikan ataupun masyarakat umum serta mengoptimalkan pelayanan yang baik. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan pegawai khususnya di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur masih perlu mendapatkan perhatian yang serius dari semua unsur pemerintah terkait harus mampu memberikan pelayanan yang prima pada masyarakat, karena masyarakat yang memiliki karakter dan keanekaragaman tuntutan dalam bidang layanan menuntut adanya pelayanan yang baik dan optimal. Karena tidak jarang bahwa kualitas pelayanan yang didapatkan belum mampu mencapai standar pelayanan yang baik, sehingga mau atau tidak hal tersebut akan menjadi tantangan yang harus dihadapi. Dalam upaya mendukung perkembangan bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan pada masa sekarang ini, maka fungsi dari perpustakaan tersebut akan menjadi sangat komplek. Karena secara umum bahwa lembaga-lembaga pendidikan mempunyai keterbatasan dalam hal pengadaan buku-buku yang
10
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
dibutuhkan. Berpijak pada pandangan tersebut, maka untuk memberikan kepuasan kepada pengguna pengelola Badan Perpustakaan Jawa Timur mengupayakan untuk menyediakan dan memberikan fasilitas yang memadai, karena Badan Perpustakaan Propinsi Jawa Timur berupaya untuk memenuhi berbagai kepentingan penggunanya. Hal itu disebabkan karena Badan Perpustakaan Propinsi Jawa Timur adalah untuk melayani pengguna pencari informasi, sehingga sistem yang berjalan di perpustakaan itupun pada akhirnya harus membuat kegiatan jasa berjalan dengan lancar. Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat ini mengacu pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 mengenai Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Yang mana penetapan unsur penilaian, telah didahului dengan penelitian yang dilaksanakan atas kerjasama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dengan BPS. Dari hasil penelitian diperoleh 48 (empat puluh delapan) unsur penting yang dicakup berbagai sektor layanan yang sangat bervariasi dan dari hasil pengujian akademis/ilmiah diperoleh 14 (enam belas) unsur yang dapat diberlakukan untuk semua jenis pelayanan, untuk mengukur indeks kepuasan masyarakat unit pelayanan. Adapun 14 unsur yang dijadikan sebagai acuan pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat, yang meliputi: (1). Prosedur pelayanan (2). Persyaratan pelayanan (3). Kejelasan petugas pelayanan (4). Kedisiplinan petugas pelayanan (5). Tanggung jawab petugas pelayanan (6). Kemampuan petugas pelayanan (7). Kecepatan pelayanan (8). Keadilan mendapatkan pelayanan (9). Kesopanan dan Keramahan petugas (10). Kewajaran biaya pelayanan (11). Kepastian biaya pelayanan (12). Kepastian jadwal pelayanan (13). Kenyamanan lingkungan (14). Keamanan pelayanan Namun unsur-unsur tersebut dapat disesuaikan lagi berdasarkan karakteristik masing-masing unit pelayanan. Berdasarkan survei awal di Unit Pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, terdapat 14 unsur yang dapat digunakan dalam pengukuran indeks kepuasan masyarakat. Keempat belas unsur tersebut kami susun dengan mencakup: (1). Kemudahan Prosedur Pelayanan (2). Persyaratan Pelayanan (3). Keberadaan Petugas Pelayanan (4). Kedisiplinan Petugas Pelayanan (5).
Tanggungjawab petugas pelayanan (6). Kemampuan Petugas Pelayanan (7). Kecepatan Pelayanan (8). Keadilan mendapatkan pelayanan (9). Kesopanan Petugas Pelayanan (10). Ketersedian waktu pelayanan (11). Penambahan jam pelayanan (12). Kepastian jadwal pelayanan (13). Kenyamanan Lingkungan (14). Keamanan Pelayanan. Untuk mengetahui gambaran petugas dan ketersediaan jam layanan secara lebih detail, maka beberapa unsur yang mencakup spesifikasi petugas pelayanan seperti keberadaan, kedisplinan, kemampuan, kesopanan dan keramahan petugas pelayanan, dan spesifikasi penambahan jam pelayanan telah dikembangkan dan dirinci secara spesifik. Petugas pelayanan yang dimaksud adalah Petugas Pendaftaran, Petugas Pelayanan, dan Petugas Loker Barang. 1.2 Sasaran Adapun sasaran dari Penyusunan Indeks kepuasan Masyarakat ini adalah: a) Terwujudnya tingkat kinerja Unit-unit Pelayanan Publik dalam lingkup Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; b) Penataan sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan, sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna; c) Tumbuh kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan adalah pada Unit Pelayanan Publik Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur khususnya pada Layanan Perpustakaan. 1.4 Manfaat Dengan tersedianya data IKM secara periodik, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: a) Mengetahui kelemahan/kekurangan dari masingmasing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik Unit Pelayanan Publik Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. b) Mengetahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur secara periodik sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan. c) Mengetahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan
publik Unit Pelayanan Publik Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. d) Memacu persaingan positif antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan. e) Masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja Unit-unit Pelayanan Publik Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. II. TEKNIS PELAKSANAAN 2.1 Pengertian 1.1.1 Pengertian Umum a) Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitif dan kualitas atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhan. b) Penyelenggara pelayanan publik adalah Instansi Pemerintah. c) Instansi Pemerintah adalah Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Timur. d) Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. e) Unit pelayanan publik adalah unit kerja pelayanan yang berupa Unit Pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan. f ) Pemberi pelayanan publik adalah pegawai instansi Unit Pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundangundangan. g) Penerimaan pelayanan publik adalah orang, masyarakat, lembaga instansi pemerintah dan dunia usaha, yang menerima pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik di Unit Pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Jawa Timur. h) Kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh aparatur
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
11
penyelenggara pelayanan publik di Unit Pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. i) Unsur pelayanan adalah faktor atau aspek yang terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat sebagai variabel penyusunan indeks kepuasan masyarakat untuk mengetahui kinerja Unit Pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. j) Responden adalah penerima pelayanan publik yang pada saat pencacahan sedang berada di lokasi unit pelayanan dan telah menerima pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan Unit Pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. 1.1.2 Pengertian Khusus a) Petugas Pendaftaran adalah petugas yang berada pada loket pendaftaran dan bertugas untuk menangani proses pendaftaran dan pembuatan kartu anggota baru. b) Petugas Pelayanan adalah petugas yang bertugas melayani anggota dalam hal peminjaman dan pengembalian buku. c) Petugas Loker Barang adalah petugas yang bertugas menjaga keamanan barang-barang titipan milik anggota yang melakukan pelayanan di unit layanan perpustakaan. 2.2 Unsur Indeks Kepuasan Masyarakat Berdasarkan survei awal di Unit Pelayanan Badan Perpustakaan Provinsi Jawa Timur, terdapat 14 unsur yang dapat digunakan dalam pengukuran indeks kepuasan masyarakat. Keempat belas unsur tersebut mencakup: 1) Kemudahan Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. 2) Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administrasi yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya. 3) Keberadaan Petugas Pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya). 4) Kedisplinan Petugas Pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. 5) Tanggung Jawab Petugas Pelayanan, yaitu
12
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. 6) Kemampuan Petugas Pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan atau menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. 7) Kecepatan Petugas Pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. 8) Keadilan Mendapatkan Pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan atau status masyarakat yang dilayani. 9) Kesopanan dan Keramahan Petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. 10) Kepastian Jadwal Pelayanan, yaitu jadwal pelayanan yang telah ditetapkan sesuai dengan praktek/pelaksanaannya; 11) Ketersediaan jam Pelayanan, yaitu adanya jam layanan pengunjung sampai batas waktu yang tersedia; 12) Penambahan jam layanan, yaitu itu ketersediaan penambahan jam layanan sampai maksimal, pengunjung dapat terus berkunjung sampai malam; 13) Kenyamanan Lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; 14) Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggaraan pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. 2.3 Metodologi Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat a) Persiapan Persiapan yang dilakukan oleh tim konsultan meliputi; a. Penyusunan kuisioner Kuisioner dibagi atas 5 (lima) bagian yaitu: 1. Bagian I: Identitas unit pelayanan, termasuk jenis pelayanan yang dilakukan oleh responden
2. Bagian II: Identitas responden, meliputi: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan jumlah kunjungan yang berguna untuk menganalisis profil responden dalam penilaiannya terhadap unit pelayanan instansi pemerintah 3. Bagian III: Mutu pelayanan publik, pendapat penerimapelayanan yang memuat kesimpulan atau pendapat responden terhadap unsur-unsur pelayanan yang dinilai. 4. Bagian IV: Persepsi dan harapan terhadap mutu pelayanan publik, pendapat penerima pelayanan dengan pemberian suatu nilai dengan range nilai tertentu terhadap unsurunsur pelayanan yang ditanyakan. 5. Bagian V: Identitas pencacah, berisi data pencacah (apabila kuesioner diisi oleh masyarakat, bagian ini tidak diisi) b. Penyusunan bentuk jawaban 1. Indeks Kepuasan Masyarakat Bentuk jawaban untuk menentukan IKM melalui pertanyaan dari setiap unsur pelayanan secara umum mencerminkan tingkat kualitas pelayanan pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur mulai dari kategori sangat baik sampai dengan tidak baik. Untuk kategori tidak baik diberi nilai persepsi 1, kurang baik dari nilai persepsi 2, baik diberi nilai persepsi 3, sangat baik diberi nilai persepsi 4. 2. Persepsi dan Harapan Responden diminta untuk memberikan suatu nilai terhadap mutu pelayanan unit pelayanan publik sesuai dengan persepsi dan harapannya. Range nilai jawaban adalah 1 (satu) sampai 10 (sepuluh). Maksud dari nilai persepsi adalah nilai yang diberikan oleh responden terhadap persepsi/yang dirasakan responden terhadap mutu pelayanan saat ini di unit terkait. Maksud dari nilai harapan adalah nilai yang diberikan oleh responden terhadap keinginan/harapan responden terhadap mutu pelayanan yang ideal di unit terkait. 3. Saran Perbaikan Responden diminta untuk memberikan saran perbaikan kepada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja dari Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur.
c. Penetapan responden dan lokasi 1. Jumlah responden Responden dipilih secara acak (purposive sampling) yang ditentukan sesuai dengan cakupan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. Untuk memenuhi akurasi hasil penyusunan indeks, responden terpilih ditetapkan minimal 150 orang dari jumlah populasi penerima layanan, dengan dasar:
(“Jumlah unsur” + 1) x 10 = Jumlah responden ( 14 + 1 ) x 10 = 150
Pada survei Indeks Kepuasan Masyarakat untuk periode ini, jumlah sampel yang diambil telah memenuhi bahkan melebihi ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan perhitungan diatas. 2. Lokasi dan waktu pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur pada jam kerja terhadap responden yang telah menerima pelayanan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur dengan proporsional terhadap waktu banyaknya pengunjung. Selain itu pengumpulan data dilakukan pula di lokasi dan waktu tertentu dimana responden dapat memberikan informasi dan penilaian secara akurat. 3. Target responden Secara garis besar target responden adalah masyarakat yang telah berkunjung ke Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur tersebut dan telah mendapat pelayanan dari Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. b) Pengumpulan data Dari jumlah responden yang telah ditetapkan, dilakukan pengumpulan informasi secara acak dengan metode wawancara mengenai 14 (empat belas) unsur pelayanan yang telah ditetapkan dan saran perbaikan terhadap pelayanan di Unit Pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. Waktu yang diperlukan untuk melakukan wawancara kepada tiap-tiap
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
13
responden adalah kurang lebih 20-30 menit. Selain itu dilakukan pengumpulan data internal untuk memahami mengenai visi, misi, program, serta profil pelayanan publik dan pengunjung Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. c) Pengolahan Data Nilai IKM dihitung dengan menggunakan “nilai ratarata tertimbang” masing-masing unsur pelayanan. Dalam perhitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan yang disurvei, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut:
Bobot nilai rata-rata umlah bobot tertimbang = ----------------- Jumlah unsur
1 = --- = 0,071 4
Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut:
Total dari Nilai Persepsi Per Unsur
IKM = ------------------------------------------ x Nilai penimbang Total unsur yang terisi
Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25-100 maka hasil penilaian tersebut diatas dikonversikan dengan nilai dasar 25, dengan rumus sebagai berikut: IKM Unit Pelayanan x 25
Mengingat unit pelayanan mempunyai karateristik yang berbeda-beda, maka setiap unit pelayanan dimungkinkan untuk: 1. Menambah unsur yang dianggap relevan; 2. Memberikan bobot yang berbeda terhadap 14 unsur yang dominan di unit pelayanan, dengan catatan jumlah bobot seluruh unsur tetap 1. d) Analisa Data Data yang telah masuk, akan dianalisa secara manual maupun dengan menggunakan software statistik, pengolahan data akan menghasilkan output:
Tabel : 1 NILAI INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) NILAI PERSEPSI
NILAI INTERVAL IKM
NILAI MUTU INTERVAL PELAYANAN KONVERSI IKM
KINERJA UNIT PELAYANAN
1
1.00-1.75
25-43.75
D
TIDAK BAIK
2
1.76-2.50
43.76-62.50
C
KURANG BAIK
3
2.51-3.25
62.51-25
B
BAIK
4
3.26-4.00
81.26-100
A
SANGAT BAIK
e) Evaluasi dan Program Tahapan akhir berisi simpulan terhadap hasil IKM Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. Surveyor akan memberikan saran rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan terutama pada unsur-unsur yang mempunyai nilai kurang baik, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur kepada masyarakat. III. HASIL SURVEI DAN PENGOLAHAN DATA Pada periode Oktober 2012 dilakukan survei pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. Survei ini mendapat respon positif dari masyarakat yang mengharapkan adanya perbaikan kinerja pelayanan dari masing-masing unit pelayanan. Berikut pembahasan mengenai Pelayanan pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur yang telah dihimpun oleh para surveyor Pustakawan dan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 3.1. Analisis Dan Pembahasan 3.1.1. Pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur memberikan layanan kepada masyarakat dengan menyediakan beberapa jenis layanan antara lain, layanan sirkulasi, perpustakaan keliling, rujukan, melakukan penelusuran literatur, layanan pandang dengar, menyediakan bahan pustaka, melakukan bimbingan membaca, bimbingan pemakai perpustakaan, bercerita kepada anakanak, dan layanan foto copy. Pada periode survei kali ini, responden yang terpilih lebih difokuskan pada peningkatan jam pelayanan perpustakaan yaitu penambahan jam pelayanan. 3.1.2. Karakteristik Responden Jumlah responden yang diperoleh pada pereode survei saat ini ada 150 orang responden. Dominasi
14
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
masing-masing karakteristik responden pada unit layanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur dapat di lihat dalam Tabel 2 di bawah ini. Karakteristik responden yang mewakili pengunjung layanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur mendapat perhatian khusus, sehingga diharapkan dengan mengetahui tipe mayoritas pengunjung, Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur dapat mempersiapkan strategi dan layanan yang spesifik. Tabel: 2 PERSENTASE DOMINASI KARAKTERISTIK RESPONDEN PADA BADAN PERPUSTAKAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR
NO
KARAKTERISTIK
1
DOMINASI Keterangan
Persentase
Umur
20-29 tahun
52
2
Jenis kelamin
Perempuan
62
3
Pendidikan Terakhir
SLTA
64,6
4
Pekerjaan
Mahasiswa
50
5
Suku Bangsa
Jawa
67,33
6
Jumlah kunjungan
1-3 kali
55,33
Jumlah dan presentasi karakterisitik responden secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1 3.1.3. Tingkat Kepuasan Masyarakat Untuk mengetahui kebutuhan masyarakat dalam hal pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu unsur pelaksana di bidang jasa ilmu pengetahuan dan informasi harus dapat memberikan pelayanan yang baik sesuai standar yang ada, sehingga pada akhirnya tujuan utama dari pelayanan dapat dicapai yaitu kepuasan masyarakat (pengguna jasa) Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. Dengan kata lain pelayanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur akan dapat berjalan dengan baik dan memuaskan apabila didukung oleh beberapa faktor yaitu kesadaran dari para pimpinan dan pelaksana, adanya aturan yang memadai, organisasi dengan mekanisme sistem dinamis, pendapatan karyawan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, kemampuan dan ketrampilan yang sesuai dengan tugas atau pekerjaannya, dan tersedianya sarana pelayanan yang sesuai dengan jenis dan bentuk pelayanan. Dalam melakukan pengukuran kepuasan pemustaka, surveyor menggunakan pendekatan persepsi melalui teknik kuesioner. Hasil survei kepada pengguna layanan Badan Perpustakaan dan Kearsipan
Propinsi Jawa Timur yang dilakukan untuk mengukur tingkat kepuasan pemustaka dengan jumlah responden 150 (seratus lima puluh) orang yang pernah menggunakan jasa pelayanan (para pengunjung) di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Jawa Timur. Teknik kuesioner yang digunakan adalah berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 25/Kep /M.PAN/2/2004. Pembagian kuesioner pada responden dalam survei ini dilakukan dalam kurun waktu 28 hari terhadap pengguna pelayanan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Jawa Timur. Adapun responden dipilih secara acak yaitu dimana 150 responden tersebut adalah para pengguna jasa pelayanan yang dijumpai pada saat membaca dan saat melakukan transaksi peminjaman buku di Badan Perpustakaan dan kearsipan Propinsi Jawa Timur tanpa menitikberatkan pada karakteristik khusus dari jumlah populasi penerimaan pelayanan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Jawa Timur. Kuesioner mulai disebar oleh surveyor pada Februari - Oktober 2012 di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Jawa Timur yang terletak di Jl. Menur Pumpungan No. 32 Surabaya. Bahwa unsur yang terkandung di dalam kuesioner dapat dijadikan bahan acuan untuk melihat kegiatan layanan, dan secara rinci dapat dijadikan suatu pedoman perbaikan kinerja. Dengan demikian maka indeks per unsur ini dapat digunakan untuk melihat kekurangan dari sistem yang ada di suatu unit kerja. Dalam memaksimalkan kinerja pelayanan publik ada dua yang harus diperhatikan antara lain: 1. Indikator efesiensi yang dapat dilihat dari mudahnya prosedur layanan yang dipahami oleh masyarakat, kecepatan, biaya yang terjangkau oleh masyarakat, 2. Indikator sufisiensi yang dapat dilihat dari bagaimana menyikapi keluhan masyarakat, tidak diskriminatif dalam layanan, serta pelayanan yang ada memang dibutuhkan oleh masyarakat. Pada tabel 3 dan tabel 4 di bawah ini dapat dilihat secara rinci masing-masing keunggulan dan kelemahan unsur Layanan di Unit Badan Perpustakaan dan Kearipan Provinsi Jawa Timur.
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
15
Tabel: 3 TINGKAT PERSEPSI PENGGUNA/PEMUSTAKA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR No.
Unsur Pelayanan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 U14
Kemudahan Prosedur pelayanan Persyaratan pelayanan Keberadaan petugas pelayanan Kedisiplinan petugas pelayanan Tanggung jawab petugas pelayanan Kemampuan petugas pelayanan Kecepatan pelayanan Keadilan mendapatkan pelayanan Kesopanan dan keramahan petugas Kewajaran jam pelayanan Penambahan Jam Layanan Kepastian jadwal pelayanan Kenyamanan lingkungan Keamanan pelayanan
SCOR PERSEPSI 1 2 3 0 2 88 0 0 100 0 0 80 0 5 105 0 12 93 0 2 68 0 0 98 0 0 122 0 0 119 32 118 0 19 131 0 0 0 99 0 0 81 0 0 86
Sumber: Hasil Kuesioner Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM.) Tabel: 4 NILAI RATA-RATA TIAP UNSUR PELAYANAN BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR NILAI RATA2
MUTU PELAYANAN
No.
UNSUR PELAYANAN
U1
Kemudahan Prosedur pelayanan
3.393
A
U2
Persyaratan pelayanan
3.353
A
U3
Keberadaan petugas pelayanan
3.533
A
U4
Kedisiplinan petugas pelayanan
3.400
A
U5
Tanggung jawab petugas pelayanan
3.413
A
U6
Kemampuan petugas pelayanan
3.287
A
U7
Kecepatan pelayanan
3.300
A
U8
Keadilan mendapatkan pelayanan
3.173
B
U9
Kesopanan dan keramahan petugas
3.193
B
U10
Ketersediaan jam pelayanan
2.000
C
U11
Penambahan Jam Layanan
2.027
C
U12
Kepastian jadwal pelayanan
3.173
B
U13
Kenyamanan lingkungan
3.467
A
U14
Keamanan pelayanan
3.407
A
sumber: Hasil Kuesioner Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
16
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
Tabel: 5 URUTAN NILAI RATA-RATA TIAP UNSUR PELAYANAN BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR
No
Unsur Pelayanan
Nilai Unsur Pelayanan
Mutu Pelayanan
U3
Keberadaan petugas pelayanan
3.487
A
U2
Persyaratan pelayanan
3.487
A
U13
Kenyamanan lingkungan
3.467
A
U14
Keamanan pelayanan
3.407
A
U4
Kedisiplinan petugas pelayanan
3.387
A
U5
Tanggung jawab petugas pelayanan
3.380
A
U1
Kemudahan Prosedur pelayanan
3.373
A
U7
Kecepatan pelayanan
3.300
A
U6
Kemampuan petugas pelayanan
3.287
A
U9
Kesopanan dan keramahan petugas
3.193
B
U12
Kepastian jadwal pelayanan
3.173
B
U8
Keadilan mendapatkan pelayanan
3.173
B
U11
Penambahan Jam Layanan
2.027
C
U10
Ketersediaan jam pelayanan
2.000
C
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004, maka untuk mengetahui nilai indeks unit pelayanan dihitung dengan cara sebagai berikut: (3.373 x 0.071) + (3.487 x 0.071) + (3.487 x 0.071) + (3.407 x 0.071) (3.380 x 0.071) (3.287 x 0.071) + (3.300 x 0.071) + (3.173 x 0.071) (3.193 x 0.071) + (2.000 x 0.071) + (2.027 x 0.071) + (3.173 x 0.071) (3.467 x 0.071) + (3.407 x 0.071) = Nilai Indeks adalah 3.1244 Dengan demikian maka nilai indeks unit pelayanan hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai indeks kepuasan masyarakat setelah dikonversi = indeks x nilai dasar =3.1244 x 25 = 78,11 2. Mutu pelayanan B 3. Kinerja unit pelayanan Baik
Grafik : 1 NILAI RATA-RATA TIAP UNSUR PELAYANAN BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR Keberadaan petugas pelayanan
3,487
Tabel : 6 URUTAN NILAI RATA-RATA TERTIMBANG PER UNSUR BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR No.
UNSUR PELAYANAN
NILAI UNSUR PELAYANAN
Persyaratan pelayanan
3,487
u-3
Keberadaan petugas pelayanan
0,248
Kenyamanan lingkungan
3,467
U-2
Persyaratan pelayanan
0,246
Keamanan pelayanan
3,407
U-13
Kenyamanan lingkungan
0,242
Kedisiplinan petugas pelayanan
3,387
Tanggung jawab petugas pelayanan
u-14
Keamanan pelayanan
0,240
3,380
Kemudahan prosedur pelayanan
3,373
U-4
Kedisiplinan petugas pelayanan
0,240
Kecepatan pelayanan
3,300
U-5
Tanggung jawab petugas pelayanan
0,240
Kemampuan petugas pelayanan
3,287
U-1
Kemudahan prosedur pelayanan
0,238
Kecepatan pelayanan
0,234
Kesopanan dan keramahan petugas
3,193
U-7
Kepastian jadwal pelayanan
3,173
U-6
Kemampuan petugas pelayanan
0,233
Keadilan mendapatkan pelayanan
3,173
u-9
Kesopanan dan keramahan petugas
0,227
U-12
Kepastian jadwal pelayanan
0,225
U-8
Keadilan mendapatkan pelayanan
0,225
U-11
Penambahan Jam Layanan
0,144
U-10
Ketersediaan jam pelayanan
0,142
Penambahan Jam Layanan
2,027
Ketersediaan jam pelayanan
2,000 0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000
Dari hasil tersebut terdapat beberapa mendapatkan nilai tertinggi dari responden, antara lain Kecepatan layanan, Kemudahan prosedur pelayanan. Dengan penilaian yang tertinggi dari responden terhadap beberapa unsur tersebut, maka pelayanan diberikan oleh Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur pada masyarakat saat ini telah memberikan kepuasan tersendiri bagi responden. Tabel: 5 NILAI RATA-RATA TERTIMBANG PER UNSUR BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR No.
UNSUR PELAYANAN
NILAI UNSUR PELAYANAN
U1
Kemudahan Prosedur pelayanan
0.238
U2
Persyaratan pelayanan
0.246
U3
Keberadaan petugas pelayanan
0.248
U4
Kedisiplinan petugas pelayanan
0.24
U5
Tanggung jawab petugas pelayanan
0.24
U6
Kemampuan petugas pelayanan
0.233
U7
Kecepatan pelayanan
0.234
U8
Keadilan mendapatkan pelayanan
0.225
U9
Kesopanan dan keramahan petugas
0.227
U10
Ketersediaan jam pelayanan
0.142
U11
Penambahan Jam Layanan
0.144
U12
Kepastian jadwal pelayanan
0.225
U13
Kenyamanan lingkungan
0.242
U14
Keamanan pelayanan
TOTAL
0.24 3.124 X 25 = 78.11
Sumber: Hasil Kuesioner Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Sumber: Hasil Kuesioner Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Dalam peningkatan kualitas pelayanan, diprioritaskan pada unsur yang mempunyai nilai paling rendah antara lain: Ketersediaan jam pelayanan (U10) dengan NRR tertimbang (0.142), Penambahan jam pelayanan (U11) dengan NRR tertimbang (0.144), Sedangkan unsur yang lain mempunyai nilai cukup tinggi yaitu Keberadaan Petugas Pelayanan (U3) dengan NRR tertimbang (0.248), Persyaratan Pelayanan (U2) dengan NRR tertimbang (0.246), Kenyamanan lingkungan (U13) dengan NRR tertimbang (0.242), Keamanan lingkungan Pelayanan (U14) dengan NRR tertimbang (0.240), Kedisiplinan petugas pelayanan (U4) dengan NRR tertimbang (0.240), Tanggungjawab petugas pelayanan (U5) dengan NRR tertimbang (0.240), Kemudahan Prosedur pelayanan (U1) dengan NRR tertimbang (0.238), Kecepatan Pelayanan (U7) dengan NRR tertimbang (0,234), Kemampuan petugas layanan (U6) dengan NRR tertimbang (0.233), Kesopanan dan keramahan petugas (U9) dengan NRR tertimbang (0.227), serta tertinggi adalah Keadilan mendapatkan pelayanan (U8) dengan NRR tertimbang (0.225). 3.2. Simpulan Hasil IKM Berdasarkan hasil pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pada Unit Pelayanan
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
17
daftarpustaka Perpustakaan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, dibuat berdasarkan posisi masing-masing variable.
Bastian, I. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE. Indriantono, I. 2002. Metodologi
No
SIMPULAN
KETERANGAN
1
Nilai IKM
78.313
2
Katagori
BAIK
3
Unsur Terendah
U-10 Ketersediaan jam pelayanan U-11 Penambahan jam pelayanan
Unsur Tertinggi
U-3 Keberadaan petugas pelayanan U-13 Kenyamanan lingkungan U-5 Tanggungjawab petugas pelayanan U-14 Keamanan pelayanan U-4 Kedisiplinan petugas pelayanan U-1 Kemudahan prosedur pelayanan U-3 Keberadaan petugas pelayanan U-7 Kecepatan petugas pelayanan U- 6 Kemampuan petugas pelayanan
4
5
Prioritas perbaikan
U-9 Kesopanan dan keramahan petugas U-12 Kepastian jadwal pelayanan U-8 Keadilan mendapatkan pelayanan
Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE. Kottler, P. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi 11. Jakarta: PT. Indeks Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi Revisi. Yogyakarta: STI Manajemen YKPN. Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 1. Yogyakarta: Andi. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. 2004. Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Kep/25/M.PAN/2/2004. Publikasi Internet. Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan Dan Pengendalian Manajemen. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. Nazir, M. 2003. Metoda Peneltian. Cetakan 5. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Nordiawan, D. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 1. Jakarta: Salemba Empat. Tangkilisan, H. 2005. Manajemen Publik. Edisi 1. Jakarta: Salemba Empat. -----------------(2009) Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Surabaya: Biro Organisasi. -----------------(2009) Peraturan Menpan Nomor 13 tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat. Jakarta: Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
18
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
Oleh: Indah Purwani1 &
[email protected]
Maria Ginting2
Kataloging e-Resources: Ekspansi pustakawan dalam mengolah bahan perpustakaan sumber elektronik Abstrak Perpustakaan Nasional RI dibangun dan diselenggarakan atas dasar pemikiran bahwa sebagai bangsa yang merdeka mempunyai tanggung jawab untuk menampung dan menyimpan semua terbitan dalam negeri maupun luar negeri yang bernilai tinggi, dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan masyarakat dunia secara menyeluruh. Namun, apakah perpustakaan yang sudah didirikan dan ditumbuhkembangkan dengan berbagai upaya, daya, sarana dan prasarana yang dimiliki dijamin berhasil baik? Hal ini bergantung pada pengelola dan respon masyarakat. Seperti diketahui bersama, Perpustakaan Nasional RI sudah mengembangkan aplikasi teknologi e-Library atau perpustakaan digital, dengan mengoleksi koleksi bahan perpustakaan sumber elektronik untuk mendukung pelayanan yang berkualitas secara menyeluruh (total quality service) dalam memenuhi kebutuhan informasi bagi pemustaka. Hal ini menjadi sebuah tantangan bagi pustakawan untuk lebih menunjukkan kiprahnya, bahwa pustakawan mau mengembangkan sayapnya untuk menggali kemampuannya agar bisa mengimplementasikan apa yang menjadi tujuan organisasi perpustakaan di masa depan. Hingga saat ini koleksi bahan perpustakaan jenis e-resources dan pengolahannya masih terbatas dan belum dipahami oleh sebagian besar pustakawan secara menyeluruh, maka dibutuhkan usaha guna mengatasi berbagai masalah dalam mengolah bahan perpustakaan e-resources, khususnya dalam kataloging bahan perpustakaan sumber elektronik. Kata Kunci: Perpustakaan, e-library, e-resources Pendahuluan Koleksi perpustakaan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pada Bab 1 pasal 1 ayat 2, adalah “semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan”. Oleh karena itu, dalam upaya memberikan layanan prima kepada pemustaka, semua jenis bahan perpustakaan perlu diolah dengan benar sesuai dengan aturan yang ditetapkan agar dapat disimpan, dan ditemukan kembali secara cepat, tepat, dan akurat saat diperlukan oleh pemustaka. Katalog merupakan salah satu alat penelusuran bagi koleksi yang ada di perpustakaan. Seiring dengan perkembangan jaman, timbul pertanyaan apakah katalog yang ada hanya menunjukkan lokasi fisik bahan perpustakaan yang ada 1 2
di lingkup area perpustakaan? Ataukah sudah menjadi model dalam menelusur koleksi? Tentunya pertanyaan seperti ini pasti akan muncul dan butuh jawaban bagi setiap pustakawan bila berdiskusi masalah katalog e-resources. Saat ini, Perpustakaan Nasional RI bergerak maju dengan mengkoleksi bahan perpustakaan digital, yang mana penerapan teknologi digital menjadi dasar dalam segala aktifitas perpustakaan dari pengadaan sampai dengan pelayanan informasi. Implikasi dari semua pengolahan bahan perpustakaan e-resources berpengaruh pula pada sumber daya manusia (SDM) dan budaya kerja yang berbasis kompetensi. Hal ini diperlukan strategi, pendalaman materi serta adanya pengkajian, bukan hanya sebatas teori tanpa implementasi. Sudah tidak asing lagi bagi kita, jika dengan internet,
(Pegawai pada Pusat Preservasi Bahan Pustaka, Perpustakaan Nasional RI) (Pustakawan Madya pada Perpustakaan nasional RI) Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
19
perpustakaan dapat mengakses judul buku pada data base penerbit atau jobber dan langsung melakukan pemilihan serta pemesanan judul-judul buku yang diperlukan. Pemilihan judul buku bisa juga menggunakan CD-ROM yang memuat data bibliografi dan tekstual dari buku yang diterbitkan (Rachmawati, 2005). Sementara untuk penelusuran sumber informasi dari buku, manuskrip, lukisan, foto dan sebagainya, yang selama ini hanya disimpan dan dilestarikan oleh perpustakaan besar dunia seperti Library of Congress, British Museum, National Library di beberapa negara bisa diakses dan dilihat oleh semua orang tanpa ada batasan geografi, ruang dan waktu melalui internet. Perubahan dari perkembangan teknologi ini menurut Bob Mc.Kee dalam “ Planning Library Service( 1989) mengatakan:”perubahan perpustakaan sebagian disebabkan oleh faktor eksternal yang mau tidak mau akan berpengaruh pada sistem layanan perpustakaan. Di samping itu faktor internal yang akan mempengaruhi sebuah perubahan adalah dari staf yang ada di dalamnya”. Dua faktor ini perlu mendapat perhatian dari pihak manajer perpustakaan apabila perpustakaan ingin tetap eksis di tengah isu global dan tuntutan jaman. Bahan Perpustakaan Sumber Elektronik (e-Resources) Pengertian sumber elektronik berdasarkan AACR2, adalah bahan (data dan/atau program yang diciptakan dengan menggunakan kode atau program komputer agar dapat dimanfaatkan dengan piranti komputer. Untuk memanfaatkan bahan sumber elektronik diperlukan piranti yang terhubung langsung dengan komputer, misalnya pemutar CD-ROM atau sambungan ke jejaring komputer, misalnya internet. Sumber elektronik sebelumnya dikenal
20
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
sebagai berkas komputer (computer files). Pengertian ini berkembang seiring dengan perkembangan jenis sumber elektronik. Jika ditinjau berdasarkan isinya maka sumber elektronik terdiri atas: isi berkas komputer (computer file content), data angka (numeric data), dan bahan multimedia berorientasi komputer (computer-oriented multimedia). Sumber elektronik berdasarkan cara akses dapat dibedakan ke dalam akses langsung dan akses jarak jauh. Akses langsung diartikan sebagai cara yang memerlukan wahana fisik yang dapat dibawa atau dijinjing, misalnya : cakram, kaset, cartridge. Akses jarak jauh adalah cara yang tidak memerlukan wahana fisik, akses jarak jauh hanya dapat dipergunakan dengan alat masukan luaran, misalnya terminal yang terkoneksi dengan sistem komputer, misalnya sumber dalam jaringan, atau dengan menggunakan sumber yang tersimpan dalam cakram padat (CD) atau media penyimpanan lainnya. Saat ini Perpustakaan Nasional RI berlangganan online database yang berisi berbagai macam jurnal elektronik maupun artikel elektronik. Melalui online database ini, Perpustakaan Nasional RI mampu menyediakan koleksi digital yang dapat diakses oleh pemustaka dalam wilayah area tertentu. Ebsco host dan Proquest adalah dua contoh database yang saat ini cukup laris dan menjadi primadona bagi perpustakaan perguruan tinggi yang ingin menyediakan koleksi digital. Untuk membangun sistem perpustakaan digital, ada banyak aplikasi yang bisa digunakan, baik yang komersial maupun Open Source. Dengan adanya internet yang akhir– akhir ini sangat mendunia, maka semakin marak dan berkembang kata elektronik yang digunakan,
seperti e-mail, e-busines, e-book dan sebagainya. Segala bentuk file dan berkas yang tercetak akan beralih ke dalam bentuk digital dan menjadi trend/mode untuk menunjang segala aktifitas kerja yang berbasis elektronik. Beberapa contoh bahan perpustakaan sumber electronik/e-resources adalah: 1. CD-ROM CD-ROM kepanjangan dari compact disk read only memori yang artinya, bahwa CD-ROM drive hanya bisa digunakan untuk membaca sebuah CD saja. Secara garis besar CD-ROM dibedakan menjadi 2 menurut tipenya yaitu: ATA/IDE dan SCSI. Yang paling mendasari dari perbedaan tersebut adalah kecepatannya. Kalau ATA memiliki kecepatan 100-133Mbps sedangkan SCSI memiliki kecepatan kira-kira 150 Mbps. Untuk tipe SCSI biasanya ditemukan pada CR RW drive. Pada CD ROM terdapat tulisan 56X artinya kemampuan memberikan kecepatan transfer data sebesar 56 x150 Kbps. Tipe CD RW juga biasanya dibedakan berdasarkan kemapuan membakar dan membaca. CD RW tipe 12x8x32 artinya memiliki kemampuan membakar pada CD R secepat 12x, membakar pada CD RW secepat 8x, dan membaca CD R/CD RW/dengan kecepatan maksimal 32x. 2. e-Book Menurut wikipedia: e-book (singkatan dari electronic book) dikenal sebagai buku digital, merupakan e-text yang berbentuk media digital dan kadang-kadang dilindungi dengan hak cipta digital. Adapun bentuknya bisa berbentuk file pdf, word, html, txt dan lain-lain. Tetapi yang terkenal biasanya e-book berbentuk file pdf yang dapat dibaca dengan program seperti acrobat reader yang dapat
diunduh sebelumnya secara gratis. Sebuah e-book, sebagaimana didefinisikan oleh Oxford Kamus bahasa Inggris, adalah “versi elektronik dari buku cetak yang dapat dibaca pada komputer pribadi atau perangkat genggam yang dirancang khusus untuk tujuan ini”. e-book didedikasikan bagi mereka para pembaca media elektronik atau perangkat e-book baik melalui komputer atau bisa juga melalui ponsel yang dapat digunakan untuk membaca buku elekronik ini. Dengan hadirnya e-book ini para pembaca dimudahkan untuk tidak menyimpan bukubuku favoritnya dalam bentuk fisik (buku konvensional) dan juga memudahkan bagi para penulis dalam menyebarkan tulisannya, karena melalui e-book ini seseorang tidak perlu datang ke penerbit hanya sekedar menginginkan tulisannya dapat diterbitkan. Apabila seorang penulis ingin menjual atau mempublikasikan tulisannya dengan adanya e-book ini merupakan salah satu jalan pintasnya dan ini berlaku juga bagi para pembaca atau pencari ilmu di internet. Bentuk file e-book yang paling popular biasanya dibuat dalam bentuk .pdf dimana pembuatannya menggunakan program seperti Pdf955, PrimoPDF, PDFCreator, CutePDF Writer, OpenOffice, yang mana yang lebih user friendly? itu tergantung pada anda sendiri tentunya dengan memperhitungkan kebutuhan fitur-fitur yang akan digunakan. Kelebihan file pdf ini ukuran file-nya kecil bahkan dapat dioptimasikan untuk image-image yang ada di dalamnya, nyaman dibaca/dicetak, dan yang paling penting ada fasilitas pengaturan menggunakan kode sandi baik dalam pembacaan, editing, ataupun untuk dicetak
3. e-Journal Menurut Glossary yang dikeluarkan oleh African Digital Library, yang dimaksud dengan e-journal adalah : “An article or complete journal available fully electronically via a web-site on the Internet. It could be available free or as part of a paid for service. This trend is older and more established than the trend of providing e-book content via the Internet.” (Sebuah artikel atau jurnal yang lengkap tersedia secara elektronik penuh melalui situs web di Internet. Hal ini dapat tersedia secara gratis atau sebagian berbayar untuk layanan. Kecenderungan ini lebih tua dan lebih mapan dari tren menyediakan e-book konten melalui internet). Artikel-artikel untuk jurnal ilmiah merupakan pengetahuan primer, berbeda dengan buku pelajaran yang merupakan pengetahuan sekunder. Pengetahuan primer baru akan ada apabila ada penelitian baru, jadi suatu penerbit tidak dapat begitu saja menerbitkan jurnal ilmiah dan mencari artikel untuk jurnalnya. Apabila tidak ada yang meneliti maka tidak ada jurnal yang perlu diterbitkan. Tantangan bagi Pustakawan Adanya perkembangan teknologi berimbas pada perpustakaan, yang mana koleksinya banyak berasal dari sumber elektronik seperti yang disebutkan di atas. Untuk mengelola jenis koleksi sumber elektronik memerlukan sumber daya manusia yang kompeten di bidang perpustakaan dan teknologi informasi. Apabila seseorang memutuskan untuk menjadi seorang pustakawan e-library, maka syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pustakawan antara lain bagaimana dia mampu mengoperasikan berbagai peralatan yang ada dan melakukan penelusuran informasi dengan melalui sumber informasi elektronik, karena sebagian
isu tentang perpustakaan digital mengatakan, bahwa nantinya semua koleksi yang ada di perpustakaan akan berupa bahan elektronik. Hal ini terjadi karena adanya teknologi baru sehingga penerbit meluncurkan berbagai bahan pustaka elektronik. Selera pasar informasi yang berkiblat pada dunia maya dan meninggalkan dunia nyata, akan memicu semangat pustakawan mengejar impian dan wawasan masa depan. Dalam masalah pengadaan bahan pustaka elektronik akan mengarah pada pemikiran perpustakaan mau tidak mau perlu lebih banyak lagi membeli perangkat komputer dan software untuk mengakses informasi jarak jauh dari pada membeli buku dan jurnal cetak. Sebagai dampak yang dikemukakan oleh Lesk (1997) mengatakan: ”..libraries increasly have less material directly available and get more of it from remote resource” Koleksi elektronik ini mempunyai kelebihan yang tidak tertandingi dari buku dan jurnal cetak. Penerbitan bahan elektronik jauh lebih hebat dan canggih karena sudah dilengkapi grafik, illustrasi, tipografi dan jenis huruf yang lebih menarik, bahkan suara dan warna yang disertai gambar animasi menjadi ciri khas bentuk multimedia yang lain, dan kelebihan lain adalah tidak ada jumlah batasan dalam setiap halaman dari artikel yang ditulis dalam bahan pustaka elektronik. Publikasi ilmu pengetahuan yang ditampilkan dalam bentuk digital bisa ditampilkan dan disebarluaskan hanya untuk kalangan tertentu dengan jaringan intranet, tetapi apabila disebarluaskan tanpa terbatas oleh tempat dan waktu maka digunakan jaringan internet yang mana dari kedua jaringan ini terhubung melalui ISP ( Internet Service Provider). Selain disebarkan melalui jaringan intranet atau internet, bisa juga
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
21
dilakukan diseminasi informasi melalui CD-ROM. Hal ini mempermudah dalam pengaksesan yang tidak dilakukan secara on-line di internet. Di samping kelebihan tentunya ada kekurangan dari jenis bahan perpustakaan elektronik ini yaitu, kurang adanya masalah pengamanan dan perlindungan atas hak cipta yang dimiliki oleh pemegang hak dan wewenang atas karya pada koleksi elektronik ini. Sebagai contoh di sini seandainya dalam penelusuran bahan pustaka elektronik pustakawan memberi informasi yang salah sehingga menimbulkan kerugian besar apakah perpustakaan bertanggung jawab? Maka untuk mengantisipasinya perpustakaan harus waspada dan memproses terlebih dahulu setiap informasi yang disimpan baik itu dari isi kandungan maupun formatnya, karena peran pustakawan sebagai “Informations provider” siap menghadapi resiko, maka bila perlu membeli asuransi . Di sisi lain, masa perlindungan hak cipta yang diberikan kepada pemegang hak cipta semakin diperpanjang. Undang-Undang Hak Cipta yang diproklamirkan di England pada tahun 1709 masa perlindungan hak cipta hanya 14 tahun, tetapi
22
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
yang direkomendasikan Amerika Serikat pada tahun 1976 memberi masa tempo 28 tahun. Sekarang dibawah Berne Convention, hak cipta diperpanjang masanya sampai 50 tahun lagi maka disebut sebagai “life plus 50”, hasilnya perpustakaan yang ingin mendigitasikan bahan lama perlu mendapat keabsahan hak cipta dari teks, perangkat photo, ilustrasi dan sebagainya, karena semua mempunyai hak cipta. Dari gambaran di atas mungkin bentuk pengolahan perpustakaan digital memerlukan bentuk penyajian baru, karena itu menurut Wulandari (2006) : digitalisasi menjadi suatu fenomena baru yang mulai banyak mendapat perhatian. Banyak bermunculan proyek digitalisasi di berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta dan perguruan tinggi guna mengakomodir kebutuhan akan akses informasi yang cepat, akurat dan efisien. Proyek digitalisasi ini menjadi suatu kebutuhan mutlak guna menunjang aktivitas yang berbasis elektronik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diketahui secara umum sebelum membuat rencana kegiatan yang menyangkut beberapa aspek yang saling berkaitan satu sama lainnya, misalnya alur kerja;
hardware dan software; sumberdaya manusia serta pengetahuan (knowledge) tentang jenis scanner, mempergunakan scanner, jenis dokumen, cara mengolahnya serta bagaimana menyimpan dokumen serta harus tahu jenis media penyimpanannya. Disamping itu seorang pustakawan e-Library harus mempunyai pengetahuan tentang beberapa jenis file digital yang meliputi jenis teks; gambar dan video/film digital. Jenis teks digital terdiri dari berbagai Rich Teks Format ( RTF) yang mana teks ini merupakan format yang memungkinkan orang bisa saling bertukar berkas antar word –processors dengan menggunakan operating system yang berlainan. Reformasi dalam Kataloging Berkaitan dengan masalah kataloging, strategi yang perlu dipersiapkan dalam menyongsong era perpustakaan digital/eLibrary mungkin sudah harus dilakukan secara bertahap, karena perpustakaan harus beradaptasi secara perlahan tapi pasti dengan tuntutan masyarakat global , Hanna Thomas dari Saint Mary’s College of California Library (SMCL) dalam The Cataloging Annual Report 2010-2011 mengatakan “ listed three trends in the changing landscape of cataloging ; the increasing reliance on vendorsupplied records and service , the explosion of electronic resources, and the growing interrelatedness of local library catalogs with system outside the library”. Pekerjaan mengkatalog atau membuat katalog adalah suatu pekerjaan yang sangat dinamis sifatnya, senantiasa ada perubahan trend baru dalam hal pedoman maupun cara mengolahnya, sebut saja dalam masalah penentuan deskripsi dan nomor klasifikasi sudah mengalami berkali-kali revisi dan
pembaharuan, begitu juga dalam hal penetuan nomor klasifikasi. Bentukbentuk katalog yang sudah ada mulai dari bentuk kartu ukuran 3-5 inch. dicetak menggunakan word processor, kini merambah ke bentuk electronik dan lebih canggih karena terintegrasi dengan berbagai sistem . Hal ini seperti dilansir oleh majalah American Libraries : “…… libraries probably had only one catalog, hosted by integrated system. By 2011 , most libraries had more than one catalog featured on their library website. There are many third information - party system that work with Library catalogs. Many library catalog interfaces are also powered by enhancement tools such as Encore, Vu Find, or library Thing. ( http;//american librariesmagazine.org.). Dengan semakin berkembangnya inovasi bidang kataloging, seorang kataloger atau pustakawan di masa sekarang dan masa yang akan datang tidak terfokus dan berkutat dengan tradisi lama yang hanya sebatas mengetahui dan membuat berbagai jenis kartu katalog diperpustakaannya. Sekarang dan ke depan seorang kataloger perlu mengetahui berbagai macam trik untuk memanipulasi kelompok daftar tanpa harus mengedit satu persatu, terlatih dalam menggunakan alat canggih, dan tahu peraturan dalam praktik yang selalu mengalami perkembangan global. Seorang kataloger lebih diutamakan yang specialist, fungsinya dalam era millenium ini senantiasa mengunggah dan berpegang pada OCLC dan EBSCO service, secara fakta realnya seorang kataloger harus mampu berfungsi sebagai “creatif list”, “global update” dan “rapid update” sehingga muncul sebutan “yang baru dari yang biasanya ”dalam proses kataloging. Selayaknya seorang kataloger tidak hanya terpaku pada peraturan yang ada (seperti AACR 2 ataupun RDA). Seorang kataloger jangan hidup seperti terisolasi dari dunia lainnya,
harus punya kebanggaan tersendiri dalam mengelola sumber elektronik dan sistim perpustakaan, tetapi harus kompeten pula dalam bidang yang lain karena ada beberapa perbedaan mendasar dalam pembuatan deskripsi bibliografis untuk bahan perpustakaan yang berupa e-resources dari deskripsi bahan perpustakaan tercetak. Perbedaan tersebut diantaranya:1) dalam deskripsi bibliografi sumber elektronik kita wajib mencantumkan catatan rincian sistem seperti densitas perekaman, parity, blocking factors, mode of access, perangkat lunak bahasa pemrograman, keperluan peripheral, nama dagang atau sistem perekaman, frekuensi modulasi dan jumlah resolusi bisa dimasukkan. 2) Akses dan lokasi elektroniknya, misalnya: http:// jefferson.village.virginia.edu/pmc/ contents.all.html Impresi atau kesan awal yang akan diperoleh dari layanan perpustakaan digital/e-Library ini bukan semata-mata pada sosok pustakawan sebagai individu semata, namun juga kelengkapan dan kecanggihan teknologi yang dipunyai oleh perpustakaan serta kepiawaian pustakawan dalam mengakses informasi digital dari perpustakaan, pangkalaan data, internet atau sumber informasi elektronik lainnya untuk kemudian mengolahnya. Kembali pada sasaran (The Ultimate Goal ) perpustakaan adalah pada pemberian layanan jasa informasinya sebagai pintu gerbang utama, mampukah pustakawan mewujudkannya? Semua tergantung pada sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Organizing merupakan upaya dalam menentukan dan mengatur setiap kategori informasi yang sudah dibuat dalam format elektronik atau file digital ke dalam satu database, agar berkas digital yang sudah dibuat dapat diakses dan ditelusur. Maka dalam melakukan
proses organizing ini perlu ditentukan orang-orang yang bertugas sesuai dengan fungsinya apakah sebagai Administrator, Chief Knowledge Officer ataukah Operator, semua dipersiapkan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh pustakawan. Untuk itu harapan yang bisa dimunculkan dalam menyongsong masa depan perpustakaan adalah semangat membangun perpustakaan dengan dilandasai niat dan tekad yang kuat, semoga terwujud apa yang menjadi cita-cita bersama.
daftarpustaka Bob, Mc. Kee.1989. Planning library service. London: Clive Brington Chooming, Ding. 1999. Masa depan Perpustakaan Digital: ramalan dan isu-isunya. Sekitar
Perpustakaan. Vol. 28. : 40-48.
Ginting, Mariana. 2012. Pedoman Pengolahan E-Resources (makalah). Matveyeava, Susan J. 2012. A Role for Calssification: The Organizaation of Resources on
The internet.http://www.mlaforum. org/vol1/issue2/roleClassification. html./24/07/2012
Wong, Elise (Yi-Ling). 2012. Cataloging Then, Now and Tomorrow. http;//americanlibrariesmagazine. org/06/19/2012 Wulandari, Prita. 2006. Alih Media Bahan Pustaka (makalah). Rachmawati, Tine Silvana. Yunus Winoto . 2005. Seleksi Bahan Pustaka: pengertian, latar
belakang, dan pelaksanaan di perpustakaan. Media Pustakawan: Vol.12 No.1 Maret
2005 . hal 26-30.
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
23
Oleh: Wuri Setya Intarti1
[email protected]
Transformasi Pustakawan
Abstrak Transformasi Pustakawan mengandung makna, bahwa Pustakawan diajak untuk merevisi dan kalau dianggap perlu merombak cara berfikir, yang mungkin selama ini tanpa disadari terdistorsi atau terinfeksi oleh sesuatu kejadian dalam hidup Pustakawan. Kemungkinan lain adalah tertular oleh pola pikir yang keliru dari lingkungan dimana Pustakawan berada. Melalui transformasi, diharapkan pustakawan cepat beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan yang begitu cepat, sehingga wawasan kepustakawanannya begitu luas sesuai dengan predikatnya, bahwa pustakawan adalah tenaga yang profesional. Selain itu kinerja pustakawan diharapkan bisa lebih baik, kualitasnya meningkat. Kepustakawannya bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat, sehingga image profesional diharapkan bisa disejajarkan dengan profesional profesi lainnya. Dalam tulisan ini dipaparkan bagaimana cara pustakawan mentrasformasikan dirinya menjadi pustakawan yang berpredikat profesional. Kata kunci : transformasi, pustakawan A. Pengantar Sengaja tulisan ini penulis peruntukkan khususnya untuk pustakawan dan umumnya untuk pembaca budiman. Penulis yakin bagi sebagian besar pembaca, kata “transformasi” bukanlah sesuatu yang asing lagi, namun tidak ada salahnya secara singkat tulisan ini diawali dengan mengemukakan arti kata dan makna yang terkandung di dalamnya, sehingga pembaca akan lebih mudah memahami dan berharap tulisan ini akan memberikan manfaat yang maksimal. Transformasi berasal dari bahasa Inggris yang kalau kita simak pada kamus Pocket Oxord Dictionary, dari kata dasar “transform” berarti, “make through or dramatic change in the form, appereance, character, etc.”yang diterjemahan secara bebas artinya adalah, “segera membuat suatu perubahan total baik dalam bentuk, penampilan, karakter dan seterusnya”. Ketika penulis mau melanjutkan tulisan ini, tiba-tiba teringat pada seekor kupu-kupu. Sewaktu masih remaja, penulis senang sekali memperhatikan serta mempelajari bagaimana seekor ulat yang sama sekali tidak menarik, ternyata bisa berubah menjadi seekor kupu-kupu yang cantik. Dari 1
(Pustakawan Madya pada Perpustakaan Nasional RI)
24
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
kejadian tersebut, bila diibaratkan pada pustakawan yang citra profesionalnya belum bisa dibanggakan (belum dipandang sejajar dengan profesi lainnya, seperti dokter, akuntan, hakim dan lain-lain). Untuk merubah penilaian atau image masyarakat, pustakawan harus bertransformasi diri seperti halnya yang dilakukan oleh kupu-kupu yang telah merubah dirinya dari ulat yang tidak menarik menjadi sesuatu yang indah tersebut. Melalui transformasi, diharapkan pustakawan cepat beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan yang begitu cepat, wawasan kepustakawanannya begitu luas sesuai dengan predikatnya bahwa pustakawan adalah tenaga yang profesional. Selain itu kinerja pustakawan diharapkan bisa lebih baik, kualitas pustakawannya lebih meningkat, pustakawannya bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat, sehingga image profesional pustakawannya diharapkan bisa disejajarkan dengan profesional profesi lainnya. Melalui kisah kecil dan mungkin dianggap sepele ini, justru penulis berharap dapat menggugah setiap pembaca khususnya pustakawan dan umumnya siapapun orang yang membacanya, untuk menangkap pesan moral
yang terkandung di dalamnya, yaitu “Bila seekor ulat bisa berubah, kenapa kita (pustakawan) tidak?” B. Konsep transformasi Pustakawan Kata “konsep” mengacu pada pengertian “rancangan”. Sebuah racangan biasanya memiliki berbagai variasi tergantung pada tujuan yang ingin dicapai dengan rancangan tersebut. Demikian juga dengan konsep transformasi pustakawan tentunya bukanlah suatu konsep yang baku, melainkan merupakan suatu konsep yang fleksibel dan dinamis, sesuai perkembangan kepustakawanan. Ada tiga langkah besar yang dapat ditempuh pustakawan dalam melakukan transformasi yaitu: 1. Mengubah sikap mental 2. Mengubah pola hidup 3. Fokus pada tujuan. Dengan mengubah sikap mental, maka cara berfikir akan berubah. Kita diajak utuk merevisi dan kalau dianggap perlu merombak cara berfikir yang mungkin selama ini, tanpa kita sadari terdistorsi atau terinfeksi oleh sesuatu kejadian dalam hidup kita. Kemungkinan lain adalah tertular oleh pola pikir yang keliru dari lingkungan dimana kita berada. Namun demikian bersyukurlah kita, karena belum terlambat, kita masih diberi kesempatan untuk mengubahnya. Cara mengubah sikap mental, dapat diawali dengan bertanya: - Apa pengertian pustakawan? - Mengapa saya memilih menjadi pustakawan? - Apa yang saya dapatkan menjadi pustakawan? - Apakah sebagai pustakawan, menguntungkan bagi saya? - Apakah sebagai pustakawan, hidup saya lebih berarti bagi keluarga saya?
- Apakah sebagai pustakawan, hidup saya lebih berarti bagi teman-teman saya? - Apakah sebagai pustakawan, saya sudah peduli dengan orang lain? - Apakah sebagai pustakawan, saya pernah meringankan beban orang lain? Dari pertanyaan-pertayaan tersebut di atas tergambar sikap mental yang ambigu/kurang yakin dengan dirinya. Untuk bertransformasi, sikap tersebut harus dihilangkan dan dibuktikan dengan keyakinan, semangat dan karya yang bisa dibanggakan atau dengan kata lain membuat karya yang bermanfaat, berkualitas atau berbobot, yang membuktikan sebagai pustakawan yang intelektual, wibawa dan karismatik, sehingga citra pustakawan menjadi bersinar. Dengan Pustakawan mengubah cara berfikir, maka pola hidup atau kebiasaan kita, sebagai Pustakawan juga akan berubah. Seperti dikatakan Norman Vincen Pale pula ”Change your thoughts and you will change your world”. Dengan Anda merubah cara berfikir, Anda juga akan mengubah kehidupan Anda. Berarti, bila kita merubah cara berfikir akan berubah pula: - Pola hidup kita - Kebiasaan kita - Sikap kita - Tutur kata kita - Penampilan kita - Body language kita - Lingkungan pergaulan kita - Perasaan kita - Keputusan-keputusan yang kita ambil - Kepedulian kita, dan lain-lain. Akhirnya, kita fokus pada profesi pustakawan profesional. Dengan berubahnya sikap mental, cara berfikir dan pola hidup, kita akan lebih mudah fokus pada tujuan/cita-cita yang ingin kita (pustakawan) capai. Kata “fokus’’
adalah mutlak menjadi bagian dari keberhasilan. Fokus memiliki kekuatan dahsyat. Bila kita menghadapkan sebuah kaca pembesar pada sinar matahari, maka harus diarahkan hingga fokus. Fokus tersebut akan menghadirkan titik api, yang mampu membakar. Bila ia tidak fokus, ia akan bias. Cahaya yang bias hanya akan menghasilkan bayangan, bukan sesuatu yang kongkrit. Bila kita sudah mengubah sikap mental dan cara berfikir, yang menghasilkan perubahan pola hidup dan kebiasaan serta fokus pada profesi, dalam hal ini meningkatkan citra pustakawan profesional, maka langkah-langkah ini akan menghantarkan kita ke jenjang transformasi pustakawan yang sejati. C. Mengubah sikap mental Seperti kita tahu, tubuh adalah badan fisik yang terlihat oleh mata kita, pikiran adalah semua hasil olahan otak kita. Sedangkan hati nurani atau kesadaran diri adalah kekuatan batiniah yang mampu menggerakkan pikiran dalam otak kita untuk melakukan tindakan yang dilaksanakan oleh organ tubuh fisik. Hati nurani merupakan kekuatan, dan kekuatan adalah energi. Energi mampu membuat hidup kita lebih baik, jika energi hasil dari pikiran kita tersebut positif. Akan tetapi bisa juga menyebabkan penderitaan, jika energi hasil pikiran kita tersebut negatif. (Effendi, Ciptadinata: Transformasi Diri Dalam Mengarungi Samudra Kehidupan: 2007). Mengubah sikap mental dan cara berfikir pustakawan juga harus melibatkan hati nurani. Oleh karena itu hati nurani memiliki energi yang yang luar biasa untuk mewujudkan apa yang menjadi keinginan pustakawan. Mungkin antara lain seperti pengalaman hidup yang tidak nyaman, kekecewaan, tidak
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
25
dihargai, merasa diperlakukan tidak adil adalah faktor-faktor eksternal negatif yang dirasakan/diterima oleh pustakawan. Namun tidak sedikit pula penyebabnya adalah dari pustakawan sendiri. Karena tanpa sadar pustakawan telah memasukkan data-data yang salah dan bersifat destruktif, yang kemudian tanpa sadar telah memprogram menjadi sikap mentalnya, seperiti kalimat-kalimat yang muncul dari pikirannya antara lain: - Memang, saya hanya mampu seperti ini, saya susah cari angka kredit - Masalahnya pekerjaan pustakawan nilai kreditnya kecil-kecil - Memang beginilah nasib saya, dan saya harus menerimanya - Saya hanya orang kecil, mustahil saya dapat mengubah hidup saya - Saya dari keluarga miskin, mana mungkin saya bisa meraih sukses - Mampu menikmati hidup secara layak hanya milik orang-orang tertentu - Percuma usaha karena hidup kita sudah ditentukan Bila pikiran-pikiran tersebut diteruskan atau dibiarkan berkembang, berarti semakin dalam anda terperosok ke jebakan pikiran negatif. Oleh karena itu segeralah merubah sikap mental anda. Kini anda punya peluang untuk mengubah sikap mental, sekaligus peluang mengubah hidup menjadi lebih baik, atau bahkan yang terbaik dalam lingkungan anda. Bila pustakawan memahami konsep transformasi serta mempraktikkan dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, berarti pustakawan telah membangun suatu dasar bagi perubahan masa depan pustakawan. Oleh karena dengan mengubah sikap mental, sikap dan cara pandang kita terhadap sesuatu atau saat menghadapi masalah kehidupanpun akan berubah. Dengan kata lain,
26
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
terjadinya perubahan arti atau makna dari apapun yang kita lihat, dengar atau alami. Maka, jika selama ini pembicaraan hanya sekitar kejelekan seseorang, sekarang pembicaraan berubah, bagaimana supaya pekerjaan ditingkatkan, bagaimana cara mudah untuk mendapatkan angka kredit, bagaimana caranya mesin yang rusak supaya diperbaiki, apa yang bisa kita lakukan untuk kantor kita, apa saja yang akan kita lakukan ke depan, dan sebagainya. Pembicaraan kita pun berubah menjadi positif dan berbobot. Tanpa disadari hidup kita pun berubah. Bila biasanya memandang masa depan dengan suram, sekarang kita bisa melihat semua hal positif adanya. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya kreativitas dan kemampuan kita. Kita mampu melihat hidup ini lebih baik, lebih bahagia, lebih suka cita, dan yang paling penting mampu memunculkan kreatifitas dan tindakan dalam membuktikan jati diri pustakawan yang profesional, dan mencerahkan masa depan pustakawan. Sekarang semuanya menjadi sangat menggembirakan serta yakin citacita itu akan menjadi nyata. Bila demikian adanya, berarti transformasi pustakawan telah berlangsung. D. Mengubah Cara Pikir Cara pikir adalah bagaimana seseorang merespon atau menanggapi/menyikapi sesuatu yang dihadapi. Hal ini bisa terlihat dari cara menyampaikan pendapatnya atau cara berkomunikasi dengan orang lain. Cara pikir atau cara pandang ini bisa berkonotasi negatif maupun positif. Bagi Pustakawan, cara berfikir ini sangat berdampak pada pola hidup dan kebiasaan sehari-hari. Simak/perhatikan beberapa kalimat keluaran pikiran negatif yang diubah menjadi cara pikir positif. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
motivasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan pustakawan. - “Saya sudah tua, mau apa lagi?”, ganti dengan “ Saya baru berusia 55 tahun saya yakin bisa mengumpulkan angka kredit hingga masa kerja saya sampai 60 tahun”. - “Saya tidak sehat, mana bisa saya berusaha?” ganti dengan “Saya memang belum sehat, tapi saya yakin saya akan sembuh dan bekerja tidak harus pakai otot, Saya punya otak. Saya bisa memanfaatkan otak saya”. - “Saya sudah biasa menderita” ganti dengan “sudah cukup lama saya menderita dan sejak saat ini saya bertekat untuk mengubah hidup. Saya juga berhak menikmati hidup secara layak seperti orang lain”. - “Saya Cuma tamat Diploma II atau Diploma III, sedangkan sarjana saja banyak yang tidak naiknaik pangkat atau jabatannya. Gelar tidak menjamin kenaikan pangkat atau jabatannya. Bahkan banyak orang sukses di Indonesia, padahal juga tidak tamat sekolah. Kenapa saya Tidak?”. Jangan ditiru sekolahnya, tapi tirulah kehebatannya. - Kalau saya bisa, tentu saya mau. Saya telah melakukan kesalahan selama ini, seharusnya saya mengatakan pada diri saya, ”Saya mau, Saya pasti bisa.” Daftar tersebut bisa anda tambahkan sendiri sesuai dengan kehidupan pribadi masing-masing. Dari contohcontoh kalimat-kalimat di atas menunjukkan bahwa tanpa sadar kita telah salah memasukkan data bawa: - Hidup itu susah. - Buat apa ambil resiko, kan sekarang sudah cukup makan. - Jangan macam-macam. - Kalau gagal bagaimana. - Sudah terlambat untuk mengubah hidup. - Saya sudah tua.
-
Kalau saja usia saya masih 30 tahun saya mau.
Dari pikiran negatif yang muncul tersebut akan mempengaruhi tindakan kita yang mengarah pada stagnan dan ketertinggalan. Maka bila yang muncul dalam pikiran kita, atau kita memasukkan data yang bermuatan positif, akan berpengaruh pada tindakan yang mengarah pada tujuan yang diinginkan. E. Sejauhmana Pustakawan Mengenali Dirinya Sebagai pustakawan yang menyandang predikat profesional perlu mengevaluasi diri sejauh mana predikat tersebut telah menyatu dengan dirinya. Sebelum menjawab apakah dirinya sudah profesional di bidangnya, tentunya dia sudah harus memahami dirinya (posisi keberadaan dirinya) sejauh mana hingga dirinya dikategorikan sebagai
profesional. Seorang pustakawan disebut sebagai pustakawan profesional karena kemampuannya dalam mewujudkan kinerja profesi secara utuh dan terukur. Sifat utama dari seorang pustakawan profesional adalah kemampuannya dalam mewujudkan kinerja profesional yang sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan diselenggarakan perpustakaan (Darmono, 2007). Bila dirinya belum mencapai posisi yang dikategorikan profesional, dia harus bertransformasi hingga pada posisi tersebut. Belajar untuk mengenali dirinya/ kemampuan dirinya, menurut Un Ubaedy dalam bukunya “Berkarier di era global” beliau menyebutnya Intra personal skill yaitu pemahaman yang mengacu pada kemampuan seseorang dalam memahami dirinya, siapa dirinya, apa yang dapat dilakukan, apa yang ingin dicapai, bagaimana dirinya memberikan
respons terhadap keadaannya, apa saja yang perlu dihindari, apa saja yang perlu dipelajari, dan lain-lain. Masih tentang intrapersonal skill, pakar lain seperti Goleman, Taylor atau Larson mengatakan bahwa intra personal mencakup bawaan atau keadaan seseorang yang membentuk kepribadiannya. Hal yang penting menentukan disini adalah pengetahuan-diri karena pengetahuan itulah yang akan mebimbing seseorang untuk mengetahui lebih banyak tentang dirinya. Dari sekian banyak hasil kajian para ahli, indikator yang paling menonjol dari seseorang yang memiliki pengetahuan-diri yang bagus antara lain: - Self-concept: bagaimana anda menyimpulkan diri anda secara keseluruhan bagaimana anda
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
27
melihat potret diri anda menggonsepsikan diri anda secara keseluruhan. Self-esteem: sejauh mana anda mempunyai perasaan positif terhadap diri anda, sejauh mana anda mempunyai sesuatu yang anda rasakan bernilai atau berharga dari diri anda, sejauh mana anda meyakini adanya sesuatu yang bernilai, bermartabat, atau berharga dalam diri anda. Self-efficacy: sejauh mana anda mempunyai keyakinan atas kapasitas yang Anda miliki untuk dapat menjalankan tugas atau menangani persoalan dengan hasil yang bagus (to succeed). Inilah yang disebut general self-efficacy, atau juga, sejauh mana Anda meyakini kapasitas anda dalam menangani urusan tertentu sesuai dengan bidang yang Anda kuasai. Inilah yang disebut specific sel-fefficacy. Self-confidence, sejauh mana anda mempunyai keyakinan terhadap penilaian anda atas kemampuan anda dan sejauh mana anda dapat merasakan adanya “kepantasan” untuk berhasil. Self-confidence merupakan kombinasi dari selfesteem dan self-efficacy.
-
-
-
Bentuk pengetahuan diri di sini bukanlah pengetahuan yang sudah final. Pengetahuan diri tidak sama dengan kita mengetahui hasil penjumlahan dua ditambah dua sama dengan empat. Pengetahuan diri kita terus berkembang. Banyak orang yang saya temui mengatakan bahwa dirinya baru mengetahui punya kelebihan di sini dan di sana setelah mempraktikkan banyak hal. Martin Grime berkata begini: “Sejauh anda belum melihat karya anda, anda belum mengetahui kemampuan anda”. Kemampuan yang kita miliki sebetulnya tak terhitung, hanya wujudnya yang masih berupa benda gaib, kemampuan itu dapat diolah menjadi apa saja asalkan ada aktualisasi diri. Prof. Stenberg dari Yale University menjelaskanya dengan istilah developing abilility, Kemapanan manusia itu bukan sebuah kemampuan yang fixed, tetapi yang developing (dapat terus dikembangkan). Sedikit banyak semua orang telah memiliki pengetahuan tentang dirinya. Hanya saja yang berbeda disini adalah kadarnya. Ada orang yang punya pengetahuan dengan kadar yang rendah dan ada yang memiliki kadar yang tinggi. Dibawah ini ada semacam penjelasan yang dapat kita jadikan acuhan:
Skala
Indikator Umum
0
Anda tidak tahu atau tidak peduli atau masih baru melihat berbagai kelemahan yang Anda miliki. Anda berkesimpulan tidak memiliki apa-apa.
1
Anda sudah mencari atau mengeksplorasi berbagai potensi dan kelebihan yang anda miliki, tetapi belum menemukan atau belum berhasil.
2
Anda sudah menemukan kelebihan, kekuatan, dan keunggulan personal, tetapi belum menggunakannya secara optimal.
3
Anda sudah menemukan, sudah menggunakannya secara optimal, tetapi belum mempunyai konsistensi perjuangan (aktualisasi diri) secara berkelanjutan.
4
Anda sudah berkonsisten mengembangkan berbagai keunggulan yang anda miliki, namun belum dapat mengatasi masalah-asalah yang muncul secara optimal, baik itu masalah eksternal maupun internal.
5
Anda terus merealisasikan ide-ide yang sesuai dengan keunggulan personal Anda, mencari terobosan baru untuk menciptakan solusi atas masalah, dan menjalankan proses learning dalam bentuk karya, kreasi, atau prestasi.
Sumber : (An Ubaidy dalam Berkarier di Era Global, 2007: 11)
28
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
Jadi indikator pengetahuan-diri yang paling rendah adalah, ketika yang kita tahu tentang diri kita adalah yang jelek-jeleknya saja atau ketika kita tidak mengetaui sedikit pun kelebihan yang kita miliki. Indikator menengah adalah ketika kita sudah mengetahui (kelebihan dan kekurangan) dan dapat menggunakannya untuk meraih prestasi. Indikator yang paling tinggi adalah ketika kita sudah dapat mengembangkan orang lain dalam bentuk apapun. Penjelasan di atas hanya sebatas acuhan, anda dapat menggunakan sebagian atau seluruhnya. Anda juga dapat menggunakannya sebagai bahan untuk mengoreksi diri. Acuan lain yang dapat kita lihat adalah acuhan yang dibuat oleh Microsof Education seperti di bawah ini. Level I: Anda baru mengetahui bakat, kemampuan, peluang, kekuatan, keterbatasan dan kelemahan Anda. Level II: Anda menyadari bakat, kemampuan, peluang, kekuatan, keterbatasan, dan kelemahan Anda. Anda dapat memperkirakan berbagai bentuk kemampuan/ kelemahan yang paling mungkin, dan dapat menyinergikannya dengan orang lain pada momen yang tepat. Anda melakukan proses pembelajaran untuk meningkatkan skill atau pengetahuan Anda. Level III: Anda sudah mengidentifikasi motif secara akurat, harapan, kecenderungan, keinginan, dan kebutuhan. Anda sudah mempunyai gambaran yang jelas tentang diri Anda (kemampuan, kelebihan atau bakat Anda).Anda berusaha menggali feedback dengan berkreasi, terbuka terhadap kritik, terbuka menerima
masukan perbaikan. Anda sudah dapat menghindar penudingan (blaming) atas apa yang menimpa Anda atau kekalahan Anda. Level IV: Anda sudah dapat mengajari/ membimbing orang lain untuk menemukan dan menggali potensinya. Menurut Micorosft Education, yang disebut pengetahuan diri itu adalah kesadaran seseorang terhadap, kemampuan, peluang, kekuatan, keterbatasan dan kelemahannya. Setelah mengetahui posisi/kadar pengetahuan diri kita, langkah berikutnya adalah siap untuk transformasi. Langkah awal dari sikap transformasi pustakawan harus merubah mindset-nya yang dulunya tidak efektif dan efisien dalam menentukan sikap maupun bertindak, sekarang cara berfikir, pola hidup ataupun kebiasaan harus berubah dengan memanfaatkan dan memaksimalkan kadar pengetahuandiri kita. Agar mendapatkan hasil maksimal, kita harus fokus pada kekuatan kita. Dengan berubahnya cara berfikir, yang kemudian dilanjutkan dengan memaksimalkan kekuatan kita maka semua juga akan berubah. Bila biasanya memandang masa depan dengan suram sekarang kita bisa melihat semua hal positif adanya. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya kreativitas dan kemampuan kita. F. Fokus pada Kekuatan Dalam bukunya The Power of Focus, Jack Canfield, menyatakan bahwa salah satu strategi utuk senantiasa mencapai prestasi puncak dan meraih sasaran-sasaran dalam hidup dengan lebih pasti adalah dengan selalu fokus pada upaya mengembangkan kekuatan kita, bukannya kelemahan kita (build on your strengths, not your weaknesses). Lebih jauh dikatakan
dalam buku tersebut :You must invest most of your time every week doing what you do best, and let others do what they do best. Kita harus lebih banyak meluangkan waktu kita untuk melakukan hal-hal yang kita kuasai, dan membiarkan orang lain melakukan hal-hal yang mereka sukai. Dengan kata lain fokus pada kekuatan atau kelebihan kita. Bahkan konsultan bisnis terkenal Dan Sullivan mengatakan, “If you spend too much time working on your weaknesses, all you end up with is a lot of strong weaknesses. ”Artinya jika kita lebih banyak berupaya untuk mengatasi (membela) kelemahan kita, akhirnya kita akan memiliki banyak kelemahan yang semakin menonjol. Kekuatan atau kelebihan kita, merupakan gabungan dari tiga hal yaitu bakat, pengetahuan dan ketrampilan. Bakat adalah pola pikir, perasaan atau perilaku alami yang kita miliki. Jadi talenta atau bakat adalah pemberian alami dari Tuhan kepada kita. Sedangkan pegetahuan adalah fakta-fakta dan pelajaran yang kita pelajari dalam hidup ini. Sedangkan ketrampilan adalah hal-hal atau langkah-langkah yang kita kuasai karena kita melatih atau melakukannya secara terus menerus. Sebagai contoh misalnya seseorang memiliki bakat atau talenta bidang musik. Jika dia terus belajar menulis dan membaca not balok, atau belajar cara komposisi, kemudian dia juga berlatih terus secara konsisten minimal 6 jam sehari dan fokus pada bidang tersebut, maka dapat dipastikan dia akan menjadi musisi yang terkenal. Lebih jauh bicara tetang bakat, bakat sering dijelaskan sebagai “suatu kemampuan atau kebiasaan alami”, tetapi para penulis buku Now, Discover your Strenghts mendefinisikan talenta atau bakat sebagai “suatu pola yang terus-menerus berulang dari pikiran,
perasaan atau perilaku seseorang yang dapat diterapkan secara produktif”. Jika talenta atau bakat adalah pemberian alam dari Tuhan kepada kita, maka pengetahuan dan ketrampilan adalah aspek dalam kekuatan kita yang dapat kita perbaiki, kita tambah dan kita tingkatkan. Ada dua jenis pengetahuan, yaitu: factual knowledge and experiential knowledge (pengetahuan faktual dan pengetahuan yang berdasarkan pengalaman). Pengetahuan faktual adalah pengetahuan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk mempelajari atau menguasai sesuatu bidang tertentu. Misalnya Anda belajarbahasa, maka pengetahuan faktual yang dimiliki adalah Vocabulary atau arti setiap kata yang kta pelajari. Sedangkan pengetahuan jenis kedua, experiential knowledge yang harus kita kuasai biasanya tidak diajarkan di sekolah atau tidak ditemukan dalam buku panduan. Pengetahuan ini tumbuh dan berkembang dari pengalaman karena kita melakukan pekerjaan atau mempraktekkan pengetahuan faktual yang kita miliki. Setiap situasi atau kondisi menawarkan peluang untuk menambah pengetahuan eksperiensial kita, sedangkan setiap proses belajar menambah pengetahuan faktual kita. Sementara itu, ketrampilan merupakan pengetahuan eksperiensial yang dilakukan secara berulang dan terus menerus secara terstruktur sehingga membentuk kebiasaan dan kebiasaan baru seseorang. (Wibowo Prijosaksono dan Roy Sembel dalam Maximize Your Strength : If You want to be Rich and Happy : 2003, xx) Jadi akhirnya yang disebut kekuatan (strengths) kita, yang dapat menjadikan kita yang terbaik dalam
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
29
bidang tertentu adalah gabungan dari adanya bakat, pengetahuan yang memadai, dan ketrampilan karena berlatih secara konsisten dalam jangka yang panjang. Demikian pula kita sering kali tidak menyadari potensi terbaik atau talenta yang diberikan Tuhan kepada kita. Jika kita dapat mengenali dan menemukan talenta tersebut, maka yang perlu kita lakukan adalah senantiasa terus menerus mengembangkan talenta tersebut (continuous learning) dan berlatih dengan keras sampai kita mencapai consistent, near perfect performance. G. Bagaimana Seharusnya Sebagai Profesional Pustakawan Berbicara tentang profesional, Menurut An Ubaedy dalam berkarier di era global (2008) Seseorang disebut profesional kalau perilakunya dalam menjalankan profesi atau pekerjaan sehari-hari memiliki sifat-sifat yang pantas disebut professional. Beberapa
30
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
lembaga atau para ahli mempunyai standar yang berbeda-beda dalam menjelaskan karakteristik professional seseorang. Medquest Communication (2000) mempunyai lima karakteristik yang digunakan untuk menyebut apakah seseorang itu profesional atau tidak. Kelima karakteristik itu adalah: - Memiliki pengetahuan/keahlian khusus berdasarkan profesi - Mendapatkan pengakuan dari masyarakat, komunitas, kelompok, organisasi atau industry yang terkait dengan profesi; - Memiliki standar etika-moral yang tinggi, baik yng bersifat universal maupun yang bersifat special, misalnya kode etik profesi; - Memiliki otonomi dalam mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman; - Memiliki rasa tanggungjawab untuk menciptakan kemaslahatan bagi diri sendiri dan orang lain (tidak bebas nilai).
Karakteristik lainnya adalah: - Mempunyai orientasi pada nilainilai untuk melayani masyarakat (sercice orientation) dengan profesinya; - Mempunyai landasan teoritis yang kokoh dalam menjalankan pelayanannya; - Mempunyai otonomi yang luas dalam mengambil keputusan saat menjalankan pelayanannya. Berdasarkan praktek yang sudah umum dipakai, karakteristik profesionalitas seseorang dapat dilihat dari kriteria berikut: - Ethical (mempunyai standar moral yang bagus); - Altruistik (melayani orang lain dalam hal kebaikan, pengabdian); - Responsible (bertanggungawab, dapat dipercaya, sanggup memberikan respon yang positif) - Theoritical (mempunyai basis penguasaan teori atau ilmu
-
-
pengetahuan berdasarkan profesinya); Committed (mempunyai komitmen yang tinggi dalam melayani masyarakat); Intellectual (selalu mengembangkan diri untuk meningkatkan profesionalitasnya)
Berkarier di era global membutuhkan skill power sebesar will power. Kalau kita punya skill power, tanpa will power, penggunaan skill kita tidak akan optimal. Demikian juga sebaliknya, kalau kita hanya punya will power, tanpa skill power, will kita tidak banyak memberi hasil. Berkarir di era global menuntut penguasan teori dan praktek. Intinya berkarier di era global menuntut kita menjadi man of thinking and man of doing (orang yang mahir berfikir dan mahir bertindak). Dari sejumlah pendapat para pakar, yang pantas menyandang gelar profesional, ternyata adaptive learning sangat penting bagi pengembangan karier, karena sebagian besar persoalan di lapangan tidak ada bukunya. Orang yang professional di TI (information technology) bukanlah orang yang banyak membaca buku tentang TI, mereka memang banyak membaca, tetapi yang tak kalah pentingnya lagi adalah mereka yang mempunyai rasa cinta untuk menyelesaikan persoalan tentang TI yang belum terlulis di buku. Oleh karena itu, menurut penjelasan dalam buku Competence at Work, perilaku umum orang-orang yang memiliki kompetensi profesionalitas tinggi itu adalah: - Selalu berusaha menjaga agar Skill dan pengetahuannya up-to-date atau sesuai perkembangan; - Menunjukkan kuriositas yang tinggi dengan melakukan eksplorasi ke bidang-bidang yang baru; - Mempunyai kemauan yang keras untuk membantu orang lain
-
-
dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Pengetahuan dan keahlian itu tidak selalu datang dari proses mendalami sesuatu. Ada kalanya berasal dari permintaan atau ketika kita membantu orang lain; Selalu menambah pengetahuan terhadap persoalan baru atau permasalahan baru yang terkait dengan dunia kerja; Menjadi agen perubahan dalam menyebarluaskan teknologi dan pengetahuan.
Dari uraian dan penjelasan di atas tentang kriteria profesional, dapatlah dijadikan tolak ukur bagaimana pustakawan mentransformasikan diriya sebagai pustakawan profesional. Di era global sekarang ini, sebagai pustakawan profesional, satu di antaranya harus mampu dan membekali diri dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang bersentuhan dengan teknologi informasi. Dengan demikian pengetahuan komputer dengan berabagai bentuk aplikasinya harus dikuasai oleh seorang pustakawan. Kemampuan seperti itu dapat mengubah citra pustakawan yang tadinya dianggap tempat buangan menjadi profesi yang menantang dan bergengsi. Ibarat dulunya ulat ternyata bisa juga jadi kupu-kupu. Dengan berbekal pengetahuan dan ketrampilan IT tersebut sangat membantu dalam melayani masyarakat secara cepat. Dari uraian tersebut diatas, jelaslah bahwa pustakawan harus membekali apa saja untuk melengkapi dirinya sesuai tolak ukur/kriteria profesional pustakawan. Di sanalah arah transformasi pustakawan berada. H. Penutup Sebagai pustakawan bila tidak bertranformasi diri akan stagnan dan tertinggal, sehingga dirinya
tidak akan produktif menghasilkan karya-karanya atau tidak berperilaku sebagai pustakawan professional. Hal tersebut berdampak, khususnya akan merugikan diri pustakawan dan umumnya akan mencederai citra pustakawan. Oleh karena itu “transformasi” itu harus dan tiada henti bagi pustakawan sesuai perkembangan yang ada. Harapan penulis, tulisan ini dapat menginspirasi pustakawan khususnya dan pembaca budiman pada umumnya untuk berintropesi dan mengevaluasi diri serta segera bertranformasi dalam mengembangkan dirinya, menjadikan dirinya berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
daftarpustaka An Ubaedy. 2008. Berkarier di Era Global: 5 Prinsip Abadai Memenangkan Persaingan Brdasarkan Konsep Learning-Based Human Development (LBHD). Jakarta: Elex Media Komputindo. Ian Seymour, R. 2005. Maximize Your Potential. Jakarta : BIP (Buana Ilmu Populer). Prijosaksono, Aribowo dan Sembel, Roy. 2003. If You Want to be Rich and Happy Maximize Your Srength. Jakarta: Elex Media Komputindo. Subagya, Hari. 2004. Time to Change : 99 Menuju Kesuksessan yang Spektakuler. Jakarta: BIP (Buana Ilmu Populer). Effendi, Ciptadinata. 2007. Transformasi Diri Dalam Mengarungi Samudra Kehidupan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Prasetyo, Syahdania E. 2005. Strategi Mengembangkan Potensi Diri. Yogyakarta: Media Abadi. http://lutfi026.blogspot.com/2011 07 01 archive.html. interpersonal skill. http//agnore.wordpress.com. konsep transforasi diri http/pberbagiinspirasi.blogspot. com/2011 02 01 arcvive.html
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
31
Oleh: Edy Pranoto1
[email protected]
Menulis Artikel Ilmiah untuk Majalah Abstrak Menulis merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh pustakawan sebagai tenaga profesional mulai dari jenjang jabatan yang paling rendah sekalipun. Artikel ilmiah berbeda dengan artikel populer sebagaimana tedapat di surat kabar atau majalah populer. Perbedaan tersebut terletak pada gaya dan sistematika penulisannya. Pada hakikatnya proses menulis artikel ilmiah maupun artikel non ilmiah adalah sama, yakni melalui tahapan. Pustakawan yang sedang belajar menulis perlu mengenali tahapan menulis tersebut, yakni: 1) menangkap gagasan, 2) membuat sketsa tulisan, 3) mencari literatur, 4) Pengembangan gagasan: membuat uraian dan mengedit. Artikel ilmiah di majalah tidak akan menarik bila tidak disajikan dengan bahasa populer. Tulisan semacam ini dikenal dengan tulisan ilmiah populer. Sistematika artikel ilmiah populer pada umumnya adalah: 1) judul, 2) nama penulis di bawah judul, 3) abstrak (sari), 4) kata kunci di bawah abstrak, 5) isi: pendahuluan, pembahasan, penutup, dan daftar pustaka (rujukan). Di samping itu, penulis juga harus mengetahui, memahami, dan memegang teguh etika menulis agar tidak terjerumus kedalam plagiarisme. Pendahuluan Menulis merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh pustakawan sebagai tenaga profesional mulai dari jenjang jabatan yang paling rendah sekalipun. Tulisan banyak ragamnya, salah satu di antaranya adalah artikel ilmiah. Pada umumnya, artikel ilmiah terdapat di dalam jurnal ilmiah atau jurnal penelitian. Namun artikel ilmiah juga terdapat pada majalah-majalah atau jurnaljurnal perguruan tinggi dan instansi-instansi yang lain. Di bidang kepustakawanan, artikel-artikel yang dimuat di Media Pustakawan pun sudah bersifat ilmiah. Artikelartikel tersebut sudah disajikan berdasarkan kriteria ilmiah meskipun penyajiannya berbeda-beda dan bersifat populer. Jelasnya, substansi artikel ilmiah ada yang berupa hasil penelitian, tetapi ada yang berupa feature ilmu pengetahuan. Fokus tulisan yang disampaikan di sini pada intinya adalah pengertian, tahapan, sistematika, dan etika penulisan artikel ilmiah. Semuanya ditujukan bagi pustakawan yang sedang belajar menulis.
1
(Pustakawan Madya Universitas Negeri Semarang)
32
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
Pengertian Artikel Ilmiah Ilmiah bermakna ”bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 423). Dengan demikian artikel ilmiah adalah artikel yang bersifat ilmu, atau artikel yang disusun berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan. Artikel ilmiah berbeda dengan artikel populer seperti yang terdapat di surat kabar atau majalah populer. Perbedaan tersebut terletak pada gaya dan sistematika penulisan (Tanjung, 2007: 127). Menurut Soeparno (2000: 36) Artikel ilmiah harus memiliki gagasan atau ide ilmiah. Gagasan atau ide ilmiah itu terlihat dari substansi gagasan ilmiah dan alur berpikir dalam artikel tersebut. Feature ilmu pengetahuan bisa disebut feature ilmiah karena sifatnya memang ilmiah. Sebagaimana disampaikan oleh Soeseno (1997: 5), bersifat ilmiah bukan berarti bahwa tulisan itu harus berupa hasil penelitian. Feature ilmiah tetap berbentuk feature, namun isi atau substansinya adalah ilmu pengetahuan, dan cara penyajiannya adalah cara penyajian ilmiah.
Tulisan ilmiah tidak akan menarik bila tidak dengan bahasa populer (Soeseno, 1995: 6). Tulisan semacam ini dikenal dengan tulisan ilmiah populer. Menurut Soeseno (1997: 6), istilah populer dipakai untuk menyatakan sesuatu yang akrab menyenangkan bagi populus (rakyat). Atau disukai kebanyakan karena menarik dan mudah dipahami. Kepopuleran menghendaki istilah yang dikenal secara umum dan berlaku di kalangan masyarakat awam, bukan istilah yang sulit, yang asing atau yang keren sampai mengagumkan tetapi tidak dimengerti. Namun demikian, penulisan populer tidak berarti boleh sembarangan memakai istilah yang tidak tepat sampai berkesan ceroboh. Populer tidak boleh lepas kendali sehingga menjadi ceroboh. Misalnya memakai istilah ”dicekoki”, meskipun istilah itu populer, namun terasa agak urakan padahal ada istilah yang lebih etis selain istilah tersebut. Artikel ilmiah yang populer ini harus dapat menyampaikan konsep, gagasan atau ide dengan santun, hormat dan anggun. Tahapan Penulisan Artikel Ilmiah Menulis artikel ilmiah melalui tahapan yang menunjukkan alur berpikir yang sistematis. Tanjung (2007: 128-147) menyampaikan tahapan menulis karya atau artikel ilmiah sebagai berikut: 1) pengembangan gagasan, 2) perencanaan penulisan naskah, 3) pengembangan paragraf, dan 4) finalisasi. Ada hal yang terlewatkan dalam tahapan penulisan artikel ilmiah tersebut, yakni bagaimana menangkap gagasan? Karena itu, tahapan penulisan artikel ilmiah berikut ini disampaikan lebih sederhana meskipun tidak jauh berbeda maknanya dengan tahapan yang disampaikan oleh Tanjung di atas.
1. Menangkap Gagasan Kalau dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 326), gagasan atau ide diartikan sebagai “hasil pemikiran”. Gagasan ini berkaitan erat dengan inspirasi atau berkaitan dengan istilah yang banyak penulis biasa menyebutnya sebagai “ilham”. Inspirasi adalah pengaruh yang membangkitkan kegiatan kreatif, atau gagasan yang muncul dalam ingatan. Sedangkan ilham adalah inspirasi yang timbul dari hati atau sesuatu yang menggerakkan hati untuk mencipta. Kalau dipikir, ketiga kata itu hampir sama maknanya. Menangkap gagasan bagi penulis sangat penting karena bila gagasan itu tidak segera ditangkap akan lepas dari ingatannya karena terlindas oleh aktivitas yang lain. Maksud menangkap gagasan adalah mencatat dengan segera gagasan yang mendadak muncul di sembarang waktu. Terkadang gagasan yang muncul itu tidak hanya satu, tetapi bisa beberapa gagasan sekaligus. Si penulis harus segera mencatat gagasan-gagasan itu untuk diproses. Gagasan mana yang harus didahulukan pemrosesannya, hal ini tergantung pada kebutuhan, kondisi dan situasinya. Semua gagasan itu memang penting, tetapi harus dipilih mana yang urgen dan mana yang tidak urgen. Di samping itu, ada gagasan yang penulisannya mudah, artinya tidak memerlukan referensi yang begitu banyak dan kompleks. Tetapi ada pula gagasan yang penulisannya memerlukan referensi yang banyak dan kompleks yang sangat sulit mencarinya. Karena itu, tidak harus gagasan pertama bisa dikerjakan dulu kecuali apabila gagasan pertama itu memang lebih urgen dari gagasan lainnya, sedangkan referensinya pun mudah didapat. Gagasan atau ide bisa muncul setiap saat dan di mana saja, di dalam bus, di
kamar ketika sedang tiduran, di kantor, di perjalanan, bahkan di kamar mandi. Gagasan itupun muncul dalam situasi jiwa yang berlain-lainan, misalnya apabila seseorang sedang terharu, sedih, atau senang terhadap sesuatu peristiwa. Munculnya gagasan juga tak peduli apakah seseorang sedang duduk merenung di kursi tamu atau di teras rumah, ketika sedang melakukan aktivitas di kantor, sehabis berbincang-bincang dengan temanteman, dan sebagainya. Kalau penulis tidak sempat mencatat gagasan yang mendadak muncul karena kondisi dan situasinya tidak memungkinkan, maka ia harus segera mencatatnya bila kondisi dan situasinya sudah memungkinkan. Yang penting, jangan sampai gagasan itu lenyap terlindas oleh aktivitas-aktivitas lain yang datang silih berganti. Gagasan yang telah ditangkap segera dituangkan dalam tulisan, sebab kalau tidak, kemungkinan akan kedahuluan oleh orang lain sehingga lepaslah kesempatan untuk menulisnya. Gagasan merupakan hasil pemikiran. Gagasan ini tidak selamanya muncul secara tiba-tiba. Ada kalanya gagasan itu harus dicari. Cara mencarinya adalah mempertajam pengamatan terhadap fenomena kehidupan yang dialami atau yang terjadi di sekeliling kita, atau dengan membaca berbagai literatur (bacaan). Banyak pustakawan yang katanya ingin belajar menulis namun tak segera memulainya. Mereka mengeluh tak punya gagasan yang bisa dituangkan dalam tulisan. Padahal, di sekelilingnya banyak masalah, di sekelilingnya banyak fenomena kehidupan yang dapat dijadikan gagasan. Pustakawan itu pun sering terlihat membaca, entah buku, surat kabar, dan majalah. Sayang sekali, mereka tidak tahu bahwa apa yang dibacanya itu sebenarnya merupakan sumber gagasan. Suatu hal yang perlu diperhatikan
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
33
sebelum menulis gagasan yang sudah ditangkap atau dicatat, adalah bertanya pada diri sendiri. Apakah gagasan itu penting untuk ditulis? Apakah permasalahannya menyangkut kepentingan umum? Apakah tulisan itu bermanfaat bagi para pembaca? Apakah penulis dapat mempertanggungjawabkannya? Kemana tulisan itu akan dikirimkan? Sebab, kalau tidak memperoleh jawaban yang meyakinkan terhadap semua pertanyaan itu, maka tidak ada gunanya seseorang menulis, dan sudah dapat dipastikan redaksi akan menolaknya apalagi bila tulisan itu salah mengirimkan ke medianya. Karena kemungkinan tidak sesuai dengan tujuan dan karakter media yang bersangkutan. 2. Membuat Sketsa Tulisan Bila suatu permasalahan yang ada dalam gagasan sudah ditetapkan menjadi prioritas pertama, maka segera membuat sketsanya. Sketsa ini tidak sekadar outline belaka, tetapi
34
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
masing-masing bagian diuraikan secara singkat disertai catatan-catatan seperlunya. Bila seseorang membuat sebuah artikel, ia harus membagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah pendahuluan. Bagian ini merupakan pembuka untuk menarik minat, terutama menyampaikan latar belakang mengapa permasalahan itu penting untuk diketengahkan, tujuan menulis, dan manfaatnya bagi pembaca. Namun sebenarnya bagian pendahuluan ini beragam wujudnya. Sebagaimana disampaikan oleh Soeseno (1997: 50-53), bagian pendahuluan ini mungkin berupa ringkasan, melukiskan hal-hal yang dianggap pokok, anekdot, dan lainlain. Singkatnya, bagian ini merupakan bagian yang mengantarkan pembaca kepada uraian intinya. Bagian kedua merupakan bagian inti. Bagian ini bisa dipecah lagi menjadi sub-sub bagian sesuai
dengan kebutuhan, yang penting telah mencakup segala hal yang relevan dengan permasalahan yang disampaikan di bagian pendahuluan. Bagian ini harus dinamis. Soeseno (1997: 56), menjelaskan bahwa kalimat belakangan harus menjelaskan kalimat sebelumnya, bukan mencetuskan ide baru yang tidak ada kaitannya dengan kalimat yang mendahuluinya. Bagian ketiga merupakan penutup. Bagian ini bergaya pamit, isinya menyimpulkan inti dari tulisan disertai rekomendasi yang penting sebagai saran pemecahan atau perbaikan terhadap permasalahan yang sedang dibahas. Masing-masing bagian tersebut di samping diisi dengan semacam instruksi tentang apa yang harus disampaikan pada bagian itu, juga perlu sisipkan catatan-catatan penting untuk kerja selanjutnya, misalnya demikian: “cari informasi mengenai X
di buku Y atau jurnal Y” bila kebetulan ingat sumber informasinya. Tetapi bila tidak ingat sumber informasinya, maka cukup diberi catatan: “cari informasi mengenai X” saja. Sketsa yang terdiri atas tiga bagian berikut catatan-catatan seperlunya ini amat penting bagi penciptaan sebuah tulisan karena sketsa merupakan tuntunan bagi pembuatan uraianuraian pengembangannya. Meskipun tulisan itu sudah berkembang sedemikian rupa namun akan tetap berada pada batas-batas yang telah digariskan. Ada kalanya bila sudah menjadi artikel atau apapun, pembagian seperti itu tidak nampak padahal bila dicermati sebenarnya pembagian itu ada. 3. Mengumpulkan Literatur Setelah sketsa selesai, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan literatur sebanyak-banyaknya berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas, entah berupa buku, artikel dalam jurnal atau majalah, surat kabar, dan penelusuran melalui internet. Literatur ini penting agar penulis mempunyai wawasan luas mengenai pokok permasalahan berikut pemecahannya, serta bermanfaat sebagai dasar dalam pengembangan tulisan sehingga tulisan itu menjadi padat informasi atau tidak kering. Jelasnya, buah pikir atau gagasan para ahli yang terdapat dalam literatur atau bacaan itu dijadikan rujukan untuk mendukung gagasan penulis. Selama membaca literatur atau bahan rujukan yang telah terkumpul penulis sebaiknya memberi tanda centangan (√) dengan pensil pada bagian teks yang digunakan, sedangkan halaman pada teks yang telah bertanda itu diselipi potongan kertas agar memudahkan untuk menemukannya bila sewaktu-waktu diperlukan lagi.
Bagi pustakawan, mencari atau mengumpulkan literatur bukan menjadi masalah, karena pustakawan senantiasa bergelimang bahan pustaka, di samping itu, fasilitas penelusuran informasinya pun siap untuk dimanfaatkan. 4. Pengembangan Gagasan: Membuat Uraian dan Mengedit Setelah semua bahan atau informasi yang diperlukan cukup, barulah sketsa yang telah dibuat sebelumnya dikembangkan menjadi uraian yang lengkap. Pada tahap pertama barangkali belum memerlukan koreksi terhadap apa yang sudah ditulis, yang penting, tertuangkan dulu segala yang terpendam dalam pikiran. Barulah pada proses selanjutnya dilakukan koreksi dan pengeditan. Di atas telah disampaikan bahwa bagian pendahuluan adalah bagian penarik minat, karena itu, bagian ini diupayakan semenarik mungkin agar pembaca terpancing untuk membaca tulisan dalam bagian-bagian berikutnya. Bila bagian pendahuluan tidak menarik, sudah barang tentu minat pembaca untuk membaca kelanjutannya akan hilang. Bagian kedua merupakan bagian inti. Bagian ini bisa dirinci lagi menjadi sub-sub bagian sesuai dengan kebutuhan, yang penting telah mencakup segala hal yang relevan dengan permasalahan yang disampaikan di bagian pendahuluan. Sedangkan bagian akhir atau yang disebut penutup merupakan sinyal penulis untuk mengakhiri tulisannya, karena itu, bagian akhir dikemas sedemikian rupa sebagai bagian yang “bergaya pamit”. Jadi bagian akhir tulisan pun harus dibuat semenarik mungkin sehingga memberikan kesan yang mendalam pada pembacanya. Selama proses mengedit, penulis harus berperan sebagai orang lain, bukan sebagai dirinya. Jadi,
seolah-olah ia sedang membaca tulisan orang lain, bukan tulisannya. Dengan demikian dia dapat menilai tulisannya sendiri itu secara obyektif dan dapat mempertimbangkan dengan baik dari berbagai segi. Ada hal-hal utama yang perlu diperhatikan dalam proses mengedit, antara lain: (1) sistematikanya sudah benar; (2) isinya sudah mencakup semua hal sesuai dengan pokok permasalahannya; (3) tata kalimatnya sudah benar; (4) tidak banyak kesalahan-kesalahan ketik; (5) ada variasi kata sehingga tidak menjenuhkan, bahkan lebih menarik; (6) bahasa tulisnya mudah dipahami pembacanya; (7) sumber-sumbernya memadai sehingga dapat mendukung pemecahan permasalahan yang dibahas; dan (8) persyaratan yang ditetapkan oleh majalah yang akan dititipi tulisan itu sudah terpenuhi. Dalam hal yang terakhir ini, biasanya setiap majalah mempunyai persyaratan sendiri-sendiri terhadap tulisan yang dikirimkan kepadanya, baik mengenai pokok bahasannya, sistematikanya, cara penulisan sumber kutipan dalam teks, penulisan daftar pustakanya, dan lainlain. Sebaiknya jangan cepat menganggap tulisan atau artikelnya “sudah jadi”, tetapi harus menunggu beberapa saat agar benar-benar menjadi tulisan yang “masak”. Biasanya, apa yang sudah tertuang di dalam tulisan melekat erat dalam pikiran penulisnya sehingga setiap saat muncul gagasan-gagasan baru untuk menyempurnakannya, entah mengenai kata-kata, kebenaran kalimat, letak kalimat, isi gagasan itu sendiri, dan lain-lain. Gagasan baru itu harus segera ditulis, sebab bila ditunda gagasan itu bisa hilang. Proses mengedit ini berlangsung setiap saat sampai tulisan itu dianggap benar-benar “masak”, artinya, benarbenar menjadi tulisan yang utuh, bisa dikatakan baik menurut berbagai sudut pandang seperti sistematika, etika,
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
35
tata bahasa, keindahan, dan lain-lain sehingga layak untuk ditampilkan di tengah-tengah masyarakat pembacanya. Mengirimkan Tulisan Setelah dirasa tulisan itu layak menurut berbagai segi, kemudian dikirimkan ke majalah yang sesuai. Kadang perlu disertai perangko pengembalian dengan harapan bila tulisan itu tidak dimuat, redaksi mau mengembalikannya untuk diperbaiki oleh penulisnya Usai mengirim tulisan, jangan yakin dulu bahwa tulisan tadi akan dimuat. Sebab, masing-masing redaksi dari media mempunyai pertimbangan tertentu bagi tulisan yang masuk. Pilihlah majalah yang peluangnya besar untuk memuatnya. Di bidang kepustakawanan, ada Media Pustakawan, ada pula majalah kepustakawanan tingkat daerah yang menunggu kehadiran tulisan pustakawan yang berbobot. Di samping itu, kini sedang marak jurnal elektronik yang dapat dimanfaatkan oleh pustakawan untuk menitipkan tulisannya. Belum tentu sebuah tulisan yang ditolak sebuah majalah lantas tidak diterima pula oleh majalah yang lain. Terkadang, artikel yang pernah ditolak oleh suatu majalah ternyata diterima oleh majalah lainnya. Perihal pengiriman tulisan atau artikel ini, penulis harus sabar menunggu kepastian dimuat atau tidak. Bisa satu bulan, bahkan bisa berbulanbulan. Ada majalah yang setiap terbit menampilkan tulisan yang bersifat umum, tetapi ada majalah yang setiap terbit menampilkan topik tertentu. Bila kebetulan artikel itu sesuai dengan topik yang akan diketengahkan oleh majalah tersebut, maka peluang untuk dimuat sangat besar. Tetapi bila tulisan itu belum saatnya sesuai dengan topik yang
36
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
diketengahkan oleh majalah itu, maka artikelnya harus antri dulu menunggu topik yang relevan. Selama menunggu antrian itu sebaiknya penulis menyiapkan artikel lain sehingga tidak vakum dan ada produktivitas. Pengalaman Lowell Raymond sebagaimana dituturkan oleh Wilson Nadeak dalam bukunya “Bagaimana Menjadi Penulis yang Sukses” tentu membuat orang yang sedang belajar menulis semakin menyadari, bahwa semangat tinggi, ketegaran jiwa dan kesungguhan hati untuk menulis harus tetap membara dalam diri seorang penulis. Betapa tidak, Raymond menerima honorariumnya setelah pengiriman naskahnya yang keduapuluh dua kalinya. Sistematika Penulisan Artikel Ilmiah Pada umumnya, sistematika penulisan artikel ilmiah termasuk yang populer adalah sebagai berikut: 1) judul, 2) nama penulis di bawah judul, 3) abstrak (sari), 4) kata kunci di bawah abstrak, dan 5) isi: pendahuluan, pembahasan, penutup, daftar pustaka (rujukan). Sistematika penulisan artikel ilmiah di atas bukanlah harga mati, artinya tidak selalu demikian dikarenakan tuntutan atau persyaratan setiap majalah berbeda-beda, misalnya ada yang mensyaratkan ”kata kunci” ditulis setelah nama penulis, baru disusul abstrak atau sari. Kode Etik Penulisan Artikel Ilmiah Etika menulis harus senantiasa dipegang teguh. Maksudnya, apabila mengutip, menggunakan pendapat atau gagasan orang lain yang berasal dari suatu sumber (literatur) untuk mendukung gagasannya, maka sumber itu harus disebutkan. Dengan demikian, tulisan itu dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Harus selalu ingat, bila tulisan itu dimuat di majalah atau media lain sudah tentu akan dibaca oleh orang
lain dalam jumlah yang sangat banyak, mungkin tidak hanya ratusan tetapi bisa ribuan. Bila penulis tidak jujur dan melanggar etika menulis, entah cepat atau lambat akan terkuak perbuatan buruknya itu. Karenanya penulis artikel ilmiah harus mengetahui, memahami, dan memegang teguh etika penulisan artikel ilmiah sebagai salah satu bentuk syarat dari karya ilmiah. Etika penulisan karya ilmiah adalah seperangkat norma yang perlu diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah, terutama berkaitan dengan pengutipan dan perujukan, serta penyebutan sumber data dan informasi. Penulis harus secara jujur menyebutkan buah pikir, gagasan atau ide yang diambil dari gagasan atau ide orang lain. Etika ini harus senantiasa dipegang teguh oleh penulis karena posisi penulis sebenarnya sangat terhormat dan mulia karena mencetuskan gagasan atau ide baru yang disebarluaskan melalui media dan berguna bagi orang lain (siapapun yang menjadi masyarakat pembacanya), serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian penulis tidak terjerumus kedalam plagiarisme. Bila kita jeli mengamati, banyak tulisan orang yang di dalamnya banyak “mengaku” gagasan orang lain sebagai gagasannya sendiri. Ia sebenarnya banyak mengutip atau menggunakan gagasan orang lain, tetapi tidak menyebutkan sumbernya. Entah, apakah karena ia khawatir bila tulisannya banyak menggunakan gagasan orang lain akan dianggap miskin gagasan dan tidak bisa menulis? Atau ia sengaja “bodoh” terhadap etika menulis ini karena yang penting tulisannya nampak gagah? Ada pula sebuah tulisan yang oleh penulisnya diaku sebagai makalah, tetapi sebenarnya tulisan itu hanya cocok untuk membuat transparansi, mungkin untuk menatar, atau mungkin untuk mengajar. Apapun kepentingannya
langkah-langkah atau tahapantahapan menulis tanpa melalaikan etika menulis agar tidak merusak posisi terhormat dan posisi mulianya. Pustakawan adalah salah satu tokoh yang ikut menggerakkan perubahan dunia. Seyogyanya pustakawan memanfaatkan perannya sebagai perubah dunia itu melalui tulisantulisannya. Karena dalam tulisan terkandung gagasan-gagasan baru yang bermanfaat bagi berbagai pihak.
tidak begitu masalah, yang menjadi masalah adalah, makalah itu mengutip persis poin-poin dari bagian-bagian isi sebuah buku. Bila ditinjau dari sisi kepentingan penulis sebagai paparan materi melalui OHP atau power point dalam menatar atau mengajar memang pas, tetapi dari sisi yang ditatar atau yang diajar hasilnya kurang bagus karena mereka tidak dapat mempelajari kembali materinya sewaktu-waktu. Dalam daftar pustakanya pun disebutkan sumber yang menjadi rujukannya, tetapi sayang, daftar pustaka tersebut menyampaikan pula sumber lain yang sebenarnya tidak digunakan. Jadi si pemakailah telah melakukan kebohongan.
yang ingin mencari enaknya sendiri. Ia ingin memperoleh uang tanpa mau berpikir dan bekerja keras sehingga tidak peduli apakah tindakannya melanggar etika menulis atau tidak. Jadi tulisan yang dianggap oleh penulis sebagai makalah seperti itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara moral, karena bisa menyesatkan pembacanya. Penulis yang bertanggung jawab tentu tidak melakukan perbuatan nista seperti itu, karena, kebohongan dalam menulis merupakan gambaran betapa buruknya moral penulisnya. Sebab, bukan tidak mungkin ia akan melakukannya pula pada hal-hal lainnya demi meraup keuntungan diri sendiri.
Tulisan yang disampaikan di sini baru merupakan bagian kecil dari penulisan artikel ilmiah. Pustakawan seyogyanya membaca sendiri berbagai literatur tentang menulis artikel ilmiah yang menjadi rujukan tulisan ini dan literatur lain yang serupa untuk memperkaya pengetahuannya. Pustakawan pun tentunya tidak sekadar membutuhkan poin (ilmu dan angka kredit) belaka, tetapi juga membutuhkan koin (finansial) untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang dapat diraih melalui karya tulisnya.
daftarpustaka Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 3. 2007. Jakarta: Balai Pustaka. Nadeak, Wilson. 1983. Bagaimana Menjadi Penulis yang Sukses. Bandung: Sinar Baru. Soeseno, Slamet. 1997. Teknik Penulisan
Daftar pustaka sebenarnya untuk menunjukkan sumber-sumber yang digunakan oleh penulis untuk mendukung teori, pendapat, atau gagasan penulis yang dituangkan dalam tulisannya, bukan dimaksudkan agar tulisannya nampak keren karena pembacanya melihat bahwa si penulis menggunakan berbagai sumber. Orang yang melakukan tindakan seperti itu adalah orang
Penutup Menulis merupakan suatu proses, yang mesti dilakukan melalui langkahlangkah atau tahapan-tahapan yang sistematis. Pustakawan tentu bisa menulis artikel ilmiah yang populer, karena pustakawan kesehariannya bergelimang bahan pustaka berupa apapun. Pustakawan yang sedang belajar menulis artikel ilmiah atau artikel ilmiah populer perlu mengenali
Ilmiah Populer. Jakarta: Gramedia. Suparno. 2000. Langkah-langkah Penulisan Ilmiah dalam Menulis Artikel Ilmiah untuk Jurnal. Malang: Universitas Negeri Malang. Tanjung, H. Bahdin Nur; H. Ardial. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi dan Tesis) dan Mempersiapkan Diri menjadi Penulis Artikel Ilmiah. Jakarta: Kencana.
Vol. 20 No. 1 Tahun 2013
37
Peserta Rapat Koordinasi Kerjasama Pengembangan Jabatan Fungsional Pustakawan dan Tim Penilai Pustakawan, tanggal 11-12 Desember 2012 di Jakarta.