ANALISIS PERSEPSI KARYAWAN OPERASIONAL TERHADAP PELAKSANAAN GARDU TOL OTOMATIS (GTO) DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKTIVITAS KERJA PADA PT JASA MARGA (PERSERO) TBK CABANG PURBALEUNYI
Oleh SELLY RACHMALIA H 24066005
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN SELLY RACHMALIA. H24066005. Analisis Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Faktor-faktor Produktivitas Kerja pada PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, Cabang Purbaleunyi. Dibawah bimbingan SITI RAHMAWATI Kebutuhan masyarakat akan jaringan jalan semakin terdesak seiring dengan peningkatan produksi kendaraan yang tidak sebanding dengan kapasitas jalan yang ada. Terjadinya ketidakseimbangan tersebut salah satunya akibat pertumbuhan volume kendaraan roda empat yang naik sebesar 9% per tahun, sedangkan penambahan panjang jalan dilakukan hanya sebesar 0.01% per tahun, kondisi ini menjadi pemicu terjadinya masalah kemacetan lalu lintas. Konsep tol menjadi sebuah jawaban terhadap tingginya kebutuhan pengembangan jaringan jalan meskipun dalam kondisi anggaran pemerintah yang terbatas. PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berperan sebagai pengembang sekaligus operator jalan tol di Indonesia yang memiliki sembilan Cabang, salah satunya adalah Cabang Purbaleunyi. Karakteristik Cabang Purbaleunyi adalah masalah antrian pajang pada gerbang tol. Untuk mengatasi masalah antrian tersebut maka dibuat Gardu Toll Otomatis (GTO), yang merupakan ide kreatif dari Gugus Kendali Mutu Pasteur. GKM Pasteur merupakan salah satu kelompok unit kerja yang ada di Cabang Purbaleunyi pada Gerbang Tol Pasteur. Perusahaan menganggap GTO dapat memberikan dampak positif bagi karyawan operasional. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan antara lain (1) Mengetahui penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, (2) Menganalisis persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, (3) Menganalisis persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi,. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh antara lain penyusunan kebijakan pelaksanaan GTO yang dilakukan oleh GKM Pasteur sudah dilaksanakan dengan baik melalui pendekatan PDCA (Plan, Do, Check, Action). Pendekatan PDCA dilakukan perusahaan dalam kegiatan manajemen dan operasional perusahaan dalam rangka penerapan manajemen mutu. Menurut persepsi karyawan operasional pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi sudah berjalan dengan baik dan berpengaruh signifikan. Hal ini, dibuktikan dengan produktivitas GTO yang mampu melayani pengguna jalan tol dengan waktu transaksi menjadi 3 detik. Menurut persepsi karyawan operasional, faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi sudah berjalan dengan baik.
ANALISIS PERSEPSI KARYAWAN OPERASIONAL TERHADAP PELAKSANAAN GARDU TOL OTOMATIS (GTO) DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKTIVITAS KERJA PADA PT JASA MARGA (PERSERO) TBK CABANG PURBALEUNYI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh SELLY RACHMALIA H 24066005
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
Judul Skripsi
: Analisis Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Faktor-Faktor Produktivitas Kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi
Nama
: Selly Rachmalia
NIM
: H 24066005
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
(Dra. Siti Rahmawati, M.Pd) NIP 19591231 198601 2 003
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus:
ii
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Mei 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Syaiful Rachman SE dan Ibu Hj. Melly Amalia. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Handayani pada tahun 1990, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Mardi Yuana Cibinong. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Cibinong dan melanjutkan di Sekolah Menengah Umum PGRI Cibinong Bogor dan masuk pada program IPA pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penulis diterima melalui jalur reguler di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Diploma III Inventarisasi dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2006, penulis kemudian melanjutkan studi ke jenjang Sarjana pada Program Alih Jenis Sarjana Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
iii
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada Penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Produktivitas Kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan tingkat Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna, begitu juga dengan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2011
Penulis
iv
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai selesainya skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd, sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada Penulis. 2. Prof. Dr. Ir. WH Limbong, MS, dan ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu untuk menguji Penulis dan memberikan masukan-masukan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Segenap jajaran, Staf dan Karyawan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, yang telah mengijinkan Penulis untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan atas kesediannya dalam mengisi kuesioner penelitian. 4. Orang tua tercinta dan keluarga yang telah memberikan kasih sayang dan doa bagi Penulis. 5. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc sebagai Ketua Departemen Manajemen beserta Dosen dan Staf Administrasi yang telah membantu kelancaran Penulis dalam penyusunan skrisi ini. 6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
v
vi
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ..................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..............................................................
iv
UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................
v
DAFTAR ISI .............................................................................
vi
DAFTAR TABEL ....................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................
x
PENDAHULUAN .............................................................
1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 1.5. Batasan Penelitian ................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................
7
2.1. Gardu Tol Otomatis ………................................................... 2.2. Konsep Produktivitas Kerja ................................................. 2.2.1 Faktor Produktivitas Kerja ......................................... 2.2.2 Peningkatan Produktivitas Kerja ................................. 2.2.3 Karakteristik Pegawai Produktif . .............................. 2.3. Konsep Gugus Kendali Mutu ..................................... 2.3.1 Ciri Gugus Kendali Mutu .......................................... 2.3.2 Langkah Aktual Pembentukan GKM ........................ 2.3.3 Mekanisme Kerja GKM ............................................ 2.3.4 Penilaian Kinerja GKM ............................................. 2.3.5 Manfaat Gugus Kendali Mutu ................................... 2.4. Tinjauan Studi Terdahulu .....................................................
7 7 7 8 9 10 10 11 12 14 14 15
III. METODE PENELITIAN …….........................................
17
3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................ 3.2. Jenis dan Sumber Data ...................................................... 3.3. Metode Penentuan Sampel ................................................. 3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................ 3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................ 3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ……............... 3.5.2 Analisis Persepsi ................................................. 3.5.3 Uji F ……………………………..……………... 3.5.4 Uji t …………………………………………….
17 19 19 20 22 24 26 28 29
I.
vi
4 5 5 6
vii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................
30
4.1. Gambaran Umum PT Jasa Marga (Persero) Tbk .......... 4.2. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi ...... 4.3. Gugus Kendali Mutu Pasteur ........................................ 4.3.1 Proses Kegiatan Kerja GKM Pasteur ................. 4.3.2 Pendekatan PDCA untuk Menghasilkan GTO … 4.4. Karakteristik Karyawan Operasional ............................ 4.5. Analisis Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi ................... 4.5.1 Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan GTO ……………………………... 4.5.2 Persepsi Karyawan Operasional terhadap Faktor-faktor Produktivitas Kerja …………….. 4.6. Uji F dan uji t ……….................................................... 4.7. Implikasi manejerial ..………………….......................
30 31 37 38 40 48
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................
71
1. Kesimpulan .................................................................... 2. Saran ...............................................................................
71 71
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................
73
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................
79
vii
51 51 59 67 69
viii
DAFTAR TABEL
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Halaman Konsesi Operasional Jalan Tol PT Jasa Marga (Persero) Tbk ……………………………………….. Ciri-ciri Umum Gugus Kendali Mutu ……………………
Skala Likert ................................................................ Hasil Uji Reliabilitas Pelaksanaan GTO dan Faktorfaktor Produktivitas Kerja …………………………... Posisi Keputusan Penilaian …………………………. Data Karyawan PT Jasa Marga Cabang Purbaleunyi ….
Aksesibilitas Standar Pelayanan Minimum ................ Hasil Survey Keluhan Pemakai Jalan Tol .................. Perbandingan Rata-rata Kendaraan Gardu Masuk dan Keluar pada Shift 1 .............................................. Koefisien Korelasi Penyebab Dominan ...................... Perbandingan Faktor Penyebab Kinerja Gardu ........... Pengaruh Kesalahan Pelaporan dan Kerusakan Alat .. Karakteristik Karyawan Operasional .......................... Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan GTO …………………………….……..……………. Persepsi Karyawan Operasional terhadap KTME Tersangkut CSD ........................................................ Persepsi Karyawan Operasional terhadap CSD Rusak .......................................................................... Persepsi Karyawan Operasional terhadap Keterbatasan Jumlah Gardu.............................................................. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Tidak Ada Kebijakan Membangun Gardu Baru ........................... Persepsi Karyawan Operasional terhadap Faktorfaktor Produktivitas Kerja ...………………………… Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemauan Kerja ........................................................................... Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemampuan Kerja......... Persepsi Karyawan Operasional terhadap Etika Kerja ............................................................................ Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kesejahteraan Kerja ............................................................................. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Lingkungan Kerja ............................................................................. Uji F ………………………………………………... Uji t …………………………………………………
viii
2 11 20 26 27 33 38 41 42 43 45 47 48 52 53 56 57 59 60 62 62 64 65 67 68 68
ix
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. 2.
Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................
19
Struktur Organisasi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi ................................................................
33
3. 4.
Runchart Antrian Lalu Lintas Hasil GKM Pasteur ..... Peralatan pada Gardu transaksi, Gardu Tandem, Gardu Tol Otomatis ………………………………... Contacless Smart Dispenser, Kartu Tanda Masuk, Automatic Line Banner ……………………………...
5.
ix
42 47 56
x
DAFTAR LAMPIRAN
No 1. 2. 3. 4. 5.
Halaman Kuesioner Penelitian ………………………………….. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas …………………….. Diagram Sebab Akibat Kinerja Gardu Belum Optimal.. Rencana dan Pelaksanaan Perbaikan …………………. Alur Proses Transaksi Sebelum dan Sesudah Perbaikan pada Gardu Masuk dan Keluar ………………..............
x
78 81 82 83 84
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan jaringan jalan semakin terdesak seiring dengan peningkatan produksi kendaraan yang tidak sebanding dengan kapasitas jalan yang ada. 1Terjadinya ketidakseimbangan tersebut salah satunya akibat pertumbuhan volume kendaraan roda empat yang naik sebesar 9% per tahun, sedangkan penambahan panjang jalan dilakukan hanya sebesar 0,01% per tahun, kondisi ini menjadi pemicu terjadinya masalah kemacetan lalu lintas. Konsep tol menjadi sebuah jawaban terhadap tingginya kebutuhan pengembangan jaringan jalan meskipun ditengah kondisi anggaran pemerintah yang terbatas. Pembangunan infrastruktur jalan tol telah memberikan kontribusi nyata dalam mendorong dan menggerakkan perekonomian nasional, yang manfaatnya telah banyak dirasakan bagi masyarakat luas. Kondisi mobilitas masyarakat yang tinggi saat ini, keberadaan jalan tol tentunya tidak dapat dipisahkan dari keseharian masyarakat. Masyarakat memanfaatkan keberadaan jalan tol sebagai jalan alternatif untuk mempersingkat jarak tempuh perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Jalan tol merupakan jalan umum yang menjadi bagian dari sistem jaringan jalan nasional untuk kendaraan beroda empat atau lebih dan penggunanya akan diwajibkan membayar tarif tol. Besarnya tarif tol yang dibayar oleh pengguna jalan tol disesuaikan dengan jarak lintasan (asal gerbang tol sampai keluar gerbang tol) dan golongan kendaraannya. PT Jasa Marga (Indonesia Highway Corporatama) Tbk atau disingkat PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berperan sebagai pengembang sekaligus operator jalan tol di Indonesia. Sejak awal berdiri pada tahun 1978, PT Jasa Marga (Persero) Tbk tetap menjadi market leader operator jalan tol yang menguasai 80% dari seluruh jalan tol yang ada di Indonesia. 1
Frans S Sunito, Dirut PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Berita Jalan Tol No.103 Hal: 6. April, 2010. Jakarta.
1
2
Delapan belas konsesi (hak pengusahaan) jalan tol sepanjang 648 km telah dimiliki PT Jasa Marga (Persero) Tbk sampai dengan akhir periode 2009, tiga belas konsesi diantaranya telah beroperasi sepanjang 496 km yang pengelolaannya dikelola oleh sembilan cabang dan satu anak perusahaan yaitu, PT Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (Tabel 1). Sementara lima ruas tol lainnya menjadi bagian anak perusahaan yang merupakan proyek kerja sama antara PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan Pemerintah Provinsi daerah setempat dan juga pihak ketiga lainnya. Tabel 1. Konsesi Operasional Jalan Tol PT Jasa Marga (Persero) Tbk No.
Ruas Jalan Tol
Awal Panjang Beroperasi Tol (Km)
1
Jagorawi
1978
46
2 3 4 5 6
Jakarta-Cikampek Jakarta-Tanggerang Ulujami-Pondok Aren Dalam Kota Jakarta Prof. Dr. Ir. Soedjatmo Padaleunyi (Padalarang-Cileunyi) Cipularang (CikampekPurwakarta-Padalarang) Surabaya-Gempol Semarang
1988 1984 2001 1988 1984
72 28 5,5 25 14,3
1990
63,9
2003
58,5
1986 1983
39,5 35,2
7 8 9 10 11 12
Kantor Cabang Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi) Jakarta-Cikampek Jakarta-Tanggerang Cawang-Tomang-Cengkareng Purbaleunyi (Purwakarta-Bandung-Cileunyi)
Surabaya-Gempol Semarang Belmera Belmera 1986 34 (Belawan-Medan-Tanjung Morawa) Palikanci 1997 28,8 Palikanci Sumber: Laporan Tahunan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (2009)
Menyediakan jalan tol dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat menjadi bentuk komitmen yang kuat bagi PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebagai pelopor industri jalan tol di Indonesia. Komitmen tersebut sekaligus akan berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha dalam jangka panjang yang selaras dengan visi dan misi perusahaan. Pelayanan transaksi di gerbang tol merupakan jasa utama dalam pelayanan jalan tol, akan tetapi karena kondisi arus lalu lintas yang meningkat menjadi penghambat terciptanya kelancaran bertransaksi pada gerbang tol, sehingga menyebabkan antrian panjang di gerbang tol yang sulit untuk dihindari. Pelayanan transaksi jalan tol harus dilakukan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah ditentukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.
2
3
Masalah antrian panjang menjadi karakteristik pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, karena semenjak dioperasikannya jalan tol Cipularang yang menghubungkan ruas tol antara Cabang JakartaCikampek dengan Cabang Purbaleunyi kepadatan arus lalu lintas kendaraan terus terjadi. Waktu tempuh yang singkat dan kenyamanan Kota Bandung menjadi alasan bagi masyarakat untuk datang berwisata, sehingga puncak kepadatan arus lalu lintas selalu terjadi menjelang akhir pekan atau pada saat hari libur nasional. Kepadatan arus lalu lintas tersebut menjadi faktor penghambat proses transaksi jalan tol. Inovasi sistem transaksi dengan menggunakan Gardu Tol Otomatis, diharapkan menjadi solusi untuk mengatasi masalah antrian pada saat bertransaksi, khususnya pada gerbang tol masuk. Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan gardu pelayanan transaksi tol tanpa adanya petugas pengumpul tol yang melayani. Cara penggunaannya cukup dengan menekan tombol pada GTO maka KTM (Kartu Tanda Masuk) akan keluar. Keberadaan GTO dapat digunakan juga untuk sistem pembayaran secara elektronik (Electronic Toll Collection) yang bekerjasama dengan Bank Mandiri. Menyadari segala keberhasilan yang telah diraih perusahaan selama ini ditentukan oleh kualitas dan dedikasi karyawan, maka karyawan menjadi sebuah asset berharga sekaligus mitra kerja bagi perusahaan. Pemberdayaan karyawan melalui program pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mereka diberbagai bidang, sebagai upaya kesiapan mereka menghadapi segala tantangan yang akan terjadi. Pemberdayaan karyawan yang ada melalui pemanfaatan teknologi menjadi prioritas perusahaan dibandingkan merekrut karyawan baru. Pemanfaatan teknologi yang optimal melalui Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan salah satu wujud peningkatan kualitas dan efisiensi jasa pelayanan jalan tol. Pemanfaatan teknologi terkadang menimbulkan persepsi yang berbeda mengenai nilai kemanusiaan bagi karyawan, namun hal tersebut perlu ditinjau kembali, karena melalui pemanfaatan dan pemberdayaan sumber daya manusia secara optimal akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
3
4
1.2. Perumusan Masalah PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan jalan tol, dimana kualitas menjadi prioritas utama, salah satunya melalui pelayanan transaksi jalan tol. Akan tetapi kelancaran pelayanan transaksi sering menghadapi kendala seperti, volume kendaraan yang padat dan minimnya gardu transaksi ataupun petugas pengumpul tol yang mengakibatkan antrian panjang pada gardu transaksi. Masalah tersebut menjadi kendala yang harus dihadapi oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi khususnya pada Gerbang Tol Pasteur, sehingga muncul ide untuk membuat Gardu Tol Otomatis (GTO). Ide ini merupakan ide kreatif dari GKM Pasteur yang ada pada unit kerja Gerbang Tol Pasteur. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan kelompok kerja karyawan, dimana seluruh karyawan secara sukarela dan berpartisipasi dalam menyelesaikan kegiatan yang berhubungan erat dengan perusahaan. Pelaksanakan GKM diharapkan akan membuat karyawan merasa dihargai serta diakui keberadaannya, sehingga terciptanya lingkungan kerja yang kondusif pada perusahaan. Pelaksanaan konsep Gardu Tol Otomatis (GTO) pertama kali dilaksanakan pada Gerbang Tol Pasteur yang dianggap telah efektif keberadaannya, selanjutnya diaplikasikan pada seluruh gerbang tol yang ada di PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Bagi perusahaan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dinilai telah berbasis kemanusiaan, karena GTO dapat meringankan pekerjaan karyawan operasional (petugas pengumpul tol) untuk melayani pengguna jalan tol pada saat lalu lintas kendaraan sedang padat, serta dapat memperbaiki mutu kesehatan dari para petugas pengumpul tol. Efisiensi karyawan operasional dilakukan perusahaan hanya pada petugas pengumpul tol outsourching saja, karena selama ini jumlah petugas pengumpul yang ada sangat terbatas, namun perusahaan tidak ada memberikan kebijakan untuk menambah karyawan operasional baru. Sehingga diharapkan keberadaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan meningkatkan produktivitas kerja karyawan operasional. 4
5
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimana penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi? 2. Bagaimana persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi? 3. Bagaimana persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Mengetahui penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. 2. Mengetahui persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. 3. Mengetahui persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan program pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional. 2. Bagi umum, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 5
6
1.5. Batasan Penelitian Penelitian dilakukan pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, yang berlokasi di Plaza Tol Pasteur Jalan Dr. Djundjunan nomor 257 Bandung, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan September 2009 sampai dengan November 2009. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi dipilih sebagai tempat penelitian oleh penulis, dikarenakan Cabang Purbaleunyi merupakan cabang perusahaan yang pertama kali melaksanakan sistem Gardu Tol Otomatis (GTO) pada seluruh gerbang tol dan selanjutnya pelaksanaan Gardu Tol Otomatis diterapkan juga pada cabang lainnya. Penelitian ini menganalisa bagaimana persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional itu sendiri. Karyawan operasional merupakan karyawan yang secara langsung mengetahui teknis di lapangan mengenai arus lalu lintas jalan tol, khususnya pada proses transaksi pada gerbang tol. Indikator faktor-faktor produktivitas kerja karyawan yang terdapat pada perusahaan yaitu, kemauan kerja, kemampuan kerja, etika kerja, kesejahteraan karyawan dan lingkungan kerja. Pada penelitian ini, penulis hanya mempelajari hasil kerja yang dilakukan Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur dalam merumuskan permasalahan masalah hingga menghasilkan ide kreatif konsep Gardu Tol Otomatis (GTO).
6
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gardu Tol Otomatis (GTO) Gardu Tol Otomatis (GTO) adalah gardu tanpa petugas dimana pemakai jalan melaksanakan transaksi dan mengambil KTME (Kartu Tanda Masuk Elektronik) dan mengidentifikasi Badge atau kartu dinas sendiri. KTME merupakan alat tanda bukti masuk jalan tol pada sistem tertutup, yang menunjukan identitas jenis kendaraan dan asal gerbang tol yang merupakan informasi dalam penentuan tarif di gardu keluar (Gugus Kendali Mutu Pasteur, 2007). 2.2. Konsep Produktivitas Kerja Secara umum produktivitas kerja diartikan sebagai hubungan hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya. Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif dengan perbandingan antara hasil masukan (tenaga kerja) dan keluaran yang diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai (Sinungan, 2008). Menurut Mangkuprawira dan Hubeis (2007), produktivitas kerja adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu. Input terdiri dari manajemen, tenaga kerja, biaya produksi, peralatan dan waktu. Output meliputi produksi, produk, penjualan, pendapatan, pangsa pasar, dan kerusakan produk. Umar
(2005)
menyatakan
bahwa
produktivitas
kerja
adalah
perbandingan hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Produktivitas mempunyai dua dimensi, yaitu efektivitas yang mengarah pada pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi lain adalah efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya. 2.2.1 Faktor Produktivitas Kerja Menurut
Simanjuntak
(2001)
faktor
yang
mempengaruhi
produktivitas kerja karyawan dikelompokan menjadi tiga yaitu: 7
8
1. Kualitas dan kemampuan karyawan dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik pekerja yang bersangkutan. 2. Sarana pendukung, dikelompokan menjadi dua yaitu: a. Lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi, sarana dan peralatan produksi yang digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan kerja. b. Kesejahteraan pekerja yang tercermin dalam sistem pengupahan dan jaminan sosial, jaminan kelangsungan kerja. 3. Supra sarana, dapat mendukung peningkatan produktivitas kerja karyawan antara lain kebijakan pemerintah, hubungan pengusaha dan pekerja, kemampuan manajemen dan perusahaan. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor dan dapat dilihat dari kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan minimum, jaminan sosial yang memadai dan hubungan kerja yang harmonis (Sinungan, 2008). 2.2.2 Peningkatan Produktivitas Kerja Langkah untuk meningkatkan produktivitas kerja menurut Sinungan (2008), adalah sebagai berikut: 1. Kesempatan utama dalam meningkatkan produktivitas manusia terletak pada kemampuan individu, sikap individu dalam bekerja, serta manajemen maupun organisasi kerja. Persyaratan individu untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi, yaitu: a. Tingkat pendidikan dan keahlian, teknologi dan hasil produksi, kondisi kerja, kesehatan, kemampuan fisik dan mental. b. Sikap (terhadap tugas) serta teman dalam satu organisasi. 2. Penggunaan jumlah sumber daya yang sama untuk memperoleh jumlah produksi yang besar. 3. Penggunaan jumlah sumber daya
yang lebih besar untuk
memperoleh jumlah produksi yang jauh lebih besar lagi.
8
9
Terdapat enam elemen untuk meningkatkan produktivitas kerja menurut Soemarsono (2004) yaitu: 1. Dukungan dari manajemen puncak yang dilakukan dengan berbagai cara yang menggambarkan dukungan terhadap program. 2. Dukungan struktur sangat diperlukan. Standar organisasi dibuat untuk mendukung peningkatan produktivitas. 3. Menciptakan corporate yang climate yang kondusif. Iklim yang kondusif sangat penting terhadap peningkatan produktivitas. Upaya yang dilakukan untuk menciptakan iklim kondusif yaitu dengan menciptakan perhatian terhadap para karyawan bahwa manajemen sedang mendorong peningkatan produktivitas, manajemen harus melakukan komunikasi untuk menyakinkan karyawan agar dapat memahami tujuan perusahaan, perusahaan meminta para karyawan untuk meningkatkan keterlibatan mereka terhadap perusahaan sekaligus. Kontribusi karyawan tersebut akan mendapatkan reward system yang sesuai dari perusahaan. 4. Perusahaan harus membuat metode pengukuran produktivitas kerja dan menetapakan tujuan-tujuan yang realistis. 5. Mencari teknik-teknik baru untuk meningkatkan produktivitas. 6. Implementasi program produktivitas harus dijadwalkan, karena hal ini penting menyangkut penggunaan resources. 2.2.3 Karakteristik Pegawai Produktif Menurut Nasution (2005) upaya peningkatan produktivitas perusahaan harus dimulai dari tingkat individu itu sendiri, dimana setiap individu yang produktif memiliki karakteristik, yaitu: 1. Selalu mencari gagasan dan cara penyelesaiannya. 2. Selalu memberi saran untuk perbaikan secara sukarela. 3. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien. 4. Selalu melakukan perencanaan beserta jadwal waktu penyelesaian. 5. Bersikap positif terhadap pekerjaannya. 6. Berperilaku sebagai anggota kelompok yang baik. 7. Memotivasi diri sendiri melalui dorongan dari dalam. 9
10
8. Memahami pekerjaan orang lain yang lebih baik. 9. Mendengarkan ide orang lain yang lebih baik. 10. Terbinanya hubungan yang baik antar pribadi. 11. Menyadari dan memperhatikan masalah pemborosan dan biaya. 12. Mempunyai tingkat kehadiran yang baik. 13. Mampu melampaui standar yang telah ditetapkan. 14. Mempelajari sesuatu yang baru dengan cepat. 15. Tidak mengeluh dalam bekerja. 2.3. Konsep Gugus Kendali Mutu (GKM) Gugus Kendali Mutu menurut Sinungan (2008) adalah sekelompok orang (biasanya terdiri dari tiga sampai dengan delapan orang) yang memiliki pekerjaan sejenis untuk membahas dan menyelesaikan persoalan kerja yang dihadapi dan mengadakan perbaikan secara terus menerus dengan mempergunakan teknik kendali mutu. Ketua kelompok biasanya dijabat secara bergantian di antara anggota kelompok. Kegiatan Gugus Kendali Mutu merupakan bagian dari kegiatan Pengendalian Mutu Terpadu. Konsep dasar GKM adalah anggapan bahwa penyebab persoalan mutu atau produksi tidak diketahui oleh para pekerja dan manajemen, juga diandaikan bahwa pekerja pabrik mempunyai pengetahuan yang siap pakai, kreatif, dan dapat dilatih untuk menggunakan kreativitas alamiah dalam pemecahan persoalan pekerjaan (Crocker et al., 2004). Hasibuan (2002) menyatakan Gugus Kendali Mutu merupakan kelompok kecil dari lingkup kerja yang secara sukarela melakukan kegiatan pengendalian dan perbaikan secara berkesinambungan dengan cara menggunakan teknik-teknik quality control. 2.3.1 Ciri Gugus Kendali Mutu Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari solusi dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kreativitas antar karyawan. Hal ini berarti, Gugus memberikan kebaikan organisasi sehingga GKM harus terus bekerja dan tidak tergantung pada proses produksi (Crocker et al., 2004). Ciri-ciri umum GKM dapat dilihat pada Tabel 2. 10
11
Tabel 2. Ciri-ciri Umum Gugus Kendali Mutu Tujuan
Organisasi Pemilihan anggota Gugus Ruang lingkup persoalan yang dianalisis oleh Gugus
Latihan
1. Meningkatkan komunikasi. 2. Mencari dan memecahkan masalah. 1. Terdiri dari seorang kepala dengan 8 sampai 10 karyawan yang berasal dari satu bidang pekerjaan. 2. Memiliki seorang koordinator dan satu atau lebih fasilitator yang bekerja erat dengan Gugus. 1. Partisipasi anggota dalam gugus bersifat sukarela. 2. Partisipasi ketua Gugus bersifat bebas. 1. Gugus memilih sendiri persoalan yang akan dibahasnya. 2. Gugus didorong untuk memilih persoalan yang berasal dari bidang pekerjaannya sendiri. 3. Persoalan tidak terbatas pada mutu, tetapi mencakup produktivitas, biaya, keselamatan kerja, moral, lingkungan, dan lainnya. Latihan formal teknik pemecahan masalah menjadi bagian dari pertemuan Gugus.
Pertemuan
Dilakukan selama satu jam per minggu 1. Tidak ada penghargaan dalam bentuk uang. Penghargaan bagi 2. Penghargaan yang paling efektif adalah kepuasan anggota kegiatan Gugus Gugus karena solusi yang mereka sumbangkan. Sumber: Crocker et al. (2004)
2.3.2 Langkah Aktual Pembentukan GKM Crocker et al. (2004) memaparkan secara ringkas langkah aktual dalam proses pelaksanaan Gugus Kendali Mutu (GKM) yang meliputi: 1. Meminta bantuan konsultan dari luar. Hal ini merupakan keputusan berdasarkan
pertimbangan
dari
departemen
pengembangan
organisasi untuk menggunakan konsultan dari luar dalam membantu pelaksanaan GKM. 2. Memperoleh komitmen, sebelum memperoleh komitmen dari pihak utama yang terkait, maka perlu dilakukan langkah-langkah yaitu: a. Mengadakan seminar konsep Gugus Kendali Mutu untuk memperkenalkan kepada anggota manajemen senior. b. Manajer senior membuat keputusan mengenai konsep GKM. c. Mengadakan seminar untuk manajemen menengah dan anggota aktif serikat buruh. d. Para manajer menengah dan pimpinan serikat buruh membuat analisis masalah, menentukan manfaat dan kerugiannya, berperan aktif mendukung proses pelaksanaan. 11
12
3. Membentuk struktur Gugus a. Manajer senior memberitahukan kepada karyawan untuk terus melanjutkan program GKM. b. Pembentukan panitia pengarah, yang anggota panitia pengarah dipilih dari berbagai departemen dan tingkatan. c. Pemilihan fasilitator oleh panitia pengarah. 4. Menempatkan program dalam tempat yang tepat a. Panitia pengarah dan konsultan membuat pedoman program. b. Fasilitator mengadakan pertemuan untuk menginformasikan tentang GKM dan proses kendali mutu untuk anggota Gugus. c. Fasilitator mengadakan pertemuan informal dengan karyawan untuk memberikan penjelasan mengenai konsep GKM. d. Fasilitator, panitia pengarah, dan konsultan dari luar membuat perencanaan awal untuk mengidentifikasi masalah. e. Fasilitator dan panitia pengawas memilih pemimpin tim untuk membuat program latihan bagi para pemimpin dan anggota tim. f. Fasilitator membuat program latihan dan membantu ketua tim dalam membuat materi Gugus untuk pertemuan selanjutnya. 2.3.3
Mekanisme Kerja Gugus Kendali Mutu Gugus Kendali Mutu menangani berbagai macam masalah melalui beberapa tahapan. Masalah tersebut satu demi satu ditangani melalui tahapan yang berkelanjutan (Chandra et al., 1991), yaitu: 1. Pengumpulan masalah Dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengumpulkan masalah. Angka prioritas diberikan pada setiap masalah sesuai dengan kriteria yang telah disusun secara berkesinambungan. 2. Pemilihan masalah Anggota Gugus dapat memilih satu masalah sesuai dengan prioritas. Setiap orang boleh mengajukan masalah pada Gugus, namun prioritas diputuskan oleh Gugus. Pemilihan masalah biasanya digunakan pendekatan Trisula yang meliputi:
12
13
a. Menghindari semua masalah yang tidak berhubungan dengan tujuan unit. b. Menghindari masalah tambahan yang tidak memenuhi kriteria operasi yang telah ditentukan oleh Gugus. c. Menggunakan
Teknik
Delphi
yang
telah
direvisi
untuk
menentukan persoalan yang paling unik. Teknik Delphi adalah suatu prosedur yang dipengaruhi dalam penelitian dua atau lebih alternatif. 3. Analisis masalah Setiap masalah memiliki pengaruh, sehingga perlu diidentifikasi penyebab utama. Pada tahap ini, Gugus bertukar pikiran untuk menemukan hubungan sebab-akibat. Ada dua metode utama untuk membuat analisis sebab-akibat, yaitu: (1) diagram sebab-akibat (diagram Ishikawa atau Fishbone) dan (2) analisis proses atau diagram arus. Pada diagram Ishikawa terdapat empat bidang kelemahan yang meliputi: material (bahan), equipment (peralatan), methods (metode), dan people (manusia). Analisis masalah didasarkan pada fakta, bukan perasaan dan penilaian subjektif. Gugus menggunakan sejumlah alat pengumpul data, yaitu dengan menggunakan checklist atau checksheet, grafik garis, batang, atau lingkaran maupun histogram dan diagram pencar, membuat analisis pareto, melakukan sampling dan analisis statistik. 4. Pemecahan masalah Kondisi lingkungan yang nyaman akan menghasilkan solusi pilihan pemecahan masalah yang optimum. Secara umum, pemecahan masalah yang paling tepat adalah orang yang terlibat langsung dalam tempat kerja itu sendiri dan menjadi solusi paling layak untuk diberikan. 5. Presentasi manajemen Anggota Gugus mempresentasikan pemecahan masalah didepan manajer sekitar 20 menit dengan menyoroti pengamatan yang telah dilakukan serta menjelaskan manfaat dari rekomendasinya tersebut.
13
14
Presentasi merupakan puncak kegiatan dari usaha Gugus yang menggambarkan kebanggaan dan kepuasan. Penghargaan dari atasan yang menghadiri rekan sejawat merupakan motivator yang sangat kuat. Selain membentuk anggota GKM untuk menjual ide-idenya pada manajemen, presentasi atau konvensi juga bisa memotivasi anggota Gugus yang potensial. Hal ini berarti, filosofi pengendalian mutu tersebar di seluruh organisasi 6. Implementasi, Peninjauan ulang dan Tindak lanjut Anggota
Gugus
membuat
jadwal
pelaksanaan
makalah
setelah
mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen. Meninjau ulang kembali hasil yang diperoleh untuk mengambil langkah selanjutnya apabila dibutuhkan. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab Gugus yang berkelanjutan. 2.3.4
Penilaian Kinerja Gugus Kendali Mutu Penilaian Gugus menurut Crocker et al. (2004) memerlukan tiga jenis pengukuran, yaitu ukuran produktivitas obyektif, ukuran sikap subyektif mengenai pengaruh Gugus terhadap organisasi dan analisa proses intern yang berlangsung dalam Gugus. Pengukuran produktivitas mencakup mutu, scrap, kuantitas, biaya marjinal, biaya prasarana, peralatan, keamanan kerja dan kecelakaan, perawatan dan waktu kosong. Sikap dan pergaulan meliputi kepercayaan timbal-balik, komunikasi, hubungan atasan dan bawahan, bolos kerja, keluhan kerja, penggunaan keterampilan, keanggotaan Gugus, kepuasan pribadi, jenis dan jumlah persoalan yang dipecahkan. Proses Gugus mencakup struktur, pengaruh, pemecahan persoalan, keterbukaan dan pemantauan.
2.3.5 Manfaat Gugus Kendali Mutu Pelaksanaan kegiatan Gugus Kendali Mutu pada perusahaan dapat memberikan manfaat bagi karyawan (Chandra et al., 1991), yaitu: 1. Pembuatan tujuan kelompok dilakukan untuk menciptakan semangat untuk bekerja sama. 2. Anggota kelompok memiliki peranan dan mengkoordinasikan peranan mereka masing-masing dengan lebih baik. 14
15
3. Komunikasi antara manjemen dan buruh meningkat, begitu juga komunikasi diantara para pekerja sendiri. 4. Para pekerja dapat memperoleh keterampilan, pengetahuan baru serta mengembangkan semangat kerja sama lebih tinggi. 5. Kelompok mengambil inisiatif sendiri dan melakukan tugas pemecahan persoalan yang seharusnya dilakukan oleh manajeman. 6. Adanya hubungan yang semakin dekat antar para pekerja dan manajemen di perusahaan. 7. Menciptakan kerja sama antar para pekerja. 8. Adanya kepuasan bagi setiap pekerja. 9. Meningkatkan motivasi kerja. 10. Menumbuhkan keyakinan atau kepercayaan diri. 11. Adanya pengembangan kepemimpinan antara para pekerja. 12. Adanya dorongan kreativitas antar pekerja. 13. Terjadinya peningkatan sistem dan prosedur pekerjaan. Menurut Hasibuan (2002), manfaat Gugus Kendali Mutu (GKM) bagi manajemen perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Dapat menangkap persoalan yang sebenarnya dengan lebih cepat. 2. Lebih banyak tekanan yang diberikan pada tahap perencanaan. 3. Cara berfikir yang berorientasi pada proses akan mendapatkan dorongan kuat untuk bekerja. 4. Orang memusatkan perhatian pada permodalan yang lebih penting. 5. Setiap orang ikut ambil bagian dalam membina sistem baru. 2.4. Tinjauan Studi Terdahulu Jauhary (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas Karyawan (Studi Kasus: PT. Behaestex, Gresik). Berdasarkan hasil penelitiannya, karyawan lakilaki, usia 31-40 tahun, berpendidikan SMA atau sederajat serta telah bekerja selama 11-15 tahun mampu menaati waktu dengan baik sehingga menjadi faktor utama terciptanya produktivitas kerja. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis korelasi dan regresi berganda.
15
16
Maharani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Penerapan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Dinas Pendidikan
Kabupaten
Ciamis.
Berdasarkan
hasil
penelitiannya,
disimpulkan bahwa disiplin kerja pegawai sangat tinggi yang ditandai dengan tingkat kehadiran yang rendah. Sedangkan prestasi kerja pegawai terkategori baik. Peneliti menganalisis penelitiannya menggunakan analisis regresi berganda. Riestiany (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Efektifitas Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus pada Plant 11 PT Indocement Tunggal Perkasa, Tbk). Berdasarkan hasil penelitiannya, tingkat produktivitas kerja karyawan P-11 selalu berada diatas standar yang telah ditetapkan dan tingkat produktivitasnya cenderung meningkat. Peneliti menganalisis besarnya pengaruh menggunakan metode analisis regresi berganda.
16
17
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Keberhasilan PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebagai pelopor dan sekaligus market leader dalam bisnis jalan tol di Indonesia menjadi tujuan perusahaan. Keberhasilan atas prestasi tersebut menjadikan perusahaan terus berupaya meningkatkan kualitasnya. Hal ini dibuktikan perusahaan dengan melakukan perubahan identitas menuju sebuah perbaikan yang telah dimulai pada tahun 2007 lalu. Perubahan identitas tersebut tentunya bukan hanya sebagai sebuah slogan semata, akan tetapi harus disertai dengan tindakan yang nyata. Sejalan dengan identitas baru tersebut, maka dibutuhkan suatu langkah strategis berupa sebuah visi dan misi perusahaan. Visi dan misi menjadi aturan dalam organisasi untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Pelayanan transaksi di gerbang tol merupakan jasa utama dalam pelayanan jalan tol. Sehingga peningkatan pelayanan lalu lintas melalui kelancaran bertransaksi di gardu tol sesuai sasaran mutu perlu dilakukan perusahaan untuk memenuhi keinginan pengguna jalan tol. Pelaksanaan kegiatan pengendalian operasional melalui pelayanan transaksi pada setiap gerbang tol menjadi tanggung jawab bagian Pengumpul Tol. Untuk meningkatkan pelayanan transaksi di gardu tol pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, maka dibuat Gardu Tol Otomatis (GTO). Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan gardu pelayanan transaksi jalan tol tanpa ada petugas pengumpul tol yang melayani. Gardu Tol Otomatis (GTO merupakan ide murni dari kelompok Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penyusunan kebijakan yang dilakukan oleh GKM Pasteur dalam pelaksanaan GTO, menganalisis persepsi karyawan operasional yaitu petugas pengumpul tol terhadap pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional. Faktor penyebab dominan terbentuknya Gardu Tol Otomatis (GTO) berdasarkan analisis yang telah dilakukan GKM Pasteur adalah (1) Contacless Smartcard Dispenser (CSD) rusak, yaitu alat untuk menulis 17
18
golongan, gerbang asal kendaraan di gardu masuk, (2) Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME) tersangkut pada CSD, yaitu alat tanda bukti masuk jalan tol pada sistem tertutup yang menunjukan identitas jenis kendaraan dan asal gerbang tol yang menjadi informasi dalam penentuan tarif pada gardu keluar, (3) Keterbatasan jumlah gardu, (4) Tidak ada kebijakan menambah gardu yang rusak. Sedangkan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional dipengaruhi oleh (1) Kemauan kerja, (2) Kemampuan kerja, (3) Etika kerja, (4) Kesejahteraan karyawan dan (5) Lingkungan kerja. Sehingga hasil analisis deskriptif dari persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis dan faktor-faktor produktivitas kerja, dapat memberikan masukan positif bagi perusahaan dalam upaya peningkatan mutu dan layanan bertransaksi bagi pengguna jalan tol sesuai dengan sasaran mutu perusahaan yaitu lancar, aman, dan nyaman. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Peningkatan pelayanan lalu lintas melalui kelancaran bertransaksi pada gardu tol sesuai dengan sasaran mutu Pembentukan GKM Pasteur Ide Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis
Persepsi Karyawan Operasional
Gardu Tol Otomatis (GTO): 1. Contacless Smartcard Dispenser Rusak 2. KTME tersangkut pada CSD 3. Keterbatasan jumlah gardu 4. Tidak ada kebijakan menambah gardu yang rusak
Faktor-faktor Produktivitas Kerja: 1. Kemauan kerja 2. Kemampuan kerja 3. Etika kerja 4. Kesejahteraan kerja 5. Lingkungan kerja
Analisis deskriptif persepsi karyawan operasional terhadap GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian 18
19
3.2. Jenis Data dan Sumber Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi data primer dan data sekunder baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu ataupun perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer maupun pihak lain seperti dalam bentuk tabel ataupun diagram. Sumber data primer berupa data langsung yang diterima pengumpul data, sedangkan sumber data sekunder berupa dokumen perusahaan, buku, dan media elektronik yang terkait dengan penelitian. 3.3. Metode Penentuan Sampel Penentuan jumlah sampel atau responden merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian, karena dibutuhkan sampel yang mewakili karakteristik dari populasi penelitian yang diwakilinya. Menurut Umar (2005), populasi merupakan sekumpulan satuan analisis yang terdapat didalamnya terkandung informasi yang ingin diketahui. Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih untuk dilibatkan dalam penelitian, melalui sampel diharapkan peneliti mengetahui informasi mengenai populasi. Metode pengambilan
sampel
yang
diterapkan
adalah
secara
convenience sampling, dimana metode ini paling murah dan cepat dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang akan mereka temui. Ada beberapa macam yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah sampel dari suatu populasi, salah satunya adalah dengan rumus slovin sebagai berikut: = =
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (1) 1 +
160 = 60 karyawan operasional 1 + 160 (0,1)
Keterangan: 19
20
n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi e = Persentase ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya nilai persentase ketidaktelitian sebesar 10%. Populasi yang diambil dalam penelitian ini yaitu karyawan operasional pengumpul tol pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi yang berjumlah 160 karyawan, dengan rumus slovin didapatkan sampel sebesar 60 karyawan operasional. 3.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan prosedur sistematis dan standar untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian. Secara umum metode pengumpulan data yang digunakan antara lain: 1. Metode pengamatan atau observasi, merupakan pengambilan data dengan cara pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang diteliti. Pengamatan harus dilakukan secara sistematis dan berkaitan dengan tujuan penelitian. Pengamatan langsung terbagi menjadi dua, yaitu pengamatan tidak berstruktur dan pengamatan berstruktur. Pengamatan tidak terstruktur dilakukan peneliti tanpa mengetahui aspekaspek dari kegiatan yang ingin diamati relevan dengan tujuan penelitiannya, sedangkan pada pengamatan berstruktur berbanding terbalik dengan pengamatan tidak terstruktur. Pengamatan berstruktur memiliki keunggulan yaitu isi pengamatan lebih sempit dan sistematis sehingga peneliti dapat melakukan kontrol yang sesuai dengan keperluan untuk menguji hipotesis dan memecahkan masalah penelitian. 2. Metode penggunaan pertanyaan, yaitu proses untuk memperoleh keterangan melalui tanya jawab secara langsung maupun tidak langsung untuk tujuan penelitian. Metode penggunaan pertanyaan secara langsung (wawancara) merupakan proses interaksi antara pewawancara dan responden dengan bertatap muka secara langsung. Pewawancara harus mampu memperoleh keterangan yang lengkap dari responden untuk
20
21
mendukung tujuan penelitian. Hal ini dinilai efektif apabila pernyataan yang diberikan terarah dengan baik. Wawancara dilakukan dengan karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, khususnya pada Bagian Pengumpul Tol dan Bagian Sumber Daya Manusia. Sedangkan metode penggunaan pertanyaan secara tidak langsung yaitu pengisian kuesioner. Kuesioner merupakan cara untuk mengumpulkan data yang terdiri dari pernyataan logis berhubungan dengan masalah penelitian. Pada setiap pernyataan yang terdapat dalam kuesioner merupakan jawaban-jawaban yang memiliki makna dalam menguji hipotesis untuk diuji. Penyebaran kuesioner pada penelitian ini dilakukan kepada 60 orang responden yang merupakan karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Kuesioner pada penelitian ini, dapat dilihat pada Lampiran 1. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri menjadi dua bagian yaitu: a. Bagian data responden dari karyawan operasional yang meliputi karakteristik demografi dan keadaan umum responden secara umum, yang meliputi jenis kelamin karyawan, usia karyawan, tingkat pendidikan terakhir karyawan, status kepegawaian karyawan dan masa kerja karyawan. b. Bagian pernyataan sikap yang dirasakan oleh responden terhadap beberapa pertanyaan yang diajukan terkait dengan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) berjumlah 15 pernyataan dan sebanyak 20 pernyataan yang diajukan berkaitan dengan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional. Langkah untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO), peneliti melakukan pengamatan langsung keberadaaan Gardu Tol Otomatis dan mencari informasi yang lengkap dari Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur. Sedangkan untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor produktivitas kerja karyawan yang ada di PT Jasa Marga
(Persero)
Tbk
Cabang
Purbaleunyi,
peneliti
melakukan
identifikasi awal terhadap sejumlah faktor-faktor produktivitas kerja berdasarkan teori dan kemudian didiskusikan dengan pihak perusahaan.
21
22
Pernyataan yang diberikan kepada 60 responden, merupakan bentuk pernyataan tertutup, dimana alternatif jawaban telah disediakan dalam kuesioner. 3. Metode kepustakaan, merupakan tahapan persiapan untuk mencari serta melengkapi untuk mendukung tujuan penelitian seperti data tinjauan pustaka dan profil perusahaan. Tahapan selanjutnya adalah tahapan pelaksanaan sebagai pelengkap sumber data karyawan pada perusahaan.
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS 15.0 dari data hasil kuesioner yang diperoleh selama penelitian. Pengolahan data kuesioner dilakukan untuk mengetahui persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas kerja. Adapun tahapan kerja untuk pengolahan data dari kuesioner untuk menganalisis persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja adalah: 1. Memberi skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan bobot tertentu pada setiap jawaban dengan menggunakan Skala Likert. Skala likert menurut Umar (2005) yaitu skala yang berhubungan dengan pertanyaan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Nilai skor yang terdapat pada Skala likert merupakan nilai numerial yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5, dimana setiap skor memiliki tingkat pengukuran ordinal. Nilai skor dari Skala likert pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Skala Likert Tingkatan
Skor Jawaban
Sangat Setuju/Sangat Sering/Sangat Bersedia/Sangat Puas
5 (A)
Setuju/Sering/Bersedia/Puas Cukup Setuju/Cukup Sering/Cukup Bersedia/Cukup Puas
4 (B) 3 (C)
Kurang Setuju/Kadang-kadang/Kurang Bersedia/Kurang Puas
2 (D)
Tidak Setuju/Jarang/Tidak Bersedia/Tidak Puas Sumber: Umar, 2005
1 (E)
22
23
Langkah untuk membuat Skala likert, yaitu sebagai berikut: a. Mengumpulkan sejumlah pernyataan sesuai dengan sikap yang akan diukur dan dapat diidentifikasikan dengan jelas. b. Memberikan pernyataan-pernyataan tersebut kepada responden untuk diisi dengan benar. c. Respon dari responden terhadap setiap pertanyataan yang diajukan, kemudian dijumlahkan dengan angka-angka dari setiap pernyataan. d. Mencari pernyataan yang tidak dapat dipakai dalam penelitian dengan acuan sebagai berikut: 1) Pernyataan yang tidak diisi dengan lengkap oleh responden. 2) Pernyataan yang secara totalnya respoden tidak menunjukkan korelasi yang substansial dengan nilai totalnya. e. Pernyataan-pernyataan hasil saringan akhir akan membentuk Skala likert yang dapat dipakai untuk mengukur skala sikap serta menjadi kuesioner baru untuk pengumpulan data berikutnya. Jawaban setiap instrumen yang menggunakan Skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. 2. Memindahkan data dari lembar kuesioner ke lembar tabulasi dan kemudidian menghitung nilai total dari masing-masing variabel dengan menggunakan program SPSS 15.0. 3. Jawaban responden yang telah diberi bobot, kemudian dijumlahkan untuk dijadikan skor penilaian terhadap variabel-variabel yang diteliti. Adapun skor diperoleh dari hasil perkalian antara bobot dengan persentase jawaban. Metode analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan kuantitatif. Data kuesioner yang diperoleh, kemudian ditabulasikan dan diolah secara sistematis untuk merumuskan suatu metode yang optimal dalam penilaian karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.
23
24
3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Menurut Sugiyono (2005), Uji validitas dan Uji reliabilitas dilakukan agar dalam memberikan kesimpulan penelitian, nantinya tidak akan menimbulkan kekeliruan, serta tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dengan keadaaan yang sebenarnya. Hasil penelitian yang valid adalah jika terdapat kesesuaian antar data yang dikumpulkan dengan data sebenarnya. Uji validitas menunjukkan sampai dimana ketepatan dan kecermatan alat ukur tersebut dalam melakukan fungsi ukurnya. Langkah-langkah dalam melakukan Uji validitas kuesioner, yaitu: 1) Mengidentifikasi secara operasional konsep yang akan diukur, yaitu dengan cara: a. Mencari definisi, konsep dan literatur. Jika sekiranya sudah ada rumusan yang cukup rasional, maka rumusan tersebut dapat langsung
dipakai,
tetapi
bila
rumusan
tersebut
belum
operasional, maka peneliti harus merumuskannya kembali. b. Jika dalam literatur tidak diperoleh definisi atau rumusan konsep yang akan diukur, peneliti harus mendiskusikan dengan para ahli lain. Pendapat para ahli ini kemudian disarikan ke dalam bentuk rumusan yang operasional. c. Menanyakan langsung kepada calon responden mengenai aspekaspek yang menyusun pertanyaan yang operasional. 2) Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden. Jumlah responden minimal 30 orang, karena distribusi nilai akan lebih mendekati normal dengan asumsi kurva normal. 3)
Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.
4) Menghitung korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan total skor setiap pertanyaan dengan rumus Pearson Product Moment Corelation, yaitu: r =
∑ ! ∑∑ " ∑ # ! (∑$)# $ " ∑ # ! (∑$ )# $
24
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (&)
25
Keterangan: rxy = Korelasi antar X dan Y n
= Jumlah responden
X = Skor masing-masing pernyataan Y = Jumlah skor 5) Membandingkan angka korelasi yang diperoleh dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Bila nilai rhitung lebih besar dari nilai rtabel, maka pertanyaan tersebut dapat dinyatakan valid. Hasil data kuesioner yang dilakukan pada penelitian ini, diolah dengan bantuan program Microsoft Excell 2007 dan program SPSS 15.0. Hasil uji validitas terhadap 60 responden, menghasilkan semua nilai rhitung lebih besar nilai rtabel yaitu lebih besar dari 0,349. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji validitas terhadap 60 responden dapat dinyatakan valid atau sah untuk dijadikan data dalam proses penelitian berikutnya. Taraf kesalahan yang digunakan yaitu sebesar 5% (0,361). Hasil uji validitas data kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 2. Uji reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Untuk mengukur reliabilitas alat ukur digunakan teknik Alpha cronbach sebagai berikut: r'' = (
∑ σ k * +1 − . ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (/) k−1 σ-#
Keterangan: r11 = Reliabilitas instrumen k
= Banyaknya butir pertanyaan
∑σ2 = Jumlah ragam butir σ I2 = Jumlah ragam total
25
26
Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,05 atau tingkat kepercayaan sebesar 95%, nilai rtabel yang diperoleh yaitu sebesar 0,349. Hasil perhitungan 60 responden terhadap pelaksanaan GTO dihasilkan nilai alpha sebesar 0,751 dan nilai alpha yang dihasilkan terhadap faktorfaktor produktivitas kerja sebesar 0,695. Berdasarkan hasil kuesioner penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang telah disebarkan sudah reliable, sehingga kuesioner dapat diandalkan sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Hasil perhitungan uji reliabilitas penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Pelaksanaan GTO dan Faktor-faktor Produktivitas Kerja Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,695
Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,751
N of Items 20
N of Items 15
Uji reliabilitas Faktor-faktor produktivitas kerja
Uji reliabilitas GTO
3.5.2 Analisis Persepsi Analisis persepsi dilakukan dengan mengelompokkan jawaban responden masing-masing dengan kriteria skala 1 sampai 5. Cara perhitungan skor rataan adalah sebagai berikut: 0 =
∑ 12 . 42 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (5) ∑ 12
Keterangan: X = Bobot skor rataanoti fi = Frekuensi pada kategori ke-i wi = Bobot untuk kategori ke-i (1 sampai dengan 5) Hasil nilai skor rataan kemudian ditentukan skala tiap komponen dengan menggunakan rumus rentang skala (1-5). Nilai skor rataan yang didapat adalah sebesar 0,8. Hal ini didapatkan dari hasil perhitungan rumus sebagai berikut:
26
27
67 = R7 =
(8−1) ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (9) 8 (5−1) = 0,8 5
Keterangan:
Rs = Rentang skala m = Jumlah alternatif jawaban tiap item Nilai skor rataan yang dihasilkan dari perkalian antara bobot nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah jawaban responden, kemudian dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang skala yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Posisi Keputusan Penilaian Skor Ratan 1,00 – 1,80
Keterangan Sangat Tidak Setuju, Sangat Tidak Sering, Sangat Tidak Sanggup, Sangat Tidak Mampu, Sangat Tidak Sesuai
1,80 – 2,60
Tidak Setuju, Tidak Sering, Tidak Sanggup, Tidak Mampu, Tidak Sesuai
2,60 – 3,40
Cukup Setuju, Cukup Sering, Cukup Sanggup, Cukup Mampu, Cukup Sesuai
3,40 – 4,20
Setuju, Sering, Sanggup, Mampu, Sesuai
Sangat Setuju, Sangat Sering, Sangat Sanggup, Sangat Mampu, Sangat Sesuai Sumber: Umar, 2005 4,20 – 5,00
Interpretasi untuk setiap posisi tersebut adalah apabila nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 1,0 sampai 1,8 maka pelaksanaan
Gardu
Tol
Otomatis
(GTO)
dan
faktor-faktor
produktivitas kerja dikatakan sangat tidak baik. Nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 1,8 sampai 2,6 maka pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja dikatakan tidak baik. Nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 2,6 sampai 3,4 maka pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja dikatakan cukup baik. Nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 3,4 sampai 4,2 maka pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja dikatakan baik. Nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada 27
28
rentang 4,2 sampai 5,0 maka pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja dikatakan sangat baik. 3.5.3 Uji F Uji F digunakan untuk menguji secara serentak apakah setiap variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Menurut Sugiyono (2005) rumus yang digunakan Uji F adalah: R ⁄ k F = $ )⁄ $ (n − k − 1) (1 − R
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (?)
Keterangan: R = Koefisien korelasi ganda k = Jumlah variabel independen n = Jumlah anggota contoh Taraf nyata (α) yang digunakan 5 % Hipotesis yang digunakan adalah: Ho : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor produktivitas kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional. H1 : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor produktivitas kerja, berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional. Pengambilan keputusan dengan Uji F dilakukan apabila suatu faktor X akan mempengaruhi Y secara bersama-sama yang dapat dilihat dari nilai Fhitung. Jika nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel, maka minimal ada satu X yang mempengaruhi Y. Sedangkan jika nilai Fhitung lebih kecil dari Ftabel, maka dipastikan tidak ada satu pun X yang mempengaruhi Y. Keputusan diambil dengan ketentuan sebagai berikut: Tolak Ho : Jika nilai F hitung > nilai F tabel Terima H1 : Jika nilai F hitung < nilai F tabel
28
29
3.5.4
Uji t Uji t digunakan untuk menguji konstanta dari setiap variabel independen. Hal ini berarti bahwa Uji t dapat mengetahui apakah peubah bebas secara individu mempunyai pengaruh yang berarti terhadap peubah respon (Sugiyono, 2005). Rumus yang digunakan untuk mencari nilai thitung adalah: t A-BCD
E
b⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (H) Sb-
Keterangan: bt = Koefisien regresi masing-masing variabel Sbi = Simpangan baku dari bi SIE
JK # L∑ MK N (∑ O) P
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (Q)
Hipotesis yang digunakan adalah: Ho : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor produktivitas kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional. H1 : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor produktivitas kerja, berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional. Pengambilan keputusan dengan Uji t, dilakukan apabila suatu faktor X akan mempengaruhi Y, jika nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel atau nilai probabilitas hitung lebih kecil dari α (α = 5%). Pengaruh disini berarti bahwa terjadi penolakan terhadap H0. Sedangkan sebaliknya apabila nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel atau nilai probabilitas hitung lebih besar dari α (α = 5%), yang menunjukkan faktor X tidak memiliki pengaruh terhadap faktor Y. Keputusan hipotesis diambil dengan ketentuan sebagai berikut: Tolak Ho : Jika nilai t hitung > nilai t tabel atau nilai P value < α Terima H1 : Jika nilai t hitung < nilai t tabel atau nilai P value > α
29
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum PT Jasa Marga (Persero) Tbk Jasa Marga berdiri dengan nama PT Jasa Marga (Indonesia Highway Corporation) berdasarkan Akta No. 1 pada tanggal 1 Maret 1978, kemudian berubah menjadi PT Jasa Marga (Persero) berdasarkan Akta Nomor 187 pada tanggal 19 Mei 1981 di hadapan notaris Kartini Muljadi, SH. Pendirian Jasa Marga telah sesuai dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1969, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang, Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jasa Marga (Persero) dan Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1978 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia dalam Pendirian Perusahaan Jasa Marga (Persero) di bidang Pengelolaan, Pemeliharaan dan Pengadaan Jaringan Jalan Tol serta Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 90/KMK 06/1978 tanggal 27 Februari 1978 tentang Penetapan Modal Perusahaan Perseroan PT Jasa Marga (Persero) di bidang jalan tol. Anggaran Dasar Perseroan mengalami perubahan berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 27 (12 September 2007) yang dibuat di hadapan Notaris Poerbaningsih Adi Warsito, SH oleh karena Perseroan akan mengembangkan skala usaha melalui Penawaran Umum Perdana Saham kepada masyarakat, sehingga nama Perseroan diubah menjadi “Perusahaan Perseroan (Persero) PT Jasa Marga (Indonesia Highway Corporatama) Tbk” atau disingkat PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Pada tanggal 12 November 2007, perusahaan telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia untuk menjadi perusahaan terbuka, dimana pemerintah melepaskan 30% sahamnya kepada masyarakat. Perubahan PT Jasa Marga sebagai perusahaan terbuka diharapkan dapat terus menjadikan perusahaan sebagai leader dalam industri jalan tol di Indonesia. Sepanjang berdirinya hingga saat ini PT Jasa Marga (Persero) Tbk telah memiliki sembilan cabang dan satu anak perusahaan yang telah mengoperasikan ruas tolnya di seluruh Indonesia. 30
31
Visi PT Jasa Marga (Persero) Tbk yaitu, Menjadi perusahaan modern dalam bidang pengembangan dan pengoperasian jalan tol, menjadi pemimpin dalam industri jalan tol dengan mengoperasikan mayoritas jalan tol di Indonesia, serta memiliki daya saing yang tinggi di tingkat nasional dan regional. Sedangkan Misi perusahaan yaitu, Menambah panjang jalan tol secara berkelanjutan, sehingga perusahaan menguasai paling sedikit 50% panjang tol di Indonesia dan usaha terkait yang lainnya, dengan memaksimalkan
pemanfaatan
potensi
keuangan
perusahaan
dan
meningkatkan mutu serta efisiensi jasa pelayanan jalan tol melalui penggunaan teknologi
yang optimal dan penerapan kaidah-kaidah
manajemen perusahaan modern dengan tata kelola yang baik. 4.2. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Cabang Purbaleunyi merupakan salah satu cabang dari sembilan cabang yang dimiliki PT Jasa Marga (Persero) Tbk, yang menghubungkan ruas tol antara Purwakarta, Bandung dan Cileunyi. Perkembangan Cabang Purbaleunyi diawali dengan pembangunan jalan tol Padaleunyi (PadalarangCileunyi) pada tahun 1990 yang menghubungkan Padalarang menuju Cileunyi sepanjang 63,9 km dan dilanjutkan pembangunan tol Cipularang (2003) yang melintasi Cikampek menuju Padalarang sepanjang 58,5 km. Keberadaan Tol Cipularang membuat waktu tempuh perjalanan dari Jakarta menuju Bandung ataupun sebaliknya menjadi lebih cepat, yaitu sekitar dua jam dari waktu tempuh semula empat jam melalui Puncak atau Purwakarta. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi memiliki sembilan Gerbang tol yaitu, (1) Sadang Jatiluhur, (2) Padalarang, (3) Pasteur, (4) Pasir Koja, (5) Kopo, (6) M. Toha, (7) Buah Batu, (8) Cileunyi dan (9) Baros. Kesembilan gerbang tol tersebut dioperasikan dengan sistem transaksi tertutup, yaitu sistem transaksi pengumpul tol dimana pengguna jalan tol diwajibkan membayar tarif tol pada gerbang tol keluar sesuai dengan asal gerbang tol masuk dan jenis golongan kendaraan. Fasilitas operasional yang dimiliki PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terdiri atas tujuh simpang susun, 20 jembatan perlintasan kendaraan dan 25 jembatan penyeberangan orang. 31
32
Struktur
organisasi
merupakan
suatu
kerangka
dasar
dalam
manajemen perusahaan yang menunjukan adanya hubungan antara berbagai perusahaan, tanggung jawab, wewenang serta tugas kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dan merupakan alat manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Struktur organisasi pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, merupakan cabang dengan tipe A sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Nomor: 92/KPTS/2006 Tanggal 29 Juni 2006 (Gambar 2). Rincian mengenai jumlah karyawan yang terdapat pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi dapat dilihat pada Tabel 6. Kepala Cabang
Ka. Bag. SDM & Umum
Ka. Bag. Keuangan
Ka. Bag. Pengumpul Tol
Ka. Sub. Bag. SDM
Ka. Sub. Bag. Anggaran
Ka. Sub. Bag. Pengawas. Pengendalian & Evaluasi PT
Ka. Sub. Bag. Umum
Ka. Sub. Bag. Akutansi & Perpajakan
Ka. Sub. Bag. Manaj. Lalin
Ka. Sub. Bag. Kamtib
Ka. Sub. Bag. Logistik
Ka. Bag. Pemeliharaa
Ka. Sub. Bag. Program Pemeliharaan
Ka. Sub. Bag. Pengawas, Pengendalian & Pemeliharaan
Ka. Sub. Bag. Pelayanan & Keselamatan Lalin
Ka. Sub. Bag. PU
Kabang Tol Kabang Kabang Tol Sadang & Tol Jatiluhur Padalarang Pasteur
Ka. Bag. Pelayanan Lalin &Kamtib
Kabang Kabang Kabang Kabang Kabang Kabang Tol Tol Tol Tol Tol Tol Pasir Koja Kopo Moh. Toha Bh. Batu Cileunyi Baros
Gambar 2. Struktur Organisasi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi
32
33
Tabel 6. Jumlah Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Karyawan Cabang Purbaleunyi
Jumlah karyawan
Kepala Cabang 1 Bagian SDM 12 Bagian Umum 9 Bagian Keuangan 13 Bagian Logistik 9 Bagian Pengumpul Tol 286 Bagian Lalin & Kamtib 127 Bagian Pemeliharaan 117 Bagian PU dan PKBL 5 Karyawan Outsourching 14 Jumlah 593 Sumber: PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi (2010)
Tugas dan wewenang jabatan fungsional dari struktur organisasi pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi adalah sebagai berikut: 1. Kepala Cabang Fungsi pokok dari Kepala Cabang yaitu melakukan kegiatan operasional Cabang yang meliputi pengelolaan sumber daya manusia beserta sarana pendukungnya, operasional pengumpul tol, perencanaan, pembangunan, pelayanan serta pemeliharaan jalan tol. Kepala Cabang membawahi beberapa bagian yaitu, Kepala Bagian SDM dan Umum, Kepala Bagian Keuangan, Kepala Bagian Pengumpulan Tol, Kepala Bagian Pelayanan Lalu
Lintas
dan
Keamanan
Ketertiban,
serta
Kepala
Bagian
Pemeliharaan. 2. Kepala Bagian Sumber Daya Manusia dan Umum Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pengelolaan SDM, ketatausahaan, pengadaan barang atau jasa, pengembangan usaha serta pembinaan usaha kecil dan koperasi di lingkungan Cabang. Kepala Bagian SDM membawahi: a. Sub Bagian Sumber Daya Manusia Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan fungsi administrasi kepegawaian dan pengembangan SDM serta hubungan masyarakat di Cabang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
33
34
b. Sub Bagian Umum Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Cabang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. c. Sub Bagian Logistik Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan berupa pengadaan barang atau jasa dan administrasi barang, tanah dan bangunan Cabang. d. Sub Bagian Pengembangan Usaha Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pengembangan usaha yang berkaitan dengan penyelenggaraan usaha jalan tol serta pembinaan usaha kecil dan koperasi yang berlokasi disekitar Cabang. 3. Kepala Bagian Keuangan Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan dalam bidang keuangan dan akuntansi untuk mendukung kelancaran operasional sesuai dengan pelaksanaan, peraturan dengan tingkat kewenangan yang telah ditetapkan. Kepala Bagian Keuangan membawahi: a. Sub Bagian Akuntansi dan Perpajakan Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pembukuan transaksi keuangan beserta perhitungan pajak sesuai dengan pedoman akuntansi yang telah ditetapkan serta menyusun laporan keuangan. b. Sub Bagian Anggaran Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan penyusunan dan pengendalian rencana kerja dan anggaran tahunan Cabang serta pengelolaan dana operasi atau kerja Cabang sesuai dengan pedoman atau tata laksana dan tingkat kewenangan yang telah ditetapkan. 4. Kepala Bagian Pengumpul Tol Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pengendalian operasional pengumpulan tol sesuai prosedur operasional yang telah ditetapkan. Kepala Bagian Pengumpul Tol membawahi: a. Kepala Gerbang Tol Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pengaturan dan pengendalian operasional pengumpulan tol di gerbang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
34
35
Kepala Gerbang Tol membawahi Kepala Shift
Pengumpulan Tol
(KSPT). KSPT merupakan petugas shift operasi gerbang tol yang mengatur pelayanan dan pengendalian di gerbang tol sesuai shift kerja petugas pengumpul tol. Petugas pengumpul tol merupakan petugas shift operasional gerbang tol yang secara langsung menangani transaksi tol dengan pemakai jalan. Petugas pengumpul tol yang ada pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terdiri dari karyawan tetap dan karyawan outsourcing. Minimnya petugas pengumpul
tol,
menyebabkan
pihak
manajemen
melakukan
penambahan karyawan dengan outsourcing. b. Sub Bagian Pengawas Pengendalian dan Evaluasi Pengumpulan Tol Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pengumpulan tol, pemantauan dan evaluasi data hasil operasional pengumpulan tol di gerbang-gerbang tol serta penyediaan dan pemeliharaan sarana pengumpul tol sesuai dengan prosedur operasional yang telah ditetapkan. 5. Kepala Bagian Pelayanan Lalu Lintas dan Keamanan Ketertiban Memiliki fungsi pokok yaitu menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pengaturan, keamanan dan ketertiban serta pengendalian lalu lintas di seluruh wilayah operasional jalan tol, penyusunan usulan Standard Operation Prosedur (SOP), menajemen dan rekayasa teknis lalu lintas dalam rangka penanganan gangguan perjalanan, pengaturan lalu lintas, pengelolaan informasi dan komunikasi dengan menggunakan sumber daya yang ada, serta memperhatikan Standar Pelayanan Minimum (SPM) jalan tol yang telah ditentukan. Kepala Bagian Pelayanan Lalu Lintas dan Keamanan Ketertiban membawahi: a. Sub Bagian Manajemen Lalu Lintas Memiliki fungsi pokok yaitu menyelenggarakan kegiatan penyusunan SOP program pengaturan lalu lintas yang meliputi keamanan lalu lintas, sistem perambuan, sistem pelayanan lalu lintas, sistem keamanan dan ketertiban, sistem informasi dan komunikasi, serta kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan lalu lintas dengan
35
36
melakukan analisa dan evaluasi volume lalu lintas, data kecelakaan lalu lintas, standar kebutuhan sarana operasional pelayanan lalu lintas, serta standar pelayanan minimal jalan tol. b. Sub Bagian Keamanan dan Ketertiban Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pengamanan asset perusahaan di Cabang meliputi tanah, jalan, bangunan, dan sarana pelengkap peralatan dan asset lainnya. c. Sub Bagian Pelayanan dan Keselamatan Lalu Lintas Memiliki fungsi pokok yaitu menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pengaturan dan keselamatan berlalu lintas di jalan tol. Keselamatan berlalu lintas di jalan tol meliputi penanganan gangguan, hambatan perjalanan, kecelakaan, penderekan, serta informasi dan komunikasi termasuk prosedur pengoperasian kendaraan patroli, kendaraan dan peralatan rescue, kendaraan ambulans dan peralatan medis, kendaraan derek, pengelolaan dan pengoperasian sentral komunikasi, serta sarana peralatan pendukung lainnya. 6. Kepala Bagian Pemeliharaan Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pemeliharaan jalan tol, bangunan dan sarana pelengkap lainnya serta elektronik dan kelistrikan untuk mendukung operasional di Cabang. a. Sub Bagian Program Pemeliharaan Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan inspeksi, perencanaan, persiapan pemeliharaan prasarana operasi jalan tol dan jalan penghubung, bagian-bagian jalan tol, perlengkapan jalan tol, bangunan pelengkap jalan tol dan sarana penunjang pengoperasian jalan tol. b. Sub Bagian Pengawas Pengendalian dan Pemeliharaan Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan evaluasi dan menyusun Standard Operation Prosedur (SOP) pemeliharaan, membuat laporan triwulan, semesteran, dan tahunan seluruh aktivitas pemeliharaan serta pengendalian pelaksanaan pemeliharaan prasarana operasional jalan tol.
36
37
4.3. Gugus Kendali Mutu Pasteur Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur merupakan kelompok kerja yang berada pada sub unit operasional pengumpul tol di Gerbang tol Pasteur pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Pembentukan GKM Pasteur dilakukan pada tanggal 10 Juni 2005 yang terdiri dari enam anggota kelompok yaitu fasilitator (Kepala Gerbang Tol Pasteur), ketua (Kepala Shift Pengumpul Tol 1), sekretaris (Kepala Shift Pengumpul Tol 2) dan tiga orang anggota GKM yang merupakan Petugas Pengumpul Tol. Keberadaan kelompok Gugus Kendali Mutu pada Cabang Purbaleunyi terdapat di setiap unit Gerbang Tol. Hal ini dilakukan, dalam rangka menerapkan sistem mutu yang sesuai dengan standar ISO 9001:2000 dalam setiap proses kegiatan manajemen maupun kegiatan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Upaya untuk mendukung komitmen tersebut, maka PT Jasa Marga (Persero) Tbk menetapkan kebijakan mutu sebagai berikut: 1. Mengusahakan jasa pelayanan yang bermutu tinggi untuk memenuhi kelancaran, keamanan dan kenyamanan pelanggan. 2. Mendorong seluruh karyawan untuk selalu meningkatkan keterampilan dan keahlian, selalu bertanggung jawab dan tertib dalam menjalankan tugas melayani pelanggan. 3. Menyempurnakan sistem dan lingkungan kerja yang kondusif secara terus menerus ke arah yang telah efektif dan efisien untuk mendukung tercapainya mutu pelayanan. Pembentukan
GKM
Pasteur dilakukan
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan pelayanan gerbang tol sesuai dengan Sasaran mutu yang telah ditetapkan sekaligus menjadi tolok ukur untuk menciptakan kondisi lancar, aman dan nyaman. Pelayanan transaksi di gerbang tol menjadi jasa utama jalan tol yang perlu diperhatikan untuk memenuhi keinginan pengguna jalan tol akan pelayanan yang prima, selain pelayanan konstruksi dan pelayanan informasi. Pelayanan konstruksi meliputi konstruksi jalan dan kelengkapan jalan yang di awasi oleh bagian Pemeliharaan dan Pelayanan Lalu Lintas, sedangkan pelayanan informasi meliputi sentral komunikasi dan pelayanan informasi terhadap para pengguna jalan baik berupa keluhan maupun 37
38
informasi. Aksesibilitas pengaturan pelaksanaan transaksi jalan tol harus dicapai sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Aksesibilitas Standar Pelayanan Minimum (SPM) Aksesibilitas Strategi
Tolak Ukur
Penanggung Jawab
Waktu Transaksi a. Gardu Masuk (100 %) b. Gardu Keluar (100 %)
≤ 7 detik/kendaraan ≤ 11 detik/kendaraan
Kapasitas Pelayanan a. Gardu Masuk (100 %) b. Gardu Keluar (100 %)
≤ 500 kendaraan/jam ≤ 300 kendaraan/jam
KBT/KSPT
100 meter/30 detik 100 meter/60 detik
KBT/KSPT
Antrian Per jam a. Gardu Masuk (100 %) b. Gardu Keluar (100 %) Sumber: GKM Pasteur (2008)
KepalaGerbang Tol / Kepala Shift Pengumpul Tol
Proses pekerjaan pengumpul tol di gardu, yaitu: 2. Gardu masuk: pengumpul tol mengoperasikan gardu, pengumpul tol melakukan transaksi menyerahkan KTM, pelanggan mengambil KTM dan pelanggan meninggalkan area transaksi dengan puas. 3. Gardu keluar: pengumpul tol mengoperasikan gardu, pelanggan menyerahkan Kartu Tanda Masuk (KTM) dan uang pembayaran, pengumpul tol melakukan transaksi dengan menerima KTM dan uang pembayaran, tanda terima transaksi yang diserahkan ke pelanggan dan pelanggan meninggalkan area transaksi dengan puas. 4.3.1 Proses Kegiatan Kerja GKM Pasteur Proses kegiatan GKM Pasteur dalam merespon keluhan pengguna jalan tol mengenai antrian panjang kendaraan pada saat menuju Gerbang Tol Pasteur untuk bertransaksi, mulai dilakukan pada bulan September 2007 sampai dengan April 2008. Gerbang Tol Pasteur merupakan gerbang tol yang paling padat dilalui oleh kendaraan, khususnya pada saat menjelang hari libur. Para anggota GKM Pasteur berkumpul untuk membahas dan mengidentifikasi masalah keluhan pengguna jalan dan selanjutnya mencari solusi terbaik.
38
39
Lama pertemuan yang dilakukan oleh Gugus yaitu tiga hingga lima jam dalam seminggu dan total pertemuan sebanyak 26 pertemuan atau persentase tingkat kehadiran Gugus sebesar 96%. Berdasarkan data Corective and Preventive Action Request (CPAR) yang didapatkan dari Manajemen Representatif (MR) diperoleh tiga kali keluhan masalah antrian dari pengguna jalan tol. Data CPAR merupakan data permohonan tindakan dan pencegahan yang dilakukan pada unit kerja dari Manajemen Representatif. Manajemen Representatif kemudian menginstruksikan kepada unit penanggung jawab yaitu Gugus Kendali Mutu Pasteur untuk menganalisa masalah dan menindak lanjuti masalah dengan batas waktu penyelesaian tertentu. Langkah selanjutnya GKM Pasteur melakukan observasi dan rekap data (rekaman data transaksi dan data lalu lintas per jam) mengenai masalah antrian yang dikeluhkan oleh pelanggan di Gerbang Tol Pasteur. Tahapan penyelesaian masalah yang dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur melalui pendekatan PDCA, yaitu: 1. P (Plan) yaitu langkah awal pelaksanaan pengendalian mutu dengan membuat perencanaan atau alur proses, merumuskan prosedur dan membuat ketentuan yang akan dibutuhkan. Langkah Gugus Kendali Mutu Pasteur pada pendekatan ini, yaitu dengan cara menentukan tema dan judul, menganalisa penyebab, menguji serta menentukan penyebab dominan. 2. D (Do) yaitu langkah kedua untuk melakukan kegiatan pemeriksaan terhadap rincian prosedur agar dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Langkah GKM Pasteur pada pendekatan ini, yaitu dengan membuat perencanaan dan melakukan perbaikan. 3. C (Check) yaitu langkah untuk memeriksa hasil kegiatan Gugus secara berkesinambungan terhadap penerapan dan prosedur yang sudah dilaksanakan. Langkah Gugus Kendali Mutu Pasteur pada pendekatan ini dengan cara meneliti hasil, apakah hasil tersebut perlu diperbaiki atau dapat dilanjutkan.
39
40
4. A (Action) yaitu langkah perbaikan terhadap hasil kegiatan Gugus untuk segera dapat diimplementasikan. Langkah Gugus Kendali Mutu Pasteur pada pendekatan ini dengan membuat standar baru dan mengumpulkan data baru serta menentukan rencana selanjutnya. 4.3.2 Pendekatan PDCA untuk Menghasilkan Gardu Tol Otomatis Upaya yang dilakukan Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur untuk mencari solusi peningkatan pelayanan gerbang tol yang sesuai dengan Sasaran mutu dilakukan melalui pendekatan konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action). Pendekatan PDCA dipilih serta dijadikan konsep dasar bagi Gugus Kendali Mutu Pasteur untuk melakukan perbaikan masalah yang terjadi dan mencari solusi yang terbaik untuk peningkatan mutu. Berikut langkah-langkah yang dilakukan Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur dalam menghasilkan Gardu Tol Otomatis (GTO), dengan pendekatan konsep PDCA yaitu: 1. Menentukan tema dan judul Penentuan tema merupakan langkah awal Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur untuk menentukan pokok masalah. Sebelum menentukan pokok masalah, dibutuhkan data survey keluhan pemakai jalan serta data frekuensi antrian pada gardu tol. Untuk mendapatkan data survey mengenai keluhan pemakai jalan, Gugus melakukan survey kepada pengguna jalan tol di rest area Gerbang tol Pasteur. Data hasil survey yang dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur (Tabel 8), terlihat sebanyak 46 persen dari 65 responden merasa tidak puas terhadap antrian panjang di Gerbang tol Pasteur. Sedangkan data frekuensi antrian pada gardu masuk diperoleh Gugus Kendali Mutu Pasteur dengan observasi langsung terhadap antrian kendaraan yang dihitung dari batas patok melebihi batas antrian 100 meter selama 30 menit.
Selanjutnya
Gugus
Kendali
Mutu
(GKM)
Pasteur
menyimpulkan dan memilih tema yaitu Mengurangi keluhan pelanggan tentang antrian yang panjang di Gerbang tol Pasteur terutama pada saat hari libur atau akhir pekan, yang dimulai pada pukul 13.00-19.00 WIB (Gambar 3).
40
41
Gambar 3. Runchart Antrian Lalu Lintas Hasil GKM Pasteur
Tabel 8. Hasil Survey Keluhan Pemakai Jalan Tol No.
Permasalahan (Hasil Survey GKM PASTEUR)
Jumlah Responden
Presentase
1 2 3 4
Antrian panjang di gerbang tol Pelayanan gerbang tol kurang baik Sikap petugas kurang simpatik Lain-lain
30 16 15 4
46 % 25 % 23 % 6%
65
100 %
Jumlah Sumber: GKM Pasteur (2007)
Judul yang ditentukan oleh Gugus Kendali Mutu Pasteur yaitu Optimalisasi kinerja gardu operasional Gerbang tol Pasteur minimum 175% selama 21 minggu, artinya Gugus mengharapkan waktu transaksi gardu masuk tidak melebihi 4 detik dari waktu SPM (Standar
Pelayanan Minimum), sehingga kinerja gardu masuk diharapkan 175% (7/4 gardu masuk dikalikan 100%). Penentuan judul tersebut merupakan upaya Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur dalam meningkatkan produktivitas gardu masuk tanpa mengurangi kinerja gardu keluar, tanpa tanpa menambah mesin (peralatan), tanpa mengubah material transaksi (kartu transaksi) dan juga tanpa penambahan jumlah petugas tol (pultol).
41
42
Karakteristik gardu pada Gerbang tol Pasteur yaitu jumlah gardu keluar lebih banyak dari gardu masuk pada setiap harinya, yaitu 6 gardu keluar dan 3 gardu masuk. Hal tersebut merupakan instruksi Kepala Gerbang Tol Pasteur, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9. Jadwal petugas pengumpul tol terbagi menjadi tiga shift yaitu Shift 1 (jam kerja operasional yaitu 06.00-14.00), Shift 2 (14.0022.00) dan Shift 3 (22.00-06.00). Tabel 9. Perbandingan Rata-rata Kendaraan Gardu Masuk dan Keluar pada Shift 1 September 2007
Gardu Masuk (kendaraan)
17 3.011 18 3.525 19 3.308 20 2.113 21 3.354 22 3.509 23 3.568 Sumber: GKM Pasteur (2007)
Gardu Keluar
September 2007
Gardu Masuk (kendaraan)
Gardu Keluar
1.525 1.797 1.832 1873 1.891 1.874 1.940
24 25 26 27 28 29 30
1.652 3.032 2.903 2.867 3.053 2.811 2.697
853 1.664 1.531 1.475 1.587 1.546 1.990
2. Analisa penyebab Analisa penyebab dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur dengan cara mengeluarkan ide pikiran mereka (brainstorming) untuk mencari penyebab dari kinerja gardu operasional yang belum optimal. Hasil brainstorming tersebut berhasil diinventarisasi oleh GKM Pasteur sebanyak 19 penyebab dan dipilih empat penyebab paling dominan dari belum optimalnya gardu operasional dengan cara membuat diagram sebab-akibat (Relation Diagram). Gambaran mengenai diagram sebab akibat yang dilakukan oleh GKM Pasteur dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut empat penyebab dominan gardu operasional belum optimal yaitu; a. Kartu Tanda Masuk Elektronik tersangkut pada Contacless Smartcard Dispenser. KTME merupakan alat tanda bukti masuk jalan tol pada sistem tertutup yang menunjukkan identitas jenis kendaraan dan asal gerbang tol yang merupakan informasi dalam penentuan tarif pada saat di gardu keluar.
42
43
b. Contacless Smartcard Dispenser rusak. CSD merupakan alat untuk menulis golongan, gerbang asal kendaraan di gardu masuk. c. Keterbatasan jumlah gardu. d. Tidak ada kebijakan membangun gardu baru. 3. Uji hipotesa dan Menetapkan penyebab dominan Uji hipotesa dilakukan GKM Pasteur terhadap keempat faktor penyebab dominan dari kinerja gardu operasional yang belum optimal, sehingga mengakibatkan antrian panjang (Tabel 10). Berdasarkan hasil uji hipotesa yang dilakukan Gugus, terlihat bahwa keempat penyebab dominan tersebut memiliki koefisien korelasi yang dominan, sehingga Gugus menetapkan untuk melakukan perbaikan. Hasil uji hipotesa disimpulkan bahwa: a. Semakin banyak jumlah KTME yang tidak keluar, maka semakin lama waktu bertransaksi yang dibutuhkan dengan korelasi positif sebesar r = 0,87. b. Semakin lama pengumpul tol memperbaiki card reader akibat CSD rusak, maka akan semakin lama waktu transaksi yang dibutuhkan untuk menunggu perbaikan, dengan korelasi positif (r = 0,88). c. Semakin sedikit jumlah gardu yang dioperasikan akibat jumlah gardu yang terbatas, maka akan semakin sedikit jumlah kendaraan yang dilayani dengan korelasi positif sebesar r = 0,86 d. Semakin sedikit jumlah gardu operasional akibat tidak adanya kebijakan membangun gardu baru, maka semakin besar terjadinya frekuensi antrian dengan korelasi negatif sebesar r = 0,82. Tabel 10. Koefisien Korelasi Penyebab Dominan No. 1 2 3 4
Koefisien korelasi r.1
Penyebab Dominan CSD rusak KTME tersangkut pada CSD Keterbatasan jumlah gardu Tidak ada kebijakan membangun gardu baru Jumlah
Sumber: GKM Pasteur (2007)
43
Nilai r
Persentase Derajat
0,880
26%
92
r.2
0,870
25%
91
r.3
0,860
25%
90
r.4
0,820
24%
86
3,43
100%
360
44
4. Membuat rencana dan Melaksanakan perbaikan Rencana perbaikan yang dilakukan oleh GKM Pasteur yaitu dengan analisis penyebab dominan dari kinerja gardu operasional yang belum optimal melalui pendekatan 5W+H questions yaitu why, what, where, when, who dan how (Lampiran 4). Langkah selanjutnya setelah membuat rencana, Gugus melaksanakan rencana perbaikan tersebut dan melakukan monitoring hasil uji coba. 5. Meneliti hasil Pada langkah ini GKM Pasteur meneliti hasil perbaikan yang telah dilakukan dengan cara membandingan keempat penyebab dominan tersebut dan menganalisa peningkatan produktivitas hasil transaksi yang dibandingkan terhadap tema yang sudah ditentukan, yaitu Mengurangi keluhan pelanggan tentang antrian di Gerbang tol Pasteur terutama pada saat hari libur atau akhir pekan. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur dengan membandingkan sebelum dan sesudah perbaikan keempat faktor penyebab dominan (Tabel 11), maka disimpulkan sebagai berikut: a. Sesudah perbaikan, Kartu Tanda Masuk Elektronik yang tersangkut pada Contacless Smartcard Dispenser (CSD) akibat tidak adanya penyortiran khusus dapat berkurang hingga 92,3%. b. Sesudah perbaikan, CSD yang sering rusak akibat sinar matahari, sudah tidak terjadi lagi dengan keberhasilan 100%. c. Sesudah perbaikan, penyebab tidak ada kebijakan membangun gardu baru menjadikan Gugus berhasil menambah jumlah gardu tanpa penambahan petugas yang semula 3 gardu menjadi 5 gardu operasional (2 gardu berpetugas dan 3 gardu tanpa petugas). Hal ini berarti, pencapaian hingga 166,7% telah dilakukan Gugus untuk penambahan jumlah gardu. d. Sesudah perbaikan, keterbatasan jumlah gardu keluar dapat bertambah menjadi 8 gardu yang beroperasi dengan pencapaian Gugus sebesar 133,3% .
44
45
Tabel 11. Perbandingan Faktor Penyebab Kinerja Gardu No.
Perbandingan Penyebab
1
Frekuensi Perbaikan
Pencapaian
Sebelum
Sesudah
KTME tersangkut pada CSD
39
3
92,3 %
2
CSD rusak
52
0
100 %
3
Keterbatasan Jumlah gardu
6
8
133,3 %
3
5
166,7 %
Tidak ada kebijakan membangun gardu baru Sumber: GKM Pasteur (2007) 4
Hasil analisa Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur terhadap gardu yang sudah dimodifikasi pada Gerbang tol Pasteur, terlihat produktifitas hasil transaksi gardu sesudah perbaikan menunjukkan bahwa tingkat produktifitas gardu GTO mampu mempercepat transaksi dari waktu Standar Pelayanan Minimum (SPM) selama 7 detik, menjadi rata-rata 3 atau tingkat keberhasilan mencapai 230%. Perbandingan antrian sebelum dan sesudah perbaikan yang dijadikan tema Gugus untuk mengurangi keluhan pelanggan tentang antrian yang panjang di Gerbang tol Pasteur terutama pada saat hari libur atau akhir pekan, dapat berhasil berkurang dengan tingkat pencapaian 85%. Dampak positif dari keberadaan Gardu Tol Otomatis (GTO) menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh GKM Pasteur adalah: 1. Nilai tambah yang diperoleh akibat optimalisasi gardu yaitu efisiensi biaya untuk sumber daya manusia atau tidak ada penambahan petugas. 2. Mengurangi biaya untuk petugas karyawan kontrak waktu terbatas. 3. Meringankan pekerjaan, meskipun saat lalu lintas padat. 4. Memperbaiki mutu kesehatan kerja petugas. 5. Mampu memberikan pelayanan yang optimal selama 24 jam. 6. Petugas dapat beristirahat dalam kondisi gardu tetap terbuka. 6. Membuat standar baru Pengujian melalui standar prosedur operasional, standar hasil serta melakukan penggantian nama GTO merupakan langkah yang dilakukan GKM Pasteur untuk membuat standar baru.
45
46
Pengujian dengan standar prosedur operasional meliputi standar prosedur distribusi dan penyortiran Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME), standar prosedur transaksi di gardu keluar dengan sistem gardu tandem dan standar prosedur pelayanan transaksi kendaraan di Gardu Tol Otomatis (GTO) yang diperuntukan untuk kendaraan umum ataupun karyawan yang memiliki Bagde atau kartu Dinas untuk PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Gardu tandem merupakan gardu yang berdiri sejajar atau berurutan kebelakang dengan jumlah gardu satu atau lebih yang digunakan untuk melakukan transaksi tol (Gambar 4). Setelah Gugus membuat standar prosedur operasional maka langkah selanjutnya adalah membuat standar hasil baru yang meliputi: a. Tidak ada KTME dalam kondisi repair atau reject pada magazine. Magazine atau stecker merupakan tempat penyimpanan KTME pada gardu masuk maupun gardu keluar. b. Transaksi di gardu GTO adalah 3 detik pada kondisi lancar. c. Kondisi gardu operasional pada kondisi normal yaitu gardu masuk terdiri dari 2 Gardu Berpetugas Transaksi (GPT) dan 3 gardu GTO, sedangkan gardu keluar yang beroperasi sebanyak 6 gardu. d. Kondisi operasional pada kondisi lalu lintas padat yaitu gardu masuk terdiri dari 2 Gardu Berpetugas Transaksi (GPT) dan 3 gardu operasi GTO, sedangkan gardu keluar terdiri dari 7 gardu utama dan 2 gardu tandem
Gambar 4. Peralatan pada Gardu Transaksi, Gardu Tandem, Gardu Tol Otomatis 46
47
Hasil pengujian yang telah dilakukan Gugus maka sesuai dengan fungsi dan cara kerja gardu yang bekerja secara otomatis. Untuk lebih jelasnya perbandingan gardu masuk sebelum dan sesudah perbaikan dapat di lihat pada Lampiran 5. Gugus Kendali Mutu Pasteur menarik kesimpulan bahwa kepanjangan dari GTO yang sebelumnya adalah Gardu Tanpa Orang, kemudian berubah menjadi Gardu Tol Otomatis (GTO). Perubahan nama tersebut kemudian disetujui oleh Kepala Cabang PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, dan menginstruksikan untuk menerapkan Gardu Tol Otomatis pada gerbang tol lainnya yaitu Gerbang Tol Baros, Cileunyi, Pasir Koja dan Padalarang Timur. 7. Mengumpulkan data baru dan Menentukan rencana selanjutnya Pada langkah ini Gugus mengukur frekuensi persoalan dari kesalahan pelaporan dan kerusakan alat transaksi, mengukur biaya terhadap persoalan, mengukur waktu yang digunakan terhadap persoalan, mengukur kerugian pelanggan terhadap persoalan. Hasil penelitian GKM Pasteur tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Kesalahan pelaporan memiliki frekuensi lebih besar dibandingkan kerusakan
alat
yaitu
sebanyak
72
kali
kejadian,
sehingga
menyebabkan kerugian biaya bagi perusahaan sebesar Rp 864.000. Sedangkan kerusakan alat transaksi menimbulkan kerugian waktu transaksi sebesar 720 menit dan mengakibatkan kerugian terhadap pelanggan karena adanya waktu tunggu transaksi. Rencana GKM Pasteur selanjutnya adalah mengurangi kerusakan alat transaksi. Tabel 12. Pengaruh Kesalahan Pelaporan dan Kerusakan Alat No.
Kerugian
1
Frekuensi persoalan
2
Biaya yang timbul (Rupiah)
3
Waktu bagi Gerbang Tol Pasteur (menit)
4
Waktu bagi pelanggan (menit)
Sumber: GKM Pasteur (2008)
47
Kesalahan Pelaporan
Kerusakan Alat
Jumlah
72
60
132
864.000
420.000
1.284.000
504
720
1.224
0
720
720
48
4.4. Karakteristik Karyawan Operasional Penyebaran kuesioner pada penelitian ini dilakukan kepada 60 orang responden yang merupakan karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Karakteristik karyawan dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, status kepegawaian dan masa kerja karyawan. Karakteristik karyawan operasional secara rinci dijabarkan pada Tabel 13. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi pada dasarnya tidak membatasi gender dalam mempekerjakan karyawan, namun untuk pekerjaan operasional khususnya pelaksana lapangan, perusahaan lebih banyak mempekerjakan karyawan berjenis kelamin laki-laki. Hal ini karena, karyawan yang berjenis kelamin laki-laki dinilai lebih mampu bekerja pada bagian operasional yang bersifat teknis di lapangan, sedangkan penempatan karyawan yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak pada bagian administrasi. Komposisi karyawan operasional menurut jenis kelamin didominasi oleh karyawan laki-laki sebanyak 50 karyawan (83%) dan karyawan perempuan sebanyak 10 karyawan (17%). Tabel 13. Karakteristik Karyawan Operasional Karakteristik Karyawan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Laki-laki
50
83
Perempuan
10
17
≤ 30 Tahun
10
17
31-45 Tahun
37
61
≥ 46 Tahun
13
22
SLTA
32
53
Pendidikan
D3
20
33
Terakhir
S1
7
12
S2
1
2
≤ 2 Tahun
1
2
3-5 Tahun
7
12
6-10 Tahun
12
20
≥ 11 Tahun
40
66
Jenis Kelamin
Usia
Masa Kerja
48
49
Produktivitas karyawan dapat ditentukan berdasarkan tingkat usia, karena usia mempengaruhi kemampuan karyawan dalam menyerap pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan pekerjaannya. Secara umum, rentang usia 25-55 tahun merupakan masa produktif bekerja untuk berkerja dan berkarya. Usia yang ditetapkan pada karyawan operasional Cabang Purbaleunyi berkisar antara 18-56 tahun. Kelompok usia karyawan operasional dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga kelompok yaitu sebanyak 10 karyawan (17%) berusia ≤ 30 tahun, 37 karyawan (61%) berusia 31-45 tahun dan 13 karyawan (22%) berusia ≥ 46 tahun. Jumlah karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi didominasi pada kelompok usia 31-45 tahun, karena karyawan operasional telah merasakan kenyamanan dalam bekerja sehingga mereka lebih memilih situasi yang tidak beresiko seperti mencari pekerjaan atau memilih usaha baru lainnya. Pendidikan terakhir karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terbagi menjadi empat kelompok yaitu sebesar 53% atau 32 karyawan berpendidikan SLTA, 33% (20 karyawan) tingkat pendidikan jenjang Diploma (D3), 12% (7 karyawan) tingkat pendidikan sarjana (S1) dan 2% (1 karyawan) dengan tingkat pendidikan pasca sarjana (S2). Berdasarkan Tabel 13, tingkat pendidikan terakhir karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi didominasi oleh karyawan dengan tingkat pendidikan SLTA. Hal ini disebabkan pada tahun 80-an merupakan awal berdirinya PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang mensyaratkan penerimaan karyawan baru di bagian operasional minimal setingkat SLTA, namun bukan berarti mereka yang berpendidikan SLTA tidak mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Sebagai asset yang berharga, perusahaan memberdayakan karyawan melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka diberbagai bidang sebagai upaya mempersiapkan berbagai tantangan yang ada di industri jalan tol. Pendidikan dan pelatihan tersebut meliputi peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan jenis program (organisasi dan perusahaan, keterampilan teknis dan pendukung, kepemimpinan dan manajemen,
49
50
pengembangan pribadi). Pada dasarnya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk lebih menitikberatkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan yang sudah ada daripada harus merekrut karyawan baru, dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kinerja mereka. Awal tahun 2000, penerimaan karyawan baru untuk posisi operasional minimal D3 atau S1, kondisi ini diharapkan perusahaan dapat menghasilkan tenaga kerja yang lebih produktif dan kreatif untuk membangun perusahaan. Masa kerja karyawan menggambarkan bagaimana tolak ukur karyawan dalam memahami keberadaan perusahaan tempat mereka bekerja. Karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi sebagian besar mereka telah bekerja diatas 11 tahun. Hal ini berarti sebagian karyawan telah memiliki pengalaman kerja yang lama dan terbiasa melakukan pekerjaannya, sehingga jumlah kesalahan yang dilakukan relatif kecil. Faktor kenyamanan yaitu kesejahteraan karyawan dan lingkungan kerja yang kondusif menjadi alasan utama karyawan operasional mampu bertahan untuk bekerja selama ≥ 11 tahun. Bagi seluruh karyawan tetap, program kesejahteraan PT Jasa Marga (Persero) Tbk sudah memenuhi standar Upah Minimum Provinsi (UMP). Program kesejahteraan tersebut meliputi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), fasilitas kesehatan, program pensiun, tunjangan pajak, Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan, tunjangan cuti, jaminan asuransi kecelakaan tinggi (khusus Petugas Operasional), santunan kematian, seragam dinas, fasilitas pinjaman, pendidikan, perumahan atau kendaraan, mobil dinas, pelatihan dan pengembangan, pencegahan polusi kerja (khusus petugas pengumpul tol), jasa produksi sesuai kinerja pegawai serta fasilitas olah raga, kesenian, keagamaan dan rekreasi. Pengadaan program pensiun bagi karyawan tetap yang dikelola oleh Dana Pensiun Jasa Marga diatur dalam keputusan Direksi No. 76 KPTS/2004 tentang Regulasi dan Pensiun Perseroan. Syarat usia pensiun karyawan adalah 56 tahun, dengan pengecualian usia 45 tahun untuk program pensiun yang dipercepat. Jumlah manfaat pensiun yang diterima dihitung berdasarkan penghasilan dasar pensiun dan masa bakti karyawan selama bekerja.
50
51
4.5. Analisis Persepsi Karyawan Operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Pemanfaatan teknologi yang optimal melalui Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan salah satu wujud peningkatan kualitas dan efisiensi jasa pelayanan yang dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Pemanfaatan teknologi yang optimal dengan dukungan pemberdayaan sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan yang pada akhirnya memberikan value added bagi perusahaan serta menghapus persepsi yang mengatakan bahwa pemanfaatan teknologi dapat mengabaikan nilai kemanusiaan bagi karyawan. Analisis persepsi dilakukan untuk mengetahui penaksiran atau penentuan nilai, kualitas, atau status karyawan operasional yang operasional yang berhubungan dengan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Para karyawan operasional sebelumnya diberikan kuesioner yang berisi beberapa pernyataan mengenai GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan. 4.5.1 Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan GTO Persepsi karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap pengaruh pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO), dilakukan untuk mengetahui bagaimana penilaian karyawan terhadap pelaksanaan kinerja gardu operasional sebelum pelaksanaan GTO yang berkaitan dengan kelancaran arus lalu lintas kendaraan pada saat bertransaksi di gerbang tol. Hasil persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dapat dilihat pada Tabel 14. a. KTME tersangkut pada CSD Persepsi karyawan operasional terhadap Kartu Tanda Masuk Elektronik yang tersangkut pada Contactless Smartcard Dispenser dapat dilihat pada Tabel 15. Menurut karyawan operasional, penutupan gardu pernah dilakukan sebelum pelaksanaan GTO, akibat KTME yang tersangkut pada CSD (skor rataan sebesar 3,52). 51
52
Tabel 14. Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis Pernyataan
STS = 1
a. KTME tersangkut CSD
n %
b. Kerusakan CSD
n
%
Penutupan gardu pernah dilakukan karena GTO mengalami gangguan
SS = 5
n
%
n
%
n
%
30
50,0
28
46,67
2
333
Skor Rataan Keterangan
3,52
Setuju
3,18
Cukup Setuju
4
6,66
41
68,34
15
25,0
Automatic Line Banner (ALB) akan selalu terbuka secara otomatis bersamaan dengan KTME yang diambil oleh pemakai jalan tol
1
1,67
11
18,34
46
76,66
2
3,33
3,08
Setuju
16,67 32
53,33
17
28,33
1
1,67
3,14
Cukup Setuju
15
25,0
36
60,0
9
15,0
3,90
Setuju
10
Pelaksanaan GTO dapat dengan mudah digunakan pemakai jalan tol Contacless Smart Dispenser (CSD) sering mengalami gangguan
1
1,67
42
70,0
17
28,33
3,26
Cukup Setuju
Badge Dinas selalu terbaca dengan baik oleh Contact Smartcard Terminal (CST)
1
1,67
21
35,0
38
63,33
3,61
Setuju
27
45,0
30
50,0
3,60
Setuju
46,67 24
40,0
8
13,33
2,66
Cukup Setuju
19
31,67
33
55,0
8
13,33
3,81
Setuju
Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu masuk c. Keterbatasan jumlah gardu
S=4
Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME) masih sering tersangkut pada CSD
GTO telah berfungsi dengan baik, tanpa perlu diawasi
d. Tidak ada kebijakan membangun gardu
Skor Nilai CS = 3
TS = 2
Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu keluar
28
Keberadaan GTO membantu mengurangi keluhan pemakai jalan tol mengenai pelayanan bertransaksi Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan jumlah gardu Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan petugas pengumpul tol Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar
5,0
9
15,0
21
35,0
26
43,34
4
6,66
3,41
Setuju
1
1,67
16
26,66
37
61,67
6
10,0
3,79
Setuju
2
3,33
31
51,67
25
41,67
2
3,33
3,43
Sangat Setuju
7
11,67
46
76,66
7
11,67
3,99
Setuju
5
8,33
31
51,67
24
40,0
4,31
Sangat Setuju
31
51,67
25
41,67
2
3,33
3,43
Sangat Setuju
3,65
Setuju
Pembangunan GTO baru selain untuk golongan kendaraan I GTO masih dapat dimodifikasi kembali agar lebih modern Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar
3
2
3,33
Jumlah Skor Rataan
52
53
Tabel 15. Persepsi Karyawan Operasional terhadap KTME Tersangkut CSD
a. KTME tersangkut pada CSD
Faktor
Skor Rataan Keterangan
Penutupan gardu pernah dilakukan karena GTO mengalami gangguan Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME) masih sering tersangkut pada CSD Automatic Line Banner (ALB) akan selalu terbuka secara otomatis bersamaan dengan KTME yang diambil oleh pemakai jalan tol Jumlah
3,52
Setuju
3,18
Cukup Sering
3,80
Setuju
3,50
Setuju
CSD merupakan alat untuk menulis golongan dan gerbang asal kendaraan pada gardu masuk. Artinya, sebelum pelaksanaan GTO, penutupan gardu pernah dilakukan pada saat volume kendaraan sedang padat yang mengakibatkan antrian panjang pada gardu. Menurut karyawan operasional, KTME masih cukup sering tersangkut pada CSD (skor rataan sebesar 3,18). Artinya sebelum pelaksanaan GTO, KTME cukup sering tersangkut pada CSD, akibat kondisi KTME yang sudah rusak namun masih tetap digunakan. Hal ini terjadi karena tidak adanya prosedur pemeriksaan secara khusus. Upaya yang dilakukan Gugus untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan sistem penyortiran dan distribusi Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME) serta melakukan perawatan dan pemeriksaan KTME secara rutin oleh petugas pengumpul tol. Sistem penyortiran KTME terdiri kedalam tiga kategori yaitu ready, repair dan reject. Ciri kategori KTME Ready yaitu kartu dalam kondisi fisik tidak terkelupas, tidak sobek, kartu tidak patah, permukaannya rata, tidak ada kotoran yang menempel dan nomer serial lengkap. Ciri kategori KTME Repair yaitu kartu dalam kondisi kotor, terkelupas, nomer seri tidak lengkap dan gambar cover kartu yang tidak jelas dan perlu diperbaiki. Ciri kategori Reject yaitu kartu tidak dapat terbaca oleh Contactless Smartcard Dispenser (CSD), permukaan kartu tidak rata dan kartu patah. Untuk lebih jelasnya, gambaran KTME, CSD dan ALB dapat dilihat pada Gambar 5.
53
54
Gambar 5. Contactless Smartcard Dispenser, Kartu Tanda Masuk Elektronik, Automatic Line Banner Persepsi karyawan operasional dengan skor rataan sebesar 3,80 menyatakan bahwa Automatic Line Banner (ALB) akan selalu terbuka secara otomatis bersamaan dengan Kartu Tanda Masuk Elektronik yang diambil oleh pemakai jalan tol. Artinya, apabila KTME mengalami gangguan secara otomatis ALB tidak dapat membuka sendiri, sehingga hal ini yang mengakibatkan antrian panjang kendaraan pada gardu. ALB merupakan alat yang berfungsi untuk membuka lajur ketika transaksi pada gardu masuk dimulai dan menutup lajur saat kendaraan melewatinya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa, keberadaan Gardu Tol Otomatis menurut karyawan operasional telah membantu mengatasi masalah antrian kendaraan di gardu, akibat Kartu Tanda Masuk Elektronik sering yang tersangkut pada Contactless Smartcard Dispenser (CSD) dengan jumlah skor rataan sebesar 3,50. b. CSD rusak Persepsi karyawan operasional terhadap kerusakan pada CSD dapat dilihat pada Tabel 16. Menurut karyawan operasional, Gardu Tol Otomatis (GTO) sudah cukup berfungsi dengan baik tanpa perlu diawasi (skor rataan sebesar 3,24). Artinya, karyawan operasional menilai pengawasan terhadap GTO masih perlu dilakukan, meskipun sesuai dengan fungsi GTO yang bekerja secara otomatis tanpa perlu diawasi oleh petugas pengumpul tol. Pengawasan dilakukan, untuk menghindari apabila terjadi kerusakan pada GTO yang dapat 54
55
menyebabkan terganggunya transaksi tol dan antrian kendaraan. Menurut karyawan operasional, pelaksanaan GTO dapat dengan mudah digunakan pemakai jalan tol (skor rataan sebesar 3,90). Artinya, karyawan operasional berpendapat bahwa pengguna jalan tol saat ini sudah paham akan kinerja Gardu Tol Otomatis yang dinilai lebih cepat dan praktis. Sebelum pelaksanaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan operasional CSD cukup sering mengalami gangguan akibat terlalu sering terkena sinar matahari (skor rataan sebesar 3,26). Artinya, keberadaan GTO cukup membantu mengatasi CSD yang rusak. Kerusakan pada Contactless Smartcard Dispenser terjadi akibat CSD sering tertimpa sinar matahari, sehingga card reader yang tidak dapat berfungsi dengan baik untuk membaca dan mengeluarkan Kartu Tanda Masuk Elektronik. Akibat kejadian tersebut, berdampak pada antrian yang panjang pada gerbang tol. Solusi yang dilakukan Gugus untuk CSD rusak akibat terkena sinar matahari, maka dibuat penutup CSD dan menyiapkan Contactless Smartcard Terminal (CST) untuk mengatasi apabila CSD rusak karena penyebab lain. CST merupakan alat pembaca kartu identitas dinas (Bagde) bagi karyawan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, khususnya Kepala shift dan Pengumpul tol. Kartu Dinas atau Badge Dinas, menurut karyawan operasional selalu terbaca dengan baik oleh CST (skor rataan sebesar 3.61). Setelah pelaksanaan GTO, Contactless Smartcard Terminal dapat membaca Badge Dinas dengan baik, sehingga CST dapat mengatasi apabila CSD mengalami kerusakan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa, karyawan operasional setuju dengan keberadaan Gardu Tol Otomatis yang dapat mengatasi masalah kerusakan CSD, dengan jumlah skor rataan sebesar 3,47. Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dinilai penting, karena
kerusakan pada Contactless
Smartcard Dispenser (CSD) membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan perbaikan, sehingga mengakibatkan antrian di gardu.
55
56
Tabel 16. Persepsi Karyawan Operasional terhadap CSD Rusak
b. CSD rusak
Faktor
Skor Rataan Keterangan
GTO sudah berfungsi dengan baik, tanpa perlu diawasi Pelaksanaan GTO dapat dengan mudah digunakan pemakai jalan tol Contacless Smart Dispenser (CSD) sering mengalami gangguan Badge Dinas selalu terbaca dengan baik oleh Contact Smartcard Terminal (CST) Jumlah
3,14
Cukup Setuju
3,90
Setuju
3,26
Cukup Sering
3,61
Setuju
3,47
Setuju
d. Keterbatasan jumlah gardu Permasalahan jumlah gardu yang terbatas berkaitan erat dengan tidak adanya kebijakan membangun gardu baru, sehingga perlu mengoptimalisasi pemanfaatan gardu operasional yang ada. Persepsi karyawan operasional terhadap keterbatasan jumlah gardu dapat dilihat pada Tabel 18. Menurut karyawan operasional, keberadaan Gardu Tol Otomatis (GTO) mengurangi antrian lalu lintas pada gardu masuk (skor rataan 3,60). Artinya, karyawan menilai setuju bahwa pelaksanaan GTO mampu mempercepat transaksi tol dari waktu Standar Pelayanan Minimum yang ditetapkan yaitu selama tujuh detik, menjadi rata-rata tiga detik. Keberadaan
Gardu
Tol
Otomatis,
menurut
karyawan
operasional dapat mengurangi antrian lalu lintas pada gardu keluar (skor rataan sebesar 2,66). Artinya pelaksanaan GTO mampu mempercepat transaksi tol dari waktu Standar Pelayanan Minimum yang ditetapkan yaitu selama 11 detik, menjadi rata-rata 7 detik. Menurut karyawan operasional, keberadaan Gardu Tol Otomatis membantu mengurangi keluhan pemakai jalan tol mengenai pelayanan bertransaksi (skor rataan sebesar 3,81). Artinya, keluhan pelanggan terhadap antrian panjang pada gardu tol telah diatasi dengan keberadaan GTO yang dapat mempercepat proses transaksi. Keberadaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan operasional menjadi solusi terhadap keterbatasan jumlah gardu yaitu dengan skor rataan 3,41.
56
57
Tabel 17. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Keterbatasan Jumlah Gardu
c.
Keterbatasan junlah gardu
Faktor
Skor Rataan Keterangan
Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu masuk
3,60
Setuju
Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu keluar
2,66
Cukup setuju
3,81
Setuju
3,41
Setuju
3,79
Setuju
3,45
Setuju
Keberadaan GTO membantu mengurangi keluhan pemakai jalan tol mengenai pelayanan bertransaksi Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan jumlah gardu Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan petugas pengumpul tol Jumlah
Keberadaan GTO menurut karyawan operasional menjadi solusi keterbatasan petugas pengumpul tol (skor rataan sebesar 3,79), karena selama ini kebutuhan akan petugas pengumpul tol di PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih kurang, sehingga perusahaan lebih memilih untuk melakukan outsourching petugas pengumpul tol. Hal ini dilakukan perusahaan, karena tidak adanya kebijakan menambah petugas pengumpul tol, serta keterbatasan biaya untuk merekrut karyawan baru. Secara umum dapat disimpulkan bahwa, menurut karyawan operasional keberadaan Gardu Tol Otomatis (GTO) menjadi solusi terbatasnya jumlah gardu (jumlah skor rataan sebesar 3,45). Selain Gardu Tol Otomatis (GTO), solusi lain untuk mengoptimalisasi gardu operasional yaitu dengan membangun GTO gardu tandem. Gardu tandem merupakan gardu transaksi tol yang dibangun berdiri sejajar berurutan kebelakang satu atau lebih. Gardu tandem tersebut dibuat agar pelayanan transaksi menjadi lebih cepat sehingga mengurangi penumpukan kendaraan di depan gardu. Upaya Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur menghadapi keterbatasan jumlah gardu melalui pengoperasian Gardu Tol Otomatis dan GTO gardu tandem, yang tentunya memiliki pengaruh terhadap kelancaran pelayanan transaksi jalan tol. 57
58
d. Tidak ada kebijakan membangun gardu baru Kebijakan menambah gardu tol baru merupakan suatu kebijakan yang berbiaya besar, karena penambahan gardu tol berarti menambah lahan baru untuk gardu tol tersebut, menambah bangunan gardu tol, peralatan baru, sumber daya manusia, dan cukup banyak biaya yang terkait lainnya. Kedala utama yang dihadapi PT Jasa Marga (Persero) Tbk dalam memperluas jaringan jalan tol adalah permasalahan lahan. Kondisi lahan yang sangat terbatas terutama pada daerah perkotaan, selain itu masih sulitnya masalah pembebasan lahan karena harga lahan yang mahal, menjadi penambahan gardu tol baru sulit untuk terealisasikan. Persepsi karyawan operasional mengenai tidak adanya kebijakan membangun gardu baru dapat dilihat pada Tabel 18. Menurut karyawan operasional, pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar dengan optimalisasi gardu operasional keluar yang ada, seperti penggunaan e-toll payment (skor rataan sebesar 3,43). Penggunaan e-toll payments dapat mempermudah dan mempercepat transaksi bagi pengguna jalan dan juga pengumpul tol karena keterbatasan uang kembali untuk pengguna jalan tol. Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO), menurut karyawan operasional dapat dilakukan selain untuk golongan kendaraan I (skor rataan sebesar 3,99). Golongan kendaraan I yang dimaksud adalah kendaraan pribadi jenis sedan atau minibus, sedangkan Golongan kendaraan II, III, IV dan V yaitu truk dan container atau kendaraan sejenis lainnya. Kendaraan diluar Golongan I yang menggunakan jalan tol Cabang Purbaleunyi cukup banyak, hal ini berdampak antrian panjang khususnya pada saat weekend. Keberadaan GTO, menurut karyawan operasional dapat dimodifikasi kembali agar lebih modern (skor rataan sebesar 4,31). Modifikasi gardu operasional dengan konsep GTO menjadi solusi yang optimal ditengah kondisi tidak adanya kebijakan membangun gardu baru, namun GTO yang ada di PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih semi
58
59
otomatis yaitu pengguna jalan tol harus menekan tombol yang ada di Gardu Tol Otomatis (GTO) untuk mendapatkan Kartu Tanda Masuk (KTM). Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan mekanisme GTO agar pengguna tidak perlu menekan tombol saat akan mengambil Kartu Tanda Masuk (KTM) dengan memodifikasi mesin TCT agar dapat dioperasikan secara otomatis. Toll Collector Terminal (TCT) merupakan peralatan yang berfungsi untuk membantu petugas pengumpul tol dalam melakukan transaksi tol. Secara umum dapat disimpulkan, bahwa karyawan operasional sudah setuju
untuk
mencari solusi lain dari tidak adanya kebijakan membangun gardu baru (jumlah skor rataan 3,91). Tabel 18. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Tidak Ada Kebijakan Membangun Gardu Baru
c. Tidak ada kebijakan membangun gardu baru
Faktor
Skor Rataan Keterangan
Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar
3,43
Setuju
Pembangunan GTO baru selain untuk golongan kendaraan I
3,99
Setuju
GTO masih dapat dimodifikasi kembali agar lebih modern
4,31
Setuju
3,91
Setuju
Jumlah
4.5.2 Persepsi Karyawan Operasional terhadap Faktor-faktor Produktivitas Kerja Persepsi
karyawan
operasional
terhadap
faktor-faktor
produktivitas kerja menunjukkan bagaimana penilaian karyawan terhadap produktivitas kerja diri mereka sendiri dalam menjalankan pekerjaan mereka sehari-hari di perusahaan. Faktor-faktor produktivitas kerja dapat dilihat berdasarkan faktor kemauan kerja, kemampuan kerja, etika kerja, kesejahteraan kerja dan lingkungan kerja karyawan. Hasil persepsi karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap faktor-faktor produktivitas kerja mereka dapat dilihat pada Tabel 19.
59
60
Tabel 19. Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap Faktor-faktor Produktivitas Kerja
c. Etika kerja
b. Kemampuan kerja
a. Kemauan kerja
Pernyataan Bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang dilakukan Memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan Mematuhi segala peraturan kerja yang ada Selalu bertanggung jawab untuk ikut menjaga dan memelihara peralatan bertransaksi Tugas yang dikerjakan dapat diselesaikan tepat waktu Pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik Hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan selalu diberikan Sering meminta bantuan kepada rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan pokok Selalu bekerja dengan berpakaian rapih dan sopan Mampu bekerjasama dengan orang lain Memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja Selalu menjaga sikap dan perilaku
e. Lingkungan kerja
d. Kesejahteraan
Gaji yang didapat sesuai dengan pekerjaan
STS = 1 TS = 2 n % n %
1
2
1
1,67
3,33
1,67
Karyawan berhak mendapatkan bonus atas prestasi Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja menjadi perhatian perusahaan Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan perusahaan Kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif membantu saya untuk terus bekerja lebih semangat Perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawan berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi Keberadaan GTO membantu meringankan pekerjaan
7
Skor Nilai CS = 3 S=4 n % n %
SS = 5 n %
3
5,0
Skor Keterangan Rataan
46
76,66
11
18,34
4,13
Bersedia
7
11,67 44
73,33
9
15,0
4,03
Bersedia
11
18,34 33
55,0
16
26,66
4,08
Bersedia
16
26,66 31
51,67
12
20,0
3,90
Sanggup
20
33,33 30
50,0
10
16,67
3,83
Sanggup
18
30,0
33
55,0
9
15,0
3,85
Setuju
8
13,33 31
51,67
21
35,0
4,22
Sangat Setuju
18
30,0
38
63,34
2
3,33
3,33
Cukup Setuju
2
3,33
34
56,67
24
40,0
4,37
2
3,33
40
66,67
18
30,0
4,27
3
5,0
33
35,0
24
40,0
4,35
1
1,67
44
73,33
15
25,0
4,23
44
73,33 15
25,0
10
16,67 22
36,66
28
15
25,0
39
65,0
15
25,0
36
2
3,33
17 28,33
Sangat Sanggup Sangat Mampu Sangat Mampu Sangat Mampu
3,23
Cukup Setuju
46,67
4,30
Sangat Setuju
6
10,0
3,85
Setuju
60,0
9
15,0
3,90
Setuju
24
40,0
34
56,67
4,53
Sangat Setuju
29
48,34 14
23,33
3,95
Setuju
11,67 21
35,0
17
28,33 15
25,0
3,67
Setuju
24
40,0
31
51,67
8,33
3,68
Setuju
3,98
Setuju
Tantangan untuk bekerja lebih baik timbul seiring dengan pelaksanaan GTO Jumlah Skor Rataan
60
5
61
a. Kemauan kerja Keberhasilan suatu perusahaan tidak akan pernah lepas dari unsur karyawan, karena karyawan merupakan asset terpenting bagi perusahaan dalam menjalankan usahnaya. Penting bagi perusahaan untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan para karyawannya demi tercapainya tujuan perusahaan, karena pada dasarnya manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Kemauan kerja adalah keadaan emosi yang mendorong seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Persepsi karyawan operasional terhadap faktor kemauan kerja dapat dilihat pada Tabel 20. Menurut karyawan operasional, mereka bersedia untuk bekerja dengan bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang dilakukan (skor rataan sebesar 4,13). Artinya, setiap pekerjaan dan segala bentuk tugas yang diterima karyawan, akan dikerjakan dengan baik oleh karyawan. operasional Karyawan operasional bersedia untuk bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya (skor rataan sebesar 4,03). Artinya, segala tugas dan pekerjaan yang diterima oleh karyawan operasional akan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Karyawan operasional bersedia mematuhi segala peraturan kerja yang ada (skor rataan sebesar 4,08). Artinya, segala peraturan kerja yang sudah ditetapkan di perusahaan, maka karyawan operasional siap untuk melaksanakannya, serta menerima segala bentuk konsekuensinya apabila melanggar peraturan. Karyawan operasional selalu sanggup bertanggung jawab untuk ikut menjaga dan memelihara peralatan bertransaksi (skor rataan sebesar 3,89). Artinya, mereka merasa memiliki tanggung jawab sebagai petugas pengumpul tol, dimana seluruh peralatan transaksi di gardu selalu dijaga dan pelihara untuk mendukung peningkatan pelayanan transaksi. Secara umum karyawan operasional sudah memiliki kemauan kerja yang dinilai baik (jumlah skor rataan sebesar 4,03).
61
62
Tabel 20. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemauan Kerja
a. Kemauan kerja
Faktor
Skor Rataan Keterangan
Bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang dilakukan Memiliki rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan Mematuhi segala peraturan kerja yang ada Selalu bertanggung jawab untuk ikut menjaga dan memelihara peralatan bertransaksi Jumlah
4,13
Bersedia
4,03
Bersedia
4.,8
Bersedia
3,89
Sanggup
4,03
Baik
b. Kemampuan kerja Kemampuan kerja adalah kapabilitas atau kebisaan, kebolehan, dan keahlian karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu yang menjadi wewenang serta tanggung jawabnya. Kemampuan kerja yang menjadi sebuah penilaian terkini bagi karyawan atas hasil kerja mereka untuk tercapainya tujuan perusahaan. Aspek kemampuan kerja karyawan dapat dilihat berdasarkan tingkat pengetahuan, keterampilan serta pengalaman kerja karyawan yang dimiliki. Persepsi karyawan operasional terhadap faktor kemampuan kerja dapat dilihat pada Tabel 21. Karyawan operasional merasa sanggup menyelesaikan tugasnya dengan tepat waktu (skor rataan sebesar 3,83). Artinya, mereka mampu mengerjakan tugas dengan baik dan menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan target waktu yang ditentukan. Tabel 21. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemampuan Kerja
b. Kemampuan kerja
Faktor
Skor Rataan
Tugas yang dikerjakan dapat diselesaikan tepat waktu Pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik Hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan selalu diberikan Sering meminta bantuan kepada rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan pokok Jumlah
62
Keterangan
3,83
Sanggup
3,85
Setuju
4,21
Sangat Setuju
3,64
Sering
3,88
Baik
63
Karyawan operasional merasa pekerjaan yang dilakukan telah berjalan dengan baik (skor rataan sebesar 3,85). Artinya, pekerjaan yang diterima karyawan operasional dapat dikerjakan dengan baik meskipun terdapat beberapa kendala, namun karyawan mampu mengatasinya. Menurut karyawan operasional, mereka sangat bersedia memberikan hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan (skor rataan sebesar 4,21). Artinya, dalam bekerja karyawan akan berorientasi pada hasil yang terbaik bagi perusahaan, sehingga untuk hasil kerja tersebut karyawan akan mendapatkan penghargaan atau kompensasi yang layak dari perusahaan. Karyawan operasional merasa sering meminta bantuan kepada rekan kerja dalam menyelesaikan tugas pokoknya (skor rataan 3,64). Dalam hal ini, bantuan yang diterima karyawan dari rekan kerja mereka yaitu dalam bentuk bertukar pikiran bukan berarti karyawan operasional tidak bertanggung jawab atas pekerjaan dan tugas yang diberikan, karena setiap pekerjaan yang diterima karyawan harus dilakukan dengan hasil yang terbaik. Sehingga dapat disimpulkan secara umum, bahwa karyawan operasional memiliki kemampuan kerja yang dinilai baik, dengan jumlah skor rataan sebesar 3,88. c. Etika kerja Etika kerja adalah aturan normatif yang mengandung sistem nilai dan prisip moral yang merupakan pedoman bagi seluruh karyawan baik sebagai atasan maupun bawahan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya pada perusahaan. Karyawan harus memiliki prinsip-prinsip melaksanakan tugas sesuai dengan visi dan misi serta tujuan perusahaan. Persepsi karyawan operasional terhadap faktor etika kerja dapat dilihat pada Tabel 22. Karyawan operasional, mereka sangat sanggup untuk bekerja dengan berpakaian rapih dan sopan (skor rataan sebesar 4,36).
Artinya, karyawan operasional menyadari
bahwa PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan, sehingga mereka dituntut
63
64
untuk berpakaian rapih dan sopan, sebagai usaha untuk mendukung mutu pelayanan dalam segala aspeknya. Karyawan operasional merasa sangat mampu bekerjasama dengan orang lain (skor rataan sebesar 4,76). Artinya, hubungan kerja antar karyawan operasional dapat terjalin dengan baik, sehingga karyawan mampu bekerjasama dengan karyawan lainnya. Karyawan operasional, mereka sangat memiliki hubungan yang baik dengan kerja (skor rataan sebesar 4,35). Artinya, karyawan operasional merasa hubungan yang sangat baik dengan rekan kerja membuat mereka nyaman dalam bekerja. Karyawan operasional, merasa sangat mampu menjaga sikap dan perilaku mereka dalam bekerja (skor rataan sebesar 4,23). Artinya, karyawan operasional sangat menyadari apabila pola sikap dan perilaku mereka dapat dijaga dengan baik, maka akan tercipta hubungan kerja yang harmonis antar karyawan. Secara umum dapat disimpulkan, bahwa etika kerja yang dimiliki karyawan operasional sudah berjalan sangat baik, dengan jumlah skor rataan sebesar 4,24 Tabel 22. Persepsi Karyawan Operasiomal terhadap Etika Kerja
c. Etika Kerja
Faktor
Skor Rataan
Selalu bekerja dengan berpakaian rapi dan sopan
4,36
Mampu bekerjasama dengan orang lain
4,76
Memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja
4,35
Selalu menjaga sikap dan perilaku
4,23
Jumlah
4,42
Keterangan Sangat Setuju Sangat Mampu Sangat Setuju Sangat Setuju Sangat baik
d. Kesejahteraan kerja Kesejahteraan
karyawan
merupakan
bentuk
usaha
yang
dilakukan perusahaan untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan dalam bekerja agar produktivitas mereka dapat meningkat. Program kesejahteraan karyawan yang harus disusun berdasarkan peraturan legal, berasaskan keadilan dan kelayakan
serta berpedoman
kepada kemampuan
perusahaan.
Kesejahteraan yang diberikan akan sangat berarti dan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental karyawan beserta 64
65
keluarganya.
Persepsi
karyawan
operasional
terhadap
faktor
kesejahteraan karyawan dapat dilihat pada Tabel 23. Menurut karyawan opersional, gaji yang diterima oleh mereka dinilai cukup sesuai dengan pekerjaan (skor rataan sebesar 3,25). Artinya, karyawan opersional merasa gaji yang diterima saat ini sebagai petugas pengumpul tol dirasa cukup, namun tidak menutupi keinginan karyawan untuk mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan hasil kerja mereka. Karyawan opersional merasa sangat puas karena berhak mendapatkan bonus atas prestasi kerja dengan skor rataan sebesar 4,29. Artinya, karyawan opersional sudah merasa sangat puas dengan bonus atas prestasi kerja mereka selama ini. Prestasi kerja yang diperoleh karyawan opersional tentunya bukan hal yang mudah, tanpa ada kemauan dan kerja keras mereka. Tabel 23. Persepsi Karyawan Opersional terhadap Kesejahteraan Kerja Faktor
Skor Rataan
d. Kesejahteraan kerja
Gaji yang didapat sesuai dengan pekerjaan Karyawan berhak mendapatkan bonus atas prestasi kerja Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja menjadi perhatian perusahaan Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan perusahaan Jumlah
3,25 4,29
Keterangan Cukup Sesuai Sangat Setuju
3,85
Baik
3,90
Sesuai
3,82
Baik
Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja menurut karyawan operasional menjadi perhatian perusahaan (skor rataan sebesar 3,85). Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan perusahaan dinilai sudah sesuai (skor rataan sebesar 3,85). Artinya, selama ini perusahaan sudah memberikan perhatian terhadap aspek kesehatan, kemanan dan keselamatan kerja dengan memberikan asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa. Hal ini dilakukan perusahaan, mengingat pekerjaan petugas pengumpul tol sangat berat dan penuh resiko.
65
66
Asuransi keluarga bagi karyawan juga mendapat perhatian perusahaan. Sehingga berbagai bentuk asuransi perlindungan yang diterima karyawan dari perusahaan, diharapkan menjadikan karyawan operasional akan merasa selalu dihargai, merasa aman dan lebih semangat untuk terus bekerja dalam melayani pelanggan jalan tol. Secara umum, kesejahteraan kerja bagi karyawan operasional yang diberikan perusahaan saat ini sudah berjalan dengan baik, dengan jumlah skor rataan sebesar 3,82. e. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah suatu kondisi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan karyawan untuk mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diterima. Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan menjadi sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila karyawan dapat melaksanakan segala kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Persepsi karyawan operasional terhadap faktor lingkungan kerja dapat dilihat pada Tabel 24. Kondisi lingkungan yang nyaman dan kondusif membantu karyawan operasional untuk terus bekerja lebih semangat (skor rataan sebesar 4,53). Artinya, perusahaan sudah membuat kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi karyawan operasional, sehingga karyawan lebih semangat dalam bekerja dan membantu mereka untuk berfikir kreatif dalam mengembangkan
perusahaan.
Menurut
karyawan
operasional,
perusahaan dinilai cukup memberikan kesempatan kepada karyawan yang berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi (skor rataan sebesar 3,11). Artinya pada kondisi yang ada saat ini, perusahaan belum cukup memberikan kesempatan tersebut kepada karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi yang berprestasi, hal ini dikarenakan seluruh keputusan manajemen ada pada kantor pusat yaitu PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
66
67
Keberadaan Gardu Tol Otomatis pada cabang Purbaleunyi, dinilai karyawan operasional dapat membantu meringankan pekerjaan mereka (skor rataan sebesar 3,66). Tantangan untuk bekerja lebih baik lagi timbul seiring dengan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (skor rataan sebesar 3,68). Artinya karyawan merasa sejak pelaksanaan Gardu Tol Otomatis, pekerjaan mereka dapat lebih ringan sehingga memotivasi mereka untuk bersedia menerima tantangan bekerja lebih baik lagi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa, faktor lingkungan kerja telah membuat karyawan operasional merasa dapat bekerja dengan lebih baik (jumlah skor rataan sebesar 3,75). Tabel 24. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Lingkungan Kerja
e. Lingkungan
Faktor
Skor Rataan Keterangan
Kondisi lingkungan yang nyaman dan kondusif membantu saya untuk terus bekerja lebih semangat Perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawan yang berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi Keberadaan GTO membantu meringankan pekerjaan Tantangan untuk bekerja lebih baik timbul seiring dengan pelaksanaan GTO Jumlah
4,53
Sangat Setuju
3,11
Cukup Setuju
3,66
Setuju
3,68
Bersedia
3,75
Baik
4.6. Uji F dan Uji t Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara serentak atau bersamaan akan berpengaruh terhadap variabel dependen pada model regresi sederhana yang dibangun. Variabel dependen yang dimaksud adalah karyawan operasional, sedangkan variabel independen atau variabel bebasnya adalah pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja. Berdasarkan hasil Uji F yang telah dilakukan (Tabel 25), maka diperoleh nilai Fhitung sebesar 11,776 dengan nilai probabilitas 0,001 lebih kecil dari 0,05 atau taraf nyata sebesar 5%, artinya terdapat pengaruh signifikan yang kuat antara persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Perseo) Tbk Cabang Purbaleunyi. 67
68
Tabel 25. Uji F ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares ,544 2,677 3,220
df 1 58 59
Mean Square ,544 ,046
F 11,776
Sig. ,001a
a. Predictors: (Constant), GTO b. Dependent Variable: PROD
Uji t berguna untuk menguji signifikasi regresi β, apakah variabel independen memiliki pengaruh yang nyata atau tidak. Kriteria pengujian yang digunakan untuk menerima atau menolak Hipotesis harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: Ho: Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan faktor-faktor produktivitas kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional. H1: Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan faktor-faktor produktivitas kerja, berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional. Hasil uji hipotesis pada taraf nyata yaitu 0,05 atau signifikasi t < 0,05 maka dapat dijelaskan bahwa, pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional. Pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas memiliki derajat bebas (db) sebesar 58, dengan thitung yang diperoleh sebesar 3,432 dan beta (β) sebesar 0,474, signifikasi sebesar 0,001 (Tabel 26). Tingkat signifikasi pada penelitian ini adalah (α) 5% atau 0,05, ternyata nilai p (0,000) lebih besar dari α (0,05), dengan demikian hipotesis (H1) dapat diterima sedangkan hipotesis (H0) dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini telah dapat diterima kebenarannya. Tabel 26. Uji t Coefficientsa
Model 1
(Constant) GTO
Unstandardized Coefficients B Std. Error 2,202 ,521 ,474 ,138
a. Dependent Variable: PROD
68
Standardized Coefficients Beta ,411
t 4,230 3,432
Sig. ,000 ,001
69
4.7. Implikasi Manajerial Antrian yang panjang saat memasuki jalan tol merupakan salah satu kondisi yang membuat tidak nyaman dan mengganggu kelancaran aktifitas perjalanan bagi pemakai jalan tol. Hal ini terjadi akibat penanganan transaksi pada gardu tol masih dilakukan secara konvensional yang memakan waktu cukup lama dalam setiap transaksinya, selain itu keterbatasan jumlah gardu yang mengakibatkan daya tampung untuk antrian kendaraan yang kurang memadai. Gardu Tol Otomatis menjadi solusi optimal dilakukan perusahaan untuk perbaikan waktu pelayanan gerbang dengan mempertimbangkan biaya pembangunan gardu dan penghematan yang terjadi akibat berkurangnya waktu antrian. Keberadaan GTO tanpa adanya petugas pengumpul tol, dinilai telah berbasis kemanusiaan, mengingat karyawan operasional merupakan bagian terpenting sebagai salah satu asset perusahaan untuk mendukung mutu pelayanan transaksi jalan tol sesuai Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah ditetapkan, maka faktor-faktor produktivitas menjadi hal penting untuk terus diperhatikan oleh perusahaan. Faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional yang perlu menjadi perhatian perusahaan yaitu kemauan kerja, kemampuan kerja, etika kerja, kesejahteraan karyawan dan lingkungan kerja perusahaan. Berikut penyesuaian-penyesuaian yang perlu dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, antara lain sebagai berikut: 1. Sosialisasi kepada pengguna jalan tol tentang pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) masih perlu ditingkatkan, karena moderenisasi gardu transaksi ini dinilai mampu mempercepat pelayanan transaksi jalan tol dan mengurangi penggunaan uang kembalian. Untuk mendukung pelayanan transaksi tol dengan GTO maka digunakan e-toll card (electronic toll card). Penggunaan e-toll card payment pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih sangat kurang, mengingat pelaksanaan Gardu Tol Otomatis pertama kali dilaksanakan pada Cabang Purbaleunyi. Oleh karenanya, sosialisasi pada media cetak maupun elektronik, reklame di sepanjang jalan tol Cabang Purbaleunyi mengenai pelaksanaan GTO dan e-toll card payment perlu dilakukan. 69
70
2. Dibutuhkan satu atau dua petugas pengumpul tol yang terus menjaga Gardu Tol Otomatis, meskipun GTO dapat bekerja tanpa perlu diawasi. Hal ini penting, karena kemungkinan terjadi kerusakan pada GTO secara mendadak disaat arus lalu lintas kendaraan menuju gerbang tol sedang padat dapat mengakibatkan penumpukkan dan antrian yang panjang. 3. Pelatihan dan keterampilan tambahan bagi petugas pengumpul tol, khususnya dalam bidang arus lalu lintas dan transaksi, serta pelatihan di berbagai bidang lainnya seperti kepemimpinan dan motivasi, kursus bahasa maupun komputer perlu dilakukan untuk menambah softskill mereka. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka dan upaya perusahaan untuk menghadapi persaingan bisnis jalan tol di masa yang akan datang. 4. Kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) di setiap unit kerja yang membahas berbagai permasalahan terkait dengan mutu pelayanan jalan tol perlu terus ditingkatkan. Keberadaan Gugus Kendali Mutu pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih sedikit, mengingat berbagai macam permasalahan yang terkait dengan mutu pelayanan jalan tol masih sering terjadi untuk solusi perbaikan..
70
71
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan, sebagai berikut: a. Penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, telah dinilai baik dan berjalan sesuai dengan pendekatan konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action). Pendekatan konsep PDCA dilakukan dalam rangka penerapan sistem manajemen mutu dalam setiap proses kegiatan kerja manajemen maupun kegiatan operasional perusahaan. b. Persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, dinyatakan sudah berjalan dengan baik dan memiliki pengaruh signifikan sebesar 11,776. Hal ini telah dibuktikan dengan semakin singkatnya waktu pelayanan transaksi pada gardu tol yang awal prosesnya berlangsung selama 7 detik, saat ini menjadi 3 detik per kendaraannya. c. Persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor produktivitas kerja dinyatakan telah berpengaruh signifikan sebesar 11,776 dengan hipotesis yaitu faktor-faktor produktivitas kerja berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional yaitu sebesar 3,432. 2.
Saran Saran yang dapat diberikan dalam rangka membangun perusahaan menjadi lebih berkembang antara lain sebagai berikut: a. Pembangunan Gardu Tol Otomatis dengan sistem gardu tandem perlu dilakukan mengingat keterbatasan jumlah gardu akibat tidak adanya kebijakan untuk membangun gardu baru. Hal ini bisa dijadikan solusi untuk mengurangi kepadatan antrian pada gardu transaksi, mengingat volume kendaraan yang tidak sesuai dengan kapasitas gardu.
71
72
b. Kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) disetiap unit kerja harus dilakukan untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi di perusahaan,
sehingga
memberikan
kesempatan
untuk
karyawan
berkreatifitas dalam mengeluarkan buah pikiran mereka dalam mendukung value added bagi perusahaan serta meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
72
73
DAFTAR PUSTAKA
Chandra., et al. 1991. Gugus Kendali Mutu. PT Pustaka Binama Pressindo, Jakarta. Crocker., et al. ,2004. GKM Pedoman, Partisipasi dan Produktivitas. PT Bumi Aksara, Jakarta. Gugus Kendali Mutu Pasteur. 2008. Optimalisasi Gardu Tol Otomatis. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, Bandung. Hasibuan, M.S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Iswanto, Y. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Universitas Terbuka, Jakarta. Jauhary, F. 2008. Analisis Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas Karyawan (Studi Kasus: PT Behaestex, Gresik). Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Maharani, I.R. 2008. Pengaruh Penerapan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mangkuprawira, S dan Hubeis, V.A. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia, Bogor. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Bogor. Pasteur, GKM. 2007. Optimalisasi Kinerja Gardu Operasional Gerbang Tol Minimum 175% Selama 21 Minggu. Bandung. Ravianto. 1990. Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang: Apa yang harus dilakukan Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta. Riestiany, R. 2008. Analisis Pengaruh Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada Plant 11 PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk). Sedarmayati, 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Mandar Maju, Bandung. Simanjuntak, P.J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit FE UI. Jakarta. Sinungan, M. 2008. Produktivitas: Apa dan Bagaimana. Bumi Aksara, Jakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
73
74
Sulaiman, W. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS. Andi. Yogyakarta. Sumarsono, S. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha ilmu. Yogyakarta. Timpe, A, D. 1999. The Art and Science of Business Management Productivity, Kend Publishing, New York. Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Uyanto, S. 2004. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta. Jasa Marga. 2008. Laporan Akhir Tahun 2009: http://www.jasamarga.com (23 Agustus 2010).
74
75
75
76
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Sdr/Sdri Kuesioner ini digunakan dalam rangka pengumpulan data sebagai bahan penelitian tugas akhir Selly Rachmalia (H24066005) pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis Analisis Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Faktor-faktor Produktivitas Kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Hasil dari penelitian ini nantinya akan memberikan masukan bagi pihak manajemen dalam mengelola sumber daya manusia. Mengingat arti penting kuesioner ini, maka saya mengharapkan kesedian Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk menjawab secara jujur sesuai dengan kondisi yang dirasakan. Kuesioner ini tidak berpengaruh apapun dan dijamin kerahasiaannya. Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat melakukan pengisian kuesioner dengan bantuan petunjuk pengisian yang telah tertera dibawah ini. Atas segala bantuan dan masukannya terimakasih. BAGIAN I. IDENTITAS RESPONDEN PETUNJUK: Isilah pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda checklist (√) pada salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan. 1. Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan 2. Usia : ....... Tahun 3. Pendidikan : ( ) SD ( ) SLTP Terakhir ( ) SMU/ Sederajat ( ) Perguruan Tinggi 4. Status Pernikahan : ( ) Belum menikah ( ) Menikah 5. Masa kerja : ........... Tahun 6. Unit Kerja/Bagian : ………………................................................... BAGIAN II PETUNJUK: 1. Isilah pernyataan dengan cara memberikan tanda checklist (√) pada pilihan yang dianggap paling sesuai dengan kondisi atau keadaan yang Bapak/Ibu/Sdr/Sdri rasakan selama pelaksanaan sistem GTO (Gardu Tol Otomatis) dan faktor-faktor produktivitas kerja. 2. Diharapkan semua pernyataan dapat diisi sesuai keadaan sebenarnya. Keterangan jawaban pernyataan: SS S CS TS STS
= = = = =
Sangat Setuju Setuju Cukup Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 76
77
Bagian I. Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) Jawaban No.
Pernyataan SS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Penutupan gardu pernah dilakukan karena GTO mengalami gangguan. KTME masih sering tersangkut pada CSD. Automatic Line Banner (ALB) akan selalu terbuka otomatis bersamaan dengan KTME yang diambil oleh pengguna jalan tol. GTO telah berfungsi dengan baik, tanpa perlu diawasi. Pelaksanaan GTO dapat dengan mudah digunakan pemakai jalan tol. CSD (Contactless Smart Dispenser) sering mengalami gangguan. Bagde Dinas selalu terbaca dengan baik oleh Contact Smartcard Terminal (CST). Pelaksanaan GTO perlu diterapkan pada gardu keluar. Pembangunan GTO baru selain untuk golongan kendaraan I. GTO masih dapat dimodifikasi kembali agar lebih modern. Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu masuk. Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar. Keberadaan GTO membantu mengurangi keluhan masyarakat mengenai pelayanan transaksi. Keberadaan GTO menjadi solusi jumlah gardu yang terbatas. Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan jumlah petugas pengumpul tol.
77
S
CS
TS
STS
78
Bagian II. Faktor-faktor Produktivitas Kerja Karyawan Operasional No.
Jawaban
Pernyataan SS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20
Saya selalu bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang saya lakukan. Saya memiliki rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang saya lakukan. Saya selalu mematuhi segala peraturan kerja yang ada. Saya selalu bertanggung jawab untuk ikut menjaga dan memelihara peralatan transaksi. Tugas yang dikerjakan saya dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Pekerjaan yang dilaksanakan saya dapat berjalan dengan baik. Hasil yang terbaik bagi perusahaan selalu saya usahakan. Saya sering meminta bantuan kepada rekan kerja dalam mengerjakan pekerjaan pokok saya. Saya selalu bekerja dengan rapi dan sopan. Saya mampu bekerjasama dengan orang lain. Saya memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja. Saya selalu berusaha menjaga sikap dan prilaku saya. Gaji yang saya dapat sesuai dengan pekerjaan saya. Karyawan berhak mendapatkan bonus atas prestasi yang dikerjakan. Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja menjadi perhatian perusahaan. Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan oleh perusahaan. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif, membantu saya untuk dapat terus bekerja lebih semangat. Perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawan yang berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Keberadaan GTO membantu meringankan pekerjaan saya. Tantangan untuk bekerja lebih baik timbul seiring dengan pelaksanaan GTO.
78
S
CS
TS
STS
79
Lampiran 2. Uji Validitas Kuesioner Uji Validitas Variabel Gardu Tol Otomatis (ttabel = 0,349) Pernyataan GTO 1 GTO 2 GTO 3 GTO 4 GTO 5 GTO 6 GTO 7 GTO 8 GTO 9 GTO 10 GTO 11 GTO 12 GTO 13 GTO 14 GTO 15
Validitas 0,672 0,572 0,511 0,643 0,599 0,671 0,726 0,659 0,533 0,676 0,722 0,608 0,735 0,624 0,530
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Uji Validitas Faktor-faktor Produktivitas Kerja (ttabel = 0,349) Pernyataan Prod 1 Prod 2 Prod 3 Prod 4 Prod 5 Prod 6 Prod 7 Prod 8 Prod 9 Prod 10 Prod 11 Prod 12 Prod 13 Prod 14 Prod 15 Prod 16 Prod 17 Prod 18 Prod 19 Prod 20
Validitas 0,767 0,734 0,791 0,504 0,552 0,604 0,532 0,761 0,679 0,669 0,608 0,771 0,404 0,350 0,445 0,687 0,630 0,448 0,531 0,541
79
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
80
Lampiran 3. Diagram Sebab Akibat Kinerja dari Gardu belum Optimal
80
81
Lampiran 4. Perencanaan dan Pelaksanaan Perbaikan No.
Penyebab Dominan
Why
What
Where
When
1
CSD rusak
- Agar card reader terus berfungsi membaca KTME - Agar tidak terjadi antrian - Agar pelayanan transaksi lebih cepat
Mencegah CSD rusak akibat terkena sinar matahari
Lajur masuk dan lajur keluar Gerbang Tol Pasteur
1s.d 16 Januari 2007
2
KTME tersangkut di CSD
8 s.d 22 Januari 2007
Jumlah gardu yang terbatas
- Mencegah KTME rusak masih digunakan - Mengupayakan prosedur pemeriksaan Mengoptimalkan operasional gardu yang terbatas
Lajur masuk dan lajur keluar Gerbang Tol Pasteur
3
Lajur masuk dan lajur keluar Gerbang Tol Pasteur
15 s.d 28 Januari 2007
4
Tidak ada kebijakan membangun gardu baru
- Agar dispenser dapat mengeluarkan KTME - Agar transaksi tidak sering terhenti - Agar tidak terjadi penumpukan kendaraan didepan gardu - Agar tidak terjadi penumpukan kendaraan di depan gardu - Agar pelayanan transaksi lebih cepat - Agar jumlah petugas yang ada mampu menangani volume lalu lintas Supaya dengan jumlah gardu yang ada dapat dioperasikan dengan lebih optimal
Membuat sistem operasional gardu yang baru
Lajur masuk dan lajur keluar Gerbang Tol Pasteur
1 Januari s.d 10 Februari 2007
No.
Who
How
1
Tri K
2
Afriza
3
Sri S
- Membuat penutup CSD supaya tidak tembus sinar matahari - Menyiapkan CST untuk mengantisipasi bila terjadi CSD rusak karena penyebab lalu lintas - Membuat penyortiran dan distribusi KTME - Membuat sistem perawatan dan pemeriksaan rutin KTME - Memasang gardu tandem - Mengoperasikan gardu tandem di belakang gardu 02 sebanyak 1 s.d 2 gardu - Melaksanakan 2 s.d 3 transaksi secara serentak - Memodifikasi mesin TCT agar dapat dioperasikan secara semi otomatis (dengan petugas minimal) dengan cara merubah sistem transaksi yang semula petugas memberikan KTME menjadi pemakaian jalan mengambil sendiri - Mensosialisasikan sistem sistem baru kepada pengguna jalan, berupa: pemasangan spanduk, rambu-rambu, petunjuk pengoperasian
4
Jumyati
81
How Much 100% 100%
100%
100%
82
Lampiran 5. Alur Proses Transaksi Sebelum dan Sesudah Perbaikan pada Gardu Masuk Alur Proses Transaksi Kendaraan Umum di Gardu Masuk (Entrance) Sebelum Perbaikan Kendaraan Masuk
Transaksi di Gardu
6. ALB Terbuka,Kendaraan lewat, setelah melewati LC, ALB menutup kembali
1. Identifikasi Jenis Kendaraan Tombol di Tekan oleh Petugas Pul-Tol
Kendaraan Keluar
2. Tekan Golongan Kendaraan
5. Berikan KTM-E ke Pemakai Jalan
3. Tekan Tombol ‘CASH’ untuk Pengesahan
4. KTM-E keluar dari CSD
Alur Proses Transaksi Kendaraan di Gardu Masuk (Entrance) Setelah Perbaikan
Kendaraan Masuk
Transaksi di Gardu
1. a. Tekan Tombol (kendaraan umum) Tombol di Tekan oleh Pemakai Jalan
b. Sentuhan Badge Dinas
2. KTM-E keluar dari CSD
82
Kendaraan Keluar
4. ALB Terbuka, Kendaraan lewat, setelah melewati LC, ALB menutup kembali
3. Ambil KTM-E dari drive CSD