KARAKTERISTIK GAMBUT PEDALAMAN, TRANSISI DAN PANTAI DI PROVINSI RIAU: KETERKAITAN TINGKAT DEKOMPOSISI DAN SIFAT KIMIA GAMBUT DENGAN PRODUKTIVITAS BIOMASSA KELAPA SAWIT
SELLY KHARISMA A14061693
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
SUMMARY SELLY KHARISMA. Characteristics of Inland, Transition, and Coastal Peatlands in Riau Province: Relationships between Degree of Decomposition and Chemical Properties of the Peat Materials with Oil Palm Biomass-Productivity (Under supervision of SUPIANDI SABIHAM and UNTUNG SUDADI). Increased demand for palm oil derivative products (CPO, crude palm oil) causes the ever faster rate of and widespread land clearing for oil palm plantation area. Land clearing for this purpose is generally perfomed on peat swamps. In Riau Province, until year 2007, the use of peatlands for cultivating various plantation crop commodities have reached ±817.593 ha. Since peatlands are considered vulnerable to land clearing, this activity and its subsequent land management should be based on the nature and characteristics of the peat material which is largely determined by its formation physiography. Based on this background, this study aims to assess the relationship between the degree of decomposition and chemical properties of peatlands developed on fresh-water, brackish and marine physiography with biomass productivity of cultivated oil palm with age of <6 and >6 years in Riau Province. Field observations and sampling of the peat materials were conducted in January 2010. The results showed that the peat materials of Riau that developed on freshwater, brackish and marine physiography were at hemic decomposition degree. Based on the relationship between the degree of decomposition and the value of E400/E600 ratio, peat materials of the fresh-water, brackish and marine physiography cultivated for oil palm with age of >6 years were dominated by oldhemic decomposition degree (E400/E600 <5,0). Whilst, it was found in the brackish physiography with oil palm of age of <6 years peat materials with hemic decomposition degree (E400/E600 >5,0). This suggests that the degree of humification of the peat materials on oil palm cultivating lands with age of <6 years were lower than those with age of >6 years. The average organic-C content of the inland and transition peatlands were higher than those of the coastal one. The acidity was in moderate to high level in which the higher average values of pH-H2O and pH-KCl were found in transition and coastal peatlands. The average concentration of total N, P2O5 and K2O were also higher in the transition and coastal peatlands. The highest total biomass productivity of oil palm was found in the transition peatlands, both at the age of <6 and >6 years. The results of this study provides additional scientific facts that as compared to the coastal and inland ones, the transition peatlands provide as the best medium for the cultivation of oil palm, especially in Riau Province. Key words: biomass, chemical properties, degree of decomposition, oil palm, peat
RINGKASAN SELLY KHARISMA. Karakteristik Gambut Pedalaman, Transisi dan Pantai di Provinsi Riau: Keterkaitan Tingkat Dekomposisi dan Sifat Kimia Gambut dengan Produktivitas Biomassa Kelapa Sawit (Dibimbing oleh SUPIANDI SABIHAM dan UNTUNG SUDADI). Peningkatan kebutuhan terhadap produk turunan minyak sawit (CPO, crude palm oil) menyebabkan laju pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang semakin cepat dan meluas. Pembukaan lahan untuk keperluan tersebut umumnya dilakukan pada lahan rawa gambut. Di Provinsi Riau, hingga tahun 2007, penggunaan lahan gambut untuk budidaya berbagai komoditas tanaman perkebunan telah mencapai ±817.593 Ha. Karena lahan gambut bersifat rentan terhadap pembukaan lahan, maka kegiatan tersebut dan pengelolaan lahan selanjutnya harus bertumpu pada sifat dan ciri bahan gambut yang sangat ditentukan oleh fisiografi pembentukannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan mengkaji keterkaitan antara tingkat dekomposisi dan sifat kimia gambut yang berkembang pada fisiografi rawa pedalaman, transisi dan pantai dengan produktivitas biomassa kelapa sawit dengan umur <6 dan >6 tahun di Provinsi Riau. Pengamatan lapang dan pengambilan contoh dilakukan pada Januari 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambut Riau yang berkembang pada fisiografi rawa pedalaman, transisi maupun pantai memiliki tingkat dekomposisi hemik. Berdasarkan hubungan antara tingkat dekomposisi dengan nilai rasio E400/E600, bahan gambut pedalaman, transisi dan pantai pada pertanaman kelapa sawit berumur >6 tahun didominasi oleh tingkat dekomposisi hemik tua (E400/E600 <5.0). Pada gambut transisi dengan umur kelapa sawit <6 tahun dijumpai bahan hemik (E400/E600 >5,0). Hal ini menunjukkan bahwa pada pertanaman kelapa sawit dengan umur <6 tahun, bahan gambut transisi memiliki tingkat humifikasi yang lebih rendah daripada pada pertanaman kelapa sawit dengan umur >6 tahun. Rataan kadar C-organik gambut pedalaman dan transisi lebih tinggi daripada gambut pantai. Kemasaman berada pada tingkat sedang hingga tinggi dengan rataan pH-H2O dan pH KCl yang lebih tinggi pada gambut transisi dan pantai. Rataan kadar total N, P2O5 dan K2O juga lebih tinggi pada gambut transisi dan pantai. Pada gambut transisi juga diperoleh produktivitas biomassa total kelapa sawit yang tertinggi, baik pada umur <6 maupun >6 tahun. Hasil penelitian ini memberikan tambahan fakta ilmiah bahwa dibandingkan dengan gambut pantai dan pedalaman, gambut transisi merupakan media terbaik bagi pertanaman kelapa sawit, khususnya di Provinsi Riau. Kata kunci: biomassa, gambut, kelapa sawit, sifat kimia, tingkat dekomposisi.
KARAKTERISTIK GAMBUT PEDALAMAN, TRANSISI DAN PEDALAMAN DI PROVINSI RIAU: KETERKAITAN TINGKAT DEKOMPOSISI DAN SIFAT KIMIA GAMBUT DENGAN PRODUKTIVITAS BIOMASSA KELAPA SAWIT
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
SELLY KHARISMA A14061693
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Karakteristik Gambut Pedalaman, Transisi dan Pantai di Provinsi Riau: Keterkaitan Tingkat Dekomposisi dan Sifat Kimia Gambut dengan Produktivitas Biomassa Kelapa Sawit Nama Mahasiswa : Selly Kharisma Nomor Pokok : A14061693
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP. 19490105 197403 1 001
Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc. NIP. 19621020 198903 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Selly Kharisma, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 September 1988, sebagai anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Ruchyat (Alm) dan Ibu Yayat. Masa pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Sejahtera I, Bogor pada tahun 1992, kemudian pada tahun 1994 hingga tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Rimba Putra, Bogor. Penulis melaksanakan wajib belajar di SLTP Negeri 7 Bogor hingga tahun 2003, dan melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 6 Bogor. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dengan mengikuti Program Strata 1 (S-1) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB), kemudian pada tahun 2007 penulis masuk pada Program Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Selama masa perkuliahan penulis pernah bergabung dalam kegiatan UKM MAX (Music Agricultural Expression) dan aktif dalam kegiatan komunitas seni dan budaya yang menamakan dirinya Onigiri Nihon Kurabu. Penulis juga aktif dalam kegiatan acara di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, seperti Cross Country, Masa Perkenalan Departemen, dan Seminar Nasional. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Tanah pada tahun ajaran 2009/2010.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Gambut Pedalaman, Transisi dan Pantai di Provinsi Riau: Keterkaitan Tingkat Dekomposisi dan Sifat Kimia Gambut dengan Produktivitas Biomassa Kelapa Sawit”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir Supiandi Sabiham, M.Agr. selaku pembimbing utama penelitian dan penulisan skripsi, atas bimbingan, arahan, kesabaran, waktu, serta pengambilan sampel di Provinsi Riau untuk penelitian, juga selaku pembimbing akademik penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 2. Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc. selaku pembimbing kedua, atas kesabaran, nasehat, motivasi, koreksi dan arahan-arahannya hingga penulis sampai pada penyelesaian skripsi ini. 3. Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, M. Sc. selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah memberikan saran untuk memperbaiki skripsi ini. 4. Anggota Tim Riset Toyota Foundation IPB 2010, Dr. Ir. Budi Nugroho, M.Si., Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc., Bapak Suwondo dan pihak lainnya yang terkait, yang telah memberikan bantuan dalam pengambilan sampel dan informasi yang banyak membantu penulis dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini. 5. Keluargaku, atas do’a, dukungan dan bantuannya selama ini. 6. Laboran Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis mengerjakan penelitian di laboratorium.
7. Teman-teman satu bimbingan (Tubagus Muhammad Dikas dan Rovanty Frizdew) atas bantuan, dukungan, nasihat serta kerjasamanya selama penulis menyelesaikan tugas akhir. 8. Teman-teman MSL 43 dan teman-teman Laboratorium Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah yang selalu memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis, khususnya Laras, Maretha, Nahrul, Bestari, Lolly, dan Arin. 9. Keluarga Onigiri Nihon Kurabu atas kebersamaannya selama ini. 10. Teman-teman Fauziah atas (Rizky, Ineu, Tuty, Lalis, Dewi), serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan masukkan terhadap kelancaran penyusunan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, November 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
iii
PENDAHULUAN Latar Belakang ......................................................................................
1
Tujuan ...................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa ........................................................................
3
Pengertian Tanah Gambut ....................................................................
3
Pembentukan, Bahan Asal dan Penyusun Gambut Tropika .................
5
Tingkat Dekomposisi dan Humifikasi Bahan Gambut .........................
7
Kadar C-organik Gambut .....................................................................
9
Kemasaman Gambut.............................................................................
9
Kandungan Hara Makro dan Kaitannya dengan Kesuburan Gambut ..
10
Kadar Nitogen Gambut ...............................................................
10
Kadar Fosfor Gambut ..................................................................
11
Kadar Kalium Gambut ...............................................................
11
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................
13
Pengamatan dan Pengambilan Contoh Bahan Gambut ........................
13
Analisis Sifat Kimia di Laboratorium ..................................................
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Gambut Riau .......................................................
16
Hubungan Tingkat Dekomposisi Gambut dengan Nilai Rasio E400/E600
19
Kadar C-organik dan Nilai pH..............................................................
22
Kadar Hara NPK dan Produktivitas Biomassa Kelapa Sawit...............
25
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...........................................................................................
31
Saran………………………………………………………………….
31
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
32
LAMPIRAN ..................................................................................................
35
i
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Lokasi Pengamatan Lapang dan Pengambilan Contoh Bahan Gambut pada Fisiografi Rawa Gambut Pantai, Transisi dan Pedalaman dengan Tipe Penggunaan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Berumur <6 dan >6 Tahun di Provinsi Riau.................................................................
13
2. Bahan Gambut Riau yang Dianalisis Sifat Kimianya ..............................
14
3. Parameter dan Metode Analisis Sifat Kimia Gambut Riau .....................
15
4. Karakteristik Umum Gambut Riau ..........................................................
17
5. Hubungan Kadar Serat, Indeks Pirofosfat dan Nilai Rasio E400/E600 dengan Tingkat Dekomposisi Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
20
6. Kadar C-organik dengan Nilai pH H2O (1:1) dan KCl (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun ..................................................................
22
7. Kadar Total N, P2O5, dan K2O Gambut Riau...........................................
26
8. Kriteria Kesuburan Gambut .....................................................................
28
9. Produktivitas Biomassa Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Riau ...........
30
ii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Kadar C-organik Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
23
2. Nilai pH H2O (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
23
3. Nilai pH KCl (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
24
4. Kadar N-total Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
27
5. Kadar P2O5-total Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Rambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
27
6. Kadar K2O-total Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit <6 dan >6 Tahun ...................................
28
iii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Peta Lokasi Pengambilan Contoh Bahan Gambut Riau ...........................
36
2. Deskripsi Profil Gambut Pantai pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 Tahun ..................................................................................................
37
3. Deskripsi Profil Gambut Pantai pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur >6 Tahun ..................................................................................................
38
4. Deskripsi Profil Gambut Transisi pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 Tahun ..................................................................................................
39
5. Deskripsi Profil gambut Transisi pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur >6 Tahun ..................................................................................................
40
6. Deskripsi Profil Gambut Pedalaman pada Pertanaman Kelapa Sawit >6 Tahun ..................................................................................................
41
7. Kadar serat, Indeks Pirofosfat dan Tingkat Dekomposisi Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun ..................................................................
42
8. Nilai Absorban Spektrofotometri pada Panjang Gelombang 400 nm Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun..................................
44
9. Nilai Absorban Spektrofotometri pada Panjang Gelombang 600 nm Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun..................................
44
10. Rasio E400/E600 Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
46
11. Kadar C-organik Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
48
12. Nilai pH H2O (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
52
13. Nilai pH KCl (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun .........................
54
14. Kadar Total N, P2O5 dan K2O Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun . .
56
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Luas lahan rawa gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta ha, dan dari luasan tersebut sekitar 7,2 juta ha terdapat di Pulau Sumatera. Luas lahan gambut di Provinsi Riau (termasuk tanah mineral bergambut) adalah 4.043.602 ha atau 45% dari total luas lahan yang tersebar di 10 kabupaten/kota. Enam Kabupaten di Provinsi Riau yang memiliki lahan gambut paling luas berturut-turut adalah Kabupaten Indragiri Hilir (983 ribu ha, atau 24,3% dari total lahan di Provinsi), Bengkalis (856 ribu ha, atau 21,2%), Pelalawan (680 ribu ha, atau 16,8%), Siak (504 ribu ha, atau 12,5%), Rokan Hilir (454 ribu ha, atau 11,2%), dan Indragiri Hulu (222 ribu ha, atau 5,5%). Kabupaten yang lain seperti Kampar, Karimun, dan Pekanbaru hanya mempunyai lahan gambut kurang dari 5% (Wahyunto, 2005). Penggunaan lahan gambut untuk perkebunan di Provinsi Riau mencapai ± 817.593 ha (Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2007). Peningkatan kebutuhan terhadap produk turunan minyak sawit (CPO, crude palm oil) menyebabkan laju pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang semakin cepat dan meluas. Lahan rawa gambut bersifat rentan terhadap aktivitas pembukaan lahan. Oleh karena itu, pembukaan lahan dan pengelolaannya harus bertumpu pada sifat dan ciri bahan gambut yang sangat ditentukan oleh fisiografi pembentukannya. Gambut berasal dari bahan organik yang terakumulasi dalam kondisi anaerob. Kondisi anaerob disebabkan oleh air yang menggenangi bahan organik secara terus-menerus sehingga terbentuk lapisan bahan organik (Soil Survey Staff, 1999). Kandungan C-organik gambut bervariasi dari 12-60%. Gambut dapat dikelompokkan berdasarkan proses atau tingkat dekomposisinya, yaitu fibrik (mentah), hemik (sedang), dan saprik (matang). Proses dekomposisi gambut berhubungan erat dengan pembentukan humus melalui proses humifikasi (Barchia, 2006). Humus adalah bahan gambut yang sudah stabil atau sulit terdekomposisi lagi, yaitu asam humat dan asam fulvat. Jumlah humus yang terekstraksi meningkat dengan meningkatnya kematangan bahan gambut.
2
Berdasarkan status hara, gambut dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu gambut eutropik yang subur, gambut mesotropik dengan kesuburan sedang, dan gambut oligotropik sebagai gambut miskin hara (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974). Penggolongan tersebut didasarkan pada kandungan nitrogen (N), kalium (K), fosfor (P), dan kalsium (Ca) serta kadar abu. Gambut tropika yang bersifat ombrogen dan oligotrofik biasanya bersifat masam atau sangat masam dengan kisaran pH dari 3,0 sampai 4,5. Variasi dalam kisaran dapat disebabkan oleh pencampuran tanah mineral yang dapat meningkatkan pH atau karena adanya lokasi spesifik di dalam rawa gambut tersebut (Andriesse, 1988). Menurut Andriesse (1988), hubungan bahan gambut dengan aspek geomorfologis atau fisiografis gambut yang dikenal sebagai rawa gambut (peat swamp) tidaklah dapat dipisahkan. Kedua aspek tersebut sangat penting dipelajari dan dikelola dalam kaitannya dengan pengelolaan lahan gambut.
Tujuan Penelitian Mengkaji keterkaitan antara tingkat dekomposisi dan sifat kimia gambut pada fisiografi pantai, transisi dan pedalaman dengan produktivitas biomassa kelapa sawit pada umur <6 dan >6 tahun di Provinsi Riau.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Lahan Rawa Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun selalu jenuh air atau tergenang air dangkal. Swamp adalah istilah umum untuk rawa yang menyatakan wilayah lahan atau area yang secara permanen selalu jenuh air, permukaan air tanahnya dangkal, atau tergenang air dangkal hampir sepanjang waktu dalam setahun. Lahan rawa juga merupakan lahan basah (wetland), yang menurut definisi Ramsar Convention salah satunya mencakup lahan gambut (peatland) yang terbentuk secara alami atau buatan, dengan air yang tidak bergerak atau mengalir, baik air tawar, payau maupun asin (Wibowo dan Suyatno, 1997). Vegetasi yang tumbuh pada wilayah rawa dalam kondisi alami terdiri atas jenis semak-semak sampai pohon-pohonan, dan di daerah tropika biasanya berupa hutan rawa gambut atau hutan gambut (Subagyo, 2006). Hutan rawa gambut adalah hutan yang tumbuh di atas lapisan gambut, yaitu tumpukan bahan organik yang sedikit terurai dengan tebal 1-20 m dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan yang rata-rata miskin unsur hara (Soerianegara, 1977). Hutan rawa gambut di Indonesia kebanyakan berada pada lahan pasang surut di kawasan pantai dan sebagian berada pada rawa-rawa atau danau, baik danau pegunungan maupun danau dataran rendah. Gambut di rawarawa merupakan gambut topogen, sedangkan gambut pasang surut yang tergolong gambut ombrogen banyak terdapat di pantai Timur Sumatera (Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung) (Istomo, 1992).
Pengertian Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau yang berdasarkan kriteria USDA (1998) digolongkan ke dalam order Histosol. Lahan gambut merupakan lahan yang berasal dari bentukan gambut beserta vegetasi yang terdapat di atasnya, umumnya terbentuk di daerah yang memiliki topografi yang rendah, bercurah hujan tinggi atau di daerah yang suhunya rendah. Tanah gambut mempunyai kandungan bahan organik tinggi, dengan kandungan C-organik >12%, dan kedalaman gambut
4
minimun 50 cm. Tanah gambut diklasifikasikan sebagai Histosol dalam sistem Klasifikasi FAO Unesco (1994), di mana tanah gambut merupakan tanah yang mengandung bahan organik lebih besar dari 30%, dalam lapisan setebal 40 cm atau lebih, di bagian 80 cm teratas pada profil tanah (Rina et al., 2007). Wijdjaja-Adhi
(1988)
menggolongkan
tanah
gambut
berdasarkan
ketebalan bahan gambut. Tanah yang memiliki ketebalan gambut kurang dari 50 cm disebut sebagai tanah bergambut. Kemudian tanah gambut dibedakan atas ketebalan gambut, yaitu gambut dangkal (50-100 cm), gambut sedang (100-200 cm), gambut dalam (200-300 cm) dan gambut sangat dalam (>300 cm). Menurut Hartatik dan Suriadikarta (2006), berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, tanah gambut juga dapat dikelompokkan menjadi: (a) gambut pantai atau pasang surut, yaitu gambut yang dominan dipengaruhi oleh pasang surut air laut; (b) gambut pedalaman, yaitu gambut yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut; (c) gambut peralihan (transisi), yaitu gambut yang terdapat di antara gambut pantai dan gambut pedalaman. Gambut pantai merupakan gambut yang dipengaruhi oleh lingkungan marin atau air laut dan pada lapisan bawah gambut dijumpai tanah mineral liat, dan vegetasi asal mangrove. Gambut pedalaman merupakan gambut yang dipengaruhi oleh lingkungan yang bergantung pada keadaan iklim atau curah hujan dan sangat miskin unsur hara serta mempunyai vegetasi hutan kayu-kayuan berdaun lebar (Angiospermae). Gambut transisi memiliki sifat diantara gambut pantai dan pedalaman serta mempunyai vegetasi hutan mangrove dan kayukayuan berdaun lebar (Angiospermae) (Sabiham, 1986). Gambut juga merupakan sumberdaya alam yang memiliki banyak kegunaan, antara lain untuk budidaya tanaman pertanian maupun kehutanan, akuakultur, bahan bakar, media pembibitan, ameliorasi tanah dan untuk menyerap zat pencemar lingkungan. Menurut Radjagukguk (2003) lahan gambut tropika yang terdapat di Indonesia dicirikan atas, (1) Biodiversitas atau keragaman hayati yang khas dengan kekayaan flora dan fauna; (2) Fungsi hidrologisnya, yaitu sebagai penyimpan air tawar dalam jumlah yang sangat besar, dimana satu juta lahan gambut tropika setebal 2 meter diperkirakan dapat menyimpan 1,2 juta m3 air; (3) Sifatnya yang rapuh, karena dengan aktivitas pembukaan lahan dan
5
drainase (reklamasi) akan mengalami pengamblesan (subsidence), percepatan penguraian (dekomposisi) dan sifat kering tidak balik (irreversible drying), serta rentan terhadap bahaya erosi; (4) Sifatnya tidak terbarukan karena membutuhkan waktu 5.000-10.000 tahun untuk pembentukannya sampai mencapai ketebalan maksimum sekitar 20 m, sehingga perkiraan laju pembentukannya adalah 1cm/ 5 tahun, di bawah vegetasi hutan; (5) Bentuk lahan dan sifat-sifat tanahnya yang khas, dengan bentuk lahannya seperti kubah, dalam keadaannya yang jenuh atau tergenang pada kondisi alamiah, serta sifat fisika dan kimianya yang sangat berbeda dengan tanah-tanah mineral.
Pembentukan, Bahan Asal dan Penyusun Gambut Tropika Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman purba yang berlapislapis hingga mencapai ketebalan >30 cm. Proses penimbunan bahan sisa tanaman ini merupakan proses geogenik (bukan pedogenik, seperti tanah-tanah mineral) yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama (Hardjowigeno, 1986). Pembentukan gambut di Indonesia terutama di Sumatera dan Kalimantan terjadi pada masa glasial, di mana pencairan es menyebabkan peningkatan muka air laut dan Sunda Shelf tergenang oleh air yang kemudian membentuk rawa-rawa. Akibatnya vegetasi yang ada menjadi terbenam dan mati, sehingga bahan-bahan organik menjadi terakumulasi (Barchia, 2006). Proses pembentukan gambut yang diakibatkan oleh kondisi air tergenang disebut sebagai paludifikasi. Hasil penelitian Andriesse (1988) menunjukkan bahwa gambut di daerah tropika berumur kurang dari 10.000 tahun. Gambut di kepulauan Riau dan Teluk Keramat diperkirakan berumur 2.000-6.000 tahun (Neuzil, 1997 dalam Noor, 2001). Bahan gambut tropika Indonesia berasal dari bahan organik yang terakumulasi dalam kondisi anaerob. Kondisi anaerob disebabkan oleh air yang menggenangi bahan organik secara terus-menerus sehingga terbentuk lapisan bahan organik. Lapisan bahan organik ini makin lama makin tebal, sehingga pada ketebalan 40 cm dapat disebut tanah gambut (Soil Survey Staff, 1999). Bahan organik tanah adalah akumulasi dari sisa tumbuhan dan hewan. Bahan organik dapat terdekomposisi baik secara lambat maupun terus-menerus. Fraksi bahan organik yang telah terdekomposisi disebut sebagai humus (Tan, 1995).
6
Tanah gambut tropika sangat dipengaruhi oleh karakteristik iklim seperti curah hujan yang tinggi, evapotranspirasi dan rata-rata temperatur harian yang tinggi. Karakteristik iklim berpengaruh langsung terhadap karakteristik rawa gambut seperti hidrologi, dan berpengaruh secara tidak langsung terhadap species tumbuhan yang mendominasinya (Andriesse, 1988). Tumbuhan yang nampak pada tanah gambut di Indonesia menurut Poerwowidodo (1990) adalah tumbuhan berkayu, rerumputan teki, semak glagah, rerumputan mendong (purun) dan semak atau hutan paku-pakuan. Menurut Istomo (1992) flora hutan rawa gambut terdiri atas jenis Palmae, Pandanus, Podocarpus dan wakil-wakil dari kebanyakan family Dipterocarpaceae, tetapi banyak dari jenis-jenis tersebut khas dari tipe vegetasi hutan rawa gambut. Jumlah jenis di dalam hutan gambut relatif terbatas, di daerah Sumatera terdapat 100 jenis. Vegetasi asal gambut tropika disusun atas vegetasi kayu berdaun lebar (Angiospermae) dan vegetasi kayu berdaun jarum (Gymnospermae) dengan kandungan lignin yang dominan (Timell, 1964 dalam Riwandi, 2001). Fisiografi atau ekosistem tempat pembentukan gambut (pantai, transisi dan pedalaman) sangat menentukan sifat-sifat bawaan gambut. Sifat-sifat bawaan gambut adalah sifat yang melekat pada gambut, seperti kadar air, kadar serat, kadar C-organik, kadar N, dan sifat kering tidak balik (Riwandi, 2001). Gambut yang terdiri atas vegetasi mangrove dapat dijumpai di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan proses pembentukannya, gambut dapat dibedakan atas gambut ombrogen dan gambut topogen. Gambut ombrogen adalah gambut yang pembentukannya dipengaruhi oleh curah hujan. Gambut ombrogen digolongkan juga sebagai gambut oligotrofik dan sebagian mesotrofik. Gambut topogen adalah gambut yang pembentukannya dipengaruhi oleh keadaan topografi dan air tanah. Jenis gambut topogen juga disebut sebagai gambut eutrofik (Noor, 2001). Komposisi kimia penyusun bahan gambut berpengaruh terhadap sifat-sifat bawaan bahan gambut. Gambut terdiri atas bahan yang tahan dan mudah mengalami proses penguraian (dekomposisi). Bahan gambut yang tahan terdekomposisi menghasilkan bahan humus yang stabil, sedangkan bahan gambut
7
yang mudah terdekomposisi menghasilkan bahan yang tidak stabil. Contoh bahan humus yang stabil adalah asam humat dan asam fulvat, sedangkan bahan yang tidak stabil adalah senyawa-senyawa antara (intermediate compounds) seperti asam-asam karboksilat dan fenolat (Riwandi, 2001). Bahan gambut tropika Indonesia berasal dari hutan kayu-kayuan dengan kandungan lignin yang tinggi, sedangkan bahan gambut Eropa berasal dari lumut Spagnum sp. dengan kandungan selulosa dan hemiselulosa yang tinggi (Polak, 1975). Tanaman hutan kayu-kayuan mengandung senyawa C-alkil, C-aromatik, C-fenolik, dan C-karbonil lebih banyak daripada tanaman lumut. Bahan gambut dengan kandungan lignin yang tinggi tahan terdekomposisi (Gregorich et al., 1996).
Tingkat Dekomposisi dan Humifikasi Bahan Gambut Gambut dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat dekomposisi, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Bahan fibrik merupakan bahan gambut yang masih mentah, biasanya diendapkan di lapisan bawah. Bahan ini banyak mengandung serat yang dipertahankan dalam bentuk asalnya dan dapat diidentifikasi asal botaninya. Bahan hemik dan saprik merupakan bahan gambut yang separuh matang dan sangat matang, biasanya ditemukan di atas lapisan bahan fibrik. Bahan fibrik berada di lapisan bawah, sedangkan bahan hemik di tengah, dan bahan saprik di atas dalam profil tanah sebab bahan gambut yang dibentuk pertama kali bersifat fibrik. Bahan fibrik berada dalam keadaan tergenang yang suatu saat mengalami pengeringan sehingga terdekomposisi menjadi bahan hemik dan bahan saprik (Sabiham, 1989). Gambut fibrik, hemik dan saprik berturut-turut memiliki kandungan serat <2/10 atau <1/6 bagian volume, 2/10-4/10, dan >4/10. Analisis indeks pirofosfat (IP) adalah uji warna gambut untuk mendukung penetapan tingkat dekomposisi gambut dengan cara menetapkan selisih value dan chroma dalam hue 10 YR dengan menggunakan buku Munsell Soil Color Chart. Gambut fibrik mempunyai IP ≥7/1, 7/2, 8/1, 8/2, atau 8/3. Gambut saprik mempunyai IP 5/1, 6/2, dan 7/3 (Soil Survey Staff, 1999).
8
Humus adalah senyawa kompleks amorfus yang bersifat koloidal dan resisten terhadap pelapukan, hasil modifikasi dan sintesis mikrob tanah. Humus tanah gambut memiliki hubungan erat dengan tingkat dekomposisi bahan gambut yang membentuknya. Jumlah humus terekstraksi dari bahan gambut akan meningkat apabila proses dekomposisi bahan gambut terus berlanjut. Bahan gambut yang tahan terdekomposisi menghasilkan bahan humus yang stabil yaitu asam humat dan asam fulvat. Asam humat dan asam fulvat dihasilkan bahan gambut melalui proses humifikasi (Barchia, 2006). Tingkat humifikasi bahan gambut menunjukkan sejumlah bahan humus yang terekstraksi dari bahan gambut (Tsutsuki dan Kondo, 1995). Asam humat mengandung senyawa aromatik lebih banyak daripada asam fulvat. Asam fulvat mengandung senyawa alifatik lebih banyak daripada asam humat (Ricca dan Severini, 1993). Penetapan tingkat humifikasi bahan organik melalui penetapan rasio E400/E600 telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Nilai rasio E400/E600 menunjukkan rasio konsentrasi asam fulvat dan asam humat. Nilai E400 adalah nilai absorban spektrofotometri pada panjang gelombang 400 nm, yang menunjukkan konsentrasi asam fulvat, sedangkan nilai E600 merupakan nilai absorban spektrofotometri pada panjang gelombang 600 nm yang menunjukkan konsentrasi asam humat. Konsentrasi asam fulvat yang dominan menunjukkan tingkat humifikasi gambut yang belum berkembang lanjut yang artinya bahan gambut masih dalam kondisi mentah, sedangkan konsentrasi asam humat yang dominan menunjukkan tingkat humifikasi gambut yang telah berkembang lanjut (Riwandi, 2001). Bila rasio E400/E600 ≥8, bahan gambut mengandung asam fulvat yang dominan, sedangkan rasio E400/E600 berkisar 3-5 menunjukkan bahan gambut mengandung asam humat yang dominan (Tan dan Giddens, 1972). Menurut Stevenson (1994) rasio E400/E600 >6,5 menunjukkan konsentrasi asam fulvat yang dominan daripada asam humat, sedangkan rasio E400/E600 <5 menunjukkan konsentrasi asam humat lebih dominan daripada asam fulvat. Apabila rasio E400/E600 berada di antara kedua nilai E400/E600 tersebut, berarti terjadi keseimbangan konsentrasi asam fulvat dan asam humat di dalam bahan gambut.
9
Kadar C-organik Gambut Kandungan karbon bahan organik gambut dapat bervariasi dari 12 sampai 60 persen. Ekono (1981 dalam Andriesse, 1988), dalam tinjauannya mengenai gambut sebagai sumber energi, menunjukkan nilai-nilai C-organik sebesar 48%50% pada gambut fibrik, 53%-54% pada gambut hemik, dan 58%-60% pada gambut saprik. Meskipun gambut-gambut yang sangat terdekomposisi memiliki nilai-nilai C-organik lebih tinggi daripada gambut yang kurang terdekomposisi, tetapi perbedaannya dalam dekomposisi tidak pernah lebih dari 10%.
Kemasaman Gambut Kemasaman (pH) tanah-tanah organik berkaitan dengan kehadiran senyawa-senyawa organik, aluminium dan hidrogen yang dapat dipertukarkan, serta besi sulfida dan senyawa-senyawa sulfur lainnya yang dapat dioksidasi. Kisaran kemasaman dalam bahan-bahan organik sangat lebar. Gambut-gambut tropika yang bersifat ombrogen dan oligotrofik biasanya bersifat masam atau sangat masam dengan kisaran pH dari 3,0 sampai 4,5. Variasi dalam kisaran ini disebabkan oleh pencampuran tanah mineral yang biasanya meningkatkan pH atau karena adanya lokasi spesifik di dalam rawa gambut tersebut. KTK (Kapasitas Tukar Kation) juga sangat bergantung pada nilai pH, karena ion hidrogen tetap terkait erat atau terikat dengan gugus fungsional di dalam bahan-bahan asam dan tidak menunjukkan sifat-sifat pertukaran (Andriesse, 1988). Hasil pengamatan pH-H2O pada gambut ombrogen yang tidak terganggu (undisturbed) di kawasan Sebangau (Kalimantan Tengah) menunjukkan rata-rata sebesar 3,56. Nilai pH bagian dasar mendekati lapisan mineral lebih tinggi dua unit (Rieley et al., 1996). Gambut Indonesia yang berasal dari kayu, yang didominasi oleh lignin cenderung memiliki nilai pH yang rendah (Salampak, 1999). Tingkat kemasaman gambut dalam relatif lebih tinggi daripada gambut dangkal. Gambut dangkal memiliki pH antara 4,0-5,1, sedangkan gambut dalam mempunyai pH antara 3,1-3,9 (Subagyo, 1997).
10
Kandungan Hara Makro dan Kaitannya dengan Kesuburan Gambut Gambut di Indonesia umumnya merupakan gambut ombrogen, terutama gambut pedalaman yang terdiri atas gambut tebal dan miskin hara yang digolongkan ke dalam tingkat oligotrofik (Barchia, 2006). Gambut pantai pada umumnya tergolong ke dalam gambut eutrofik karena adanya pengaruh air pasang surut. Air pasang surut mengandung bahan-bahan halus dan bahan terlarut lain yang berasal dari daratan karena terbawa oleh aliran air sungai pada waktu banjir atau berasal dari lautan karena naiknya air laut pada saat terjadinya pasang (Andriesse, 1974). Tanah gambut yang memiliki ketebalan tinggi atau mencapai >3 meter umumnya tidak subur, karena vegetasi pembentuknya terdiri atas vegetasi yang miskin unsur hara, yaitu tanaman dan pepohonan dengan kadar abu tinggi yang memiliki sifat sulit terdekomposisi (Rismunandar, 2001). Tanah gambut memiliki kadar hara yang relatif rendah, baik unsur makro maupun mikro, jika dibandingkan dengan tanah mineral. Umumnya kadar hara dalam gambut lebih rendah pada bagian bawah dibandingkan lapisan atas, karena sebagian besar unsur tersebut terlibat dalam daur hara dan kebanyakan tersimpan dalam vegetasi setempat (Driessen, 1978). Kesuburan alamiah tanah gambut sangat beragam, tergantung pada beberapa faktor, yaitu ketebalan lapisan gambut dan tingkat dekomposisinya, komposisi tanaman penyusun gambut, dan tanah mineral yang berada di bawah lapisan tanah gambut (Andriesse, 1974). Menurut (Hardjowigeno, 1996), tingkat kesuburan gambut dipengaruhi oleh tingkat kematangan gambut yang ditentukan oleh sifat, bahan penyusun, dan tingkat dekomposisinya. Semakin tinggi tingkat kematangan gambut maka akan semakin baik sifat fisik kimia tanahnya.
Kadar Nitrogen Gambut Kadar Nitrogen pada tanah gambut kayu-kayuan berkisar 0,3%-4,0% dan untuk gambut tropika Indonesia berkisar 1-2% dan hanya sekitar separuh yang dapat diserap oleh tanaman (Lucas, 1982 dalam Noor, 2001). Kandungan N yang menurun menurut kedalaman merupakan sifat umum gambut (Andriesse, 1988). Kadar Nitrogen relatif lebih tinggi pada lapisan atas dibandingkan lapisan bawah
11
(Noor, 2001). Berdasarkan data evaluasi bahan gambut Sumatera dan Kalimantan dalam Subagyo (2006), gambut dangkal (50-100 cm) dan gambut sedang (104200 cm) memiliki kandungan total Nitrogen yang bervariasi dari sedang sampai tinggi, cenderung tetap atau sedikit menurun pada lapisan bawah, dengan rata-rata sangat tinggi pada gambut dangkal (1,34-1,50%) dan gambut sedang (1,461,78%) di lapisan atas, kemudian tinggi sampai sangat tinggi pada gambut dangkal (0,74-1,21%) dan gambut sedang (0,72-1,10%) di lapisan bawah. Gambut dalam (210-300 cm) dan gambut sangat dalam (300-500 cm) memiliki kandungan N yang tergolong sangat tinggi di seluruh lapisan, dengan rata-rata 0,95-1,94% pada gambut dalam dan 1,06-2,02% pada gambut sangat dalam.
Kadar Fosfor Gambut Kadar Fosfor (P) pada tanah gambut sangat beragam. Sebagian P berada dalam bentuk organik sehingga memerlukan proses mineralisasi untuk dapat digunakan tanaman. Total P menurun hingga kedalaman 40 cm dan selanjutnya terus menurun secara bertahap, namun kadar P relatif lebih tinggi pada lapisan atas dibandingkan dengan lapisan bawah (Noor, 2001). Tanah-tanah organik dalam kondisi alami biasanya mempunyai kandungan fosfor yang sangat rendah, yaitu 0,0-0,5%, setara dengan 0,0-1,1% P2O5 dan nilai rata-rata untuk gambut oligotrofik yang umumnya dijumpai di daerah tropika adalah kurang dari 0,04%, setara dengan kurang dari 0,10% P2O5 (Andriesse, 1988). Berdasarkan kriteria tingkat kesuburan gambut, kandungan P2O5 untuk gambut eutrofik, mesotrofik, dan oligotrofik berturut-turut sebesar 0,25%, 0,20%, dan 0,05% (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).
Kadar Kalium Gambut Kadar Kalium (K) pada tanah gambut relatif rendah. Hasil penelitian Riwandi (2001) pada gambut Jambi dan Kalimantan Tengah menunjukkan kadar K-total dan kandungan basa-basa lain serta unsur hara mikro gambut tergolong relatif sangat rendah, sehingga gambut Jambi dan Kalimantan Tengah disebut gambut oligotrofik. Kadar K-total gambut Jambi dan Kalimantan Tengah berturutturut sebesar 0,0108-0,0488%, setara dengan 0,0129-0,0586% K2O dan 0,0109-
12
0,0541%, setara dengan 0,0131-0,0649% K2O. Berdasarkan kriteria tingkat kesuburan gambut, kandungan K2O untuk gambut eutrofik, mesotrofik, dan oligotrofik berturut-turut sebesar 0,10%, 0,10%, dan 0,03% (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).
13
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian terdiri atas pengamatan lapang dan pengambilan contoh bahan gambut serta analisis laboratorium. Pengamatan lapang dan pengambilan contoh bahan gambut dilakukan pada Januari 2010. Peta lokasi pengamatan lapang dan pengambilan contoh bahan gambut disajikan pada Lampiran 1. Analisis sifat kimia gambut dilakukan pada Februari hingga Juni 2010 di Laboratorium Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
Pengamatan dan Pengambilan Contoh Bahan Gambut Pengamatan lapang dan pengambilan contoh bahan gambut dilakukan oleh Tim Riset Toyota Foundation IPB 2010. Dalam pengamatan lapang dilakukan pencatatan kondisi fisiografi, umur, aspek budidaya dan biomassa kelapa sawit, kedalaman air tanah serta deskripsi profil gambut. Parameter yang diamati pada biomassa kelapa sawit terdiri dari BKT pelepah (ton/ha), BKT tandan (ton/ha), volume batang (m3/ha) dan biomassa batang (ton/ha). Pengambilan contoh bahan gambut dilakukan dengan menggunakan bor gambut pada 3-4 titik sebagai ulangan untuk setiap kombinasi fisiografi rawa gambut (pantai, transisi, dan pedalaman) serta umur pertanaman kelapa sawit (<6 dan >6 tahun) (Tabel 1 dan Lampiran 1). Tabel 1.
No
Lokasi Pengamatan Lapang dan Pengambilan Contoh Bahan Gambut pada Fisiografi Rawa Gambut Pantai, Transisi dan Pedalaman dengan Tipe Penggunaan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Berumur <6 dan >6 Tahun di Provinsi Riau Fisiografi Lokasi Penggunaan Lahan
1.
Marine peat swamp (rawa gambut pantai)
Kabupaten Bengkalis Kota Dumai
Kebun kelapa sawit <6 tahun Kebun kelapa sawit >6 tahun
2.
Brackish peat swamp (rawa gambut transisi)
Kabupaten Siak Kabupaten Indragiri Hilir
Kebun kelapa sawit <6 tahun Kebun kelapa sawit >6 tahun
3.
Fresh water peat swamp (rawa gambut pedalaman)
Kabupaten Kampar
Kebun kelapa sawit <6 tahun Kebun kelapa sawit >6 tahun
14
Peralatan utama yang digunakan dalam pengambilan contoh bahan gambut di lapangan adalah GPS, bor gambut (Eijelkamp) dan Munsell Soil Color Chart serta peralatan lapang lainnya.
Analisis Sifat Kimia di Laboratorium Analisis sifat kimia dilakukan terhadap contoh bahan gambut dari 2 profil gambut yang mewakili fisiografi (pantai, transisi, dan pedalaman) dan umur kelapa sawit (<6 dan >6 tahun) (Tabel 2). Jenis analisis yang dilakukan meliputi penetapan pH-H2O (1:1), pH-KCl (1:1), kadar C-organik, tingkat dekomposisi dan humifikasi serta kadar N-, P2O5- dan K2O-total (Tabel 3). Berdasarkan tingkat dekomposisinya, bahan gambut dapat dikelompokkan kedalam bahan fibrik, hemik, dan saprik. Tingkat dekomposisi bahan gambut di laboratorium ditentukan melalui pengukuran kadar atau volume dan warna serat (indeks pirofosfat) (Riwandi, 2001). Penentuan tingkat dekomposisi bahan gambut ditentukan berdasarkan metode Lynn, Mc Kinzie dan Grosman (1974). Tingkat humifikasi bahan gambut ditetapkan berdasarkan rasio E400/E600 melalui pengukuran absorban pada panjang gelombang 400 dan 600 nm menggunakan spektrofotometer berdasarkan kriteria Tan dan Giddens (1972) serta Stevenson (1994). Tabel 2. Bahan Gambut Riau yang Dianalisis Sifat Kimianya Penggunaan Lahan
Pedalaman
Fisiografi Transisi
Pantai
Kelapa sawit <6 tahun
Tidak ada pewakil Tidak ada pewakil
TKWL 02 <6/1 TKWL 04 <6/3
BM <6/1 BM <6/3
Kelapa sawit >6 tahun
Galuh 3 >6/3 Galuh 4 >6/4
KR. Siak 2 >6/2 KR. Siak 3 >6/3
BM >6/1 BM >6/2
Keterangan: TKWL = Perusahaan perkebunan Teguh Karsa Wana Lestari (Kabupaten Siak), BM = Bumi Melayu (Kabupaten Bengkalis dan Kota Dumai), KR = Kebun Rakyat
15 Tabel 3. Parameter dan Metode Analisis Sifat Kimia Gambut Riau No.
Parameter
Metode Pengukuran
1.
pH (1:1) (H2O dan KCl)
pH-meter (Metode Rutin, Laboratorium Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB)
2.
C-organik (%)
Pengabuan Kering (Dry Combution) (Metode Rutin, Laboratorium Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB)
3.
Kadar Serat dan Warna (Indeks Pirofosfat)
4.
Rasio E400/E600
Spektrofotometri (Tan dan Giddens, 1972) serta (Stevenson, 1994)
5.
N-total (%)
Kjeldahl (Riwandi, 2001)
6.
P-total (%)
Pengabuan Basah, ekstraksi HCl 25% (Balai Penelitian Tanah, 2005)
7.
K-total (%)
Pengabuan Basah, ekstraksi HCl 25% (Balai Penelitian Tanah, 2005)
Riwandi, 2001
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Gambut Riau Karakteristik umum gambut Riau disajikan pada Tabel 4. Gambut pantai (coastal peatland) merupakan gambut yang dipengaruhi oleh lingkungan marin atau air laut dan pada lapisan bawah gambut dijumpai tanah mineral liat, dan vegetasi asal mangrove. Gambut pedalaman (inland peatland) merupakan gambut yang dipengaruhi oleh lingkungan yang bergantung pada keadaan iklim atau curah hujan dan sangat miskin unsur hara serta mempunyai vegetasi hutan kayu-kayuan berdaun lebar (Angiospermae). Gambut transisi (transition peatland) memiliki sifat diantara gambut pantai dan pedalaman serta mempunyai vegetasi hutan mangrove dan kayu-kayuan berdaun lebar (Angiospermae) (Sabiham, 1986). Berdasarkan Tabel 4, pada fisiografi pantai diambil contoh bahan gambut pada pertanaman kelapa sawit umur <6 tahun dan >6 tahun. Profil gambut pantai pada pertanaman kelapa sawit umur <6 tahun (Lampiran 2) yang dianalisis adalah BM 1 (<6/1) pada kedalaman 0-20, 20-60, 60-110, dan 110-200 cm, dan BM 3 (<6/3) pada kedalaman 0-20, 20-40, 40-80, dan 80-120 cm. BM 1 (<6/1) diklasifikasikan sebagai Typic Tropofibrist, terletak di Kabupaten Bengkalis, Kecamatan Bukit, dengan letak koordinat 01o 34’ 22.7” LU dan 101 o 50’ 55.0” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 37 bulan, dengan ketebalan gambut sebesar 700 cm dan kedalaman air tanah mencapai 72 cm. BM 3 (<6/3) diklasifikasikan sebagai Teric Tropohemist, terletak di Kota Dumai, Kecamatan Medang, dengan letak koordinat 01o 39’ 47.5” LU dan 101 o 43’ 32.9” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 5 tahun, dengan ketebalan gambut 40 cm dan kedalaman air tanah mencapai 60 cm. Profil gambut pantai pada pertanaman kelapa sawit umur >6 tahun (Lampiran 3) yang dianalisis adalah BM 1 (>6/1) pada kedalaman 0-20, 20-33, 33-60, 60-80, dan 80-120 cm, dan BM 2 (>6/2) pada kedalaman 0-20, 20-55, 5580, dan 80-120 cm. BM 1 (>6/1) diklasifikasikan sebagai Histik Tropaquent, yang terletak di Kota Dumai, Kecamatan Sungai Sembilan, Kelurahan Bangsal Aceh dengan letak koordinat 01o 46’ 44.2” LU dan 101 o 18’ 23.6” BT. Penggunaan lahan berupa kebun kelapa sawit umur 9 tahun, dengan ketebalan gambut 33 cm, dan kedalaman air tanah sebesar 30 cm.
17
Tabel 4. Karakteristik Umum Gambut Riau Bahan Gambut Fisiografi Rawa Pantai Kelapa Sawit <6 tahun
Fisiografi Rawa Pantai Kelapa Sawit >6 tahun
Fisiografi Rawa Transisi Kelapa Sawit <6 tahun
Fisiografi Rawa Transisi Kelapa Sawit >6 tahun
Fisiografi Rawa Pedalaman Kelapa Sawit >6 tahun
Keterangan: KS = Kelapa Sawit
Ulangan
Profil Pewakil
1
BM 1 <6/1
2
BM 3 <6/3
1
BM 1 >6/1
2
BM 2 >6/2
1
TKWL 02 <6/1
2
TKWL 04 <6/3
1
KR. Siak 2 >6/2
2
KR. Siak 3 >6/3
1
Galuh 3 >6/3
2
Galuh 4 >6/4
Lokasi Kab. Bengkalis, 01o 34’ 22.7 “ LU 101o 50’ 55.0 “ BT Kota Dumai, 01o 39’ 47.5 “ LU 101o 43’ 32.9“ BT Kota Dumai, 01o 46’ 44.2 “ LU 101o 18’ 23.6“ BT Kota Dumai, 01o 46’ 51.1 “ LU 101o 18’ 37.6“ BT Kab. Siak, 00o 58’ 40.09 “ LU 101o 58’ 37.6 “ BT Kab. Siak, 00o 55’ 45.1 “ LU 102o 00’ 55.7 “ BT Kab. Siak, 00o 54’ 16.5 “ LU 102o 01’ 29.8 “ BT Kab. Siak, 01o 07’ 52.6 “ LU 102o 03’ 53.2 “ BT Kab. Kampar, 00o 29’ 14.6 “ LU 101o 14’ 55.6“ BT Kab. Kampar, 00o 29’ 16.2 “ LU 101o 15’ 00.5“ BT
Jenis Tanah
Ketebalan (cm)
Umur KS
Typic Tropohemist
700
37 bulan
Teric Tropohemist
40
5 tahun
Histik Tropaquent
33
9 tahun
Teric Tropohemist
55
12 tahun
Typic Tropohemist
260
12 bulan
Teric Tropohemist
84
32 bulan
Histik Tropaquept
11
8 tahun
Teric Tropohemist
44
9 tahun
Typic Tropohemist
>175
15 tahun
Typic Tropohemist
>100
15 tahun
18
BM 2 (>6/2) diklasifikasikan sebagai Teric Tropohemist, dengan letak koordinat 01o 46’ 51.1” LU dan 101 o 18’ 37.6” BT. Penggunaan lahan berupa kebun kelapa sawit umur 12 tahun, dengan ketebalan gambut 55 cm dan kedalaman air tanah mencapai 23 cm. Profil gambut transisi pada pertanaman kelapa sawit umur <6 tahun (Lampiran 4) yang dianalisis adalah TKWL 02 (<6/1) pada kedalaman 0-20, 2078, 78-115, 115-260, dan >260 cm dan TKWL 04 (<6/3) pada kedalaman 0-18, 18-42, 42-84, 84-106, dan >106 cm. TKWL 02 diklasifikasikan sebagai Typic Tropofibrist, yang terletak pada koordinat 00o 58’ 35.3” LU dan 101 o 58’ 44.7” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 12 bulan, dengan ketebalan gambut 260 cm dan kedalaman air tanah mencapai 74 cm. TKWL 04 (<6/3) diklasifikasikan sebagai Teric Tropofibrist, yang terletak pada koordinat 00o 55’ 45.1” LU dan 102 o 00’ 55.7” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 32 bulan, dengan ketebalan gambut 84 cm dan kedalaman air tanah mencapai 28 cm. Profil gambut transisi pada pertanaman kelapa sawit umur >6 tahun (Lampiran 5) adalah KR Siak 2 (>6/2) pada kedalaman (0-11, 11-19, 19-32, >32 cm), dan KR Siak 3 (>6/3) pada kedalaman 0-14, 14-44, 44-55, dan 55-120 cm. KR Siak 2 (>6/2) diklasifikasikan sebagai Histic Tropaquent, dengan letak koordinat 00o 54’ 16.5” LU dan 102 o 01’ 29.8” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 8 tahun, dengan ketebalan gambut 11 cm dan kedalaman air tanahnya mencapai 54 cm. KR Siak 3 (>6/3) diklasifikasikan sebagai Teric Tropohemist, dengan letak koordinat 01o 07’ 52.6” LU dan 102 o 03’ 53.2” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 9 tahun, dengan ketebalan gambut 44 cm dan kedalaman air tanah mencapai 40 cm. Pada fisiografi rawa pedalaman diambil contoh gambut pada pertanaman kelapa sawit umur >6 tahun (Lampiran 6). Profil gambut pedalaman >6 tahun yang dianalisis adalah Galuh 3 (>6/3) pada kedalaman 0-20, 20-40, 40-80, 80120, dan 120-200 cm, dan Galuh 4 (>6/4) pada kedalaman 0-10, 10-35, 35-80, 80240 cm, yang terletak di Kebun PTPN V Sei Galuh, Kabupaten Kampar. Galuh 3 (>6/3) diklasifikasikan sebagai Typic Tropofibrist, dengan letak koordinat 00o 29’ 16.2” LU dan 101 o 15’ 00.5” BT. Penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit
19
umur 15 tahun, dengan ketebalan gambut mencapai >175 cm dan kedalaman air tanah sebesar 40 cm. Galuh 4 (>6/4) diklasifikasikan sebagai Typic Tropofibrist, terletak pada lintang 00o 29’ 58.5” LU, 101o 14’ 40.8” BT, penggunaan lahan sebagai kebun kelapa sawit umur 15 tahun, ketebalan gambut mencapai >100 cm dan kedalaman air tanah mencapai 33 cm. Tanah gambut pantai yang digunakan selama <6 tahun rata-rata memiliki ketebalan lebih besar dibandingkan tanah gambut pantai yang dikelola >6 tahun. Tanah gambut transisi yang digunakan selama <6 tahun juga memiliki ketebalan lebih besar dibandingkan tanah gambut transisi yang dikelola >6 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketebalan tanah gambut berkurang dengan lama penggunaan terutama akibat drainase, dekomposisi maupun pemadatan.
Hubungan Tingkat Dekomposisi Gambut dengan Nilai Rasio E400/E600 Tingkat dekomposisi dan humifikasi gambut ditentukan berdasarkan interpretasi terhadap kadar dan warna serat (indeks pirofosfat), serta nilai absorban E400 dan E600. Hubungan rataan kadar serat, indeks pirofosfat, nilai rasio E400/E600 dengan tingkat dekomposisi gambut Riau berdasarkan fisiografi rawa gambut pada pertanaman kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun disajikan pada Tabel 5. Data kadar serat, indeks pirofosfat dan tingkat dekomposisi selengkapnya disajikan pada Lampiran 7, sedangkan nilai absorban pada panjang gelombang 400 dan 600 nm (E400 dan E600) disajikan pada Lampiran 8-10. Berdasarkan rataan kadar serat dan indeks pirofosfat, gambut Riau pada fisiografi pantai, transisi maupun pedalaman dengan penggunaan lahan kebun kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun didominasi oleh tingkat dekomposisi hemik. Tidak adanya perbedaan dalam tingkat dekomposisi gambut tersebut diduga karena aktivitas pengelolaan lahan kebun kelapa sawit yang sama-sama intensif. Rataan rasio E400/E600 gambut Riau pada ketiga fisiografi dengan penggunaan lahan kebun kelapa sawit umur >6 tahun dominan berada pada nilai <5,0. Hal ini menunjukkan tingkat humifikasi lanjut.
20
Tabel 5. Hubungan Kadar Serat, Indeks Pirofosfat, Nilai Rasio E400/E600 dengan Tingkat Dekomposisi Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun KedaLaman (cm) 0-10/11
Fisiografi Pantai Rasio Tingkat E400/E600 Dekomposisi
Umur Kelapa Sawit >6 Tahun Fisiografi Transisi Rasio Tingkat KS IP E400/E600 Dekomposisi
KS
IP
35%
0,5
4,03
Hemik tua
30%
0,5
KS
Fisiografi Pedalaman Rasio Tingkat IP E400/E600 Dekomposisi
4,25
Hemik tua
30%
2,0
5,07
Hemik
10/11-18/20
35%
0,5
4,03
Hemik tua
-
-
-
-
35%
2,5
4,10
Hemik tua
18/20-33/35
60%
0,5
6,08
Hemik
-
-
-
-
40%
2,0
4,46
Hemik tua
33/35-40/42
-
-
-
-
-
-
-
-
40%
3,0
3,71
Hemik tua
40/42-55/60
-
-
-
-
-
-
-
-
50%
3,0
3,71
Hemik tua
55/60-75/78
-
-
-
-
-
-
-
-
50%
3,0
3,71
Hemik tua
75/78-80/84
-
-
-
-
-
-
-
-
50%
3,0
3,71
Hemik tua
80/84-100/110
-
-
-
-
-
-
-
-
55%
3,0
3,89
Hemik tua
100/110-120
-
-
-
-
-
-
-
-
55%
3,0
3,89
Hemik tua
120-200
-
-
-
-
-
-
-
-
65%
2,0
4,92
Hemik tua
Umur Kelapa Sawit <6 Tahun 0-10/11 10/11-18/20
45% 45%
1,5 1,5
4,92 4,92
Hemik tua Hemik tua
55% 55%
2,0 2,0
5,01 5,01
Hemik Hemik
18/20-33/35
65%
4,0
4,13
Hemik tua
65%
3,0
5,08
Hemik
33/35-40/42
65%
4,0
4,13
Hemik tua
65%
3,0
5,08
Hemik
40/42-55/60
-
-
-
-
65%
3,0
5,08
Hemik
55/60-75/78
-
-
-
-
68%
3,0
6,32
Hemik
75/78-80/84
-
-
-
-
68%
3,0
6,32
Hemik
Keterangan: KS = Kadar Serat, IP = Indeks Pirofosfat
21
Rataan rasio E400/E600 gambut pantai dan transisi pada perkebunan kelapa sawit umur >6 tahun juga menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan gambut pantai dan transisi pada perkebunan kelapa sawit dengan umur >6 tahun. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa gambut Riau pada umur pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang lebih lanjut (>6 tahun) memiliki tingkat humifikasi lanjut. Nilai rasio E400/E600 yang rendah dapat disebabkan oleh nilai E600 yang lebih tinggi. Nilai E600 merupakan nilai absorban spektrofotometri pada panjang gelombang 600 nm yang menunjukkan konsentrasi asam humat. Konsentrasi asam humat yang dominan menunjukkan tingkat humifikasi gambut yang telah berkembang lanjut (Riwandi, 2001). Menurut Tan dan Giddens (1972), nilai rasio E400/E600 pada kisaran 3,0-5,0 menunjukkan bahan gambut dengan kandungan asam humat yang dominan sehingga memiliki tingkat humifikasi lanjut karena telah mengalami proses dekomposisi lanjut. Menurut Barchia (2006), jumlah bahan humus yang terekstraksi dari bahan gambut semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat proses humifikasi. Berdasarkan nilai rasio E400/E600 (<5,0) menurut kriteria Tan dan Giddens (1972) dan tingkat dekomposisinya (hemik), maka gambut Riau pada fisiografi pantai, transisi, dan pedalaman dengan penggunaan lahan kebun sawit umur >6 tahun dikategorikan sebagai hemik tua. Berdasarkan kriteria Stevenson (1994), jika rasio E400/E600 >6,5 maka kadar asam fulvat dalam gambut lebih dominan daripada asam humat, sedangkan jika rasio E400/E600 <5,0 maka kadar asam humat lebih dominan daripada asam fulvat, dan apabila rasio E400/E600 berada di antara kedua nilai tersebut maka terjadi keseimbangan kadar asam fulvat dan asam humat di dalam bahan gambut. Berdasarkan kriteria Stevenson (1994), rasio E400/E600 (Tabel 5) juga menunjukkan bahwa bahan gambut pantai, transisi, dan pedalaman pada kebun kelapa sawit berumur >6 tahun tergolong sebagai hemik tua. Berdasarkan Tabel 5, kadar serat dan indeks pirofosfat gambut pantai dan transisi pada kebun kelapa sawit umur <6 tahun juga menunjukkan tingkat dekomposisi hemik. Pada gambut pantai nilai rasio E400/E600 <5,0 sehingga dikategorikan sebagai bahan hemik tua. Namun, rataan nilai rasio E400/E600 gambut transisi pada kebun kelapa sawit umur <6 tahun >5,0, sehingga diinterpretasikan
22
sebagai bahan hemik. Menurut kriteria Stevenson (1994), hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara kadar asam fulvat dan asam humat dalam bahan gambut transisi pada kebun kelapa sawit umur <6 tahun (Riwandi, 2001).
Kadar C-organik dan Nilai pH Rataan kadar C-organik dan nilai pH gambut Riau berdasarkan fisiografi dan umur kelapa sawit disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 1 sampai 3. Data kadar C-organik dan nilai pH selengkapnya disajikan pada Lampiran 11 sampai 13. Tabel 6. Kadar C-organik, pH-H2O (1:1) dan pH-KCl (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Rambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Kedalaman (cm)
0-10/11 10/11-18/20 18/20-33/35 33/35-40/42 40/42-55/60 55/60-75/78 75/78-80/84 80/84-100/110 100/110-120 120-200
Umur Kelapa Sawit >6 tahun Transisi Pedalaman pH Kadar pH Kadar pH H2O KCl C-organik H2O KCl C-organik H2O KCl
Pantai Kadar C-organik
34,70 34,70 21,79 16,02 16,02 16,02 16,02 12,91 -
4,1 4,1 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 -
3,4 3,4 3,6 3,7 3,7 3,7 3,7 3,6
47,70 33,32 34,10 29,23 23,80 6,73 6,73 6,73 -
4,1 4,0 4,0 3,9 3,9 4,1 4,1 4,1 -
3,2 3,2 3,1 3,0 3,0 3,3 3,3 3,3 -
Umur Kelapa Sawit <6 tahun
0-10/11 10/11-18/20 18/20-33/35 33/35-40/42 40/42-55/60 55/60-75/78 75/78-80/84 80/84-100/110 100/110-120
46,45 46,45 47,49 47,49 46,45 46,45 46,45 31,48 31,48
4,0 4,0 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,0 4,0
3,1 3,1 3,1 3,1 3,2 3,1 3,1 3,2 3,2
53,66 53,66 56,95 56,95 56,95 49,62 49,62 49,62 29,09
4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1
3,0 3,0 2,9 2,9 2,9 3,0 3,0 3,0 3,0
56,53 56,88 56,74 57,34 57,34 57,34 57,34 57,64 57,64 57,69
3,8 3,7 3,8 3,9 3,9 3,9 3,9 3,7 3,7 3,7
2,9 2,8 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0 3,0 3,0 3,1
23
Gambar 1. Kadar C-organik Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Gambar 2. Nilai pH H2O (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
24
Gambar 3. Nilai pH KCl (1:1) Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun Kadar C-organik gambut Riau tergolong cukup tinggi. Rata-rata kadar Corganik gambut Riau pedalaman > gambut transisi > gambut pantai. Hal ini dapat disebabkan oleh dominasi bahan gambut dari vegetasi hutan kayu-kayuan berdaun lebar pada gambut pedalaman (Riwandi, 2001). Endapan bahan organik yang lebih banyak terakumulasi pada gambut pedalaman menyebabkan kadar bahan organiknya lebih tinggi daripada gambut transisi dan pantai. Selain itu aktivitas mikroorganisme juga berperan dalam dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Kondisi aerobik memungkinkan mikroorganisme memperoleh oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi dan mendekomposisikan bahan organik (Andriesse, 1988). Sehingga pada gambut pantai rata-rata kadar C-organik lebih rendah dibandingkan pada gambut transisi dan pedalaman. Berdasarkan kedalaman, kadar C-organik gambut pedalaman Riau relatif konstan, namun terjadi penurunan dengan kedalaman pada gambut pantai dan transisi. Hal ini berkaitan dengan adanya pencampuran bahan mineral pada gambut pantai dan transisi yang berasal dari sedimentasi air laut (Andriesse, 1988). Berdasarkan umur tanaman, rata-rata kadar C-organik pada gambut pantai dan transisi dengan umur kelapa sawit >6 tahun lebih rendah daripada pada umur <6 tahun. Hal ini menunjukkan pengaruh umur pengusahaan lahan terhadap penurunan kadar C-organik gambut akibat peningkatan laju dekomposisi bahan
25
gambut dengan meningkatnya intensitas pengelolaan lahan pada perkebunan kelapa sawit. Nilai pH-H2O dan pH-KCl menunjukkan bahwa gambut Riau memiliki tingkat kemasaman sedang hingga tinggi. Tingkat kemasaman sedang ditunjukkan oleh nilai rataan pH-H2O gambut transisi dan pantai sebesar 4,1, sedangkan nilai rataan pH-H2O gambut pedalaman (3,8) menunjukkan tingkat kemasaman yang tinggi. Berdasarkan fisiografi, nilai rataan pH-H2O gambut pantai lebih tinggi daripada gambut transisi dan pedalaman. Nilai pH-KCl juga menunjukkan kecenderungan yang sama dengan nilai pH-H2O. Hal ini menunjukkan pengaruh fisiografi terhadap nilai pH. Bahan gambut pedalaman yang sebagian besar mendapat masukan air hujan menyebabkan nilai pH menjadi rendah dan kemasaman gambut menjadi lebih tinggi dibandingkan gambut transisi (air payau) dan gambut pantai (air asin). Nilai pH yang lebih tinggi pada gambut pantai disebabkan oleh bahan gambut yang mendapat pengaruh pasang surut air laut yang membawa kation-kation basa (Subagyo, 2006) dan di bawah lapisan gambut terdapat tanah mineral liat, sehingga nilai pHnya cenderung lebih tinggi (Andriesse, 1988).
Kadar Hara NPK dan Produktivitas Biomassa Kelapa Sawit Rataan kadar total N, P2O5 dan K2O gambut Riau disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4 sampai 6. Data kadar total N, P2O5 dan K2O selengkapnya disajikan pada Lampiran14. Berdasarkan fisiografi, rataan kadar total N gambut pedalaman > gambut transisi > gambut pantai. Namun, pada kebun kelapa sawit umur >6 tahun, kadar total P2O5 dan K2O gambut transisi lebih tinggi daripada gambut pedalaman, dan kadar K2O tertinggi terdapat pada gambut pantai. Tingginya kadar P2O5 dan K2O pada gambut transisi dan pantai dapat disebabkan oleh intensitas pengelolaan perkebunan yang tinggi. Dosis pemupukan Urea gambut pantai, transisi dan pedalaman pada perkebunan kelapa sawit rakyat adalah 0,5 kg/pohon/1,5 bulan atau 1,0 kg/pohon/3 bulan.
26
Tabel 7. Kadar Total N, P2O5 dan K2O pada Gambut Riau Umur Kelapa Sawit <6 tahun Fisiografi Pantai
Kedalaman (cm)
0-10/11 10/11-18/20 18/20-33/35 33/35-40/42 40/42-55/60 55/60-75/78 75/78-80/84 80/84-100/110 100/110-120
Umur Kelapa Sawit >6 tahun
Fisiografi Transisi
Fisiografi Pantai
Fisiografi Transisi
%
Fisiografi Pedalaman
%
N
P2O5
K2O
N
P2O5
K 2O
0,98 0,98 0,64 0,62 0,62
0,008 0,008 0,006 0,005 0,005
0,009 0,009 0,010 0,009 0,009
1,17 1,17 0,88 0,88 0,85 0,85 0,85
0,019 0,019 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005
0,044 0,044 0,014 0,014 0,014 0,015 0,015
N
0,68 0,68 0,30 0,27 0,27
P2O5
K2O
N
P2O5
K2O
N
P2O5
K 2O
0,011 0,011 0,003 0,003 0,003
0,039 0,039 0,073 0,072 0,072
0,89 0,62 0,31 0,26 0,26 0,10 0,10 0,10 0,10
0,009 0,009 0,003 0,002 0,002 0,001 0,001 0,001 0,001
0,012 0,061 0,048 0,036 0,036 0,014 0,014 0,014 0,014
0,88 0,58 0,60 0,56 0,61 0,61 0,61
0,004 0,008 0,006 0,003 0,003 0,003 0,003
0,007 0,004 0,010 0,027 0,029 0,029 0,029
27
Gambar 4. Kadar N-total Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
Gambar 5. Kadar P2O5-total Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun
28
Gambar 6. Kadar K2O-total Gambut Riau Berdasarkan Fisiografi Rawa Gambut pada Pertanaman Kelapa Sawit Umur <6 dan >6 Tahun Dosis pemupukan Urea pada gambut Riau di perkebunan perusahaan adalah 1,75-2,25 kg/pohon/tahun, TSP sebesar 1,0-1,5 kg/pohon/tahun, MoP (Muriate of Phospate) sebesar 1,75-2,0 kg/pohon/tahun, dan Dolomit sebesar 2,75-3,25 kg/pohon/tahun. Berdasarkan kadar total N, P2O5 dan K2O (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) (Tabel 8), gambut Riau dapat dikategorikan sebagai gambut oligotoropik. Tabel 8. Kriteria Kesuburan Gambut (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) Kriteria Penilaian (%)
Tingkat Kesuburan N
K2O
P2O5
CaO
Kadar Abu
Eutropik
2,50
0,10
0,25
4,00
10,00
Mesotropik
2,00
0,10
0,20
1,00
5,00
Oligotropik
0,80
0,03
0,05
0,25
2,00
Rataan produktivitas biomassa kelapa sawit disajikan pada Tabel 9. Biomassa total kelapa sawit dihitung berdasarkan jumlah tumbuhan bawah (ton/ha), berat kering pelepah (ton/ha), berat kering tandan (ton/ha), volume
29
batang (m3), dan biomassa batang (ton/ha). Rataan produktivitas biomassa total kelapa sawit gambut pantai, transisi dan pedalaman pada kelapa sawit umur >6 tahun berturut-turut adalah 11,42 ton/ha/tahun, 13,00 ton/ha/tahun, dan 5,70 ton/ha/tahun. Tingginya kadar P2O5 gambut transisi berhubungan dengan pertumbuhan kelapa sawit umur >6 tahun yang menunjukkan rataan produktivitas biomassa total yang juga tinggi. Rataan produktivitas biomassa total kelapa sawit umur >6 tahun pada gambut pantai juga lebih tinggi daripada gambut pedalaman. Hal ini disebabkan oleh kadar K2O gambut pantai yang paling tinggi dibandingkan dengan gambut transisi dan pedalaman. Berdasarkan produktivitas biomassa total kelapa sawit, maka gambut transisi merupakan lahan yang paling sesuai untuk media pertanaman kelapa sawit.
30
Tabel 9. Produktivitas Biomassa Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Riau Umur Kelapa Sawit <6 tahun Fisiografi Pantai Biomassa
Umur Tanaman Tumbuhan Bawah (ton/ha) BKT Pelepah (ton/ha) BKT Tandan (ton/ha) Volume Batang (m3/ha) Biomassa Batang (ton/ha) Biomassa Total (ton/ha) Produktivitas Biomassa Total (ton/ha/tahun)
Umur Kelapa Sawit >6 tahun
Fisiografi Transisi
Fisiografi Pantai
Fisiografi Transisi
Fisiografi Pedalaman
BM3 <6/3
TKWL 02 <6/1
TKWL 04 <6/3
BM 1 >6/1
KR Siak2 >6/2
KR Siak3 >6/3
Galuh 3 >6/3
37 bulan 0,20 0,23 0,43
5 tahun 4,62 4,55 45,78 16,48 25,65
1 tahun 6,45 2,15 8,59
2,5 tahun 10,8 11,04 5,10 26,94
9 tahun 5,20 34,91 2,74 166,40 59,90 102,76
8 tahun 19,72 1,98 283,01 101,88 123,58
9 tahun 6,38 19,53 0,96 189,14 68,09 94,94
15 tahun 0,98 22,11 1,05 170,49 61,38 85,51
0,14
5,13
8,59
10,78
11,42
15,45
10,55
5,70
BM 1 <6/1
2,64
9,69
11,42
13,00
5,70
31
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Lahan gambut memiliki karakteristik alami yang khas pada setiap lingkungan pembentukannya. Pembukaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit memiliki berbagai pengaruh terutama terhadap sifat kimia gambut. Sifat kimia gambut sangat menentukan pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit. Gambut Riau pada fisiografi pantai, transisi dan pedalaman dengan penggunaan lahan kebun kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun memiliki tingkat dekomposisi hemik. Gambut pantai, transisi, dan pedalaman dengan penggunaan lahan kebun kelapa sawit umur >6 tahun didominasi oleh bahan hemik tua. Pada gambut transisi dengan penggunaan lahan kebun kelapa sawit umur <6 tahun dijumpai bahan hemik dengan tingkat humifikasi yang lebih rendah daripada pada umur >6 tahun. Kadar C-organik gambut pedalaman > gambut transisi > gambut pantai. Nilai pH-H2O dan pH-KCl serta kadar hara total P2O5 dan K2O gambut transisi dan pantai lebih tinggi daripada gambut pedalaman. Produktivitas biomassa total tertinggi terdapat pada gambut transisi. Berdasarkan tingkat dekomposisi, kadar Corganik, nilai pH dan kadar total N, P2O5 dan K2O, gambut transisi merupakan media terbaik dibandingkan gambut pantai dan pedalaman bagi pertanaman kelapa sawit di Provinsi Riau.
SARAN Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan lahan gambut pedalaman dan gambut pantai di Provinsi Riau, khususnya yang memiliki ketebalan gambut kurang dari 300 cm, agar diperoleh produktivitas biomassa kelapa sawit yang lebih tinggi.
32
DAFTAR PUSTAKA Andriesse, J.P. 1974. Tropical Lowland Peats in Southeast Asia. Dept. of. Agric. Res. Of the Royal Tropical Institute. Amsterdam. Commun. 63. Andriesse, J.P. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. FAO Soils Bull. 59. 165 hlm. Balai Penelitian Tanah.2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balittanah. Bogor. Barchia, M.F. 2006. Gambut. Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dinas Perkebunan Propinsi Riau. 2007. Potensi Perkebunan Di Provinsi Riau. Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Pekanbaru. Driessen, P. M. and M. Soepraptohardjo. 1974. Soil for Agriculture Expansion in Indonesia. Soil Res Inst. Bogor. Bull 1: 41-45. Driessen, P.M. 1978. “Peat Soil.” Dalam Soil and Rice. IRRI. Los Banos. Philippines. Hlm. 763-778. Gregorich, E. G., C. M. Monreal, M. Schnitzer, and H. R. Chulten. 1996. Transformation of Plant Residues into Soil Organic Matter: Chemical Characterization of Plant Tissue, Isolated Soil Fraction and Whole Soils. Soil Sci. 161 (1): 680-693. Hardjowigeno, S. 1986. Sumber Daya Fisik Wilayah dan Tata Guna Lahan: Histosol. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hlm. 86-94. Hardjowigeno, S. 1996. Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian Suatu Peluang dan Tantangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanah Fak. Pert. IPB Hartatik, W dan D.A. Suriadikarta. 2006. Teknologi Pengelolaan Hara Lahan Gambut. h. 152-153. Dalam Didi Ardi S. et al. (Penyunting). Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Edisi pertama. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumbardaya Lahan Pertanian. Istomo.
1992. Pelestarian Pemanfaatan Hutan Rawa Gambut dan Permasalahannya di Indonesia. Makalah Penunjang pada Seminar Pengembangan Terpadu Kawasan Rawa Pasang Surut. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
33
Lynn, W. C.E. McKinzie and R.B. Grosman. 1974. Field Laboratory Test for Characterization of Histosol. In: Histosols, their Characteristics, Classification and Use (Ed. M. Stelly). SSA Spec. Publ. 6: 11-20. Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta.
Penerbit
Polak, E. 1975. Character and Occurrence of Peat Deposits in the Malaysian Tropic. pp: 71-81. In Proceeding of International Symposium on Modern Quanternary Research in Indonesia. Modern Quartenary Research in Southeast Asia. Rotterdam. Poerwowidodo. 1990. Gatra Tanah dalam Pengembangan Kehutanan. Rajawali Pers. Jakarta. Radjagukguk, B. 2003. Perspektif Permasalahan dan Konsepsi Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. UGM. Ricca, G. and Severini. 1993. Structural Investigations of Humic Substances by IRFT, 13C-NMR Spectroscopy and Comparison with Maleic Oligomer of Known Structure. Geoderma 58: 233-244. Rieley, J. O., Ahmad Shah, A. A. dan Brady, M. A. 1996. The Extern and Nature of Tropical Peat Swamps. Dalam: E. Maltby et al. (Eds). Proc. Of a Workshop on Integrated Planning and Management of Tropical Lowland Peatlands. IUCN. Hlm. 17-54. Rina, Y., Noorginayuwati, dan M. Noor. Persepsi Petani tentang Lahan Gambut dan Pengelolaanya. http://www.http://balittra.litbang.deptan.go.id. Diunduh pada 20 Agustus 2010. Rismunandar, T. 2001. Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Menciptakan Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Makalah Pribadi pada Matakuliah Pengantar Falsafah Sains. IPB Bogor. Riwandi. 2001. Kajian Stabilitas Gambut Tropika Indonesia Berdasarkan Analisis Kehilangan Karbon Organik, Sifat Fisiko Kimia, dan Komposisi Bahan Gambut. Disertasi S3. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sabiham, S and H. Furukawa. 1986. Study of Floral Composition of Peat in The Lower Batanghari River Basin of Jambi, Sumatera. Southeast Asian Studies, Kyoto Univ. 24 (2): 113-132. Sabiham, S. 1989. Studies on Peat in the Coastal Plains of Sumatera and Borneo. III. Micromorphological Study of Peat in the Coastal Plains of Jambi, South Kalimantan and Brunei. Southeast Asean Studies, 27 (3): 339-351.
34
Salampak. 1999. Peningkatan Produktivitas Tanah Gambut yang Disawahkan dengan Pemberian Bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi. Disertasi S3. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy. A Basic System of Soil Classification for Making and Interpreting Soil Surveys. Second Edition. Agr. Handb. 436, Natural Resources Conservation Service-USDA. Subagyo, H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa untuk Pertanian. Dalam Prosiding Simposium Nasional dan Kongres VI Persatuan Agronomi Indonesia. Jakarta, 25-27 Januari 1996. PERAGI. Jakarta, Hlm. 17-56. Subagyo, H. 2006. Lahan Rawa Pasang Surut. h. 2-3. Dalam Didi Ardi S. et al. (Penyunting). Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Edisi pertama. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Soerianegara, I. 1977. Pengelolaan Sumberdaya Alam. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Stevenson, F. J. 1994. Humus Chemistry. Genesis, composition, reaction. A Wiley Interscience Publ. John Wiley & Sons. New York. Tan, K. H., and J. E. Giddens. 1972. Molecular Weigths and Spectral Characteristics of Humic and Fulvic Acids. Geoderma 8: 221-229. Tan, K.H. 1995. Soil Sampilng, Preparation, and Analysis. Marcel Dekker, Inc. New York. Basel. Hongkong. Tsutsuki, K., and R. Kondo. 1995. Lignin-derived Phenolic Compounds in Different Types of Peat Profiles in Hokkaido, Japan. Soil Sci. Plant Nutr. 41 (3): 515-527. USDA, 2006. Keys to Soil Taxonomy. Tenth Edition. United State Departement of Agriculture.
Wahyunto, S. Ritung, Suparto, H. Subagjo, 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programmed an Wildlife Habitat Canada. Bogor. Wibowo, P., and N. Suyatno. 1997. An Overview of Indonesia Wetland SitesIncluded in Wetland Database. Wetlands International-Indonesia Programme, PHPA, Bogor. Widjaja Adhi, IPG. 1988. Physical and Chemical Characteristics of Peat Soils of Indonesia. Dalam Indonesian Agric. Res. And Dev. Jour. 10 (3): 59-64. AARD. Bogor.
35
LAMPIRAN
36 Lampiran 1. Peta lokasi pengambilan contoh bahan gambut Riau
37 Lampiran 2. Deskripsi profil gambut pantai pada pertanaman kelapa sawit umur <6 tahun No
: BM (<6/1)
Jenis Tanah
: Typic Tropohemist
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 37 bulan
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran Gambut
Relief mikro
: Kubah gambut
Drainase
: Buruk
Lereng
: Datar
Kedalaman Gambut
: 700 cm
Kedalaman air tanah
: 72 cm
Lokasi
: 01o 34’ 22.7” LU, 101 o 50’ 55.0” BT Horizon
Uraian
Simbol
Kedalaman (cm)
Oe
0 - 20
Merah sangat kusam (10 R 2.5/2); hemik
Oi
20 - 60
Hitam kemerahan (10 R 2.5/1); hemik
Oi
60 - 110
Hitam kemerahan (10 R 2.5/1); hemik
Oi
110 - 200
Merah sangat kusam (2.5 R 2.5/2); fibrik
No
: BM (<6/3)
Jenis Tanah
: Teric Tropohemist
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 5 tahun
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran Gambut
Lereng
: Datar
Drainase
: Buruk
Kedalaman Gambut
: 40 cm
Kedalaman air tanah
: 60 cm
Lokasi
: 01o 39’ 47.5” LU, 101 o 43’ 32.9” BT Horizon
Uraian
Simbol
Kedalaman (cm)
Oe
0 - 20
Hitam kemerahan (10 R 2.5/1); hemik
Oi
20 - 40
Hitam kemerahan (2.5 YR 2.5/1); hemik
Ao
40 - 80
Kelabu kemerahan gelap (2.5YR 3/1); liat berdebu,
A1
80 - 120
Coklat (7.5 YR 2.5/1); liat, matang
38 Lampiran 3. Deskripsi profil gambut pantai pada pertanaman kelapa sawit umur >6 tahun No
: BM (>6/1)
Jenis Tanah
: Histik Tropaquent
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 9 tahun
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran Gambut
Lereng
: Datar
Drainase
: Buruk
Kedalaman Gambut
: 33 cm
Kedalaman air tanah
: 30 cm
Lokasi
: 01o 46’ 44.2” LU, 101 o 18’ 23.6” BT Horizon
Uraian
Simbol
Kedalaman (cm)
Oa
0 - 20
Hitam (5 YR 2.5/1); hemik
Oi
20 - 33
Kelabu sangat gelap (5 YR 3/1); hemik
Ao
33 - 60
Coklat kemerahan gelap (5YR 3/2); liat berdebu,
A1
60 - 80
Coklat (7.5 YR 3/2); liat, agak matang
A2
80 - 120
Coklat kekelabuan gelap (10 YR 4/2); liat, matang
No
: BM (>6/2)
Jenis Tanah
: Teric Tropohemist
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 12 tahun
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran Gambut
Lereng
: Datar
Drainase
: Buruk
Kedalaman Gambut
: 55 cm
Kedalaman air tanah
: 23 cm
Lokasi
: 01o 46’ 51.1” LU, 101 o 18’ 37.6” BT Horizon
Uraian
Simbol
Kedalaman (cm)
Oe
0 - 20
Merah sangat kusam(10 R 2.5/2); hemik
Oe
20 - 55
Hitam kemerahan (10 R 2.5/1); hemik
Ao
55 - 80
Merah pucat (10 YR 7/2); hemik
A1
80 - 120
Merah pucat-merah lemah (10 YR 6/2 – 5/2); liat, agak matang
39 Lampiran 4. Deskripsi profil pambut transisi pada pertanaman kelapa sawit umur <6 tahun No
: TKWL-02 (<6/1)
Jenis Tanah
: Typic Tropohemist
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 12 bulan
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran Gambut
Relief mikro
: Kubah gambut
Lereng
: Datar
Drainase
: Buruk
Kedalaman Gambut
: 260 cm
Kedalaman air tanah
: 74 cm
Lokasi
: 00o 58’ 35.3” LU, 101 o 58’ 44.7” BT Horizon
Uraian
Simbol
Kedalaman (cm)
Oe
0 - 20
Hitam kemerahan (10 R 2.5/1), hemik
Oi
20 - 78
Merah sangat kusam (10 R 2.5/2); hemik
Oi
78 - 115
Hitam kemerahan (2.5 YR 2.5/1); hemik
Oi
115 - 260
Hitam kemerahan (2.5 YR 2.5/1); hemik
A
>260
Putih (2.5 Y 8/1); pasir, lepas
No
: TKWL-04 (<6/3)
Jenis Tanah
: Teric Tropohemist
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 32 bulan
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran Gambut
Relief mikro
: Kubah gambut
Lereng
: Datar
Drainase
: Buruk
Kedalaman Gambut
: 84cm
Kedalaman air tanah
: 28 cm
Lokasi
: 00o 55’ 45.1” LU, 102 o 00’ 55.7” BT
Simbol Oe Oi Oi Ao A
Horizon Kedalaman (cm) 0 - 18 18 - 42 42 - 84 84 - 106 >106
Uraian Hitam kemerahan (10 R 2.5/1); hemik Hitam kemerahan (2.5 YR 2.5/1); hemik Merah sangat kusam (2.5 YR 2.5/2); hemik Coklat kemerahan gelap (5YR 2.5/2); liat berdebu, masif Kelabu kehijauan terang (10 Y 7/2); liat, masif
40 Lampiran 5. Deskripsi profil gambut transisi pada pertanaman kelapa sawit umur >6 tahun No
: KR-Siak-2 (>6/2)
Jenis Tanah
: Histik Tropaquepts
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 8 tahun
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran mineral bergambut
Lereng
: Datar
Drainase
: Agak buruk
Kedalaman Gambut
: 11 cm
Kedalaman air tanah
: 54 cm
Lokasi
: 00o 54’ 16.5” LU, 102 o 01’ 29.8” BT Horizon
Uraian
Simbol
Kedalaman (cm)
Oa
0 - 11
Coklat (7.5 YR 2.5/2); hemik
A1
11 - 19
Coklat gelap (7.5 YR 3/2); liat berdebu, matang
A2
20 - 32
Kelabu cerah ( 5 Y 7/1); liat, matang
A3
>32
Kelabu kecoklatan terang (10 YR 6/2); liat, matang
No
: KR-Siak-3 (>6/3)
Jenis Tanah
: Teric Tropohemist
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 9 tahun
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran Gambut
Lereng
: Datar
Drainase
: Buruk
Kedalaman Gambut
: 44cm
Kedalaman air tanah
: 40 cm
Lokasi
: 01o 07’ 52.6” LU, 102 o 03’ 53.2” BT Horizon
Uraian
Simbol
Kedalaman (cm)
Oa
0 – 14
Hitam kemerahan (2.5 YR 2.5/1); hemik
Oe
14 – 44
Hitam kemerahan (10 R 2.5/1); hemik
Ao
44 – 55
Coklat kemerahan gelap (5YR 2.5/2); liat berdebu, masif
A1
>55
Kelabu kemerahan gelap (5 YR 4/2); liat berdebu, agak matang
41 Lampiran 6. Deskripsi profil gambut pedalaman pada pertanaman kelapa sawit umur >6 tahun No
: Galuh (>6/3)
Jenis Tanah
: Typic Tropohemist
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 15 tahun
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran Gambut
Relief mikro
: Pinggiran Kubah Gambut
Lereng
: Datar
Drainase
: Buruk
Kedalaman Gambut
: >175 cm
Kedalaman air tanah
: 40 cm
Lokasi
: 00o 29’ 16.2” LU, 101 o 15’ 00.5” BT Horizon
Uraian
Simbol
Kedalaman (cm)
Oe
0 - 20
Hitam kemerahan (2.5 YR 2.5/2); hemik
Oe
20 - 40
Hitam kemerahan (2.5 YR 2.5/2); hemik
Oi
35 - 80
Hitam kemerahan (2.5 YR 2.5/2); hemik
Oi
80 - 120
Hitam (5 YR 2.5/2); hemik
Oi
120-200
Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/2); hemik
No
: Galuh (>6/4)
Jenis Tanah
: Typic Tropohemist
Penggunaan Lahan
: Kebun Kelapa Sawit umur 15 tahun
Fisiografi
: Dataran
Relief makro
: Dataran Gambut
Relief mikro
: Pinggiran Kubah Gambut
Lereng
: Datar
Drainase
: Buruk
Kedalaman Gambut
: >100 cm
Kedalaman air tanah
: 33 cm
Lokasi
: 00o 29’ 58.5” LU, 101 o 14’ 40.8” BT Horizon
Uraian
Simbol
Kedalaman (cm)
Oe
0-10
Hitam (5 YR 2.5/1); hemik
Oe
10-35
Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/2); hemik
Oi
35-80
Hitam (5 YR 2.5/2); hemik
Oi
80-150
Hitam kemerahan (2.5 YR 2.5/2); hemik
42 Lampiran 7. Kadar Serat (KS), Indeks Pirofosfat (IP) dan tingkat dekomposisi gambut Riau berdasarkan fisiografi rawa gambut dan pertanaman kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun Fisiografi Gambut,
Kode profil, Kedalaman (cm)
Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Pantai, <6 tahun
BM 1 <6/1 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-110 110-120 BM 1 >6/1 0-20 20-33 33-60 60-80 80-110 TKWL 02 <6/1 0-20 20-42 42-60 60-78 78-100
BM 3 <6/3 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-100 100-120 BM 2 >6/2 0-20 20-33 33-55 55-80 80-110 TKWL 04 <6/3 0-18 18-42 42-60 60-84 84-106
Pantai, >6 tahun
Transisi, <6 tahun
Kadar Serat (%)
Indeks Pirofosfat (IP)
Tingkat
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Dekomposisi
60 60 60 60 60 60 65 65
30 30 70 70 M M M M
45 45 65 65 -
1,0 1,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,5 4,5
2,0 2,0 4,0 4,0 M M M M
1,5 1,5 4,0 4,0 -
Hemik Hemik Hemik Hemik -
40 70 M M M
30 50 50 M M
35 60 -
0,0 0,0 M M M
1,0 1,0 1,0 M M
0,5 0,5 -
Hemik Hemik -
60 60 60 55 55
50 70 70 80 M
55 65 65 68 -
2,0 2,0 2,0 2,0 2,0
2,0 4,0 4,0 4,0 M
2,0 3,0 3,0 3,0 -
Hemik Hemik Hemik Hemik -
Keterangan: M = Mineral
42
43 Lampiran 7 (Lanjutan) Fisiografi Gambut,
Kode profil, Kedalaman (cm)
Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Dekomposisi
Transisi
100-115
>106
50
M
-
2,0
M
-
-
<6 tahun
115-260
-
70
-
-
4,0
-
-
-
>260
-
M
-
-
M
-
-
-
Transisi,
KR. Siak 2 >6/2
KR. Siak 3 >6/3
>6 tahun
0-11
0-14
20
40
30
0,0
1,0
0,5
Hemik
11-19
14-20
M
40
-
M
0,0
-
-
20-32
20-30
M
40
-
M
0,0
-
-
>32
30-44
M
40
-
M
0,0
-
-
>32
44-55
M
M
-
M
M
-
-
Indeks Pirofosfat (IP)
Tingkat
>32
55-100
M
M
-
M
M
-
-
>32
100-120
M
M
-
M
M
-
-
Pedalaman,
Galuh 3 >6/3
Galuh 4 >6/4
>6 tahun
0-10
0-10
30
30
30
2,0
2,0
2,0
Hemik
10-20
10-20
30
40
35
2,0
3,0
2,5
Hemik
20-40
20-35
40
40
40
1,0
3,0
2,0
Hemik
40-50
35-50
50
50
50
2,0
4,0
3,0
Hemik
50-80
50-80
50
50
50
2,0
4,0
3,0
Hemik
80-120
80-120
50
60
55
2,0
4,0
3,0
Hemik
120-200
120-240
70
60
65
0,0
4,0
2,0
Hemik
Keterangan: M = Mineral
Kadar Serat (%)
44 Lampiran 8. Nilai absorban spektrofotometri pada panjang gelombang 400 nm gambut Riau berdasarkan fisiografi rawa gambut pada pertanaman kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun Fisiografi Gambut, Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Pantai, <6 tahun
BM 1 <6/1 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-110 110-120 BM 1 >6/1 0-20 20-33 33-60 60-80 80-110 TKWL 02 <6/1 0-20 20-42
BM 3 <6/3 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-100 100-120 BM 2 >6/2 0-20 20-33 33-55 55-80 80-110 TKWL 04 <6/3 0-18 18-42
42-60
Pantai, >6 tahun
Transisi, <6 tahun
Keterangan: M = Mineral
Kode Profil, Kedalaman (cm)
Nilai Absorban 400 nm (E400) Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
2,98 2,98 1,02 1,02 1,02 1,29 0,97 0,97
2,91 2,91 0,80 0,80 M M M M
2,94 2,94 0,91 0,91 -
2,75 1,71 M M M
1,17 2,52 2,52 M M
1,96 2,12 -
0,93 1,02
2,66 0,89
1,80 0,96
42-60
1,02
0,89
0,96
60-78
60-84
0,91
0,47
0,69
78-100
84-106
0,91
M
-
45 Lampiran 8 (Lanjutan) Fisiografi Gambut,
Nilai Absorban 400 nm (E400)
Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Transisi, <6 tahun
100-115 115-260 >260 KR. Siak 2 >6/2 0-11 11-19 20-32 >32 >32 >32 >32 Galuh 3 >6/3 0-10 10-20 20-40 40-50 50-80 80-120 120-200
>106 KR. Siak 3 >6/3 0-14 14-20 20-30 30-44 44-55 55-100 100-120 Galuh 4 >6/4 0-10 10-20 20-35 35-50 50-80 80-120 120-240
0,80 0,30 M
M -
-
3,40 M M M M M M
3,40 2,48 2,48 2,48 M M M
3,40 -
2,88 2,88 1,41 1,80 1,80 2,10 1,70
1,00 3,69 3,69 2,64 2,64 1,80 1,80
1,94 3,29 2,55 2,22 2,22 1,95 1,75
Transisi, >6 tahun
Pedalaman, >6 tahun
Keterangan: M = Mineral
Kode Profil, Kedalaman (cm)
46 Lampiran 9. Nilai absorban spektrofotometri pada panjang gelombang 600 nm gambut Riau berdasarkan fisiografi pada pertanaman kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun Fisiografi Gambut, Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Pantai,
BM 1 <6/1
BM 3 <6/3
<6 tahun
0-10
Nilai absorban 600 nm (E600) Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
0-10
0,64
0,56
0,60
10-20
10-20
0,64
0,56
0,60
20-30
20-30
0,24
0,20
0,22
30-40
30-40
0,24
0,20
0,22
40-60
40-60
0,24
M
-
60-80
60-80
0,30
M
-
80-110
80-100
0,23
M
-
110-120
100-120
0,23
M
-
Pantai,
BM 1 >6/1
BM 2 >6/2
>6 tahun
0-20
0-20
0,66
0,30
0,48
20-33
20-33
0,23
0,54
0,38
33-60
33-55
M
0,54
-
60-80
55-80
M
M
-
80-110
80-110
M
M
-
Transisi,
TKWL 02 <6/1
TKWL 04 <6/3
<6 tahun
0-20
0-18
0,21
0,48
0,34
20-42
18-42
0,26
0,16
0,21
42-60
42-60
0,26
0,16
0,21
60-78
60-84
0,19
0,07
0,13
78-100
84-106
0,19
M
-
Keterangan: M = Mineral
Kode profil (lapisan) cm
47 Lampiran 9 (Lanjutan) Fisiografi Gambut,
Nilai absorban 600 nm (E600)
Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
Transisi, <6 tahun
100-115 115-260 >260 KR. Siak 2 >6/2 0-11 11-19 20-32 >32 >32 >32 >32 Galuh 3 >6/3 0-10 10-20 20-40 40-50 50-80 80-120 120-200
>106 KR. Siak 3 >6/3 0-14 14-20 20-30 30-44 44-55 55-100 100-120 >120 Galuh 4 >6/4 0-10 10-20 20-35 35-50 50-80 80-120 120-240
0,11
M
-
0,06
-
-
M
-
-
0,80
0,80
0,80
M
0,55
-
M
0,55
-
M
0,55
-
M
M
-
M
M
-
M
M
-
-
M
-
0,90
0,14
0,52
0,90
0,74
0,82
0,36
0,74
0,55
0,48
0,72
0,60
0,48
0,72
0,60
0,60
0,42
0,51
0,31
0,42
0,36
Transisi, >6 tahun
Pedalaman, >6 tahun
Keterangan: M = Mineral
Kode profil (lapisan) cm
48 Lampiran 10. Rasio E400/E600 gambut Riau berdasarkan fisiografi rawa gambut pada pertanaman kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun Fisiografi Gambut, Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Pantai,
BM 1 <6/1
BM 3 <6/3
<6 tahun
0-10
Rasio E400/E600 Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
0-10
4,65
5,19
4,92
10-20
10-20
4,65
5,19
4,92
20-30
20-30
4,25
4,00
4,13
30-40
30-40
4,25
4,00
4,13
40-60
40-60
4,25
M
-
60-80
60-80
4,30
M
-
80-110
80-100
4,15
M
-
110-120
100-120
4,15
M
-
Pantai,
BM 1 >6/1
BM 2 >6/2
>6 tahun
0-20
0-20
4,17
3,90
4,03
20-33
20-33
7,50
4,67
6,08
33-60
33-55
M
4,67
-
60-80
55-80
M
M
-
80-110
80-110
M
M
-
Transisi,
TKWL 02 <6/1
TKWL 04 <6/3
<6 tahun
0-20
0-18
4,43
5,59
5,01
20-42
18-42
3,92
6,23
5,08
42-60
42-60
3,92
6,23
5,08
60-78
60-84
5,60
7,05
6,32
78-100
84-106
5,60
M
-
Keterangan: M = Mineral
Kode profil, Kedalaman (cm)
49 Lampiran 10 (Lanjutan) Fisiografi Gambut,
Rasio E400/E600
Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Transisi,
100-115
>106
7,27
M
-
<6 tahun
115-260
-
5,36
-
-
>260
-
M
-
-
Transisi,
KR. Siak 2 >6/2
KR. Siak 3 >6/3
>6 tahun
0-11
0-14
4,25
4,25
4,25
11-19
14-20
M
4,49
-
20-32
20-30
M
4,49
-
>32
30-44
M
4,49
-
>32
44-55
-
M
-
>32
55-100
-
M
-
>32
100-120
-
M
-
Pedalaman,
Galuh 3 >6/3
Galuh 4 >6/4
>6 tahun
0-10
0-10
3,20
6,94
5,07
10-20
10-20
3,20
5,00
4,10
20-40
20-35
3,92
5,00
4,46
40-50
35-50
3,75
3,67
3,71
Keterangan: M = Mineral
Kode profil, Kedalaman (cm)
50-80
50-80
3,75
3,67
3,71
80-120
80-120
3,50
4,29
3,89
120-200
120-240
5,55
4,29
4,92
50 Lampiran 11. Kadar C-organik gambut Riau berdasarkan fisiografi rawa gambut pada pertanaman kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun Fisiografi Gambut, Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Pantai, <6 tahun
BM 1 <6/1 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-110 110-120 BM 1 >6/1 0-20 20-33 33-60 60-80 80-110 TKWL 02 <6/1 0-20 20-42 42-60 60-78 78-100
BM 3 <6/3 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-100 100-120 BM 2 >6/2 0-20 20-33 33-55 55-80 80-110 TKWL 04 <6/3 0-18 18-42 42-60 60-84 84-106
Pantai, >6 tahun
Transisi, <6 tahun
Kode profil, Kedalaman (cm)
Kadar C-organik (%) Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
55,69 55,69 56,80 56,80 56,80 57,16 42,70 42,70
37,21 37,21 38,18 38,18 34,02 34,02 20,25 20,25
46,45 46,45 47,49 47,49 45,41 45,59 31,48 31,48
44,62 25,31 18,52 18,52 18,30
24,78 18,27 13,52 13,52 7,51
34,70 21,79 16,02 16,02 12,91
55,26 57,07 57,07 57,06 57,06
52,05 56,84 56,84 42,19 42,19
53,66 56,95 56,95 49,62 49,62
51 Lampiran 11 (Lanjutan) Fisiografi Gambut,
Kode profil, Kedalaman (cm)
Kadar C-organik (%)
Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
Transisi,
100-115
>106
57,04
1,13
29,09
<6 tahun
115-260
-
50,40
-
-
>260
-
7,19
-
-
Transisi,
KR. Siak 2 >6/2
KR. Siak 3 >6/3
>6 tahun
0-11
0-14
40,82
54,59
47,70
11-19
14-20
11,94
54,70
33,32
20-32
20-30
13,50
54,70
34,10
>32
30-44
3,76
54,70
29,23
>32
44-55
3,76
43,84
23,80
>32
55-100
3,76
9,70
6,73
>32
100-120
3,76
9,70
6,73
Pedalaman,
Galuh 3 >6/3
Galuh 4 >6/4
>6 tahun
0-10
0-10
57,06
56,00
56,53
10-20
10-20
57,06
56,70
56,88
20-40
20-35
56,79
56,70
56,74
40-50
35-50
57,16
57,52
57,34
50-80
50-80
57,16
57,52
57,34
80-120
80-120
57,42
57,87
57,64
120-200
120-240
57,51
57,87
57,69
52 Lampiran 12. Nilai pH H2O (1:1) gambut Riau berdasarkan fisiografi rawa gambut pada pertanaman kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun Fisiografi Gambut, Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Pantai, <6 tahun
BM 1 <6/1 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-110 110-120 BM 1 >6/1 0-20 20-33 33-60 60-80 80-110 TKWL 02 <6/1 0-20 20-42 42-60 60-78 78-100
BM 3 <6/3 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-100 100-120 BM 2 >6/2 0-20 20-33 33-55 55-80 80-110 TKWL 04 <6/3 0-18 18-42 42-60 60-84 84-106
Pantai, >6 tahun
Transisi, <6 tahun
Kode profil, Kedalaman (cm)
pH H2O Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2
3,8 3,8 4,1 4,1 4,2 4,2 3,8 3,8
4,0 4,0 4,2 4,2 4,2 4,2 4,0 4,0
4,0 4,0 4,0 4,0 4,1
4,2 4,3 4,3 4,3 4,2
4,1 4,2 4,2 4,2 4,2
4,1 4,1 4,1 4,2 4,2
4,0 4,1 4,1 4,0 4,0
4,1 4,1 4,1 4,1 4,1
53 Lampiran 12 (Lanjutan) Fisiografi Gambut,
Kode profil, Kedalaman (cm)
pH H2O
Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
Transisi,
100-115
>106
4,2
4,0
4,1
<6 tahun
115-260
-
4,2
-
-
>260
-
4,5
-
-
Transisi,
KR. Siak 2 >6/2
KR. Siak 3 >6/3
>6 tahun
0-11
0-14
4,1
4,0
4,1
11-19
14-20
4,1
3,9
4,0
20-32
20-30
4,2
3,9
4,1
>32
30-44
3,9
3,9
3,9
>32
44-55
3,9
3,6
3,8
>32
55-100
3,9
4,2
4,1
>32
100-120
3,9
4,2
4,1
Pedalaman,
Galuh 3 >6/3
Galuh 4 >6/4
>6 tahun
0-10
0-10
3,7
3,9
3,8
10-20
10-20
3,7
3,7
3,7
20-40
20-35
3,8
3,7
3,8
40-50
35-50
3,8
4,0
3,9
50-80
50-80
3,8
4,0
3,9
80-120
80-120
3,7
3,7
3,7
120-200
120-240
3,7
3,7
3,7
54 Lampiran 13. Nilai pH KCl (1:1) gambut Riau berdasarkan fisiografi rawa gambut pada pertanaman kelapa sawit umur <6 dan >6 tahun Fisiografi Gambut, Umur
Ulangan 1
Ulangan 2
Pantai, <6 tahun
BM 1 <6/1 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-110 110-120 BM 1 >6/1 0-20 20-33 33-60 60-80 80-110 TKWL 02 <6/1 0-20 20-42 42-60 60-78 78-100
BM 3 <6/3 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-100 100-120 BM 2 >6/2 0-20 20-33 33-55 55-80 80-110 TKWL 04 <6/3 0-18 18-42 42-60 60-84 84-106
Pantai, >6 tahun
Transisi, <6 tahun
Kode profil, Kedalaman (cm)
pH KCl Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
3,1 3,1 3,0 3,0 3,0 2,9 3,0 3,0
3,1 3,1 3,2 3,2 3,3 3,3 3,4 3,4
3,1 3,1 3,1 3,1 3,2 3,1 3,2 3,2
3,2 3,5 3,7 3,7 3,5
3,5 3,6 3,7 3,7 3,6
3,4 3,6 3,7 3,7 3,6
2,9 2,7 2,7 2,9 2,9
3,1 3,0 3,0 3,2 3,2
3,0 2,9 2,9 3,0 3,0
55 Lampiran 13 (Lanjutan) Fisiografi Gambut,
Kode profil, Kedalaman (cm)
pH KCl
Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
Transisi,
100-115
>106
3,0
3,0
<6 tahun
115-260
-
3,2
-
-
>260
-
3,8
-
-
Transisi,
KR. Siak 2 >6/2
KR. Siak 3 >6/3
>6 tahun
0-11
0-14
3,6
2,8
3,2
11-19
14-20
3,4
2,9
3,2
20-32
20-30
3,3
2,9
3,1
>32
30-44
2,9
2,9
2,9
>32
44-55
2,9
3,1
3,0
3,0
>32
55-100
2,9
3,6
3,3
>32
100-120
2,9
3,6
3,3
Pedalaman,
Galuh 3 >6/3
Galuh 4 >6/4
>6 tahun
0-10
0-10
2,8
3,0
2,9
10-20
10-20
2,8
2,8
2,8
20-40
20-35
2,8
2,8
2,8
40-50
35-50
2,8
2,9
2,9
50-80
50-80
2,8
2,9
2,9
80-120
80-120
2,9
3,2
3,1
120-200
120-240
3,0
3,2
3,1
56 Lampiran 14. Kadar total N, P2O5 dan K2O gambut Riau berdasarkan fisiografi rawa gambut pada pertanaman kelapa sawit <6 dan >6 tahun Fisiografi Gambut, Umur Kelapa Sawit
Ulangan 1
Ulangan 2
Pantai, <6 tahun
BM 1 <6/1 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-110 110-120 BM 1 >6/1 0-20 20-33 33-60 60-80 80-110 TKWL 02 <6/1 0-20 20-42 42-60 60-78 100-115
BM 3 <6/3 0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-100 100-120 BM 2 >6/2 0-20 20-33 33-55 55-80 80-110 TKWL 04 <6/3 0-18 18-42 42-60 60-84 >106
Pantai, >6 tahun
Transisi, <6 tahun
Kode profil, Kedalaman (cm)
Rataan N-total (%)
P2O5-total(%)
K2O-total(%)
0,98 0,98 0,69 0,62 0,62 -
0,0081 0,0081 0,0056 0,0046 0,0046 -
0,0093 0,0093 0,0129 0,0089 0,0089 -
0,68 0,37 0,27 -
0,0106 0,0040 0,0026 -
0,0387 0,0764 0,0719 -
1,17 0,88 0,88 0,85 -
0,0187 0,0051 0,0051 0,0046 -
0,0437 0,0142 0,0142 0,0148 -
57 Lampiran 14 (Lanjutan) Fisiografi Gambut, Umur Kelapa Sawit
Kode profil, Kedalaman (cm) Ulangan 1
Ulangan 2
115-260
-
>260
-
Transisi,
KR. Siak 2 >6/2
KR. Siak 3 >6/3
>6 tahun
0-11
Rataan N-total (%)
P2O5-total(%)
K2O-total(%)
-
-
-
-
-
-
0-14
0,89
0,0086
0,0122
11-19
14-20
0,62
0,0088
0,0612
20-32
20-30
0,34
0,0043
0,0591
>32
30-44
0,26
0,0023
0,0362
>32
44-55
0,26
0,0023
0,0362
>32
55-100
0,10
0,0006
0,0138
>32
100-120
0,10
0,0006
0,0138
Pedalaman,
Galuh 3 >6/3
Galuh 4 >6/4
>6 tahun
0-10
0-10
0,88
0,0044
0,0069
10-20
10-20
0,58
0,0084
0,0040
20-40
20-35
0,60
0,0063
0,0101
40-50
35-50
0,61
0,0034
0,0287
50-80
50-80
0,61
0,0034
0,0287
80-120
80-120
-
-
-
120-200
120-240
-
-
-