ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOLEKTIBILITAS PEMBAYARAN KREDIT BERMASALAH PADA DEBITUR KREDIT USAHA MIKRO PT. BANK MANDIRI Tbk. MICRO BUSINESS UNIT BOGOR PAJAJARAN
Oleh TEGAR ABDURRAHMAN H 24076125
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOLEKTIBILITAS PEMBAYARAN KREDIT BERMASALAH PADA DEBITUR KREDIT USAHA MIKRO PT. BANK MANDIRI Tbk. MICRO BUSINESS UNIT BOGOR PAJAJARAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh TEGAR ABDURRAHMAN H24076125
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembayaran Kredit Bermasalah Pada Debitur Kredit Usaha Mikro PT. Bank Mandiri Tbk. Micro Business Unit Bogor Pajajaran
Nama
: Tegar Abdurrahman
NIM
: H24076125
Menyetujui Dosen Pembimbing,
(Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA) NIP 195506261980031002
Mengetahui Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP 196101231986011002
Tanggal Lulus :
RINGKASAN TEGAR ABDURRAHMAN. H24076125. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembayaran Kredit Bermasalah Pada Debitur Kredit Usaha Mikro PT. Bank Mandiri Tbk. (Studi Kasus PT. Bank Mandiri Tbk. Micro Business Unit Bogor Pajajaran). Di bawah bimbingan H. MUSA HUBEIS. Bank Mandiri Micro Business Unit (MBU) Bogor Pajajaran merupakan salah satu pelaku sektor keuangan yang menjadi fasilitator penyalur kredit modal usaha kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) potensial yang berada di kawasan kota Bogor. Namun dalam praktiknya, penyaluran kredit ke UMKM menemui kendala akibat tingginya risiko pinjaman, diantaranya pengembalian kredit (return) yang bermasalah, sehingga terdapat kolektibilitas tidak lancar bahkan macet. Terganggunya kolektibilitas secara umum dapat dikelompokan kedalam tiga faktor, yaitu (1) Kesalahan akuisisi (2) Lemahnya Monitoring dan (3) Risiko bisnis. Tujuan dari penelitian ini : (1) Mengetahui tahapan-tahapan proses kredit di PT Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran, (2) Mengkaji tingkat kolektibilitas pembayaran kredit di PT Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran (3) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor–faktor yang berpengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit usaha mikro di PT Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran. Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Mandiri Tbk. MBU Bogor Pajajaran dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif. Data primer berasal dari hasil observasi, penyebaran kuesioner dan wawancara dengan pihak terkait. Data sekunder diperoleh dari bahan pustaka, buku-buku, internet, literatur dan data dari pihak Bank Mandiri. Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis faktor, yaitu untuk mengidentifikasi, mengelompokkan dan meringkas faktor-faktor yang mempengaruhi kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah di PT. Bank Mandiri Tbk. MBU Bogor Pajajaran. Metode lain yang digunakan adalah analisis deskriptif yang berfungsi memberi informasi secara ringkas, mudah dipahami dan mendetil. Dari hasil analisis diperoleh dua faktor utama yang menyebabkan kolektibilitas pembayaran kredit menjadi bermasalah di Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran, yaitu faktor Internal (10 indikator) yang berasal dari pihak bank dan faktor eksternal (10 indikator) yang berasal dari pihak debitur. Dalam faktor internal (bank) tersebut tidak ditemukan indikator yang direduksi, dengan ekstraksi terbesar pada indikator kesalahan analisis (64%) dan monitoring lemah (61%). Pada faktor eksternal debitur terdapat satu indikator yang tereduksi, yaitu indikator terkena musibah, dengan ekstraksi pada indikator alokasi kredit tidak tepat (72%) dan karakter kurang baik (71%). Analisis faktor juga dibagi berdasarkan kolektibilitas (penggolongan tingkan pengembalian kredit) dan diperoleh kolektibilitas 2B sebagai penyumbang terbesar terhadap kolektibilitas bermasalah, karena 50% jumlah rekening dan 48% limit kredit bermasalah terdapat pada kolektibilitas ini, selanjutnya dalam kategori NPL terdapat 29% rekening dan 31% limit kredit bermasalah dan yang terkecil adalah kol 2C dengan jumlah rekening bermasalah 21% dan limit kredit 20%.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 11 Februari 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan W. Hidayat dan Enggin Rianingsih. Penulis menjalani pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Papadandayan I Bogor pada tahun 19911997, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Bogor dan lulus pada tahun 2000, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA) 7 Bogor. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Program Studi Diploma III Komunikasi Pembangunan, Fakultas Peternakan (KPP), Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada penulis
tahun 2007
melanjutkan pendidikannya kepada Program Studi Sarjana
Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain aktif berorganisasi di masyarakat, penulis memiliki hobi di bidang fotografi. Pada tahun pertama kuliah di Ekstensi Manajemen, sempat bekerja di PT. Indosiar Visual Mandiri sebagai asisten cameraman dan setahun kemudian menyutradarai film dokumenter pencemaran lingkungan Teluk Buyat Manado Sulawesi Utara yang diprakarsai oleh Panel Ilmiah Independen Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), serta pada tahun yang sama bekerja sebagai karyawan di PT. Bank Mandiri Tbk.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembayaran Kredit Bermasalah Pada Debitur Kredit Usaha Mikro PT. Bank Mandiri Tbk. Micro Business Unit Bogor Pajajaran”, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu saran dan kritik dengan tujuan konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan dikemudian hari, semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2010
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu di dalam pembuatan skripsi ini, yaitu : 1. Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, semangat dan wawasan yang sangat luas selama menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc. dan Farida Ratna Dewi, SE, MM. Selaku dosen penguji, terima kasih atas saran dan masukan yang sangat bermanfaat untuk penulis 3. Seluruh staf pengajar dan karyawan/karyawati di Departemen Manajemen, Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, FEM IPB. 4. Ayah dan Bunda yang telah memberikan curahan kasih sayang dan do’a yang tulus kepada penulis 5. Bpk. Hafidz Azhari selaku Micro Mandiri Manager MBU Bogor Pajajaran, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan pengetahuan selama proses pembuatan skripsi ini 6. Jajaran tim dan karyawan PT. Bank Mandiri Tbk MBU Bogor Pajajaran. 7. Teman-teman mahasiswa di Ekstensi Manajemen IPB. 8. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan dukungan dan tidak bosan untuk menemani dan membantu penulis selama ini. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian dan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas setiap kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda.
Bogor, September 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ KATA PENGANTAR .................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. I PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ..............................................................................
iii iv v x xi xii 1 1 3 3
II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1. UMKM ............................................................................................. 2.1.1 Definisi dan Pengelompokan Kegiatan ................................... 2.1.2 Prospek Pengembangan ........................................................... 2.2. Kredit ................................................................................................ 2.2.1 Pengertiam Kredit ................................................................... 2.2.2 Unsur-Unsur Kredit ................................................................ 2.2.3 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit ..........................................
4 4 4 5 6 6 7 9
2.3. Kredit Bermasalah ....................................................................................... 10 2.3.1 Penggolongan Kolektibilitas .................................................... 10 2.3.2 Teknik Penyelesaian Kredit Macet ...................................... ............. 13 2.4. Penelitian Terdahulu yang Relevan .................................................... ....... 15
III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian.......................................................... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 3.3. Pengumpulan Data ............................................................................. 3.4. Pengolahan dan Analisis data ............................................................
16 16 20 20 21
IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 4.1. Gambaran Umum Perusahaan............................................................ 4.1.1 Lokasi Perusahaan ..................................................................... 4.1.2 Visi, Misi, Nilai Budaya dan 10 Perilaku Utama Insan Bank Mandiri ............................................................................. 4.1.3 Proses Kredit ............................................................................
25 25 26
4.2. Karakteristik Responden ............................................................................ 4.2.1 Jenis Kelamin ........................................................................... ......... 4.2.2 Usia .......................................... ......................................................... 4.2.3 Tingkat Pendidikan................................................ ............................ 4.2.4 Jenis Usaha ........................................................................................ 4.2.5 Nominal Kredit ..................................................................... ............
26 27 28 28 28 29 29 29
4.2.6 Jarak Lokasi Usaha .................................................................. ......... 4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ..................................................................... 4.3.1 Uji Validitas ...................................................................................... 4.3.2 Uji Reliabilitas .................................................................................. 4.4. Faktor Internal yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembayaran Kredit Bermasalah .....................................................................................
4.4.1 4.4.2 4.4.3 4.4.4
29 31 31 31 31
Faktor Internal Bank .............................................................. Analisis Faktor Internal Bank ................................................ Faktor Eksternal Debitur ........................................................ Analisis Faktor Eksternal Debitur ..........................................
31 36 38 42
4.5. Analisis Faktor Berdasarkan Kolektibilitas ................................................
46
4.5.1 Kolektibilitas 2B .................................................................... 47 4.5.2 Kolektibilitas 2C .................................................................... 52 4.5.3 Kolektibilitas NPL ................................................................ 56 4.6. Analisis Faktor Berdasarkan Karakteristik Gender ....................................
60
4.6.1 Debitur laki-laki ..................................................................... 60 4.5.2 Debitur Perempuan................................................................. 64 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 69 1. Kesimpulan ................................................................................................ 69 2. Saran........................................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 71 LAMPIRAN ................................................................................................... 72
DAFTAR TABEL
No Halaman 1. Pengelompokan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah pekerja ................... 5 2. PPAP minimum yang wajib dibentuk berdasarkan mutu kredit ............... 11 3. Bobot nilai jawaban responden ................................................................. 20 4. Posisi keputusan penilaian. ....................................................................... 21 5. Karakteristik responden ............................................................................ 30 6. Penilaian terhadap faktor internal bank .................................................... 32 7. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank ............................... 36 8. Nilai ekstraksi faktor internal bank .......................................................... 37 9. Penilaian terhadap faktor eksternal debitur .............................................. 39 10. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur ........................ 43 11. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur ......................... 44 12. Nilai ekstraksi untuk peubah dalam faktor eksternal debitur ................... 44 13. Penggolongan kolektibilitas kredit............................................................ 46 14. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank .............................. 48 15. Nilai ekstraksi faktor internal Bank untuk Kol 2B .................................. 48 16. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur ......................... 50 17. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur ......................... 50 18. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur ......................... 51 19. Nilai ekstraksi faktor eksternal debitur Kol 2B......................................... 51 20. KMO and Bartlett’s test ............................................................................ 53 21. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank ............................... 53 22. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank ............................... 54 23. Nilai ekstraksi faktor internal Bank Untuk Kol 2C................................... 54 24. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur ......................... 55 25. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur ......................... 55 26. Nilai ekstraksi faktor eksternal debitur Untuk Kol 2C.............................. 56 27. KMO and Bartlett’s test ............................................................................ 57 28. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank ............................... 58 29. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank ............................... 58 30. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur ......................... 59 31. Nilai ekstraksi faktor eksternal debitur untuk Kol 2C .............................. 60 32. Nilai MSA faktor internal bank ................................................................. 61 33. Nilai ekstraksi faktor internal bank untuk debitur laki-laki ...................... 61 34. Nilai MSA faktor eksternal debitur ............................................................ 62 35. Nilai MSA faktor eksternal debitur ............................................................ 63 36. Nilai MSA faktor eksternal ........................................................................ 63 37. Nilai ekstraksi faktor eksternal debitur untuk debitur laki-laki ................. 64 38. Nilai MSA faktor internal bank ................................................................. 65 39. Nilai ekstraksi faktor internal bank ............................................................ 65 40. Nilai MSA faktor eksternal debitur ............................................................ 66 41. Nilai MSA faktor eksternal debitur ............................................................ 67 42. Nilai ekstraksi faktor eksternal debitur ...................................................... 67
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ................................................................... 2. Logo Bank Mandiri . ....................................................................................
19 27
DAFTAR LAMPIRAN
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Kuesioner penelitian ................................................................................ 73 Uji validitas dan reliabilitas ..................................................................... 78 Data debitur bermasalah MBU Bogor Pajajaran ....................................... 80 Analisis faktor keseluruhan....................................................................... 86 Analisis faktor berdasarkan kolektibilitas ................................................. 92 CD pengolahan dan analisis data .............................................................. 99
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia memiliki peranan yang sangat vital bagi penunjang perekonomian nasional. Lincolin (1999) mengatakan UMKM, sebagai bagian integral dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan sangat penting dan strategik dalam mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional pada umumnya dan tujuan Pembangunan Ekonomi pada khususnya. UMKM merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi luas pada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Sektor UMKM secara potensial mempunyai modal sosial untuk berkembang wajar dan bertahan pada semua kondisi seperti krisis global yang sedang dialami dunia akhir-akhir ini, relatif mandiri, karena tidak tergantung pada dinamika sektor moneter secara nasional. Bahkan mempunyai potensi yang besar menyerap tenaga kerja, penyumbang devisa, penghasil pelbagai barang murah dan terjangkau oleh kekuatan ekonomi rakyat dan distribusinya menyebar luas. Akyuwen (2005) menyebutkan UMKM saat ini mendapat perhatian yang cukup serius dari pemain sektor keuangan seperti bank komersial, Bank Perkreditan Rakyat dan kredit yang diberikan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menyediakan berbagai produk dan layanan keuangan mikro yang memfasilitasi pengumpulan tabungan, serta mengalokasikannya secara efisien kepada UMKM potensial. Bank Mandiri merupakan salah satu Bank “pelat merah” yang menaruh perhatian dalam pemberian fasilitas modal usaha untuk UMKM– UMKM yang tersebar di tanah air, melalui unit khusus yang diberi nama Micro Business Unit (MBU), Bank Mandiri menyalurkan kreditnya bagi UMKM yang dianggap potensial dengan produk “Kredit Usaha Mikro”. Walaupun UMKM mendapat perhatian khusus dari sektor keuangan, tetapi bukan berarti dalam praktiknya penyaluran kredit dari sektor
keuangan ke UMKM tidak memiliki kendala yang berarti, justru sebaliknya, yaitu tingginya risiko pinjaman. Beberapa kelemahan yang biasanya dilekatkan pada UMKM adalah dalam hal manajemen keuangan, agunan tidak cukup, kurang pengalaman kredit, teknologi produksi yang masih tradisional, kurang disiplin, kurang ahli dalam mengembangkan pasar dan suka mengambil risiko tanpa analisis penilaian risiko yang benar (Akyuwen, 2005). Melihat dari hal-hal tersebut, maka tidaklah heran banyak terdapat kredit bermasalah bahkan kredit macet yang berasal dari sektor UMKM. Maka dari itu, untuk menyiasatinya, pelaku sektor keuangan lebih teliti lagi dalam melakukan analisa sebelum proses pencairan kredit dan tentu dibarengi dengan edukasi pasar yang lebih mendalam tentang kredit usaha kepada para pelaku UMKM tersebut. Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran yang berdiri sejak Agustus 2008 merupakan salah satu pelaku sektor keuangan yang menjadi fasilitator penyalur kredit modal usaha kepada UMKM-UMKM yang berada di kawasan kota Bogor. Sebagai ilustrasi saat penutupan per 31 Mei 2010 tingkat due per day (DPD) 30 (pembayaran kewajiban kredit yang tidak direalisasikan hingga lebih dari 30 hari) mencapai 15,76% atau mencapai Rp. 745,603,555 dan Non Performing Loan (NPL) mencapai angka 7,49% atau Rp. 354,193,481 dari jumlah total baki debet MBU Rp. 4,729,975,594. Bila digabungkan persentasi kredit bermasalah (DPD 30 dan NPL atau biasa disebut “DPD 30+”) di MBU Bogor Pajajaran per 31 Mei 2010 mencapai 23,35% atau Rp. 1.099.797.037, angka ini jauh di atas standar kesehatan kolektibilitas yang ditetapkan oleh BI, yaitu 13% DPD 30+ dari jumlah baki debet per unit, hal ini sekaligus menjadikan MBU Bogor Pajajaran menjadi unit dengan tingkat kolektibilitas terburuk diantara sembilan (9) MBU lain yang berada di wilayah bogor (cluster Bogor), yaitu MBU Djuanda 11,97%, MBU Kapten Muslihat 6.24%, MBU Suryakencana 13,81%, MBU Cibinong 16,04%, MBU Wr. Jambu 0.56%, MBU Tajur 1,.31%, MBU Pasar Anyar 4,55%, MBU Ciluar 8,28% dan MBU Soleh Iskandar 6,93%.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti, yaitu : 1. Bagaimana tahapan proses pemberian kredit di PT Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran ? 2. Bagaimana gambaran umum tentang tingkat kolektibilitas PT Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran ? 3. Faktor-faktor
apakah
yang
mempengaruhi
tingkat
kolektibilitas
pembayaran kredit bermasalah di PT Bank Mandiri MBU
Bogor
Pajajaran ?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tahapan-tahapan proses kredit di PT Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran. 2. Mengkaji tingkat kolektibilitas pembayaran kredit di PT Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran. 3. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor–faktor yang berpengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit usaha mikro di PT Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1. Definisi dan Pengelompokan Kegiatan Definisi usaha mikro menurut UU. no. 9 tahun 1995 adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, hasil penjualan paling banyak Rp. 1 miliar dan usaha tersebut milik warga negara Indonesia (WNI) (UKM Center, 2010) Menurut UU no. 20 tahun 2008 usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagai mana diatur dalam undang-unadang ini. Lebih lanjut dalam bab IV pasal 6 dijelaskan kriteria usaha mikro yaitu, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Menurut surat edaran Bank Indonesia (no. 3/9/bkr, tgl 17 Mei 2001) usaha kecil (UK) adalah usaha yang memiliki kriteria (UKM Center 2010) sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rrrp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar. 3. Milik WNI 4. Berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau besar. 5. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum Adapun pengelompokan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah pekerja menurut Anderson dalam Rosid (2005) seperti dimuat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pengelompokan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah pekerja. Jenis Kegiatan
Kriteria
Jumlah Pekerja (orang)
Usaha Kecil
Kecil I
1-9
Kecil II
10 - 19
Besar – Kecil
100 – 199
Kecil – Menengah
201 – 499
Menengah – Menengah
500 – 999
Besar – Menengah
1.000 – 1.999
Usaha Menengah
Usaha Besar
> 2.000
Menurut Rosid (2005) tujuan pengelompokan usaha/bisnis dapat disebutkan beragam dan pada intinya mencakup empat macam tujuan, yaitu : a. Untuk keperluan analisis yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan. b. Untuk keperluan penentuan kebijakan-kebijakan pemerintah. c. Untuk
meyakinkan
pemilik
modal/pengusaha
tentang
posisi
perusahaannya. d. Untuk pertimbangan badan tertentu berkaitan dengan antisipasi kinerja perusahaan. 2.1.2
Prospek Pengembangan Tahun 2005 merupakan tahun yang sangat berarti bagi perkembangan usaha
mikro
karena
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
(PBB)
telah
mendeklarasikan tahun tersebut sebagai Tahun Internasional Kredit Mikro. Deklarasi ini menandai begitu pentingnya kredit mikro atau jasa pembiayaan kepada usaha mikro. Walaupun pembiayaan ini mungkin bukan obat mujarab untuk memecahkan persoalan-persoalan sektor usaha mikro, adanya deklarasi tersebut berimplikasi pada pentingnya suatu alat pembiayaan untuk memberdayakan kelompok masyarakat miskin sebagai pengusaha mikro. Bagi kebanyakan masyarakat miskin di negara-negara berkembang, usaha mikro merupakan sumber utama pendapatan dan kesempatan kerja, sementara alternatif lain hampir tidak ada, terutama di daerah urban.
Di Indonesia, sudah umum diketahui bahwa komposisi aktivitas kewirausahaan didominasi oleh usaha kecil dan mikro. Data tahun 2008 menunjukkan jumlah unit usaha (perusahaan dan usaha nonformal) di Indonesia mencapai 51 juta unit pada tahun 2008 lalu. Dari total sebanyak itu sebanyak 4.372 unit merupakan unit perusahaan besar, 39.657 merupakan unit usaha menengah, 520.221 unit usaha kecil, dan sebanyak 50.697.659 unit merupakan usaha mikro, Jadi 99% unit usaha di Indonesia adalah usaha mikro yang omsetnya maksimal Rp 300 juta/tahun (Kemenkop dan UKM, 2010). Disamping itu, meningkatnya persaingan sektor perbankan di Indonesia telah memaksa bank-bank melakukan diversifikasi ke pasar-pasar yang baru. Beberapa bank yang telah menyadari adanya peluang mendapatkan keuntungan dari sektor usaha mikro, berusaha untuk mengeksplorasi pasar yang baru ini. Pengembangan usaha mikro sangat berhubungan erat dengan pemberdayaan masyarakat miskin yang merupakan pelaku utama usaha tersebut. Miskin disini dapat diartikan dalam berbagai konteks. Di Indonesia, masyarakat miskin dikategorikan sebagai mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) mebuat kriteria untuk orang miskin, yaitu mereka yang mampu membelanjakan makanan 2.100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pengeluaran untuk keperluan dasar seperti perumahan, bahan bakar, pakaian, pedidikan, kesehatan dan transportasi.
2.2. Kredit 2.2.1
Pengertian Kredit Menurut Suyatno (1997), istilah "kredit" berasal dari bahasa Yunani, yaitu credere juga yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu, dasar dari kredit adalah kepercayaan yang diberikan seseorang (kreditor) kepada orang lain dan percaya bahwa si penerima kredit tersebut (debitur) akan melunasi segala sesuatu yang telah disepakati bersama. Beberapa pengertian kredit secara universal menurut UU Perbankan Indonesia adalah :
Penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain dimana pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan "(Undang-undang Perbankan No. 14/1967)". Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan "(Undang-undang Perbankan No. 7/1992)". Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga "(Undang-undang Perbankan No. 10/1998)”. Dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada kreditur setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu, dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan. Seseorang atau suatu badan atau lembaga keuangan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik berupa barang, uang ataupun jasa. 2.2.2
Unsur-Unsur Kredit Kasmir (2002) menyebutkan kredit yang diberikan oleh lembaga kredit mempunyai unsur-unsur berikut : a. Kepercayaan Kepercayaan adalah keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya, baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan
benar–benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa mendatang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya juga dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah, baik secara internal maupun eksternal dari kondisi masa lalu dan masa sekarang dari nasabah pemohon kredit. b. Jangka Waktu Waktu adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa mendatang. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang. c. Risiko Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macetnya pembayaran kredit. Semakin panjang jangka waktu suatu kredit, semakin besar risikonya atau sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun risiko yang tidak sengaja. Misalnya, terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya. d. Balas Jasa Obyek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa. Keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut dikenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil. e. Kesepakatan Didalam kredit mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam
suatu perjanjian, dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. 2.2.3 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Kasmir (2002) menyebutkan kriteria penilaian umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan, dilakukan dengan analisis 5 C (Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral). Rinciannya sebagai berikut : a. Character Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari orang–orang yang akan diberikan kredit benar-benar harus dapat dipercaya. Untuk membaca watak atau sifat dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun bersifat pribadi, seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial. Dari sifat dan watak ini dapat dijadikan suatu ukuran tentang “kemauan” nasabah untuk membayar. b. Capacity Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Dari penilaian ini terlihat kemampuan nasabah dalam mengelola bisnis. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman selama ini mengelola usahanya, sehingga akan terlihat “kemampuannya” mengembalikan kredit yang disalurkan. Capacity disebut juga Capability. c. Capital Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Analisis kapital harus menganalisis dari sumber mana modal yang ada sekarang, termasuk persentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan, modal sendiri dan modal pinjaman.
d. Condition of economic Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk masa mendatang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil. e. Collateral Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah, baik fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat digunakan secepat mungkin.
2.3. Kredit Bermasalah 2.3.1 Penggolongan kolektibilitas Bank Indonesia (BI) menggolongkan mutu kredit ke dalam lima jenis (kolektibilitas), yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Kredit dengan mutu lancar dan dalam perhatian khusus diklasifikasikan sebagai kredit tidak bermasalah. Sedangkan kredit yang termasuk ke dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet diklasifikasikan ke dalam klasifikasi kredit bermasalah. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.7/3/DNP tanggal 31 Januari 2005, ada beberapa faktor yang yang harus diperhatikan dalam penggolongan kolektibilitas kredit. Faktor-faktor tersebut adalah : a. Prospek usaha, dengan komponen seperti mutu manajemen dan permasalahan tenaga kerja, dukungan dari afiliasi dan upaya dalam memelihara lingkungan hidup. b. Kinerja debitur, dengan komponen seperti perolehan data, struktur permodalan, arus kas dan sensitivitas dengan risiko pasar. c. Kemampuan
membayar,
dengan
komponen
seperti
ketepatan
pembayaran pokok dan bunga, ketersediaan dan keakuratan informasi
debitur, kelengkapan dokumentasi kredit, kepatuhan terhadap perjanjian kredit,
kesesuaian
penggunaan
dana
dan
kewajaran
sumber
pembayaran. Berkaitan dengan ketepatan pembayaran pokok dan bunga, BI menetapkan batasan jangka waktu pembayaran pokok dan bunga kredit. Batasan tersebut (Tabel 2) adalah : a. Kredit kolektibilitas lancar : pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan pembayaran. b. Kredit kolektibilitas dalam perhatian khusus : terdapat tunggakan pokok dan atau bunga paling lama 90 hari. c. Kredit kolektibilitas kurang lancar : terdapat tunggakan pokok dan bunga melebihi 90 hari dan maksimal 120 hari. d. Kredit kolektibilitas diragukan : terdapat tunggakan pokok dan atau bunga melebihi 120 hari dan maksimal 180 hari. e. Kredit kolektibilitas macet : terdapat tunggakan pokok pinjaman dan atau bunga melebihi melebihi 180 hari. BI mewajibkan bank untuk membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) terhadap kredit yang disalurkannya. PPAP untuk kredit berupa cadangan umum dan khusus yang besarnya tergantung dari kolektibilitasnya. Tabel 2. PPAP minimum yang wajib dibentuk berdasarkan mutu kredit Mutu kredit
Minimum PPAP
Lancar 1% X kredit mutu lancar
1 % x kredit mutu lancar
Dalam perhatian khusus (DPK)
5% X (kredit mutu DPK - nilai agunan)
Kurang lancar (KL)
15% X (kredit mutu KL - nilai agunan)
Diragukan (D)
50% X (kredit mutu D - nilai agunan)
Macet (M)
100% X (kredit mutu M - nilai agunan)
Sumber: BI, 2010 Menurut Mahmoeddin (2002), kredit tidak bermasalah dapat berubah menjadi bermasalah, karena beberapa faktor berikut, yaitu :
1. Faktor Internal (bank) Faktor internal perbankan yang menyebabkan kredit bermasalah, ialah adanya kelemahan atau kesalahan dalam bank itu sendiri, seperti : a. Kelemahan dalam analisis kredit b. Kredit terlalu sedikit c. Kredit terlalu banyak d. Jangka waktu terlalu lama e. Jangka waktu terlalu pendek f. Kurangnya akuntabilitas putusan kredit g. Kurang pengawasan dan pemantauan kinerja debitur secara teratur h. Nasabah terpencar i. Pelanggaran prinsip-prinsip kredit j. Bank terlalu kompromi k. Persaingan antar bank. l. Prosedur kredit terlalu komplek m. Penyaluran kredit pada industri yang mengalami penurunan siklus 2. Faktor Eksternal (debitur) a. Nasabah tidak beritikad baik b. Nasabah menghilang c. Nasabah terbelit hutang d. Terganggunya kelancaran usaha e. Nasabah menderita secara finansial f. Kemampuan manajemen yang kurang g. Teknologi yang sudah usang/tradisional h. Kemampuan pemasaran tidak memadai i. Persaingan yang tajam j. Mengalami musibah k. Pengetahuan dan pengalaman terbatas l. Penyimpangan penggunaan kredit m. Keberadaan produk tidak tepat waktu (musiman)
3. Faktor Eksternal (lingkungan) a. Globalisasi ekonomi yang berdampak negatif b. Situasi politik dalam negri yang merugikan c. Politik negara lain yang merugikan d. Adanya gejolak sosial e. Situasi alam yang merugikan f. Peraturan pemerintah yang merugikan Sehubungan dengan hal-hal di atas, BI mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan penilaian tingkat kesehatan bank. Setiap bank umum yang memberikan kredit kepada masyarakat wajib membentuk cadangan aktiva yang diklasifikasikan. Walaupun belum tentu dipakai untuk penghapusan kredit bermasalah, bank harus membentuk cadangan dan nilainya harus diambil dari modal bank. Akibatnya, secara pembukuan, modal bank akan berkurang oleh banyaknya kredit yang bermasalah, terutama yang sudah masuk dalam kategori kredit macet. Jika kredit bermasalah sangat besar, cadangan yang dibentuk menjadi sangat besar dan berakibat modal bank dapat menjadi negatif. 2.3.2 Teknik Penyelesaian Kredit Macet Kasmir (2002) menjelasakan penyelamatan terhadap kredit macet dilakukan dengan cara berikut : a. Rescheduling Tindakan yang diambil dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit atau jangka waktu angsuran. Dalam hal ini debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit pembayaran kredit, misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 bulan menjadi 1 tahun, sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama utuk mengembalikannya. Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang pembayarannya, misal 36 kali menjadi 48 kali dan hal itu tentu saja jumlah angsurannya menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran.
b. Reconditioning Reconditioning adalah bank mengubah berbagai persyaratan berikut : 1) Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok. 2) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Dalam hal ini penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa. 3) Penurunan suku bunga Penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih meringankan beban nasabah. Sebagai contoh jika bunga per tahun sebelumnya dibebankan 20% per tahun diturunkan menjadi 18% per tahun. Hal ini tergantung dari pertimbangan bank bersangkutan. Penurunan suku bunga akan mempengaruhi jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu meringankan nasabah. 4) Pembebasan bunga Dalam pembebasan suku bunga diberikan kepada nasabah dengan pertimbangan nasabah tidak mampu lagi membayar kredit tersebut. Akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas. c. Restructuring Restructuring merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih layak. Tindakan ini meliputi penambahan jumlah kredit, yaitu menambah equity dengan menyetor uang tunai atau tambahan dari pemilik. d. Kombinasi Hal ini merupakan kombinasi dari ketiga jenis di atas. Seorang nasabah dapat saja diselamatkan dengan kombinasi antara Recheduling dengan
Restructuring,
misalnya
jangka
waktu
diperpanjang
pembayaran bunga ditunda atau Reconditioning dengan Rescheduling, misalnya jangka waktu diperpanjang dengan modal ditambah. e. Penyitaan jaminan Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir, apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya itikad baik ataupun sudah sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya. 2.4. Penelitian Terdahulu yang Relevan Hidayat (2007), melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kredit Macet Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Sentra Konveksi Ulujami Pemalang”.. Dalam industri tersebut terdapat 97 UKM dengan track record pembayaran kredit bermasalah, sehingga contoh diambil secara sensus. Faktor–faktor penyebab macetnya kredit dibagi kedalam sebelas (11) faktor internal dan eksternal. Dari kesebelas faktor tersebut ditemukan faktor yang paling dominan penyebab macetnya kredit di sentra konveksi Ulujami Pemalang, yaitu “faktor pemasaran dan persaiangan” yang berpengaruh terhadap antisipasi kredit macet 18,868%. Hartini (2006) mengangkat judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kredit Macet Pada BPR-BKK Se Kabupaten Rembang Tahun 2006”. PD. Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR BKK) di Kabupaten Rembang mempunyai tujuan untuk mempermudah pengusaha kecil dan masyarakat ekonomi lemah memperoleh tambahan modal usaha berupa pinjaman kredit. Meskipun dikenai bunga yang rendah masih banyak nasabah yang menunggak pembayaran, bahkan sama sekali tidak dapat melunasi kewajibannya, sehingga mengakibatkan kredit macet. Faktor-faktor yang mempengaruhi kredit macet, antara lain itikad nasabah, perencanaan penggunaan modal, lokasi usaha, pendapatan dan administrasi pembukuan. Hasil analisis deskriptif persentase diperoleh itikad nasabah 33,65%, Perencanaan penggunaan modal 33,71%, Lokasi usaha 33,81%, Pendapatan 33,81% dan Administrasi pembukuan 33,85%. Kesemua hal tersebut masuk dalam kategori sangat berpengaruh terhadap kredit macet.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Indikator dari kolektibilitas kredit MBU yang sehat adalah apabila jumlah performing loan atau PL (kredit lancar) Minimal 80%, sedangkan BI memberikan batasan toleransi untuk kredit bermasalah (Dpd 30) dan non performing loan atau NPL (macet) adalah sampai dengan 13% dari jumlah baki debet yang dimiliki bank setiap periodenya. Bermasalahnya kredit telah berakibat terganggunya kolektibilitas dan potensi kerugian dari beberapa faktor yang dikelompokan menjadi faktor internal dan eksternal. Berikut ini ada beberapa faktor yang diduga memiliki konstribusi dominan terhadap kredit bermasalah di PT. Bank Mandiri Tbk. MBU Bogor Pajajaran, yaitu : 1. Faktor Internal Faktor internal bersumber dari pihak bank (kreditor), misal pelanggaran prinsip–prinsip kredit, kurangnya pengawasan efektif terhadap debitur, pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan debitur (overlanding). 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal berasal dari luar bank, yaitu faktor lingkungan dan debitur itu sendiri. Karena obyek penelitian ini adalah UKM dengan nominal kredit relatif kecil (sampai dengan Rp. 100.000.000,-), sehingga faktor eksternal yang akan diteliti dalam penelitian ini hanya pada faktor eksternal yang bersumber dari nasabah/debitur itu sendiri, mengingat faktor eksternal lainnya seperti, situasi politik dalam dan luar negri, kebijakan pemerintah, situasi alam, kondisi ekonomi global dan faktor eksternal lingkungan lainnya
tidak memberikan dampak nyata untuk
usaha level mikro ini. Dalam penelitian ini akan dikaji lebih mendalam perihal faktor–faktor yang paling dominan dalam memberikan konstribusi negatif terhadap rentabilitas bank, yang terdiri dari faktor internal (bank) dan faktor eksternal
(debitur) yang menyebabkan kredit menjadi bermasalah. Definisi Operasional dari faktor-faktor tersebut adalah : 1. Pelanggaran prinsip-prinsip kredit (Fraud) adalah pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat bank secara disengaja berkenaan dengan proses atau operasional kredit. Jenis pelanggaran ini misalnya, pejabat bank melakukan manipulasi data nasabah, melakukan praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) hingga praktik percaloan. 2. Kelemahan monitoring adalah suatu tindakan lalai yang dilakukan pejabat bank berkenaan dengan proses manajemen nasabah. Misalnya pejabat bank kurang memantau dengan baik usaha dan kredit nasabah. 3. Kelebihan Kredit (overlanding) adalah tindakan pemberian nominal/limit kredit yang melebihi kemampuan bayar nasabah. 4. Kesalahan analisa adalah kesalahan bank dalam melakukan analisa kredit, seperti kesalahan pada saat survei, pengolahan data, scoring, taksasi jaminan hingga pengambilan keputusan kredit. 5. Permasalahan agunan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan legalitas agunan, seperti agunan dalam sengketa, dokumen agunan tidak lengkap, agunan atas nama orang lain, agunan sudah tidak berlaku dan nilai agunan di bawah ketentuan yang berlaku. 6. Jangka waktu terlalu lama adalah masa kredit/tenor yang diberikan bank kepada debitur terlampau lama. 7. Jangka waktu terlalu pendek adalah masa kredit/tenor yang diberikan bank pada debitur terlalu pendek. 8. Kredit terlalu sedikit adalah nominal/limit kredit yang diberikan bank pada debitur masih kurang dari kebutuhan minimalnya. Hal ini mengakibatkan produksi menjadi tidak efektif sehingga perkembangan usaha akan terhambat. 9. Prosedur kredit terlalu kompleks adalah seperangkat aturan kredit yang telah ditentukan bank terlalu memberatkan nasabah. Hal ini dapat berdampak negatif secara psikologis, mengingat karakteristrik debitur kredit mikro cenderung awam perbankan dan ”tidak mau repot”.
10. Pemberian kredit pada industri siklus menurun adalah penyaluran dana kredit dari pihak bank kepada usaha-usaha kecil yang industrinya sedang mengalami masalah penurunan siklus. 11. Menderita kesulitan finansial adalah suatu kondisi krisis keuangan yang sedang dialami oleh debitur. 12. Alokasi dana kredit tidak tepat adalah penempatan dana kredit bukan dalam upaya untuk pengembangan usaha (penyelewengan). 13. Jarak adalah ukuran jarak dalam KM (kilometer) antara tempat usaha/domisili debitur dengan bank Mandiri yang menyalurkan kredit. 14. Karakter kurang baik adalah karakter pribadi dari tiap individu debitur yang tidak menunjukan itikad baik dan kurang bisa bekerjasama, sehingga tidak sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. 15. Kelemahan teknologi adalah pemanfaatan teknologi dalam usaha debitur kurang menunjang karena sudah usang atau masih bersifat tradisional. 16. Kelemahan manajemen adalah ketidakmampuan debitur dalam mengelola usahanya dalam manajemen yang terstruktur dengan baik. 17. Musibah adalah kondisi yang tidak diinginkan yang menimpa debitur, seperti kecelakaan, sakit keras, anggota keluarga meninggal dunia dan penipuan. 18. Terbelit hutang adalah suatu kondisi dimana debitur memiliki tanggungan hutang yang membebaninya secara finansial. 19. Kurangnya pendidikan dan pengalaman kredit adalah suatu kondisi dimana debitur belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup di bidang kredit 20. Persaingan yang tajam adalah banyaknya kompetitor yang memiliki usaha serupa dengan usaha debitur. 21. Kol 2B adalah pengembalian angsuran kredit yang tidak direalisasikan lebih dari 60 hari 22. Kol 2C adalah pengembalian angsuran kredit yang tidak direalisasikan lebih dari 90 hari. 23. NPL (Non Performing Loan) atau kredit macet adalah pengembalian angsuran kredit yang tidak direalisasikan lebih dari 120 hari.
PT. Bank Mandiri Tbk MBU Bogor Pajajaran
Kredit Usaha Mikro
Kredit tidak bermasalah : • Lancar • Dalam perhatian khusus
Kredit Bermasalah : • Kredit kurang lancar • Diragukan • Macet (NPL)
Faktor Internal (Bank)
• Pelanggaran Prinsip-Prinsip Kredit • Kelemahan Monitoring • Kelebihan Kredit / Overlending • Kesalahan Analisa • Permasalahan Agunan • Jangka Waktu Terlalu Lama • Jangka Waktu Terlalu Pendek • Kredit Terlalu Sedikit • Prosedur Kredit Terlalu Kompleks • Pemberian Kredit Pada Bisnis Siklus Menurun
• • • • • • • • •
Faktor Eksternal (Debitur)
Menderita Kesulitan Finansial Alokasi Dana Kredit Tidak Jelas Jarak Karakter kurang baik Kelemahan Teknologi Kelemahan Manajemen Musibah Terbelit Hutang Kurang Pendidikan & Pengalaman Kredit • Persaingan Yang Tajam
Analisis Data
Analisis Faktor
Analisis Deskriptif
Kolektibilitas Pembayaran Kredit
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Keterangan :
Ruang Lingkup Penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. MBU Bogor Pajajaran yang terletak di Ruko Bantar Kemang Jl. Raya Pajajaran No. 20Q Bogor, dengan waktu ± 3 bulan (April - Juni 2010).
3.3. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sensus. Dalam teknik sensus, setiap anggota (unit) populasi dimasukan sebagai contoh responden. Data yang diperkirakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dimana pertanyaanpertanyaan yang diajukan mengacu pada kuesioner yang telah disiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur dan pihak bank. Metode pengumpulan data dilakukan dengan : a. Kuesioner Cara penilaian terhadap hasil jawaban kuesioner dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert adalah skala yang berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Responden diminta mengisi pernyataan dalam skala ordinal berbentuk verbal dengan menggunakan bobot tertentu pada setiap pertanyaan (Tabel 3). Tabel 3. Bobot nilai jawaban responden Jawaban Responden
Bobot Nilai
Sangat Setuju (A)
5
Setuju (B)
4
Cukup Setuju (C)
3
Kurang Setuju (D)
2
Tidak Setuju (E)
1
Pengolahan kuesioner dilakukan dengan menggunakan rentang skala penilaian dengan menentukan posisi tanggapan responden dengan menggunakan nilai skor. Setiap bobot alternatif jawaban yang terbentuk
dari teknik skala peringkatan terdiri dari kisaran 1 - 5. Penentuan rentang skala dilakukan dengan rumus berikut (Umar, 2005)
____
(m-1) RS= m
………………………………….. ( 1 )
Dimana : RS
= Rentang Skala
m
= Jumlah alternatif jawaban tiap item
Berdasarkan rumus tersebut, maka dapat dihitung nilai rentang skala sebagai berikut :
____ = 0,8
(5-1) RS = 5
Nilai skor rataan dihasilkan dari perkalian antara bobot nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah jawaban responden, kemudian dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan rentang skala dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Posisi keputusan penilaian. Skor Rataan
Keterangan
1,0-1,8
Tidak Setuju
1,9-2,6
Kurang Setuju
2,7-3,4
Cukup Setuju
3,5-4,2
Setuju
4,3-5,0
Sangat Setuju
b. Studi Pustaka Studi pustaka diperlukan untuk mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan sebagai data pelengkap dan pembanding dari data yang ada.
3.4. Pengolahan dan Analisis Data Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif, baik kualitatif maupun kuantitatif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang menggambarkan kondisi aktual yang telah diketahui
melalui pengumpulan data dan selanjutnya menganalisis masalah yang ada sesuai dengan gambaran kondisi aktual yang telah dilakukan. Dengan metode ini, dapat dijelaskan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kredit menjadi bermasalah. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program Microsoft Excel dan juga software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 14 for Windows. a. Uji Validitas Setelah kuesioner akhir terbentuk, langkah awal yang dilakukan adalah menguji validitas kuesioner. Pengujian validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu alat pengukur (instrumen) mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2005). Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Teknik yang dipakai untuk menguji validitas kuesioner adalah teknik korelasi product moment Pearson berikut :
rxy =
n ∑ XY − ∑ X ∑ Y n ∑ X − (∑ X ) 2
2
n ∑ Y − (∑ Y ) 2
.............….(2)
2
Keterangan : rxy = Korelasi antar X dan Y n = Jumlah responden X = Skor masing-masing pertanyaan Y = Skor total
b. Uji Reliabilitas Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2005). Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik alpha Cronbach berikut : 2 k ∑ σ r11 = 1− 2 σ1 k − 1
…………………………….….(3)
= Reliabilitas instrumen
Keterangan : r11 K
∑σ
= Banyaknya butir pertanyaan 2
σ 12
= Jumlah ragam butir = Jumlah ragam total
Untuk mencari nilai ragam digunakan rumus berikut :
(∑ X ) −
2
σ = 2
∑X
2
n
n
...………………........….(4)
Keterangan : n = Jumlah responden X = Nilai skor yang dipilih
c. Analisis Faktor Analisis faktor merupakan analisis statistik yang bertujuan mengidentifikasi, mengelompokkan dan meringkas faktor-faktor yang merupakan dimensi suatu peubah, definisi dan sebuah fenomena tertentu. Pengujian dengan analisis faktor dapat menggunakan data yang berasal dari data primer ataupun sekunder. Analisis faktor yang berasal dari data primer melalui suatu kuesioner yang dikuantitatifkan data dengan skala Likert dan menggunakan rataan pembobotan tersebut dengan data statistik yang akan diolah. Analisis faktor dengan data sekunder dapat menggunakan data yang diperoleh dari dokumentasi. Dalam hal ini, dimensi data yang digunakan harus sesuai dengan definisi suatu peubah atau fenomena yang diukur. Analisis faktor digunakan untuk mengelompokkan beberapa atribut yang memiliki kemiripan karakter atas beberapa kumpulan faktor, sehingga atribut-atribut yang ada diringkas menjadi beberapa kumpulan faktor yang lebih sedikit dari jumlah peubah awal. Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi yang digunakan adalah asumsi yang terkait dengan metode statistik korelasi berikut : 1)
Besarnya korelasi antar peubah harus cukup kuat, misalnya di atas 0,5
2)
Besarnya korelasi parsial, korelasi antara dua peubah dengan menganggap peubah lain harus kecil. Pada Statistical Package for Social Science (SPSS), deteksi terhadap korelasi parsial dapat dilihat dari Anti-Image Correlation.
3)
Pengujian seluruh matrik korelasi (korelasi antar peubah), yang diukur dengan besaran Barlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adquancy (MSA)
4)
Hal pertama yang akan dilakukan dalam analisis ini adalah menentukan peubah apakah yang akan dianalisis. Setelah ditentukan peubah yang akan diuji, langkah selanjutnya adalah menguji peubah tersebut dengan menggunakan metode Barlett Test of Sphericity atau MSA. Output dari tahapan pertama didapatkan angka Kaiser Meyer Olkin Measure Sampling Adquancy (KMOMSA). Tahapan selanjutnya adalah factoring, dengan output yang dihasilkan adalah pengelompokkan peubah menjadi faktor-faktor. Untuk memperjelas peubah yang masuk ke dalam faktor tertentu, proses selanjutnya melakukan faktor rotation terhadap faktor yang telah berbentuk dan interpretasi data, dengan memberi nama dan sedapat mungkin mewakili peubah-peubah anggota faktor tersebut
d. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif bertujuan mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk yang mudah dipahami, berbentuk informasi lebih ringkas. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif (Arikunto, 1998), yaitu : 1)
Metode deskriptif kualitatif memberikan predikat pada peubah yang diteliti menurut kondisi sebenarnya. Pemberian predikat ini menggunakan suatu tolak ukur, yaitu melakukan pembahasan dengan cara menguraikan, menjabarkan dan menjelaskan yang didukung oleh teori-teori yang terkait pada masalah-masalah.
2)
Metode deskriptif kuantitatif, yaitu data berbentuk angka-angka, baik secara langsung diperoleh dari hasil penelitian maupun hasil pengolahan data kualitatif menjadi kuantitatif.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan Pada kuartal pertama tahun 2005, Bank Mandiri Persero Tbk, membentuk satu divisi baru yang bernama Micro Business Unit (MBU). MBU dibentuk tidak lain untuk menfasilitasi penyaluran kredit ke segmen pengusaha mikro, dengan limit kredit sampai dengan Rp. 100 juta, mengingat segmen mikro adalah pasar yang potensial untuk digarap, karena sebagian besar usaha di indonesia adalah usaha kelas mikro. MBU Bogor Pajajaran sendiri berdiri pada Agustus 2008, sehingga saat ini usianya hampir genap 2 tahun. MBU Bogor Pajajaran merupakan satu dari sembilan MBU yang tersebar di kota Bogor yamg berfungsi sebagai fasilitator penyalur kredit di kawasan Bogor dan berada dalam naungan cluster Bogor II. Diantara kesembilan MBU tersebut Bogor Pajajaran menjadi MBU dengan persentasi kredit bermasalah terbesar yaitu sebesar 23,35% (data mei 2010), hal ini dianggap tidak wajar mengingat usia dari MBU tersebut tergolong masih muda. Tim yang berada di MBU Bogor Pajajaran terdiri dari : 1.
Seorang Micro Mandiri Manager (MMM), yaitu seorang manajer kredit yang bertanggung jawab atas seluruh kegiatan perkreditan di MBU tersebut.
2.
Seorang Micro Kredit Analis (MKA), yaitu seorang yang bertugas melakukan analisis data (scoring) dan memutuskan layak tidaknya suatu permohonan kredit.
3.
Empat orang Micro Kredit Sales (MKS), yaitu tenaga pemasaran yang bertugas mencari calon debitur potensial penerima kredit lalu melakukan pengelolan terhadap nasabah yang masuk kedalam porto folio masing-masing.
4.
Seorang Micro Mandiri Collection (MMC), seorang yang bertugas melakukan pengelolaan terhadap kredit bermasalah dalam hal penagihan dan upaya-upaya penyelamatan kredit lainnya.
4.1.1 Lokasi Perusahaan MBU Bogor Pajajaran berlokasi di ruko Bantar Kemang Jl. Raya Pajajaran No. 20-Q Bogor, yaitu satu kantor dengan kontor kas Bank Mandiri cabang Pajajaran Bogor. 4.1.2 Visi, Misi, Nilai Budaya dan 10 Prilaku Utama Insan Bank Mandiri Bank Mandiri mempunyai visi, menjadi bank lokal yang dominan, menguasai pangsa pasar reveunue 20%-30% disetiap segmen yang dimasuki dengan distinctive strategies disetiap unit dan synergi capture dari berbagai segmen yang berbeda, juga menjadi bank yang dikenal secara luas sebagai perusahaan publik terkemuka (blue chip company) di Asia Tenggara (regional champion Bank). Misinya adalah Berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar, mengembangkan sumber daya manusia profesional, memberi keuntungan yang
maksimak
bagi
stakeholder,
melaksanakan
manajemen terbuka dan peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan. Lima (5) nilai budaya dan 10 perilaku utama insan Bank Mandiri adalah sebagai berikut : 1. TRUST (kejujuran)
: a. Saling menghargai dan bekerjasama b. Jujur tulus dan terbuka
2. Integrity (Integritas) : a. Disiplin dan konsisten b. Berpikir, berkata dan bertindak terpuji 3. Profesionalism (Profesionalisme) 4. Customer Focus (Fokus pelanggan)
: a. Kompeten dan bertanggungjawab b. Memberikan solusi dan hasil terbaik : a. Inovatif, Proaktif dan cepat tanggap b. Mengutamakan pelayanan dan kepuasan pelanggan
5. Excellence (Kesempurnaan)
: a. Orientasi nilai tambah dan perbaikan terus menerus b. Peduli lingkungan
Gambar 2. logo Bank Mandiri Persero Tbk. Logo Bank Mandiri terdiri dari dua unsur, yaitu tulisan ”mandiri” dengan menggunakan huruf kecil berwarna biru gelap dan gelombank pita emas cair di atasnya. Bentuk logo dengan huruf kecil melambangkan sikap ramah dan rendah hati. Ramah terhadap semua segmen bisnis yang dimasuki, menunjukan keinginan yang besar untuk melayani dengan rendah hati. Warna biru tua melambangkan rasa nyaman, tenang dan menyejukan. Warisan luhur, stabilitas dan serius serta tahan uji yang merupakan dasar-dasar pondasi yang kuat yang berhubungan dengan kesetiaan, hal yang dapat dipercaya, kehormatan yang tinggi dan simbol dari spesialis. Bentuk gelombang pita emas cair merupakan simbol dari kekayaan finansial di Asia. Lengkung emas menggambarkan metamorfosa dari sifat agile, progresif, pandangan kedepan, fleksibilitas dan ketangguhan atas segala kemungkinan mendatang. 4.1.3 Proses kredit Proses kredit usaha bank Mandiri diawali dengan proses pencarian prospek (bakal calon debitur potensial yang akan mengajukan kredit). Setelah prospek didapat maka selanjutnya adalah pengumpulan data dan dokumen pendukung dari calon debitur sebagai persyaratan kredit, dokumen ini antara lain kartu tanda penduduk (KTP) suami istri calon debitur, kartu keluarga, surat nikah, dokumen legalitas usaha, rekening bank mandiri (bila belum ada maka harus membuat lebih dulu), pembukuan usaha, dokumen agunan seperti sertifikat tanah atau surat kendaraan dan dokumen persyaratan lainnya. Setelah itu bank akan melakukan pengecekan
sejarah kredit calon debitur melalui IDI BI (informasi debitur individual bank Indonesia), bila hasil IDI BI tersebut tidak ditemukan masalah, maka tahap selanjutnya adalah melakukan survei/observasi lapangan terhadap usaha debitur, lalu melakukan taksasi jaminan. Hasil survei bersama dokumen pendukung akan diserahkan pada (Micro Kredit Analis) MKA untuk dilakukan analisa (scoring), setelah hasil scoring direkomendasi maka keluarlah surat penawaran pemberian kredit (SPPK) yang diberikan pada calon debitur, bila SPPK itu disetujui calon debitur maka proses akad kredit bisa dilaksanakan. Tahap terakhir adalah penandatanganan perjanjian kredit dan proses pencairan kredit melalui pemindahbukuan ke rekening tabungan/giro atas nama debitur. 4.2. Karakteristik Responden. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh debitur kredit bermasalah di Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran yang terbagi dalam tiga golongan kolektibilitas (2B, 2C dan NPL) dengan jumlah 75 rekening. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis usaha dan jarak lokasi usaha dengan bank. 4.2.1 Jenis Kelamin Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar debitur kredit bermasalah di MBU Bogor Pajajaran adalah laki-laki (55%) dan sisanya debitur perempuan (45%) dari total 75 debitur. 4.2.2 Usia Berdasarkan Tabel 5 diperoleh data bahwa debitur yang berusia 26-30 tahun 11%, usia 31-35 tahun 12%, usia 36-40 tahun 19%, usia 41-45 tahun 16% , 45-50 tahun 20% dan di atas 50 tahun 23% . Dari data tersebut dapat disimpulkan sebagain besar debitur kredit bermasalah di MBU Bogor Pajajaran berusia di atas 40 tahun.
Kebanyakan debitur baru mengenal kredit perbankan di usia lanjut, sebelumnya mereka cenderung melakukan kredit kepada perorangan atau rentenir. 4.2.3 Tingkat Pendidikan Berdasarkan Tabel 5 diperoleh data bahwa data latar belakang pendidikan yaitu S1 (7%), SMA (65%), SMP (9%) dan SD (19%). 4.2.4 Jenis Usaha Berdasarkan Tabel 5 diperoleh data bahwa 4% debitur berusaha lapak barang rongsok, 1% pakaian jadi, 8% dibidang kuliner, 37% usaha sembako dan mayoritas sebesar 49% di bidang usaha lainnya. Usaha lainnya adalah segala usaha diluar kategori yang telah ditentukan Bank Mandiri secara umum dan jenisnya sangat variatif seperti, warung kopi, mainan anak, warnet, petrernakan, perikanan, jasa transportasi dan pelayanan umum, serta usaha yang termasuk dalam segmen mikro lainnya. 4.2.5 Nominal Kredit MBU Bank Mandiri membagi kredit usaha mikro (KUM) berdasarkan tiga kategori berdasarkan nominal, seperti yang terlihat dalam Tabel 5 yaitu KUM Mandiri (kredit Rp. 1 s/d 10 juta) 68%, KUM Mapan (Rp.11 s/d 50 juta) 23% dan KUM Prima (Rp.51 s/d 100 juta) 4.2.6
9 %.
Jarak Lokasi Usaha Dalam Tabel 5 terlihat pembagian jarak lokasi usaha dengan bank dalam persentase berikut, jarak sampai dengan 5 Km 5%, 6-10 Km 24%, 11-25 Km 43% dan jarak lebih dari 15 Km 28%.
Tabel 5. Karakteristik responden Jumlah (orang)
Persentase (%)
Laki-Laki Perempuan
41 34
55 45
21-25
0
0
26-30
8
11
31-35
9
12
36-40
14
19
41-45
12
16
46-50
15
20
50-ke atas
17
23
SD
14
19
SMP
7
9
SMA
49
65
S1
5
7
Sembako
28
37
Rongsokan
3
4
Kuliner
6
8
Pakain Jadi
1
1
Lainnya
37
49
1 s/d 10
51
68
11 s/d 50
17
23
51 s/d 100
7
9
s/d 5
4
5
6-10
18
24
11-20
32
43
> 10
21
28
Karakteristik Jenis Kelamin
Usia (tahun)
Pendidikan
Jenis Usaha
Nominal (Rp. Juta)
Kredit
Jarak Lokasi Usaha (Km)
4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 4.3.1 Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mendefinisikan suatu peubah. Pengujian dilakukan kepada 30 orang responden, dimana kuesioner yang dibagikan terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama merupakan hal yang berkaitan dengan identitas responden, bagian kedua berisi pernyataan tentang indikator-indikator yang termasuk kedalam faktor internal (bank) yang mempengaruhi kolektibilitas kredit menjadi bermasalah (30 pernyataan) dan bagian ketiga berisi pernyataan tentang faktor eksternal (debitur : 30 pernyataan). Berdasarkan hasil pengujian diperoleh 60 pernyataan sahih, artinya pernyataan-pernyataan tersebut telah memenuhi syarat sah untuk diolah lebih lanjut (r-hitung > r-tabel), dimana r-tabel = 0,361 untuk n = 30 dengan db n-2, pada selang kepercayaan 95%. Hasil perhitungan uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.3.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan kembali sebagai alat ukur suatu obyek atau responden. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai r-hitung 0,952. Hasil tersebut menunjukan bahwa kuesioner yang disebarkan sangat reliabel, sehingga dapat diandalkan sebagai alat ukur dalam penelitian. Hasil perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.4. Faktor Internal Yang Mempengaruhi Kolektibilitas Pembayaran Kredit Bermasalah 4.4.1 Faktor Internal Bank Faktor internal bank adalah segala aktifitas perbankan seperti perencanaan, operasional, manajemen dan aktifitas lainnya yang berpotensi
atau
menyebabkan
kolektibilitas
kredit
menjadi
bermasalah. Dengan kata lain, faktor internal bank adalah kesalahan atau kelalaian bank itu sendiri, sehingga menyebabkan kolektibilitas pembayaran kredit menjadi terganggu dan bermasalah. Berikut adalah hasil dari penilaian debitur terhadap faktor internal bank yang mempengaruhi kolektibilitas pembayaran kredit menjadi bermasalah (Tabel 6). Tabel 6. Penilaian terhadap faktor internal bank Bobot Nilai 5
4
3
2
1
Skor Rataan
Keterangan
Saya diberi pinjaman karena kenal dekat dengan pejabat Bank
0
2
9
28
36
1,69*
Tidak Setuju
Saya memiliki sejarah kredit kurang baik, tetapi diketahui Bank
0
0
11
25
39
1,63
Tidak Setuju
Proses kredit dilakukan oleh calo dan kepadanya saya memberi imbalan .
8
9
14
17
27
2,39
Kurang Setuju
Indikator 1
1,90
Skor Rataan Pelanggaran Prinsip-prinsip Kredit
Bobot Nilai Indikator 2
Skor Rataan
Keterangan
5
4
3
2
1
Pejabat Bank tidak selalu mengingatkan saya untuk membayar angsuran setiap bulannya (telepon)
1
13
32
23
6
2,73
Cukup Setuju
Pejabat Bank tidak selalu mendatangi saya bila telat membayar kewajiban angsuran
2
18
22
22
11
2,71
Cukup Setuju
Saya hanya bertemu dengan pejabat Bank satu kali saja, yaitu pada saat akad kredit. Setelah itu pejabat Bank tidak pernah menemui saya lagi
4
13
23
24
11
2,67
Cukup Setuju
2,70
Cukup Setuju
Skor Rataan
Keterangan
2,67
Cukup Setuju
Skor Rataan Kelemahan Monitoring
Bobot Nilai Indikator 3 Saya merasa nominal kredit diperoleh melebihi kebutuhan
yang
5
4
3
2
1
3
13
20
34
5
Nominal angsuran bulanan yang harus saya setor terlalu berat
9
16
17
22
11
2,87
Cukup Setuju
Bila membayar angsuran, saya tidak dapat menyisihkan uang untuk ditabung atau untuk kebutuhan lainnya
7
13
23
25
7
2,84
Cukup Setuju
2,79
Cukup Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Skor Rataan Kelebihan Kredit Lanjutan Tabel 6. Bobot Nilai Indikator 4 5
4
3
2
1
Pejabat Bank tidak melakukan survei mendalam, tetapi sekedar singgah, lalu melakukan pemotretan usaha dan agunan
9
8
31
21
6
2,91
Cukup Setuju
Sumber informasi yang diperoleh pejabat Bank hanya sedikit, yaitu dari data yang diberikan dan wawancara.
2
19
27
25
2
2,92
Cukup Setuju
Pembayaran saya sudah bermasalah diawal-awal periode kredit (kurang dari 6 bulan)
28
16
12
12
7
3,61
Setuju
3,15
Cukup Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Skor Rataan Kesalahan Analisis
Bobot Nilai Indikator 5 5
4
3
2
1
Agunan yang saya jaminkan pada Bank nilainya lebih rendah dari nominal kredit yang diterima
2
5
12
30
26
2,03
Kurang Setuju
Dokumen agunan yang saya jaminkan tidak lengkap/masih bermasalah (dalam sengketa/atas nama orang lain/pemilikan lebih dari satu orang/dll)
1
2
8
27
37
1,71
Tidak Setuju
Agunan yang saya jaminkan ke Bank berupa barang (tanah, bangunan, non bangunan) yang sulit dijual/dipindahtangankan
10
6
13
26
20
2,47
Setuju
2,07
Kurang Setuju
Keterangan
Skor Rataan Permasalahan Agunan
Indikator 6 Jangka waktu yang diberikan oleh Bank
Bobot Nilai 5 4
3
2
1
Skor Rataan
2
24
32
11
2,41
6
Kurang
untuk masa kredit saya terlalu lama
Setuju
Kredit saya mulai bermasalah saat memasuki tahun kedua
1
13
16
23
22
2,31
Kurang Setuju
Saya lalai dalam pembayaran angsuran, karena merasa jenuh dengan masa tenor kredit terlalu panjang
5
6
13
26
25
2,20
Kurang Setuju
2,31
Kurang Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Skor Rataan Jangka Waktu Terlalu Lama
Bobot Nilai Indikator 7 5
4
3
2
1
Saya merasa keberatan dengan jangka waktu yang terlalu singkat
9
3
19
37
7
2,60
Kurang Setuju
Jangka waktu yang relatif pendek akan menyebabkan angsuran menjadi tinggi, sehingga saya sulit memenuhi kewajiban angsuran.
9
8
20
25
13
2,67
Cukup Setuju
Bila membayar angsuran, saya tidak dapat menyisihkan uang untuk ditabung atau untuk kebutuhan lainnya
1
9
25
26
14
2,43
Kurang Setuju
2,56
Kurang Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Skor Rataan Jangka Waktu Terlalu Pendek
Bobot Nilai Indikator 8 5
4
3
2
1
Nominal kredit yang saya terima masih kurang untuk kebutuhan modal usaha
5
3
17
38
12
2,35
Kurang Setuju
Kegiatan produksi usaha saya tidak optimal, karena tambahan modal melalui kredit Bank belum cukup memenuhi kebutuhan produksi
4
5
16
36
14
2,32
Kurang Setuju
Kegiatan usaha saya akan berjalan baik, andaikan kredit yang saya terima sesuai dengan perhitungan awal (tidak kurang)
2
6
24
36
7
2,47
Kurang Setuju
2,38
Kurang Setuju
Skor
Keterangan
Skor Rataan Kredit Terlalu Sedikit
Indikator 9
Bobot Nilai
5
4
3
2
1
Rataan
Saya merasa persyaratan pengajuan kredit di Bank terlalu berlebihan
3
4
26
38
4
2,52
Kurang Setuju
Saya mengeluarkan banyak uang untuk kepentingan pengajuan kredit di Bank
5
8
20
34
8
2,57
Kurang Setuju
Waktu proses kredit terlalu lama, sehingga saya kehilangan peluang atau berganti prioritas.
1
5
17
40
12
2,24
Kurang Setuju
2,44
Kurang Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Skor Rataan Prosedur Kredit Terlalu Kompleks
Bobot Nilai Indikator 10
5
4
3
2
1
Usaha saya termasuk yang terkena imbas krisis global
5
6
15
42
7
2,47
Kurang Setuju
Industri yang saya geluti saat ini mengalami penurunan siklus
5
10
9
36
15
2,39
Kurang Setuju
Usaha sejenis dengan saya telah banyak gulung tikar
9
4
11
27
24
2,29
Kurang Setuju
2,38
Kurang Setuju
Skor Rataan Pemberian Kredit Pada Bisnis Siklus Menurun
*) 5x0 + 4x2 + 3x9 + 2x28 + 1x36 = 1,69 75 Berdasarkan penilaian responden terhadap sepuluh indikator faktor internal Bank yang berpotensi mempengaruhi kolektibilitas pembayaran kredit, diperoleh hasil berikut : 1. 75 responden menilai bahwa faktor internal (bank) tidak terlalu berpengaruh terhadap kredit bermasalah. Hal ini terbukti dari penjumlahan skor rataan dari sepuluh indikator lalu dibagi jumlah indikator tersebut, maka hasil rataan akhir adalah 2.47, artinya responden kurang setuju bila faktor internal Bank menjadi faktor yang berkonstribusi besar terhadap masalah kolektibilitas kredit di Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran. 2.
Kesalahan analisa menjadi indikator paling berpengaruh dengan skor rataan 3,15. Data yang diperoleh dari Bank Mandiri
adalah 54 dari total 75 rekening yang bermasalah telah menunjukan gejala macet di awal masa tenor (kurang dari 6 bulan masa kredit). Hal ini menunjukan indikasi kesalahan analisis, karena fungsi analisa kredit adalah meramalkan atau memprediksi kekuatan membayar debitur minimal enam bulan ke depan. 3. Indikator dengan skor rataan terendah adalah pelanggaran prinsip-prinsip kredit dengan total skor 1,90, maka kondisi Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran masih masuk kategori sehat dalam hal fraud (pelanggaran) seperti, korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), praktik percaloan dan manipulasi data. 4.4.2 Analisis Faktor Internal Bank Berdasarkn hasil pengolahan data dari 75 responden/debitur Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran diperoleh nilai KMO dari faktor internal Bank 0,654 dimana nilai KMO lebih besar dari alpha (α) 0,5. Dalam faktor internal Bank terdapat 10 indikator yang diuji tingkat pengaruhnya terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah dengan menggunakan alat ukur analisis faktor, dimana setiap indikator dihitung nilai MSA. Dalam hal ini jika sebuah indikator memiliki nilai MSA kurang dari 0,5, maka indikator tersebut akan direduksi/dikeluarkan dari faktor internal (bank). Penjelasan lebih rinci terdapat dalam Tabel 7.
Tabel 7. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Industri mengalami Penurunan Siklus
0,763
2
Jangka Waktu Terlalu Lama
0,753
3
Prosedur Kredit Kompleks
0,725
4
Kredit Terlalu Sedikit
0,692
5
Jangka Waktu Terlalu Pendek
0,669
6
Pelanggaran Prinsip Kredit
0,649
7
Kelebihan Kredit
0,625
8
Monitoring Lemah
0,621
9
Kesalahan Analisis
0,554
10
Permasalahan Agunan
0,512
Hasil perhitungan menunjukan sepuluh peubah memiliki nilai MSA lebih dari 0,5, hal ini menandakan bahwa kesepuluh indikator dalam faktor internal Bank tersebut memiliki pengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. Untuk penjelasan lebih rinci dapat dilihat dari nilai ekstraksi yang terdapat dalam Tabel 8. Tabel 8. Nilai ekstraksi faktor internal bank Indikator Faktor Internal Bank
Initial
Extraction
Kesalahan Analisis
1,000
0.647
Monitoring Lemah
1,000
0,613
Kredit Terlalu Sedikit
1,000
0,593
Jangka Waktu Terlalu Lama
1,000
0,539
Jangka Waktu Terlalu Pendek
1,000
0,530
Industri mengalami Penurunan Siklus
1,000
0,469
Prosedur Kredit Kompleks
1,000
0,421
Permasalahan Agunan
1,000
0,418
Kelebihan Kredit
1,000
0,411
Pelanggaran Prinsip Kredit
1,000
0,401
Dalam faktor internal bank nilai ekstraksi terbesar ada pada indikator kesalahan analisis dengan nilai 64%. Kesalahan analisis menjadi sangat vital dalam kredit, mengingat fungsi analisa itu sendiri adalah
mengukur kelayakan/kemampuan calon debitur
penerima kredit. Kegiatan analisa kredit dilakukan melalui survei lapangan, wawancara, mempelajari pembukuan usaha calon debitur, melakukan scoring (mengukur kelayakan debitur menggunakan
sistem/software kredit perbankan), peramalan dan taksasi nilai agunan, yang semua itu dilakukan sebelum pencairan kredit. Dengan adanya kesalahan analisis di awal kredit, maka dapat dipastikan resiko kredit akan semakin besar dan mutu dari kredit tersebut tidak dapat terjamin. Nilai ekstraksi terbesar kedua setelah kesalahan analisis adalah monitoring lemah dengan nilai 61%. Monitoring bertujuan untuk menjaga mutu kredit agar tetap baik seperti yang diinginkan, suatu kredit dapat berubah menjadi bermasalah apabila tidak terpantau dengan baik. Hal ini terjadi karena bank cenderung berorientasi pada volume pencairan, sehingga kegiatan pemantauan/monitoring sering terabaikan. Indikator kredit terlalu sedikit memiliki nilai ekstraksi 59%, sehingga berpotensi membuat kredit menjadi bermasalah, karena dikala dana kredit tidak sesuai dengan kebutuhan, maka proses usaha tidak dapat berjalan efektif. Nilai kredit yang terlalu sedikit sering dikaitkan pada indikator permasalahan agunan yang memiliki nilai ekstraksi 48%, yang terkadang seorang debitur memiliki kebutuhan lebih dari nominal kredit, tetapi terhambat oleh kepemilikan agunan yang nilainya tidak sesuai dengan ketentuan bank. Selain indikator yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat indikator jangka waktu terlalu lama dan juga terlalu pendek yang masing-masing memiliki nilai ekstraksi 53%. Jangka waktu terlalu lama akan memberikan efek jenuh bagi debitur dan pembayaran bunga otomatis akan semakin besar, sedangkan jangka waktu terlalu pendek menjadikan angsuran bulanan menjadi besar sehingga banyak debitur yang merasa berat dalam melakukan pengembalian kewajiban (angsuran). Kelebihan kredit memiliki nilai ekstraksi 41% sebaliknya kredit terlalu sedikit 59%. Hendaknya kredit diberikan sesuai dengan kebutuhan, karena bila kredit kurang atau lebih akan
menjadikan pemanfaatan dana menjadi tidak efektif dan dapat menimbulkan kredit bermasalah dikemudian hari. Indikator pelanggaran prinsip-prinsip kredit memiliki nilai ekstraksi 40%. Indikator industri mengalami penurunan siklus memiliki nilai ekstraksi 46%. 4.4.3 Faktor Eksternal Debitur Faktor eksternal (debitur) adalah segala sesuatu seperti aktivitas, karakter, usaha dan lain sebagainya dari penerima kredit (debitur) yang berpotensi membuat kolektibilitas pembayaran kredit menjadi bermasalah. Hasil penilaian debitur terhadap faktor eksternal debitur yang mempengaruhi kolektibilitas pembayaran kredit menjadi bermasalah (Tabel 9). Tabel 9. Penilaian terhadap faktor eksternal debitur
Indikator 1
Bobot Nilai 5
4
Jumlah pelanggan tidak seramai 9 16 sebelumnya. Omset yang didapat semakin 12 17 menurun. Terjadi kenaikan bahan baku bahkan gangguan ekonomi global, sehingga 5 16 usaha saya tidak stabil. Skor Rataan Menderita Kesulitan Finansial
Indikator 2
Keterangan
3
2
1
29
18
3
3,13
Cukup Setuju
24
17
5
3,19
Cukup Setuju
25
24
5
2,89
Cukup Setuju
3,07
Cukup Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Bobot Nilai
5 4 Sebagian besar dana kredit digunakan untuk kepentingan diluar usaha 9 22 (pribadi). Saya tidak memiliki perhitungan matang dalam pengalokasian dana 12 18 kredit. Dana kredit tidak seluruhnya saya gunakan untuk kepentingan usaha 8 30 (pengembangan). Skor Rataan Alokasi Dana Kredit Tidak Jelas
Skor Rataan
3
2
1
29
14
1
3,32
Cukup Setuju
21
19
5
3,17
Cukup Setuju
17
16
4
3,29
Cukup Setuju
3,26
Cukup Setuju
Indikator 3 Akan lebih mudah bagi saya, bila uang setoran bulanan dijemput langsung oleh petugas Bank ke rumah atau tempat usaha Saya memiliki uang untuk setoran, namun tidak memiliki waktu luang untuk menyetor sendiri ke Bank yang jaraknya jauh. Saya berharap Bank menyediakan fasilitas pembayaran praktis seperti mobil setoran keliling atau kantor kas yang mudah dijangkau, agar proses pembayaran menjadi mudah. Skor Rataan Jarak
Indikator 4 Sejak awal pengajuan saya sudah ragu dapat memenuhi kewajiban pada Bank, sebagaimana yang telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit Saya merasa baik-baik, walaupun saya belum dapat memenuhi kewajiban (angsuran) pada Bank Saya memiliki uang untuk memenuhi kewajiban pada bank, namun memilih menggunakannya untuk keperluan lain Skor Rataan Karakter Kurang Baik
Indikator 5 Usaha saya beroperasi dengan cara tradisional Saya kalah bersaing dengan usaha sejenis yang telah menggunakan teknologi lebih maju Produksi saya tidak dapat optimal, karena peralatan/mesin yang ada kurang menunjang Skor Rataan Kelemahan Teknologi
Indikator 6 Saya tidak memiliki pembukuan yang jelas untuk usaha saya Saya tidak tahu pasti mengenai masalah perputaran uang dalam usaha
Bobot Nilai
Skor Rataan
Keterangan
5
4
3
2
1
8
33
13
19
2
3,35
Cukup Setuju
2
11
21
34
7
2,56
Cukup Setuju
10
22
19
20
4
3,19
Cukup Setuju
3,03
Cukup Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Bobot Nilai 5
4
3
2
1
8
11
23
18
15
2,72
Cukup Setuju
8
10
23
23
11
2,75
Cukup Setuju
11
12
23
17
12
2,91
Cukup Setuju
2,79
Cukup Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Bobot Nilai 5
4
3
2
1
7
16
20
23
9
2,85
Cukup Setuju
6
10
21
29
9
2,67
Kurang Setuju
7
16
14
24
14
2,71
Cukup Setuju
2,74
Cukup Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Bobot Nilai 5
4
3
2
1
5
29
28
10
3
3,31
Cukup Setuju
5
16
22
26
6
2,84
Cukup Setuju
Antara uang usaha, pribadi dan keluarga masih bercampur (tidak ada 18 alokasi yang jelas) Skor Rataan Kelemahan Manajemen
Indikator 7 Saya mengalami penipuan, sehingga modal usaha terkuras Saya/anggota keluarga mengalami musibah (kecelakaan/sakit), sehingga memerlukan dana untuk pengobatan Saat ini saya sedang berurusan dengan hukum (perdata/pidana) Skor Rataan Terkena Musibah
Indikator 8 Saya memiliki lebih dari satu fasilitas kredit dari bank yang berbeda Saya memiliki tanggungan kredit lainnya di bank/leasing Saya memiliki tanggungan dari pinjaman personal lainnya (rentenir/ keluarga/rekan bisnis) Skor Rataan Terbelit Hutang
Indikator 9
17
21
14
Bobot Nilai
Jumlah pesaing dalam radius satu kilometer cukup banyak Saya menurunkan harga, karena ingin bersaing, namun laba yang didapatkan menjadi tipis Saya menambahkan atribut pada produk atau memberikan pelayanan tambahan, sehingga hal tersebut berakibat pengeluaran bertambah dan
3,39
Cukup Setuju
3,18
Cukup Setuju
Skor Rataan
Keterangan
5
4
3
2
1
14
7
10
13
31
2,47
Kurang Setuju
11
11
9
17
27
2,49
Kurang Setuju
5
4
9
16
41
1,88
Tidak Setuju
2,28
Kurang Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Bobot Nilai 5
4
3
2
1
2
11
19
19
24
2,31
Kurang Setuju
4
7
11
18
35
2,03
Kurang Setuju
6
17
15
14
23
2,59
Kurang Setuju
2,31
Kurang Setuju
Skor Rataan
Keterangan
18
3,08
Cukup Setuju
16
3,17
Cukup Setuju
4
3,09
Cukup Setuju
3,12
Cukup Setuju
Skor Rataan
Keterangan
Bobot Nilai
5 4 3 2 Ini merupakan kali pertama saya 18 19 7 13 memiliki rekening di bank Ini merupakan pengalaman pertama 22 16 6 15 saya melakukan kredit di bank Saya tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup mengenai kredit 8 17 28 18 dan perbankan Skor Rataan Kurangnya Pendidikan dan Pengalaman Kredit
Indiktor 10
5
1
Bobot Nilai 5
4
3
2
1
18
14
16
25
2
3,28
Cukup Setuju
10
12
19
27
7
2,88
Cukup Setuju
7
11
15
29
13
2,60
Kurang Setuju
konsekuensi keuntungan
memperkecil
margin 2,92
Skor Rataan Persaingan Yang Tajam
Cukup Setuju
Berdasarkan penilaian responden terhadap sepuluh indikator yang termasuk dalam faktor eksternal debitur yang berpotensi mempengaruhi
kolektibilitas
pembayaran
kredit
bermasalah
didapatkan hasil berikut : 1
75 responden menilai bahwa faktor eksternal debitur cukup berpengaruh terhadap kolektibilitas kredit bermasalah. Hal ini terbukti dari penjumlahan skor rataan dari sepuluh indikator lalu dibagi jumlah indikator tersebut, maka hasil rataan akhir adalah 2,87, yang artinya responden cukup setuju bila faktor eksternal debitur menjadi faktor yang berkonstribusi besar terhadap masalah kolektibilitas kredit di Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran.
2
Alokasi dana kredit tidak jelas menjadi indikator paling berpengaruh dengan skor rataan 3,26. Sebagian besar debitur bermasalah di MBU Bogor Pajajaran mengakui bahwa dana kredit yang diterimanya tidak dialokasikan dengan jelas untuk perkembangan usahanya, justru
mengalokasikan dana kredit
tersebut untuk hal-hal lebih konsumtif, sehingga penghasilan dari usaha tetap namun menimbulkan beban baru yang berimbas pada ketidakmampuan debitur dalam upaya pengembalian kewajiban kepada bank. 3
Indikator dengan skor rataan terendah adalah terkena musibah sebesar 2,28. Musibah yang dimaksud meliputi bencana alam, sakit keras, anggota keluarga meninggal dunia, kecelakaan, korban penipuan dan sedang berurusan dengan hukum
4.4.4 Analisis Faktor Eksternal Debitur Suatu kredit terjadi berdasarkan suatu perjanjian yang dilakukan dan disepakati oleh dua belah pihak, yaitu bank sebagai kreditur dan para pengusaha tingkat mikro sebagai debitur. Bila dikemudian hari
kredit menjadi bermaslah, maka hal tersebut tidak terlepas dari kedua belah pihak yang melakukan kredit tadi. Dalam pembahasan sebelumnya telah diuji pengaruh faktor internal bank terhadap kolektibilitas kredit bermasalah, selanjutnya hasil pengolahan data dari 75 responden yang mengukur tingkat pengaruh faktor eksternal debitur terhadap kredit bermasalah didapatkan nilai KMO 0,769, dimana nilai tersebut lebih besar dari alpha (α) 0,5. Pada faktor ini terdapat 10 indikator yang akan diuji pengaruhnya dengan alat ukur analisis faktor. Setelah itu maka diketahui nilai MSA, bila suatu indikator memiliki nilai MSA kurang dari 0,5 maka indikator tersebut akan direduksi karena dianggap tidak memberikan pengaruh. Untuk penjelasan lebih rinci dapat dilihat di Tabel 10. Tabel 10. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No 1
Indikator/peubah Terbelit Hutang
Nilai MSA 0,875
2
Persaingan Yang tajam
0,833
3
Jarak Terlalu Jauh
0,822
4
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
0,790
5
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,778
6
Manajemen Usaha Lemah
0,765
7
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,745
8
Mengalami Kesulitan Finansial
0,734
9
Karakter Kurang Baik
0,733
10
Terkena Musibah
0,354
Dari hasil perhitungan indikator terkena musibah harus direduksi, karena memiliki nilai MSA kurang dari 0,5 yaitu 0,345, sedangkan sisanya (9 faktor) akan diolah untuk mendapatkan nilai MSA baru. Untuk lebih jelasnya terdapat dalam Tabel 11.
Tabel 11. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No 1
Indikator/peubah Terbelit Hutang
Nilai MSA 0,880
2
Persaingan Yang tajam
0,833
3
Jarak Terlalu Jauh
0,822
4
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
0,817
5
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,811
6
Manajemen Usaha Lemah
0,774
7
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,773
8
Mengalami Kesulitan Finansial
0,768
9
Karakter Kurang Baik
0,758
Dari hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa sembilan faktor eksternal di atas memiliki nilai MSA lebih dari 0,5, dengan kata lain kesembilan faktor tersebut berpengaruh terhadap kolektibilitas kredit bermasalah. Untuk penjelasan lebih rinci mengenai nilai ekstraksi terdapat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai ekstraksi untuk peubah dalam faktor eksternal debitur Indikator/peubah Alokasi Kredit Tidak Tepat
Initial 1,000
Extraction 0,723
Karakter Kurang Baik
1,000
0,717
Mengalami Kesulitan Finansial
1,000
0,700
Manajemen Usaha Lemah
1,000
0,672
Persaingan Yang tajam
1,000
0,583
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
1,000
0,569
Jarak Terlalu Jauh
1,000
0,553
1,000
0,532
1,000
0,259
Pendidikan Minim
dan
Terbelit Hutang
Pengalaman
Kredit
Dalam faktor eksternal debitur indikator alokasi kredit tidak tepat memiliki nilai ekstraksi terbesar (72%), karena sebagian besar debitur kredit bermasalah tidak mengalokasikan dana kreditnya untuk kepentingan usaha, tetapi cenderung menggunakan dana kredit untuk kepentingan pribadi bahkan konsumtif. Hal ini tentunya berdampak buruk bagi mutu kredit, karena pendapatan debitur dari hasil usahanya tetap, karena tidak terjadi pengembangan usaha yang nyata, namun bebannya menjadi bertambah dengan adanya kewajiban pengembalian kredit pada bank tiap bulannya. Karakter kurang baik memiliki nilai ekstraksi 71%. Dalam bisnis yang berlandaskan kepercayaan seperti kredit, karakter seseorang menjadi faktor utama, karena baik buruknya mutu kredit bergantung pada itikad baik para debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Debitur yang sejak awal ragu dapat memenuhi kewajibannya pada bank atau tidak memiliki niat untuk melakukan kewajiban, melainkan hanya ingin mengambil keuntungan semata dari kreditnya, akan menyebabkan mutu kredit menjadi buruk. Indikator mengalami kesulitan finansial memiliki nilai ekstraksi 70%. Kesulitan finansial yang dimaksud adalah usaha debitur mengalami penurunan bahkan bangkrut. Penurunan dapat diartikan penurunan omset, pelanggan dan tentunya penurunan laba yang menyebabkan debitur sulit menyisihkan uang untuk memenuhi kewajiban angsuran. Manajemen usaha yang lemah memiliki nilai ekstraksi 67%. Rataan debitur usaha mikro yang bermasalah mengaku tidak memiliki pembukuan terstruktur jelas, bahkan mencampur keuangan pribadi dengan usahanya. Jarak terlalu jauh memiliki pengaruh dengan nilai ekstraksi 55%. Sebagian besar debitur usaha mikro berdomisili/berusaha di daerah Kabupaten Bogor yang jaraknya berkisar 10 Km. Hal ini seringkali
menjadi
hambatan
untuk
melakukan
pembayaran,
mengingat cabang/kantor kas Bank Mandiri di daerah Kabupaten
jumlahnya sangat terbatas, sehingga banyak debitur yang enggan menempuh jarak jauh untuk membayar angsuran, terlebih lagi terlalu sibuk berusaha, sehingga sulit meluangkan waktu pergi ke bank. Indikator teknologi sudah usang/tradisional memiliki nilai ekstraksi 56%. Debitur tidak dapat memaksimalkan produksi dengan teknologi yang dimilikinya, sehingga kalah bersaing. Sedangkan indikator persaingan tajam memiliki pengaruh dengan nilai ekstraksi 58%, dikarenakan dalam industri sudah padat pemain, bahkan pesaing dalam radius 1 Km jumlahnya cukup banyak. Nilai ekstraksi 53% didapatkan dari indikator pendidikan dan pengalaman kredit minim. Sebagian besar debitur kredit usaha mikro Bank mandiri adalah orang-orang yang masih awam di dunia perbankan dan kredit, kurangnya pengetahuan dan pengalaman menimbulkan kesulitan mengolah kredit itu sendiri. Sedangkan nilai ekstraksi terendah didapatkan dari indikator terbelit hutang dengan nilai ekstraksi 25%.
4.5. Analisis Faktor Berdasarkan Kolektibilitas Kolektibilitas digolongkan berdasarkan kategori seperti yang terlihat dalam Tabel 13. Tabel 13. Penggolongan kolektibilitas kredit Mutu Kredit Lancar
Kode Mandiri Kol 1
Bank
Penggolongan
Keterangan
Kolektibilitas
Pengembalian kredit sesuai dengan
ketentuan
jatuh Lancar
tempo Dalam
Kol 2A
Pengembalian
perhatian
kredit
khusus
direalisasikan lebih dari 30 hari
yang
angsuran tidak
Kol 2A
Kurang
Kol 2B
lancar
Pengembalian kredit
yang
angsuran tidak
direalisasikan lebih dari 60 hari DPD 30 Diragukan
Kol 2C
Pengembalian kredit
yang
angsuran
DPD
tidak
(Kredit
direalisasikan lebih dari 90
Bermasalah)
hari Macet
Kol 3
Pengembalian
Kol 4
kredit
Kol 5
direalisasikan lebih dari 120
yang
30+
angsuran tidak
NPL
hari
Dari Tabel 13 dapat dipahami bahwa kredit bermasalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kredit dengan pengembalian angsuran yang tidak direalisasikan lebih dari 60 hari, atau kredit dengan kolektibilitas 2B, 2C dan NPL (DPD 30+). 4.5.1 Kolektibilitas 2B Dari data kolektibilitas 2B (pembayaran angsuran kredit yang tidak direalisasikan lebih dari 60 hari) periode Mei 2010 didapatkan rincian sebagai berikut : a.
Jumlah rekening bermasalah (debitur) 38 rekening dari total 75 rekening bermasalah atau 50%.
b.
Jumlah limit kredit (total kredit yang telah dicairkan) untuk kolektibilitas 2B adalah Rp. 721.500.000 atau 48% dari total limit kredit bermasalah dengan jumlah Rp. 1.501.000.000
c.
Jumlah baki debet (sisa total kewajiban pokok dan bunga) Rp. 570.962.654 atau 48% dari total baki debet kredit bermasalah yang mencapai Rp. 1.195.910.248 Artinya debitur kol 2B merupakan penyumbang terbesar kredit
bermasalah, karena 50% rekening dan 48% dana kredit yang dikeluarkan bank ada dalam kolektibilitas ini, namun kol 2B memiliki peluang lebih besar dalam hal pemulihan kredit, karena
dengan menagih sebanyak dua kali angsuran, maka kredit akan kembali ke kolektibilitas lancar dan bila limit kredit dibagi dengan jumlah debitur bermasalah, maka rataan nominal kredit berkisar Rp. 18 juta per debitur. a.
Analisis Faktor Internal Bank Berdasarkan hasil pengolahan data dari 38 debitur Kol 2B Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran diperoleh nilai KMO dari faktor internal bank 0,658 dimana nilai KMO lebih besar dari alpha (α) 0,5. Dalam faktor internal bank terdapat 10 indikator yang diuji tingkat pengaruhnya terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah dengan menggunakan alat ukur analisis faktor, dimana dalam analisis faktor tersebut setiap indikator dihitung nilai MSA. Dalam hal ini jika sebuah indikator memiliki nilai MSA kurang dari 0,5, maka indikator tersebut akan direduksi/dikeluarkan dari faktor internal (bank). Untuk penjelasan lebih rinci terdapat dalam Tabel 14. Tabel 14. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Jangka Waktu Terlalu Lama
0,788
2
Kredit Terlalu Sedikit
0,694
3
Monitoring Lemah
0,656
4
Permasalahan Agunan
0,648
5
Pelanggaran Prinsip Kredit
0,630
6
Jangka Waktu Terlalu Pendek
0,626
7
Prosedur Kredit Kompleks
0,621
8
Kesalahan Analisis
0,615
9
Kelebihan Kredit
0,613
Industri mengalami Penurunan Siklus
0,581
10
Dari hasil pengolahan 10 indikator faktor internal Bank memiliki nilai MSA lebih dari 0,5, dengan kata lain 10 indikator tersebut berpengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. Penjelasan lebih rinci terlihat dari nilai ekstraksi terdapat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai ekstraksi faktor internal bank untuk Kol 2B Indikator
Initial
Extraction
Monitoring Lemah
1,000
0,811
Pelanggaran Prinsip Kredit
1,000
0,801
Industri mengalami Penurunan Siklus
1,000
0,754
Jangka Waktu Terlalu Pendek
1,000
0,719
Kredit Terlalu Sedikit
1,000
0,718
Prosedur Kredit Kompleks
1,000
0,705
Permasalahan Agunan
1,000
0,697
Kesalahan Analisis
1,000
0,664
Kelebihan Kredit
1,000
0,586
Jangka Waktu Terlalu Lama
1,000
0,500
Nilai ekstraksi tertinggi terdapat pada indikator monitoring lemah 81%. Debitur kol 2B bisa disebut ”pendatang baru” baru dalam kolektibilitas bermasalah, karena sebelumnya berada dalam kategori sehat/lancar (kol 1 dan 2A). Tugas utama dari monitoring kredit adalah menjaga kredit tetap berada dalam kolektibilitas lancar (kol 1) atau hingga batas toleransi yang masih bisa dimaklumi (kol 2A). Ketika monitoring lemah, maka yang umum terjadi adalah kredit turun tingkat menjadi kol 2B (bermasalah). Oleh karena itu, monitoring ketat sangat diperlukan ketika kredit masih berada di kol 1 karena lebih mudah dalam hal penagihan angsuran (1 kali angsuran) dibandingkan mengembalikan kredit kolektibilitas 2B menjadi kol 1 (3 kali angsuran ditambah denda).
Nilai ekstraksi tertinggi kedua adalah pelanggaran prinsip kredit 80%. Pelanggaran yang dimaksud disini adalah praktik KKN, manipulasi data dan percaloan. Dari hasil wawancara terhadap nasabah kol 2B, banyak diantaranya yang mengakui menggunakan jasa calo untuk mendapat fasilitas kredit bank Mandiri, dengan memberikan imbalan yang besar terhadap jasa calo tersebut. Hal ini sangat meresahkan, karena nominal kredit yang didapat debitur jauh lebih kecil dari seharusnya karena pembagian atas jasa tersebut. Jangka waktu terlalu pendek menyebabkan angsuran kredit semakin besar memiliki nilai ekstraksi 70%, sedangkan jangka waktu terlalu lama sering menimbulkan kejenuhan dan besarnya biaya bunga memiliki nilai ekstraksi 50% dan merupakan nilai ekstraksi terendah dari hasil penilaian faktor internal debitur kol 2B. b.
Analisis Faktor Eksternal Debitur Hasil pengolahan data faktor eksternal (debitur) terhadap 38 responden debitur kol 2B didapatkan nilai KMO lebih dari 0,5 (0,605). Dalam faktor eksternal debitur ini ada 10 indikator yang diuji untuk menghasilkan nilai MSA seperti yang terdapat dalam Tabel 16.
Tabel 16. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Terbelit Hutang
0,788
2
Manajemen Usaha Lemah
0,719
3
Jarak Terlalu Jauh
0,695
4
Persaingan Yang tajam
0,631
5
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,630
6
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,601
7
Mengalami Kesulitan Finansial
0,534
8
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
0,477
9
Karakter Kurang Baik
0,467
10
Terkena Musibah
0,278
Pengolahan data menghasilkan reduksi terhadap 3 (tiga) indikator yang memiliki nilai MSA kurang dari 0,5, yaitu indikator karakter kurang baik dengan nilai 0,467, teknologi sudah usang/tradisional 0,477 dan terkena musibah 0,278. Dari hasil tersebut, perlu dilakukan pengolahan data kembali terhadap 7 indikator yang tersisa untuk menghasilkan nilai MSA baru seperti yang terdapat dalam Tabel 17. Tabel 17. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Terbelit Hutang
0,855
2
Manajemen Usaha Lemah
0,766
3
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,759
4
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,772
5
Jarak Terlalu Jauh
0,700
6
Persaingan Yang tajam
0,612
7
Mengalami Kesulitan Finansial
0,479
Pengolahan data selanjutnya menghasilkan nilai MSA baru dan 1 indikator yang harus di reduksi kembali, yaitu indikator mengalami kesulitan finansial dengan nilai MSA 0,479. Selanjutnya enam indikator yang tersisa diuji kembali dan menghasilkan nilai MSA baru seperti terdapat dalam Tabel 18.
Tabel 18. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Terbelit Hutang
0,865
2
Persaingan Yang tajam
0,805
3
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,794
4
Jarak Terlalu Jauh
0,785
5
Manajemen Usaha Lemah
0,768
6
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,761
Keenam indikator dalam Tabel 18 memiliki nilai MSA lebih dari 0,5, yang menandakan keenam indikator tersebut berpengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. Penjelasan lebih rinci terlihat dari nilai ekstraksi yang terdapat dalam Tabel 19. Tabel 19. Nilai ekstraksi faktor eksternal debitur untuk Kol 2B Indikator
Initial
Extraction
Manajemen
1,000
.713
Jarak
1,000
.704
Alokasi
1,000
.578
Pengalaman
1,000
.339
Persaingan
1,000
.276
Hutang
1,000
.246
Nilai Ekstraksi tertinggi terdapat pada indikator Manajeman usaha lemah 71%, menyebabkan dari 38 responden kol 2B memiliki masalah dalam hal pengelolaan usahanya, misal dalam hal pembukuan yang tidak terstruktur dengan baik, pengaturan arus uang,
perhitungan laba rugi dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan manajemen usaha. Hutang menjadi indikator dengan nilai ekstraksi terendah (24%). Hal tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar responden tidak memiliki banyak tanggungan hutang atau fasilitas kredit dari lembaga keuangan lainnya 4.5.2 Kolektibilitas 2C Dari data kolektibilitas 2C (pembayaran angsuran kredit yang tidak direalisasikan lebih dari 90 hari) periode 31 Mei 2010 didapatkan rincian sebagai berikut : a.
Jumlah rekening bermasalah (debitur) 16 rekening dari total 75 rekening bermasalah atau 21%.
b.
Jumlah limit kredit untuk kolektibilitas 2C adalah Rp. 309.000.000 atau 20% dari total limit kredit bermasalah dengan jumlah Rp. 1.501.000.000
c.
Jumlah baki debet Rp. 245.539.909 atau 20% dari total baki debet kredit bermasalah mencapai Rp. 1.195.910.248 Bila dilihat dari persentase limit kredit dan baki debet, maka
debitur kol 2C merupakan penyumbang terkecil kredit bermasalah (20%), namun dalam hal pemulihan kredit kemungkinannya lebih kecil dari kolektibilitas 2B, karena untuk mengembalikan mutu kredit menjadi lancar diperlukan tiga (3) sampai empat (4) kali pembayaran angsuran sekaligus dan bila dilihat dari rataan nominal kredit, maka didapatkan Rp. 19 juta per debitur. Nominal tersebut tidak jauh dari rataan debitur kol 2B (Rp. 18 juta), namun jumlah debitur kol 2C jauh lebih sedikit (16 orang), sehingga dapat diketahui bahwa rataan pinjaman kredit debitur kol 2C nominalnya lebih besar dari debitur kol 2B. a.
Analisis Faktor Internal (Bank) Berdasarkan hasil pengolahan data dari 16 debitur Kol 2C Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran diperoleh nilai KMO 0,201 (Tabel
20), nilai ini jauh di bawah standar 0,5, dikatakan bahwa faktor internal bagi debitur yang tergolong dalam kol 2C tidak memiliki pengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. Langkah selanjutnya menghilangkan satu per satu indikator dengan nilai terendah kemudian indikator yang tersisa diuji kembali, begitu seterusnya hingga didapakan nilai KMO di atas standar 0,5. Dari
hasil
pengujian
indikator
terendah
yang
pertama
dihilangkan adalah prosedur kredit terlalu kompleks dengan nilai MSA 0,80. Selanjutnya indikator kelebihan kredit menjadi yang kedua dihilangkan dengan nilai 0,131. Setelah dua indikator dihilangkan dan delapan peubah yang tersisa diuji kembali, nilai KMO masih belum mencapai batas standar 0,5, maka perlu dihilangkan satu indikator lagi dengan nilai MSA terendah, yaitu kredit terlalu sedikit dengan nilai 0,350. Dari hasil pengujian terhadap 7 indikator yang dilakukan oleh 16 responden kol 2C didapatkan nilai KMO 0,512. Maka diantara 10 indikator dalam faktor internal bank hanya ada 7 indikator berpengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah dan selanjutnya 7 indikator tersebut diolah untuk mendapatkan nilai MSA seperti yang terlihat dalam Tabel 21. Tabel 20. KMO and Bartlett’s test Kaiser-Meyer-Olkin
Measure
of
Sampling 0,201
Adequacy. Bartlett's
Test
of
Approx. Chi-Square
Sphericity
66,788
df
45
Sig.
0,019
Tabel 21. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank
1
Jangka Waktu Terlalu Lama
0,701
2
Pelanggaran Prinsip Kredit
0,523
3
Monitoring Lemah
0,522
4
Permasalahan Agunan
0,504
5
Kesalahan Analisis
0,479
6
Industri mengalami Penurunan Siklus
0,447
7
Jangka Waktu Terlalu Pendek
0,445
Dari hasil pengolahan data terhadap 7 indikator, didapatkan 3 indikator dengan nilai MSA terendah, yaitu indikator jangka waktu terlalu pendek 0,445, industri mengalami penurunan siklus 0,447 dan kesalahan analisis 0,479. Ketiga indikator tersebut direduksi dan empat indikator lainnya diuji kembali untuk mendapatkan nilai MSA baru seperti terlihat dalam Tabel 22. Tabel 22. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Monitoring Lemah
0,580
2
Permasalahan Agunan
0,559
3
Pelanggaran Prinsip Kredit
0,552
4
Jangka Waktu Terlalu Lama
0,539
Dari hasil pengujian didapatkan keempat indikator memiliki nilai MSA lebih dari 0,5, sehingga dapat dikatakan keempat indikator
tersebut memiliki pengaruh. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat dari nilai ekstraksi yang terdapat dalam Tabel 23. Tabel 23. Nilai ekstraksi faktor internal bank untuk Kol 2C Indikator
Initial
Extraction
Pelanggaran Prinsip Kredit
1,000
0,843
1,000
0,812
Monitoring Lemah
1,000
0,690
Permasalahan Agunan
1,000
0,690
Jangka
Waktu
Terlalu
Lama
Dari nilai ekstaraksi terlihat bahwa indikator yang memiliki pengaruh paling besar adalah indikator pelanggaran prinsip-prinsip kredit (83%). Sedangkan indikator monitoring lemah dan permasalahan agunan menjadi indikator dengan pengaruh paling lemah (69%). b.
Analisis Faktor Eksternal Debitur Hasil pengolahan data faktor eksternal (debitur) terhadap 16 responden debitur kol 2C didapatkan nilai KMO lebih dari 0,5 (0,638). Dalam faktor eksternal debitur ini ada 10 indikator yang diuji untuk menghasilkan nilai MSA seperti yang terdapat dalam Tabel 24. Tabel 24. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,813
2
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
0,798
3
Persaingan Yang tajam
0,766
4
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,731
5
Karakter Kurang Baik
0,696
6
Manajemen Usaha Lemah
0,617
7
Mengalami Kesulitan Finansial
0,542
8
Jarak Terlalu Jauh
0,536
9
Terbelit Hutang
0,455
10
Terkena Musibah
0,331
Dari hasil pengolahan diperoleh 2 indikator dengan nilai MSA di bawah standar 0,5, yaitu indikator terkena musibah dan terbelit hutang dengan nilai MSA masing-masing 0,331 dan 0,455. Dari 8 indikator yang tersisa diuji kembali untuk mendapatkan nilai MSA baru seperti terdapat dalam Tabel 25. Tabel 25. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
0,860
2
Jarak Terlalu Jauh
0,844
3
Persaingan Yang tajam
0,834
4
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,787
5
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,691
6
Karakter Kurang Baik
0,676
7
Mengalami Kesulitan Finansial
0,602
8
Manajemen Usaha Lemah
0,507
Hasil pengolahan data menunjukan bahwa 8 indikator yang terdapat dalam faktor eksternal debitur memiliki pengaruh dengan nilai MSA lebih dari 0,5. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat dari nilai ekstraksi pada Tabel 26.
Tabel 26. Nilai ekstraksi faktor eksternal debitur untuk Kol 2C Indikator
Initial
Extraction
Persaingan Yang tajam
1,000
0,877
Manajemen Usaha Lemah
1,000
0,829
Alokasi Kredit Tidak Tepat
1,000
0,805
Mengalami Kesulitan Finansial
1,000
0,760
1,000
0,751
Karakter Kurang Baik
1,000
0,612
Jarak Terlalu Jauh
1,000
0,570
1,000
0,543
Pendidikan
dan
Pengalaman
Kredit Minim
Teknologi
Sudah
Usang/
Tradisional
Dari pengolahan data dihasilkan nilai ekstraksi tertinggi pada indikator persaingan yang tajam 87%. Persaingan yang tajam terjadi di dalam industri padat pemain, seperti usaha konter hand phone di Plaza Jambu II Bogor. Dengan situasi seperti itu, para pengusaha harus mengembangkan kreatfitas dan inovasi, agar dapat kompetitif dalam persaingan. Teknologi
sudah
usang/tradisional
memiliki
pengaruh
terendah bagi 16 responden kol 2C dengan nilai ekstraksi 53%. Pengaruh teknologi tidak begitu nyata bagi usaha-usaha yang berjalan sederhana tanpa bantuan hitech. 4.5.3 Kolektibilitas NPL (Non Performing Loan) Dari data kolektibilitas NPL (kredit macet) periode Mei 2010 didapatkan rincian sebagai berikut : a.
Jumlah rekening bermasalah (debitur) 21 rekening dari total 75 rekening bermasalah atau 29%.
b.
Jumlah limit kredit untuk kolektibilitas NPL adalah Rp. 470.500.000 atau 31% dari total limit kredit bermasalah dengan jumlah Rp. 1.501.000.000
c.
Jumlah baki debet Rp. 379.407.685 atau 31% dari total baki debet kredit bermasalah yang mencapai Rp. 1.195.910.248 Berdasarkan limit kredit dan baki debet, dapat diketahui bahwa
debitur NPL merupakan penyumbang terbesar kedua kredit bermasalah MBU setelah kol 2B (31%), namun untuk kemungkinan pemulihan kredit merupakan terkecil dari semua kolektibilitas yang ada, karena untuk mengembalikan ke kolektibilitas lancar diperlukan lebih dari lima (5) kali pembayaran angsuran sekaligus dan diperlukan langkah-langkah pemulihan strategik oleh Manajemen Bank. Bila total limit kredit (Rp. 470.500.000) dibagi dengan jumlah total debitur NPL (21 orang), maka diperoleh rataan Rp. 22 juta per debitur, sehingga diketahui bahwa rataan debitur NPL di MBU Bogor Pajajaran memiliki pinjaman dengan nominal besar. a.
Analisis Faktor Internal Bank Berdasarkn hasil pengolahan data dari 21 debitur NPL Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran diperoleh nilai KMO kurang dari 0,5, yaitu 0,339 (Tabel 27). Oleh sebab itu faktor internal belum dapat diolah karena nilai KMO dibawah standar. Langkah selanjutnya menghilangkan satu per satu indikator dengan nilai MSA terendah mendapatkan KMO di atas standar 0,5. Indikator permasalahan agunan merupakan yang pertama dihilangkan dengan nilai MSA paling rendah (0,161). Lalu dilakukan pengolahan data dengan nilai KMO 0,503, yang sesuai standar. Maka dapat dikatakan bahwa 9 dari 10 indikator berpengaruh didalam faktor internal menurut debitur kolektibilitas NPL, seperti yang terlihat dalam Tabel 28. Tabel 27. KMO and Bartlett’s test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's
Test
of
Approx. Chi-Square
Sphericity
0,339 57,479
df
45
Sig.
0,100
Tabel 28. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Industri mengalami Penurunan Siklus
0,647
2
Kredit Terlalu Sedikit
0,554
3
Jangka Waktu Terlalu Pendek
0,547
4
Monitoring Lemah
0,502
5
Jangka Waktu Terlalu Lama
0,498
6
Kesalahan Analisis
0,496
7
Pelanggaran Prinsip Kredit
0,458
8
Kelebihan Kredit
0,417
9
Prosedur Kredit Kompleks
0,341
Hasil pengujian terhadap 9 indikator didapatkan 5 indikator yang di reduksi, karena memiliki nilai MSA di bawah 0,5, masing-masing indikator tersebut adalah indikator pelanggaran prinsip kredit dengan nilai 0,548, kelebihan kredit 0,417, kesalahan analisis 0,496, jangka waktu terlalu lama 0, 498 dan indikator prosedur kredit kompleks dengan nilai MSA 0,341. Empat (4) indikator tersisa diuji kembali untuk mendapatkan nilai MSA baru yang hasilnya dimuat pada Tabel 29.
Tabel 29. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Kredit Terlalu Sedikit
0,548
2
Industri mengalami Penurunan Siklus
0,476
3
Jangka Waktu Terlalu Pendek
0,438
4
Monitoring Lemah
0,408
Dari hasil pengujian 3 indikator tereduksi kembali, karena memiliki nilai MSA di bawah 0,5. Sisanya hanya indikator kredit terlalu sedikit yang memiliki pengaruh terhadap bermasalahnya kolektibilitas pembayaran kredit menurut 21 responden NPL. Nominal kredit di bawah kebutuhan kerap menyebabkan kredit menjadi bermasalah, karena saat modal yang dibutuhkan kurang, maka produksi menjadi tidak maksimal, efektifitas menjadi rendah dan bahkan dapat menyebabkan usaha menjadi tidak berjalan. b.
Analisis Faktor Eksternal Debitur Berdasarkan hasil pengolahan data dari 21 debitur NPL Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran terhadap faktor eksternal diperoleh nilai KMO kurang dari 0,5 yaitu sebesar 0,243 (Tabel 24). Oleh sebab itu, faktor eksternal belum dapat diolah, karena nilai KMO di bawah standar. Langkah selanjutnya menghilangkan satu per satu indikator dengan nilai MSA terendah, lalu melakukan pengolahan data hingga mendapatkan KMO di atas standar 0,5. Indikator Musibah
merupakan yang pertama dihilangkan
dengan nilai MSA paling rendah 0,114. Setelah dilakukan pengolahan data nilai KMO masih belum mencapai angka di bawah standar, maka
indikator ke dua yang harus dihilangkan adalah
terbelit hutang dengan nilai MSA 0,252. Delapan indikator yang tersisa diuji kembali, namun nilai KMO masih berada di bawah standar dan harus menghilangkan indikator karakter kurang baik dengan nilai MSA 0,401, dan setelah diolah kembali didapatkan nilai
KMO 0,632. Dalam hal ini dapat dikatakan dari 10 indikator dalam faktor eksternal hanya 7 indikator yang memberikan pengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah, nilai MSA dari 7 indikator tersebut terlihat dalam Tabel 30. Tabel 30. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,695
2
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
0,689
3
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,655
4
Manajemen Usaha Lemah
0,635
5
Mengalami Kesulitan Finansial
0,632
6
Persaingan Yang tajam
0,580
7
Jarak Terlalu Jauh
0,547
Hasil pengujian terhadap 21 responden NPL memperlihatkan bahwa ketujuh indikator dalam faktor eksternal (debitur) mempunyai pengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat dari nilai ekstraksi yang terdapat pada Tabel 31. Tabel 31. Nilai ekstraksi faktor eksternal debitur untuk Kol 2C Initial
Extraction
Jarak Terlalu Jauh
1,000
0,709
Manajemen Usaha Lemah
1,000
0,571
1,000
0,532
1,000
0,524
1,000
0,477
Alokasi Kredit Tidak Tepat 1,000
0,432
Mengalami
Kesulitan
Finansial Pendidikan
dan
Pengalaman Kredit Minim Persaingan Yang tajam
Teknologi Sudah Usang / Tradisional
1,000
0,414
Nilai ekstraksi terbesar ada pada indikator Jarak terlalu jauh (70%), dan nilai ekstraksi terendah terdapat pada indikator teknologi sudah usang dengan nilai ekstraksi 41%.
4.6. Analisis Faktor Berdasarkan Karakteristik Gender 4.6.1 Debitur Laki-laki Dari hasil perhitungan karakteristik berdasarkan gender dari 75 debitur bermasalah 41 orang (55%) adalah laki-laki. Analisis faktor terhadap 41 debitur tersebut, meliputi faktor internal bank dan faktor ekternal debitur. a. Analisis faktor internal bank Berdasarkan hasil pengolahan data dari 41 debitur Laki-laki Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran diperoleh nilai KMO dari faktor internal bank 0,647, dimana nilai KMO lebih besar dari alpha (α) 0,5. Dalam faktor internal bank terdapat 10 indikator yang diuji tingkat pengaruhnya terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah dengan menggunakan alat ukur analisis faktor, dimana dalam analisis tersebut setiap indikator dihitung nilai MSA. Dalam hal ini jika sebuah indikator memiliki nilai MSA kurang dari 0,5, maka indikator tersebut akan direduksi/dikeluarkan dari faktor internal (bank). Penjelasan lebih rinci terdapat dalam Tabel 32. Tabel 32. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank No 5-1
Indikator/peubah Pelanggaran Prinsip Kredit
Nilai MSA 0,788
9-2
Monitoring Lemah
0,694
7-3
Prosedur Kredit Kompleks
0,656
1-4
Jangka Waktu Terlalu Lama
0,648
2-5
Kredit Terlalu Sedikit
0,630
4-6
Permasalahan Agunan
0,626
6-7
Jangka Waktu Terlalu Pendek
0,621
8
Kesalahan Analisis
0,615
9 10
Kelebihan Kredit Industri mengalami Penurunan Siklus
0,613 0,581
Dari hasil pengolahan 10 indikator faktor internal Bank memiliki nilai MSA lebih dari 0,5, tetapi terjadi pergeseran dan kestabilan urutan peubah (no.8-10) dalam kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah, hal ini menunjukan bahwa 10 indikator tersebut berpengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. Penjelasan lebih rinci terlihat dari nilai ekstraksi terdapat pada Tabel 33. Tabel 33. Nilai ekstraksi faktor internal bank untuk debitur laki-laki No.
Indikator
Initial
Extraction
2-1
Pelanggaran Prinsip Kredit
1,000
0,806
6-2
Prosedur Kredit Kompleks
1,000
0,761
3
Industri mengalami Penurunan Siklus
1,000
0,754
4
Jangka Waktu Terlalu Pendek
1,000
0,719
5
Kredit Terlalu Sedikit
1,000
0,718
1-6
Monitoring Lemah
1,000
0,705
7
Permasalahan Agunan
1,000
0,697
8
Kesalahan Analisis
1,000
0,664
9
Kelebihan Kredit
1,000
0,586
10
Jangka Waktu Terlalu Lama
1,000
0,500
Nilai ekstraksi tertinggi terdapat pada indikator Pelanggaran prinsip kredit 80%. Nilai ekstraksi tertinggi kedua adalah Prosedur kredit kompleks 76% dan terendah 50% ada pada indikator jangka waktu terlalu lama. Dari analisis tersebut ditemui peubah yang stabil (n0. 8 – 10) dalam kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. b.
Analisis Faktor Eksternal Debitur Hasil pengolahan data faktor eksternal (debitur) terhadap 41 debitur laki-laki didapatkan nilai KMO lebih dari 0,5 (0,608). Dalam faktor eksternal debitur ini ada 10 indikator yang diuji untuk menghasilkan nilai MSA seperti terdapat dalam Tabel 34. Tabel 34. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
4-1
Persaingan Yang tajam
0,788
9-2
Karakter Kurang Baik
0,719
3
Jarak Terlalu Jauh
0,695
1-4
Terbelit Hutang
0,631
5
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,630
6
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,601
7
Mengalami Kesulitan Finansial
0,534
8
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
0,471
10-9
Terkena Musibah
0,442
2-10
Manajemen Usaha Lemah
0,205
Pengolahan data menghasilkan reduksi terhadap 3 (tiga) indikator yang memiliki nilai MSA kurang dari 0,5, yaitu indikator
teknologi sudah usang dengan nilai 0,471, terkena musibah 0,442 dan manajemen usaha lemah 0,205. Namun dari analisis tersebut didapatkan peubah yang stabil (no. 3 dan No. 5-8) dalam kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah, untuk itu dilakukan pengolahan data kembali terhadap 7 indikator yang tersisa untuk menghasilkan nilai MSA baru seperti pada Tabel 35. Tabel 35. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
4-1
Terbelit Hutang
0,855
2
Karakter kurang baik
0,766
3
Jarak Terlalu Jauh
0,759
6-4
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,772
5
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,700
1-6
Persaingan Yang tajam
0,612
7
Mengalami Kesulitan Finansial
0,479
Pengolahan data selanjutnya menghasilkan nilai MSA baru dan 1 indikator yang harus di reduksi kembali, yaitu indikator mengalami kesulitan finansial dengan nilai MSA 0,479. Namun dari hasil analisis tersebut didapatkan peubah yang stabil (no. 2-3, no. 5 dan 7) dalam kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. Selanjutnya enam indikator yang tersisa diuji kembali dan menghasilkan nilai MSA baru seperti terdapat dalam Tabel 36. Tabel 36. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Terbelit Hutang
0,865
2
Karakter kurang baik
0,805
3
Jarak Terlalu Jauh
0,794
4
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,785
5
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,768
6
Persaingan Yang tajam
0,761
Keenam indikator dalam Tabel 36 memiliki nilai MSA lebih dari 0,5, yang menandakan keenam indikator (peubah stabil) tersebut berpengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. Penjelasan lebih rinci terlihat dari nilai ekstraksi yang terdapat dalam Tabel 37.
Tabel 37. Nilai ekstraksi faktor eksternal debitur untuk debitur laki-laki No.
Indikator
Initial
Extraction
2-1
Karakter kurang baik
1,000
0.713
1-2
Terbelit Hutang
1,000
0,704
5-3
Alokasi Kredit Tidak Tepat
1,000
0,578
4
Pendidikan dan Pengalaman
1,000
0,339
Kredit Minim 6-5
Persaingan Yang tajam
1,000
0,276
3-6
Jarak Terlalu Jauh
1,000
0,246
Nilai Ekstraksi tertinggi terdapat pada indikator Karakter kurang baik 71%, menyebabkan dari 41 responden laki-laki memiliki masalah dalam hal pembayaran kewajiban, Hutang menjadi indikator dengan nilai ekstraksi tertinggi kedua (70%). Hal tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar responden memiliki fasilitas
kredit lebih dari satu, baik secara personal maupun melalui lembaga keuangan. Di sisi lain ditemui fakta bahwa peubah stabil (no. 4) dalam kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah.
4.6.1. Debitur Perempuan Dari hasil perhitungan karakteristik berdasarkan gender dari 75 debitur bermasalah 34 orang (45%) adalah perempuan. Analisis faktor terhadap 34 debitur tersebut, meliputi faktor internal bank dan faktor ekternal debitur. a.
Analisis faktor internal bank Berdasarkan hasil pengolahan data dari 34 responden/debitur perempuan diperoleh nilai KMO dari faktor internal Bank 0,630 dimana nilai KMO lebih besar dari alpha (α) 0,5. Dalam faktor internal Bank terdapat 10 indikator yang diuji tingkat pengaruhnya terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah dengan menggunakan alat ukur analisis faktor, dimana setiap indikator dihitung nilai MSA. Penjelasan lebih rinci terdapat dalam Tabel 38.
Tabel 38. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor internal bank No
Indikator/peubah
Nilai MSA
10-1
Industri mengalami Penurunan Siklus
0,763
1-2
Jangka Waktu Terlalu Lama
0,753
7-3
Prosedur Kredit Kompleks
0,725
2-4
Kredit Terlalu Sedikit
0,692
6-5
Jangka Waktu Terlalu Pendek
0,669
5-6
Pelanggaran Prinsip Kredit
0,649
9-7
Kelebihan Kredit
0,625
3-8
Monitoring Lemah
0,621
8-9
Kesalahan Analisis
0,554
4-10
Permasalahan Agunan
0,512
Hasil perhitungan menunjukan sepuluh peubah memiliki nilai MSA lebih dari 0,5, ini menandakan bahwa kesepuluh indikator dalam faktor internal Bank tersebut memiliki pengaruh terhadap kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah, tetapi terjadi pergeseran pada peubah dalam kolektibilitas pembayaran seluruh kredit bermasalah. Untuk penjelasan lebih rinci dapat dilihat dari nilai ekstraksi yang terdapat dalam Tabel 39. Tabel 39. Nilai ekstraksi faktor internal bank No.
Indikator Faktor Internal Bank
Initial
Extraction
1
Monitoring Lemah
1,000
0.638
8-2
Kesalahan Analisis
1,000
0,613
5-3
Kredit Terlalu Sedikit
1,000
0,593
10-4
Jangka Waktu Terlalu Lama
1,000
0,539
4-5
Jangka Waktu Terlalu Pendek
1,000
0,530
3-6
Industri mengalami Penurunan Siklus
1,000
0,469
6-7
Prosedur Kredit Kompleks
1,000
0,421
7-8
Permasalahan Agunan
1,000
0,418
9
Kelebihan Kredit
1,000
0,411
2-10
Pelanggaran Prinsip Kredit
1,000
0,401
Dalam faktor internal bank nilai ekstraksi terbesar ada pada indikator monitoring lemah dengan nilai 63%, diikuti kesalahan analisis 31% dan ekstraksi terendah terdapat pada indikator pelanggaran prinsip kredit 40%. Dalam hal ini terjadi pergeseran
dan kestabilan urutan peubah (no. 1 dan 9) dalam kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah.
b.
Analisis Faktor Eksternal Debitur Hasil pengolahan data faktor eksternal (debitur) terhadap 34 debitur perempuan didapatkan nilai KMO lebih dari 0,5 (0,602). Bila dibandingkan dengan analisis terhadap debitur laki-laki terjadi pergeseran seluruh indikator dalam faktor eksternal debitur dan menghasilkan nilai MSA seperti yang terdapat dalam Tabel 40. Tabel 40. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Terbelit Hutang
0,875
4-2
Persaingan Yang tajam
0,833
5-3
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,822
10-4
Terkena Musibah
0,790
8-5
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
0,778
2-6
Manajemen Usaha Lemah
0,765
6-7
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,745
7-8
Mengalami Kesulitan Finansial
0,734
9
Karakter Kurang Baik
0,733
3-10
Jarak Terlalu Jauh
0,354
Dari hasil perhitungan hanya satu (1) indikator direduksi, yaitu jarak terlalu jauh, karena memiliki nilai MSA kurang dari 0,5 (0,345), berbeda dengan perhitungan terhadap debitur laki-laki yang mereduksi tiga (3) indikator sekaligus. Sedangkan sisanya (9 faktor) akan diolah untuk mendapatkan nilai MSA baru. Dari analisis tersebut didapatkan peubah yang stabil (n0. 1 dan 9) dalam
kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah. Untuk lebih jelasnya terdapat dalam Tabel 41.
Tabel 41. Nilai MSA untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No
Indikator/peubah
Nilai MSA
1
Terbelit Hutang
0,880
2
Persaingan Yang tajam
0,833
4-3
Terkena musibah
0,822
8-4
Mengalami Kesulitan Finansial
0,817
7-5
Pendidikan dan Pengalaman Kredit Minim
0,811
6
Manajemen Usaha Lemah
0,774
3-7
Alokasi Kredit Tidak Tepat
0,773
9-8
Karakter Kurang Baik
0,768
5- 9
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
0,758
Dari hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa sembilan faktor eksternal di atas memiliki nilai MSA lebih dari 0,5, dengan kata lain kesembilan faktor tersebut berpengaruh terhadap kolektibilitas kredit bermasalah. Dalam hal ini terdapat pergeseran dan kestabilan urutan peubah (no. 1-2 dan 6). Untuk penjelasan lebih rinci mengenai nilai ekstraksi terdapat pada Tabel 42.
Tabel 42. Nilai ekstraksi untuk peubah dalam faktor eksternal debitur No.
Indikator/peubah
Initial
Extraction
4-1
Mengalami Kesulitan Finansial
1,000
0,723
7-2
Alokasi Kredit Tidak Tepat
1,000
0,717
2-3
Persaingan Yang tajam
1,000
0,700
6-4
Manajemen Usaha Lemah
1,000
0,672
8-5
Karakter Kurang Baik
1,000
0,583
9-6
Teknologi Sudah Usang/Tradisional
1,000
0,569
3-7
Terkena musibah
1,000
0,553
5-8
Pendidikan dan Pengalaman Kredit
1,000
0,532
1,000
0,259
Minim 1-9
Terbelit Hutang
Dalam faktor eksternal debitur indikator mengalami kesulitan finansial memiliki nilai ekstraksi terbesar (72%),
diikuti alokasi
kredit tidak tepat (71%) dan terendah adalah terbelit hutang (0,259%). Di sisi lain terjadi pergeseran pada seluruh peubah dalam kolektibilitas pembayaran kredit bermasalah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Dari penilaian karakteristik pada debitur kredit bermasalah di Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran didapatkan jenis kelamin 55% debitur kredit adalah berkelamin laki-laki, usia di atas 50 tahun (23%), faktor tingkat pendidikan adalah SMA (65%), jenis usaha lainnya (49%), nominal kredit Rp. 1 s/d 10 juta (68%) dan jarak lokasi usaha 11-25 Km (43%).
2.
Dua faktor utama yang menyebabkan kolektibilitas pembayaran kredit menjadi bermasalah di Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran, yaitu faktor Internal (10 indikator) yang berasal dari pihak bank dan faktor eksternal (10 indikator) yang berasal dari pihak debitur, baik dilakukan dengan pendekatan umum maupun gender (laki-laki atau perempuan). Analisis faktor internal bank menghasilkan 10 indikator yang berpengaruh, sehingga dalam faktor internal (bank) tersebut tidak ditemukan indikator yang direduksi, dengan ekstraksi terbesar pada indikator kesalahan analisis (64%) dan monitoring lemah (61%). Pada faktor eksternal debitur terdapat 1 indikator yang tereduksi, yaitu indikator terkena musibah, dengan ekstraksi pada indikator alokasi kredit tidak tepat (72%) dan karakter kurang baik (71%).
3.
Analisis faktor berdasarkan kategori kolektibilitas (kol 2B, 2C dan NPL), didapatkan analisis faktor internal (bank) terhadap debitur kol 2B menghasilkan 10 indikator berpengaruh dan indikator monitoring lemah menjadi sangat berpengaruh (81%). Pada analisis faktor eksternal debitur dihasilkan reduksi terhadap 4 indikator dan terdapat 1 indikator dengan nilai ekstraksi tertinggi manajemen usaha lemah (71%). Untuk debitur kol 2C pengujian dilakukan pada 7 indikator saja dalam faktor internal Bank dan darinya didapatkan 3 indikator direduksi lalu diantara 4 indikator tersisa pelanggaran prinsip kredit menjadi indikator dengan pengaruh paling kuat (83%). Analisis faktor eksternal debitur kol 2C dilakukan terhadap 10 indikator, dimana 2 indikator lainnya direduksi dan memiliki pengaruh terbesar, yaitu indikator persaingan tajam dengan nilai ekstraksi 87%. Analisis dalam kategori NPL, menghasilkan 9 indikator dalam faktor
internal bank, dimana dihasilkan 1 indikator berpengaruh , yaitu kredit terlalu sedikit dan analisis faktor eksternal debitur dilakukan terhadap 7 indikator dengan ekstraksi 69% pada indikator alokasi kredit tidak tepat. Saran 1.
Melihat tingginya tingkat kolektibilitas kredit bermasalah di MBU Bogor Pajajaran, maka langkah perbaikan adalah melakukan analisa kredit lebih mendalam, selektif dan prudent, diantaranya semaksimal mungkin mengenal karakter calon debitur dengan baik, yang
merupakan modal
utama dalam bisnis kepercayaan seperti kredit. 2.
Setelah kredit disalurkan, maka proses monitoring harus berjalan, dengan cara memantau perkembangan debitur dan meluangkan waktu melakukan kunjungan langsung, sebagai upaya membangun kedekatan secara emosional dengan debitur, disamping mengingatkan akan kewajibannya sebelum jatuh tempo angsuran, minimal melalui telepon atau SMS.
3.
Untuk memudahkan monitoring dan maintenace, MBU Bogor Pajajaran dapat menentukan jenis usaha atau industri mana yang akan dibiayai, sehingga tidak semua jenis usaha/industri masuk kategori yang dapat memperoleh fasilitas kredit, disamping mempermudah pengawasan dengan cara menentukan daerah mana (misal per kecamatan atau pasar-pasar tradisional) yang akan menjadi market point.
4.
Memberikan alternatif sistem reward (insentif) kepada pejabat bank yang tidak hanya didasarkan pada volume penjualan yang terkadang diikuti dengan mutu kredit, namun juga diberikan kepada para pejabat bank yang berhasil menjaga kolektibilitas kredit pada posisi lancar (kol 1) yang dapat memberikan keuntungan bagi bank.
5.
Pejabat bank memposisikan diri tidak semata-mata menjadi fasilitator penyalur kredit, namun menjadi konsultan bisnis yang baik bagi debitur, misal memberi informasi tentang cara-cara pemasaran yang baik, mengelola keuangan yang tepat dan hal-hal lain seputar manajemen usaha mikro yang mungkin belum dipahami oleh debitur yang cenderung ”tradisional”.
DAFTAR PUSTAKA Akyuwen, R. 2005. Efeketivitas Kelembagaan Keuangan Dalam Penyaluran Kredit Mikro : Kajian Pendekatan Ekonomi Kelembagaan Baru. FE Undip, Semarang Arikunto, S. 1998. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta. BI. 2010. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/9CD90909-4FCF-4417-BCC8D28 B65 F4096C / 11852/pbi8206.pdf (29 Juli 2010) Kementrian Koperasi dan UKM. 2010. http://www.depkop.go.id/statistikukm/216-buku-statistik-ukm-2009.html (29 Juli 2010) Hidayat, A.W. 2007. Analisis Kredit Macet Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Sentra Konveksi Ulujami Pemalang. Skripsi pada Jurusan Akuntasi, Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang, Semarang. Hartini, S. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kredit Macet Pada BPR-BKK Se Kabupaten Rembang Tahun 2006. Skripsi pada Jurusan Ekonomi Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang, Semarang. Kasmir. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lincolin, A. 1999. Ekonomi pembangunan. STIE YKPN, Yogyakarta. Mahmoeddin, A. 2002. Melacak Kredit Bermasalah. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Rosid, A. 2005. Manajemen Usaha Kecil Menengah dan Koperasi. Pusat Pengembangan Bahan Aja – Universita Mercu Buana, Jakarta. Suyatno, T. 1997. Dasar-dasar Perkreditan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. UKM Center. 2010. http://www.ukmcenter.org/ page.php?lang=id&menu= news _view & news_id=331 (29 Juli 2010) Umar, H. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.