[128] Kebijakan Khilafah Menangani Perilaku Seks Menyimpang Thursday, 05 February 2015 10:06
Oleh: Hafidz Abdurrahman
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan fitrah yang melekat di dalam dirinya. Dengan bekal potensi kehidupan (thaqah hayawiyah), seperti kebutuhan jasmani dan naluri, manusia terdorong untuk melakukan perbuatan. Dalam hal ini, potensi kehidupan manusia sama dengan makhluk hidup yang lain. Namun, karena manusia diberi potensi kemanusiaan ( thaqah insaniyyah ), yang tidak diberikan kepada yang lain, yaitu akal, maka perbuatan manusia memiliki perbedaan dengan makhluk hidup yang lain.
Perilaku seks adalah manifestasi dari naluri seksual yang dimiliki oleh makhluk hidup, termasuk manusia. Masing-masing telah diciptakan oleh Allah berpasang-pasangan, pria dengan wanita, atau jantan dengan betina. Tidak hanya itu, masing-masing juga diberi alat dengan pasangannya. Itu alami, dan normal. Di sinilah, bedanya manusia dengan hewan. Hewan, misalnya, secara konvensional akan memenuhi kebutuhan seksualnya dengan lawan jenisnya. Itu pun dengan pasangan alatnya.
Namun, tidak dengan manusia. Selain bisa melakukan pemenuhan kebutuhan seksnya dengan cara yang salah (khathi’), seperti berzina, manusia juga bisa melakukan pemenuhan kebutuhan dengan cara menyimpang ( syadz), seperti dengan sesama jenis, sodomi, atau sejenisnya. Perilaku yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh hewan. Mengapa manusia bisa melakukannya, sementara hewan tidak? Karena nafsu dan akalnya. Dengan akalnya, manusia bisa berfantasi yang tidak bisa dilakukan oleh hewan. Hasil fantasi itu mendorongnya untuk melakukan trial and error . Itulah manusia.
1/6
[128] Kebijakan Khilafah Menangani Perilaku Seks Menyimpang Thursday, 05 February 2015 10:06
Karena itu, perilaku ini sebenarnya bukan saja salah (khatha’), dan menyimpang (syadz), tetapi juga menyalahi fitrah. Fitrah yang Allah tetapkan pada diri manusia.
Mencegah Penyimpangan Perilaku
Karena penyimpangan perilaku seks ini bukan fitrah, maka penyimpangan ini sebenarnya bisa dicegah dan diatasi. Caranya bagaimana? Maka, bisa dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu secara individu, masyarakat dan negara.
Secara individu, masing-masing individu dengan fitrahnya masing-masing, pria atau wanita, jelas mempunyai perbedaan. Sejak dini, masing-masing individu ini harus dididik dan dibiasakan, sesuai dengan kodratnya. Dalam hal ini, selain pribadi, keluarga juga harus memastikan semuanya ini berjalan sebagaimana mestinya. Misalnya, anak laki-laki, harus dibiasakan memakai pakaian, mulai dari baju, celanan hingga sandal atau sepatu, yang memang untuk laki-laki. Tidak boleh anak laki-laki memakai baju, celana hingga sandal atau sepatu perempuan. Begitu juga sebaliknya.
2/6
[128] Kebijakan Khilafah Menangani Perilaku Seks Menyimpang Thursday, 05 February 2015 10:06
Bahasa tubuh (body language), lisan dan isyarat pun harus dibentuk dan dididik sebagaimana kodratnya. Dengan begitu, gaya bahasa, tutur kata dan perilakunya akan terbentuk sebagaimana kodrat masing-masing. Inilah kesadaran yang harus dimiliki oleh orang tua dan keluarga dalam mendidik anak-anaknya, agar tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Mereka juga harus memastikan, bahwa anaknya tidak tumbuh dan berkembang dengan perkembangan yang menyimpang.
Islam juga menetapkan larangan anak laki-laki tidur sekamar dengan anak perempuan. Tempat tidur mereka juga harus dipisahkan, tidak hanya perempuan dengan laki-laki, tetapi perempuan dengan perempuan, anak laki-laki dengan anak laki-laki juga wajib dipisah. Meski sesama anak laki-laki, mereka tidak boleh tidur berdua dalam satu ranjang, atau dua ranjang yang terpisah dalam satu selimut. Demikian juga anak perempuan.
Islam juga tidak melarang, anak laki-laki tidur sendiri dalam satu kamar. Jadi, anak laki-laki, setidaknya tidur berdua dalam satu kamar, dengan dua ranjang yang terpisah. Begitu juga dengan anak perempuanya. Semuanya ini untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku sejak dini.
Ini tindakan pribadi dan keluarga. Pada tataran masyarakat, pemikiran, perasaan dan sistem Islam yang diterapkan di tengah masyarakat juga mempunyai andil yang besar dalam mempengaruhi dan membentuk perilaku individu. Demikian juga negara, sebagai entitas yang menerapkan sekumpulan pemahaman (mafahim), standarisasi (maqayis) dan keyakinan (qana’ at ) yang diterima oleh masyarakat mempunyai andil yang besar. Karena negaralah satu-satunya institusi yang menerapkan, menjaga dan mengemban pemikiran, perasaan dan sistem Islam tadi.
3/6
[128] Kebijakan Khilafah Menangani Perilaku Seks Menyimpang Thursday, 05 February 2015 10:06
Melalui masyarakat, pencegahan bisa dilakukan, jika tampak ada penyimpangan perilaku melalui amar makruf dan nahi munkar. Melalui negara, pencegahan juga bisa dilakukan, selain melalui aparat hisbah, juga sanksi, khususnya bagi orang lain yang belum melakukan penyimpangan.
Sanksi bagi Perilaku yang Menyimpang
Sanksi ini bergantung pada jenis penyimpangan perilakunya. Antara lain, bisa diuraikan sebagai berikut:
1- Siapa saja yang berusaha melakukan liwath dengan laki-laki, tetapi tidak tidak terjadi karena ada kendala, yang seandainya kendala itu tidak ada pasti dia melakukan perbuatan bejat tersebut, maka dia dipenjara selama 3 tahun, dicambuk dan diasingkan. Adapun korbannya adalah orang yang berada di bawah kewenangannya, apakah pembantu, pegawai, murid, atau yang lain, jika sama-sama mau melakukan perbuatan bejat tadi tanpa paksaan, maka dia juga dijatuhi hukuman yang sama.
2- Siapa saja yang mendorong, merangsang atau memprovokasi satu orang atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan, untuk melakukan tindakan asusila, memfasilitasi, atau membantu melakukannya, maka dia dipenjara selama 2 tahun.
3- Siapa saja yang memfasilitasi orang lain melakukan sodomi, dengan sarana apapun, serta dengan cara apapun, maka dia dipenjara selama 5 tahun dan dicambuk.
4/6
[128] Kebijakan Khilafah Menangani Perilaku Seks Menyimpang Thursday, 05 February 2015 10:06
4- Siapa saja yang berhubungan badan dengan binatang, maka dipenjara selama 5 tahun, dicambuk dan diasingkan.
5- Siapa saja yang memakai pakaian, atau bertingkah laku yang menyimpang, atau merusak akhlak, jika tidak dicegah, maka akan dipenjara selama 1 tahun.
Semuanya ini termasuk dalam kategori ta’zir, karena belum sampai pada tindakan liwath (sodomi)-nya itu sendiri. Jika telah sampai pada tindakan sodomi, dengan kata lain, sampai benar-benar dilakukan, maka hukumannya bukan lagi ta’zir , tetapi hudud . Karena tindakan ini sanksinya dengan tegas dinyatakan dalam nash hadits.
Nabi saw. bersabda: “Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan yang diajak melakukannya.” (H.r. Khamsah, kecuali an-Nasa’i) Hanya saja, para sahabat berbeda pendapat tentang teknik yang digunakan untuk membunuhnya. ‘Ali bin Abi Thalib menyatakan dibunuh dengan dirajam (H.r. al-Baihaqi) . Dalam riwayat yang lain, bukan hanya dirajam, tetapi juga dibakar. Sedangkan Ibn ‘Abbas, murid ‘Ali, menyatakan pelakunya dibunuh dengan cara dilempar dari atas bangunan, lalu ditumbuk dengan batu (H.r. al-Baihaqi) .
5/6
[128] Kebijakan Khilafah Menangani Perilaku Seks Menyimpang Thursday, 05 February 2015 10:06
Begitulah cara Islam mengatasi masalah penyimpangan tingkah laku ini. Dengan cara seperti ini, maka penyimpangan tersebut bukan saja bisa diatasi, tetapi juga dicegah sejak dini. Karena itu, kasus-kasus seperti sangat langka dalam sejarah Khilafah. Berbeda dengan sistem sekular saat ini. Wallahu a’lam.[]
6/6