Pengadopsian Model Politik Kekaisaran Byzantium dalam Sistem Pemerintahan Rusia pada Masa Pemerintahan Pangeran Oleg Hingga Tsar Fyodor Ivanovich (907-1598) Oktavian Awazli Rizki Perdana, Ahmad Fahrurodji 1. 2.
Program Studi Rusia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Program Studi Rusia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak Jurnal ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis tentang pengadopsian model politik kekaisaran Byzantium dalam sistem pemerintahan Rusia pada masa pemerintahan pangeran Oleg hingga tsar Fyodor Ivanovich antara tahun 907-1598. Setelah mengidentifikasi pengadopsian tersebut, dapat diketahui seberapa besar kekaisaran Byzantium mempengaruhi Rusia pada Abad Kegelapan dan Abad Pertengahan. Dikarenakan Rusia banyak mengadopsi budaya dan ritus Byzantium, sangat penting untuk mengetahui alasan dibalik pengadopsian ini. Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori kekuasaan yang terdapat dalam buku “The Institutes of Justinian” yang bertujuan untuk membuktikan tentang pengaruh kekaisaran Byzantium dalam sistem pemerintahan Rusia. Mengenai penggunaan metode penelitian, digunakan metode penelitian sejarah. Sumber-sumber primer dari sisi Rusia, Byzantium, serta Eropa Barat juga digunakan untuk mendukung argumen-argumen yang ada. Setelah menyelesaikan penelitian ini, pengaruh kekaisaran Byzantium dalam bidang politik pada sistem pemerintahan Rusia dapat dibuktikan melalui sumber-sumber primer tersebut. Kata kunci : Pengadopsian model politik, kekaisaran Byzantium, Rusia, sistem pemerintahan, pangeran Oleg, tsar Fyodor Ivanovich, The Institutes of Justinian.
The Adoption of the Byzantine Empire’s Political Model in Russian Goverment System During the Reign of Prince Oleg Until Tsar Fyodor Ivanovich (907-1598) Abstract This journal is aimed to identifying and analyzing about the adoption of the Byzantine Empire’s political model in Russian government system during the reign of prince Oleg until tsar Fyodor Ivanovich from 907-1598 AD. After examining this adoption, it can be discovered how much Byzantine Empire had influenced Russia in dark age and medieval era. Because Russia adopted many Byzantine habits and rites, it is very important to know the reason behind this adoption. In this undergraduate thesis, the theory of power from “The Institutes of Justinian” is used to giving evidence about the influences of Byzantine Empire in Russia in their government system. In usage of method, historical method was used and primary sources from Russian, Byzantine, and Western Europe also mentioned to support the arguments. By finishing this research, the political influence of Byzantine Empire in Russia can be proven through literature review of primary sources. Keywords : The adoption of the political model; Byzantine Empire; Russia; Government System; Prince Oleg; Tsar Fyodor Ivanovich; The Institutes of Justinian.
1
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
I. Pendahuluan Sebagai salah satu kekaisaran terbesar yang pernah ada, tidaklah mengherankan jika kekaisaran Byzantium1 memiliki pengaruh yang sangat luas. Hal tersebut dikarenakan ketika pada masa kejayaannya, Byzantium termasuk sebagai salah satu kekuatan utama dalam percaturan politik di wilayah Mediterrania bahkan dunia di samping kekaisaran Persia Sasania sebelum kebangkitan Islam pada abad VII M2. Meskipun pada akhirnya kekaisaran Byzantium tidak dapat bertahan dalam pengepungan yang dilakukan oleh Turki Usmani pada tahun 1453 yang menjadi akhir dari kekaisaran Byzantium. Aspek keagamaan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan ketika membahas tentang Byzantium. Sebagai pihak yang sangat berperan pada milenium pertama dalam pengembangan agama Kristen, terutama Kristen Orthodoks, tentunya menjadikan Byzantium sebagai pemimpin bagi negara-negara penganut agama Kristen lainnya. Konsili Nikea3 yang diselenggarakan pada tahun 325 M atas prakarsa kaisar Konstantinus yang Agung merupakan salah satu hal terpenting dalam pengembangan agama Kristen. Dalam perkembangannya, kekaisaran Byzantium mulai kehilangan kekuatannya akibat invasi dari bangsa lain maupun perselisihan internal di kalangan istana itu sendiri. Meskipun telah kehilangan pengaruhnya di Eropa Barat dan sebagian wilayah Mediterannia, namun tidak menjadikan Byzantium melemah. Di wilayah lainnya seperti Eropa Timur, pengaruh Byzantium justru menguat dikarenakan wilayah Kievan Rus mengadopsi agama Kristen Orthodoks yang berkembang di Byzantium. Pengaruh Byzantium di Rusia mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Tsar Ivan III yang Agung dan Tsar Ivan IV atau yang lebih dikenal sebagai Ivan the Terrible. Pada masa pemerintahan Ivan III, pengadopsian gelar tsar4 sebagai pengganti gelar pangeran dilakukan akibat hasil dari pernikahannya dengan Sophia Palaeologos5 yang merupakan keponakan dari kaisar Byzantium yang terakhir, Konstantinus XI. Selain itu, 1
Byzantium pada awalnya merupakan sebuah kota yang didirikan oleh orang-orang Yunani dan merupakan salah satu koloni Yunani di wilayah Mediterrania. Lihat Sherrard, Phillip. (1972). Great Ages of Man: Byzantium. Hal. 31. 2 Pasukan Islam di bawah pemerintahan khalifah Umar bin Khattab meruntuhkan kekaisaran Persia Sasania dan merebut wilayah Syria, Palestina, dan Mesir dari tangan Byzantium. Lihat Vasiliev, Alexander Alexandrovich. (1952). History of the Byzantine Empire (324-1453). Hal. 199-211. 3 Konsili Nikea pada tahun 325 M adalah konsili pertama dalam sejarah agama Kristen yang menetapkan konsep trinitas yang diselenggarakan di Nikea (sekarang adalah Iznik yang terletak di wilayah Turki). Lihat Bartholomew. (2008). Encountering the Mystery. Hal. 24. 4 Kata “tsar” berasal dari nama Julius Caesar, seorang konsul Romawi. 5 Sophia Palaeologos juga dikenal sebagai Zoe Palaeologos merupakan putri dari Thomas Palaeologos yang merupakan saudara dari kaisar Konstantinus XI. Lihat Vasiliev, op. cit., Hal. 590.
2
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
lambang negara kekaisaran Byzantium, yaitu elang berkepala dua juga turut diadopsi oleh Ivan III. Ketika Ivan IV berkuasa, pengaruh tersebut semakin menguat yang ditandai dengan berdirinya sebuah bangunan dengan arsitektur yang merupakan penggabungan antara arsitektur Byzantium dan Rusia, yaitu Katedral St. Basil di Moskow. Namun pengaruh Byzantium di Rusia mulai memudar pada zaman tsar Peter yang Agung.6 Melihat besarnya pengaruh Byzantium dalam kehidupan bangsa Rusia tentunya dapat menimbulkan beberapa pertanyaan. Dikarenakan sebagai salah satu negara adikuasa sudah tentu Byzantium memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan wilayahwilayah yang dikuasainya maupun negara-negara yang menjalin kerjasama dengan Byzantium. Adapun pertanyaan yang muncul terhadap besarnya pengaruh Byzantium di Rusia adalah: Mengapa Rusia mengadopsi model politik Byzantium pada masa pemerintahan pangeran Oleg hingga tsar Fyodor Ivanovich (907-1584) dan bagaimana cara Rusia mengadopsinya? Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis sejauh mana Rusia mengadopsi model politik Byzantium yang tercermin dalam sistem pemerintahan Rusia pada masa pemerintahan pangeran Oleg hingga tsar Fyodor Ivanovich (907-1584) dan bagaimana cara Rusia mengadopsi model politik tersebut. Landasan teori yang digunakan dalam jurnal ini yaitu teori kuasa yang terdapat di dalam buku “The Institutes of Justinian” dalam bahasa Latin sebagai berikut : “Sed et quod principi placuit legis habet vigorem: cum lege regia quae de imperio euis lata est populus ei et in eum omne suum imperium et potestatem concessit”. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia maka artinya adalah: “Kehendak dari kaisar juga memiliki kekuatan hukum dikarenakan hal tersebut telah tercantum dalam hukum kekaisaran. Untuk menegaskan kekuasaannya, rakyat harus menyerahkan
seluruh wewenang serta
kekuasaan mereka kepada kaisar”. Meskipun demikian, mengenai teori kepemimpinan bagi bangsa Rusia terdapat sedikit perbedaan dengan teori kepemimpinan di kekaisaran Byzantium. Pernyataan ini didasari dari keterangan yang terdapat pada Russian Primary Chronicle yang menyatakan bahwa sistem otokrasi di Rusia dapat berjalan dikarenakan rakyatnya memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengabdi kepada penguasanya. Hal ini
6
Tsar Peter yang Agung melakukan reformasi di Rusia dengan berlandaskan ide-ide dari Eropa Barat. Lihat Kalyazina, N.V., & Komelova, G.N. (1990). Russkoye Iskusstvo Petrovskoy Epokhi. Hal. 5-13.
3
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
dikarenakan rakyat menganggap bahwa pemimpin pasti memberikan yang terbaik untuk mereka dan tidak bermaksud untuk membawa mereka pada situasi yang sulit.7 Karya ilmiah yang digunakan sebagai tinjauan penelitian dan perbandingan dalam penulisan makalah ini berjudul Katolik Timur Sebagai Aspek Sentral Pembentukan Budaya Rusia Periode Kiev karya Satriana Shanti yang disusun pada tahun 1995. Secara garis besar penelitian yang dilalukan oleh Satriana Shanti ini lebih mengedepankan tentang peran agama Kristen Orthodoks dalam perkembangan masyarakat Rusia, sedangkan dalam penelitian ini akan dibahas hubungan antara Byzantium dan Rusia serta pengadopsian model politik dalam sistem pemerintahan Rusia antara tahun 907-1584. II. Sejarah Perkembangan Kekaisaran Byzantium (324-1453) 2.1. Sejarah Singkat Kekaisaran Byzantium (324-1453) Kaisar Konstantinus yang Agung merupakan kaisar pertama dari kekaisaran Byzantium yang berkuasa pada 324-337. Kebijakan Konstantinus yang sangat berpengaruh dalam perkembangan Byzantium di kemudian hari antara lain pengadopsian agama Kristen dan pemindahan ibukota kekaisaran dari Roma ke Konstantinopel. Mengenai pengadopsian agama Kristen, sebuah legenda mengatakan bahwa ketika akan berperang menghadapi Maxentius, Konstantinus melihat sebuah tanda salib di langit yang ia yakini sebagai pertanda kemenangannya meskipun pada saat itu ia merupakan menganut paganisme. Pasca pertempuran tersebut ia menganut agama Kristen dan menyelenggarakan sebuah konsili di Nikea yang menetapkan dasar-dasar ajaran agama Kristen. Banyak pihak yang meyakini keputusan Konstantinus dalam pengadopsian agama Kristen lebih dilandasi oleh faktor politis daripada faktor keyakinan pribadi.8 Adapun fakta yang menarik dari kehidupan Konstantinus adalah bahwa ia dibaptis sekitar seminggu sebelum kematiannya pada tahun 337. Setelah kematian Konstantinus yang Agung, Byzantium dipimpin oleh ketiga putranya, yaitu
Konstantinus,
Konstantius, dan Konstans. Konstantinus wafat pada tahun 340, sedangkan Konstans meninggal 10 tahun kemudian. Pada akhirnya, Konstantius menjadi penguasa tunggal dari kekaisaran Byzantium hingga kematiannya pada tahun 361. 7
Ketika pangeran Vladimir I mengadopsi Kristen Orthodoks, rakyatnya berkata bahwa jika agama ini bukanlah agama yang baik, maka tidak mungkin pangeran dan para bangsawannya akan mengadopsinya. Lihat Cross, Samuel Hazzard. (1973). Russian Primary Chronicle. Hal. 116. 8 Selama hidupnya, Konstantinus yang Agung dikenal sebagai penganut paganisme yang menyembah matahari (Sol Invictus). Lihat Vasiliev, op. cit., Hal. 49.
4
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
Dinasti kedua yang berkuasa di Byzantium adalah dinasti Theodosius yang berkuasa dari tahun 379-457. Kaisar Theodosius I merupakan penguasa pertama dari dinasti ini yang memerintah Byzantium dalam kurun waktu 379-395. Kebijakan utamanya adalah memperkuat kekristenan di seluruh penjuru kekaisaran dan menghapuskan paganisme. Pada masa pemerintahan Theodosius I, bangsa Goths merupakan ancaman serius bagi Byzantium meskipun kaisar-kaisar sebelumnya sering menempatkan bangsa Goths dalam pasukannya. Theodosius I wafat pada 395 dan berturut-turut digantikan oleh Arcadius (395-408), Theodosius II (408-450), dan Marcian (450-457) yang merupakan penutup dari dinasti Theodosius. Kaisar Leo I naik takhta pada tahun 457 M dan mendirikan dinasti Leonian. Pada masa pemerintahannya, Leo I melemahkan pengaruh bangsa Goths9 di lingkungan istana Byzantium. Dengan hilangnya pengaruh bangsa Goths, maka hal tersebut membuka jalan bagi Byzantium untuk menjalankan pemerintahannya sendiri tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Leo I wafat pada tahun 474 dan pemerintahan Byzantium secara berturutturut dipegang oleh Leo II (474), Zeno (474-491), dan Anastasius I (491-518). Pada masa pemerintahan Justinian yang Agung (527-565), wilayah kekuasaan Byzantium menjadi semakin luas yang meliputi hampir seluruh wilayah Kekaisaran Romawi. Kegemilangan Byzantium pada masa ini juga tidak terlepas dari peran Theodora, yang merupakan istri dari Justinian yang Agung, dan Belisarius yang merupakan jenderal terbesar dalam sejarah kekaisaran Byzantium.10 Kaisar Justinian yang Agung wafat pada 565 M dan dinasti Justinian diteruskan oleh Justin II (565-578), Tiberius II (578-582), dan Maurice (582-602). Setelah kematian kaisar Maurice, maka dinasti Justinian berakhir dan takhta dilanjutkan oleh Phocas (602-610). Heraclius (610-641) naik takhta sebagai kaisar Byzantium setelah menggulingkan kekuasaan kaisar Phocas. Periode pemerintahan Heraclius merupakan periode sulit dalam perkembangan Byzantium dikarenakan Heraclius harus menghadapi dua ancaman yang berasal dari luar, yaitu Persia Sasania dan kebangkitan Islam di semenanjung Arab. Dengan munculnya agama Islam, maka hal ini secara tidak langsung merupakan faktor 9
Bangsa Goth merupakan bagian dari etnis Jermanik yang berasal dari wilayah Baltik. Pada abad ketiga masehi mereka bermigrasi ke wilayah utara Laut Hitam dan di sekitar sungai Danube. Kelompok bangsa Goth yang mendiami wilayah Laut Hitam disebut Ostrogoth, sedangkan yang mendiami wilayah sungai Danube disebut Visigoth. Pada abad keempat masehi, Bangsa Goth mengadopsi agama Kristen Aria (Arianisme) berkat seorang pendeta yang berasal dari kalangan mereka sendiri, yaitu Ulfila (311-383). Lihat Oxford University. (1998). Encyclopedia of World History. Hal. 269. 10 Procopius, seorang sejarawan Byzantium menyebutkan bahwa Justinian dan Theodora merupakan penguasa kejam yang melakukan segala cara untuk memenuhi keinginannya. Lihat Williamson, G.A. (1990). Procopius: The Secret History Hal. 139-140.
5
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
yang berperan dalam kemunduran Byzantium dikarenakan pasukan Islam menaklukkan sebagian besar wilayah Byzantium di Timur Tengah dan Afrika Utara. Dengan berakhirnya kekuasaan dinasti Heraclius, maka Leo III dari dinasti Isauria atau dinasti Syria11 menduduki takhta Byzantium. Ketika Leo III memerintah Byzantium, ancaman dari bangsa Arab semakin besar hingga berlanjut terhadap pengepungan Konstantinopel pada 717-718. Dalam pengepungan ini, Leo III menggunakan senjata yang disebut sebagai Greek Fire12 untuk menghancurkan armada laut Arab. Pemerintahan Byzantium pada masa dinasti Isauria juga ditandai dengan peristiwa kontroversi ikonoklastik yang mempengaruhi hubungan antara kaisar Byzantium dan Paus di Roma. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, kontroversi ikonoklastik13 yang terjadi ketika dinasti Isauria memerintah Byzantium turut berperan dalam merenggangnya hubungan antara Byzantium dan Paus di Roma. Pada akhirnya peristiwa ini secara tidak langsung memungkinkan terbentuknya kekaisaran Romawi Suci sebagai bentuk protes dari Paus. Ketika ratu Irene bertakhta pada tahun 797, ia mencoba untuk menghapuskan konsep ikonoklastik. Namun dengan naiknya Irene sebagai penguasa Byzantium menimbulkan permasalahan baru dengan Paus. Hal ini dikarenakan Paus tidak menghendaki wanita untuk memimpin sebuah negara.14 Byzantium mulai memperoleh kembali kejayaannya di bawah pemerintahan kaisar Basil II dari dinasti Macedonia yang memperluas wilayah Byzantium dengan menaklukkan Bulgaria yang dipimpin oleh raja Samuel pada tahun 1018. Awalnya Byzantium kewalahan dalam menghadapi serangan Bulgaria dikarenakan sebagian pasukan Byzantium dikerahkan untuk bertempur di wilayah timur kekaisaran. Namun, pada awal abad XI, Byzantium mulai dapat mengatasi serangan Bulgaria dan dalam sebuah pertempuran mereka berhasil membutakan 14.000 prajurit atas perintah kaisar
11
Terdapat perselisihan antara para sejarawan mengenai asal usul kaisar Leo III. Sebagian meyakini bahwa ia lahir di Isauria, sedangkan sebagian yang lain meyakini bahwa ia lahir di Syria. Lihat Vasiliev, op. cit., Hal. 234. 12 Greek Fire adalah sebuah senjata berupa senyawa kimia yang mudah terbakar jika terkena air. Senjata ini dirancang oleh seorang ilmuwan asal Syria yang bernama Callinicus. 13 Kontroversi ikonoklastik adalah perselisihan antara kaisar Byzantium dan gereja mengenai pemujaan terhadap ikon-ikon yang dianggap suci pada masa itu. Kaisar Leo III berargumen bahwa pemujaan terhadap ikon merupakan bentuk lain dari paganisme dikarenakan manusia menyembah benda mati. Namun dalam hal ini pihak gereja berpendapat bahwa pemujaan ikon bukanlah suatu bentuk paganisme. Setelah Leo III wafat pada tahun 741 para kaisar Byzantium setelahnya, kecuali ratu Irene, tetap melestarikan dan menerapkan konsep ikonoklastik di seluruh wilayah kekaisaran. 14 Ratu Irene naik takhta dengan cara merebut kekuasaan dari putranya, Konstantinus VI. Selain itu, Paus juga menganggap bahwa Irene merupakan seorang pengkhianat yang menodai takhta kaisar. Lihat Bryce, James Viscount. (1950). The Holy Roman Empire. Hal. 47.
6
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
Basil II. Pada masa pemerintahan Basil II, Kievan Rus mengadopsi kekristenan untuk menggantikan ajaran paganisme yang telah lama dianut oleh masyarakatnya. Kekaisaran Byzantium menghadapi ancaman baru dari luar dengan munculnya Turki Seljuk yang mengalahkan mereka dalam pertempuran Manzikert pada tahun 1071. Dikarenakan pertempuran ini, secara langsung Byzantium mengalami dua kerugian, yaitu kematian kaisar Romanus IV Diogenes (1067-1071) dan hilangnya kendali atas wilayah Asia Minor. Pada akhirnya kaisar Alexius I (1081-1118) menulis surat kepada Paus pada tahun 1095 dengan tujuan memohon bantuan kepada negara-negara Eropa Barat dalam menghadapi Turki Seljuk. Paus Urbanus II kemudian menyerukan untuk dilakukan sebuah perang suci untuk merebut kembali Jerusalem dari tangan Islam. Sebagai akibat dari jatuhnya Konstantinopel akibat pendudukan oleh pasukan perang salib maka pusat pemerintahan Byzantium berpindah ke Nikea. Pada periode ini, kekaisaran Byzantium disebut sebagai kekaisaran Nikea. Theodore Lascaris yang merupakan pendiri dinasti Lascaris adalah kaisar pertama dari kekaisaran Nikea. Setelah 57 tahun berada dalam kekuasaan pasukan perang salib, kota Konstantinopel berhasil direbut kembali oleh pasukan Byzantium pada tanggal 25 Juli 1261. Akan tetapi, sultan Muhammad II dari dinasti Turki Usmani melancarkan serangan penuh ke Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453. Penyerangan yang dilakukan oleh Turki Usmani tersebut berhasil meruntuhkan kekaisaran Byzantium yang telah berdiri selama sekitar satu milenium. 2.2. Interaksi Antara Kekaisaran Byzantium dan Rusia Menurut beberapa catatan sejarah, interaksi antara kekaisaran Byzantium dan Rusia telah ada sejak abad X masehi. Catatan paling awal tentang kedatangan bangsa Rusia ke wilayah Byzantium terjadi pada tahun 860. Keterangan ini terdapat dalam buku Anecdota Bruxellensia I, Chroniques Byzantines du Manuscrit 1137615 yang merupakan sebuah kumpulan chronicle pada masa kekaisaran Byzantium. Dalam buku itu disebutkan bahwa bangsa Rusia menyerang kota Konstantinopel dengan kekuatan sebanyak 200 buah kapal pada tanggal 18 Juni 86016. Penyerangan tersebut mengalami kegagalan dan bangsa Rusia kehilangan banyak dari kapal mereka. Catatan lainnya berasal dari buku De 15
Buku ini merupakan karya dari seorang sejarawan asal Belgia, yaitu Franz Cumont. Cumont berhasil menerjemahkan sebuah chronicle yang bersifat anonim dari masa kekaisaran Byzantium. Karyanya ini memberikan keterangan yang tepat kepada para peneliti mengenai interaksi antara Byzantium dan Rusia yang terjadi untuk pertama kalinya. 16 Penyerangan ini terjadi pada masa pemerintahan kaisar Michael III (842-867). Lihat Cumont, Franz. 1894. Anecdota Bruxellensia I, Chroniques Byzantines du Manuscrit 11376. Hal. 33.
7
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
Administrando
Imperio
yang
merupakan
karya
dari
kaisar
Konstantin
VII
Porphyrogenitus. Dalam bukunya ini, Konstantin VII mendeskripsikan tentang bangsa Rusia yang pada masa itu diperintah oleh pangeran Sviatoslav. Pada masa pemerintahan kaisar Basil II (976-1025), interaksi antara kekaisaran Byzantium dan bangsa Rusia tertulis dalam buku Chronographia yang merupakan karya dari Michael Psellus. Ia merupakan sejarawan Byzantium yang hidup antara tahun 1018-1078. Meskipun demikian, penjelasan tentang interaksi antara kedua bangsa tersebut tidak disebutkan secara terperinci. III. Analisis Terhadap Pengadopsian Model Politik Kekaisaran Byzantium Dalam Sistem Pemerintahan Kepangeranan Kiev-Moskow (907-1598) 3.1. The Institutes of Justinian dalam Tradisi Politik Byzantium Buku The Institutes of Justinian adalah seperangkat hukum perdata yang digunakan oleh kekaisaran Byzantium. Hukum ini diterbitkan pada masa pemerintahan kaisar Justinian I yang Agung (527-565) sebagai bagian dari Hukum Romawi (Roman Law). Selain sebagai kitab undang-undang hukum perdata pada masa itu, The Institutes of Justinian juga berfungsi sebagai alat legitimasi kekuasaan kaisar. Hal ini dikarenakan dalam buku tersebut juga dijelaskan mengenai peran kaisar sebagai pusat dari kekuasaan. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa kehendak kaisar memiliki kekuatan hukum dan rakyat harus menyerahkan segala wewenang dan kekuasaan yang mereka miliki kepada kaisar. Adapun pada buku The Institutes of Justinian yang diterjemahkan pada tahun 1876, terdapat lima bagian utama dari hukum perdata tersebut, yaitu pendahuluan, buku pertama, buku kedua, buku ketiga, dan buku keempat. Dari klasifikasi mengenai hukum perdata yang terdapat dalam buku The Institutes of Justinian, dapat diketahui bahwa kekaisaran Byzantium memiliki sistem hukum yang teratur. Hukum tersebut dibuat bukan hanya untuk menjaga keamanan dalam kekaisaran Byzantium, namun juga mempertegas kekuasaan kaisar. Dengan adanya sebuah sistem hukum yang teratur maka ancaman terhadap kaisar dapat berkurang dikarenakan dalam sistem hukum tersebut telah dijelaskan mengenai kedudukan kaisar dalam struktur sosial masyarakat Byzantium.
8
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
3.2. Penyerangan Pangeran Oleg ke Konstantinopel serta pembaptisan Putri Olga di Konstantinopel Dalam Russian Primary Chronicle disebutkan bahwa pada awalnya bangsa Rusia dipimpin oleh Ryurik yang berasal dari wilayah Varangia (Skandinavia). Ia diundang oleh penduduk di wilayah tersebut untuk memerintah dikarenakan tidak adanya seorang pemimpin yang dapat menyatukan mereka. Ketika menjelang kematiannya, Ryurik mewariskan wilayah yang diperintahnya kepada Oleg yang berasal dari kaumnya. Selain itu Ryurik juga mempercayakan putranya yang masih sangat muda, Igor, untuk diasuh oleh Oleg. Dengan penuh kesetiaan terhadap Ryurik, Oleg menjalankan segala perintah yang dibebankan kepadanya. Pada tahun 882, Oleg merebut Kiev dari tangan dua orang penguasanya yaitu Askold dan Dir atas nama pangeran Igor putra dari Ryurik. Pada tahun 907 pangeran Oleg melancarkan penyerangan terhadap Konstantinopel (Tsargrad)17 namun ia tidak berhasil menembus Konstantinopel dikarenakan pertahanan pasukan Byzantium yang sangat kuat di wilayah tersebut. Oleg kemudian menginstruksikan agar seluruh armada lautnya berlabuh di sekitar Konstantinopel. Dengan segera pasukan Kievan Rus18 di bawah pimpinan Oleg menyerbu pinggiran kota Konstantinopel. Mengetahui kejadian ini kaisar Leo VI menawarkan perdamaian kepada pasukan Kievan Rus dengan menjanjikan upeti agar pangeran Oleg tidak menyerang wilayah Byzantium. Pangeran Oleg menyetujui perdamaian ini dan meminta upeti yang nilainya setara dengan jumlah armada lautnya. Pangeran Oleg wafat pada tahun 913 dan digantikan oleh Igor, putra dari Ryurik. Pangeran Igor menyerang bangsa Derevlian pada tahun 914 dan setelah menaklukkan mereka ia menetapkan upeti yang jumlahnya lebih besar dari upeti yang disearhkan kepada
pangerang
Oleg.
Antara
tahun
935-941,
pangeran
Igor
menyerang
Konstantinopel namun mengalami kegagalan disebabkan angkatan laut Byzantium menggunakan senjata berupa Greek Fire yang membakar kapal-kapal angkatan laut Kievan Rus. Ketika melakukan penyerangan kembali kepada bangsa Derevlian pada tahun 945, pangran Igor tewas dalam sebuah pertempuran dan dimakamkan di daerah yang menjadi wilayah bangsa Derevlian. Ketika putri Olga istri dari pangeran Igor mendengar tentang kematian suaminya, ia bersama pasukan Kievan Rus menyerang
17
Bangsa Rus menyebut Konstantinopel dengan sebutan Tsargrad yang berarti kota para kaisar. Rus merupakan istilah yang merujuk kepada sekelompok orang yang berasal dari Skadinavia. Dari kata Rus tersebut terciptalah kata Rusia yang dalam bahasa Latin disebut sebagai Ruthenia. 18
9
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
bangsa Derevlian dan menaklukkan mereka. Setelah penyerangan itu, Olga memerintah Kievan Rus atas nama putranya, pangeran Sviatoslav. Antara tahun 948-955, putri Olga melakukan perjalanan ke wilayah Byzantium dan tiba di Konstantinopel. Di kota tersebut putri Olga bertemu dengan kaisar Byzantium pada saat itu, yaitu Konstantinus VII Porphyrogenitus. Dikarenakan tertarik akan kecantikan putri Olga, kaisar Konstantinus VII hendak menjadikannya istri namun putri Olga menolaknya dengan mengatakan bahwa dirinya masih menganut paganisme. Ia juga menambahkan bahwa jika kaisar Konstantinus VII ingin menikahinya, maka ia harus dibaptis oleh kaisar tersebut. Dengan penuh kesanggupan, Konstantinus VII segera membaptis Olga dibantu oleh Patriarkh Konstantinopel. Setelah pembaptisan selesai, Konstantinus VII mengutarakan niatnya untuk menjadikan Olga sebagai istrinya. Olga kemudian menjawab bahwa Konstantinus VII tidak dapat menjadi suaminya dikarenakan ia telah menjadi bapak baptis bagi dirinya. Konstantinus VII tertegun dengan jawaban Olga dan memberinya banyak hadiah yang terdiri dari emas, perak, sutra, dan bermacammacam vas. Meskipun kecewa karena tidak dapat menikahi Olga, kaisar Konstantinus VII tetap menganggap Olga sebagai putrinya sendiri. Ketika kembali ke Kiev, putri Olga mengajak pangeran Sviatoslav untuk ikut memeluk agama Kristen seperti dirinya. Namun pangeran Sviatoslav menolaknya dan berpendapat bahwa jika ia memeluk agama tersebut maka ia akan kehilangan pengikutnya. Putri Olga kemudian mengatakan kepada putranya jika putranya tersebut berpindah agama maka para pengikutnya juga akan melakukan hal yang sama. Meskipun demikian, Sviatoslav tidak mendengarkan nasihat ibunya dan tetap menganut paganisme. Pada tahun 969, putri Olga wafat dan pangeran Sviatoslav juga terbunuh dalam pertempuran melawan bangsa Pecheneg pada tahun 972. 3.3. Pengadopsian agama Kristen Orthodoks di Kepangeranan Kiev oleh Pangeran Vladimir Setelah kematian Sviatoslav maka Kievan Rus diperintah oleh tiga orang putranya, yaitu Yaropolk, Oleg, dan Vladimir. Yaropolk menguasai kota Kiev sedangkan Oleg dan Vladimir menguasai kota Dereva dan Novgorod. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi konflik antara Yaropolk dan Oleg. Yaropolk menyerang Dereva dan menewaskan Oleg. Ketika mendengar tentang ini, Vladimir yang berada di Novgorod diliputi ketakutan yang luar biasa. Ia kemudian pergi ke daerah Varangia guna mengumpulkan pasukan yang betujuan untuk menumbangkan kekuasaan Yaropolk. Antara tahun 97810
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
980 sekembalinya dari Varangia, Vladimir segera melancarkan serangan terhadap Yaropolk. Mulanya Vladimir merebut kembali kota Novgorod dan kemudian melanjutkan penyerangannya ke kota Kiev. Mendengar bahwa Vladimir akan mengepung Kiev, Yaropolk lari dari kota itu menuju kota Rodnya. Ketika Yaropolk ingin berdamai dengan Vladimir, ia dibunuh tas perintah saudaranya itu. Setelah kematian Yaropolk, Vladimir menjadi penguasa tunggal dari Kievan Rus. Pada tahun 986, Vladimir mendapat kunjungan dari orang-orang Bulgar yang menganut agama Islam. Mereka berkata kepada Vladimir meskipun ia merupakan penguasa yang baik dan bijaksana namun tidak memiliki agama. Vladimir kemudian bertanya kepada mereka tentang ajaran agama Islam. Setelah mendengarkan penjelasan mereka Vladimir menyimpulkan bahwa ia tidak dapat memilih agama Islam. Ia beralasan bahwa dalam agama Islam tidak diperbolehkan untuk meminum minuman keras, sementara hal tersebut merupakan suatu kenikmatan bagi bangsa Rus. Selanjutnya, datanglah bangsa Jerman yang merupakan utusan dari Paus di Roma. Mereka mengajak Vladimir untuk menganut agama Kristen Katholik. Vladimir kemudian bertanya kepada mereka mengenai ajaran agama Kristen Katholik. Para utusan tersebut menjawab bahwa ajaran agama mereka adalah berpuasa menurut kemampuan setiap individu. Mereka menambahkan juga bahwa apapun yang dimakan atau diminum oleh seseorang semuanya ditujukan untuk kemuliaan tuhan. Vladimir kemudian menolak pemahaman ini dengan mengatakan bahwa para pendahulunya tidak akan pernah menerima konsep seperti ini. Orang-orang Yahudi yang berasal dari Khazar datang menghadap Vladimir dikarenakan mendengar bahwa bangsa Bulgar dan Jerman telah berusaha meyakinkan Vladimir akan agama mereka, yaitu agama Islam dan Kristen Katholik. Mereka juga berusaha meyakinkan Vladimir untuk memeluk agama yang mereka anut. Vladimir kemudian bertanya dimanakah tanah air mereka. Orang-orang Yahudi tersebut menjawab bahwa tanah air mereka adalah Jerusalem. Pada akhirnya Vladimir juga menolak agama Yahudi dikarenakan bangsa Yahudi merupakan bangsa yang telah terusir dari tanah airnya.19 Ia juga menambahkan bahwa bangsa Rus tidak ingin mengalami kejadian serupa dengan memeluk agama Yahudi. Byzantium juga mengirimkan seorang cendikiawan kepada Vladimir dengan tujuan agar Vladimir menerima agama Kristen Orthodoks. Cendikiawan tersebut menjelaskan 19
Bangsa Yahudi terusir dari Jerusalem pada tahun 135 M dan dilarang untuk kembali ke tanah air mereka oleh otoritas Romawi. Hal ini berlangsung hingga abad 20 ketika negara Israel berdiri pada tahun 1948.
11
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
tentang ajaran Kristen Orthodoks dan mengkritisi ajaran agama lainnya yang dibawa oleh para utusan sebelumnya. Vladimir tertarik dengan penjelasan dari cendikiawan tersebut dan memberinya banyak hadiah. Namun, Vladimir belum dapat memutuskan agama mana yang akan ia anut dikarenakan ia harus berkonsultasi dengan para bangsawannya terlebih dahulu. Setelah berkonsultasi dengan para bangsawannya, pada tahun 987 Vladimir mengirimkan utusan untuk menyelidiki bagaimana masing-masing agama menjalankan ibadahnya. Para utusan tersebut melihat tata cara ibadah umat Islam dan Kristen Katholik namun mereka tidak terkesan akan hal itu. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Konstantinopel dan bertemu dengan kaisar Basil II. Selanjutnya, kaisar Basil II segera memberitahu patriarkh untuk menyiapkan sebuah peribadatan yang megah ketika mendengar bahwa utusan dari Vladimir datang untuk melihat tata cara ibadah Kristen Orthodoks. Ketika para utusan tersebut dengan didampingi oleh Basil II memasuki gereja, mereka terkesan akan tata cara peribadatan Kristen Orthodoks. Kaisar Basil II juga menjelaskan tentang prosesi yang dilakukan oleh umat Kristen Orthodoks dalam menyembah tuhan mereka. Setelah para utusan tersebut selesai menyaksikan tata cara ibadah di gereja, Basil II mengundang mereka dan memerintahkan agar memberitahu tentang apa yang mereka lihat kepada Vladimir. Basil II juga tidak lupa memberi hadiah yang banyak kepada para utusan tersebut. Sekembalinya dari Konstantinopel, para utusan tersebut melaporkan apa yang mereka lihat kepada Vladimir. Mereka mengatakan bahwa Kristen Orthodoks merupakan agama yang tepat bagi bangsa Rus dikarenakan keindahan akan tata cara ibadah yang dimilikinya.20 Pada tahun 988 Vladimir menyerang kota Kherson yang merupakan wilayah Byzantium. Ketika ia berhasil menguasai kota, ia segera mengirimkan pesan kepada kaisar Basil II agar menikahkannya dengan adik dari kaisar tersebut. Basil II tidak dapat memenuhi permintaan Vladimir dikarenakan ia masih menganut paganisme. Mengetahui jawaban dari Basil II, Vladimir menyatakan bahwa ia siap untuk dibaptis. Basil II menerima pesan dari Vladimir dengan senang hati dan mengirimkan adiknya beserta pendeta untuk membaptis Vladimir. Pada awalnya adik dari Basil II menolak untuk menikah dengan Vladimir namun Basil II berhasil membujuknya. Ia mengatakan bahwa jika adiknya menikah dengan Vladimir maka hal tersebut akan memberikan keuntungan untuk Byzantium dikarenakan selama ini bangsa Rus telah banyak 20
Patriarkh Bartholomew I dari Konstantinopel dalam bukunya yang berjudul Encountering the Mystery juga menceritakan tentang pengadopsian agama Kristen Orthodoks oleh bangsa Rus.
12
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
memberikan kesulitan bagi Byzantium. Basil II memandang bahwa dari pernikahan ini ia akan mendapatkan sekutu yang baru. Vladimir kemudian dibaptis di kota Kherson. Ketika Vladimir kembali ke Kiev, ia memerintahkan agar seluruh rakyatnya dibaptis dan menganut agama Kristen Orthodoks. 3.3. Kondisi Politik Kievan Rus Pasca Pengadopsian Agama Kristen Orthodoks Kondisi politik di wilayah Kievan Rus pasca pengadopsian agama Kristen Orthodoks dapat dikatakan sangat dipengaruhi oleh kekaisaran Byzantium21. Sebagai ipar sekaligus sekutu politik dari kaisar Basil II tentunya pangeran Vladimir harus menghadapi musuh yang sama dengan yang dihadapi oleh Byzantium. Selain itu dalam menjalankan pemerintahan maupun melakukan diplomasi dengan negara-negara lainnya, Vladimir dibatasi oleh nilai-nilai yang berasal dari Byzantium. Sebagai contoh ketika kaisar Basil II memerlukan bantuan dalam menghadapi musuhnya, Vladimir mengirimkan 6.000 pasukan untuk membantu saudara iparnya itu. Jika ditinjau secara politis tanpa memasukkan unsur agama di dalamnya maka keputusan Vladimir menjalin persekutuan dengan Byzantium merupakan hal yang sangat wajar. Sebagai pewaris utama dari kekaisaran Romawi tentunya Byzantium memiliki pengaruh yang sangat besar di wilayah Mediterania. Selain itu, sebagai kota dagang yang memiliki letak sangat strategis, Konstantinopel memiliki kekayaan yang sangat besar sehingga Vladimir tertarik untuk bersekutu dengan Byzantium. Ketegangan antara Kristen Orthodoks dan Katholik Roma di wilayah Kievan Rus mencapai puncaknya pada tahun 1242. Ordo Kesatria Teutonik22 yang berasal dari Jerman menyerang wilayah Kievan Rus atas instruksi dari Paus. Adapun tujuan dari penyerangan ini adalah untuk mengubah agama penduduk di wilayah tersebut agar menganut Kristen Katholik. Pangeran Alexander Nevsky yang merupakan pemimpin bangsa Rus pada saat itu berhasil mengalahkan Ordo Kesatria Teutonik dalam pertempuran di danau Peipus. Dengan kekalahan ini maka peluang pihak Gereja Katholik Roma untuk menyebarkan agama Kristen Katholik di wilayah Kievan Rus dapat 21
Dalam Russian Primary Chronicle juga disebutkan bahwa ketika dibaptis, Vladimir dinasehati oleh pendeta yang membaptisnya agar ia tidak menerima ajaran dari pihak Latin (Kristen Katholik). Jika dianalisis secara mendalam maka hal ini tidak hanya terbatas kepada ajaran agama semata. Dengan kata lain, segala hal yang berkaitan dengan Latin termasuk sistem pemerintahan, hubungan diplomatik, dan ideologi mereka tidak boleh diadopsi oleh Vladimir. Hal ini dikarenakan Byzantium memiliki hubungan yang renggang dengan pihak Roma disebabkan perbedaan dalam penerapan nilai-nilai agama Kristen serta keputusan Paus yang membentuk kekaisaran Romawi Suci. Dengan terbentuknya kekaisaran Romawi Suci maka hal ini dianggap sebagai kekaisaran tandingan oleh pihak Byzantium meskipun sebenarnya Paus tidak bermaksud demikian. 22 Ordo Kesatria Teutonik merupakan salah satu ordo kesatria perang salib selain dari Templar dan Hospitallers yang mempertahankan Jerusalem dari serangan kekuatan Islam.
13
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
dikatakan berakhir. Baik kalangan penguasa maupun kalangan Gereja Kristen Orthodoks telah menganggap Gereja Katholik Roma sebagai musuh bersama baik dari segi politis maupun agama.
3.4. Keruntuhan Kepangeranan Kiev dan Invasi Mongol ke Rusia. Mongol muncul sebagai kekuatan baru di wilayah Asia Timur di bawah kepemimpinan Genghis Khan23 pada tahun 1206. Dengan segera ia menyatukan seluruh suku di wilayah Mongolia untuk membentuk sebuah pasukan yang besar yang bertujuan menaklukkan wilayah-wilayah di sekitarnya termasuk Kievan Rus. Tahun 1223 merupakan saat dimana pasukan Mongol melancarkan serangan terhadap Kievan Rus untuk pertama kalinya. Sebelum pertempuran berlangsung pihak Mongol mengirimkan utusan yang bertujuan agar pihak Kievan Rus menyerah atau menjalin aliansi dengan mereka. Kievan Rus yang dipimpin oleh pangeran Mtislav Romanovich menolak penawaran mereka dan bahkan ia memerintahkan agar para utusan Mongol tersebut dibunuh. Mendengar hal ini pasukan Mongol di bawah komando jenderal Subodei dan Jebe menyatakan perang dengan Kievan Rus. Meskipun pasukan Kievan Rus berjumlah lebih banyak dari pasukan Mongol namun hal tersebut tidak menjadikan mereka pemenang dalam pertempuran tersebut. Sebaliknya pasukan Mongol tampil sebagai pemenang dikarenakan taktik perang mereka yang lebih baik dari pihak Kievan Rus. Antara tahun 1236-1240, pasukan Mongol menyerang wilayah Kievan Rus untuk kedua kalinya. Seperti yang telah dilakukan sebelumnya, pihak Mongol mengirimkan utusan kepada setiap kota untuk menyerah dan menjadi sekutu dari Mongol. Jika mereka mneyetujuinya maka pihak Mongol akan menjamin keselamatan mereka dan berjanji akan melindungi mereka dari musuh. Sebagai gantinya mereka harus menyerahkan 10 % dari kekayaan kota untuk diserahkan sebagai upeti. Beberapa kota di wilayah tersebut menerima persyaratan yang diajukan oleh pihak Mongol, namun kota-kota seperti Ryazan dan Kiev menolaknya dengan keras. Sebagai akibat dari penolakan ini maka pihak Mongol melancarkan pengepungan terhadap kedua kota tersebut. Pada akhirnya Ryazan dan Kiev jatuh ke tangan pasukan Mongol. Dengan jatuhnya Kiev maka hal ini menandai berakhirnya kekuasaan Kievan Rus dan dimulainya kekuasaan Mongol di Rusia. Meskipun demikian, pengaruh 23
Genghis Khan merupakan gelar yang berati “Khan yang Agung”. Nama asli dari Genghis Khan adalah Temujin.
14
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
Byzantium tidak serta merta menghilang dikarenakan masyarakat Kievan Rus tetap menyebut pemimpin Mongol mereka dengan gelar tsar. Gelar ini sebelumnya dipakai oleh penguasa Kievan Rus, meskipun secara resmi baru digunakan ketika masa pemerintahan tsar Ivan III dari kepangeranan Moskow jauh setelah berakhirnya pengaruh Mongol di Rusia. 3.5. Bangkitnya Kepangeranan Moskow Diikuti Oleh Masa Pemerintahan Tsar Ivan III yang Agung hingga Tsar Fyodor Ivanovich Pada tahun 1380 pasukan Moskow di bawah pimpinan pangeran Dmitry Donskoi menyatakan perang terhadap pasukan Tatar (Mongol) dikarenakan dominasi pasukan Mongol yang sangat mengganggu pihak Rusia. Kedua belah pihak berhadapan dalam perang Kulikovo dimana pihak Moskow memperoleh kemenangan atas pasukan Tatar yang dipimpin oleh Mamai. Meskipun menang dalam perang tersebut, namun korban di pihak Moskow sangat banyak jumlahnya sehingga mereka kesulitan dalam menghimpun kembali kekuatannya. Ketika ancaman baru dari Tamerlane datang, Dmitry tidak dapat berbuat banyak dan terpaksa membayar upeti kepada Tamerlane. Rusia terbebas dari pengaruh Mongol secara utuh pada tahun 1480 ketika dipimpin oleh Ivan III yang Agung. Ivan III mengalahkan pasukan Tatar pada pertempuran di sungai Ugra. Setelah jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453, maka tidak ada pemimpin yang merupakan pelindung ajaran Kristen Orthodoks. Sophia Palaeologus yang merupakan keponakan dari kaisar Byzantium yang terakhir, Konstantinus XI berada di Roma di bawah perlindungan Paus. Hal ini dikarenakan Paus ingin agar Gereja Kristen Orthodoks bergabung ke dalam Gereja Katholik Roma. Ivan III mengumumkan bahwa ia akan menikahi Sophia ketika mengetahui bahwa Sophia berada di Roma. Paus sangat senang akan rencana ini dikarenakan ia menduga bahwa dengan pernikahan antara Ivan III dna Sophia Palaeologus akan merealisasikan rencananya untuk menyatukan Gereja Kristen Orthodoks dan Gereja Katholik Roma. Pada tahun 1472, Sophia Palaeologus berangkat ke Moskow atas restu Paus dan diiringi oleh seorang kardinal. Tanpa diduga, Ivan III menolak rencana penyatuan kedua gereja setelah berdiskusi dengan rohaniawan Kristen Orthodoks dan memerintahkan agar kardinal tersebut kembali ke Roma. Pasca pernikahan Ivan III dan Sophia Palaeologus, sistem pemerintahan Moskow mulai berubah drastis. Ivan III yang dipengaruhi oleh istrinya mengadopsi gelar “Tsar Seluruh Rusia”. Hal ini sangat bertentangan dengan sistem politik yang telah ada 15
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
sebelumnya dimana pangeran Moskow berkedudukan setara dengan pangeran di wilayah Rusia lainnya namun lebih diutamakan (Primus Inter Pares).24 Dengan pengadopsian gelar ini juga maka pangeran Moskow merupakan pemimpin dari seluruh pangeran yang ada di rusia. Ia juga memproklamirkan Moskow sebagai Roma yang ketiga (Third Rome)25 dan mengadopsi lambang negara Byzantium menjadi lambang kepangeranan Moskow. Ivan III wafat pada tahun 1505 dan digantikan oleh putranya, Vasili III Ivanovich. Periode pemerintahan Vasili III diwarnai dengan perilakunya yang sangat otoriter dalam menjalankan pemerintahan. Ia sangat jarang berkonsultasi dengan para bangsawannya dalam menentukan keputusan yang penting. Perilakunya ini diturunkan dari ibunya yang merupakan wanita bersifat ambisius. Seorang diplomat dari kekaisaran Romawi Suci, Sigismund von Herberstein dalam bukunya yang berjudul Rerum Moscoviticarum Comentarii menyatakan bahwa Vasili III merupakan penguasa yang sangat berpegang teguh pada konsep autokrasi. Ia juga menambahkan bahwa Vasili III menggunakan kekuasannya sebagai alat untuk memperoleh segala yang diinginkannya. Vasili III wafat pada tahun 1533 dan digantikan oleh putranya, Ivan IV the Terrible. Ivan IV menjalankan kebijakan Oprichnina yang bertujuan untuk mengurangi kekuasaan para bangsawan. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menjamin keberlangsungan absolutisme dalam pemerintahannya. Ia memandang bahwa pengaruh bangsawan yang berlebihan merupakan penghinaan terhadap kekuasaan monarki. Bahkan ia mengeksekusi kaum rohaniawan yang menentangnya. Ivan IV juga membunuh putranya sendiri ketika putranya tersebut berselisih paham dengannya, meskipun pada akhirnya Ivan IV menyesali tindakannya ini. Peristiwa ini kemudian melahirkan krisis kepemimpinan di Rusia setelah kematiannya pada tahun 1584. Setelah kematiannya, Ivan IV digantikan oleh putranya yang lain, yaitu Fyodor Ivanovich.
Pemerintahan
pemerintahan
tsar
Fyodor
Ivanovich
dapat
dikatakan
merupakan
yang lemah dikarenakan ia mengalami sedikit kecacatan mental.
Meskipun demikian, ia tetap melestarikan konsep yang digunakan oleh ayahnya. Selain dari pemerintahannya yang tidak efektif, roda pemerintahan dari tsar Fyodor Ivanovich 24
Konsep ini juga dikenal di kalangan Gereja Orthodoks. Patriarkh Konstantinopel juga memiliki gelar ini sebagai perbandingan dengan patriarkh lainnya. Namun yang perlu diperhatikan adalah dengan adanya gelar ini, bukan berarti patriarkh Konstantinopel berada di atas dari patriarkh lainnya namun hanya kedudukannya saja yang lebih utama. 25 Roma Pertama (First Rome) adalah kota Roma yang merupakan ibukota dari kekaisaran Romawi Kuno, sedangkan Roma Kedua (Second Rome) adalah kota Konstantinopel, ibukota dari kekaisaran Byzantium yang dijuluki sebagai Nova Roma (Roma Baru).
16
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
diserahkan kepada saudara iparnya, yang merupakan saudara dari istrinya, yaitu Boris Godunov. Dari penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa sistem pemerintahan Rusia pada masa itu sangat memiliki kemiripan dengan sistem pemerintahan kekaisaran Byzanitum. Rusia mengadopsi sistem politik Byzantium dikarenakan faktor agama, yaitu Kristen Orthodoks, dan pernikahan, baik yang terjadi pada masa pemerintahan pangeran Vladimir I maupun tsar Ivan III. Selain itu, sistem politik yang dianut oleh Byzantium memberikan keleluasaan terhadap pemimpin untuk menentukan setiap kebijakan yang akan diambil secara bebas. Faktor masyarakat Rusia yang percaya kepada takhayul dan menyerahkan segala keputusan terhadap pemimpinnya menjadikan konsep politik ini semakin menjamur di seluruh wilayah Rusia. 3.6. Kondisi Politik Kepangeranan Moskow Pasca Kejatuhan Kekaisaran Byzantium Kejatuhan Byzantium pada tahun 1453 secara tidak langsung sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan sistem politik di Rusia. Hal ini ditunjang dengan pernikahan antara pangeran Ivan III yang agung dengan keponakan kaisar Konstantinus XI, yaitu Sophia Palaeologus. Pengaruh Sophia yang sangat luas di kalangan istana Moskow merupakan faktor penting dalam terbentuknya sistem autokrasi pada kepangeranan Moskow. Hal ini dikarenakan bahwa penguasa dalam pandangan Byzantium merupakan individu yang berkuasa penuh atas apa yang merupakan miliknya, dalam hal ini berupa wilayah, sumber daya alam, dan sumber daya manusia. Namun, penerapan konsep autokarsi pada sistem pemerintahan Rusia sedikit berbeda dibandingkan dengan sistem autokrasi yang diterapkan di kekaisaran Byzantium. Pernyataan ini didasari dari keterangan yang terdapat pada Russian Primary Chronicle yang menyatakan bahwa sistem autokrasi di Rusia dapat berjalan dikarenakan rakyatnya memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengabdi kepada penguasanya. Konsep Caesaropapism26 yang dianut oleh Byzantium juga memungkinkan pemimpinnya berkuasa atas gereja di wilayah tersebut. Gereja memproklamirkan penguasanya sebagai putra tuhan. Dengan kata lain apapun yang dilakukan oleh penguasa merupakan kehendak dari tuhan. Dalam penerapannya, pengaruh Byzantium bagi sistem pemerintahan Rusia pada masa itu tidak jarang menjadikan pemimpinnya 26
Dalam konsep ini kaisar Byzantium selain bertindak sebagai penguasa atas Gereja Orthodoks, ia juga berhak menentukan ajaran agama bagi para pengikutnya. Dengan kata lain, kaisar Byzantium memiliki hak yang sama seperti Paus di Roma maupun Patriarkh Konstantinopel dalam merumuskan ajaran agama. Lihat Vasiliev, op. cit., Hal. 148.
17
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
sebagai seseorang yang sangat otoriter. Hal ini dikarenakan pemimpin bebas untuk melakukan apapun demi mempertahankan kekuasaannya dikarenakan ia tidak dibatasi oleh peraturan. 3.7. Pengaruh Agama Kristen Orthodoks dalam Kehidupan Berpolitik Bangsa Rusia Menurut Sigismund von Herberstein dalam bukunya, yaitu Rerum Moscoviticarum Comentarii (Notes Upon Russia), ia menyatakan bahwa agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Rusia. Keterangan lain yang menyatakan bahwa orang-orang Rusia sangat bangga terhadap agama Kristen Orthodoks yang mereka anut dan terkesan mendiskreditkan denominasi agama Kristen yang lainnya terdapat dalam catatan perjalanan Richard Chancellor dari Inggris pada masa pemerintahan Ivan IV dalam buku yang berjudul “The Discovery of Muscovy”. Berdasarkan keteranganketerangan tersebut dapat diketahui bahwa peran agama Kristen Orthodoks sangat penting dalam perkembangan dan kehidupan bangsa Rusia. Hal ini dikarenakan mereka memandang bahwa agama Kristen datang kepada mereka melalui perantaraan salah satu rasul dari Yesus Kristus, yaitu Santo Andreas (Andrew) yang telah memberkati daerah mereka bahkan sebelum ajaran Kristen Orthodoks masuk ke wilayah tersebut. Oleh karena itu, memeluk agama Kristen Orthodoks merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka. Meskipun demikian, kebanggan ini juga tidak terlepas dari perjalanan para utusan pangeran Vladimir I ke kota Konstantinopel untuk melihat tata cara peribadatan umat kristen Orthodoks. Selain bagi bangsa Rusia, figur Santo Andreas juga sangat penting bagi Gereja Kristen Orthodoks. Dalam bukunya yang berjudul Encountering the Mystery, patriarkh Bartholomew menyatakan bahwa Santo Andreas merupakan pendiri dari Gereja Kristen Orthodoks. IV. Kesimpulan Pengadopsian model politik Byzantium dalam sistem pemerintahan Rusia sangat terlihat terutama setelah pengadopsian agama Kristen Orthodoks oleh pangeran Vladimir yang Agung pada tahun 988 dan pernikahan pangeran Ivan III dengan Sophia Palaeologus. Hal ini dapat dilihat dari dijadikannya Kristen Orthodoks sebagai identitas nasional demi memperkuat kekuasaan pangeran atau tsar. Pembatasan kekuasaan bangsawan, penerapan teror terhadap rakyat, dan penguasaan atas gereja merupakan sarana yang digunakan para pangeran atau tsar untuk melestarikan konsep absolutisme
18
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
dalam pemerintahan mereka. Mereka berpendapat bahwa keputusan seorang pemimpin tidak boleh dibatasi dikarenakan hal tersebut sama saja dengan melawan kehendak tuhan. Seluruh penjabaran di atas secara tidak langsung merupakan cerminan dari konsep absolutisme yang terdapat dalam buku “The Institutes of Justinian” yang menyatakan bahwa penguasa merupakan pusat dari kekuasaan. Hukum yang bersifat memaksa tersebut memberikan kekuasaan yang mutlak kepada seorang pemimpin dalam mengendalikan rakyatnya. Sementara itu, rakyat tidak memiliki pilihan lain kecuali menaati hukum tersebut dikarenakan mereka akan mendapat hukuman jika tidak menaatinya. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa sistem politik dari kekaisaran Byzantium dapat berkembang dengan baik di Rusia sebagai konsekuensi dari interaksi antara bangsa Rus’ dan Byzantium. Para penguasa Rusia menilai bahwa dengan mengadopsi sistem politik yang demikian maka akan dapat menguatkan kekuasaan mereka atas rakyatnya, sedangkan rakyat menyetujui sistem tersebut dikarenakan mereka dapat melayani apapun kehendak dari penguasa mereka dikarenakan rasa hormat dan kecintaan mereka terhadap penguasa.
19
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abdy, John Thomas, dan Walker, Bryan (terj.). (1876). The Institutes of Justinian. Cambridge: Cambridge University Press. Babcock, Emily Atwater, dan Krey, A.C (terj.). (1943). A History of Deeds Done Beyond the Sea by William, Archbishop of Tyre Volume I&II. New York: Columbia University Press.
Bartholomew. (2008). Encountering the Mystery. New York: Doubleday. Beckwith, John. (1979). Early Christian and Byzantine Art. Sussex: Penguin Books. Bohle, Klaus. (1998). Kleine Geschichte der Deutschen. Bonn: Inter Nationes. Bond, Edward A (ed.). (1856). Russia at the Close of the Sixteenth Century: Comprising the treatise “Of the Russe Common Wealth” by Giles Fletcher and “The Travels of Sir Jerome Horsey”. London: The Hakluyt Society. Bryce, James Viscount. (1950). The Holy Roman Empire. London: Macmillan. Burns, Thomas S. (1994). Barbarians Within the Gates of Rome. Indianapolis: Indiana University Press. Cary, M. (1954). A History of Rome Down to the Reign of Constantine. London: Macmillan. Cassell’s National Library. (1893). The Discovery of Muscovy: From the Collections of Richard Hakluyt with The Voyages of Ohthere and Wulfstan from King Alfred’s Orosius. London: Cassell & Company. Cross, Samuel Hazzard, dan Sherbowitz-Wetzor, Olgerd P. (1973). The Russian Primary Chronicle: Laurentian Text. Cambridge: The Mediaeval Academy of America. Cumont, Franz (terj.). (1894). Anecdota Bruxellensia I: Chroniques Byzantines du Manuscrit 11376. Gand: Universite De Gand. Devon, James. (1886). Chancellor’s Voyage to Muscovy; Being Clement Adam’s “Anglorum Navigatio Ad Muscovitas”. Edinburgh: Privately Printed.
20
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
Elliot, William Y., dan McDonald, Neil A. (1950). Western Political Heritage. New York: Prentice-Hall. Gibbon, Edward. (1989). The Decline and Fall of the Roman Empire, Vol. I & II. Chicago: William Benton Publisher. Grekov, B. (1959). Kiev Rus. Moscow: Foreign Language Publishing House. Hadas, Moses. (1966). Great Ages of Man: Imperial Rome. Nederland: Time-Life International. Hertz, Frederick. (1951). Nationality In History and Politics. London: Routledge & Kegan Paul Ltd. Hughes, Ian. (2009). Belisarius the Last Roman General. Barnsley: Pen & Sword Military. Kalyazina, N.V., & Komelova, G.N. (1990). Russkoye Iskusstvo Petrovskoy Epokhi. Leningrad: Izdatel’stvo Khudozhnik RSFSR. Likhachev, D.S. (1996). Povest’ Vremennykh Lyet. St. Petersburg: Nauka. Michell, Robert dan Forbes, Neville (terj.). (1914). The Chronicle of Novgorod (1016-1471). London: Offices of the Society. Moravcsik, GY, dan Jenkins, R.J.H. (1967). Constantine Porphyrogenitus De Administrando Imperio. Washington: Dumbarton Oaks. Norwich, John Julius. (1999). A Short History of Byzantium. New York: Alfred A. Knopf. Oxford University. (1998). Encyclopedia of World History. Oxford: Oxford University Press. Pares, Bernard. (1955). A History of Russia. London: Jonathan Cape. Phillips, Charles. (2011). An Illustrated History of the Crusades and the Crusader Knights. London: Lorenz Book. Riasanovsky, Nicholas V. (1972). A History of Russia. California: Oxford University Press. Robinson, James Harvey, dkk. (1951). History of Civilization: Earlier Ages. Boston: Ginn and Company. Sathas, Constantine (ed.). (1899). The History of Psellus. London: Methuen & CO. Sherrard, Phillip. (1972). Great Ages of Man : Byzantium. New York: Time-Life Books. Stier, Hans-Erich dkk. (1956). Volker, Staaten, und Kulturen: Ein Kartenwerk zur Geschichte. Braunschweig: Georg Westermann Verlag. Turtledove, Harry. (1982). The Chronicle of Theophanes. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. Vasiliev, Alexander Alexandrovich. (1952). History of the Byzantine Empire (324-1453). Madison: The University of Wisconsin Press. Von Herberstein, Sigismund. (1965). Notes Upon Russia Vol. 1&2 . New York: Burt Franklin Publisher.
21
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014
Weatherford, Jack. (2008). Genghis Khan and the Making of the Modern World. Connecticut: The Easton Press. Williamson, G.A. (1990). Procopius: The Secret History. London: The Folio Society.
22
Pengadopsian Model..., Oktavian Awazli Rizki Perdana, FIB UI, 2014