e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015)
MENGUNGKAP AKUNTABILITAS PENERIMAAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BULELENG (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng) 1
1
Ni Luh Nora Widari, I Made Pradana Adiputra, 2 Gede Adi Yuniarta
Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
E-mail :{
[email protected],
[email protected],
[email protected],}@undiksha.ac.id
Abstrak Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan dua komponen penting dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Buleleng. Tanggung jawab atas pengelolaan penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng. Sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Buleleng, Dispenda bertindak sebagai koordinator dari SPKD yang memiliki keterkaitan atas pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan tugasnya tersebut, beberapa pertanyaan timbul atas fenomen-fenomena yang ada. Sejalan dengan pertanyaan yang ada, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk meluruskan : 1) Akuntabilitas Dispenda atas penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, 2) Kontribusi penerimaan PAD terhadap APBD di Kabupaten Buleleng, dan 3) Sistem atau prosedur atas pelaksanaan penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Sistem Pengendalian Internal yang diterapkan di Dispenda. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yang menitikberatkan perhatiannya pada sejumlah pernyataan yang diungkapkan oleh informan dari aparatur Dispenda. Analisis data dilakukan dengan tiga tahapan, antara lain : 1) Reduksi Data, 2) Penyajian Data, dan 3) Menarik Kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) Akuntabilitas Dispenda atas penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah dilakukan dengan akuntabel dan transparan, 2) Kontribusi PAD terhadap APBD telah mengalami peningkatan, dan 3) Prosedur kerja Dispenda telah terlaksana sesuai dengan regulasi serta penerapan pengawasan melekat sebagai sistem pengendalian internal telah terlaksana dengan baik. Kata Kunci : Dispenda, akuntabilitas, kontribusi, prosedur kerja, sistem pengendalian internal Abstract Regional tax and regional non tax revenues are two important components in Regional original Income Revenue (PAD) in Buleleng Regency. The responsibility for managing regional tax revenue and regional non tax revenues is in the hand of Dinas Pendapatan Daerah in Buleleng. As one of workforce units of regional apparatus (SKPD) in Buleleng regency, Dispenda acts as coordinator of SKPDs that are related to the management of regional tax and non tax revenues. Based on their tasks, some of the questions were arise. In line with the existing questions, this study was done with the aim
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) of finding out 1) the accountability of Dispenda for regional tax and regional nontax revenues, 2) the contribution of regional original income revenue (PAD) to regional budget (APBD) in Buleleng regency, and 3) the system or procedure for administering regional tax and regional nontax revenues and the internal control system applied by Dispenda. This study used qualitative method by focusing on a number of statements made by the informants from Dispenda apparatus. The data were analyzed following three phases: 1) Data Reduction, 2) Data Display and 3) Conclusion Drawing. The result showed that 1) Dispenda accountability for regional tax revenue and regional nontax revenues is accountable and transparent, 2) the contribution of PAD to APBD increases and 3) the procedure followed by Dispenda has been in accordance with the regulation and the application of close control as internal control system is good. Keywords: Dispenda, accountability, contribution, work procedures, internal control systems
PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah di Indonesia memiliki kewenangan secara penuh untuk mengelola keuangan daerahnya. Selain itu, melalui pelaksanaan desentralisasi, fungsi kepemerintahan tentu dilimpahkan kepada pemerintahan daerah dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah guna menyelenggarakan pemerintahannya. Desentralisasi daerah memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengurus dan mengatur rumah tangga daerahnya sendiri.Melalui pelaksanaan desentralisasi, fungsi kepemerintahan tentu dilimpahkan kepada pemerintahan daerah dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah guna menyelenggarakan pemerintahannya. Desentralisasi daerah memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengurus dan mengatur rumah tangga daerahnya sendiri. Setiap daerah otonom memiliki kewenangan penuh untuk melaksanakan fungsi pemerintahan umum, memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan membangun kemajuan di daerahnya. Untuk terselenggaranya tugas daerah otonom, maka pemerintah daerah memerlukan usaha-usaha untuk mendanai pelaksanaannya. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah daerah dengan mengembangkan potensi daerah untuk meningkatkan penerimaan PAD dan menggali potensi-potensi baru di daerah dengan syarat memperhatikan kondisi masyarakat. Koswara (2000)
mengemukakan pendapatnya bahwa setiap daerah akan memiliki perbedaan dalam menerima PAD. Selain karena potensi setiap daerah yang tentunya berbeda, kemampuan aparatur daerah dalam mengoptimalkan pelaksanaan kepemerintahannya menjadikan pendapatan setiap daerah berbeda.Ketercukupan anggaran akan secara langsung berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng merupakan salah satu SKPD yang berperan sebagai koordinator dalam pengelolaan penerimaan PAD terhadap SKPD lainnya yang memiliki keterkaitan. Sebagai koordinator atas penerimaan PAD membuat tuntutan pelaksanaan akuntabilitas oleh Dispenda menjadi meningkat. Tuntutan tersebut membuat Dispenda menjadi mengejar target untuk suatu penilaian kinerja yang akuntabel. Menurut Rahardjo (2011:20) menyebutkan, “Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. ”Akuntabilitas publik terdiri dari dua macam, yaitu (1) akuntabilitas vertikal (vertical accountability), dan (2) akuntabilitas horizontal (horizontal accountability) Akuntabilitas yang baik dapat dilihat melalui pencapaian target dan realisasi penerimaan PAD.Ini dikarenakan adanya timbal balik dari stakeholders atas terpenuhinya suatu hak. Sejalan dengan penelitian
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Purnamasari (2014) menyatakan, laporan target dan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2007-2011 telah membuktikan bahwa akuntabilitas Dispenda telah berjalan sesuai dengan konsep Value for Money. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat berasal dari : 1) Pajak Daerah, 2) Retribusi Daerah, 3) bagian lain dari BUMD, dan 4) PAD yang dipungut secara sah oleh daerah. Menurut Kusdianto dalam beberapa kesempatan menyatakan : “...Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan dua komponen PAD yang berkontribusi besar dalam pencapaian target yang telah disusun oleh Dispenda.” Menurut Mardiasmo (1999 : 1), bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum.Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menetapkan dan memungut berbagai jenis pajak daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Landasan hukum dari penetapan perpajakan daerah adalah Peraturan Daerah (Perda) yang disahkan oleh badan legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (Rahardjo, 2011 : 101). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah adalah sebagai pungutan daerah sebagai pembayaran jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau golongan. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, namun hanya jenis jasa tertentu menurut pertimbangan sosial atau ekonomi layak untuk dijadikan objek retribusi. Menurut Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 2 menyatakan golongan retribusi adalah pengelompokan retribusi yang meliputi retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
Akuntabilitas yang baik juga didukung dengan keefektifan sistem atau prosedur atas penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi yang telah dirancang oleh Dispenda. Prosedur kerja akan membuat penerimaan dan pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjadi tersusun sesuai alurnya. Prosedur kerja harus didukung pula dengan sistem pengendalian internal yang terkontrol. Menurut Baridwan (1998:97) mengartikan Pengendalian Internal meliputi rencana organisasi dan metode serta kebijaksanaan yang terkoordinasi dalam suatu perusahaan untuk mengamankan harta kekayaan, menguji ketepatan dan sampai seberapa jauh data akuntansi dapat dipercayai, menggalakkan efesiensi usaha dan dapat mendorong ditaatinya kebijaksanaan pimpinan yang telah digaris Sistem Pengendalian Internal merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam unsur dengan tujuan untuk melindungi harta benda, meneliti ketetapan dan seberapa jauh dapat dipercayai data akuntansi, mendorong efesien operasi dan menunjang dipatuhinya kebijaksanaan pimpinan. Jika sistem pengendalian internal suatu objek baik, maka peluang tercapainya suatu target menjadi meningkat. Sebaliknya, jika sistem pengendalian internalnya tidak dapat mengawasi dengan baik, maka adanya indikasi faktor-faktor pelanggaran sudah tidak dapat diragukan lagi. Berdasarkan tabel yang dimuat oleh BPS Pusat, Statistik Keuangan Daerah Tingkat II, Kabupaten Buleleng termasuk ke dalam peringkat tiga terbawah dari seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali dalam kontribusi PAD terhadap APBD tahun 20012008. Hal ini menegaskan bahwa Pemda Kabupaten Buleleng belum mengoptimalkan usahanya dalam meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Dalam tabel tersebut dapat dilihat pula bahwa kontribusi PAD terhadap APBD di Kabupaten Buleleng mengalami pasang surut. Selain itu, beberapa sumber turut menyebutkan bahwa penerimaan PAD di Kabupaten Buleleng masih rendah. Ini yang menyebabkan sejumlah masyarakat yang menyimak pernyataan-pernyaatan tersebut mempertanyakan akuntabilitas Dispenda
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) sebagai SKPD yang mengelola penerimaan PAD. Selain itu, Purnamawati (2014) menyebutkan bahwa Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Buleleng telah melakukan evaluasi terhadap pencapaian penerimaan PAD Tahun 2012. Realisasi PAD tersebut mencapai 79,60 persen. Dinas Pendapatan Daerah menyusun target penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah pada tahun 2012 sebesar lebih kurang 116 milyar. Namun, realisasi penerimaan yang diperoleh Dinas Pendapatan Daerah hanya sebesar lebih kurang 92 milyar, sehingga terdapat selisih sebesar lebih kurang 24 milyar. Hal ini diungkapkan dalam pertemuan evaluasi PAD Kabupaten Buleleng yang dilaksanakan di Dispenda Kabupaten Buleleng. Berkaitan dengan hal tersebut, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain : 1) Bagaimana akuntabilitas atas Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PAD) Di Dispenda, 2) Bagaimana kontribusi PAD terhadap APBD di Kabupaten Buleleng, dan 3) Bagaimana sistem atau prosedur kerja yang berkaitan dengan penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta sistem pengendalian internal yang diterapkan. METODE Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Analisis penelitian dilakukan dengan metode Studi Kasus. Penelitian ini dimulai dari melakukan verifikasi data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumendokumen, tulisan/artikel. Kemudian peneliti mengunjungi lokasi penelitian untuk melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci yang berkompeten dalam bidang pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemilihan informan bertujuan untuk mendapatkan jawaban utama dari masalah-masalah yang ada. Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi data-data yang terkumpul, baik dari hasil wawancara maupun catatan tertulis di lapangan. Kemudian penyajian data dilakukan dan dilanjutkan dengan menarik kesimpulan. Teknik ini mengikuti teknik analisis data yang dilakukan oleh
Miles danHuberman (1992) dalamSugiyono (2009: 92-99). HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng adalah salah satu organisasi sektor publik. Struktur organisasi yang dimiliki oleh Dispenda sama halnya dengan organisasi sektor publik lainnya, yaitu birokratis dan bertingkat. Setiap bidang dikepalai oleh satu kepala bidang. Selanjutnya masing-masing bidang yang ada akan dibagi ke dalam beberapa seksi yang nantinya akan mempertanggungjawabkan tugasnya kepada kepala bidang. Kemudian kepala bidang akan menyampaikan hasilnya dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Struktur organisasi Dispenda terdiri dari Kepala Dinas, Kelompok Jabatan Fungsional, Sekretariat, Empat Bidang sesuai dengan Fungsinya ( Bidang Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-lain, Bidang Pajak Bumi dab Bangunan, serta Bidang Pembukuan dan Pelaporan), dan UPTD. Kepala Bidang dan seksinya masing-masing akan menyusun program kerja sesuai dengan bidanganya. Dalam penelitian yang dilakukan di lapangan kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng, yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pendapatan adalah Ida Bagus Puja Erawan, S.H. Sedangkan untuk Kepala Bidang Pajak Daerah bernama Drs. Panca Wijaya Sastrawan Mataram dan Kepala Bidang Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-lain bernama I Gede Putu Santosa. Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dipungut Di Kabupaten Buleleng Dengan adanya desentralisasi, seluruh daerah yang terletak khususnya, di Provinsi Bali mendapatkan kewenangan penuh untuk mengatur seluruh kegiatan, baik berupa pemasukan dan pengeluaran untuk membangun kemajuan di daerahnya sendiri. Salah satunya, yaitu mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan dari sumber lainnya. Pajak Daerah merupakan salah satu komponen dari PAD
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) yang memiliki peranan penting dalam penerimaannya di Kabupaten Buleleng. Berdasarkanhasilwawancaradanobser vasi serta melakukan verifikasi dari data yang diperoleh melalui informan dan Peraturan Daerah yang ada, terdapat 11 (sebelas) jenis pajak yang dipungut sebagai pajak daerah, yaitu : 1) Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, 2) Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan, 3) Pajak Air Tanah, 4) Pajak Parkit, 5) Pajak Hotel, 6) Pajak Restoran, 7) Pajak Hiburan, 8) Pajak Reklame, 9) Pajak Penerangan Jalan, 10) Pajak Sarang Burung Walet, dan 11) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Sedangkan untuk Retribusi Daerah terdapat 7 (tujuh) jenis retribusi yang dipungut, yaitu : 1) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus, 2) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil, 3) Retribusi Pelayanan Kesehatan, 4) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, 5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, 6) Retribusi Pengelolaan Sampah, dan 7) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Jenis- jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dipungut ini telah memperhatikan kondisi dan keadaan ekonomi masyarakat di Kabupaten Buleleng. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng telah dimuat yang menjadi objek dan subjek pajak serta retribusi, dasar pengenaannya, dan tarif masing-masing pajak dan retribusi berdasaran dasar pengenaannya. Akuntabilitas atas Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kabupaten Buleleng Dalam hal pertanggungjawaban, akuntabilitas terdapat dua jenis akuntabilitas publik, yaitu akuntabilitas horizontal (horizontal accountability) dan akuntabilitas vertikal (vertical accountability). Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountability) adalah bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Misalnya, pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. Sedangkan Akuntabilitas
Horizontal (Horizontal Accountability) adalah bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Dalam lingkungan internal Dispenda, akuntabilitas dapat terlihat dari pertanggungjawaban petugas-petugas Dispenda kepada Kasi yang mengatur bidangnya masing-masing. Kemudian Kasi akan memberikan pertanggungjawaban kepada Kepala Bidang. Dan selanjutnya Kepala Bidang akan bertanggung jawab atas tugas dan wewenangnya kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Untuk selanjutnya Kepala Dispenda akan melaporkan dan mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada otoritas yang lebih tinggi di Kabupaten Buleleng, yaitu Bupati Buleleng. Hal ini menunjukan bahwa akuntabilitas secara vertikal telah terlaksana dengan baik. Sedangkan akuntabilitas secara horizontal dilakukan dengan menunjukan beberapa data yang berisi tentang 11 (sebelas) jenis Pajak Daerah, 7 (tujuh) jenis Retribusi Daerah, dan hasil dari penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kabupaten Buleleng pada periode tertentu. Data ini dapat dimiliki oleh umum dengan cara meminta langsung ke kantor Dispenda tanpa dipungut biaya. Selain itu, Dispenda telah melakukan upaya-upayanya untuk mencapai pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas yang dilakukan oleh Dispenda yang paling sederhana berupa pembuatan website yang memberikan kemudahan untuk para pengguna informasi terkait dengan visi dan misi Dispenda, tugas dan wewenang Dispenda, dan berita-berita terbaru dari Dispenda. Website tersebut dapat diakses dengan alamat www.dispenda.go.id. Situs tersebut bebas diakses oleh seluruh pengguna tanpa terkecuali. Selain itu, tugasnya sebagai koordinator dalam penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menunjukan akuntabilitasnya melalui penetapan target penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal ini dinyatakan oleh Kusdianto dalam kesempatannya, yaitu, “Jadi ini tanggungjawab kami sebagai pihak koordinator seperti dalam hal penetapan target.”
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Tidak hanya itu, Dispenda juga meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum dalam segala aspek. Ini bertujuan untuk meraih respon timbal balik dari masyarakat agar sadar untuk membayar kewajibannya. Namun yang paling penting, Dispenda akan melakukan pertanggung jawaban kepada auditor, yaitu BPK saat BPK turun ke lapangan untuk memeriksa bagaimana proses akuntabilitas yang dijalankan oleh Dispenda. BPK akan memeriksa ke lapangan secara rutin, yaitu 3 (tiga) kali dalam setahun. Jika akuntabilitas yang dianggap buruk, maka Dispenda tidak bisa mendapat bantuan dari pemerintah pusat, termasuk DAU dan DAK. Hal ini akan memperketat sistem akuntabilitas yang dilaksanakan oleh Dispenda terhadap PAD.
Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PAD) terhadap APBD di Kabupaten Buleleng Berdasarkan hasil perhitungan yang bersumber dari Dispenda, maka didapat hasil realisasi penerimaan atas Pajak Daerah dalam kurun waktu 2009-2013 didapat hasil yang sama rata diantara kesebelas jenis pajak yang ada. Begitu halnya dengan retribusi daerah. Setiap jenis retribusi memperoleh hasil yang tidak mengungguli jenis retribusi lainnya. Dengan pelaksanaan upaya-upaya yang optimal oleh Dispenda membuahkan hasil. Target yang dibuat mencapai realisasi pada tahun 2009-2013. Hal ini terlihat dalam target berikut ini :
Tabel 1. Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Buleleng Tahun 2009-2013 No.
Tahun
Target
Realisasi
%
1.
2009
57,247,000,001.00
63,458418,407.00
110,90
2.
2010
77,209,359,700.00
86,962,001,695.15
112,63
3.
2011
102,055,000,000.00
109,153,830277.40
106,96
4.
2012
116,118,162,898.00
129,003,994,687.39
111,10
5.
2013
144,637,112,330.00
160,292,010,539.05
110,82
Ket.
Sumber : Data hasil wawancara
Menurut Kusdianto, yaitu, “Pada tahun 2014, realisasi penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah mengalami peningkatan sebesar 13% dari tahun-tahun sebelumnya.” Kusdianto juga menambahkan bahwa ditahun 2001-2008 sesuai dengan pendapat pengguna informasi bahwa membenarkan peringkat yang didapat oleh Kabupaten Buleleng, yaitu peringkat ketiga terbawah dari kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti : Pertama, ketidak stabilan regulasi yang dibuatoleh Pemerintah Pusat. Kedua, kurangnya kesadaran masyarakat untuk pentingnya membayar pajak. Ketiga, kurangnya kemampuan dari para aparatur internal
Dispenda terkait dengan penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan peringkat tersebut, Dispenda berbenah diri dengan melakukan beberapa usaha, yaitu intensifikasi berupa mengembangkan penerimaan atas potensipotensi yang telah ada dan ekstensifikasi berupa menggali potensi yang baru. Namun hal ini masih sejalan dengan aturan Perda yang berlaku. Upaya lain, yaitu menetapkan sanksi denda kepada Wajib Pajak yang tidak tertib. Tarif denda yang dikenakan adalah 2% dari pajak yang seharusnya dibayarkan. Tarif ini bersifat komulatif. Jika wajib pajak tersebut tidak membayar denda dalam kurun waktu yang telah diberikan, maka Dispenda akan membawa kasus tersebut ke pengadilan.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Selain itu, upaya untuk aparatur Dispenda adalah memberikan pelatihan dan mengikut sertakan aparaturnya dalam kegiatan serupa dengan workshop dan sosialisasi. Sistem atau prosedur kerja atas Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi
Gambar 1 : Sistem Pencatatan atas Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Sumber : data hasil wawancara)
Dalam Pajak Daerah, sistem yang diterapkan dalam pemungutan pajak di Kabupaten Buleleng menganut Self Assessment System, dimana yang menjadi Wajib Pajak, baik dari orang pribadi atau badan menghitung perhitungan pajak terutangnya sendiri. Setelah menghitung pajak terutangnya, Wajib Pajak kemudian membayarkannya ke Dinas Pendapatan Daerah atau bisa melalui sistem payment online yang sudah disediakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng. Setelah Wajib Pajak menyetorkan pajak yang seharusnya dibayar, petugas terkait akan melakukan pencatatan yang kemudian dilanjutkan dengan tahap
Daerah serta Sistem Pengendalian Internal yang diterapkan Berikut ini merupakan struktur atau gambar di atas merupakan sistem atau prosedur pelaksanaan pencatatan atas penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengecekan terkait dengan apakah setoran yang dibayarkan sudah sesuai dengan jumlah setoran yang seharusnya dibayarkan. Jika sudah maka setoran tersebut akan dimasukkan ke dalam Kas Daerah. Namun jika belum, petugas Dispenda akan memberitahukan Wajib Pajak mengenai kunjungan petugas Dispenda untuk memeriksa Laporan Keuangan yang telah dibuat oleh Wajib Pajak tersebut. Namun berbeda dengan kesepuluh jenis Pajak Daerah lainnya, PBB memiliki prosedur tersendiri dalam sistemnya. Sistem yang diterapkan untuk PBB adalah Office Assessment System, dimana perhitungan dan pencatatannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Ini dikarenakan karena PBB sebagai Pajak Daerah baru saja ditetapkan. Selain itu, Wajib Pajak akan mengalami kesulitan jika ia harus menghitung pajak terutangnya sendiri. Sedangkan terkait dengan penerimaan Retribusi Daerah, sama halnya dengan Pajak Daerah. Selaku koordinator, Dispenda hanya mengatur, menerima, dan mengawasi jalannya penerimaan Retribusi Daerah. Masing-masing jenis retribusi diatur oleh SKPD terkait. Setelah adanya proses timbal balik dari suatu pelayanan, maka penerimaan atas retribusi tersebut didapatkan oleh Dinas yang bertugas. Kemudian Dinas tersebut yang melakukan pembayaran retribusi ke Dinas Pendapatan Daerah. Setelah melakukan pembayaran, maka secara langsung Dispenda akan mencatat dan melakukan verifikasi atas penerimaan yang telah disetor. Jika tidak terjadi masalah, maka setoran tersebut akan masuk ke dalam Kas Daerah sebagai bagian dari komponen PAD. Namun jika tidak, petugas dari Dispenda akan melakukan penelusuran dari data yang ada.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Dalam setiap organisasi, seperti instansi publik dan organisasi swasta tentunya memiliki sistem pengendalian internal yang mendukung penilaian masyarakat akan akuntabilitas instansi tersebut. Demikian pula dengan Dispenda yang memiliki sistem pengendalian internal yang menunjang akuntabilitas kinerjanya. Antara Kepala Bidang dengan Kasi yang tingkatannya lebih rendah, sistem pengendalian yang diterapkan adalah mengawasi kinerja yang dilakukan oleh Kasi dan aparatur yang berada di tingkat yang lebih rendah. Sistem pengendalian internal yang seperti hal tersebut merupakan sistem pengawasan melekat. Sistem pengawasan melekat adalah sistem pengendalian internal yang dilakukan oleh petugas yang berada di level paling tinggi kepada bawahannya. Inspektorat juga menerapkan sistem pengawasan melekat untuk mengawasi kinerja Dispenda yang merupakan salah satu instansi daerah di Kabupaten Buleleng. Hal ini ditambahkan pula oleh Kusdianto, yaitu, “Ya, inikan salah satu dari SKPD Kabupaten Buleleng, jadi bagian dari SKPD, Pusat menerapkan pengawasan melekat dari atas ke bawahannya untuk sistem pengendaliannya.” Dengan demikian, terdapatnya data yang menunjukan hasil penerimaan, adanya sistem dan prosedur yang baik untuk penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta efektifnya sistem pengendalian internal yang diterapkan, yang berupa sistem pengawasan melekat membuktikan bahwa akuntabilitas yang dilaksanakan oleh Dispenda telah dilakukan secara transparan dan akuntabel sebagai organisasi yang bersifat sektor publik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Desentralisasi daerah memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengurus dan mengatur rumah tangga daerahnya sendiri. Untuk menjamin terselenggaranya otonomi daerah yang tepat sasaran, maka daerah tersebut memerlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri demi mendanai pelaksanaannya,
yaitu dengan upaya meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dengan mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber Pendapatan Asli Daerah yang baru dengan syarat memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat. Dalam wilayah Kabupaten Buleleng, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng berperan sebagai koordinator dari segala pelaksanaan kinerja yang dipertanggungjawabkan oleh masingmasing SKPD lainnya memungut 11 (sebelas) jenis Pajak Daerah dan 7 (tujuh) jenis Retribusi Daerah sebagai komponen dari Pendapatan Asli Daerah. Akuntabilitas yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng atas hasil penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditunjukkan dalam akuntabilitas vertikal, yaitu bertanggung jawab kepada otoritas yang lebih tinggi, seperti Kasi kepada Kepala Bidang, Kepala Bidang kepada Kepala Dinas, dan Kepala Dinas kepada sesama Dinas lainnya, serta Kepala Dinas kepada Bupati Buleleng. Sedangkan akuntabilitas horizontal dilakukan dengan membuat data hasil penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kabupaten Buleleng serta meningkatkan pelayanan segala aspek kepada masyarakat umum. Kendala-kendala yang ada telah diupayakan oleh Dispenda untuk diminimalisir dengan melakukan cara-cara seperti intensifikasi dan ekstensifikasi. Dispenda berupaya untuk menggali potensi-potensi yang dapat meningkatkan hasil penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu, Dispenda juga memberikan pelatihan dan sosialisasi berkaitan dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ditujukan kepada masyarakat dan aparatur yang berada di dalam Dispenda. Dengan optimalnya pelaksanaan upaya-upaya tersebut, realisasi atas penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah melebihi dari target di tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian, hal-hal yang telah dimuat di atas menunjukan bahwa Dinas Pendapatan Kabupaten Buleleng telah melakukan tugas dan wewenangnya secara
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) transparan dan akuntabel. Indikasi adanya kecurangan dalam internal Dispenda akan minim terjadi, karena pemeriksaan yang secara rutin dilakukan oleh auditor internal, yaitu BPK memberikan dampak transparannya kinerja Dispenda. Selain itu, berlakunya sistem pengendalian internal berupa sistem pengawasan melekat membuat prosedur-prosedur yang sesuai dijalankan dan diberlakukan seharusnya tanpa adanya pelanggaran. Saran Penelitian ini hanya dilaksanakan dalam kurun waktu lebih kurang 1 (satu) bulan sehingga menurut peneliti waktu yang disediakan kurang untuk menggali jawaban yang lebih detail atas pernyataan yang memang masih menyudutkan Dispenda sebagai salah satu organisasi sektor publik. Peneliti mengharapkan agar penelitian selanjutnya yang sejalan dengan penelitian ini dapat merancang dan mengembangkan penelitian lebih mendalam sehingga apa yang masih tersembunyi dapat terungkap dengan jelas. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. 2011. Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Alvin A. Arens, Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley. 2008. Auditing dan Jasa Assurance. Jakarta: Erlangga. Atmadja, Ananta Wikrama Tungga, dkk. 2013. Akuntansi Manajemen Sektor Publik. Singaraja: Undiksha. Balderton. 1983. Di dalam Westra, Pariata. 1983. Manajemen Pembangunan Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia. Baridwan, Zaki. 1999. Sistem Akuntansi: Penyusunan Prosedur dan Metode. Edisi 5 Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE. Baridwan, Zaki. 2004. Accounting, Edisi Yogyakarta: BPFE.
Intermediate Kedelapan.
Bogdan, Robert C. 1972. Participant Observation in Organization Setting. New York: Syracuse University. Bungin, Burhan. 2007. Analisis Data Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Davey.
K.J. 1998, Pembiayaan Pemerintahan : Praktek-praktek Internasional dan Relevansinya Bagi Dunia Ketiga. Jakarta: UI Press.
Dumairy. 1999. Perekonomian Indonesia. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Erlangga. Duncan, W. Jack. 1981. Organizational Behavior, Houghton Mifflin Company. Boston. Ellwood. 1993. Di dalam Mahsun, M. 2006. www.google.co.id, 7 Agsutus 2008. Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2011. Standar Profesional Akuntan Publik 31 Maret 2011. Jakarta: Salemba Empat. Kaho, Josef Riwu. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Fak. Sospol-UGM. Yogyakarta. Koswara. 2000. Otonomi dan Pajak Daerah. Jogjakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Mardiasmo. 1999. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Pustaka Andi. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Pustaka Andi. Mardiasmo. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Pustaka Andi. Martini, Ni Luh Dina Selvina. 2014. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Modal pada Kabupaten Buleleng pada Periode 2006-2012”. Volume 2, (hlm 1-2). Miles, B.B., dan A.M. Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Moekijat. 1989. Manajemen Kepegawaian. Bandung: Mandar Maju. Moloeng, L. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Rake Sarasin. Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah
Turner and Hulme. 1997. Governance, Administration and Development: Making The State Work. London: Macmillan Press. Undang-Undang No 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah TAP MPR No. IV/MPR/2000. Tentang. Rekomendasi kebijakan dalam. Penyelenggaraan otonomi daerah. Wahab, Abdul, Solihin, 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah, Malang.
Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 22 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum. 2011.
Wahyunengsih, Sri. 2013. “Evaluasi Penerimaan Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Umum Di Dinas Perhubungan (DISHUB) Kota Pekanbaru.”
Prajudi. 1990. Dasar-dasar Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.
www.dispenda.go.id
Purnamasari, I Desak Made Ita, dkk. 2014. “Analisis Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Berdasarkan Value For Money Audit Atas Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Tahun 2007-2011”, Volume 2, (hlm. 1-5) Rendi, Ni Ketut Astuti. 2010. “Dampak Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Pad) Di Kabupaten Gianyar”. Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sutjipta, I Nyoman. 2009. Manajemen Sumber daya Manusia, Universitas Udayana.(Diktat). Syamsi, Ibnu. 1994. Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Rineka Cipta. Tanjung, Abdul Hafiz, S.E., M.Si., Ak. 2012. Akuntansi Pemerintahan Daerah Berbasis Akrual. Bandung : Alfabeta.