Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Mendukung Usaha Diversifikasi Pangan Di Sulawesi Selatan BASO ALIEM LOLOGAU, dkk ABSTRAK Luas lahan pekarangan di Kabupaten Bantaeng sekitar 2.021 ha atau 5,10% dari keseluruhan luas lahan pertanian. Lahan pekarangan ini bila dikelola secara inovatif dan ditata dengan rapi dapat menjadi sumber berbagai jenis bahan pangan yang bernilai gizi tinggi, menguntungkan, dan mempunyai nilai aestetika. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi potensi luas lahan pekarangan di perdesaan yang dapat ditanami sayuran dan usaha produktif lainnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga; dan Mengidentifikasi pola pangan harapan dan efektivitas pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam tanaman yang dapat memenuhi sebahagian kebutuhan gizi keluarga tani. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Lembang Gantarangkeke, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng pada bulan Maret hingga September 2012. Metode pelaksanaan kegiatan adalah koordinasi, sosialisasi, survei, dan kegiatan on farm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam berbagai jenis sayuran masih dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Biaya konsumsi pangan harian rumah tangga tani sebelum dan sesudah KRPL terdapat penghematan biaya konsumsi Rp. 1.214 per hari. Kelompok pangan hewani, sayur dan buah serta padi-padian sebelum dan sesudah KRPL mempunyai skoring yang tertinggi yang mendorong peningkatan Skor PPH yang sebelumnya 68,85 menjadi 74,45 sesudah kegiatan KRPL. Kata Kunci : lahan pekarangan, ketahanan pangan, dan rumah tangga tani.
ABSTRACT The yard area in Bantaeng around of 2,021 ha or 5.10% of the total agricultural land area. This yard area, if managed innovative and neatly can be a source of various types of food have high nutrition, profitable, and has a aestetika value. The objective of this activity is to identify the potential of rural land in the yard that can be planted with vegetables and other productive businesses to household needs, and identify food patterns hopes and effective use of their yards by planting crops that can partly fulfill the nutritional needs of farm families. This research was conducted in the Village Lembang Gantarangkeke, District Tompobulu, Bantaeng in March to September 2012. The implementation method is coordination, socialization, surveys, and on-farm activities. The results showed that the use of their yards by planting a variety of vegetables are used the food needs of the family. Cost of daily food intake farm households before
1 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
and after KRPL has cost savings of Rp. 1,214 per day. The food group of animal, vegetables and fruits, and grains before and after KRPL has the highest scoring boosted the previous PPH Score 68.85 to 74.45 after KRPL activity. Keywords: yard area, food security, and farm household. I. PENDAHULUAN Ketahanan pangan (food security) menjadi focus perhatian pemerintah saat ini. Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Atas dasar hal itu, maka terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia (Saliem, 2011). Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan bulan Oktober 2010 di Jakarta juga mengemukakan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga. Terkait dengan hal tersebut, pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga. Luas lahan pekarangan di Kabupaten Bantaeng sekitar 2.021 ha atau 5,10% dari keseluruhan luas lahan pertanian. Lahan pekarangan tersebut merupakan sumber potensial penyedia berbagai jenis bahan (diversifikasi) pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi jika dikelola dengan inovatif.
Lahan tersebut sebagian besar masih belum dimanfaatkan sebagai
areal pertanaman aneka komoditas pertanian, khususnya komoditas pangan. Perhatian masyarakat terhadap pemanfaatan lahan pekarangan relatif masih kurang, sehingga pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum banyak dilakukan. Pemanfatan lahan pekarangan di Kabupaten Bantaeng masih berorientasi aestetika dengan menggunakan tanaman hias. Penerapan inovasi kreatifitas, maka lahan pekarangan dapat ditata sedemikian rupa sehingga jenis tanaman apapun bisa memiliki nilai estetika sama dengan tanaman hias dan memiliki multi fungsi sebagai bahan pemenuhan kebutuhan gizi serta sumber pendapatan
2 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
keluarga. Lahan pekarangan dapat ditanami jenis tanaman: pangan, hortikultura, obat-obatan, ternak, ikan dan lainnya, selain dapat memenuhi kebutuhan keluarga sendiri, juga berpeluang memperbanyak sumber penghasilan rumah tangga, apabila dirancang dan direncanakan dengan baik. Kementerian Pertanian telah menyusun suatu konsep yang disebut dengan “Kawasan Rumah Pangan Lestari” (KRPL), yang dibangun dari kumpulan Rumah Pangan Lestari (RPL).
Masing-masing RPL diharapkan
memenuhi prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan meningkatkan
pendapatan,
serta
pada
akhirnya
akan
meningkatkan
kesejahteraan melalui partisipasi masyarakat. 1.1. Tujuan Kegiatan MKRPL di Kabupaten bantaeng mempunyai tujuan sebagai berikut: a. Mengidentifikasi potensi luas lahan pekarangan di perdesaan yang dapat ditanami
sayuran
dan
usaha produktif
lainnya
untuk
memenuhi
kebutuhan rumah tangga. b. Mengidentifikasi pola pangan harapan dan efektivitas pemanfaatan lahan pekarangan
dengan
menanam
tanaman
yang
dapat
memenuhi
sebahagian kebutuhan gizi keluarga tani. 1.2. Sasaran Sasaran utama dalam kegiatan ini adalah: a. Wanita tani sebagai pelaku pelaksana pemantaatan lahan pekarangan dengan tanaman sayuran, pangan, buah-buahan, dan ternak, serta perikanan. b. Kelompok wanita tani sebagai wadah kelembagaan petani di perdesaan untuk memotivasi anggota dalam pelaksanaan KRPL. 1.3. Keluaran
3 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pengembangan M-KRPL di Kabupaten Bantaeng mempunyai keluaran sebagai berikut: a. Diketahuinya potensi luas lahan pekarangan di perdesaan yang dapat ditanami
sayuran
dan
usaha produktif
lainnya untuk
memenuhi
kebutuhan rumah tangga. b. Diketahuinya tingkat pola pangan harapan dan efektivitas pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam tanaman yang dapat memenuhi sebahagian kebutuhan gizi keluarga tani. 1.4. Manfaat Kegiatan ini diharapkan mempunyai manfaat meningkatkan paritsipasi kelompok wanita tani dalam memanfaatkan lahan pekarangan untuk memenuhi sebagian gizi anggota rumah tangga tani. II. TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan tanaman sayuran di Kabupaten Bantaeng difokuskan di Kecamatan Uluere.
Tanaman utama yang diusahakan di kawasan tersebut
meliputi tanaman kentang 300 ha, wortel 75 ha, dan kubis 100 ha, namun demikian potensi pengembangannya masih cukup luas (Anonim, 2010), sedangkan jenis sayuran lainnya diusahakan secara terbatas oleh petani. Kabupaten Bantaeng mempunyai luas lahan pekarangan 2.021 ha atau 5,10% dari luas lahan pertanian (Anonim, 2006; 2010). Luasan pemilikan lahan pekarangan pada pemukiman di perkotaan berbeda dengan pemukiman di perdesaan.
Pemukiman perkotaan cenderung memiliki
lahan pekarangan atau lahan terbuka yang sempit dibandingkan lahan pekarangan yang ada di perdesaan (Nurcahyati, 2012). Ketersediaan lahan pekarangan di perdesaan dapat diklasifikasikan menjadi empat klaster. Klaster pertama yaitu lahan pekarangan sangat sempit yaitu rumah tangga tempat tinggal tidak mempunyai halaman, karena lahannya hanya cukup untuk membangun rumah. Klaster kedua merupakan lahan pekarangan berklasifikasi sempit yang luasnya kurang dari 120 m 2. Adapun klaster ketiga adalah rumah tangga yang memiliki lahan pekarangan berkisar antara 120 – 400
4 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
m2 termasuk klasifikasi pekarangan sedang. Selanjutnya klaster keempat termasuk lahan pekarangan luas yaitu lebih dari 400 m2 ( Nurcahyati, 2012). Potensi lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal melalui budidaya pertanian
sebagai
penyedia
pangan,
maka
akan
mampu
mendukung
ketersediaan pangan rumah tangga tani di perdesaan (Ririn, 2012). Oleh karena itu berbagai jenis sayuran berpotensi diusahakan dilahan pekarangan yang sesuai dengan agroekosistem dari sayuran tersebut untuk memenuhi kebutuhan gizi harian, dapat bersifat komersial, dan bila dikelola dan ditata secara baik akan memberikan nilai aestetika yang menarik dan spesifik. Model penanaman pada lahan pekarangan dapat dilakukan dengan penanaman langsung pada tanah yang sudah di bedeng, pada pot, ember, dan kantung/wadah bekas yang sudah tidak digunakan lagi. Selain itu dapat pula dilakukan sistem tanam vertikultur. Lahan pekarangan tersebut dapat merupakan sumber potensial penyedia berbagai jenis bahan pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi jika dikelola secara inovatif. III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Lokasi, Koordinat dan Waktu Kegiatan MKRPL dilaksanakan di Kelurahan Lembang Gantarangkeke, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng pada posisi koordinat 1200 01l 51ll BT dan 50 32l 31ll LS. Waktu pelaksanaan mulai bulan Januari hingga Desember 2012. 3.2. Tahapan Kegiatan Kegiatan MKRPL terdiri dari beberapa tahapan pelaksanaan sebagai berikut: A. Persiapan Persipapan meliputi: koordinasi dan konsultasi dengan Dinas Pertanian dan Dinas Terkait lainnya di Kabupaten untuk memperoleh, dukungan pelaksanaan, mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, pengumpulan informasi awal tentang potensi kelompok sasaran,
5 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. B. Pembentukan Kelompok Pada lokasi KRPL terpilih, baru saja terbentuk Kelompok wanita tani (KWT) yang diberi nama KWT Batu Labbu Jaya yang diketuai oleh Andi Irma. KWT ini mempunyai 25 orang anggota dan belum mempunyai aktivitas. C. Sosialisasi Maksud dan tujuan kegiatan disampaikan kepada calon rumah tangga kooperatif untuk menyamakan pemahaman dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Sosialisasi ini dihadiri oleh 55 orang yang terdiri dari pengurus dan anggota kelompok wanita tani, petani disekitarnya, penyuluh, dan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bantaeng. D. Pengembangan Jumlah Rumah Tangga Pada awal pelaksanaan kegiatan terpilih 20 rumah tangga tani yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan MKRPL, kemudian berkembang menjadi 25 rumah tangga tani. Kegiatan yang dilakukan adalah penanaman sayuran, tanaman obat, dan tanaman perkebunan yang ditanam di lahan pekarangan. E. Penguatan Kelembagaan Kelompok Untuk memperkuat kelembagaan kelompok maka dilakukan pelatihan pembuatan pupuk organik, pelatihan budidaya tanaman pangan dan sayuran, pendampingan pengelolaan Kebun benih desa (KBD), pemanfaatan lahan pekarangan dengan berbagai variasi tanaman, dan memberikan bantuan benih/bibit sebagai modal kelompok dalam penyediaan bahan tanam F. Kebun Bibit Desa (KBD) Luas lahan KBD sekitar 150 m2 yang didalamnya terdapat rumah pesemaian/pembibitan berukuran 4 m x 5 m yang diberi atap paranet, sedangkan di bagian luar bangunan tersebut dibuat bedengan. Jenis tanaman
6 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
yang disemaikan/dibibitkan dalam KBD ini antara lain adalah: terong, cabe kecil, cabe besar, tomat, saledri, caisin, bayam, sawi, paria, dan kangkung. Bibit yang telah disediakan di KBD didistribusi ke anggota rumah tangga tani. Pengelolaan dan pemeliharaan bibit di KBD dilakukan secara partisipatif dari anggota kelompok wanita tani Batu Labbu Jaya. G. Sistem Agribisnis Sistem agribisnis dalam kegiatan KRPL di Kabupaten Bantaeng terdiri dari 3 tahapan yaitu: Budidaya Tanaman Luas lahan pekarangan rumah tangga kooperator pada KWT Batulabbu Jaya tergolong pekarangan sempit dengan luas 74 – 120 m2. Model penanaman pada lahan di Kawasan Rumah Pangan Lestari di Kelurahan Lembang Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng adalah: a. Penanaman benih/bibit langsung pada bedengan di lahan pekarangan yang telah diberi secara merata pupuk organik dengan dosis 2 t/ha. b. Penanaman benih/bibit pada media dengan komposisi perbandingan antara tanah dengan pupuk organik sebesar 2 : 1 di dalam pot, ember, polibag, karung semen atau wadah lainnya. c. Penanaman benih/bibit pada media dengan komposisi perbandingan antara tanah dengan pupuk organik sebesar 2 : 1 dalam bambu belah dengan panjang 1,5 m atau dalam talang plastik PVC lebar 15 cm dan panjangnya 1,5 m. Selanjutnya wadah tersebut disusun secara bertingkat pada rak kayu/bambu (vertikultur). Untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal, maka dilakukan pendampingan penerapan teknologi pada KBD dan pertanaman di lahan pekarangan (Tabel 1).
7 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 1. Penerapan teknologi budidaya tanaman pada KRPL di Kabupaten Bantaeng, 2012. No
Uraian Kegiatan
1.
Penyiapan benih/bibit
2.
Penanaman
3.
Pemupukan
4.
Pengendalian hama penyakit
5.
Panen
Inovasi Teknologi Benih sayuran berukuran kecil disemai pada media campuran tanah dengan pupuk organik (2:1) dalam wadah talang plastik atau wadah lainnya pada rumah pesemaian di KBD. Benih yang berukuran besar/stek langsung ditanam pada bedengan yang telah dicampur rata dengan pupuk kompos dosis 2 t/ha di dalam KBD dan langsung ke pekarangan rumah tangga tani. Bibit yang berasal dari KBD atau produksi rumah tangga tani ditanam pada media campuran tanah dengan pupuk organik (komposisi 2:1) pada pot, polybag, kantung semen atau wadah lainnya, dan selanjutnya ditata pada lahan pekarangan. Untuk benih berukuran besar langsung ditanam di bedengan yang telah diberi pupuk organik 2 t/ha pada setiap lahan pekarangan rumah tangga tani. Pemberian pupuk organik pada media tanam. Aplikasi pupuk NPK dan Urea disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Dilakukan secara mekanis dengan cara mengamati dan mengumpulkan serangga hama secara berkala dan memusnahkannya. Bila ada tanaman terserang penyakit maka tanaman tersebut langsung diisolasi/dicabut dan dimusnahkan. Dalam keadaan tingkat serangan yang tinggi dapat menggunakan insektisida/fungisida. Dilakukan sesuai kebutuhan konsumsi sendiri ataupun untuk dijual ke pasar.
8 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Keberlanjutan kegiatan KRPL ini memerlukan dukungan ketersediaan benih baik yang berasal dari KBD maupun benih yang dihasilkan dari lahan rumah tangga tani. Pengolahan Hasil Pengolahan hasil KRPL masih dikhususkan sebagai makanan siap saji untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga masing-masing peserta pelaksana KRPL. Pemasaran Hasil sayur yang berasal dari pemanfaatan lahan pekarangan rumah tangga tani belum dijual ke pasaran, tetapi masih dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa biaya konsumsi pangan harian rumah tangga tani sebelum dan sesudah KRPL terdapat penghematan biaya konsumsi Rp. 1.214 per hari. Kontribusi pengehematan biaya konsumsi harian tertinggi terdapat pada kelompok sayuran sebesar Rp. 1.650 per hari. Tabel 2. Biaya pengeluaran untuk pola pangan harian rumah tangga pada KRPL perdesaan di Kabupaten Bantaeng, 2012 Pangan konsumsi Beras Ikan Telur ayam ras Susu Sayur Buah Minyak goreng Gula pasir/merah Kopi/teh Bumbu Jumlah
Biaya Harian Rumah Tangga (Rp.) Sebelum Sesudah Selisih 4.713 4.689 24 17.475 18.155 -680 1.780 1.780 1.940 1.940 2.500 850 1.650 2.100 2.100 2.000 2.013 -13 1.975 1.950 25 640 640 950 742 208 36.073 34.859 1.214
9 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
H. PPH (Pola Pangan Harapan) Kelompok Binaan Pola konsumsi kelompok pangan hewani, sayur dan buah serta padipadian sebelum dan sesudah KRPL mempunyai skoring yang tinggi dibandingkan dengan kelompok pangan lainnya. Ketiga kelompok pangan ini sangat
mempengaruhi
nilai
skoring
total
konsumsi
pangan.
Dalam
pelaksanaan KRPL di Kabupaten Bantaeng terjadi peningkatan Skor PPH dari 68,85 sebelum kegiatan KRPL menjadi 74,45 sesudah kegiatan KRPL atau terjadi peningkatan skoring sebesar 5,6 (Tabel 3). Peningkatan nilai skori PPH ini disebabkan bertambahnya nilai skoring sayur dan buah yang kaya vitamin, yang memicu meningkatnya konsumsi padi-padian. Hal ini berarti keragaman dan kebutuhan gizi keluarga secara kuantitas dan kualitasnya hanya terpenuhi 74,45% (Anonim, 2012). Tabel 3. Skoring Pola pangan harian rumah tangga di KRPL perdesaan Kabupaten Bantaeng, 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kelompok Pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak dan lemak Buah/biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan buah Lain-lain Total PPH
Skor PPH Sebelum Sesudah 20,42 21,88 0,00 0,90 23,12 23,53 3,19 3,81 0,00 0,73 0,00 0,52 1,02 1,06 21,11 22,02 0,00 0,00 68,85
74,45
Selisih 1,46 0,90 0,41 0,62 0,73 0,52 0,04 0,91 0,00 5,60
10 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Lahan
pekarangan
rumah
tangga
tani
pada
umumnya
belum
termanfaatkan secara optimal melalui budidaya pertanian seperti sayursayuran agar dapat mendukung ketersediaan pangan rumah tangga di perdesaan. 2. Pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam berbagai macam sayuran untuk kebutuhan konsumsi harian dapat menghemat biaya konsumsi harian Rp. 1.214,-. 3. Skoring Pola Pangan Harapan (PPH) sebelum dan sesudah KRPL mengalami peningkatan sebesar 5.60. 4. Kelembagaan Kelompok Wanita Tani yang menjadi kelompok kooperator baru saja terbentuk sehingga diperlukan pembinaan dan bimbingan untuk menguatkan kelembagaan tersebut.
V.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Profil dan Potensi Bantaeng Butta Toa. http://Bantaeng.co.id. Anonim. 2010. Kebijakan Pembangunan Pertanian Kabupaen Bantaeng. Dinas Pertanian Dan Peternakan Kabupaten Bantaeng. Anonim. 2012. Metode perhitungan pola pangan harapan (PPH). Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Ketahanan Pangan (BKP). 2010. Perkembangan Situasi Konsumsi Penduduk di Indonesia. Kementerian Pertanian, 2011. Pedoman umum model kawasan rumah pangan lestari. Jakarta 42 Hlm. Nurcahyati E., 2012. Membangun kemandirian pangan melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Badan Ketahanan Pangan Propinsi Banten. Rachman, Handewi .P.S. dan M. Ariani. 2007. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan Program. Makalah pada “Workshop Koordinasi Kebijakan Solusi Sistemik Masalah Ketahanan Pangan Dalam Upaya Perumusan Kebijakan Pengembangan Penganekaragaman Pangan“, Hotel Bidakara, Jakarta, 28 November 2007. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
11 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Ririn. 2012. Pemanfaatan lahan pekarangan di kelompok wanita Desa Mirigambar Dusun Miridudo Kecamatan Sumbergempol. Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sumbergempol. Saliem H.P. 2011. Kawasan rumah pangan lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan. 10 hlm. Simatupang, P. 2006. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Ketahanan Pangan Wilayah. Makalah Pembahas pada Seminar Nasional “Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Sebagai Penggerak Ketahanan Pangan Nasional” Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB dan Universitas Mataram, Mataram 5 – 6 September 2006.
12 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
VI. DOKUMENTASI KEGIATAN M-KRPL
Sosialisasi MKRPL pada lokasi kegiatan di Kelurahan Lembang Gantarangkeke, Kecamatan Tompobulu.
Kebun Benih Desa dan sayuran yang sedang disemaikan
13 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pemanfaatan lahan pekarangan dengan berbagai jenis sayuran
14 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik
15 www.sulsel.litbang.deptan.go.id