Perkembangan dan Manfaat Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Kalimantan Selatan Retna Qomariah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jalan Panglima Batur Barat No.4 Banjarbaru Telepon: 0511-4772346 Fax: 0511-4781810 E-mail:
[email protected] Abstrak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 telah mengembangkan 40 unit m-KRPL yang tersebar di setiap kabupaten/kota, dan pada tahun 2014 melakukan perbaikan (upgrading) m-KRPL pada 20 unit m-KRPL yang terpilih dari 40 unit yang dikembangkan di Kalimantan Selatan. Kegiatan perbaikan (upgrading) m-KRPL ini juga sekaligus untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan unit-unit pengembangan m-KRPL di Kalimantan Selatan yang sudah mulai berkembang kearah pemasaran produk pekarangannya. Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran perkembangan dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari implementasi Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) di Kalimantan Selatan dalam menunjang ketahanan pangan keluarga. Evaluasi terhadap kemajuan/perkembangan dan keberlanjutan 40 unit m-KRPL kearah pemasaran dan perkembangan kawasan berdasarkan hasil pemetaan dengan sistem klaster. Data implementasi m-KRPL yang diperbaiki (upgrading) dengan responden: pelaku m-KRPL, penyuluh pendamping, dan tokoh masyarakat (local champion) di masing-masing unit m-KRPL dengan metode FGD (Focus Group Discussion) dan pengamatan langsung di unit-unit m-KRPL pada saat pendampingan pada bulan Juli hingga November 2014. Data-data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) bisa berkembang di Kalimantan Selatan diindikasikan dengan terjadinya proses replikasi model oleh pemerintah daerah dan lembaga lainnya selain oleh BKP. Program m-KRPL dapat bersinergi dengan program desa percontohan, Adiwiiyata, rehabiliatsi pasien gangguan jiwa, dan lain lain yang dikembangkan oleh pemangku kepentingan lain di Kalimantan Selatan. Keberhasilan beberapa unit m-KRPL dapat menjadi percontohan atau rujukan bagi replikasi optimalisasi pekarangan secara lestari oleh pemerintah daerah, pemangku kepentingan lain, atau masyarakat pada umumnya. Masyarakat yang mendapat manfaat secara nyata atau secara langsung dari kegiatan m-KRPL meskipun hanya memenuhi sebagian dari kebutuhan pangan dan gizi keluarga mereka, atau menyebabkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga dari penjualan hasil pekarangan, menjadi pendorong utama untuk terus mengadopsi atau melestarikan program KRPL. Pendapatan keluarga tersebut berpeluang untuk ditingkatkan melalui kegiatan pengolahan hasil pekarangan atau peningkatan nilai tambah produk pekarangan. Kata kunci: Kalimantan Selatan, m-KRPL, Manfaat. Pendahuluan Pangan sangat berperan penting untuk menunjang kehidupan manusia, sehingga pangan merupakan salah satu hak asasi manusia yang penting strategis. Menurut Undang-Undang Pangan Nomor: 10 tahun 2012 pasal 41a, disebutkan bahwa “Penganekaragaman pangan merupakan upaya untuk meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam dan berbasis potensi sumberdaya lokal untuk memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman”. Selain itu dalam Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012, disebutkan bahwa, “Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia sepanjang
1718
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal”. Menyadari besarnya tanggung jawab dan kurangnya kemampuan pemerintah dalam memenuhi kecukupan pangan bagi masyarakat, maka dalam Undang-Undang Pangan tersebut juga ditetapkan bahwa ‘Pemenuhan kebutuhan pangan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat”. Dilandasi oleh Undang-Undang Pangan tersebut, Kementerian Pertanian telah meluncurkan program untuk mendukung upaya diversifikasi pangan dan peningkatan ketahanan pangan nasional sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan pangan melalui optimalisasi lahan pekarangan, yaitu program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) pada awal tahun 2012 oleh Presisen Republik Indonesia, dan terus diupayakan untuk direplikasi ke seluruh kabupaten/kota. Melalui program KRPL ditumbuhkan kesadaran masyarakat di satu kasawan untuk memanfaatkan lahan pekarangan menjadi lahan produktif yang dapat menghasilkan berbagai ragam bahan pangan pokok atau tambahan yang dilakukan oleh rumah tangga secara mandiri, sehat, dan berkelanjutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mendapat mandat/tugas operasional untuk mengembangkan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) mulai tahun 2011. Melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan dikoordinasi oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) sejak awal tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 telah berkembang 1.450 unit m-KRPL yang tersebar di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Sementara pengembangan (replikasi) KRPL secara masif terus dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan (Mardhiharini et al, 2014). Pengembangan m-KRPLdiimplementasikan melalui pemanfaatan lahan pekarangan untuk memelihara tanaman, ternak, maupun ikan di daerah perkotaan dan perdesaan agar mampu memperbaiki kualitas gizi keluarga. Sebab dengan tersediannya sumber pangan di sekitar rumah akan memudahkan anggota keluarga untuk mengakses makanan sehat dan bergizi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 telah mengembangkan 40 unit m-KRPL yang tersebar di setiap kabupaten/kota, dan pada tahun 2014 melakukan perbaikan (upgrading) m-KRPL pada 20 unit mKRPL yang terpilih dari 40 unit yang dikembangkan di Kalimantan Selatan. Kegiatan perbaikan (upgrading) m-KRPL sekaligus untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan unit-unit pengembangan m-KRPL di Kalimantan Selatan yang sudah mulai berkembang ke arah pemasaran produk pekarangannya. Makalah ini untuk memberikan gambaran perkembangan dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari implementasi Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) di Kalimantan Selatan dalam menunjang ketahanan pangan keluarga.
Metodologi
Kajian mengenai implementasi Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) di Kalimantan Selatan ini dilakukan pada tahun 2014 di 20 unit m-KRPL yang diperbaiki (upgrading). Ke-20 unit m-KRPL tersebut dipilih berdasarkan hasil evaluasi perkembangan dan keberlanjutan pada 40 unit m-KRPL di Kalimantan Selatan yang diimplementasikan pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Evaluasi terhadap kemajuan/perkembangan dan keberlanjutan
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1719
unit m-KRPL kearah pemasaran dan perkembangan kawasan berdasarkan hasil pemetaan dengan sistem klaster. Unit m-KRPL dikelompokkan menjadi tiga klaster (merah, kuning, hijau) berdasarkan hasil penilaian dari tiga aspek utama yang meliputi: (a) Aspek perbenihan atau penyediaan benih untuk RPL dan kawasan, (b) Aspek pengelolaan kawasan, dan (c) Aspek kelembagaan. Dalam penentuan klaster berdasarkan skor angka, yaitu untuk klaster merah (nilai 100-150) merupakan simbol unit m-KRPL yang kurang baik dan tidak berkembang, klaster kuning (nilai 151-250) merupakan simbol unit m-KRPL yang cukup baik dan berpeluang untuk berkembang, dan klaster hijau (> 251) merupakan simbol unit m-KRPL yang sangat baik, berkembang, dan berkelanjutan (BBP2TP, 2013). Data yang dikumpulkan bersumber dari data sekunder (data dari laporan, catatan, dan lainlain), dan dari data primer yang diperoleh dari hasil survei dan pengamatan di lapangan. Evaluasi data dilakukan terhadap perkembangan dan potensi keberlanjutan 40 unit mKRPL diambil dari data hasil kajian pada tahun 2013, sedangkan data evaluasi terhadap perkembangan ke arah pemasaran dan potensi keberlanjutan 20 unit m-KRPL yang di-upgrade dilakukan pada bulan November 2014. Data implementasi m-KRPL yang diperbaiki (upgrading) secara umum dikumpulkan sejak bulan Juli hingga November 2014, dengan responden: pelaku mKRPL, penyuluh pendamping, dan tokoh masyarakat (local champion) di masing-masing unit mKRPL dengan metode FGD (Focus Group Discussion) dan pengamatan langsung di unit-unit mKRPL pada saat pendampingan. Data-data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan perkembangan dan manfaat m-KRPL di Kalimantan Selatan.
Hasil dan Pembahasan Perkembangan m-KRPL Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan pada tahun 2011 telah membangun 1 unit m-KRPL, tahun 2012 sebanyak 10 unit m-KRPL, dan tahun 2013 sebanyak 29 unit m-KRPL termasuk 3 unit m-KRPL yang dibangun melalui kerjasama Kementan dengan pihak mitra (SIKIB, Salimah, dan TNI-AD). Total unit m-KRPL di Kalimantan Selatan sebanyak 40 unit yang tersebar di seluruh kabupaten/kota (Qomariah, 2013). Dari 40 unit yang dibangun tersebut hanya ada satu unit yang terletak di perkotaan, yaitu di Kota Banjarmasin yang merupakan kerjasama antara Kementan dengan PP Salimah, dan dua unit berada di Komplek Perumahan TNIAD merupakan kerjasama antara Kementan dengan TNI-AD. Pada awal implementasi kegiatan, jumlah KK/RPL yang terlibat sebanyak 20-30 KK/RPL per unit m-KRPL. Seiring dengan bertambahnya pengembangan unit m-KRPL dan manfaat yang dirasakan pelaku kegiatan m-KRPL, terjadi proses replikasi program secara swadaya dari masyarakat sekitar lokasi pengembangan, sehingga jumlah RPL (rumah tangga/keluarga yang terlibat dalam kegiatan m-KRPL) di Kalimantan Selatan pada akhir tahun 2013 semakin meningkat (Qomariah, 2013), seperti pada Gambar 1.
1720
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1870
2000 1500 1000
unit
1000 500 0
RPL 1 30 2011
11 2011-2012
37
40
2011-2013
Gambar 1. Perkembangan jumlah unit m-KRPL dan jumlah RPL yang terlibat dalam implementasi m-KRPL Kalimantan Selatan tahun 2011- 2013. Peningkatan jumlah RPL meingindikasikan bahwa konsep KRPL diterima masyarakat dan diaplikasikan di pekarangan mereka, meskipun secara bertahap dan tidak seoptimal seperti yang diharapkan. Masyarakat di sekitar kawasan atau unit m-KRPL bersedia mencoba menerapkannya setelah melihat dan mengetahui manfaat dari implementasi konsep KRPL di lingkungannya. Hasil evaluasi perkembangan dan keberlanjutan implementasi terhadap 40 unit m-KRPL di seluruh Kalimantan Selatan, yang dikaji melalui pemetaan dengan sistem klaster (merah, kuning, hijau) yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 didominasi oleh kluster kuning sebanyak 36 unit (90%), kluster merah sebanyak 1 unit/(2,5%) dan yang masuk ke dalam kluster hijau sebanyak 4 unit/(10%) (Gambar 2). Dari 40 unit m-KRPL yang diimplementasikan di Kalimantan Selatan, hanya satu unit yang masuk dalam klaster merah karena hasilnya kurang baik dan tidak berkembang akibat adanya masalah teknis dan non teknis yang menghambat penerapan pemanfaatan pekarangan dengan konsep KRPL di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, unit m-KRPL yang masuk kluster merah tidak berpeluang lagi untuk dilakukan perbaikan. Agar unit m-KRPL dapat berkembang ke arah pemasaran produk dan pengembangan kawasan secara berkelanjutan seperti 39 unit m-KRPL lainnya.
1 unit/2,5% 4 unit/10%
35 unit/87,5% Gambar 2. Hasil pemetaan unit m-KRPL di Kalimantan Selatan yang diiplementasikan pada tahun 2011- 2013 berdasarkan sistem kluster.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1721
Perbaikan (Upgrading) m-KRPL Kegiatan perbaikan (upgrading) yang dilaksankan di 20 unit m-KRPL terpilih (4 unit dari kluster hijau dan 16 unit dari kluster kuning) berdasarkan kondisi dan keperluan dari masingmasing unit, umumnya terbagi atas tiga aspek yaitu: 1.
Pengadaan bahan untuk perbaikan kebun bibit, keperluan budidaya, dan peralatan pasacapanen (kayu untuk perbaikan atau perluasan bangunan KBD(Kebun Bibit Desa), pengadaan benih/bibit tanaman, benih ikan, pupuk, kapur, obat-obatan untuk organisme pengganggu tanaman (OPT), polibag/pot tanaman, mulsa pelastik, terpal, peralatan budidaya tanaman dan pasca panen hasil pertanian).
2.
Pelatihan/budidaya berbagai komoditas pertanian (budidaya bawang merah, ikan, jamur, sayur-sayuran, buah) dan pelatihan pascapanen produk pekarangan (pangan lokal), serta pelatihan pengolahan pupuk organik.
3.
Penguatan kelembagaan (kelompok tani, kebun bibit, pemasaran, pengolahan hasil pertanian).
4.
Advokasi kepada pelaku KRPL dan petugas untuk keberlanjutan kegiatan. Hasil evaluasi setelah dilakukan perbaikan (upgrading) menunjukkan bahwa jumlah unit
m-KRPL yang masuk kluster kuning dan hijau cenderung tetap, tetapi ada satu unit menurun dari kluster kuning menjadi kluster merah, dan satu unit kluster hijau menjadi kluster kuning, selanjutnya ada dua unit m-KRPL yang mengalami peningkatan dari kluster kuning menjadi hijau (Tabel 1). Tabel 1. Perubahan kluster unit m-KRPL di Kalimantan Selatan setelah diperbaiki (upgrading) berdasarkan potensi pemasaran produk pekarangan dan pengembangan kawasan secara berkelanjutan Jumlah unit mKRPL sebelum upgrading-2013
Kluster Kuning Hijau Jlh/persentase
16 4 20
Jumlah unit m-KRPL setelah upgrading-2014 Merah
Kuning
Hijau
1
13 1 14 (70%)
2 3 5 (25%)
1 (5%)
Sumber: Qomariah (2014)
Adanya penurunan klaster dari hijau menjadi kuning atau dari kuning menjadi merah mengindikasikan bahwa kegiatan perbaikan (upgrading) m-KRPL untuk mengembangkan kegiatannya ke arah pemasaran dan kawasan kurang berhasil meskipun pendampingan berupa pendistribusian benih/bibit tanaman, pupuk, media tanam, dan bahan bangunan untuk perbaikan kebun bibit, serta dukungan moril sudah dilakukan semaksimal mungkin oleh tim pendamping. Hal ini disebabkan adanya masalah teknis dan non teknis, terutama karena berkurangnya minat masyarakat
dalam
memanfaatkan
pekarangan,
seiring
dengan
berkurangnya
intensitas
pendampingan yang dilakukan oleh BPTP Kalimantan Selatan dan menurunnya dukungan pemerintah daerah. Hasil evaluasi setelah dilakukan perbaikan (upgrading) terhadap 20 unit m-KRPL menunjukkan bahwa sebanyak 5 unit m-KRPL (25%) klaster hijau (dapat mengembangkan kawasan dan pasar produk pekarangan secara berkelanjutan), 14 unit m-KRPL (70%) klaster kuning (meskipun kegiatan m-KRPL berkelanjutan tetapi belum dapat mengembangkan kawasan dan pasar produk pekarangan secara kontinyu), dan 1 unit m-KRPL (5%) klaster merah (kegiatan
1722
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
m-KRPL sulit untuk berkembang dan dilanjutkan karena adanya permasalahan di tingkat local champion /non teknis yang berpengaruh pada aktivitas masyarakat setempat, termasuk kegiatan masyarakat untuk mengoptimalkan pekarangan dengan konsep KRPL. Penurunan klaster dari kuning ke merah atau dari hijau ke kuning, atau peningkatan dari kuning ke hijau menunjukkan telah terjadi proses adopsi terhadap kegiatan m-KRPL, dan pentingnya waktu pendampingan dari instansi terkait. Pembinaan atau pendampingan yang berkelanjutan akan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyadari segala manfaat dari optimalisasi pekarangan dengan konsep KRPL, yang akhirnya akan merespon positif atau mengadopsi program KRPL ini. Menurut Hermawan dkk (2014), terjadinya penurunan dan peningkatan klaster unit m-KRPL menunjukkan terjadinya proses seleksi alam dan pentingnya masa pembinaan yang berkelanjutan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyadari berbagai manfaat dari m-KRPL yang pada gilirannya akan merespon secara positif terhadap program KRPL. Hasil evaluasi terhadap 20 unit m-KRPLyang diupgrade menunjukkan bahwa jumlah RPL yang berpartisipasi aktif setelah 2 - 3 tahun berjalan, juga mengalami penurunan antara 5– 30% per unit m-KRPL. Dari data jumlah RPL tahun 2013 karena mereka merasa waktunya sudah habis tercurah untuk kegiatan lain sehingga tidak dapat mengelola pekarangan meskipun menyadari manfaat dari kegiatan optimalisasi pekarangan dengan konsep KRPL tersebut, atau karena mereka merasa tidak terbiasa memanfaatkan pekarangan dan tidak merasakan manfaat yang signifikan dari mengelola pekarangan, sehingga merasa malas untuk melakukannya meskipun di awal kegiatan berkomitmen untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan. RPL yang masih aktif melaksanakan optimalisasikan pekarangan secara berkelanjutan adalah mereka yang merasakan manfaat dari kegiatan m-KRPL, dan sudah menjadi bagian dari kegiatannya sehari-hari, sehingga mereka mengadopsi budidaya tanaman atau ditambah dengan memelihara ikan dan ternak di pekarangan rumahnya yang diintroduksikan dalam kegiatan m-KRPL. Program pemanfaatan pekarangan untuk produksi pangan sangat mungkin dilakukan karena sesuai dengan kultur budaya masyarakat, sekaligus mendorong masyarakat untuk aktif berperan serta dalam menciptakan kemandirian pangan sesuai amanat undang-undang (Hermawan dan Basuki, 2014). Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan perlu didorong terus oleh pemerintah dan swasta, terutama bagi masyarakat perdesaan meskipun mereka sudah berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanan, 2008). Replikasi dan Sinergitas m-KRPL Perkembangan implementasi m-KRPL oleh lembaga lainnya di Kalimantan Selatan sampai tahun 2014, menunjukkan peningkatan selain direplikasi oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP), juga direplikasi oleh pemerintah daerah. Kabupaten yang mereplikasi m- KRPL dengan dana APBD adalah Kabupaten Barito Kuala sebanyak 17 unit KRPL, dan Tanah Bumbu sebayanyak 8 unit KRPL. Lembaga lain yang mensinergikan program atau kegiatan masing-masing lembaga untuk ketahanan pangan keluarga dengan konsep m-KRPL adalah: (1) PKK Provinsi Kalimantan Selatan dengan program desa percontohannya, (2) Jajaran TNI-AD yaitu Korem (Komando Resor Militer) 101 Antasari Wilayah Kalimantan Selatan, Kodim 1010 Rantau, Kodim 1001 Amuntai, Kodim 1003 Kandangan, Kodim 1008 Tanjung, Kompi Senapan A Yonif 623/BWU Banjarbaru, Kompi Senapan B Yonif 623/BWU Batulicin, dan Kompi Senapan C Yonif 623/BWU Pelaihari dengan program ketahanan pangannya, (3) PW Salimah Kalimantan Selatan mensosialisasikan dan
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1723
menggerakkan anggotanya untuk mengaplikasikan pemanfatan pekarangan dengan konsep KRPL di lingkungan masing-masing terkait program lingkungannya. Program KRPL bersinergi juga dengan program Adiwiyata (pemanfaatan pekarangan sekolah) untuk beberapa sekolah di Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar dan program rehabilitasi pasien di Rumah Jiwa Sambang Lihum Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. BPTP Kalimantan Selatan melakukan pendampingan teknologi kepada mereka dalam gerakan pemanfaatan pekarangan sekolah dan lingkungan rumah sakit sebagai sumber pangan dan keindahan lingkungan institusi mereka berupa kegiatan pelatihan teknologi dan penyebaran materi penyuluhan terkait optimalisasi pekarangan dengan konsep KRPL. Beberapa unit m-KRPL yang telah berkembang dan lestari telah menjadi model untuk program pengembangan pemanfaatan pekarangan khususnya kegiatan replikasi m-KRPL di Kalimantan Selatan. Dengan demikian implementasi beberapa unit m-KRPL di Kalimantan Selatan dapat memberikan percontohan atau menjadi rujukan bagi replikasi optimalisasi pekarangan secara lestari oleh pemerintah daerah atau lembaga lainnya. Manfaat m-KRPL Meskipun tidak semua pekarangan RPL dimanfaatkan secara optimal seperti yang diharapkan, tetapi secara umum bagi keluarga atau masyarakat yang mengadopsi prinsip-prinsip KRPL menunjukkan peningkatan kualitas konsumsi pangan keluarga yang ditunjukkan dengan indikator peningkatan skor PPH (Pola Pangan Harapan), dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan penghematan biaya belanja rumah tangga dan peningkatan pendapatan rumah tangga dari penjualan produk pekarangan. Hasil analisa skor PPH pada saat sebelum dan sesudah implementasi kegiatan m-KRPL menunjukkan terjadi peningkatan skor PPH sebesar 1 – 4 point pada keluarga yang mengadopsi prinsip-prinsip m-KRPL, terutama pada konsumsi pangan yang bersumber pada kelompok sayuran. Skor PPH keluarga yang mengadopsi m-KRPL masih berpeluang untuk ditingkatkan dengan mengkonsumsi sumber pangan lainya dari kelompok pangan umbi-umbian dan protein hewani melalui pemanfaatan pekarangan dengan budidaya komoditas yang termasuk dalam kedua kelompok pangan ini. Dengan demikian semakin beranekaragam komoditas yang dikembangkan di pekarangan, atau semakin berkembangnya kegiatan m-KRPL akan semakin beranekaragam ketersediaan pangan yang bisa dikonsumsi keluarga RPL sepanjang waktu dan diharapkan akan terjadi juga peningkatan skor PPH di masa mendatang. Depkes RI (2005) menyatakan bahwa skor PPH tertinggi nasional adalah 100, menunjukkan terpenuhinya pangan secara kualitas dan kuantitas bagi pembangunan manusia seutuhnya. Berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa pendapatan masyarakat sangat mempengaruhi tingkat keragaman konsumsi pangan rumah tangga jika dilihat dari sisi konsumen. Sebab pada masyarakat berpendapatan rendah persoalannya bukan hanya pada kualitas konsumsi pangan, tetapi juga untuk pemenuhan kebutuhan lainnya. Pada masyarakat berpendapatan tinggi pada umumnya tingkat keragaman konsumsi pangan sangat baik dan terjadi kecenderungan kelebihan gizi. Hal ini sejalan dengan kajian sebelumnya (Martianto dan Ariani, 2004; Manoewoto dan Martianto, 2002) yang menyatakan bahwa: a) ketergantungan konsumsi pangan masyarakat terhadap pangan sumber karbohidrat, khususnya beras masih sangat tinggi, dan peran pangan hewani, sayuran dan buah serta kacang-kacangan masih sangat rendah; b) skor Pola Pangan Harapan yang mencerminkan keanekaragaman pangan masih rendah dan cenderung fluktuatif seiring perkembangan keadaan ekonomi nasional.
1724
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Manfaat nyata dan langsung dirasakan pelaku m-KRPL di Kalimantan Selatan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan penghematan biaya belanja rumah tangga dan peningkatan pendapatan rumah tangga dari penjualan produk pekarangan, Penghematan biaya belanja rumah tangga cukup bervariasi (Rp 30.000,- – 750.000,-/KK/bulan), tergantung jumlah anggota rumah tangga, sedangkan peningkatan pendapatan rumah tangga antara Rp 30.000,- – Rp 2.000.000,-, tergantung pada jenis dan jumlah produk pekarangan yang dapat dijual. Peningkatan pendapatan semakin berpeluang jika dapat meningkatkan nilai tambah dari produk pekarangan melalui kegiatan pengolahan hasil seperti yang telah dilakukan oleh beberapa anggota KWT di unit-unit m-KRPL yang telah mengolah produk pekarangannya menjadi produk yang disukai konsumen, seperti es krim dari ubi jalar ungu dan bolu singkong yang di produksi KWT Mekar Sari (m-KRPL Kelurahan Karang Taruna), stik talas dari KWT Kurnia Lestari (mKRPL Kampung Baru-Sukamara), minuman jahe dan cendol ganyong produksi KWT Sekar Tani (m-KRPL Kelurahan Payung) dan lain-lain. Agriawati dan Hartati (2013) menyatakan bahwa kegiatan pengolahan hasil dapat menghasilkan aneka produk olahan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas pertanian dan meningkatkan pendapatan petani. Manfaat optimalisasi pekarangan telah menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk mengimplementasikan KRPL secara lestari di Kalimantan Selatan, atau tidak melanjutkan kegiatan lagi setelah periode panen, dan dukungan pemerintah berakhir. Masyarakat yang mendapat manfaat secara nyata atau secara langsung dari kegiatan m-KRPL meskipun hanya memenuhi sebagian dari kebutuhan pangan dan gizi mereka atau menyebabkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga, menjadi pendorong utama untuk terus mengadopsi atau melestarikannya. Kebiasaan memanfaatkan pekarangan dengan berbagai tanaman hias juga menjadi pendorong bagi RPL untuk melestarikan kegiatan m-KRPL, karena membudidayakan tanaman sudah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari dan introduksi budidaya sayuran, tanaman buah dan lain-lain di pekarangan menambah keindahan lingkungan rumahnya. Dengan demikian, kegiatan budidaya tanaman dalam m-KRPL mengandung nilai estitika/keindahan selain bermanfaat sebagai sumber pangan keluarga.
Kesimpulan
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) bisa berkembang di Kalimantan Selatan diindikasikan dengan terjadinya proses replikasi model oleh pemerintah daerah dan lembaga lainnya selain oleh BKP. Program m-KRPL dapat bersinergi dengan program desa percontohan, Adiwiiyata, rehabiliatsi pasien gangguan jiwa, dan lain lain yang dikembangkan oleh pemangku kepentingan lain di Kalimantan Selatan. Keberhasilan beberapa unit m-KRPL dapat menjadi percontohan atau rujukan bagi replikasi optimalisasi pekarangan secara lestari oleh pemerintah daerah, pemangku kepentingan lain, atau masyarakat pada umumnya. Masyarakat yang mendapat manfaat secara nyata atau secara langsung dari kegiatan mKRPL meskipun hanya memenuhi sebagian dari kebutuhan pangan dan gizi keluarga mereka, atau menyebabkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga dari penjualan hasil pekarangan, menjadi pendorong utama untuk terus mengadopsi atau melestarikan program KRPL. Pendapatan keluarga tersebut berpeluang untuk ditingkatkan melalui kegiatan pengolahan hasil pekarangan atau peningkatan nilai tambah produk pekarangan.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1725
Daftar Pustaka Agriawati, D.P. dan S.Hartati. 2013. Penerapan Inovasi Pengolahan Hasil Pertanian pada Usaha Bersama Gapoktan PUAP dalam buku Penerapan Teknologi Spesifik Lokasi untuk Usaha Agribisnis – Penguatan Bersama Petani PUAP. IAARD Press. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Laporan Tahunan 2007. Inovasi untuk Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Depkes RI. 2005. Laporan Tahunan Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hermawan, A., I.Ambarsari, G.N. Oktaningrum. 2014. M-KRPL di Jawa Tengah: Perkembangan dan Kemanfaatan dalam buku Kawasan Rumah Pangan Lestari Pekarangan dan Diversifikasi Pangan. IAARD PRESS. Jakarta. Hermawan, A., S.Basuki. 2014. Kebijakan Pemanfaatan Pekarangan dan Diversifikasi Pangan dalam buku Kawasan Rumah Pangan Lestari Pekarangan dan Diversifikasi Pangan. IAARD PRESS. Jakarta Maesti, M. S.Purnomo, H.Andrianyata. 2014. Petunjuk Pelaksanaan Sinergi Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Sistem Delivery Benih/Bibit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Manuwoto, S dan D. Martianto. 2002. Refleksi empat puluh tahun pengembangan penganekaragaman pangan: lessons learned and what have to be done. Makalah, disajikan pada Simposium Nasional Penganekaragaman Pangan, Hotel Sahid, Jakarta 28-29 Oktober 2002 Martianto, D dan M. Ariani. 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir. Prosiding WNPG VIII. Jakarta, 17-19 Mei. LIPI. Jakarta. Undang-Undang Pangan Nomor: 10 Tahun 2012 Undang-Undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012 Qomariah, R. 2013. Laporan Akhir Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari di Kalimantan Selatan. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Qomariah, R. 2014. Pendampingan Kawasan Rumah Pangan Lestari di Kalimantan Selatan. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
1726
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016