MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN BULUKUMBA Ir. ANDI DARMAWIDAH A. Abstrak Lahan pekarangan merupakan lahan yang tersedia di sekitar rumah tangga. Pemanfaatan lahan ini disesuaikan dengan keperluan keluarga. Luas lahan pekarangan di Sulawesi Selatan sekitar 27,8 ribu ha dan di Bulukumba sekitar 1,4 ribu hektar. Potensi tersebut bila dimanfaatkan secara optimal dengan budidaya pertanian sebagai penyedia pangan, maka akan mampu mendukung ketersediaan pangan rumah tangga tani di perdesaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pola pemanfaatan lahan pekarangan dan respon masyarakat melalui model kawasan rumah pangan lestari (MKRPL). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d September 2012 di Kabupaten Bulukumba. Metode penelitian adalah menggunakan survei, on farm, dan abservasi lapang. Hasil penelitian menunjukkan potensi lahan pekarangan yang belum dimanfaatkan secara tertata dengan tanaman produksi masih banyak. Masyarakat mempunyai waktu luang yang cukup untuk mengelola lahan pekarangan khususnya ibu rumah tangga. Masyarakat memanfaatkan lahan pekarangan tertarik dengan tanaman sayuran yang bisa dikonsumsi sebagai kebutuhan sehari-hari. Perubahan pola pangan harapan (PPH) mengalami peningkatan dari 72,50 menjadi 76,72 atau naik sekitar 5,82 % selama penelitian berlangsung. Selain pemanfaatan lahan pekarangan memberikan peningkatan PPH juga memberikan penerimaan sebesar Rp. 350.000/bulan. Kata Kunci : lahan pekarangan, ketahanan pangan, rumah tangga tani, dan perdesaan Abstract Yard is land available around the household. Land use is tailored to the needs of the family. Land size yard in South Sulawesi about 27.8 thousand ha and Bulukumba about 1.4 thousand hectares. Potential when used optimally with agriculture as a provider of food, it will be able to support farm household food security in rural areas. The purpose of this study is to investigate and analyze the patterns of land use and the response of the community garden through the model of the sustainable food (MOSF). The research was conducted in March until September 2012 in Bulukumba. The method is to use survey research, on-farm, and observation field. The results demonstrate the potential of untapped yard is landscaped with many production plants. Society has enough free time to manage their yards especially housewives. People use their yards are interested in vegetables that can be consumed as a daily necessity. Changes in the pattern of daily food (PDF) has increased from 72.50 to 76.72, an increase of 5.82% during the study. In addition to providing increased yard utilization of PDF also provide revenue of Rp. 350.000/month. Keywords: yard, food security, farm households, and rural areas www.sulsel.litbang.deptan.go.id 0
I. PENDAHULUAN
Lahan pekarangan merupakan lahan yang tersedia di sekitar rumah tangga. Ketersediaan lahan pekarangan ada tiga posisi di sekitar rumah. Bagian depan biasanya disebut dengan halaman, bagian belakang disebut kebun belakang, dan bagian samping rumah disebut kebun samping. Kegunaan bagian lahan pekarangan setiap posisi lahan ini mempunyai fungsi yang berlainan. Bagian depan rumah untuk lantai jemur, tanaman bunga, dan tempat bermain. Sedangkan bagian samping untuk penjemuran pakaian, tanaman keras atau tahunan. Khusus untuk lahan bagian belakang biasanya untuk digunakan untuk kamar mandi,
pemeliharaan
ternak, dan perikanan. Pemanfaatan lahan ini disesuaikan dengan keperluan keluarga. Luas lahan pekarangan di Sulawesi Selatan sekitar 27,8 ribu ha dan di Bulukumba sekitar 1,4 ribu hektar (BPS, 2011, dianalisis). Pemilikan lahan pekarangan yang bermukim di perkotaan dan perdesaan mempunyai luasan yang berbeda. Pemukiman perkotaan cenderung memiliki lahan pekarangan atau lahan terbuka yang sempit dibandingkan lahan pekarangan yang ada di perdesaan (Nurcahyati, 2012). Ketersediaan lahan pekarangan di perdesaan dapat diklasifikasikan menjadi empat klaster. Klaster pertama yaitu lahan pekarangan sangat sempit. Di mana rumah
tangga
tempat
tinggal
tidak
mempunyai
halaman,
karena
lahan
pekarangannya cukup untuk membangun rumah. Kedua lahan pekarangan berklasifikasi sempit, di mana ketersediaanya kurang dari 120 m 2. Adapun klaster ketiga adalah rumah tangga yang memiliki lahan pekarangan berkisar antara 120 – 400 m2 termasuk klasifikasi pekarangan sedang. Terakhir klaster lahan pekarangan luas adalah rumah tangga yang memiliki lebih dari 400 m2 ( Nurcahyati, 2012). Potensi tersebut bila dimanfaatkan secara optimal dengan budidaya pertanian sebagai penyedia pangan, maka akan mampu mendukung ketersediaan pangan rumah tangga tani di perdesaan (ririn, 2012). Ibu rumah tangga sudah bisa melakukan pemetikan secara berkala untuk kebutuhan pangan rumah tangga. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1
Dengan demikian ibu rumah tangga tidak perlu melakukan pembelian sayuran di pasar atau pedagang keliling. Untuk menjaga keberlangsungan tanaman dibuat kebun bibit desa (BPTP Sulut, 2012). Teknologi utama dalam pemanfaatan lahan pekarangan dengan tanaman sayuran adalah dengan memanfaatkan bahan organik sebagai media. Selain itu juga diperlukan penyediaan air yang cukup bagi tanaman yang diusahakan. Salah satu teknologi penyiraman pada penanaman sistem vertikultur atau rak bersusun dengan sistem irigasi selang (BPTP Yogyakarta, 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pola pemanfaatan lahan pekarangan dan respon masyarakat melalui model kawasan rumah pangan lestari (MKRPL). Sedangkan pola pemanfaatan lahan pekarangan dengan MKRPL perdesaan belum banyak diketahui. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengkajian ini. 1.1 Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk a. Mengetahui potensi luas lahan pekarangan di perdesaan. b. Mengetahui minat wanita tani terhadap tanaman yang akan dikembangkan di lahan pekarangan. c. Mengetahui daya dukung sayuran dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. 1.2 Sasaran Sasaran utama dalam kegiatan ini adalah: a. Wanita tani sebagai pelaku pelaksana pemantaatan lahan pekarangan dengan tanaman sayuran, pangan, buah-buahan, dan ternak, serta perikanan. b. Kelompok wanita tani sebagai wadah kelembagaan petani di perdesaan untuk memotivasi anggota dalam pelaksanaan KRPL. 1.3 Keluaran Keluaran yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah: a. Diketahui potensi luas lahan pekarangan di perdesaan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2
b. Diketahuinya minat wanita tani terhadap tanaman yang akan dikembangkan di lahan pekarangan. c. Diketahuinya daya dukung sayuran dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. 1.4 Manfaat Kegiatan ini mempunyai manfaat pada pemberdayaan kelembagaan wanita tani dalam pemanfaatan lahan pekarangan guna memenuhi gizi rumah tanggi tani.
II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan pekarangan merupakan lahan yang tersedia di sekitar rumah tangga. Ketersediaan lahan pekarangan ada tiga posisi di sekitar rumah. Bagian depan biasanya disebut dengan halaman, bagian belakang disebut kebun belakang, dan bagian samping rumah disebut kebun samping. Kegunaan bagian lahan pekarangan setiap posisi lahan ini mempunyai fungsi yang berlainan. Bagian depan rumah untuk lantai jemur, tanaman bunga, dan tempat bermain. Sedangkan bagian samping untuk penjemuran pakaian, tanaman keras atau tahunan. Khusus untuk lahan bagian belakang biasanya untuk digunakan untuk kamar mandi,
pemeliharaan
ternak, dan perikanan. Pemanfaatan lahan ini disesuaikan dengan keperluan keluarga. Luas lahan pekarangan di Sulawesi Selatan sekitar 27,8 ribu ha dan di Bulukumba sekitar 1,4 ribu hektar (BPS, 2011, dianalisis). Pemilikan lahan pekarangan yang bermukim di perkotaan dan perdesaan mempunyai luasan yang berbeda. Pemukiman perkotaan cenderung memiliki lahan pekarangan atau lahan terbuka yang sempit dibandingkan lahan pekarangan yang ada di perdesaan (Nurcahyati, 2012). Ketersediaan lahan pekarangan di perdesaan dapat diklasifikasikan menjadi empat klaster. Klaster pertama yaitu lahan pekarangan sangat sempit. Di mana rumah
tangga
tempat
tinggal
tidak
mempunyai
halaman,
karena
lahan
pekarangannya cukup untuk membangun rumah. Kedua lahan pekarangan berklasifikasi sempit, di mana ketersediaanya kurang dari 120 m 2. Adapun klaster www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3
ketiga adalah rumah tangga yang memiliki lahan pekarangan berkisar antara 120 – 400 m2 termasuk klasifikasi pekarangan sedang. Terakhir klaster lahan pekarangan luas adalah rumah tangga yang memiliki lebih dari 400 m2 ( Nurcahyati, 2012). Potensi tersebut bila dimanfaatkan secara optimal dengan budidaya pertanian sebagai penyedia pangan, maka akan mampu mendukung ketersediaan pangan rumah tangga tani di perdesaan (ririn, 2012). Ibu rumah tangga sudah bisa melakukan pemetikan secara berkala untuk kebutuhan pangan rumah tangga. Dengan demikian ibu rumah tangga tidak perlu melakukan pembelian sayuran di pasar atau pedagang keliling. Untuk menjaga keberlangsungan tanaman dibuat kebun bibit desa (BPTP Sulut, 2012). Teknologi utama dalam pemanfaatan lahan pekarangan dengan tanaman sayuran adalah dengan memanfaatkan bahan organik sebagai media. Selain itu juga diperlukan penyediaan air yang cukup bagi tanaman yang diusahakan. Salah satu teknologi penyiraman pada penanaman sistem vertikultur atau rak bersusun dengan sistem irigasi selang (BPTP Yogyakarta, 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pola pemanfaatan lahan pekarangan dan respon masyarakat melalui model kawasan rumah pangan lestari (MKRPL). Sedangkan pola pemanfaatan lahan pekarangan dengan MKRPL perdesaan belum banyak diketahui. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengkajian ini. III. METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1. Lokasi, Koordinat, dan Waktu Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Bukit Tinggi, Kecamatan Gatarang, Kabupaten Bulukumba. Adapun lokasi kegiatan pada posisi koordinat 5°20” sampai 5°40” Lintang Selatan dan 119°50” sampai 120°28” Bujur Timur. Pelaksanaan dikegiatan ini dimulai pada Bulan Januari hingga Desember 2012. 3.2. Tahapan Kegiatan Kegiatan ini dilaksanakan dengan tahapan-tahapan antara lain; a) konsultasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat, guna memperoleh dukungan dalam pelaksanaan. Sehingga sasaran dapat dicapainya, b) sosialisasi kegiatan di www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4
lapang. Hal ini dilaksanakan untuk menyatukan persepsi terhadap pelaksanaan kegiatan KRPL, c) pembuatan kebun bibit desa (KBD). Hal ini dilaksanakan untuk melestarikan ketersediaan bahan tanam, sehingga wanita tani tidak kesulitan dalam penyediaan bahan tanam pada penanaman berikutnya, d) desain dan penanaman tanaman pada lahan pekarangan, e) temu lapang. Hal ini dilakukan untuk mempromosikan keunggulan pemanfaatan lahan pekarangan dengan tanaman pangan dan tanaman obat, f) pelaporan dan seminar hasil. A. Persiapan Kegiatan ini diprsiapkan sejak penyusunan Rencana Operasional Dissemiasi Hasil Penelitian (RODHP). Selanjutnya dilakukan konsultasi dan koordinasi serta survei untuk mendesain dalam pemanfaatan lahan pekarangan. Penyamaan persepsi dilakukan dengan sosialisasi yang dilaksanakan di tingkat petani. B. Pembentukan Kelompok Kelompok wanita tani (KWT) pada lokasi KRPL sudah terbentuk sebelumnya. Nama KWT tersebut adalah Bungung Tam’metti, Desa Bukit Tinggi, Kecamatan Gatarang Kabupaten Bulukumba. Jumlah anggota KWT mencapai 25 orang. Adapun KWT diketuai oleh Ibu Dra. Murniati berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar. C. Sosialisasi Sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 2012 di rumah ketua KWT yang diikuti oleh semua anggota kelompok wanita tani, penyuluh, kepala desa, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kab. Bulukumba, koordinator penyuluh Kab. Bulukumba, petani di sekitar lokasi dan peneliti, keseluruhan berjumlah 50 orang. D. Pengembangan Jumlah Rumah Tangga Pelaksanaan kegiatan ini baru tahun pertama, maka pengembangan jumlah rumah tangga belum dicatat. Peserta pelaksana KRPL di Desa ini baru 25 rumah tangga.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5
E. Penguatan Kelembagaan Kelompok Penguatan kelembagaan kelompok dilakukan pembinaan pengelolaan KBD, pemanfaatan lahan pekarangan, dan bantuan benih/bibit sebagai modal kelompok dalam penyediaan bahan tanam. F. Kebun Bibit Desa (KBD) Tanaman yang berada di KBD dipelihara untuk dijadikan benih/bibit untuk kelangsungan program KRPL. Adapun tanaman yang ditanam di pekaran rumah tangga dipanen untuk dikonsumsi atau dijual dalam bentuk biji, buah, daun, teripang, dll. Luas lahan untuk KBD mencapai 170 m2. Untuk menjaga keamanan dari gangguan ternak, maka dilakukan pemagaran keliling dengan kain net setinggi 1 meter. Adapun pada tempat persemaian diberi atap dengan ukuran luas 3 x 4 meter. G. Sistem Agribisnis Sistem agribisnis dalam kegiatan KRPL di Kabupaten Bulukumba yang dibahan dalam 3 hal yaitu; budidaya, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil. Adapun hasilnya disajikan sebagai berikut. - Budidaya Tanaman Wanita tani sebagai pelaksana KRPL perdesaan di desa Bukit Tinggi berusaha untuk dapat memperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal. Tabel 1. Penerapan teknologi budidaya tanaman pada KRPL di Kab. Bulukumba, 2012. No Uraian Kegiatan Keterangan 1 Penyediaan benih dan bibit Benih dan bibit disediakan oleh pengelola kebun bibit desa. 2 Penanaman Benih dan bibit ditanam pada media lahan pekarangan, pot, dan rak bersusun. 3 Pemupukan Penggunaan pupuk didominasi pada pupuk organik dan ditambah pupuk Urea, dan NPK. 4 Pengendalian hama penyakit Dilakukan secara berkala dan menggunakan pestisida bila perlu (PHT) 5 Panen Dilakukan sesuai kebutuhan konsumsi sendiri ataupun untuk dijual. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6
Sumber : Analisis data primer, 2012. Keberhasilan usaha penanaman komoditas sayuran, buah-buahan, dan obatobatan bergandung pada ketersediaan dan kualitas bahan tanam. KRPL sebagai program peningkatan ketahanan pangan rumah tangga dalam menggunakan bahan tanam perlu keterjamin keberlanjutannya. Upaya yang dilakukan oleh kelompok wanita tani (KWT) Bungung Tamate Desa Bukit Tinggi Kec. Gatareng Kab. Bulukumba adalah membuat KBD. Di dalam KBD tersebut ditanam berbagai tanaman yang dibiarkan untuk menghasilkan biji atau stek sebagai bahan perbanyakan tanaman guna memenuhi anggota KWT atau pelaksana KRPL. Penanaman benih/bibit dilakukan pada 3 jenis media tanam. Media pertama adalah benih/bibit ditanam langsung pada lahan pekarangan yang terlebih dahulu diolah dan diberi pupuk organik dan kimia. Kedua adalah benih/bibit ditanam pada media pot dari ember/pot plastik dengan komposisi tanah : pupuk organik sebesar 2 : 1.
Terakhir benih/bibit ditanam pada rak bersusun. Rak dibuat dari kayu
tersusun sebanyak 3 tingkatan. Tempat tanah dan pupuk organik sebagai media tanam terbuat dari talang plastik VPC 15 cm. Perbandingan tanah dan pupuk organik sebesar 2 : 1. Guna memelihara tanaman agar tetap tumbuh dan produksi dengan baik, maka perlu dilakukan pengendalian hama penyakit. Khusus pengendalian hama wanita tani dianjurkan dengan metode mekanis, pestisida nabati dan tanpa menggunakan zak kimia. Hama ulat terutama dikendalikan dengan cara pengamatan lalu mengambilnya hama tersebut dari tanaman untuk dimusnahkan. - Pengolahan Hasil Penanaman pada lahan pekarangan baru dilakukan pertama dan pelatihan pengolahan hasil pertanian juga belum dilakukan. Jadi pengolahan hasil pertanian dikususkan pada penggunaan siap saji untuk keperluan rumah tangga masingmasing peserta pelaksana KRPL. - Pemasaran Pemanfaatan lahan pekarangan selama lima bulan sudah membaiknya nilai PPH pelaksana KRPL perdesaan. Biaya pemanfaatan lahan pekarangan tidak terlalu mahal sebab setiap rumah tangga memerlukan biaya sebesar Rp. 137.500/5 bulan/rumah tangga. Hasil pemanfaatan tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7
kebutuhan pangan dan ada juga yang dijual. Hasil pemanfaatan lahan pekarangan dengan tanaman sayuran ini digunakan untuk konsumsi senilai Rp. 240.000 dan yang dijual sebasar Rp. 110.000 selama usaha lima bulan. Dengan demikian total penerimaan usaha pemanfaatan lahan pekarangan sebesar Rp. 350.000 selama lima bulan. H. PPH (Pola Pangan Harapan) Kelompok Binaan Pola pangan harapan (PPH) merupakan susunan kelompok pangan yang didasarkan pada konstribusi energinya untuk memenuhi kebutuhan gizi secara kuantitas, kualitas, keragamannya dengan pertimbangan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan cita rasa. nilai maksimal PPH 100 (Anonim, 2012), semakin tinggi nilainya semakin beragam dan bergizi seimbang. Adapun PPH di Kab. Bulukumba disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pola pangan harian rumah tangga di KRPL perdesaan Kab. Bulukumba, 2012 Pola Pangan Harapan KRPL No Kelompok Pangan Selisih Sebelum Sesudah 1 Padi-padian 22,37 22,95 0,58 2 Umbi-umbian 3,67 3,80 0,13 3 Pangan Hewani 14,88 15,02 0,14 4 Sayur dan Buah 18,60 22,26 3,66 5 Kacang-kacangan 6,20 6,20 0,00 6 Minyak dan Lemak 3,60 3,80 0,20 7 Buah/biji berminyak 0,62 0,74 0,10 8 Gula 2,55 2,95 0,40 9 Lain-lain 0,00 0,00 0,00 Jumlah 72,50 77,72 5,22 Keterangan : KRPL = kawasan rumah pangan lestari. Sumber : Analisis data primer, 2012. Perubahan nilai PPH sebelum dan sesudah pelaksanaan KRPL perdesaan tertinggi adalah pada kelompok pangan sayur dan buah. Hal tersebut disebabkan hasil dari pemanfaatan lahan pekarangan dengan tanaman sayuran dan tanaman pepaya segabai buah-buahan. Sebelum pelaksanaan KRPL nilai PPH kelompok pangan sayuran dan buah 18,60 sesudah melakukannya nilai PPH mencapai 22,26, dengan demikian perubahan nilai PPHnya mencapai 3,66. Penambahan nilai PPH pada kelompok sayuran dan buah mempengaruhi peningkatan kelompok pangan padi-padian. Hal ini disebabkan dengan penambahan kelompok pangan sayuran dan www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8
buah meningkatkan nafsu makan sehingga kelompok pangan padi-padian juga meningkat pula. Secara total PPH sebelum melaksanakan KRPL mencapai 72,50, sesudah menjadi pelaksana KRPL perdesaan mengalami perubahan nilai PPH mencapai 77,72. Dengan demikian mengalami peningkatan nilai PPH sebesar 5,22 atau 6,82 %. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pekarangan rumah umumnya belum dimanafaatkan secara optimal oleh setiap anggota keluarga. Potensi pekarangan apabila dimanfaatkan secara optimal dengan budidaya pertanian seperti sayur-sayuran maka akan mendukung ketersediaan pangan rumah tangga di pedesaan. 2. Dengan M-KRPL, ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok wanita tani mengelolah lahan pekarangan dengan menanam sayuran untuk dikonsumsi sehari-hari serta dapat dijual atau diberikan pada anggota kekurangannya yang lain. 3. Perubahan Pola Pangan Harapan (PPH) mengalami peningkatan dengan adanya M-KRPL dari 72.50 menjadi 76.72 atau naik sekitar 5.82%. V. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Metode perhitungan pola pangan harapan (PPH). BBP2TP. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. 2011. Sulawesi Selatan dalam angka 2010. BPS Prop. Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara. 2012. Kawasan rumah pangan lestari atas II Kecamatan Sonder, bantu kebutuhan harian keluarga. Berita Badan Litbang Pertanian. www.litbang.deptan/berita, 23 Oktober 2012. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2012. Penyiraman sayuran vertikultur sistem irigasi selang (SIS). Berita Badan Litbang Pertanian. www.litbang.deptan/berita, 23 Oktober 2012. Nurcahyati E., 2012. Membangun kemandirian pangan melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Badan Ketahanan Pangan Propinsi Banten.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9
Ririn. 2012. Pemanfaatan lahan pekarangan di kelompok wanita Desa Mirigambar Dusun Miridudo Kecamatan Sumbergempol. Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sumbergempol. Sunanto, Suryani, Syamsul Bachri. 2003. Pengelolaan tanaman sayuran dengan pendekatan bahan input organik di Sulawesi Selatan. Laporan kegiatan super inpose pada BPTP Sulawesi Selatan. Anonim. 2012. Metode perhitungan pola pangan harapan (PPH). BBP2TP. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. 2011. Sulawesi Selatan dalam angka 2010. BPS Prop. Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara. 2012. Kawasan rumah pangan lestari atas II Kecamatan Sonder, bantu kebutuhan harian keluarga. Berita Badan Litbang Pertanian. www.litbang.deptan/berita, 23 Oktober 2012. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2012. Penyiraman sayuran vertikultur sistem irigasi selang (SIS). Berita Badan Litbang Pertanian. www.litbang.deptan/berita, 23 Oktober 2012. Nurcahyati E., 2012. Membangun kemandirian pangan melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Badan Ketahanan Pangan Propinsi Banten. Ririn. 2012. Pemanfaatan lahan pekarangan di kelompok wanita Desa Mirigambar Dusun Miridudo Kecamatan Sumbergempol. Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sumbergempol. Sunanto, Suryani, Syamsul Bachri. 2003. Pengelolaan tanaman sayuran dengan pendekatan bahan input organik di Sulawesi Selatan. Laporan kegiatan super inpose pada BPTP Sulawesi Selatan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10
VI. DOKUMENTASI KEGIATAN M-KRPL
Sosialisasi MKRPL Kab. Bulukumba tanggal 2 Mei 2012
Kegiatan di Kebun Benih MKRPL Kab.Bulukmba
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11
Tanaman Pekarangan Peserta MKRPL Kab.Bulukumba
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12
Kolam Ikan di Rumah Ketua KWT Kab.Bulukumba
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13