MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) TAHUN 2012 KABUPATEN JENEPONTO SULAWESI SELATAN
Drs. Muh. Taufik, M.Si, dkk I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) menjadi focus perhatian pemerintah saat ini. Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Atas dasar hal itu, maka terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia (Saliem, 2011). Rachman dan Ariani (2007) menyebutkan bahwa tersedianya pangan yang cukup secara nasional maupun wilayah merupakan syarat keharusan dari terwujudnya ketahanan pangan nasional, namun itu saja tidak cukup, syarat kecukupan yang harus dipenuhi adalah terpenuhinya kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga/individu. Berdasar pemikiran tersebut, adalah penting untuk mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Tanpa berpretensi mengabaikan pentingnya ketahanan pangan di tingkat nasional maupun wilayah. Lahan pekarangan merupakan sumber potensial penyedia berbagai jenis bahan (diversifikasi) pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi jika dikelola dengan inovatif. Luas lahan pekarangan secara nasional sekitar 10,3 juta ha atau 14% dari keseluruhan luas lahan pertanian.
Lahan tersebut sebagian besar masih belum dimanfaatkan sebagai areal
pertanaman aneka komoditas pertanian, khususnya komoditas pangan. Di Sulawesi Selatan, pemanfatan lahan pekarangan masih didominansi tanaman hias, terutama di daerah perkotaan yang sudah mengerti nilai estetika. Dengan inovasi dan kreatifitas lahan pekarangan dapat ditata sehingga memiliki multi fungsi baik sebagai bahan pemenuhan kebutuhan gizi serta sumber pendapatan keluarga. Terkait dengan hal tersebut maka pemerintah berkomitmen untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan yang diaktualisasikan dalam menggerakkan budaya menanam di lahan pekarangan, baik diperkotaan maupun di perdesaan.
Hal ini
sejalan dengan arahan Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan di
1
Jakarta Internasional Convention Center (JICC) bulan Oktober 2010, menyatakan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga. Perhatian rumah tangga terhadap pemanfaatan lahan pekarangan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan gizi keluarga relative masih terbatas, sehingga pemanfaatan berbagai inovasi yang terkait dengan pemanfaatan lahan pekarangan perlu untuk dikembangkan melalui dukungan inovasi teknologi dan bimbingan teknis utamanya pemanfaatan berbagai inovasi teknologi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dan Lembaga Penelitian lainnya. Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL)” yang di bangun dari Rumah Pangan Lestari (RPL).
Dengan konsep ini diharapkan terbangun prinsip
pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 1.2. Tujuan a. Meningkatkan keterampilan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tnaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos. b. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat secara lestari dalam suatu kawasan. c. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. 1.3. Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan model KRPL ini adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan social, di Kabupaten Jeneponto khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya, dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang mandiri dan sejahtera. 1.4. Keluaran Ditemukannya satu model rumah pangan lestari di Kabupaten Jeneponto khususnya dan Sulawesi Selatan umumnya yang melibatkan keluarga dan kelompok wanita tani / kelompok masyarakat.
2
1.5. Manfaat a. Menjamin kesinambungan persediaan pangan dan gizi keluarga dengan pemeliharaan, peningkatan kualitas, nilai dan penganekaragaman pemanfaatan pekarangan melalui pengelolaan sumberdaya local secara bijaksana b.
Terciptanya keluarga yang mandiri dan sejahtera. II. TINJAUAN PUSTAKA Indonesia memiliki potensi sumber daya hayati spesifik lokasi yang sangat kaya
dengan berbagai jenis tanaman pangan, seperti padi-padian, umbi-umbian, kacangkacangan, sayur, buah dan sumber pangan hewani. Demikian pula berbagai jenis tanaman rempah dan obat-obatan tumbuh subur di nusantara ini. Namun demikian, potensi yang besar tersebut bertolak belakang dengan realisasi konsumsi yang masih dibawah anjura pemenuhan gizi dan program diversifikasi pangan yang digalakkan pemerintah sejak orde lama. Hal ini ditunjukkan dengan indikator Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional yang relatif masih rendah. Pada tahun 2009. PPH nasional baru mencapai 75,7 (Mardihari, dkk, 2012) Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) adalah model percontohan yang divisualisasikan dalam bentuk kawasan yang dibangun dari unit – unit rumah tangga yang menerapkan prinsip pemanfaatan pekarangan secara optimal ramah lingkungan dan ditopang pula oleh maksimalisasi produktivitas lahan olah dan non-olah pertanian di dalam kawasan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat berbasis partisipasi masyarakat. Adapun konsep dan batasan dalam program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari adalah sebagai berikut: 1. Rumah Pangan Lestari: rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya
alam lokal secara bijaksana,
yang menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya. 2. Penataan Pekarangan: ditujukan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya melalui pengelolaan lahan pekarangan secara intensif dengan tata letak sesuai dengan pemilihan komoditas. 3. Pengelompokan Lahan Pekarangan:
Dibedakan atas pekarangan perkotaan dan
perdesaan, masing-masing memiliki spesifikasi baik untuk menetapkan komoditas yang
3
akan ditanam, besarnya skala usaha pekarangan, maupun cara menata tanaman, ternak, dan ikan. a.
Pekarangan Perkotaan : Pekarangan perkotaan dikelompokkan menjadi 4, yaitu: (1) Perumahan Tipe 21, dengan total luas lahan sekitar 36 m2; (2) Perumahan Tipe 36, luas lahan sekitar 72 m2; (3) Perumahan Tipe 45, luas lahan sekitar 90 m 2; dan (4) Perumahan Tipe 54 atau 60, luas lahan sekitar 120 m2.
b.
Pekarangan Perdesaan: Pekarangan perdesaan dikelompkkan menjadi 4, yaitu (1) pekarangan sangat sempit (tanpa halaman), (2) pekarangan sempit (<120 m 2), (3) pekarangan sedang (120-400 m2), dan (4) pekarangan luas (>400 m2).
4. Pemilihan komoditas: ditentukan dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta kemungkinan pengembangannya secara komersial berbasis kawasan. Komoditas untuk pekarangan antara lain: sayuran, tanaman rempah dan obat, serta buah (pepaya, belimbing, jambu biji, srikaya, sirsak). Pada pekarangan yang lebih luas dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak. 5. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL), diwujudkan dalam satu dusun (kampung) yang telah menerapkan prinsip RPL dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dll), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Suatu kawasan harus menentukan komoditas pilihan yang dapat dikembangkan secara komersial, dilengkapi dengan kebun bibit. Ada 6 tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), yaitu: (1) Kemandirian pangan rumah tangga pada suatu kawasan, (2) Diversifikasi pangan yang berbasis sumber daya lokal, (3) Konservasi tanaman-tanaman pangan maupun pakan termasuk perkebunan, hortikultura untuk masa yang akan datang, (4) Kesejahteraan petani dan masyarakat yang memanfaatkan Kawasan Rumah Pangan Lestari, (5) Pemanfaatan kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat akan bibit terpenuhi, baik bibit tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, termasuk ternak, unggas, ikan dan lainnya, (6) Antisipasi dampak perubahan iklim. Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait pusat dan daerah, yang masing-masing bertanggungjawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan.
Untuk melestarikan KRPL, para petugas lapangan setempat dan
ketua kelompok agar sejak awal dilibatkan secara aktif mulai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Diharapkan keterlibatan ini akan memudahkan proses keberlanjutan dan kemandiriannya. 4
Keberlanjutan pengembangan rumah pangan lestari dapat diwujudkan melalui pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi tanaman-ternak dan model diversifikasi yang tepat sehingga dapat memenuhi pola pangan harapan dan memberikan kontribusi pendapatan keluarga. Untuk menjamin keberlanjutan usaha pemanfaatan pekarangan, maka ketersediaan bibit menjadi faktor yang menentukan keberhasilan. Oleh karena itu perlu dibangun Kebun Bibit Desa (KBD) dan dikelola secara baik di setiap KRPL. Berbeda dengan lahan pertanian secara umum, pekarangan rumah memiliki luasan yang relatif sempit, bersentuhan langsung dengan penghuni rumah, serta memiliki peran yang sangat kompleks. Oleh sebab itu, pemanfaatannya dalam budidaya sayuran harus direncanakan sdemikian rupa sehingga dapat berfungsi optimal, baik dalam hal tingkat produksi maupun dalam pemanfaatan lainnya di rumah tangga. Beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dalam berbudidaya sayuran di pekarangan diantaranya adalah harus memiliki nilai estetika atau keindahan sehingga selain dapat dimakan juga dapat mempercantik halaman rumah. Strategi yang dapat dilakukan, diantaranya melalui pengaturan jenis, bentuk, dan warna tanaman (Sastro, 2011). III. METODE PELAKSANAAN 3.1.
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan M-KRPL dilaksanakan di Desa Bonto Matene, Kecamatan Turatea,
Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, berlangsung dari bulan Januari sampai Desember 2012. Kabupaten Jeneponto berjarak 100 km dari kota Makassar ibukota propinsi Sulawesi Selatan dan kecamatan Turatea berjarak 6 km dari Bonto Sunggu ibukota Kab. Jeneponto serta Desa Bonto matene berjarak 3,5 km ke Paitana ibukota Kec. Turatea. 3.2. Tahapan Pelaksanaan Tahapan kegiatan meliputi : A.Persiapan Pelaksanaan M-KRPL di Kabupaten Jeneponto diawali dengan ; (1) pengumpulan informasi awal tentang potensi sumberdaya dan kelompok sasaran yang dilakukan melalui metode PRA (2) pertemuan dengan Pemda Kabupaten, Bappeda, Dinas Pertanian Daerah dan
Badan
Ketahanan
Pangan
dan
Penyuluh
Pertanian
kab.
Jeneponto
dengan
menyampaikan maksud dan tujuan dari kegiatan program M-KRPL serta untuk mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3) koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Dinas Terkait lainnya di Kabupaten/Kota, (4) memilih pendamping yang 5
menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Lokasi disepakati yaitu, Dusun Sunggu Areng, Desa Bonto Matene, Kecamatan Turatea, Kabupaten Jeneponto, sebanyak 25 anggota keluarga. B. Pembentukan Kelompok Kelompok sasaran adalah rumahtangga atau kelompok rumahtangga dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Kelompok dibentuk dari, oleh, dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri. Pada kelompok sasaran dilibatkan 25 anggota kelompok wanita tani . Klasifikasi kegiatan menurut strata luas kepemilikan pekarangan ditentukan berdasarkan hasil PRA. Kelompok yang disepakati yaitu Kelompok Wanita Tani (KWT) Sunggu Matene, dusun Sunggu Areng, Desa bonto Matene Tabel 1. Tabel 1. Daftar nama Kelompok Wanita Tani (KWT) Sunggu Matene, peserta M-KRPL Desa Bonto Matene, Kecamatan Turatea, Kab. Jeneponto, 2012 No Nama Jabatan 1 ST.Nurlina, SPt Ketua 2 Rosmini Bendahara 3 Mantang Anggota 4 HJ.Ati Anggota 5 Bungania Anggota 6 Dg.Baji Anggota 7 Sawa Anggota 8 H.Lija Anggota 9 Salasia Anggota 10 Nurbaeti Sekretaris 11 Hanawia Anggota 12 Kurnia Anggota 13 Hamida Anggota 14 Subaedah Anggota 15 Rahmatia Anggota 16 Lani Anggota 17 Ti’no Anggota 18 Hawang Loji Anggota 19 Dg.Mine Anggota 20 Sahara dg.Baji Anggota 21 Rahmatia R Anggota 22 Rosmala Anggota 23 Nursyamsi Anggota 24 Mardiana Anggota 25 Hj.Sia Anggota
6
C. Sosialisasi Sosialisasi bertujuan untuk Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait untuk memberi gambaran dan penjelasan mengenai kegiatan MKRPL. Sosialisasi kegiatan, dilaksanakan di rumah ketua KWT Sunggu Matene yang dihadiri oleh Badan Ketahanan Pangan dan penyuluh pertanian, aparat desa, anggota kelompok wanita tani sebagai cpcl, penyuluh pertanian Desa Bonto Matene, tokoh masyarakat. D. Pengembangan Jumlah Rumah Tangga Dalam satu kelompok wanita tani melibatkan 25 rumah tangga sebagai pelaksana kegiatan M-KRPL, diharapkan dari rumah tangga ini menjadi model bagi rumah tangga lain atau masyarakat sekitar, sehingga nantinya model pemanfaatan pekarangan akan diikuti dan dikembangkan yang pada akhirnya jumlah rumah tangga yang mengadopsi semakin bertambah. Menurut informasi dari peserta, umumya tetangga rumah, tetangga dari dusun dan desa lain dan atau tamu serta keluarga yang berkunjung di rumah peserta tertarik untuk mengadopsi M-KRPL. E. Penguatan Kelembagaan Kelompok Penguatan kelembagaan kelompok dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok dengan tujuan : (1) mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi; (4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotongroyongan); dan (5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompokkelompok masyarakat lainnya.
Penguatan kelembagaan kelompok dilakukan melalui
pelatihan. F. Kebun Bibit Desa Untuk menunjang ketersediaan bibit telah dibuat kebun bibit desa (KBD). Kebun bibit desa di tempatkan di rumah ketua kelompok tani dengan pertimbangan pekarangan agak luas, ada sumber air (sumur), dekat jalan raya, terletak ditengah-tengah anggota kelompok. Berbagai jenis tanaman terutama sayuran telah dibibitkan pada KBD meliputi terong, tomat, cabai, papaya, mentimun, kangkung, kacang panjang. Setelah benih tumbuh, bibit akan dikokker atau dipindahkan ke polybag kecil lalu disortir dengan pertumbuhan yang seragam untuk dipindahkan ke pekarangan-pekarangan peserta binaan untuk di tanam pada polybag ukuran besar, bambu betung yang telah diisi media tumbuh dan bedengan yang dibuat masing-masing binaan. Pemeliharaan dilakukan oleh setiap binaan sampai panen dilakukan.
7
Uraian hasil kegiatan program M-KRPL Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Tabel berikut dibawah ini. Tabel 2. Uraian Hasil Kegiatan M-KRPL Kabupaten Jeneponto, 2012. No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Uraian Hasil Kegiatan
Persiapan -Bahan dan alat, administrasi -Informasi, data lokasi -PRA desa / kelurahan -Seminar proposal Pembentukan klp. Sasaran -Kelompok wanita tani Sosialisasi -Pertemuan kelompok KWT -Pemda, Bappeda -Distan, Badan Ket. Pangan -Desa/Kel, Camat Desain Pekarangan -Sempit (untuk Polybag) -Sedang (Rak bambu) -Luas (bedengan, Rak,Pb.) Pelatihan -Budidaya sayuran -Pemeliharaan ternak -Pembuatan kolam ikan -Pembuatan kompos jerami Pembuatan Kebun Bibit Desa -Bak semai -Bedengan pesemaian -Para-para tempat bibit salur Pelaksanaan Lapangan -Semai benih BKD -Mengkokker bibit -Pembuatan Rak bamboo -Pengisian polybag -Pembuatan bedengan -Penanaman bibit 25 KK -Penyiraman -Pemupukan -Penyiangan -Pengendalian H/P
Target / Vol.
3X
1X
4X
3X
2X
3X
12 X
Waktu Pelaksanaan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Ket (%)
100
02/1 20/1 20/1 27/1
100
10/1
100
20/1 05/1 06/1 07/1
100
01/2 06/2 10/2
100
01/3 01/3 01/3 25/3
100
05/3 05/3 10/3
100
07/3 21/3 25/3 27/3 29/3
100 05/4 05/4 20/4 21/4 25/4
25/7 25/7
8
-Panen -Pasca panen 9.
Monitoring / Pemanduan -Semua tahapan kegiatan -Semua kegiatan awalakhir -Oleh Tim pelaksana
12 X
9.
Evaluasi Program -3 bulan I oleh Tim Evaluasi. -3 bulan II o/ Tim Evaluasi -3 bulan III o/ Tim Evaluasi Analisis Data / Pelaporan -Sementara (6 bln berjalan) -Lengkap (12 bln berjalan) Seminar Hasil Program
3 X
10 .
11 .
X
X
X
X
X
X
X
X X X
X
X
100
100
25/4 3 0 / 8
25 /1 2
2 X
100 29 /6
25 /1 2
1 X
30 /1 2
G. Sistem Agribisnis - Budidaya Sayuran Hampir semua jenis tanaman dapat ditanam dalam sistem vertikultur, pot dan bedengan, diantaranya bayam, kangkung, sawi, selada, kenikir, kemangi, kucai, seledri, cabai, tomat, terong, pare, kacang panjang, timun, oyong, dll. Namun demikian untuk budidaya vertikultur menggunakan wadah talang, bambu atauparalon yang dipasang secara horizontal, kurang cocok untuk sauran jenis buah seperti cabai, terong, tomat, buncis tegak, pare, dll. Hal tersebut disebabkan dangkalnya wadah pertanaman sehingga tidak cukup kuat menahan tumbuh tegak tanaman. Sayuran buah cocok untuk ditanam dalam pot, polybag atau paralon dan bambu yang ditegakkan sehingga dapat menampung media tanam dalam jumlah cukup banyak. Hal- hal yang harus diperhatikan dalam budidaya sayuran antara lain : Penyiapan Wadah Pertanaman Potong batang bambu/paralon sepanjang kurang lebih 120 cm, dengan pembagian 100 cm untuk wadah tanam dan 20 cm sisanya untuk ditanam ke tanah. 1. Bersihkan ruas antar bambu dengan menggunakan linggis, kecuali ruas paling bawah. Untuk ruas terakhir tidak dibobol keseluruhan, melainkan hanya dibuat sejumlah kubang kecil dengan paku untuk mengatur kelebihan air penyiraman. Jika menggunakan paralon, lakukan penutupan pada dasar paralon menggunakan tutup paralon sesuai ukuran paralon yang digunakan. 2. Buat lubang tanam di sepanjang bagian 100 cm dengan menggunakan bor, pahat atau pisau. Lubang dibuat secara selang seling pada keempat sisi bambu/paralon. Pada dua sisi yang saling berhadapan terdapat masing-masing tiga lubang tanam, 9
100
pada dua sisi lainnya masing-masing dua lubang tanam, sehingga didapatkan 10 ubang tanam secara keseluruhan. Setiap lubang bediameter kira-kira 1,5 cm dan berjarang 30 cm. 3. Selanjutnya bambu atau paralon ditanam dengan memasukkan 20 cm bagian bawah kedalam tanah.
Vertikultur dari Talang Sistem Rak Langkah-langkah pembuatan unit vertikultur sistem rak adalah sebagai berikut: 1. Buat serangkaian rak dengan tinggi kira-kira 1 m, lebar 1 m, panjang sesuai kebutuhan, 2. Atur empat rangkaian rak secara berundak, dengan jarak antara undakan adalah kira-kira 30 cm, dan lebar masing-masing rak adalah 25-30 cm, 3. Potong talang air dengan ukuran sesuai rangka rak yang dibuat, lalu masing-masing ujung talang ditutup menggunakan penutup talang lalu dilekatkan menggunakan lem secara permanen, 4. Lubangi dasar talang dengan bor atau pisau, diameter lubang kurang lebih 1 cm dan jarak anatar lubang berkisar 15-20 cm, 5. Isi talang menggunakan media tanam yang telah disiapkan, dan lakukan penyusunan pada rak.
Gambar 1. Vertikultur Rak dari Talang Bambu
Wadah Pot Jenis pot yang digunakan dapat berupa pot plastic, ember, kaleng, pot gerabah, polybag, dll. Pada prinsipnya wadah atau pot tersebut dapat menampung media tanam dalam jumlah yang cukup. Untuk tanaman sayuran daun, volume media tanam yang digunakan minimal seberat 1 kg, sedangkan untuk sayuran buah berkisar 3-20 kg. Apabila belum adalah lubang, maka lakukan pelubangan pada dasar pot dalam jumlah yang cukup banyak guna mengatur kelebihan air penyiraman.
10
Gambar 2. Penanaman dalam polybag
Wadah Bedengan Bedengan digunakan sebagai tempat penanaman. Tujuaanya, untuk mencegah agar tanaman tidak tergenang air pada musim hujan. Panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan, untuk mempermudah perawatan dan pembuangan air. dibuat 110-120 cm karena digunakan untuk dua baris tanaman.
Lebar bedengan Tinggi bedengan
disesuaikan dengan musim. Bedengan dibuat lebih tinggi pada musim hujan dengan tujuan agar perakaran tanaman tidak terendam air dalam waktu yang lama dan pembuangan airnya lancar. Untuk
mempermudah
pekerjaan,
sebaiknya
membuat
plot
terlebih
dahulu
menggunakan tali raffia sesuai dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi bedengan yang kita kehendaki. Gunakan cangkul untuk membentuk bedengan. Caranya, naikkan tanah diluar plot untuk bedengan, sekaligus haluskan tanah dan ambil sisa-sisa rumput, batu, kerikil dan kotoran lain yang dapat mengganggu tanaman.
Gambar 3. Contoh Penanaman dengan Bedengan.
11
Penyiapan Media Tanam Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah, pupuk kandang atau kompos dan sekam bakar yang telah dihilangkan bongkahannya atau disaring menggunakan saringan kawat berdiameter 0,5-1 cm. Perbandingan media tanam yang digunakan adalah 1 bagian tanah, 1 bagian pupuk kandang atau pupuk kompos, dan 1 bagian sekam bakar. Namun demikian yang penting bahan organik dan sekam yang ditambahkan cukup banyak sehingga media cukup subur. Pembibitan Wadah pembibitan berupa tray, khusus pembibitan lain seperti baki plastik, pot plastik, kotak dari kayu, kantong plastik, polybag, dll. Media pembibitan yang digunakan sama seperti di atas namun perlu lebih halus dengan menghindari bongkahan atau kerikil dengan cara disaring menggunakan saringan kawat berdiameer lubang 2-5 mm. Pembibitan umumnya dilakukan untuk benih-benih yang berukuran kecil dan berharga relative mahal seperti sawi, selada, cabai, tomat, dll (kecuali bayam karena bayam umumnya ditanam langsung). Sementara itu, benih berukuran besar umumnya ditanam langsung dalam wadah pertanaman. Langkah-langkah penanaman bibit atau benih : 1. Buat lubang kecil pada media tanam di dalam tray dengan kedalaman 0,5-1 cm dengan menggunakan lidi atau kayu kecil. Untuk benih yang dibibitkan dalam wadah pembibitan yang lebar dilakukan dengan cara menebar secara merata benih pada permukaan media tanam atau membuat lubang tanam dengan jarak ± 1 cm. 2. Masukkan benih ke dalam lubang tanam dan ditutup tipis menggunakan kompos atau pupuk kandang halus. Lalu benih ditutup menggunakan pupuk kandang atau kompos halus dengan ketebalan 0,5-1 cm. 3. Tebarkan furadan (apabila diperlukan) di permukaan media pembibitan sesuai aturan yang ada di kemasannya. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari serangan hama berupa semut atau ulat tanah. 4. Lakukan penyiraman dengan hati-hati hingga media pembibitan basah secara merata. Penyiraman dilakukan 2-3 hari sekali pada saat benih baru ditanam atau bibit kecil, pada saat bibit tyumbuh agak besar, lakukan penyiraman sekali sehari. 5. Letakkan wadah pembibitan
pada tempat yang terlindung dari deraan hujan secara
langsung namun terena sinar matahari cukup, misalnya di bawah sungkup atau rumah plastik.
12
6. Setelah bibit memiliki daun sempurna 2 lembar, lakukan pemindahan bibit pada wadah pembibitan tunggal, misalnya polybag berdiameter 10 cm atau pot kecil bekas kemasan aqua gelas. Lakukan pemeliharaan seperti biasa hingga siap pindah tanam.
Gambar 5. Proses Pembibitan Sayuran. 4. Penanaman Penanaman di dalam rak vertikultur atau pot dilakukan stelah bibit memiliki daun sempurna 3-5 helai. Langkah-langkah penanaman adalah : 1. Pilih bibit yang sehat, tidak cacar, dan seragam 2. Buat lubang tanam seukuran wadah bibir. Pada system vertikultur rak berjenjang, jarak tanam berkisar 10-15 cm. Pada system pot, jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 1 tanaman per pot pada pot berukuran 3-10 kg, sedangkan untuk pot berukuran lebih besar jumlah tanaman bekisar 2-3 tanaman, khususnya untuk sayuran buah merambat seperti pare timun, oyong, dan tanaman sejenis lainnya. 3. Keluarkan
bibit
secara
hati-hati
dengan
cara
menggunting
wadah
atau
membalikkan wadah sedemikian rupa sehingga media dan perakaran bibit tidak terganggu. 4. Masukkan bibit ke dalam lubang tanam, selanjutnya tutup lubang tanam menggunakan media tanam yang sebelumnya dikeluarkan pada saat membuat lubang tanam. 5. Lakukan penyiraman hingga media tanam menjadi basah secara merata.
13
5. Pemupukan
Sayuran Organik Untuk sayuran yang dibudidayakan secara organik, jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk kompos, baik berbentuk curah maupun granul. Pemberian pupuk dilakukan pada saat pembuatan media tanam dengan menambah volume pupuk kompos atau pupuk kandang lebih banyak dalam media tanam, misalnya 2 atau 3 bagian dibandingkan tanah dan sekam. Pupuk susulan dapat berupa pupuk organik cair yang telah tersedia di toko-toko sarana pertanian atau dengan cara membuat sendiri. Intensitas pemberian pupuk organik biasanya dilakukan 3-7 hari sekali dengan cara melarutkan 10-100 ml pupuk dalam 1 liter air dan disiramkan secara merata pada media tanam. Pada sayuran buah, disebabkan masa pertumbuhan yang lebih panjang, maka selain pemberian pupuk organik cair juga dapat dilakukan pemberian pupuk susulan berupa pupuk kandang atau pupuk kompos settiap 30 hari sekali sebanyak 50-100 g atau2-3 genggam pupuk per tanaman. Pembuatan pupuk organik cair (POC) dapat dilakukan dengan menggunakan bahan dan alat sebagai berikut : (1) ember atau gentong plastik berukuran 50 lt, (2) kantong kain, (3) pupuk kandang atau kompos atau kascing 5 kg, (4) molase 2 lt, (5) EM 100 ml, dan (6) air 40 lt. Langkah-langkah membuat POC adalah sebagai berikut : 1. Masukkan air sebanyak 40 lt ke dalam ember atau gentong plastik, 2. Tambahkan molase sebanyak 2 lt, lalu aduk hingga merata, 3. Masukkan inokulum EM sebanyak 100 ml, lalu adukhingga merata, 4. Masukkan pupuk kandang.kompos.kascing sebanyak 5 kg ke dalam kantong kain, ikat bagian mulut kantong sebagaimana kantong the, lalu masukkan ke dalam ember atau gallon plastik dengan posisi menggantung, 5. Tutup dan kunci tutup ember atau gallon plastik menggunakan lem atau lakban dengan rapat, 6. Pupuk dapat dipakai setelah 3 minggu, kematangan pupuk ditandai dengan bau yang khas hasil fermentasi (seperti bau tape).
14
Sayuran Non Organik Untuk budidaya non organik, pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk kimia seperti pupuk majemuk NPK; campuran pupuk tunggal urea, TSP, dam KCl masing-masing satu bagian; atau pupuk pelengkap cair. Jenis pupuk kimia tersebut banyak tersedia di toko sarana dan prasarana pertanian ataupun kios-kios tanaman hias. Pemupukan dapat dilakukan dengan cara menaburkan pupuk sebanyak ½ -1 sendok the disekitar permukaan tanaman. Setelah pupuk ditaburkan, maka harus segera dilakukan penyiraman tanaman untuk menghindari efek negatif kegaraman pupuk kimia terhadap tanaman. Pemupukan susulan dapat dilakukan dengan cara melarutkan 1 sendok pupuk NPK atau campuran pupuk urea, TSP, dan KCl ke dalam 10 liter air. Lalu siramkan secara merata pada media tanam.Pengulangan dapat dilakukan setiap 3 atau 7 hari sekali. 6.
Penyiraman Intensitas penyiraman sangat tergantung pada volume media tanam, populasi
tanaman, dan fase pertumbuhan tanaman. Semakin kecil volume media tanam atau semakin besar ukuran tanaman serta populasinya, maka intensitas penyiraman harus lebih sering. Namun demikian, oenyiraman umumnya dilakukan 1 sampai 2 kali sehari. Perlakuan penyiraman harus benar-benar diperhatikan pada saat fase pembungaan dan pembesaran buah. Keterlambatan penyiraman akan menyebabkan bunga atau bakal buah menjadi rontok. Penyiraman harus dilakukan secara hati-hati dengan menggunakanalat siram berupa gembor atau slang plastik yang telah diberi nozel penyiraman pada ujungnya. 7.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Sayuran Organik Pengendalian Hama. Pengendalian hama dapat dilakukan secara fisik dengan cara membunuh atau membuang hama yang terdapat pada tanaman dan media tanam atau dapat juga secara kimiawi dengan insektisida nabati. Insektisida nabati telah banyak dijual di kios-kios pertanian. Apabila memungkinkan, pestisida nabati dapat dibuat sendiri dengan menggunakan sumberdaya yang terdapat di dapur dan pekarangan. Contoh teknis pembuatan pestisida nabati adalah sebagai berikut : -
Ekstrak Daun Nimba, Tembakau, Brotowali Bahan-bahan: Daun mindi atau nimbi 100 g, tembakau 2 g, brotowali 2 g, dan buah mengkudu 1 buah kg.
15
Cara membuat : 1) Semua bahan dihaluskan dengan cara ditumbuk, diblender atau dicacah secara terpisah, 2) Tempatkan semua bahan dalam satu wadah, lalu tambahkan air sebanyak 1 liter, 3) Tutup rapat wadah, lalu fermentasikan atau diamkan selama satu minggu, 4) Saring bahan pestisida menggunakan kain halus, lalu siap digunakan, 5) Sebelum digunakan, encerkan perstisida nabati tersebut menggunakan air dengan perbandingan 1:10 liter. -
Ekstrak Daun Sirsak Bahan-bahan : Daun sirsak 10 lembar, serai 1 batang, bawang putih 1 siung, sabun colek 2 g. Cara membuat : 1) Daun sirsak, serai, dan bawang putih dihaluskan, 2) Tambahkan 1 liter air, lalau simpan selama 2 hari, 3) Saring larutan, 4) Untuk aplikasi, 1 liter larutan dicampur dengan 10-15 liter air, 5) Larutan siao diaplikasikan.
-
Ekstrak Sirih dan Tembakau Bahan-bahan : Daun sirih 10 lembar, daun tembakau 5 lembar atau satu batang tembakau rokok, sabun colek seujung jari, air 1 lt. Cara membuat : 1) Daun sirih dan daun tembakau ditumbuk halus, 2) Bahan dicampur dengan air dan diaduk hingga rata, 3) Bahan didiamkan selama satu malam, 4) Saring larutan, kemudian encerkan (ditambah dengan 50-60 air), 5) Larutan siap digunakan. Pengendalian
Penyakit.
Pengendalian
penyakit
dapat
dilakukan
dengan
memberikan agensia hayati. Agensia hayati secara terbatas telah mulai tersedia di kios-kios pertanian. Apabila tidak tersedia agensia hayati, pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan cara memusnahkan tanaman terserang sehingga tidak menulari tanaman lainnya. Untuk penyakit virus yang penyebarannya diperantarai serangga, diantaranya kutu pucuk atau kutu daun, maka pengendalian dapat dilakukan dengan cara menghalangi serangan serangga vektor melalui aplikasi pestisida nabati.
16
Sayuran Non Organik Untuk sayuran non organic, maka pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan menggunakan pestisida kimia (insektisida dan fungisida) sesuai cara dan dosis anjuran. Namun demikian, diingatkan bahwa aplikasi pestisida kimia pada tanaman pekarangan sebaiknya dihindari karena besarnya resiko terhadap anggota keluarga, khususnya anakanak. Sebaiknya dilakukan secara mekanik dan era-dikatif. 8. Penyinaran Matahari Faktor penentu lainnya dalam budidaya sayuran dipekarangan adalah penyinaran matahari. Tanaman sayuran merupakan jenis tanaman yang menginginkan penyinaran matahari penuh. Apabila intensitas matahari tidak mencukupi maka tanaman akan mengalami etiolasi atau tumbuh memanjang dan kurus. Beberapa jenis tanaman, seperti terong dan cabai rawit cukup toleran dengan kurangnya sinar matahari, namun sebagian besar sayuran daun dan buah yang lain sangat sensitive dengan kurangnya intensitas penyinaran. 9. Panen Sebagian sayuran daun dan bumbu dapat dilakukan panen secara berulang, diantaranya adalah kangkung, kemangi, kenikir, kucai, seledri. Pemanenan sayuran tersebut dilakukan dengan memotong batang atau pucuk untuk kangkung, kemangi, kenikir, dan kucao, sedangkan seledri dipanen dengan cara memotong daun yang sudah cukup tua. Sebagian sayuran lainnya dipanen hanya sekali dengan cara mencabut tanaman beserta akarnya, diantaranya bayam, sawi, selada, dll. Sementara itu, sayuran buah, umumnya dipanen secara bertahap sesuai dengan fase pematangan
buah
atau
sesuai
keinginan.
Pemanenan
sayuran
buah
sebaiknya
menggunakan gunting atau pisau tajam, kecuali cabai, yang dapat dipanen menggunakan tangan dengan cara menarik buah berlawanan arah dengan arah buah. - Pengolahan Hasil Pengolahan hasil terutama ditujukan untuk sayuran buah dan buah-buahan. Tujuanya untuk menambah nilai ekonomis. Misalnya pengolahan buah pepaya dan mangga menjadi manisan atau pengolahan tomat menjadi jus tomat.
Pelaksanaan M-KRPL di
kabupaten Jeneponto belum sampai pada tahap pengolahan hasil, oleh karena hasil tanaman sayuran yang di panen untuk sementara hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga saja.
Kedepannya diharapkan produksi yang dicapai lebih meningkat sehingga
hasilnya selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga dapat diolah sehingga bernilai ekonomis dan dapat menambah penghasilan keluarga.
17
- Pemasaran Salah satu tujuan M-KRPL adalah Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat secara lestari dalam serta mengembangkan kegiatan ekonom produktif keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. Untuk mencapai tujuan ekonomi keluarga yang produktif maka hasil dari M-KRPL seharusnya ada yang dipasarkan untuk menambah penghasilan keluarga. Produksi sayuran dan buah dari KWT Sunggu Matene untuk saat ini belum ada yang bisa dipasarkan. Kendala yang dihadapi antara lain produksi masih rendah dan pasar. Belum terjalin kemitraan dengan pedagang sayur keliling maupun dengan pedagang pengumpul.
Volume hasil yang masih rendah
membuat anggota KWT merasa berat untuk menjualnya ke pasar, sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak dibagikan kepada tetangga atau kerabat yang kebetulan datang berkunjung. H. PPH (Pola Pangan Harapan) Nilai atau skor PPH yang diperoleh mencerminkan tingkat keragaman konsumsi rumah tangga yang meliputi sembilan bahan pokok. Hasil perhitungan PPH untuk Kelompok binaan KWT Sunggu Matene sesudah kegiatan M-KRPL dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) KWT Sunggu Matene Peserta M-KRPL Desa Bonto Matene, Kab. Jeneponto No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Rosmini Hamida Hj.Sia Husniah Hanawiah Bungania Sawa Sri Rahayu Hasni St.Sarifa Nurbaeti Rahmatia Rahmatia R Subaeda H.Lija Mantang Mardiana Salasia Nurlina, Spt Nursyamsi Rata-Rata
Skor PPH 85,61 83 63.8 88,84 84,8 74,7 78,96 63.90 75.04 63,21 76,2 73,1 88,9 81,05 75.85 70 57,25 55,07 69,62 58,78 73,38
18
Rata-rata Skor PPH yang diperoleh sebesar 73,38. Nilai ini masih lebih rendah dari perolehan nilai PPH secara nasional tahun 2009 yaitu 75,7. Meskipun demikian beberapa keluarga memiliki skor PPH diatas 80.
Hal ini menunjukkan bahwa program M-KRPL telah
dapat meningkatkan keragaman konsumsi pangan terutama pada kelompok sayur dan buah. Rendahnya nilai PPH yang diperoleh pada beberapa keluarga binaan disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain : 1) pada saat survei dilakukan kebanyakan tanaman sudah
tidak produktif lagi disebabkan karena kekeringan dan tanaman buah belum menghasilkan. 2) Tanaman hasil KRPL belum ada yang dipasarkan, sehingga belum dapat menambah penghasilan rumah tangga yang dapat digunakan untuk membeli kebutuhan pangan lain. 3) M-KRPL yang dikembangkan belum mengelola pengadaan kebutuhan protein seperti kolam ikan atau ternak ayam/kambing, Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut kelompok binaan masih harus membeli. 4) Kegiatan M-KRPL bersamaan dengan saat panen sehingga waktu terbagi, banyak peserta yang kurang memperhatikan tanaman karena sibuk panen padi. Faktor lainnya mungkin disebabkan oleh jumlah anggota rumah tangga yang banyak sehingga total energi yang diperoleh per individu juga rendah. Peritungan skor PPH dapat dilihat pada Lampiran 2. Program M-KRPL berpeluang sangat besar untuk dikembangkan di Kab. Jeneponto, hal ini terlihat dari keaktifan dari para peserta binaan dalam merespon kegiatan dalam program M-KRPL. Diharapkan untuk pengembangan ke depan program ini mampu meningkatkan nilai skor PPH masyarakat secara keseluruhan, tentu dengan dukungan teknologi dan dukungan dari stakeholder yang terkait. Melalui program M-KRPL diharapkan pengeluaran rumah tangga juga akan berkurang terutama pengeluaran yang berhubungan dengan kebutuhan pangan umbi-umbian, sayur dan buah serta pangan hewani. Pengeluaran rumah tangga binaan KRPL kab. Jeneponto dapat dilihat pada Tabel 4. Umumnya kebutuhan untuk umbi-umbian diperoleh dari kebun sendiri, belum dari KRPL karena belum menghasilkan. Sebahagian besar keluarga binaan memperoleh sayur terutama bayam, terong dan cabe dari kebun KRPL, meskipun dalam jumlah sedikit karena sudah banyak tanaman yang mati akibat kekeringan.
Menurut
pengakuan keluarga binaan, pada saat kebun KRPL dalam masa produktif (belum kekeringan) kebutuhan sayur keluarga sudah terpenuhi, bahkan ada yang dibagikan ke tetangga dan keluarga di dusun atau desa lain. Pengeluara rumah tangga dapat berkurang 5-15.000 per hari.
19
Tabel 4. Pengeluaran Rumah Tangga Binaan Peserta M-KRPL, Desa Sunggu Matene Kab.Jeneponto, 2012 Nama Anggota
Padipadian
Umbiumbian
9700
0
12000
0
Pangan hewani
Minyak dan lemak
Buah/biji Berminyak
Kacangkacangan
11087
451
0
3000
14887
2000
0
3000
Sayur dan Buah
Lain-lain
975
7500
12687
600
8200
13455
Gula
Total Pengeluaran
Per Kapita
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Rosmini Hamida Hj.Sia Husniah Hanawiah Bungania Sawa Sri Rahayu Hasni St.Sarifa Nurbaeti Rahmatia Rahmatia R Subaeda H.Lija Mantang Mardiana Salasia Nurlina, Spt Nursyamsi Jumlah Rata-Rata
3000
0
9886.9
0
1800
0
312
13400
13893
9000
0
10000
3750
0
0
1248
8950
2127.5
4200 10000
0 0
4795 4086.3
1800 4900
0 0
0 0
800 1100
7175 4400
10104 7495
6700
0
5287.5
200
0
1500
780
3600
4292
3300
0
4200
1500
0
1500
120
6000
11390
4500
0
6785.9
3750
0
4750
1186
5400
16784
3850
0
7378
1500
0
500
546
4800
13746
3600
0
9500
3000
0
3750
780
8050
11458
45399.35 54141.85 45099.35 46307.5 36073.5 41881.25 29379.5 29090 53829.95 37233.5 47157.5 33436.425
11349.84 7734.55 11274.84 11576.88 12024.5 8376.25 9793.167 14545 13457.49 18616.75 11789.38
8500
0
4793.4
3750
0
0
300
6800
6593
4200
0
7000
3750
0
0
838
7200
11883
42412.5
10603.13
9000
0
11073
1500
3750
0
520
3000
1519
35041.5
5840.25
3000
0
10420
3750
0
5000
3084
6240
13570
72820
18205
12000
0
13788
0
1500
1500
600
7050
23908
65745.75
9392.25
2000
0
5000
3000
0
0
1248
6000
23133
51613.25
25806.63
2000
0
17325
3750
0
0
1200
3200
22683
50157.5
25078.75
1800
0
4298
3000
0
0
1200
3950
23323
37571.25
18785.63
7500
0
10788
3750
0
0
360
5000
6850
37487.5
4685.938
119850
0
172377
48650
7050
24500
17827
125915
250891
891878.925
254508.9
5992.5
0
16417
4865
705
2333.333
13542
11992
23894
84940.85
24238.95
5572.738
20
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan 1. Pola pemanfaatan pekarangan di kab.Jeneponto mengikuti model RPL dengan desain pekarangan sempit dalam bentuk model budidaya dalam polybag/pot, budidaya dalam bedengan dan rak (Bambu/pipa/talang) untuk desain pekarangan sedang serta model budidaya dalam pot/polybag, rak, tanam langsung dan bedengan untuk tipe pekarangan luas. 2. Pola Pangan Harapan beberapa keluarga pelaksana KRPL meningkat seiring dengan meningkatnya keragaman konsumsi pangan terutama pangan umbi-umibian, sayur dan buah 3. Pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga dengan adanya M-KRPL berkurang 515 000 atau 100-200 ribu per bulan. 4. Saran
1. Untuk mewujudkan swasembada dan kemandirian serta ketahanan pangan nasional, diperlukan perangkat kebijakan yang mengarah pada perbaikan implementasi
sistem
agribisnis
bahan pangan.
Disamping
itu
laju
pertumbuhan produksi bahan pangan nasional harus dipacu pertahun secara bertahap mengikuti laju pertumbuhan penduduk, terutama pada komoditas yang bernilai ekonomi. 2. Diharapkan dukungan dan komitmen yang kuat dari Pemerintah Daerah Kab. Jeneponto untuk mempercepat adopsi Model Kawasan Rumah Pangan Lestari melalui kebijakan pemerintah yang mendorong masyarakat kab. Jeneponto untuk lebih menggiatkan pemanfaatan pekaranagan menuju kemandirian pangan.
21
V. DAFTAR PUSTAKA Badan Ketahanan Pangan (BKP). 2010. Perkembangan Situasi Konsumsi Penduduk di Indonesia. Husnah, N. dan Farida Arief B., 2012. Kawasan Rumah Pangan Lestari dan Perkembangannya di Sulawesi Selatan. Publikasi Populer. BPTP Sulawesi Selatan. Kementerian Pertanian, 2011. Pedoman umum model kawasan rumah pangan lestari. Jakarta 42 Hlm. Mardiharini, M. dkk., 2011. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. Rachman, Handewi .P.S. dan M. Ariani. 2007. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan Program. Makalah pada “Workshop Koordinasi Kebijakan Solusi Sistemik Masalah Ketahanan Pangan Dalam Upaya Perumusan Kebijakan Pengembangan Penganekaragaman Pangan“, Hotel Bidakara, Jakarta, 28 November 2007. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Saliem H.P. 2011. Kawasan rumah pangan lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan. 10 hlm. Sastro, Y., 2011. Budidaya Sayuran di Pekarangan Sempit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta. Simatupang, P. 2006. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Ketahanan Pangan Wilayah. Makalah Pembahas pada Seminar Nasional “Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Sebagai Penggerak Ketahanan Pangan Nasional” Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB dan Universitas Mataram, Mataram 5 – 6 September 2006.
22
VI. DOKUMENTASI KEGIATAN
Gambar 1 : Pelatihan Budidaya Sayuran pada KWT Sunggu Matene Pelaksana M-KRPL Kab.Jeneponto
Gambar 2 : Penjelasan tentang pemeliharaan bibit sayuran di KBD, Dusun Sunggu Areng,Kab.Jeneponto
23
Gambar 3. Kondis Bibit tanaman di Kebun Bibit Desa, M-KRPL kab. Jeneponto
24
Gambar 4. Pertanaman di Bedengan dan Polibag, M-KRPL Kab. Jeneponto
25
26