UNDIP PRESS
KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI Qanytah dan Trie Reni Prastuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo-Ungaran 50501. Email:
[email protected]
ABSTRAK Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) merupakan himpunan dari rumah tangga yang memanfaatkan pekarangan dengan prinsip ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil pekarangan yang dikelola dengan baik, hasilnya dapat dijual sebagai sumber pendapatan keluarga baik dalam bentuk segar maupun olahannya. Pengolahan hasil sayuran produksi MKRPL telah mulai berkembang di beberapa lokasi MKRPL termasuk di Kabupaten Boyolali. Berbagai jenis keripik sayuran diproduksi seperti keripik bayam, keripik seledri, paru singkong, dan belut singkong. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan usaha berbagai jenis keripik sayuran yang diproduksi. Pengkajian dilakukan di Desa Seboto, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali pada bulan September 2012. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa secara ekonomi pengembangan usaha pengolahan keripik sayuran di lokasi kajian untuk semua jenis produk layak untuk dikembangkan, dengan nilai R/C ratio mencapai 1,20 untuk keripik bayam, 1,16 untuk keripik seledri, 1,08 untuk paru singkong, dan 1,14 untuk belut singkong. Pengolahan keripik bayam merupakan usaha yang paling menguntungkan dibanding 3 jenis keripik lainnya. Kata kunci: keripik, sayuran, finansial, pekarangan
PENDAHULUAN Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pemenuhan kebutuhan pangan suatu individu merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Ketahanan pangan adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata, dan terjangkau (BBKP, 2003). Beberapa hasil kajian menunjukkan persediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga, atau individu. Berkaitan dengan hal ini, diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Salah satu upaya untuk mendukung hal tersebut adalah aktualisasi kembali optimalisasi lahan perkarangan untuk menghasilkan beraneka ragam bahan pangan,
438
baik bahan pangan sumber karbohidrat, protein maupun vitamin dan mineral, di tingkat rumah tangga. Berkaitan dengan hal tersebut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian sejak awal Pebruari 2011 telah menginisiasi model pengembangan kemandirian pangan setingkat wilayah desa/dusun dan rumah tangga berbasis optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal lahan pekarangan yang dikenal dengan nama Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL). MKRPL merupakan himpunan dari rumah tangga yang memanfaatkan pekarangan dengan prinsip ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
(Kementerian Pertanian, 2011). Dalam MKRPL dikembangkan berbagai jenis tanaman produktif dan ternak. Untuk tanaman antara lain dikembangkan berbagai jenis sayur, buah, tanaman pangan, maupun biofarmaka. Sedangkan ternak, dapat berupa budidaya lele, ayam, dan kambing. Pengembangan berbagai jenis komoditas tersebut tergantung luasan lahan yang tersedia di pekarangan. Seiring dengan perkembangan luasan wilayah pengembangan MKRPL di suatu desa, hasil produksi tanaman terutama sayuran dari pekarangan pun semakin banyak, berlimpah, dan beragam. Kondisi ini membuka peluang pemanfaatan hasil sayuran dari pekarangan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga namun juga dapat menambah pendapatan keluarga dengan menjual hasil sayuran baik dalam bentuk segar maupun olahannya. Pemasaran sayuran segar untuk pasar tradisional umumnya dijual dalam bentuk curah. Namun demikian untuk meningkatkan nilai jual dan adanya tuntutan konsumen akan produkproduk sayuran dengan kualitas pilihan menuntut penanganan sayuran secara khusus. Untuk mendapatkan kualitas sayur yang prima sebelum didistribusikan ke pasar, dibutuhkan suatu kondisi yang optimal dalam penyimpanannya dengan menggunakan kemasan tertentu, karena produk sayuran merupakan komoditas berumur pendek dan mudah rusak, sehingga perlu ditangani dengan baik dan segera. Salah satu upaya penangangan sayuran yang dapat memperpanjang umur simpannya adalah dengan cara pengolahan yaitu diolah menjadi berbagai jenis keripik sayuran. Usaha pengolahan ini merupakan peluang usaha pemanfaatan hasil pekarangan yang dapat menambah pendapatan keluarga. Peluang ini telah dimanfaatkan oleh beberapa warga masyarakat di Desa Seboto, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Berbagai jenis keripik sayuran telah diproduksi seperti keripik bayam, keripik seledri, paru singkong, dan belut singkong. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan usaha berbagai jenis keripik sayuran yang diproduksi. METODE Kajian dilakukan pada usaha pengolahan
keripik sayuran skala rumah tangga yang dikelola oleh Kelompok Wanita Tani Krida Wanita di Desa Seboto, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali pada bulan September 2012. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan pelaku usaha dengan menggunakan kuesioner. Analisis kelayakan finansial usaha pengolahan keripik sayuran dilakukan terhadap produk keripik bayam, keripik seledri, paru singkong, dan belut singkong. Alat analisis yang digunakan dalam menghitung kelayakan investasi meliputi: Benefit Cost Ratio (B/C), titik impas produksi dan titik impas harga (Nitisemito dan Burhan, 1995). Penyusutan modal investasi dihitung dengan Metode Garis Lurus (MGL) dengan nilai sisa (salvage value) dianggap nol. Secara matematis, perhitungan kelayakan usaha dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Revenue Cost Ratio (R/C) R/C
=
TR TC
Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (biaya total) Analisis titik impas/break event point (BEP) BEP (Q)=
TFC P – VC
BEP (Rp)
=
TFC 1 – (VC/TR)
Keterangan: BEP (Q) = titik impas produksi BEP (Rp) = titik impas harga TFC = total biaya tetap VC = biaya variabel P = harga jual per unit HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Karakteristik Pelaku Usaha Keripik Sayuran Tabel 1 menyajikan karakteristik dua pelaku usaha keripik sayuran di Desa Seboto. Usaha pengolahan keripik sayuran di Desa Seboto merupakan rintisan awal yang baru dimulai sejak bulan Desember 2011 setelah pelaku usaha mengikuti pelatihan dan study banding tentang usaha pengolahan keripik sayuran. Kedua pelaku usaha juga memiliki beberapa pengalaman
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
439
UNDIP PRESS
pelatihan diantaranya adalah pelatihan pembuatan manisan, pelatihan pengemasan dan pemasaran, pelatihan pengolahan umbi-umbian, dan pelatihan pengolahan hasil ternak. Pelatihan diberikan kepada pelaku usaha adalah dalam rangka pembinaan dan pengenalan usaha secara menyeluruh dari hulu hingga ke hilir, dari mulai penanganan pasca panen, pengemasan, dan pemasaran. Pelatihan biasanya difasilitasi oleh dinas terkait dengan narasumber berasal dari dinas tersebut, dinas terkait lainnya, perguruan tinggi, atau peneliti-peneliti dari Balai Penelitian setempat. Pelatihan juga biasanya diikuti dengan introduksi alat-alat atau teknologi penanganan pasca panen untuk menunjang usaha kelompok. Selain pelatihan dan introduksi alat-alat penanganan pasca panen, pembinaan kepada pelaku usaha juga biasanya disertai dengan bantuan atau suntikan modal untuk pengembangan usaha.
2. Proses Pengolahan Keripik Sayuran Penanganan pasca produksi suatu komoditas dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu penanganan pasca panen (post harvest) dan pengolahan (processing). Penanganan pasca panen sering disebut pengolahan primer (primary processing), mencakup semua tindakan mulai dari panen sampai produk dapat dikonsumsi segar atau merupakan tahap persiapan untuk pengolahan lebih lanjut. Sedangkan pengolahan (secondary processing) adalah tindakan yang mengubah hasil pertanian ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan agar produk yang dihasilkan memiliki umur simpan yang lebih panjang atau dapat tahan lebih lama, mencegah perubahan yang tidak dikehendaki, atau untuk penggunaan lain. Dalam kajian ini, proses pengolahan keripik sayuran termasuk secondary processing yang mengubah hasil pertanian ke kondisi lain atau
Tabel 1. Karakteristik Pelaku Usaha Keripik Sayuran Di Desa Seboto Srimulat Tatik
Uraian Jenis produk yang dihasilkan
keripik bayam, keripik seledri, keripik kenikir
keripik bayam, keripik seledri, belut daun singkong, paru daun singkong, keripik kenikir
Pengelola usaha
individu; dipasarkan secara individu; dipasarkan secara kelompok kelompok
Usia pelaku usaha
40 tahun
38 tahun
Motivasi/latar belakang potensial, tertarik setelah usaha ikut pelatihan
potensial, tertarik setelah ikut pelatihan
Pengalaman usaha
1 tahun
1 tahun
Dukungan pemerintah
bantuan alat berupa sealer, bantuan dana
bantuan alat berupa selaer
Kedua pelaku usaha keripik sayuran mengelola usaha secara sendiri, namun produk yang dihasilkan kemudian dipasarkan secara berkelompok melalui KWT Krida Wanita. Jenis produk yang dihasilkan adalah keripik bayam, keripik seledri, belut daun singkong, paru daun singkong, dan keripik kenikir. Dukungan yang diterima dari pemerintah untuk pengembangan usaha mereka belum banyak hanya berupa sealer dan uang tunai sebesar Rp 500.000.
440
bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama disamping untuk memberikan nilai tambah bagi produk sayuran tersebut. Secara teknis terdapat variasi tujuan pengolahan, baik karena perbedaan karakter fisik komoditas maupun tujuan pemanfaatan produk. Oleh karena itu, tahapan produksi untuk komoditas yang berbeda juga dapat bervariasi. Tahapan proses produksi dan bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan keripik sayuran akan mempengaruhi harga jual keripik sayuran yang dihasilkan, dan selanjutnya akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh oleh
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
pelaku usaha. Secara umum, proses pengolahan keripik sayuran adalah sebagaimana pada (Gambar 1). Perbedaan cara pengolahan adalah dalam pembuatan belut daun singkong dan paru daun singkong. Namun secara umum bahanbahan yang digunakan tidak banyak berbeda.
Gambar 1. Cara Pengolahan Keripik Sayuran. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan keripik sayuran pada umumnya mudah diperoleh, sehingga tidak ada kendala dalam proses pengolahannya terkait ketersediaan
bahan baku. Bahan baku utama pembuatan keripik sayuran diantaranya adalah sayuran (bayam, daun singkong, kenikir, dan seledri), tepung beras, tepung tapioka, bumbu, telur, dan minyak goreng. Rata-rata biaya bahan baku yang dikeluarkan untuk satu ikat sayuran adalah berkisar antara Rp. 23.000 sampai Rp 25.000. Sedangkan hasil produksi untuk setiap ikat sayuran rata-rata sebesar 1,8 kg. 3. Analisis Finansial Usaha Pengolahan Keripik Sayuran Analisis finansial pada usaha pengolahan berbagi jenis keripik sayuran perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha secara ekonomis. Pada perhitungan analisis kelayakan usaha, penyusutan modal investasi dihitung dengan Metode Garis Lurus (MGL) (Nitisemito dan Burhan, 1995), dengan nilai sisa (salvage value) dianggap nol. Asumsi yang digunakan adalah masa pakai alat/mesin pengolahan dapat mencapai lima tahun, sedangkan hari kerja efektif diasumsikan mencapai 200 hari kerja per tahun. Hasil perhitungan analisis finansial usaha pengolahan berbagai jenis keripik sayuran di Desa Seboto disajikan pada ( Tabel 2. ) Harga sayuran yang digunakan sebagai
Tabel 2. Analisis Kelayakan Usaha Berbagai Keripik Sayuran Di Desa Seboto Keripik Keripik Paru Uraian Bayam Seledri Singkong A. B.
C.
D. E. F. G.
INVESTASI (alat, mesin, dan gedung) ( Rp ) TOTAL BIAYA Penyusutan alat, mesin, dan gedung per tahun ( Rp ) Tenaga Kerja per tahun Biaya Bahan Baku: ( Rp ) - Sayuran - Tepung terigu, tapioka, atau tepung beras - Bumbu-bumbu Biaya lain-lain PENDAPATAN ( Rp ) (produksi x harga) - Produksi (kg) - Harga produk (Rp/kg) KEUNTUNGAN (C-B) ( Rp ) BEP Harga (Rp/kg) BEP Produksi (Kg) Total Pendapatan/Biaya (C/B)
671.000
871.000
671.000
4.173.550 1.033.550 3.743.550
2.103.550
33.550 3.000.000 360.000 480.000 120.000 180.000
671.000
Belut Singkong
33.550
43.550
33.550
500.000 3.000.000
1.250.000
240.000 160.000 120.000 180.000
360.000 160.000 120.000 180.000
5.000.000 1.200.000 4.050.000
2.400.000
200 25.000 826.450 16.254 16,8 1,20
80.000 120.000 120.000 180.000 48 25.000 166.450 20.114 16,8 1,16
162 25.000 306.450 34.199 7,9 1,08
96 25.000 296.450 20.327 22,4 1,14
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
441
UNDIP PRESS
bahan baku produk olahan berturut turut adalah Rp. 1.500 per ikat untuk bayam, Rp. 1.000 per ikat untuk seledri, dan Rp. 1.500 per ikat untuk daun singkong.. Harga jual produk ditetapkan sebesar Rp. 25.000,- per kg, yang dikemas dalam berbagai ukuran kemasan yaitu kemasan 1 ons, kemasan ¼ kg, dan kemasan ½ kg. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha pengolahan keripik sayuran rata-rata adalah sebanyak 1-2 orang untuk satu kali proses produksi. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa secara ekonomi pengembangan usaha pengolahan keripik sayuran di lokasi kajian untuk semua jenis produk keripik yang dikaji layak untuk dikembangkan, dengan nilai R/C ratio mencapai 1,20 untuk keripik bayam, 1,16 untuk keripik seledri, 1,08 untuk paru daun singkong, dan 1,14 untuk belut daun singkong. Titik impas usaha pembuatan keripik bayam, tercapai pada tingkat harga jual produk Rp. 16.254,- per kg dengan kapasitas produksi sebanyak 16,8 kg. Titik impas usaha pembuatan keripik seledri tercapai pada tingkat harga jual produk Rp. 20.114,- per kg dengan kapasitas produksi sebanyak 16,8 kg. Titik impas usaha pembuatan paru daun singkong tercapai pada tingkat harga jual produk Rp. 34.119,- per kg dengan kapasitas produksi sebanyak 7,9 kg. Sedangkan titik impas usaha pembuatan belut daun singkong tercapai pada tingkat harga jual produk Rp. 20.327,- per kg dengan kapasitas produksi sebanyak 22,4 kg. Berdasarkan informasi dari pelaku usaha, diketahui bahwa produksi keripik sayuran yang dihasilkan oleh KWT Krida Wanita masih relatif kecil. Produksi keripik sayuran rata-rata per bulan adalah 16 kg/bulan untuk keripik bayam, 8 kg/bulan untuk belut daun singkong, 13,5
442
kg/bulan untuk paru daun singkong, dan < 5 kg/bulan untuk keripik seledri dan kenikir. Dari berbagai jenis keripik sayuran tersebut, yang memberikan keuntungan paling besar adalah produk keripik bayam. KESIMPULAN KEBIJAKAN
DAN
IMPLIKASI
Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa secara ekonomi pengembangan usaha pengolahan keripik sayuran di lokasi kajian untuk semua jenis produk keripik yang dikaji layak untuk dikembangkan, dengan nilai R/C ratio mencapai 1,20 untuk keripik bayam, 1,16 untuk keripik seledri, 1,08 untuk paru daun singkong, dan 1,14 untuk belut daun singkong. Dari berbagai jenis keripik sayuran tersebut, yang memberikan keuntungan paling besar adalah produk keripik bayam. DAFTAR PUSTAKA BBKP. 2003. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Jakarta Nitisemito, A.S., dan U. Burhan. 1995. Wawasan Studi Kelayakan dan Evaluasi Proyek. Bumi Aksara, Jakarta. Suharti, S. 2012. Pemanfaatan Pekarangan. http://cybex.deptan.go.id/files/ PEMANFAATAN %20PEKARANGAN.pdf. [13 September 2012]
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012