62
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur, dengan garis pantai sepanjang ± 152 km, yang meliputi 5 kecamatan pantai yaitu Kecamatan Sangatta, Kecamatan Bengalon, Kecamatan Sangkulirang, Kecamatan Kaliorang, dan Kecamatan Sandaran (Gambar 1). Batas penelitian ke arah darat, untuk peruntukan budidaya tambak, dibatasi sejauh 4 km dari garis pantai. Sedangkan batas penelitian ke arah laut dibatasi sejauh 4 mil laut yang merupakan batas kewenangan pengelolaan pesisir oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur berdasarkan UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Waktu penelitian kurang lebih 7 bulan, yaitu dari bulan Agustus 2006– Pebruari 2007. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahap persiapan bulan Agustus-Oktober 2006 (2) tahap penelitian lapangan bulan November 2006-Januari 2007 (3) tahap analisis data bulan Pebruari 2007.
Kerangka Pendekatan Studi Pengembangan budidaya perikanan laut di kawasan pesisir Kabupaten Kutai Timur didasarkan pada kondisi potensi supply, demand, dan existing. Potensi supply adalah kondisi sumberdaya alam kawasan pesisir baik secara fisik, kimia maupun biologi yang mempunyai interaksi satu sama lain, yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan potensi demand meliputi kondisi sosial ekonomi masyarakat serta stakeholders lain yang dalam perkembangannya membutuhkan pasokan sumberdaya alam yang memadai serta pengaturan pemanfaatan agar dapat terjamin kelestariannya. Kondisi existing adalah kondisi pemanfataan saat ini yang meliputi budidaya tambak, budidaya karamba sistem fixed net cage, dan budidaya rumput laut long line. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap ketiga komponen tersebut untuk menetapkan zonasi dan arahan pengembangan kawasan, yang sesuai dengan kondisi (potensi dan status) sumberdaya alam dan prioritas kebutuhan masyarakat.
17
Gambar 1. Wilayah Administrasi dan Stasiun Sampling di Lokasi Penelitian 26
64
Untuk mengkaji pemanfaatan lahan digunakan pendekatan analisis spasial, analisis konflik, dan analisis arahan pengembangan. Analisis spasial untuk mengetahui kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Sedangkan analisis konflik pemanfaatan lahan dilakukan dengan pendekatan Proses Hierarki Analitik/PHA (Analysis Hierarchy Proces). Dengan analisis tersebut akan dapat ditentukan prioritas kegiatan pemanfaatan ruang yang optimal. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mendapatkan karakteristik kawasan pesisir Kabupaten Kutai Timur dengan berdasarkan pada kondisi biogeofisik yang ada. Karakteristik kawasan merupakan salah satu acuan dalam Sistim Informasi Geografis (SIG) untuk menentukan kesesuaian lahan agar sesuai dengan peruntukannya. Kelemahan analisis spasial (SIG) dalam menganalisis sebuah model multi kriteria dalam konteks proses pembuatan keputusan (spatial decision) untuk pemecahan konflik pemanfaatan lahan, dijembatani dengan cara menggabungkan bobot yang diperoleh dari PHA dengan matriks atribut yang diperoleh pada analisis spasial (SIG). Komponen dalam analisis PHA didasarkan pada tujuan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Kutai Timur yang berkelanjutan (sustainable development), yang dibangun oleh tiga dimensi, yang merupakan pilar dasar pembangunan berkelanjutan, yaitu dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya, dan dimensi kelestarian lingkungan. Pembobotan dalam PHA menggunakan metode participatory yang merupakan gabungan pendapat dari seluruh responden dengan menggunakan rata-rata geometrik (geometric mean). Penghitungan nilai Location Quotient (LQ) untuk setiap sektor usaha dilakukan untuk mengetahui usaha budidaya yang merupakan sektor basis, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan kawasan budidaya. Selanjutnya dilakukan analisis SWOT untuk memperoleh strategi arahan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Kutai Timur. Analisis SWOT dilakukan untuk memperoleh rencana pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Kutai Timur berdasarkan faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan faktor eksternal (peluang-ancaman) yang ada di daerah tersebut. Kerangka pendekatan studi yang digunakan disajikan dalam Gambar 2 berikut ini.
65
KONDISI DAN POTENSI WILAYAH PESISIR KAB. KUTAI TIMUR
SISI SUPLAI
BIOFISIK: • Jenis Tanah • Curah Hujan • Topografi • Kemiringan Lahan • Penggunaan Lahan • Jarak dari laut • Dan lain lain
SISI PERMINTAAN
PEMANFAATAN SAAT INI:
- budidaya tambak - budidaya karamba - budidaya rumput laut
Analisis Kesesuaian Lahan (SIG) Kriteria Kesesuaian Lahan
Analisis Konflik Pemanfaatan Lahan (PHA) Rancangan PHA
Proses Analisis Kesesuaian Lahan
Proses PHA
PETA KESESUAIAN LAHAN Untuk KEGIATAN PERIKANAN
Matriks Atribut
- Analisis LQ - Analisis SWOT
PRIORITAS PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Penggabungan Matriks Atribut dan Matriks Bobot
PETA KOMPOSIT KESESUAIAN LAHAN
Matriks Bobot
- Analisis Kelayakan Usaha - Analisis Spasial
STRATEGI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN BUDIDAYA PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR KAB. KUTAI TIMUR Gambar 2. Kerangka Pendekatan Penelitian
Pembangunan Berkelanjutan: • dimensi Lingkungan • dimensi Ekonomi • dimensi Sosial
66
Teknik Pengumpulan Data Data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: (i) data fisik-geografi kawasan pesisir, (ii) data aspirasi masyarakat di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur meliputi masalah sosial-ekonomi-budaya. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan pada wilayah penelitian dan melalui hasil wawancara semi terstruktur dengan pengguna (stakeholders) yang terkait di wilayah tersebut. Metode penentuan titik stasiun untuk observasi lapangan dilakukan secara purposive sampling, dimana penentuan titik stasiun dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang diambil antara lain berupa daerah lokasi budidaya yang ada saat ini, cakupan lokasi penelitian yang cukup jauh, transportasi, keselamatan peneliti, waktu dan biaya. Data sekunder meliputi literatur-literatur penunjang dan data pendukung lainnya. Data sekunder yang dibutuhkan ditelusuri dari data BPS, hasil penelitian terdahulu, Bappeda Kabupaten Kutai Timur, dan data dari instansi lain yang terkait dengan penelitian ini. Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk memberikan masukan ke dalam sistem informasi geografik, baik itu data spasial maupun data atribut. Rincian jenis data dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1. Teknik Pengambilan Responden Untuk memperoleh data primer berupa aspirasi stakeholders digunakan teknik Stakeholders Analysis (Analisis Stakeholders). Analisis stakeholders adalah suatu sistem untuk mengumpulkan informasi mengenai kelompok atau individu yang terkait, mengkategorikan informasi , dan menjelaskan kemungkinan konflik antar kelompok, serta kondisi yang memungkinkan terjadinya trade off (Budiharsono, 2006). Langkah-langkah dalam melakukan analisis stakeholders adalah: (i)
Identifikasi stakeholders;
(ii)
Membuat tabel stakeholders;
(iii)
Menganalisis pengaruh dan kepentingan stakeholders;
(iv)
Membuat stakeholders grid;
(v)
Menyepakati hasil analisis dengan stakeholders utama.
67
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan dalam Analisis Kesesuaian Lahan dan Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Perikanan di Pesisir Kab. Kutai Timur NO PARAMETER BENTUK SUMBER DATA A. DATA BIO-FISIK 1. Geomorfologi pantai, meliputi: Peta/laporan Bappeda Kutim • Topografi/elevasi pantai Peta/laporan Proses Citra Satelit • Keterlindungan Perairan Peta/laporan Proses Citra Satelit • Material dasar perairan Peta/laporan Dishidros TNI AL • Batimetri 2. Hidro-oseanografi, meliputi: Tabular • Pasang surut tahun 2006 Dishidros TNI AL Tabular • Gelombang Observasi Tabular • Salinitas MCRMP Kutim/P2O LIPI Tabular • Suhu permukaan laut MCRMP Kutim/P2O LIPI Tabular • Kecerahan perairan MCRMP Kutim/P2O LIPI Tabular • Kecepatan arus Observasi/Dishidros AL Tabular • Sedimentasi Proses Citra satelit Tabular • Curah Hujan Puslit Tanag 3. Tanah, meliputi: Peta Proses Citra /Bakosurtanal • Penggunaan lahan Peta Pusat Penelitian Tanah dan • Kelerengan Peta Agroklimat (Puslit Tanag) • Struktur dan tekstur tanah 4. Ekosistem pesisir, meliputi: Laporan Proses Citra satelit • Mangrove Laporan dan • Padang lamun Laporan observasi • Terumbu karang Laporan • Pantai berpasir B. Data Sosial-Ekonomi-Budaya 1. Ekonomi, meliputi: Statistik BPS • Perekonomian wilayah Statistik BPS • Pendapatan Kuisioner BPS/Statistik DKP Kutim • Produksi perikanan Statistik BPS/ Statistik DKP Kutim • Ketenagakerjaan 2. Sosial Budaya, meliputi: • Jumlah penduduk BPS Statistik • Lama tinggal Wawancara Responden Wawancara BPS • Pendidikan Wawancara Responden • Adat istiadat/kesukuan 3. Sarana Prasarana • Jalan Statistik BPS • Pasar Statistik BPS • Telekomunikasi Statistik BPS Statistik BPS • Pelabuhan Statistik BPS • Kelembagaan (koperasi dll)
68
Teknik pengambilan responden dalam rangka menggali informasi/ pendapat stakeholders adalah metode expert judgement (Pendapat Pakar). Pakar ditentukan secara purposive sampling. Pakar responden berjumlah 12 orang, yang merupakan key persons (tokoh kunci) yang mewakili kelompok-kelompok stakeholders yang diperoleh pada saat identifikasi stakeholders. Kelompok stakeholders ini meliputi setiap unsur yang terkait dengan pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Kutai Timur, yaitu dari unsur birokrasi, akademisi, pelaku usaha, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli pada pengelolaan pesisir.
Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dalam 5 (lima) tahap berurutan, yaitu : i) analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis, ii) analisis konflik pemanfaatan lahan dilakukan dengan menggunakan metode PHA, iii) analisis LQ dan analisis spasial peta komposit dilakukan untuk menentukan arahan pengembangan kawasan untuk budidaya, iv) kelayakan finansial pengembangan usaha budidaya dilakukan dengan analisis kelayakan usaha, dan v) strategi pengembangan kawasan pesisir dilakukan dengan metode SWOT. Masing-masing analisis tersebut dijelaskan pada bagian berikut ini.
i)
Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan di kawasan pesisir Kabupaten Kutai Timur
meliputi kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya tambak, budidaya karamba, dan budidaya rumput laut. Analisis dilakukan dalam 4 tahap, yaitu: (i) penyusunan matriks kesesuaian setiap kegiatan yang dilakukan, (ii) pembobotan dan pengharkatan, (iii) analisis proximity (pendekatan), yaitu membuat buffer berupa zona penyangga di sekeliling feature (informasi) dari coverage (tematik) input (titik, dan garis) untuk membuat suatu coverage baru, dan (iv) analisis overlay (tumpang susun), yaitu proses penampakan coverage, dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hubungan spasial antara feature-feature dari coverage. Analisis dilakukan dengan menggunakan software Arc View 3.2. Alur kerja analisis kesesuaian lahan disajikan pada gambar 3.
69
KONDISI DAN POTENSI WILAYAH PENGUMPULAN DATA
DATA PRIMER
PETA CITRA
PETA TEMATIK I
DATA SEKUNDER
VEKTORIZED
PETA TEMATIK -n
BASIS DATA
KRITERIA KESESUAIAN LAHAN
PEMANFAATAN SAAT INI ANALISIS SPASIAL PETA KOMPOSIT
PETA KESESUAIAN LAHAN PESISIR KAB. KUTAI TIMUR
Gambar 3. Alur Kerja Analisa Spasial untuk Kesesuaian Lahan Penyusunan Matriks Kesesuaian Penyusunan matriks kesesuaian dilakukan dengan menggunakan kriteriakriteria kesesuaian, masing-masing untuk kegiatan: (i) budidaya tambak, (ii) budidaya karamba, dan (iii) budidaya rumput laut. Kriteria kesesuaian disusun berdasarkan parameter biofisik yang relevan dengan setiap kegiatan, dan dibuat dengan mengacu pada matriks kriteria kesesuaian dari berbagai studi pustaka seperti FAO (1976) yang diacu dalam Hardjowigeno et al (1996), BPPT (2004), dan dari beberapa penelitian terdahulu, yang dimodifikasi oleh peneliti.
Pembobotan (Weighting) dan Pengharkatan (Scoring) Pemberian bobot didasari oleh tingkat kepentingan masing-masing parameter secara berurutan, mulai dari yang terpenting sampai yang kurang penting. Selain itu setiap tema akan dibagi menjadi beberapa kelas yang diberi
70
skor berdasarkan tingkat kesesuaiannya. Sehingga pada hasil akhir akan diperoleh ”nilai akhir” atau ”matriks atribut” yang merupakan hasil perkalian antara bobot dengan skor kelas. Setiap kriteria dan parameter, pemberian bobot, dan skor kelas ditentukan berdasarkan studi kepustakaan, dan justifikasi dari tenaga ahli yang berkompeten di bidang perikanan, baik secara tertulis maupun secara lisan. Proses pemberian bobot dan skor dilakukan melalui pendekatan index overlay model (Bonham-Carter, 1994 dalam Vincentius, 2003) dengan persamaan matematis sebagai berikut: n
S =
∑S
ij
Wi
i
n
∑W
i
i
Dimana:
S = Indeks terbobot dari area atau poligon terpilih Sij = Skor kelas ke-j dari layer ke-i Wi = Bobot untuk input layer ke-i n = Jumlah layer
Kelas Kesesuaian Pembagian kelas kesesuaian dilakukan menurut klasifikasi FAO (1976) yang diacu oleh Hardjowigeno (2001), yang membagi kesesuaian lahan menjadi 2 ordo, yaitu ordo S (suitable/sesuai) dan ordo N (not suitable/tidak sesuai). Selanjutnya ordo ini dibedakan lagi menjadi kelas-kelas yaitu: Sangat Sesuai (S1), Sesuai (S2), dan Tidak Sesuai Permanen (N). i) Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable), yaitu: lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi lahan tersebut, serta tidak akan menambah masukan dari pengusahaan lahan tersebut. Nilai scoring untuk kelas S1 sebesar 3. ii) Kelas S2: sesuai (suitable), yaitu: lahan yang mempunyai pembatas yang agak berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh, serta
71
meningkatkan masukan untuk mengusahakan lahan tersebut. Nilai scoring untuk kelas S2 sebesar 2. iii) Kelas N: tidak sesuai permanen (permanent not suitable), yaitu: lahan yang mempunyai pembatas sangat berat/permanen, sehingga tidak mungkin dipergunakan untuk suatu penggunaan tertentu yang lestari. Nilai scoring untuk kelas N sebesar 1. Pelaksanaan operasi tumpang susun (overlay) untuk setiap peruntukan dimulai dari parameter yang paling penting (bobotnya terbesar), berurutan hingga parameter yang kurang penting. Pada kegiatan ini diperoleh range nilai kesesuaian lahan antara 0-300. Range ini selanjutnya di bagi dalam 3 kelas, sehingga tersusun pembagian nilai kesesuaian sebagai berikut: Nilai 0-170
(N) = tidak sesuai
Nilai 171-224 (S2) = cukup sesuai Nilai 225-300 (S1) = sangat sesuai Matriks kesesuaian untuk setiap peruntukan ditampilkan pada Tabel 2-4 berikut ini. Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Tambak Tradisional No. Kriteria
Bobot
1
Tekstur Tanah
20
2
Jenis Tanah
20
3 4 5 6
Curah Hujan (mm/tahun) Topografi Kemiringan Lahan (%) Penggunaan Lahan
Kelas Kesesuaian (Skor) S2 (2) N(1) sedang kasar Mediteran, Aluvial Grumosol Regosol, Latosol S1 (3) halus
15
< 1500
1500-3000
> 3000
15
Datar
Berombak
Berbukit
10
0-2
>2-8
>8
10
Semak, alang-alang, rawa, tambak
Pengembangan Pelabuhan, Sawah, kebun campuran
Pemukiman, Hutan lindung
Jarak dari 5 < 500 500 - 2000 Sungai (m) Jarak dari laut 8 5 < 2000 2000 - 4000 (m) Sumber: modifikasi dari Hardjowigeno (2001) dan Wibowo (2004) 7
> 2000 > 4000
72
Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Karamba Jaring Tancap (Fixed net cage) No. Parameter/Kriteria
Bobot
5 6
Keterlindungan Perairan Kecepatan Arus (cm/dtk) Kedalaman Perairan (m) Material Dasar Perairan Pencemaran Kecerahan (%)
10 10
7
Salinitas (ppm)
10
8
Suhu (°C)
5
9
DO (ppm)
5
1 2 3 4
20 15 15 10
Kelas Kesesuaian (Skor) S1 (3) S2 (2) N(1) Sangat Terlindung Terbuka terlindung 11 - <20 atau < 11 atau 20-30 >30 - 45 >45 1 - <2 atau <1 atau 2-3 >3 - 5 >5 Pasir Pasir Lumpur berkarang berlumpur Tidak ada Tidak ada Tinggi 85-100 70 - <85 <70 27 - <29 atau <27 atau 29-30 >30 - 35 >35 24 - <27 atau <24 atau 27-30 >30 - 34 <34 >7 5-7 <5
Sumber: modifikasi dari Subandar (2005) dan Soebagio (2004)
Tabel 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Rumput Laut Sistem Long Line No. Parameter/Kriteria 1 2 3
Keterlindungan Kedalaman Perairan (m) Material Dasar Perairan
Bobot 20 20 15
4
Arus (cm/dt)
15
5
Kecerahan (%)
10
6
Salinitas (ppm)
10
7
Suhu (°C)
5
8
DO (ppm)
5
Kelas Kesesuaian (Skor) S1 (3) S2 (2) N(1) Sangat Terlindung Terbuka terlindung 2 - 3 atau <1 atau 3 - 15 >15 - 40 >40 Karang Pasir- Pasir Lumpur berpasir berlumpur 11 - <21 atau <11 atau 21 - 30 >30 - 45 >45 80 - 100 60 - <80 <60 25 - <30 atau <25 atau 30 - 32 >32 - 35 >35 25 - <28 atau <25 atau 28 - 30 >30 - 33 >33 >7 3-7 <3
Sumber: modifikasi dari Dirjen Perikanan Budidaya (2004), Besweni (2002), Syahputra (2005), dan Subagio (2004)
73
ii)
Analisis Konflik Pemanfaatan Lahan Dalam menganalisis konflik pemanfaatan lahan dalam pengembangan
kawasan budidaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur digunakan pendekatan Proses Hierarki Analitik/PHA. Proses Hierarki Analitik adalah suatu pendekatan yang biasanya digunakan untuk menganalisis kebijakan dalam pemanfaatan ruang agar dapat tepat dan sesuai dengan peruntukannya dengan tetap memperhatikan konsep pembangunan berkelanjutan. Langkah paling awal dalam PHA adalah merinci permasalahan ke dalam komponen-komponennya (tujuan, kriteria, sub kriteria, dan alternatif kegiatan), kemudian mengatur bagian dari komponen-komponen tersebut ke dalam bentuk hierarki. Tahapan-tahapan dalam Proses Hierarki Analitik adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan/konflik pemanfaatan ruang dan menentukan variabel yang berpengaruh serta solusi yang diinginkan. 2) Penyusunan Struktur Hierarki Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajerial secara menyeluruh dari level puncak sampai ke level dimana dimungkinkan campur tangan untuk dapat memecahkan persoalan. 3) Membuat Matriks Perbandingan Berpasangan Dilakukan untuk menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing kriteria/kepentingan yang berada satu tingkat di atasnya. Penentuan tingkat kepentingan pada setiap tingkat hierarki dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan berdasarkan pendapat dari para pakar atau bukan, namun memahami permasalahan. 4) Menghitung Matriks Pendapat Individu Dilakukan dengan cara menghimpun semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat matriks pada langkah ke 3 menjadi matriks pendapat individu. 5) Menghitung Matriks Pendapat Gabungan
74
Untuk membentuk suatu matriks yang mewakili matriks-matriks pendapat individu yang ada. Untuk memadukan matriks pendapat individu yang berasal dari 12 orang responden tersebut menjadi vektor prioritas gabungan, digunakan rata-rata geometrik (GEOMETRIC MEAN) dengan formulasi sebagai berikut: m
RGi = m π Bij 1
Dimana:
RGi = rata-rata geometrik baris ke-i m = responden (1-12) Bij = vektor prioritas baris ke-i kolom ke-j
6) Pengolahan Horisontal Pengolahan horisontal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama. 7) Revisi Pendapat Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai CR (Consistensy Ratio) cukup tinggi yaitu 0,1 dengan mencari Root Mean Square (RMS) dan merevisi pendapat pada baris yang mempunyai nilai terbesar. Pengumpulan pendapat responden dilakukan dengan menggunakan teknik RRA, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Software Expert Choice version 2000 dan Microsoft Excell 2003. Dari analisis ini dapat dihasilkan prioritas pengembangan kawasan pesisir Kutai Timur untuk kegiatan-kegiatan: (i) budidaya tambak, (ii) budidaya karamba, dan (iii) budidaya rumput laut. Tujuan prioritas pengembangan perikanan di kawasan pesisir Kabupaten Kutai Timur yang berkelanjutan (sustainable development) dibangun oleh beberapa kriteria, yang merupakan tiga pilar dasar pembangunan berkelanjutan, yaitu pilar ekonomi, pilar sosial budaya, dan pilar kelestarian lingkungan. Struktur hierarki berbagai kriteria dalam mencapai tujuan untuk arahan pengembangan kawasan budidaya perikanan laut di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat dalam gambar 4.
75
Level 1 : Tujuan
Prioritas Pengembangan kawasan Budidaya Perikanan Di Wilayah Pesisir Kab. Kutai Timur
Level 2 : Kriteria
Peningkatan Ekonomi
Penurunan Konflik Sosial
Kelestarian SDA dan Lingkungan
Level 3 : Sub Kriteria
Peningkatan PAD
Peningkatan Pendapatn
Penyerapan TK dan Kesempatan Berusaha
Konflik Antar Pelaku
Konflik Antar Ruang
SDA Pulih
SDA Tidak Pulih
Level 4: Alternatif Kegiatan
Kawasan Bd Tambak
Kawasan Bd Karamba
Gambar 4. Diagram Hierarki Analisis Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur
Kawasan Bd Rumput Laut
Jasa Lingkungan
iii) Analisis Location Quotient untuk Penentuan Sektor Basis Metode location quotient (LQ) merupakan perbandingan antara produksi sektor i pada tingkat kecamatan terhadap produksi total kecamatan, dengan pangsa relatif produksi sektor i pada tingkat kabupaten terhadap produksi total kabupaten. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
LQ i =
Dimana:
vi vt
/
Vi Vt
vi = pendapatan/tenaga kerja/produksi sektor i pada tingkat kecamatan vt = pendapatan/tenaga kerja/produksi total kecamatan Vi = pendapatan/tenaga kerja/produksi sektor i pada tingkat kabupaten Vt = pendapatan/tenaga kerja/produksi total kabupaten Berdasarkan nilai LQ akan diketahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau sektor non-basis. Sektor basis akan menjadi sektor strategis dalam pengembangan perikanan budidaya.
iv) Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha mencakup pada perhitungan penentuan biaya investasi, biaya operasional dan penerimaan. Analisis ini menggunakan kriteria Revenue Cost Ratio (R/C), Net Benefit (π), Net Present Value (NPV), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Revenue Cost Ratio (R/C) Analisis ini digunakan untuk melihat layak atau tidaknya suatu usaha yang dilakukan dengan membandingkan penerimaan dengan biaya produksi selama periode waktu tertentu (satu musim tanam). Secara matematis R/C dapat dituliskan: R/C = TR/TC Dimana: TR = total penerimaan (Total Revenue) TC = total pengeluaran (Total Cost) Kriteria Usaha:
R/C > 1, usaha menguntungkan R/C = 1, usaha impas R/C < 1, usaha merugikan
46
Net Present Value (NPV) Net Present Value (nilai saat ini) adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh di masa yang akan datang. NPV merupakan selisih antara present value dari manfaat dengan present value dari biaya. Secara matematis NPV dapat dituliskan: n
∑
NPV =
t =0
Dimana :
( Bt − Ct ) (1 + r ) t
Bt
= Manfaat pada tahun ke-t
Ct
= Biaya pada tahun ke-t
r
= Tingkat bunga diskonto (discount rate)
n
= umur ekonomis
t
= 0, 1, 2, 3..... tahun ke-n
Kriteria Usaha:
NPV > 1, usaha layak untuk dilaksanakan NPV = 1, pengembalian persis sebesar opportunity cost modal NPV < 1, usaha tidak layak dilakukan
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan perbandingan nilai sekarang dari keuntungan suatu usaha dengan biaya investasi pada awal usaha. Untuk menghitung nilai net B/C digunakan persamaan berikut:
( Bt − Ct ) ( Bt − Ct ) > 0 t t = 0 (1 + i ) NetB / C = n (Ct − Bt ) ( Bt − Ct ) < 0 ∑ t t =1 (1 + i ) n
∑
Dimana :
Bt Ct r n t
= Manfaat pada tahun ke-t = Biaya pada tahun ke-t = Tingkat bunga diskonto (discount rate) = umur ekonomis = 0, 1, 2, 3..... tahun ke-n
Kriteria Usaha: Net B/C > 1, usaha layak untuk dilaksanakan Net B/C = 1, usaha perlu ditinjau kembali Net B/C < 1, usaha tidak layak dilakukan
47
v) Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya di Pesisir Kab. Kutai Timur
Analisis strategi pengembangan budidaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Analisis ini dilakukan dengan menerapkan kriteria kesesuaian dengan data kuantitatif dan deskripsi keadaan (faktor internal dan eksternal) yang diperoleh dengan teknik RRA. Pembobotan dan skoring dalam analisis SWOT ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan teknik RRA tersebut, yang kemudian dijustifikasi oleh peneliti dalam bentuk bobot dan skor. Berdasarkan Rangkuti (2002) langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap pengumpulan data Tahap pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan internal. Data eksternal berasal dari lingkungan luar (peluang dan ancaman), sedangkan data internal berasal dari dalam sistem pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Kutai Timur, mencakup ketersediaan sumberdaya alam, kondisi sumberdaya manusia dan pengembangan kawasan yang sedang dijalankan (kekuatan dan kelemahan). Dalam tahap ini digunakan dua model matriks yaitu: (i) matriks faktor strategi eksternal, dan (ii) matriks faktor strategi internal. Matriks faktor strategi eksternal disusun dengan langkah-langkah: •
Pada kolom 1 disusun peluang-peluang dan ancaman-ancaman
•
Selanjutnya pada kolom 2 diberi bobot terhadap masing-masing faktor peluang dan ancaman, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Jumlah bobot untuk semua faktor peluang dan ancaman sama dengan 1,0.
•
Pada kolom 3 diberi skala rating mulai dari nilai 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pemanfaatan lahan untuk suatu kegiatan tertentu. Pemberian nilai rating untuk peluang bersifat positif (nilai 4=sangat besar, 3=besar, 2=sedang,
48
dan 1=kecil). Sedangkan pemberian nilai rating untuk ancaman bersifat negatif (nilai 4=kecil, 3=sedang, 2=besar, dan 1=sangat besar). •
Pada kolom 4 diisi nilai hasil perkalian bobot dan rating suatu faktor yang sama. Nilai hasil kali tersebut merupakan skor pembobotan dari faktor tersebut.
•
Pada kolom 5 diberi komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
•
Menjumlahkan skor pembobotan
pada kolom 4. Nilai
tersebut
menunjukkan bagaimana sistem bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Tabel 5. External Strategic Factors Analysis Summary (EFAS) Faktor-faktor Bobot Rating Skor Komentar Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 Peluang: O1 4 O2 3 O3 2 .... 1 Ancaman: T1 1 T2 2 T3 3 .... 4 TOTAL 1,00 -
Matriks faktor strategi internal disusun dengan langkah-langkah: •
Pada kolom 1 disusun kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan.
•
Pada kolom 2 diberi bobot terhadap masing-masing faktor, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Jumlah bobot untuk semua faktor kekuatan dan kelemahan sama dengan 1,0.
•
Pada kolom 3 diberi skala rating mulai dari nilai 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pemanfaatan lahan untuk suatu kegiatan tertentu. Pemberian nilai rating untuk kekuatan bersifat positif (nilai 4 = sangat besar, 3 = besar, 2 =
49
sedang, dan 1 = kecil). Sedangkan pemberian nilai rating untuk kelemahan bersifat negatif ((nilai 4 = kecil, 3 = sedang, 2 = besar, dan 1 = sangat besar). •
Pada kolom 4 diisi nilai hasil perkalian bobot dan rating suatu faktor yang sama. Nilai hasil kali tersebut merupakan skor pembobotan dari faktor tersebut.
•
Pada kolom 5 diberi komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
•
Menjumlahkan skor pembobotan
pada kolom 4. Nilai
tersebut
menunjukkan bagaimana sistem bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Tabel 6. Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) Faktor-faktor Bobot Rating Skor Komentar Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 Peluang: S1 4 S2 3 S3 2 .... 1 Ancaman: W1 1 W2 2 W3 3 .... 4 TOTAL 1,00 2. Tahap analisis Pada tahap analisis digunakan Model Matriks TOWS, dimana terdapat 4 strategi yang dapat dihasilkan, yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT (tabel berikut). Setelah diperoleh matriks TOWS, selanjutnya disusun rangking semua strategi yang dihasilkan berdasarkan faktor-faktor penyusun strategi tersebut.
50
Tabel 7. Model Matriks TOWS Hasil Analisis SWOT IFAS EFAS
OPPORTUNITIES (O)
THREATS (T)
STRENGTH (S)
WEAKNESSES (W)
SO1 SO2 SO3 .. .. SOn ST1 ST2 ST3 .. .. STn
WO1 WO2 WO3 .. .. WOn WT1 WT2 WT3 .. .. WTn