15
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah ini, semakin menambah permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut, untuk mengatasi permasalahan tersebut kerjasama antar sektor sangat diperlukan dalam setiap tahap pembangunan wilayah pesisir mulai dari proses perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sejalan dengan desentralisasi, daerah mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan dan pengembangan wilayahnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengunaan lahan yang tidak optimal serta pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan yang tidak efisien merupakan permasalahan utama yang sering ditemukan dalam pembangunan wilayah pesisir. Pemerintah daerah dalam hal ini adalah institusi yang sangat berperan dalam membidangi masalah ini, telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menanggulangi permasalahan tersebut seperti penataan ruang wilayah pesisir. Namun seringkali kebijakan tersebut menjadi tidak berarti, karena ketidak terlibatan masyarakat, dimana masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan wilayah pesisir. Permasalahan yang sering muncul dalam perencanaan pembangunan wilayah pesisir adalah terabaikannya peran masyarakat lokal dalam setiap tahapan pembangunan sehingga kepentingan mereka terhadap sumberdaya pesisir dan laut tidak terakomodir dalam suatu perencanaan pembangunan yang terpadu dengan stakeholder yang lain. Kepulauan Anambas yang merupakan daerah hasil pemekaran, dimana pemanfaatan ruang pesisir dan laut harus ditata secara baik dan benar sesuai dengan daya dukung lingkungan, karakteristik wilayah dan keinginan stakeholder dalam hal ini pelaku di dalam masyarakat, sehingga nantinya tidak menimbulkan permasalah kedepan dalam pemanfaatan ruang. Analisis diawali dengan mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengelolaan pesisir dan lautan yang mencakup aspek biofisik, sosial ekonomi dan budaya. Analisis biofisik dan lingkungan diawali dengan menumpangsusunkan
16
peta-peta tematik seperti penggunaan lahan, peta kontur dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, penggunaan analisis karakteristik dan tipologi desa adalah untuk mengambarkan karakteristik wilayah dan tipologi desa pesisir di kawasan Kepulauan Anambas. Hasil dari kedua analisis tersebut akan dipadukan dengan persepsi stakeholder yang mengunakan Proses Hirarki Analisis (AHP). AHP dapat mengambarkan keinginan dan persepsi stakeholder terhadap prioritas keinginan stakeholder (masyarakat, pemerintah dan swasta) dalam pengembangan pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kepulauan Anambas dimasa mendatang. Pemilihan responden untuk analisis ini harus memperhitungkan pengetahuan yang luas dan keterkaitan dengan pembangunan di Kepulauan Anambas. Keluaran dari studi ini akan menjadikan masukan bagi kebijakan daerah dalam pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas dengan tetap mempertimbangkan rencana induk pembangunan di Kabupaten Natuna. Skema pendekatan kajian pemanfaatan ruang dan alur metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2.
Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kepulauan Anambas
masuk
Potensi dan Permasalahan
Biofisik dan Lingkungan
Overlay Karakteristik Biofisik
Sosial Ekonomi dan Budaya
Persepsi Stakeholder
Analisis Karakteristik & Tipologi Desa Pesisir
Proses Hirarki Analisis
Kriteria Kesesuaian Peruntukan Lahan
Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis Pemanfaatan Lahan
Arahan Pengembangan Pemanfaatan Ruang
Gambar 2 Skema pendekatan kajian pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas.
17
Tabel 2. Tabel alur metode penelitian
18
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siantan dan Kecamatan Palmatak yang merupakan gugusan Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Selama 6 bulan penelitian ini mulai dari bulan Januari 2006 – Juni 2006 yang meliputi pengumpulan data primer dan sekunder serta studi pustaka. Letak wilayah Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber : Microsoft corporation all rights reserved, 2003 diacu dalam Darwin (2005)
Gambar 3 Peta Kepulauan Anambas pada posisi di Laut Cina Selatan Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Kebutuhan data primer biofisik dilakukan dengan cara metode survei dengan pengambilan contoh di lapangan secara acak. Kegiatan di lapangan meliputi survei tentang data sekunder dan kegiatan wawancara dengan menggunakan kuisioner. Responden yang terdiri atas: Aparat pemerintah, tokoh masyarakat, dan pihak swasta dikedua kecamatan di Kepulauan Anambas yang merupakan stakeholder. Jenis data primer yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 3.
19
Tabel 3 Jenis dan sumber data primer yang dikumpulkan No
Jenis Data
Sumber Data
1.
Data Sosial dan Kelembagaan (Adat istiadat, perekonomian rakyat, stuktur pemerintahan dan lembaga masyarakat)
Bappeda Kabupaten dan Pemerintah Kecamatan
2.
Data Pemanfaatan Ruang (Pemukiman, Perikanan, Budidaya, Koservasi dan Pariwisata)
Survei dan Bappeda Kabupaten
3.
Persepsi Stakeholders
Kuisioner dan Wawancara
Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian seperti; Bappeda, Kimpraswil Kabupaten, Pemda Kabupaten Natuna, Dinas Perhubungan, Bakosurtanal, dan Dinas Hidro-Oseanografi dan lain sebagainya, serta hasil studi dan penelitian yang sudah ada yang berkaitan dengan kegiatan di kawasan Kepulauan Anambas, maupun hasil studi kepustakaan. Jenis data sekunder dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan sumber data sekunder yang dikumpulkan No
Jenis Data
Sumber Data
1.
Demografi Kependudukan
Bappeda Kabupaten Natuna dan Pemerintah Kecamatan Siantan dan Palmatak
2.
Sarana dan Prasarana
Bappeda dan Kimpraswil Kabupaten Natuna
3.
Meteorologi dan Geofisika
Stasiun Meteorologi Terempa
4.
Peta Administrasi Wilayah
Pemda Kabupaten Natuna dan Kecamatan Siantan
5.
Peta Rupa Bumi
Bappeda Natuna dan Bakosurtanal
6.
Peta Lingkungan Laut Nasional
Dihidros-oseanografi
7.
Peta Penggunaan Lahan
Bappeda Kabupaten Natuna
8
Data Oseanografi
Studi Pustaka dan Dinas Perhubungan
9
Vegetasi Mangrove dan Terumbu Karang
Studi Pustaka
Analisis Spasial Penggunaan analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi sumberdaya alam baik di darat maupun lautan, sehingga diperoleh luasan yang sesuai untuk pemanfaatan ruang yang sesuai bagi peruntukan konservasi pantai, pemukiman, budidaya perikanan laut, perikanan tangkap, dan pariwisata
20
pantai. Penggunaan SIG dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) antara seluruh tema-tema peta akan didapatkan seleksi tata ruang yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, pembobotan (weighting), pengharkatan (scoring), dan kelas (class). Prosedur kerja SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah perangkat keras, perangkat lunak dari data geografis untuk mendayagunakan sistem penyimpanan, manipulasi, analisis dan penyajian seluruh
bentuk informasi geografis. Data
atribut maupun data informasi terkait pada aspek keruangan lokasional disajikan dalam bentuk peta sebagai basis data. Untuk memperoleh hasil analisis spasial dilakukan teknik penampalan (overlaying), dari beberapa peta tematik baik dalam bentuk vektor maupun raster. Pada prinsipnya informasi spasial yang dihasilkan didasarkan pada nilai-nilai digit yang baru sebagai hasil perpaduan antara nilainilai digit yang lama. Software yang digunakan adalah software untuk SIG. Analisis spasial dilakukan pada 5 (lima) analisis kesesuaian lahan, yaitu: masing-masing adalah, (1) kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai, (2) kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman (3) kesesuaian lahan untuk zona budidaya perikanan laut, (4) kesesuaian lahan untuk zona perikanan tangkap dan, (5) kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai. Untuk setiap kesesuaian lahan urutan prosesnya berbeda berdasarkan
kriteria-kriteria
yang
ditentukan, sebagaimana disajikan pada Gambar 4. 1. Kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai Jarak dari pantai
Vegetasi
Jarak pemukiman
Peta kesesuaian lahan untuk Konservasi
Ketinggian
Gambar 4 Hirarki kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai
telah
21
2. Kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman Kriteria yang diperlukan untuk kawasan permukiman dan perkotaan dari aspek alokasi penetapan ruang adalah sebagaimana pada Gambar 5. Jarak dari pantai
Jarak sumber Air tawar
Aksesibilitas
Peta kesesuaian lahan untuk Pemukiman
Ketinggian
Gambar 5 Hirarki kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman 3. Kesesuaian lahan untuk zona budidaya perikanan dan zona perikanan tangkap Berdasarakan karakteristik pulau-pulau kecil, maka arahan pemanfaatan potensi sumberdaya tersebut diantaranya adalah budidaya perikanan (keramba) dan perikanan tangkap, Kriteria yang diperlukan untuk zonasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 5 Keterlindungan
Jenis dasar perairan
Kedalaman
Suhu perairan
Peta kesesuaian lahan untuk Keramba
Kecerahan
Gambar 6 Hirarki kesesuaian lahan untuk zona budidaya perikanan (keramba)
22
4. Kesesuaian lahan untuk zona perikanan tangkap Kriteria lahan untuk kegiatan perikanan tangkap dilihat dari zona-zona perikanan tangkap yang ada di Kepulauan Anambas, penentuan zonasi juga melihat kondisi kawasan di sekitarnya, sebagaimana dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kriteria yang diperlukan untuk zona kegiatan perikanan tangkap Kegiatan Perikanan Tangkap
Kriteria 1. 2. 3.
jauh dari zona budidaya jarak aman dari kawasan-kawasan lain, yang didasarkan atas tipe pasang surut. jauh dari daerah pemijahan (spawning ground) dan daerah pembesaran (nursery ground).
Sumber : Bengen (2002), Modifikasi Peneliti (2006)
5. Kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai Kriteria wilayah yang diperlukan untuk menentukan kawasan
kegiatan
pariwisata, adalah sebagi berikut: 1. mempunyai keindahan yang menarik untuk dilihat dan dinikmati, 2. keaslian panorama alam dan keaslian budaya, 3. keunikan ekosistem, 4. di dalam lokasi wisata tidak ada gangguan binatang buas, arus berbahaya, angin besar dan topografi dasar laut yang curam, 5. tersedia sarana dan prasarana yang menujang pariwisata. Selanjutnya dilakukan penentuan pemanfaatan lahan pulau dan perairan untuk kegiatan wisata yang disusun berdasarkan parameter biofisik dimana dapat dilihat pada Gambar 7. Kedalaman
Kecerahan
Substrat dasar Perairan
Peta kesesuaian lahan untuk Pariwisata
Jarak sumber Air tawar
Gambar 7 Hirarki kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai
23
Penyususan
matrik
kesesuaian
lahan
dengan
berbagai
peruntukan
didasarkan pada matrik kriteria penentuan kesesuaian lahan dari FAO, Bakosurtanal maupun hasil modifikasi kriteria peneliti dari studi pustaka. Struktur kerja analisis kesesuaian dapat dilihat pada Tabel 6,7,8 dan 9 matrik berikut ini: Tabel 6 Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman Bobot No
Parameter
Kategori
(%)
S1
Skor
S2
Skor
S3
Skor
N
Skor
1
Jarak dari pantai (m)
3
>200
4
100-200
3
50-100
2
<50
1
2
Jarak dari
3
<500
4
500-1000
3
10002000
2
>2000
1
sumber air tawar (m) 3
Aksesibilitas (jalan), (m)
2
<500
4
500-1000
3
10002000
2
>2000
1
4
Ketinggian (m)
1
6-15
4
16-20
3
>21
2
0-5
1
Sumber : Modifikasi FAO, 2000 diacu dalam Raup SA (2004), Modifikasi Peneliti (2006)
Tabel 7 Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai Bobot No
Parameter
1
Kategori
(%)
S1
Skor
S2
Skor
S3
Skor
N
Skor
Jarak dari pantai (m)
3
<76
4
76-150
3
150-200
2
>200
1
2
Vegetasi
3
Mangrove
4
-
-
Non Mangrove
2
-
-
3
Jarak dari pemukiman (m)
2
>200
4
100-200
3
-
-
<100
1
4
Ketinggian (m)
1
0-5
4
6-15
3
16-20
2
>21
1
Sumber : Modifikasi FAO, 2000 diacu dalam Raup SA (2004), Modifikasi Peneliti (2006)
Tabel 8 Matrik kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan laut (Keramba) Bobot No
Parameter
Kategori
(%)
S1
Skor
S2
Skor
N
Skor
1
Keterlindungan
3
Sangat terlindung
4
Terlindung
3
Tidak terlindung
1
2
Substrat dasar perairan
3
Karang Berpasir
4
Pasir
3
Berlumpur
1
3
Kedalaman (m)
3
10-15
4
4-10
3
<4 dan >15
1
4
Suhu perairan (0C)
2
24-29
4
29-30
3
<24 dan >30
1
5
Kecerahan
2
Tinggi
4
Sedang
3
Rendah
1
Sumber : Tiensongrusme 1986, diacu dalam DKP (2001a), Modifikasi Peneliti (2006)
24
Tabel 9 Matrik kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata pantai Bobot No
Parameter
Kategori
(%)
S1
Skor
S2
Skor
S3
Skor
N
Skor
1
Kedalaman Perairan (m)
3
0-4
4
4-10
3
-
-
>10
1
2
Kecerahan
3
Tinggi
4
Sedang
3
-
-
Rendah
1
3
Subsrat dasar perairan
2
Karang
4
Pasir, terumbu
3
-
-
Lumpur
1
4
Jarak dari sumber air tawar (m)
2
<500
4
5001000
3
10002000
2
>2000
1
Sumber : Modifikasi FAO, 2000 diacu dalam Raup SA (2004), Modifikasi Peneliti (2006)
Kesesuaian lahan dalam pemanfaatan ruang dianalisis berdasarkan kriteria dan persyaratan masing-masing, dalam penelitian ini kelas kesesuaian dibagi kedalam 3 kelas yang didefinisikan sebagai berikut: Kelas
S1
: Sangat sesuai (Higly Suitable): Kawasan/lahan ini
mempunyai pembatas yang serius untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi daerah tersebut, serta tidak akan menambah masukan dari biasa dilakukan dalam pengusahaan lahan tersebut, Kelas mempunyai
S2
: Sesuai (Moderately Suitable) Kawasan/lahan ini
pembatas-pembatas
yang
agak
serius
untuk
suatu
penggunaan tertentu secara lestari, atau pembatas tersebut akan mengurangi tingkat produktivitas kawasan/lahan dengan keuntungan yang diperoleh, serta pembatas ini akan meningkatkan masukan untuk mengusahakan daerah/lahan tersebut, Kelas
S3
: Tidak sesuai saat ini (Currently Not Suitable) yaitu
kawasan/lahan yang mempunyai pembatas dengan tingkat sangat serius akan tetapi masih memungkinkan diatasi atau diperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai, jika dilakukan perbaikan dengan tingkat introduksi yang sebih tinggi serta tambahan biaya yang lebih rasional, Kelas
N
: Tidak sesuai (Not Suitable) Kawasan/lahan
mempunyai pembatas sangat berat/permanen, sehingga tidak mungkin untuk dipergunakan terhadap suatu pengguna secara lestari.
25
Pembobotan (Weighting) dan Skoring Analisis overlay yang digunakan adalah indeks overlay model (Benham dan Carter, diacu dalam Candra, 2003). Pembobotan pada setiap faktor pembatas ditentukan
berdasarkan
dominannya
parameter
tersebut
terhadap
suatu
peruntukan. Besarnya pembobotan ditujukan pada suatu parameter untuk seluruh analisis lahan misalnya; parameter jarak pantai mempunyai bobot lebih tinggi dibandingkan dengan ketinggian untuk kesesuaian pemukiman. Model matematis disajiakan sebagai berikut: Sx =
∑ Sij Wi ∑Wi x
dimana : = Indeks terbobot poligon terpilih = Nilai kelas ke-j dalam peta ke-i = Bobot peta ke-i
Sx Sij Wi
Besarnya bobot dan skoring tidak memiliki nilai mutlak, karena hanya digunakan untuk memudahkan analisis terhadap evaluasi kesesuaian lahan. Adapun penetuan nilai kelas kesesuaian lahan untuk setiap peruntukkan adalah:
Dari
3,26 – 4
:
Sangat Sesuai
2,51 – 3,25
:
Sesuai
1,76 – 2,50
:
Tidak Sesuai Bersyarat
1,00 – 1,75
:
Tidak Sesuai
hasil
analisis
kesesuaian
lahan
akan
diperoleh
peta
yang
mendeskripsikan pola penggunaan lahan yang sesuai bagi peruntukkan kawasan/zona tersebut. Dengan adanya teknik SIG, diharapkan kendala-kendala pengembangan kawasan ini dapat diperkecil, disamping itu perubahan luas jenis penggunaan lahan kegiatan tertentu pada setiap tempat dapat berbeda tergantung lokasi. Dengan demikian diharapkan pemilihan lokasi untuk berbagai kawasan akan memberikan dampak positif bagi masyarakat pengguna ruang maupun pemerintah daerah.
26
Analisis Karakteristik Tipologi Desa Penggunakan metode Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis /PCA), dimaksud untuk melihat karakteristik dan tipologi terhadap keseluruhan desa di Kecamatan Siantan dan Palmatak dengan menggunakan data sekunder yaitu data potensi desa (PONDES), yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003. Analisis komponen utama merupakan teknik analisis multivariabel yang dilakukan untuk tujuan ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel. Analisis ini merupakan teknik statistik yang menginformasikan secara linier suatu set variabel kedalam variabel baru dengan ukuran lebih kecil namun representatif dan tidak saling berkorelasi (Bengen, 2001). Adapun variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Variabel-variabel analisis komponen utama No
Variabel
Notasi
1.
Jumlah penduduk, Invers Jarak dari Kantor Desa/Kelurahan ke Kantor Kecamatan yang Membawahi (km)
JRK-KK
2.
Kepadatan penduduk
PADAT
3.
Rasio Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I (keluarga) dengan Jumlah Keluarga (keluarga)
4.
Jumlah SD/100 Penduduk
5.
Jumlah SLTP/100 Penduduk
SLTP
6.
Jumlah SLTA/100 Penduduk
SLTA
7.
Rasio Ladang/Kebun dengan Luas Desa
8.
Rasio Perumahan dan Pemukiman dengan Luas Desa
9.
Rasio Jumlah Keluarga yang Menangkap Ikan di Laut dengan Jumlah Keluarga
KEL-IKAN
10.
Rasio Jumlah Keluarga yang Mengusahakan Budidaya Perikanan di Laut dengan Jumlah Keluarga
KEL-BUD
PRASEJAH SD
LADANG RUMAH
Pengunaan analisis kelompok (Cluster Analysis) dimana berfungsi untuk melihat pengelompokkan suatu desa terhadap faktor-faktor yang mencirikan karakteristik tipologi wilayah. Analisis faktorial diskriminan (Discriminant Analysis / DFA) diperlukan untuk melihat apakah ketepatan dari masing-masing analisis dan penyusun model tipologi wilayah.
27
Analisis Persepsi Stakeholder Pemanfaatan Ruang.
Terhadap
Prioritas
Pengembangan
AHP adalah salah satu metode analisis dalam pengambilan keputusan yang baik dan fleksibel, terutama sekali membantu pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan yang akan diambil dengan menetapkan prioritas dan membuat keputusan yang paling baik ketika aspek kualitatif dan kuantitatif dibutuhkan untuk dipertimbangkan. Metode MAHP merupakan metode AHP yang dimodifikasi untuk menjangkau dalam penentuan prioritas salah satu kegiatan dengan banyak alternatif pilihan (> 10 kegiatan pilihan). Adapun permasalahan yang dibahas diantaranya persepsi stakeholder terhadap pengembangan pemanfaatan ruang, sebagai responden yang dianggap berperan
aktif
dan
memiliki
pengetahuan
yang
menyeluruh
tentang
pengembangan pemanfaatan ruang (Lampiran 1). Responden tersebut terdiri dari 5 orang disetiap kecamatan, kemudian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pemerintah (pengambil keputusan), swasta dan tokoh-tokoh masyarakat di Kecamatan Siantan dan Palmatak dengan teknik wawancara yang menggunakan kuisioner, struktur hirarki yang digunakan dalam analisis ini dapat dilihat pada Gambar 8.
28
Gambar 8. Struktur hirarki pengembangan pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas