METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Perencanaan pembangunan wilayah harus mengedepankan pemanfaatan sumberdaya lokal yang diyakini akan lebih menghidupkan aktivitas ekonomi daerah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Untuk itu diperlukan data dan informasi yang akurat
tentang potensi sumberdaya suatu daerah untuk bisa digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan perdesaan melalui keterkaitan desa dan kota (urban-rural linkages) untuk mencegah terjadinya urban bias. Pengembangan kawasan perdesaan tersebut dilakukan
dengan
pendekatan
“agro-based
development”
perlu
terus
ditingkatkan, sebagai satu kesatuan pengembangan wilayah berdasarkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota (urban-rural linkages), dan mempunyai hubungan yang bersifat interdependensi/timbal balik yang dinamis. Sementara itu kawasan-kawasan
yang
mempunyai
komoditas
unggulan,
perlu
ditumbuhkembangkan menjadi kawasan agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan menyeluruh. Selain itu, image desa sebagai pemasok hasil produksi pertanian dalam bentuk produk-produk primer (belum diolah), harus didorong menjadi desa yang mampu menghasilkan bahan-bahan olahan atau industri hasil pertanian sehingga desa dapat menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Pengembangan kawasan agropolitan, merupakan salah satu pendekatan pengembangan wilayah sesuai dengan potensi wilayah. Sehingga perdesaan tidak selalu identik dengan pertanian on farm dan agropolitan adalah kawasan yang hierarki aktivitas pelayanannya lebih tinggi dari perdesaan pada umumnya karena adanya urban function center, sehingga dimungkinkan adanya aglomerasi kegiatan–kegiatan bernilai tambah tinggi yang tetap berbasis pertanian. Pengembangan kawasan agropolitan di Distrik CIlimus bertujuan untuk meningkatkan
produksi
pertanian
dan
penjualan
hasil–hasil
pertanian,
mendukung tumbuhnya industri agro–processing skala kecil–menengah dan
28 mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Karena tanaman ubi jalar merupakan komoditas unggulan yang telah ditetapkan sebagai komoditas
unggulan
di
kawasan
agropolitan
Distrik
Cilimus,
dengan
pertimbangan bahwa komoditas ubi jalar mempunyai potensi produksi yang cukup tinggi dan mempunyai peluang pasar yang tinggi. Dalam pengembangan tanaman ubi jalar, potensi sumberdaya fisik merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam rangka penentuan lahan yang akan digunakan. Potensi sumberdaya fisik lahan dapat diketahui dengan melakukan evaluasi lahan. Dengan mengetahui tingkat kesesuaian lahan maka produktivitas optimal yang dihasilkan dapat diperkirakan. Selain potensi sumber daya fisik lahan, dalam rangka pengembangan suatu komoditas, faktor kelayakan finansial merupakan hal yang penting yang perlu diketahui. Setiap wilayah memiliki karateristik yang berbeda seperti karakteristik sumber daya alam, topografi, infrastruktur, sumberdaya manusia dan sumber daya apek spatial. Perbedaan karakteristik tersebut dapat membuat terjadinya perbedaan dalam pembiayaan dan pendapatan yang diterima petani dalam usahataninya. Dalam rangka pengembangan tanaman ubi jalar di Distrik Cilimus, maka analisis kelayakan finansial perlu dilakukan untuk melihat wilayah mana yang cocok untuk dijadikan areal penanaman ubi jalar. Selain analisis faktor finansial, faktor lain yang diduga dapat menentukan kinerja pengusahaan tanaman ubi jalar adalah kelembagaan pemasaran. Kelembagaan pemasaran petani umumnya lemah sehingga petani cenderung sebagai penerima harga (price taker). Kurangnya informasi pasar dan mutu produk yang rendah dapat menyebabkan rendahnya posisi tawar (bargaining position) petani. Untuk melihat efisiensi rantai perdagangan komoditas ubi jalar di Distrik Cilimus maka analisis margin tata niaga perlu dilakukan. Hal itu untuk mengetahui efisien atau tidaknya kelembagaan pemasaran ubi jalar saat ini. Jika belum maka perlu dibuat rekomendasi untuk memperbaiki keadaan tersebut. Sejauhmana pembangunan dan pengembangan agribisnis (agroindustri) komoditas ubi jalar telah mendorong pembangunan perdesaan dan pemerataan pembangunan di distrik agropolitan Cilimus. Dari berbagai penelitian, diantaranya White (1990) menjelaskan bahwa pada umumnya agroindustri adalah bersifat netral dalam pembangunan perdesaan. Akan tetapi, semua lapisan masyarakat akan memperoleh manfaat atas keberadaan agroindustri. Agroindustri dapat sebagai pendorong, karena pembangunan agroindustri dapat mendorong
berkembangnya ekonomi perdesaan.
29 Daya dorong tersebut akan lebih
meningkat jika adanya (i) institusi pengolahan dan pemasaran serta, (ii) bentuk kepemilikan dari unsur agroindustri dalam rantai produksi, pengolahan dan pemasaran, melibatkan berbagai elemen masyarakat dimana agroindustri itu berada. Pembangunan agroindustri yang berbasis sumberdaya lokal akan memperkokoh keterkaitan antara pembangunan pertanian dengan pembangunan industri. Diversifikasi produk pertanian, terutama pengembangan industri pengolahan, tidak saja meningkatkan nilai tambah, tetapi juga membuka kesempatan kerja non pertanian di wilayah perdesaan Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya secara skematis. Produk ubi jalar dalam dan turunannya diuraikan dalam suatu skema. Skema ini menggambarkan keragaman produk akhir yang dapat dikembangkan dari komoditas ubi jalar. Dari skema tersebut dapat dilihat potensi pengembangan pengolahan ubi jalar segar menjadi berbagai macam produk. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk pengembangan agroindustri komoditas ubi jalar di Distrik Cilimus. Sedangkan untuk melihat preferensi stakeholder dalam membuat pilihan jenis pengembangan agribisnis ubi jalar di Distrik Cilimus, dilakukan analisis dengan menggunakan metode analytical hierachy process (AHP).
30 Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Latar Belakang : • Sektor pertanian menyumbang kurang lebih 40 persen dalam PDRB. • Pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan. • Kabupaten Kuningan dibagi menjadi 4 distrik.
Distrik Prioritas Pengembangan Cilimus
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Analisis Kelayakan Finansial
Analisis Sistem Tata Niaga
Analisis Potensi Pengem Agroindustri & Nilai Tambah
Analisis Preferensi Masyarakat
Rekomendasi Pengembangan Distrik Cilimus melalui Peningkatan Kinerja Usahatani Ubi Jalar
Perkembangan Ekonomi Lokal Distrik Cilimus
Gambar 3 Kerangka Pikir Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian Kawasan Agropolitan Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat dibagi menjadi 4 distrik yaitu Distrik Cilimus, Kuningan, Ciawigebang dan Luragung. Istilah distrik digunakan untuk menunjukkan pembagian wilayah pengembangan agropolitan di Kabupaten Kuningan. Lokasi penelitian dilaksanakan di Distrik Cilimus yang meliputi 9 kecamatan yaitu Cilimus, Cigandamekar, Mandirancan,
31 Japara, Pasawahan, Cipicung, Kramatmulya, Pancalang dan Jalaksana mulai bulan September sampai dengan Desember 2008. Unit lokasi pengamatan dalam penelitian ini adalah desa. Pemilihan desa yang dijadikan lokasi pengamatan adalah desa–desa yang memiliki luas areal tanaman ubi jalar yang dominan.
Pengambilan sampel desa dilakukan pada masing–masing kelas
kesesuaian lahan. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yaitu masing–masing satu desa (untuk masing–masing kecamatan yang termasuk dalam Distrik Cilimus) untuk setiap kelas kesesuaian lahan.
Pengumpulan Data Data–data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui kuesioner dan
wawancara dengan responden yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur. Responden dalam penelitian adalah petani, pedagang pengumpul, pedagang kecamatan, pengelola industri pengolahan ubi jalar, pegawai di lingkup Pemerintah Kabupaten Kuningan. Pengambilan responden dalam penelitian ini dilakukan secara acak (random) dan sengaja (purposive). Data sekunder dikumpulkan dari dinas/instansi terkait seperti Bapeda, BPS, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Balai Penyuluhan Pertanian. Data sekunder yang dikumpulkan adalah trend luas panen dan luas tanam serta produktivitas komoditas ubi jalar, data analisis ekonomi usahatani komoditas pertanian, data curah hujan, peta tanah, peta penggunaan lahan eksisting (landuse), peta administrasi kabupaten, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), peta kesesuaian lahan, peta tanah dan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Untuk analisis data secara lengkap yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 5.
32 Tabel 5 Tujuan, Metode Analisis, Data, Sumber Data dan Output No.
Tujuan
Analisis
Data
Sumber Data
Output
1.
Mengetahui lokasi dan luas lahan potensial yang dapat dijadikan acuan untuk estimasi produksi komoditas ubi jalar
Analisis spasial (GIS) dengan overlay peta– peta yang tersedia
Peta RBI, peta tanah, peta administrasi, peta RTRW, peta penggunaan lahan, data curah hujan
Puslitanak, Bapeda, Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan
Peta kesesuaian lahan, peta lahan potensial dan estimasi produksi optimal ubi jalar di Distrik Cilimus
2.
Menganalisis kelayakan finasial pengusahaan tanaman ubi jalar pada tiap kelas kesesuaian lahan
Analisis R/C Ratio, Benefit/Cost Ratio dan Break Event Point (BEP), Return of Investment (ROI)
Besarnya input dan output biaya usahatani ubi jalar
Data sekunder, wawancara dan kuesioner
Kelayakan finansial dari nilai R/C Ratio, B/C Ratio, BEP dan ROI
3.
Menganalisis efisiensi kelembagaan pemasaran ubi jalar
Analisis marjin tata niaga dan rantai tata niaga
Besarnya input dan output biaya usahatani ubi jalar
Wawancara dan kuesioner dengan metode purposive sampling
Pola tata niaga dan marjin share masing – masing pelaku tata niaga
4.
Menganalisis potensi pengembangan agribisnis dan nilai tambah dari komoditas ubi jalar
Analisis pohon industri
Komoditi ubi jalar beserta produk turunannya
Pohon industri yang dibuat oleh berbagai sumber (Departemen Perindustrian dan Dinas Perindag)
Pohon industri ideal ubi jalar dan produk turunannya (derivatif)
5.
Mengetahui pilihan stakeholder terhadap jenis pengembangan agribisnis komoditas ubi jalar
Analytical Hierachy Process (AHP)
Perbandingan data berpasangan masing–masing kriteria dan alternatif
Wawancara & kuesioner dengan metode purposive sampling
Pilihan jenis pengembangan agribisnis ubi jalar menurut stakeholder
6.
Mengetahui dampak pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus berbasis ubi jalar terhadap perkembangan ekonomi lokal
Analisis uji beda pendapatan (uji t), analisis tabulasi data IPM (Indeks Pembangunan Manusia )
Besarnya pendapatan petani dari usahatani ubi jalar, data IPM tahun 2006 dan 2007
Data sekunder, wawancara & kuesioner dengan metode purposive sampling
Kontribusi usahatani ubi jalar terhadap pendapatan rumah tangga petani, perkembangan indeks daya beli
33
Gambar 4 Peta Administrasi Kabupaten Kuningan
34 Analisis Kelas Kesesuaian Lahan Evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta untuk tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut. Kriteria kualitas lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini berdasarkan kriteria Departemen Pertanian (1997) yang mencakup temperatur (t), ketersediaan air (w), media perakaran (r) dan tingkat bahaya erosi (e). Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk mendapatkan lokasi yang tepat berdasarkan potensi serta persyaratan yang dibutuhkan untuk kesesuaian tanaman ubi jalar. Pembuatan peta satuan lahan evaluasi untuk tanaman ubi jalar dilakukan melalui operasi SIG (Sistem Informasi Geografis dengan menggunakan software Arc View) terhadap peta-peta yang telah disiapkan. Untuk rincian skala peta, tahun pembuatan peta dan sumber peta dapat dilihat pada Lampiran 13. Proses operasi SIG dimulai dari menurunkan Peta RBI menjadi peta leteng dan suhu, hasilnya dengan digabungkan (join table) dengan data curah hujan, kemudian peta tersebut dioverlay dengan peta tanah yang akan menghasilkan
peta
satuan
lahan
evaluasi.
Selanjutnya
peta
tersebut
dimatchingkan dengan syarat kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar (Lampiran 1), proses tersebut akan menghasilkan peta kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar.
Peta tersebut dioverlay (tumpang tindih) dengan peta
penggunaan lahan eksisting dan peta RTRW, yang akan menghasilkan estimasi lahan potensial untuk tanaman ubi jalar. Untuk estimasi potensi produksi tanaman ubi jalar, selanjutnya dilakukan analisis potensial produksi berdasarkan kategori lahan basah (sawah irigasi dan tadah hujan) dan lahan kering (belukar dan ladang). Asumsi yang digunakan dalam estimasi perkiraan produksi tanaman ubi jalar pada lahan kelas S2 dan S3. Mengacu pada kesesuaian menurut FAO (1983), yang menyatakan bahwa perkiraan produksi pertanian pada lahan kelas kesesuaian S2 dapat mencapai 60 – 80 %, sedangkan pada lahan kelas S3 dapat mencapai 40 – 60% dari produksi optimum. Sedangkan untuk asumsi produksi optimum menurut kategori kondisi lahan mengacu pada Puslitanak (2003), yang menyatakan bahwa untuk lahan sawah tadah hujan produksi optimum untuk pengolahan komersial berkisar antara 25–30 ton/ha, untuk pengolahan tingkat petani berkisar 5–10 ton/ha. Sedangkan untuk lahan sawah
35 irigasi, produksi optimum untuk pengolahan komersial berkisar 25–30 ton/ha, untuk pengolahan tingkat petani berkisar 12–18 ton/ha.
Analisis Kelayakan Finansial Pendekatan yang digunakan untuk menghitung analisis usahatani adalah berdasarkan kajian ekonomi yaitu melalui analisis finansial. Analisis finansial dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pemanfaatan lahan untuk usahatani komoditas ubi jalar secara ekonomis layak atau tidak layak. Untuk melihat tingkat kelayakan pengusahaan komoditas ubi jalar pada tingkat kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Kuningan maka dilakukan analisis finansial usahatani ubi jalar. Data yang digunakan merupakan data input dan output produksi komoditas ubi jalar terpilih hasil wawancara dengan petani yang mengusahakan komoditas tersebut di Distrik Cilimus. Petani responden yang diwawancarai sebanyak 30 orang dengan komposisi 3–4 orang untuk tiap– tiap kecamatan (ada 9 kecamatan yang termasuk dalam Distrik Cilimus). Materi pokok yang menjadi bahan pertanyaan dalam kuesioner adalah besarnya biaya input dan output yang dihasilkan dalam budidaya tanaman ubi jalar. Data yang didapatkan akan digunakan untuk menghitung kelayakan finansial usahatani ubi jalar yang meliputi instrumen Revenue/Cost (R/C) Ratio, Benefit/Cost (B/C) Ratio dan Break Event Point (BEP), Return of Investment (ROI). R/C = _Total Penerimaan (R)_ Total Biaya Produksi (C) B/C = _Total Keuntungan (B)_ Total Biaya Produksi (C) BEP (Harga) = _Total Biaya Produksi (dalam Rp)_ Total Produksi (dalam Kg) BEP (Volume Produksi) = _Total Biaya Produksi (dalam Rp)_ Harga di Tingkat Petani (Rp per Kg) ROI = _Total Keuntungan_ Modal Usahatani Analisis kelayakan usahatani dilakukan terhadap komoditas ubi jalar, yang menjadi komoditas unggulan di Distrik Cilimus dan diharapkan pengembangan agribisnis komoditas ubi jalar dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat mendukung perkembangan ekonomi lokal. Metode analisis yang
36 digunakan untuk menentukan kriteria layak atau tidaknya usaha untuk dijalankan untuk tanaman semusim adalah dengan menghitung R/C Ratio dan B/C Ratio. Bila nilai R/C Ratio dan B/C Ratio >1 maka usaha tersebut layak secara finansial untuk dilakukan, sedangkan bila R/C Ratio dan B/C Ratio <1 maka usaha tersebut dianggap tidak layak dilaksanakan. Selain itu dihitung nilai Break Event Point (BEP) dan juga nilai Return of Investment (ROI). Asumsi yang ditetapkan untuk analisis finansial tanaman ubi jalar dalam penelitian ini adalah (1) suku bunga yang menjadi acuan adalah suku bunga bakn komersial saat penelitian ini dilakukan yaitu sebesar 17%; (2) perhitungan analisis finansial dilakukan pada skala usaha 1 hektar; (3) harga jual ubi jalar di tingkat petani sebesar Rp 1.000,- ; (4) produksi rata–rata 23 ton/ha.
Analisis Margin Tata Niaga Analisis margin tata niaga untuk mengetahui siapa yang menikmati keuntungan terbesar dari rantai pemasaran yang ada.
Semakin besar nilai
proporsi margin keuntungan yang diterima petani berarti posisi tawar petani menguntungkan, demikian juga sebaliknya. Dari rantai pemasaran yang sudah terbentuk secara melembaga di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka dapat dianalisis margin mana yang paling efisien. Hasil analisis ini merupakan masukan yang penting bagi sistem tata niaga dalam pengembangan agropolitan Distrik Cilimus di Kabupaten Kuningan. Hasil analisis ini dapat dilihat efektifitas dan efisiensi pemasaran produk ubi jalar dalam di antara para pelaku pemasaran seperti petani sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar dan industri. Margin tata niaga diketahui dengan menghitung perbedaan harga di tingkat petani (harga jual) dengan harga di tingkat eksportir (harga jual), secara persamaan margin tata niaga adalah sebagai berikut : m
m
n
j =1
j =1 j =1
m
M = ∑ Mi − ∑∑ Cij + ∑ Pj j =1
Keterangan : M = Margin tata niaga (Rp/kg). Mj = Margin tata niaga (Rp/kg) lembaga tata niaga ke–j (1,2,3, ...., m) dan m adalah jumlah tata niaga yang terlibat. Cij = Biaya tata niaga ke–i (Rp/kg) pada lembaga tataniaga ke–j (i = 1,2,3, ......, m) dan n = jumlah jenis pembiayaan. Pj = Margin keuntungan lembaga tataniaga ke–j (Rp/kg).
37 Responden yang diambil secara acak dan sengaja (purposive sampling), diwawancarai sebanyak 22 orang dengan komposisi 10 orang petani sebagai produsen, 5 orang pedagang pengumpul, 5 orang pedagang besar dan 7 orang dari inustri pengolahan ubi jalar (responden dimbil dari 9 kecamatan yang termasuk dalam Distrik Cilimus secara proporsional).
Analisis Pohon Industri Dalam analisis pohon industri, produk-produk turunan (derivatif) yang berbahan baku ubi jalar diuraikan secara satu persatu kemudian dianalisis produk ubi jalar yang memiliki nilai ekonomi. Produk-produk olahan ubi jalar yang telah berkembang saat ini diuraikan satu persatu tentang rangkaian proses dan manfaat masing-masing. Analisis ini menggunakan model pohon industri yang
dipakai
oleh
Departemen
Perindustrian
(2000)
sebagai
bahan
perbandingan dengan produk turunan tanaman ubi jalar yang telah berkembang di masyarakat, selanjutnya dibuat model pohon industri yang ideal. Dari analisis model pohon industri yang ideal akan dihasilkan persentase produk turunan ubi jalar yang sudah berkembang di masyarakat di Distrik Cilimus dan persentase kemungkinan produk turunan ubi jalar lain yang bisa dikembangkan.
Analisis Preferensi Masyarakat Untuk melihat sejauh mana preferensi masyarakat terhadap pilihan jenis prioritas pengembangan jenis pengembangan agribisnis ubi jalar di Distrik Cilimus Kabupaten Kuningan maka dilakukan analisis deskriptif untuk melihat seberapa besar keterlibatan dan perhatian masyarakat dalam berusaha usahatani ubi jalar. Pengukuran terhadap persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan agropolitan dilakukan dengan menggunakan kuesioner terhadap responden petani.
Selain itu juga dilakukan wawancara mendalam
terhadap pokja (kelompok kerja) pengelola kawasan Agropolitan yaitu Bapeda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian. Analisis dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholders yang memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian khususnya tanaman ubi jalar sebagai komoditas unggulan di Distrik Cilimus. Analisis AHP digunakan untuk menarik kesimpulan tentang pandangan para stakeholder mengenai jenis pengembangan agribisnis
yang dianggap
38 menguntungkan untuk dikembangkan pada program pengembangan ekonomi lokal di distrik agropolitan Cilimus Kabupaten Kuningan. Hasil kuesioner setiap responden dianalisis untuk dilihat tingkat konsistensinya dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Hasil analisis ini akan menjadi dasar dalam melakukan analisis prioritas pengembangan jenis agribisnis ubi jalar. Prinsip kerja Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak berstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian–bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat yang dimulai dengan goal/sasaran lalu kriteria level pertama, sub kriteria dan akhirnya alternatif. Untuk Analytical Hierachy Process (AHP), data perbandingan berpasangan antara masing-masing kriteria dan alternatif diperoleh dari 10 orang responden yang dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan responden tersebut dapat merepresentasikan kelompok yang diwakilinya. Responden tersebut yang terdiri dari 2 orang petani komoditas ubi jalar, 2 orang dari unsur pedagang, 1 orang dari unsur pengusaha dan 5 orang masing–masing dari unsur Pemerintah Kabupaten Kuningan yaitu dari Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Kepala Balai Penyuluh Pertanian di Lingkup Distrik Cilimus Kabupaten Kuningan. Sarana yang digunakan dalam AHP adalah dengan memberikan kuisioner kepada responden terpilih yang mengetahui dan memahami dengan baik masalah yang menjadi objek penelitian. Analisis AHP dilakukan dengan program aplikasi Expert Choice 2000.
Analisis Uji Beda Pendapatan Untuk mengetahui dampak pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus
terhadap
pendapatan
masayarakat
petani
dilakukan
analisis
perbandingan rata–rata pendapatan usahatani ubi jalar antara petani monokultur ubi jalar dengan petani ubi jalar tumpang sari (campuran) dengan uji t-student pada taraf 5%. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software Minitab
39 for Windows Release 14. Responden dipilih secara purposive sampling (sengaja) sebanyak 60 orang yang terdiri 30 orang petani monokultur (ubi jalar) dan 30 orang petani tumpang sari (campuran). Responden yang dipilih adalah petani yang memiliki usahatani di tanah seluas 0,5 ha dan tanpa melihat kepemilikan lahan.
Hipotesis yang diajukan adalah : Ho : µ1 = µ2 yaitu rata–rata pendapatan petani monokultur ubi jalar sama dengan rata–rata petani ubi jalar tumpang sari (campuran), artinya tidak ada perbedaan antara pendapatan petani ubi jalar monokultur dengan petani ubi jalar tumpang sari (campuran). Ho : µ1 = µ2 yaitu rata–rata pendapatan petani monokultur ubi jalar sama dlebih besar dari rata–rata dengan petani tumpang sari (campuran), artinya tidak ada perbedaan antara pendapatan petani kawasan monokultur dengan petani tumpang sari (campuran).
Statistik Uji t (Steel and Torrie, 1981) sebagai berikut :
t=
X1 − X 2 S( X1−X 2 )
Dimana : X1
= rata – rata pendapatan petani ubi jalar monokultur
X2
= rata – rata pendapatan petani ubi jalar tumpang sari (campuran)
S (X1 – X2)
= standar deviasi dari (x1 - x2)
Kaidah keputusan : Bila statistik hitung ≤ tα, maka tolak H0 (terima H1). Bila statistik hitung > tα, maka tolak H0 (terima H1).
40
Pengambilan Data
Peta Lereng, Curah Hujan, Tanah
Peta Penggunaan Lahan Eksisting
Peta RTRW
Analisis Kelayakan Finansial
Analisis Potensi Pengemb. Agroindustri & Nilai Tambah
Analisis Sistem Tata Niaga
Analisis Preferensi Masyarakat
Overlay
Peta Satuan Evaluasi
Syarat Kesesuaian Tanaman
Peta Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Ubi Jalar
Overlay
Luas Lahan Potensial Untuk Tanaman Ubi Jalar
Estimasi Produksi Ubi Jalar
Analisis Rantai Tata Niaga
Analisis Marjin Tata Niaga
Analisis Neraca Kapasitas & Produksi
Analisis Pohon Industri
Analisis RC Ratio, BC Ratio, BEP dan ROI
Kelayakan Finansial Pada Kesesuaian Lahan
Alternatif Rantai Pemasaran
Rekomendasi Pengembangan Distrik Cilimus melalui Peningkatan Kinerja Usahatani Komoditas Ubi Jalar
Skenario Pengembangan Industri
Perkembangan Ekonomi Lokal Distrik Cilimus
Gambar 5 Diagram Alur Tahapan Penelitian
Analytic Hierarchy Process (AHP)