METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Salah satu kebutuhan lahan terbesar di perkotaan adalah bagi penyediaan sarana hunian penduduk. Perkembangan pola permukiman sangat dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki, sehingga permukiman yang berkembang di setiap wilayah belum tentu sama. Sebagai bahan untuk melaksanakan analisis lanjut, maka dilakukan klasifikasi kawasan untuk memperoleh beberapa pola permukiman. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan status wilayah administratif, serta pendekatan pengertian kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Tujuan dilakukannya klasifikasi ini adalah untuk memperoleh data kategori bagi proses analisis diskriminan. Untuk memberikan gambaran pola masing-masing tipologi kawasan permukiman, perlu diketahui faktor-faktor mana saja yang menjadi penciri atau paling berpengaruh terhadap tipologi wilayah masing-masing. Penggunaan analisis diskriminan berfungsi untuk memilih faktor-faktor yang paling mencirikan dari setiap tipologi permukiman. Proses ini diawali dengan analisis faktor sebagai analisis antara, untuk menghasilkan sejumlah variabel baru, yang merupakan penyederhanaan dari sejumlah variabel. Setiap perkembangan yang terjadi mempunyai pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Berbagai aspek mempengaruhi proses tumbuhnya permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Iaquinta dan Drescher (2000) menjelaskan bahwa penyebab perkembangan kota induk maupun proses tumbuh daerah pinggiran kota tidak pernah sama. Menurut Winarso (2007), pembangunan di perkotaan dan daerah pinggirannya menunjukkan fenomena yang berbeda. Khususnya di Kawasan Metropolitan Jakarta perkembangan dipengaruhi oleh pembangunan perumahan berskala besar. Untuk itu, mencari faktor-faktor penyebab munculnya masalah pada setiap tipologi kawasan permukiman di Tangerang, dapat menjadi masukan bagi proses perumusan strategi dan penentuan kebijakan pembangunan. Secara skematis, bagan alir kerangka pemikiran penelitian dijelaskan pada Gambar 2 berikut.
26
Pertumbuhan penduduk & aktifitas perkotaan
Lahan perkotaan terbatas
Perkembangan yang acak (urban sprawl) Pembangunan merupakan perubahan terencana Perubahan tidak terencana Kondisi di perkotaan dan perdesaan: • Aspek fisik • Aspek kependudukan
Perubahan menuju pada keadaan yang lebih baik Pola perkembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan
Tipologi kawasan permukiman
Karakteristik masingmasing tipologi kawasan
Penyebab masalah tiap tipologi kawasan permukiman
Gambar 3 Kerangka pemikiran. Ruang Lingkup Penelitian Lingkup pembahasan pada studi karakterisasi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan di Wilayah Tangerang ini dikemukakan melalui substansi-substansi: a. Studi pustaka tentang konsep kawasan permukiman serta konsep kawasan perkotaan dan perdesaaan. b. Identifikasi tipologi kawasan permukiman melalui pendekatan wilayah administrasi dan pendekatan kriteria kawasan perkotaan/perdesaaan. c. Analisis hasil klasifikasi tipologi kawasan permukiman melalui uji statistik fungsi diskriminan.
27
d. Mengkaji hubungan tiap faktor berpengaruh pada tiap tipologi kawasan permukiman. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 hingga Agustus 2011, dilakukan di 3 (tiga) wilayah administratif, yakni Kabupaten Tangerang, Kotamadya Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Seterusnya, pada penelitian ini ketiga wilayah penelitian akan disebut sebagai Wilayah Tangerang. Secara administratif, wilayah penelitian memiliki batas-batas: -
sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa,
-
sebelah Timur berbatasan dengan DKI Jakarta,
-
sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak,
-
sebelah Barat dengan Kabupaten Serang.
Tangerang merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Sebagai bagian dari sistem Kawasan Metropolitan Jabodetabek, Tangerang menunjukkan keterkaitan dan hubungan yang tinggi dengan Jakarta. Ketiga wilayah administratif ini memiliki jumlah penglaju terbesar dibandingkan dengan wilayah lain di Bodetabek. Hasil Survei Migrasi Penduduk Jabodetabek Tahun 2001, menunjukkan rata-rata jumlah penglaju dari ketiga wilayah Tangerang sebesar 47,7% dari seluruh penglaju di Jabodetabek, sedangkan wilayah lainnya, seperti Bogor memiliki jumlah penglaju sebesar 11,4%, Depok memiliki jumlah penglaju sebesar 12,6% dan Bekasi sebesar 28,3% (Dwijosumono dan Desiar 2001). Perpindahan in-migrasi penduduk ke wilayah Bodetabek, masih terbatas pada perpindahan tempat tinggal, tanpa disertai perpindahan tempat kerja, bersekolah, atau kegiatan perkotaan lainnya. Banyak penduduk yang melakukan in-migrasi ke wilayah Bodetabek, namun masih melakukan aktifitasnya di Jakarta menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi fenomena commuting (ulang-alik). Kenyataan inilah yang melatarbelakangi pemilihan Tangerang sebagai lokasi penelitian. Untuk lebih jelasnya, letak wilayah studi Tangerang ditunjukkan pada Gambar 3.
28
Gambar 4 Orientasi dan letak wilayah studi. Bahan dan Alat Bahan penelitian berupa data sekunder; data tabular karakteristik sosial ekonomi masyarakat seperti jumlah penduduk dan keluarga, aksesibilitas ke pusat-pusat pelayanan kawasan, jumlah dan jenis fasilitas umum. Disamping itu juga digunakan data spasial berupa citra online yang disajikan oleh Google Earth untuk membantu proses klasifikasi kawasan permukiman. Untuk melakukan verifikasi hasil klasifikasi digunakan informasi penggunaan lahan dan pengamatan lapang (ground check). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat komputer yang dilengkapi dengan piranti lunak Arc-View 3.3, STATISTICA 7 untuk pengolahan statistik dan Microsoft Office untuk ekstraksi informasi dan penyusunan laporan. Secara lebih rinci bahan berupa data yang digunakan disajikan dalam kolom dua di Tabel 2.
29
Identifikasi Jenis Data Identifikasi dan pemilihan jenis data yang bersesuaian dengan tujuan penelitian merupakan salah satu proses penting dalam penelitian. Pemilihan data khususnya variabel yang tepat akan mendukung penjelasan dan menggambarkan jawaban atas pertanyaan penelitian yang disusun. Pada Tabel 3 disajikan tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis untuk mendukung diperolehnya jawaban atas pertanyaan penelitian dan hasil yang diharapkan akan diperoleh. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: a. Studi Pustaka Pengumpulan data melalui literatur yang terkait dengan penelitian. b. Pengumpulan data dari berbagai instansi terkait. Sejumlah data baik data tabular maupun data spasial diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan kebutuhan data. c. Pengamatan lapangan. Pengamatan dengan metode ground check, dilakukan dengan langsung melaksanakan verifikasi lapangan atas data sekunder yang diperoleh. Tabel 2 Jenis dan sumber data, teknik analisis dan hasil yang diharapkan untuk setiap tujuan penelitian No 1
Tujuan Penelitian Klasifikasi kawasan permukiman
Jenis Data • Citra google earth • Peta administratif • Peta penggunaan/ tutupan lahan. • Peta sebaran daerah terbangun.
Sumber Data • Studi pustaka • P4W • Bappeda Kab. Tangerang, Bappeda Kota Tangsel, Kodya Tangerang
Teknik Analisis Metode klassifikasi dengan pendekatan status administrasi.
Hasil yang Diharapkan Tipologi di daerah periurban.
30
Tabel 2 (lanjutan) No
Tujuan Penelitian
Jenis Data
2
menentukan karakteristik penciri dari tiap tipologi permukiman
• Data sekunder: Podes
3
mencari faktor-faktor penyebab munculnya masalah dari tiap tipologi permukiman.
• Data sekunder: kondisi fisik terbangun dan kepadatan penduduk
Sumber Data
Teknik Analisis
Hasil yang Diharapkan
• P4W • Bappeda Kab. Tangerang, Bappeda Kota Tangsel, Kodya Tangerang
Analisis Faktor dan Analisis Diskriminan
Karakteristik pada tiap tipe permukiman
• P4W • Bappeda Kab. Tangerang, Bappeda Kota Tangsel, Kodya Tangerang
Analisis Deskriptif
Penyebab permasalahan tiap tipologi permukiman
Proses Persiapan dan Tahap Analisis Sebelum dilakukan analisis data, akan disiapkan dan dibangun basis data dan digitalisasi data. Data spasial yang sebagian masih berupa hardcopy diproses digitalisasi menggunakan metode on screen digitations, dengan bantuan piranti lunak Arcview 3.3. Basis data yang perlu disiapkan adalah peta tutupan lahan/penggunaan lahan, dengan langkah penyiapan sebagai berikut; -
Koreksi geometrik Sebelum dilakukan intepretasi, data citra yang diunduh dari Google Earth dilakukan koreksi geometri. Koreksi geometrik bertujuan untuk menyesuaikan skala citra (dimensi luas) dan orientasi peta (arah Utara). Dengan demikian luasan yang diperoleh dalam analisa statistik akan sebanding dengan dimensi di lapangan sesuai dengan skala citra yang diinginkan.
-
Memotong citra (cropping) Pemotongan citra dilakukan pada wilayah yang menjadi lokasi studi. Sebagai acuannya adalah peta administrasi yang sudah terkoreksi geometris.
-
Klasifikasi penggunaan lahan Klasifikasi citra ke dalam beberapa jenis penutupan lahan menggunakan metode
klasifikasi
kemungkinan
maksimum
(maximum
likehood
classification) berdasarkan area contoh yang telah ditentukan. Pada area
31
contoh ditentukan keberadaan jenis penutupan lahan yang ada dalam citra dan kesamaan warna obyek. Pada data tabular, digitalisasi data dilakukan untuk kebutuhan analisis statistik. Data digital yang disiapkan disesuaikan dengan jumlah variabel yang digunakan sebagai penduga. Data yang dibutuhkan terdiri dari beberapa macam bentuk. Ada data yang langsung dapat diolah (raw/mentah), ada data yang perlu diolah secara sederhana terlebih dahulu (proses penjumlahan, perhitungan persentase dan penghitungan jumlah) dan ada data yang diolah dengan metode statistik analisis faktor. Untuk mencapai tujuan penelitian, akan dilakukan beberapa rangkaian proses analisis. Tahap pertama, menentukan tipologi kawasan permukiman berdasarkan kemiripan karakteristik di Wilayah Tangerang melalui proses filtering. Tujuannya adalah untuk menghasilkan beberapa tipologi permukiman dengan metode pendekatan status administratif wilayah. Karakteristik lahan terbangun, keragaman fasilitas dan sebaran permukiman kumuh atau permukiman liar merupakan kriteria yang digunakan untuk menjustifikasi tipologi kawasan permukiman yang tertata atau tidak tertata. Kedua, eksplorasi data yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian. Untuk menghasilkan intepretasi yang lebih baik, sebelum dilakukan analisis, akan dilakukan analisis dari data. Teknik yang digunakan adalah teknik visualisasi grafis dan uji t (t-test). Tujuannya adalah untuk melihat perbedaaan karakteristik yang siginifikan antar grup/kategori dari sejumlah variabel yang diamati dalam penelitian. Ketiga, untuk mengetahui karakteristik yang membedakan tiap tipologi kawasan permukiman secara nyata. Karakteristik yang berbeda secara nyata ini dihasilkan dari analisis sejumlah kriteria yang digunakan sebagai penduga. Berdasarkan kriteria terpilih, dan dengan analisis diskriminan, dihasilkan variabel yang membedakan secara nyata setiap tipologi (Hair et al. 1998) kawasan permukiman. Hasil analisis ini digunakan untuk memprediksi variabel yang menjadi penyebab munculnya permasalahan, didasarkan pada karakteristikkarakteristik yang diobservasi di tiap tipologi kawasan permukiman.
32
Keempat, untuk mencari faktor-faktor penyebab munculnya masalah pada tiap tipologi kawasan. Secara deskriptif akan diuraikan secara sistematis, hubungan antar tipologi kawasan dengan karakteristik yang diselidiki. Analisis ini digunakan pula untuk menjelaskan karakteristik yang khas dari tiap tipologi, dan sejauhmana masalah yang ditimbulkannya, serta penyebab munculnya masalah di tiap tipologi kawasan permukiman. Secara sistematis tahapan penelitian ini dijelaskan Gambar 5.
Digitalisasi peta administrasi dan tutupan lahan
Filtering Tipologi kawasan permukiman
Definisi Kota, Perkotaan dan Eksplorasi data secara grafis dan uji t
Data potensi desa
Karakteristik variabel antar tipologi Analisis Faktor dan Analisis Diskriminan Karakteristik tiap tipologi kawaan permukiman
Masalah di tiap tipologi kawasan permukiman Analisis Deskriptif
Gambar 5 Bagan alir penelitian. Teknik Analisis Data Dalam perencanaan, analisis adalah penyelidikan dan penguraian terhadap suatu pokok, untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya agar memperoleh pengertian yang tepat dan memperoleh arti keadaan (Warpani, 1984). Pola dan proses perkembangan yang terjadi pada suatu wilayah dapat dipelajari untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi penentuan kebijakan perencanaan. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka pada penelitian ini akan dipelajari pola
33
permukiman yang terbentuk sebagai akibat perkembangan baik yang terjadi di perkotaan dan di pedesaan. Untuk itu akan digunakan beberapa metode analisis, antara lain metode klasifikasi filtering, teknik analisis visual data grafis, analisis faktor, analisis diskriminan, dan analisis deskriptif. Klasifikasi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan Klasifikasi
bertujuan
untuk
mendapatkan
masukan
bagi
analisis
selanjutnya berupa data kategori dalam analisis diskriminan yang menyatakan opsi yang saling berbeda yakni: tipologi permukiman perkotaan dengan permukiman perdesaan, serta tipologi permukiman tertata dengan tidak tertata. Berdasarkan konsep kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan sebagaimana dijelaskan dalam UU No 1/2011 dan UU No 26/2007, maka dilakukan pengklasifikasian kawasan permukiman dengan menggunakan proses filtering dari beberapa kunci intepretasi yang bersumber dari data tabular Potensi Desa. Identifikasi yang dilakukan melalui proses filtering akan menggunakan kunci intepretasi status administratif wilayah, keberadaan kawasan permukiman kumuh/ilegal, variasi/kelengkapan fasilitas, proporsi lahan terbangun, serta ditunjang data spasial citra online yang disajikan oleh Google Earth. Status administratif wilayah, proporsi lahan terbangun dan variasi fasilitas akan mengklasifikasi kawasan menjadi kawasan perkotaan dan perdesaan. Keberadaan kawasan permukiman kumuh/ilegal dan proporsi lahan terbangun membagi kelas kawasan menjadi dua kondisi yakni kondisi kawasan yang tertata dan kawasan tidak tertata. Dengan demikian dapat dihasilkan empat pola kawasan permukiman. Klasifikasi dengan kunci penentu status administrasi digunakan untuk membedakan kelompok permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan di Wilayah Tangerang. Secara administratif, variabel penentunya adalah status administratif masing-masing wilayah, yakni wilayah perkotaan adalah Kotamadya Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, dan wilayah perdesaan adalah Kabupaten Tangerang dengan ibukotanya di Tigaraksa. Secara fisik terbangun yang ditandai dengan luas lahan terbangun dan keberadaan permukiman kumuh digunakan untuk menentukan ketertataan permukiman. Kunci penentu klasifikasi ini menjadi alat untuk menjustifikasi kawasan yang mengalami sprawl (tak tertata) dan yang
34
tidak mengalami sprawl (tertata). Keberadaan permukiman kumuh sebagai dasar pengelompokkan merupakan indeks dari keberadaan permukiman dan keluarga yang tinggal di kawasan kumuh, di bantaran sungai dan di bawah saluran udara tegangan tinggi (SUTET). Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pada penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik sebaran data dan untuk menggambarkan faktor penciri yang khas dari tiap tipologi klasifikasi. Untuk menghasilkan intepretasi dan evaluasi yang lebih baik dari hasil analisis multivariabel, akan dilakukan visualisasi dan evaluasi data secara grafis. Penjabarannya
secara
deskriptif
bertujuan
untuk
melihat
hubungan,
kecenderungan (trend) dan bias pada variabel yang diamati. Kelebihan analisis ini adalah mempermudah penilaian hasil analisis serta dapat mengeliminir hasil analisis yang kurang baik. Metode yang digunakan untuk mengamati karakteristik data tersebut adalah teknik visualisasi data secara grafis dan uji t (t-test). Bila hasil pengujian dengan kedua metode menunjukkan perbedaan yang signifikan antar grup, maka hasil uji ini akan menjadi alat bantu dalam mengintepretasikan dan menyimpulkan pembacaan hasil analisis lanjutnya. Teknik visualisasi yang digunakan adalah boxplot, dengan menggunakan paket program Statistica versi 7. Boxplot adalah suatu metode yang menggambarkan sebaran/distribusi variabel (Hair et al. 1998). Metode ini bermanfaat untuk melakukan perbandingan satu atau lebih variabel antar grup/kategori. Boxplot menghasilkan informasi ringkasan distribusi variabel yang disajikan secara grafis, meliputi informasi bentuk distribusi data (skewness), ukuran tendensi sentral dan ukuran penyebaran (keragaman) data. Informasi grafis boxplot terdiri dari box (kotak) yang menggambarkan bagian terbesar sebaran/distribusi data dan garis ekstensi yang dinamakan whiskers untuk menggambarkan sejauhmana titik ekstrim sebaran/distribusi variabel, serta melihat perbedaaan karakteristik antar grup/kategori (Hair et al. 1998).
35
Pemahaman sebaran data/variabel akan menunjukkan ada tidaknya perbedaan karakteristik antar grup/kategori secara signifikan dari sejumlah variabel yang diamati dalam penelitian. Hasilnya akan memperkuat intepretasi hasil analisis multivariat. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menguraikan faktor-faktor dominan pada tiap tipologi, Tujuannya adalah untuk menjelaskan karakteristik yang khas dari tiap tipologi, serta sejauhmana masalah yang ditimbulkannya pada tiap tipologi kawasan permukiman. Analisis ini akan menggunakan hasil analisis diskriminan, literatur-literatur yang berkaitan, serta citra Google Earth, untuk menggambarkan penyebab munculnya masalah di tiap tipologi kawasan agar dapat dipahami hubungan sebab akibat munculnya fenomena urban sprawl di Tangerang serta terbentuknya ketidak-tertataan permukiman. Analisis Tipologi Wilayah dengan Teknik Analisis Multivariate Untuk menghasilkan beberapa penciri utama keragaan permukiman di Wilayah Tangerang, maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap tiga puluh dua (32) peubah fisik sosial ekonomi yang diduga berpengaruh nyata. Secara bertahap pengujian dengan teknik analisis multivariabel yang akan dilakukan adalah analisis ‘Faktor Utama’ dan analisis multivariat ‘Diskriminan’. Tiga puluh dua (32) peubah fisik sosial ekonomi yang akan diuji akan dianalisis dengan menggunakan alat bantu paket program Statistica versi 7. Adapun ketiga puluh dua variabel yang akan diamati, secara rinci tersaji pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Variabel-variabel yang diperkirakan mempunyai pengaruh kuat terhadap perkembangan ruang Kelompok Variabel Konsep Jarak dan penggunaan lahan
Kependudukan Tingkat kekumuhan dan kemiskinan
Jenis variabel proksi Jarak ke Kota Jakarta Persentase luas lahan terbangun Persentase luas ruang terbuka hijau (RTH) Persentase luas tegalan Persentase luas sawah Persentase luas tambak Persentase luas tubuh air Laju pertumbuhan KK Persentase jumlah KK yang tinggal di bantaran sungai, di bawah jaringan SUTET dan di lokasi kumuh.
36
Tabel 3 (lanjutan) Kelompok Variabel Konsep Tingkat kekumuhan dan kemiskinan
Fasilitas
Aktifitas industri Tingkat aksesibilitas
Jenis variabel proksi Persentase jumlah bangunan yang ada di bantaran sungai, di bawah jaringan SUTET dan di lokasi kumuh. Persentase jumlah buruh tani Persentase jumlah TKI Persentase jumlah KK penerima Askesin Persentase penderita gizi buruk Jumlah surat miskin Jumlah lokasi kumuh Frekuensi banjir Variasi fasilitas Pertumbuhan jumlah fasilitas pendidikan Pertumbuhan jumlah fasilitas kesehatan Pertumbuhan jumlah fasilitas sosial Pertumbuhan jumlah fasilitas ekonomi Jumlah industri besar (>100 pekerja) Jumlah industri sedang (20-99 pekerja) Jumlah industri kecil/RT (1-19 pekerja) menuju fasilitas pendidikan menuju fasilitas kesehatan menuju fasilitas sosial menuju fasilitas ekonomi ke pusat kecamatan ke pusat kabupaten ke pusat kabupaten/kota lain
Adapun penjelasan atas terpilihnya variabel yang akan diamati didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: 1. Variabel jarak Menurut Angel et al. (2007) jarak antara kawasan permukiman dengan pusat kota dapat menggambarkan besarnya pengaruh sprawl. Keberadaan lokasi sangat berpengaruh terhadap interaksi yang terbentuk antara manusia dengan (fungsi) lingkungannya (Busck 2006), dan setiap zona yang mengalami urbanisasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda (Bintarto 1983; Antrop 2000 dalam Busck 2006). Dengan demikian penggunaan kriteria jarak ke pusat aktifitas (dalam hal ini ke Kota Jakarta) diperkirakan dapat menunjukkan perbedaan pola tiap kawasan. 2. Variabel penggunaan lahan Menurut Smailes (1955) dalam Yunus (2006), karakteristik pemanfaatan lahan dapat membedakan bentuk pemanfaatan lahan yang berkonotasi kekotaan atau kedesaan. Klasifikasinya dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) bentuk, yaitu bentuk pemanfaatan lahan non agraris dan bentuk pemanfaatan lahan agraris.
37
Bentuk pemanfaatan lahan non agraris adalah bentuk pemanfaatan lahan yang diklasifikasikan sebagai settlement built-up areas yang berasosiasi dengan sektor kekotaan dan bentuk pemanfaatan lahan agraris khususnya vegetated area yang berasosiasi dengan sektor kedesaan. Pemilihan variabel lahan terbangun (built-up areas) dapat digunakan untuk mengukur pemekaran kota (Angel et al. 2007). Definisi fungsional Badan Pusat Statistik (BPS) tentang status desa/kelurahan yang dapat berubah sewaktu-waktu seiring dengan bertambah padatnya penduduk, berkurangnya kegiatan pertanian atau meningkatnya fasilitas dan pelayanan kota juga menunjukkan bahwa penurunan kegiatan pertanian dapat dipengaruhi oleh pertambahan las lahan terbangun. Sementara itu pemekaran/perluasan kota yang ditandai dengan perluasan lahan terbangun yang terjadi ke segala arah akan membawa karakteristik asal kotanya (Antrop 2000 dalam Busck 2006). Oleh karena itu, penggunaan variabel lahan terbangun dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan pola perkembangan kawasan. 3. Variabel laju pertumbuhan kepala keluarga (KK) Asumsi bahwa satu kepala keluarga (KK) menempati satu unit sarana mukim (rumah) adalah alasan digunakannya data KK sebagai salah satu variabel yang diamati dalam penelitian. Sejumlah KK tertentu menunjukkan keberadaan sarana mukim dengan jumlah yang sama. Agar dapat menggambarkan pola perkembangan kawasan permukiman pada tiap kategori pengamatan, maka informasi jumlah KK yang digunakan adalah laju pertumbuhan KK. 4. Variabel bangunan yang ada di bantaran sungai, di bawah jaringan SUTET dan di lokasi kumuh/variabel lokasi kumuh/variabel keluarga yang tinggal di bantaran sungai, di bawah jaringan SUTET dan di lokasi kumuh/variabel TKI/variabel buruh tani/variabel keluarga penerima Askesin/variabel penderita gizi buruk/ variabel surat miskin. Dari Koestoer (1997), dapat disimpulkan bahwa keberadaan bangunan di lokasi-lokasi yang menempati lahan ilegal, kondisi fisik lingkungannya memburuk, berpenduduk dengan status sosial dan ekonomi rendah atau penghasilan dibawah standar, merupakan kantong-kantong kemiskinan dan berpengaruh terhadap ketidakteraturan bentuk permukiman.
38
5. Variabel frekuensi banjir Menurut Simarmata (2011), lahan-lahan yang terbebas dari banjir, stabilitas tanahnya tinggi, topografi relatif datar atau mempunyai kemiringan yang kecil, air tanah relatif dangkal, relief mikronya tidak menyulitkan untuk pembangunan, drainasenya baik, terbebas dari polusi air, udara maupun tanah akan mempunyai daya tarik yang lebih besar terhadap penduduk maupun fungsi-fungsi lain kekotaan dibandingkan dengan daerah-daerah yang skor komposit variabel karakteristik lahannya lebih rendah. 6. Variabel fasilitas Faktor pelayanan umum merupakan faktor penarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan untuk datang kearahnya. Pada butir 2 di atas telah disebutkan definisi fungsional BPS yang menyatakan bahwa status desa dapat ditandati salah satunya dengan meningkatnya fasilitas dan pelayanan kota. Oleh karena itu, makin banyak jenis dan macam pelayanan umum yang terkonsentrasi pada suatu wilayah, maka makin besar daya tariknya terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan, diantaranya fasilitas pendidikan, pusat perbelanjaan, perkantoran, kompleks industri, pusat rehabilitasi, rumah sakit, tempat ibadah, tempat rekreasi dan olah raga, stasiun kereta api dan bis, serta bandara. 7. Variabel kegiatan industri Menurut Sajor (2007), selain pertumbuhan dan perkembangan kawasan perumahan, salah satu jenis kegiatan perkotaan lain yang menyebabkan meningkatnya luasan lahan terbangun adalah peningkatan jumlah kegiatan industri. Secara signifikan pertambahan jumlah industri akan diikuti pertambahan kebutuhan ruang terbangun. 8. Variabel aksesibilitas Menurut Yunus (2006), faktor aksessibilitas mempunyai peranan yang besar terhadap perubahan pemanfaatan lahan, khususnya perubahan pemanfaatan lahan agraris menjadi non agraris di daerah pinggiran kota. Di daerah yang mempunyai nilai aksesibilitas fisikal yang tinggi akan mempunyai daya tarik yang lebih kuat dibandingkan dengan daerah yang mempunyai nilai aksesibilitas fisikal yang rendah terhadap penduduk maupun fungsi-fungsi
39
kekotaan. Adapun yang dimaksud aksesibilitas dalam hal ini adalah aksesibilitas fisikal yaitu tingkat kemudahan suatu lokasi yang dapat dijangkau oleh dan dari berbagai lokasi lain. Analisis Faktor (Factor Analysis) Analisis faktor merupakan teknik analisis multivariabel yang dilakukan untuk tujuan ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel. Analisis ini merupakan teknik statistik yang mentransformasikan secara linier satu set variabel ke dalam variabel baru dengan ukuran lebih kecil namun representatif dan tidak saling berkorelasi (ortogonal). Analisis faktor sering digunakan sebagai analisis antara maupun analisis akhir. Pada penelitian ini, analisis faktor digunakan sebagai analisis
antara,
dimana
teknik
ini
bermanfaat
untuk
menghilangkan
multicollinearity atau untuk mereduksi variabel yang berukuran besar ke dalam variabel baru yang berukuran sederhana. Analisis faktor adalah analisis yang mentransformasikan data sejumlah p ke dalam struktur data baru sejumlah k dimana jumlah k < p. Di dalam analisis faktor akan dihitung vektor pembobot yang secara matematis ditujukan untuk memaksimumkan keragaman dari kelompok variabel baru (yang sebenarnya merupakan fungsi linier peubah asal) atau memaksimumkan jumlah kuadrat korelasi antar variabel baru dengan variabel asal. Hasil analisis faktor antara lain nilai akar ciri, proporsi, dan kumulatif akar ciri, nilai pembobot atau sering disebut factor loading, serta factor scores. Untuk menampilkan data pada objek yang mempunyai beberapa peubah (dimensi), perlu dilakukan seleksi variabel yang ditransformasi menjadi variabel baru melalui Analisis Faktor (Factor Analysis). Terkait dengan tujuan penelitian, proses analisis faktor akan dilakukan sebanyak dua kali. Pertama, seleksi dari kelompok variabel konsep tingkat kekumuhan dan kemisikian, kedua seleksi dari kelompok variabel konsep tingkat aksesibilitas. Data dasar yang digunakan adalah data sekunder berupa data Potensi Desa tahun 2003 dan 2008 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Analisis menghasilkan sejumlah faktor baru yang merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas.
40
Analisis faktor akan menseleksi sembilan jenis variabel proksi dari kelompok variabel konsep tingkat kekumuhan dan kemiskinan serta tujuh jenis variabel proksi dari kelompok variabel konsep tingkat aksesibilitas. Sembilan jenis variabel proksi tingkat kekumuhan dan kemiskinan adalah kepala keluarga yang tinggal di kawasan kumuh/illegal, bangunan yang ada di kawasan kumuh/illegal, jumlah lokasi kawasan kumuh/illegal, frekuensi banjir, jumlah buruh tani, jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI), kepala keluarga penerima ASKESIN, jumlah surat miskin dan penderita gizi buruk. Tujuh jenis variabel proksi tingkat aksesibilitas adalah pencapaian ke fasilitas pendidikan, pencapaian ke fasilitas kesehatan, pencapaian ke fasilitas ekonomi, pencapaian ke fasilitas sosial, pencapaian ke pusat kecamatan, pencapaian ke pusat kabupaten dan pencapaian ke pusat kabupaten lain. Analisis Diskriminan Analisis diskriminan merupakan salah satu analisis multivariabel. Tujuan dilakukan analisis diskriminan adalah agar mampu disusun fungsi pembatas antar kelompok wilayah, yang membedakan secara nyata kelompok-kelompok yang telah ada secara alami (Hair et al. 1998). Prinsip dasarnya adalah menentukan apakah nilai tengah variabel penciri untuk setiap kelompok berbeda secara nyata, dan selanjutnya menggunakan variabel tersebut sebagai penduga. Dengan adanya fungsi kelompok antar gerombol wilayah tersebut maka akan dapat diukur perubahan nilai-nilai peubah yang digunakan dalam menyusun fungsi tersebut. Diasumsikan bahwa S = (fj , j=1,2,…,M). S adalah gugus kelompok dari wilayah yang belum diketahui. Hasil klasifikasi sebelumnya akan diketahui jumlah kelompok serta anggota jenis wilayah dalam kelompok tersebut. Sehingga gugus S dapat dituliskan kembali menjadi S = (fjk, j=1,2,…,Mk), k = 1,…,K. (dengan asumsi jumlah kelompok adalah K). Analisis fungsi diskriminansi menggunakan peubah-peubah atau variabel-variabel terpilih yang diantaranya telah diseleksi dengan analisis faktor untuk menghasilkan peubah baru yang lebih sederhana. Unit analisis yang digunakan adalah seluruh desa yang ada di Wilayah Tangerang. Analisis ini juga menggunakan nilai skor (factor scores), untuk mendapatkan faktor-faktor yang menjadi penciri masing-masing kawasan permukiman.
41
Fungsi diskriminan yang terbentuk mirip dengan fungsi regresi. Dalam hal ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi, sedangkan variabel tak bebasnya (X) adalah variabel-variabel yang digunakan sebagai penduga. Persamaan fungsi diskriminan adalah: Y = a + b1X1 + b2X2 + bmXm dimana Y adalah kelompok tipologi kawasan, sedangkan X adalah dua puluh dua (22) variabel yang dapat membedakan tipologi kawasan, dimana 6 variabel diantaranya akan disederhanakan menjadi sejumlah peubah baru. Ketiga puluh dua variabel tersebut digunakan sebagai variabel bebas/tidak terikat yang diduga berpengaruh terhadap perkembangan serta merupakan faktor penciri tiap tipologi kawasan, baik yang teratur maupun tidak teratur. Secara rinci ketiga puluh dua variabel yang digunakan dalam analisis telah disajikan pada Tabel 3. Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok yang ada. Lebih lanjut analisis diskriminan digunakan untuk memprediksi variabel yang menjadi penyebab munculnya permasalahan, didasarkan pada karakteristik-karakteristik yang diobservasi pada tiap tipologi kawasan. Untuk keperluan analisis diskriminan ini digunakan piranti lunak Statistica versi 7. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya hasil analisis diskriminan diantaranya ialah: (1) Variabel tergantung hanya satu dan bersifat non-metrik, artinya data harus kategorikal dan berskala nominal, (2) Variabel bebas terdiri lebih dari dua variabel dan berskala interval, (3) Semua kasus harus independen, (4) Semua variabel prediktor sebaiknya mempunyai distribusi normal multivariat, dan matriks varian kovarian dalam kelompok harus sama untuk semua kelompok, (5) Keanggotaan kelompok diasumsikan eksklusif, maksudnya tidak satupun kasus yang termasuk dalam kelompok lebih dari satu. dan jenuh (exhaustive) secara kolektif, maksudnya semua kasus merupakan anggota satu kelompok.