II.
MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer, pH indikator universal, meteran, tali rafia, kantung plastik, pisau, keping sechhi, gunting, bak plastik, tempat penjemuran, gelas ukur, erlenmeyer, saringan (kain blacu), freezer, termometer, kompor gas, pipet, pengaduk, blender, alat tulis, bambu, pelampung, kamera, timbangan analitik, dan alat pemeras jeruk manual. b. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi rumput laut Eucheuma cottonii (untuk budidaya sistem tali tunggal, sistem tabung, sistem tubuler), ekstrak jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle), kapur tohor, NaOH 15% (b/v), asam cuka 0,5% (v/v), H2O2 dan KCl 0,3% (b/v). 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian budidaya rumput laut dilakukan di Perairan Pandansari - Pantura Brebes, dan ekstrasi karaginan rumput laut Eucheuma cottonii di Laboratorium Biologi Akuatik Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto pada bulan Februari sampai bulan April 2013.
B. Metode Penelitian 1. Rancangan percobaan.
Metode yang digunakan pada penelitian ini secara eksperimental dengan RAL yang diulang 5 kali. Perlakuan sistem budidaya terdiri dari sistem tali tunggal, sistem jaring tabung, dan sistem jaring tubuler. Pengukuran parmeter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbahan berat basah rumput laut Eucheuma cottonii dan kandungan karaginan. Parameter pendukung kualitas air antara lain pengukuran suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), dan penetrasi cahaya. 2. Cara Kerja Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii 2.1. Persiapan Lahan untuk budidaya terletak di Perairan Pandansari - Pantura Brebes. Bibit rumput laut Eucheuma cottonii Doty diambil dari Pantai Pandansari, Brebes. Rumput laut diambil yang segar dan dicuci dengan air laut, bibit kemudian ditimbang dengan berat awal 100 gram. Jaring tabung dibuat dengan rangka besi, jaring tubuler yang digunakan dibuat tanpa rangka dan terbuat dari bahan dasar plastik elastis, sedangkan tali tunggal terbuat dari tambang. Bambu untuk menempatkan tali tunggal, jaring tubuler maupun jaring tabung. 2.2. Penanaman 2.2.1. Sistem tali tunggal (Lampiran 4) 1 Buah rakit dibuat dengan ukuran 250 cm x 200 cm2 dengan menggunakan bambu berbentuk segi empat setiap tali tanam terdapat tempat yang seluruhnya berjumlah 81 titik tanam. Salah satu bambu yang berhadapan diikatkan tali plastik satu dengan yang lainnya dengan jarak tanam 25 cm, jarak 20 cm, dan jarak antar titik tanam 25 x 20 cm. Bibit rumput laut yang telah
ditimbang seberat 100 gram diikatkan pada tali sepanjang 1 m. Rakit diikat pada pancang yang sudah ditanam di Perairan Pandansari – Pantura Brebes (Insan dan Widyartini, 2012). 2.2.2. Sistem jaring tabung (Lampiran 4) Jaring tabung bertingkat dengan tinggi tabung 30 cm dengan diameter dasar tabung 30 cm, dibuat dan diberi sekat-sekat sebanyak 3 sekat. 3 buah rakit bambu dengan ukuran 250 x 200 cm2 dengan menggunakan bambu berbentuk segi empat setiap tali terdapat tempat yang seluruhnya berjumlah 72 titik tanam. Bibit rumput laut Eucheuma cottonii Doty ditimbang dengan berat 100 gram dimasukkan pada masing-masing ruang sekat tanam, jarak tanam 50 cm, jarak 30 cm, dan jarak antar titik tanam 50 x 30 cm. Jaring yang telah terisi rumput laut diikatkan pada rakit atau bambu. Rakit diikat pada pancang yang sudah ditanam diperairan (Insan dan Widyartini, 2012). 2.2.3. Sistem jaring tubuler (Lampiran 4) Jaring yang berbentuk tubuler dibuat dengan mengikatkan kedua ujungnya pada tiang bambu atau kayu dengan menggunakan tali sepanjang 1 m. Siapkan 2 buah rakit bambu dengan ukuran 240
x 120 cm2 dengan
menggunakan bambu berbentuk segi empat setiap tali terdapat tempat yang seluruhnya berjumlah 70 titik tanam. Ukuran tabung 5-10 cm. Jarak tanam 30 cm. Bibit rumput laut yang telah ditimbang seberat 100 gram dimasukan pada jaring tubuler. 2 Bibit rumput laut masing-masing yang telah ditimbang seberat 100 gram diikatkan pada tali plastik tersebut dengan menggunakan tali rafia dengan jarak 20 cm. 1 jaring tubuler terdapat 30 x 20 jarak antar titik tanam. Jaring dengan ukuran mata jaring 0,5-2,5 cm yang telah terisi rumput laut
diikatkan pada rakit. Jaring diikat pada pancang yang sudah ditanam diperairan (Insan dan Widyartini, 2012). 2.3. Pemeliharaan Rumput laut dibersihkan dari tanaman lain atau kotoran yang menempel pada rumput laut. Pemeliharaan dilakukan setiap sepuluh hari sekali. 3. Pengamatan 3.1. Parameter Utama
Pengamatan dan pengambilan data pertambahan berat basah dan karaginan rumput laut Eucheuma cottonii yang dilakukan pada 10 hst, 20 hst, 30 hst dan 40 hst, hari setelah tanam (hst). Diambil 3 titik tanam secara destruktif yang diulang sebanyak 5 kali dan ditimbang beratnya untuk mengetahui pertumbuhannya.. Adapun cara pengamatannya adalah sebagai berikut: a. Pertumbuhan Rumput Laut Pertumbuhan diamati dengan menimbang pertambahan berat basah rumput laut Eucheuma cottonii. Caranya sampel tanaman diambil sebanyak 3 titik tanam secara destruktif untuk masing-masing perlakuan dan kemudian rumput laut Eucheuma cottonii ditimbang. Pengambilan sampel ini diulang sebanyak 5 kali. Data hasil penimbangan (Lampiran 1) dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut: G= Wt2 – Wt1 Keterangan : G = Pertumbuhan (gram) Wt1 = Berat rumput laut pada umur t1 (gram) Wt2= Berat rumput laut pada umur t2 (gram)
Sumber : Heddy (2001).
3.2. Parameter Pendukung Pengukuran dilakukan pada pagi hari jam 09.00 WIB waktu 10 hst, 20 hst, 30 hst, 40 hst yang diulang sebanyak 5 kali. Parameter pendukung kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH, dan Penetrasi cahaya. 1). Pengukuran suhu Suhu diukur dengan cara memasukkan termometer ke dalam air laut selama 5 menit, kemudian suhu yang teramati dicatat. 2). Pengukuran salinitas Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer, dengan cara menentukan air laut pada kaca refraktometer, kemudian dilihat skala salinitasnya. 3). Pengukuran derajat keasaman (pH) Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan pH indikator universal ke dalam air, warna yang timbul dicocokkan dengan warna pada petunjuk penggunaan yang menunjukan besarnya pH air. 4). Pengukuran Penetrasi Cahaya Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan dengan menggunakan keping secchi yang dicelupkan ke dalam air sampai tepat keping secchi tidak terlihat lagi, jarak tersebut dicatat sebagai x cm. Kemudian keping secchi ditenggelamkan sehingga tidak kelihatan kemudian diangkat sampai tepat kelihatan, jarak tersebut dicatat sebagai y cm, kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kecerahan
X Y 2
(Soejatmiko & Wisman, 2003).
4. Cara Kerja Ekstraksi Karaginan Eucheuma cottonii
Cara kerja ekstraksi karaginan jenis Eucheuma cottonii dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Pengambilan Sampel Sampel rumput laut yang berumur 1,5 bulan diambil dari hasil budidaya rumput laut Eucheuma cottonii dengan sistem tali tunggal, sistem jaring tabung, sistem jaring tubuler di Perairan Pantai Pandansari Brebes. b. Penimbangan Sampel rumput laut Eucheuma cottonii yang kering selanjutnya ditimbang sebanyak 20 gram untuk masing-masing perlakuan. c. Perendaman Rumput laut yang sudah kering ditimbang sebanyak 20 gram setelah itu direndam. Proses perendaman dilakukan untuk melunakkan talus rumput laut. Perendaman dilakukan menggunakan air sumur sebanyak 400 ml dengan perbandingan 1:20 (1 rumput laut : air) selama 1 jam. d. Pencucian dan Pembersihan Rumput laut dicuci dengan air tawar sampai bersih dari kotoran yang menempel seperti pasir, kerang, lumpur, dan rumput laut jenis lain dihilangkan. e. Pemucatan Pemucatan dilakukan dengan merendam rumput laut dalam larutan kapur tohor dan diaduk selama 1 jam. Bau kapur tohor dihilangkan dengan dicuci dengan air. f. Pencucian dan Pembersihan Rumput laut yang telah direndam pemucatan dengan menggunakan kapur tohor kemudian dicuci dengan air tawar sampai bersih dari kapur tohor, kotoran
yang menempel seperti pasir, kerang, lumpur, dan rumput laut jenis lain dihilangkan. Rumput laut dijemur dibawah sinar matahari dengan dilapisi plastik sampai rumput laut kering. g. Pembuatan Ekstrak Jeruk Nipis Jeruk nipis yang mempunyai tingkat ketuaan yang sama (berwarna hijau kekuningan), jeruk nipis yang telah di beli kemudian dicuci dengan air mengalir, buah dibelah dua lalu diputar dengan alat pemutar jeruk manual berbentuk kerucut. Air perasan yang terkumpul diendapkan sekitar 1 jam. Pengendapan tersebut akan membuat air jeruk nipis menjadi dua bagian yang bening dan yang keruh, kemudian dipisahkan. Diambil bagian yang bening lalu disimpan didalam botol duran. h. Larutan Jeruk Nipis 50% (v/v) Air diukur sebanyak 100 ml dimasukan dalam erlenmeyer, kemudian ditambah 200 ml ekstrak jeruk nipis secara perlahan, dan kemudian ditambahkan air hingga volume 400 ml. i. Pelembutan Rumput laut direndam dalam ekstrak jeruk nipis 50 ml diteteskan perlahan kedalam air hingga menjadi 400 ml untuk digunakan dalam proses pelembutan. Rumput laut direndam sesuai perlakuan, atau dalam ekstrak asam jeruk nipis, dengan konsentrasi sesuai perlakuan selama 15 menit, kemudian direndam dan dicuci dengan air selama 15 menit dan ditiriskan. j. Pemasakan Rumput laut di blender hingga halus lalu dimasak dalam air sebanyak 800 ml selama 2 jam pada suhu 900C-1000C atau sampai mencair lalu pH diukur dengan kertas pH. Apabila pH < 6, maka ditambahkan NaOH 15% hingga tercapai pH 6
dan bila > 7, diturunkan dengan ditambahkan asam cuka. Menurut Winarno (1996), pada pemasakan rumput laut, pH larutan dipertahankan antara pH 6-7, karena bila pH terlalu tinggi maka gel dapat membeku namun sebaliknya apabila pH larutan terlalu rendah maka gel akan mudah terhidrolisis. k. Pengepresan Hasil pemasakan disaring dengan kain kasa (kain saring) dengan ukuran 40 mesh. Cairan yang keluar kemudian ditampung dalam bejana dan diendapkan sehingga memisah antara karaginan dan air. Air dibuang dan karaginan dinetralkan dengan penambahan larutan KCl 0,3% hingga pHnya menjadi 7 -7,5 cairan dimasak kembali sambil diaduk. Pemberian KCl bertujuan untuk menyeimbangkan pH sehingga agar tidak terdegradasi. Karaginan yang telah mendidih dituangkan dalam bejana hingga membeku. Pemberian H2O2 (soda asden) 5 gram tujuannya untuk memutihkan karaginan yang diekstrak. l. Pendinginan Cairan yang sudah membeku didinginkan dalam freezer pada suhu 6-30C m. Pengeringan Karaginan kemudian dicetak dengan kain kasa lalu dikeringkan didalam oven dengan suhu 700C atau menggunakan sinar matahari langsung, kemudian ditimbang. Karaginan yang telah kering ditandai dengan mudah terlepas dari kain kasa. n. Perhitungan Bobot Karaginan Bobot karaginan yang diperoleh dihitung dengan metode Glicksman (1969), dengan rumus sebagai berikut : Bobot karaginan (gr) =
(
) (
)
C. Metode Analisis Data bobot pertumbuhan dan karaginan dianalisis dengan menggunakan uji F dengan taraf kepercayaan 95% dan 99% untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang dicobakan. Apabila berpengaruh nyata atau sangat nyata kemudian dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Sastrosupadi, 1995).