II. MATERI DAN METODE PENELITIAN
1.
Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian
1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel plankton, formalin 40%, MnSO4, KOH-KI, Na2S2O3 0,025 N., H2SO4 pekat, indikator amilum, akuades, Na2CO3 0,01 N., dan indikator Phenolpthalein (pp).
1.1.2. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah jaring plankton net No. 25, alat tulis, ember plastik, botol sampel, object glass, cover glass, tissue, kertas label, selotip, mikroskop binokuler, botol Winkler 250 ml, labu Erlenmeyer, biuret, statif, corong biuret, pipet tetes, pH universal Neutralit skala 0-14 Merck, meteran, depth sounder, Global Positioning System (GPS), termometer, Secchi disk, handrefractsalinometer, dan manual topdal yang digunakan sebagai alat bantu mengukur kecepatan arus air.
1.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap. Pada kawasan tersebut, sungai yang diteliti yaitu Sungai Sapuregel dan Sungai Donan (Gambar 2.1). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret dan April 2013 dan termasuk dalam musim hujan.
9
2. Metode Penelitian
2.1. Teknik Pengambilan Sampel Metode pengumpulan data menggunakan sample survey method yang dilakukan berdasarkan studi kasus. Penentuan stasiun sampling menggunakan purposive sampling method. Jumlah stasiun terdiri atas enam stasiun, tiga stasiun (SA-3-13 dengan koordinat 7o42’289” LS ; 108o57’773” BT, SA-3-14 dengan koordinat 7o41’658” LS ; 108o57’637” BT, dan SA-3-15 dengan koordinat 7o40’843” LS ; 108o57’441” BT) pada daerah aliran Sungai Sapuregel dan tiga stasiun (SA-3-5 dengan koordinat 7o40’928” LS ; 109o00’59” BT , SA-3-53 dengan koordinat 7o42’358” LS ; 108o59’501” BT, dan SA-3-48 dengan koordinat 7o44’387” LS ; 108o59’608” BT) pada daerah Sungai Donan. Penentuan stasiun berdasarkan keberadaan sungai yang berbeda pada Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Lokasi pengambilan sampel plankton di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap
10
2.2. Variabel yang Diamati Variabel yang diamati meliputi variabel utama yaitu kekayaan, kelimpahan, dan distribusi plankton. Variabel pendukung yaitu kualitas air yang terdiri dari temperatur, penetrasi cahaya, kedalaman, pH, salinitas, Oksigen (O2) terlarut, karbon dioksida (CO2) bebas, kecepatan arus, dan curah hujan. 2.3. Cara Kerja 2.3.1. Pengambilan Sampel Plankton Sampel plankton diambil menggunakan plankton net No. 25 dengan menyaring 100 l air, kemudian sampel plankton yang tertampung dalam jala plankton dipindahkan ke dalam botol sampel (APHA, AWWA, dan WEF, 1992). 2.3.2. Pengawetan Sampel Plankton Sampel plankton yang tertampung dalam botol sampel diberi larutan formalin 40% sampai konsentrasi larutan menjadi 4%, dengan rumus (APHA, AWWA, dan WEF, 1992): V1 x N1 = V2 x N2 Keterangan: N1 = konsentrasi formalin yang dikehendaki (4%) N2 = konsentrasi formalin yang tersedia (40%) V1 = volume air dalam botol sampel V2 = volume formalin yang dibutuhkan
2.3.3. Identifikasi Sampel Plankton Identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Biologi Akuatik Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Sampel plankton dihomogenkan agar tidak ada yang mengendap di dasar botol. Kemudian, sampel diambil 1 tetes (0,04 ml) dengan pipet, diteteskan pada gelas objek, lalu ditutup dengan cover glass (18x18 mm), dan diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 400x. Identifikasi
11
spesies plankton menggunakan buku rujukan Sachlan (1982), Davis (1995), dan Shirota (1966). 2.3.4. Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan Kualitas air dianalisis mengikuti metode dari APHA, AWWA, dan WEF (1992) serta Wetzel dan Likens (2000). Parameter yang diambil meliputi salinitas, kecepatan arus, pH, temperatur, O2 terlarut, CO2, dan penetrasi. Kualitas air dapat dianalisis dengan membandingkan antara hasil dan standar. Standar yang digunakan yaitu buku National Technical Advisory Committee (NTAC, 1972). 2.3.4.1. Temperatur Temperatur air diukur dengan menggunakan termometer Celcius yang dicelupkan ke dalam perairan. Termometer dibiarkan sampai angka konstan, kemudian dibaca angka skalanya dan dicatat. Temperatur udara diukur menggunakan termometer Celcius yang digantung pada tempat terbuka kemudian dibaca skalanya setelah menunjukkan angka yang konstan (APHA, AWWA, dan WEF, 1992). 2.3.4.2. Salinitas Salinitas diukur menggunakan metode konduktivitimetrik dengan alat hand refractsalinometer,
dengan
meneteskan
air
laut
pada
prisma
hand
refractsalinometer dan melihat angka yang tertera pada bagian “eye place”. Pengukuran dilakukan pada permukaan air (APHA, AWWA, dan WEF, 1992). 2.3.4.3. Arus Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan metode lagrarian (float tracking). Pengukuran arus menggunakan alat float tracking yang menggunakan topdal (dari pelampung bola), kompas, dan stopwatch. Topdal dilepaskan di perairan dan ditandai dengan menggunakan kompas sebagai lokasi
12
awal, kemudian dibiarkan hanyut selama 5 menit dan ditandai kembali (Johnson dan Pattiaratchi, 2004 dalam Brown, 2008). 2.3.4.4. Penetrasi Cahaya Berdasarkan Wetzel dan Likens (2000), penetrasi cahaya (cm) diukur dengan menggunakan Secchi disk yang dimasukan ke dalam badan air sampai Secchi disk tidak terlihat, kemudian diukur kedalaman sampai intensitas cahaya 0% (dicatat sebagai nilai x), Secchi disk diturunkan kembali kebadan air sampai tidak tampak kemudian diangkat perlahan sampai mulai nampak lagi (dicatat sebagai nilai y). Besar nilai penetrasi cahaya matahari didapat dengan rumus berikut: Penetrasi cahaya= Keterangan: x= kedalaman pertama sampai intensitas cahaya 0% (cm) y= kedalaman kedua sampai intensitas cahaya 0% (cm)
2.3.4.5. Kedalaman Kedalaman diukur dengan menggunakan depth sounder. Ujung depth sounder dicelupkan ke badan air sampai muncul angka kedalaman (Wetzel dan Likens, 2000). 2.3.4.6. pH Derajat keasamaan dapat diukur dengan cara mencelupkan kertas pH ke dalam air selama 3-5 detik. Kertas tersebut diangkat, kemudian dicocokkan warna pada strip kertas pH dicocokan dengan warna yang ada dalam tabel (Wetzel dan Likens, 2000).
13
2.3.4.7. Oksigen Terlarut Pengukuran O2 terlarut menurut APHA, AWWA, dan WEF (1992), sampel air diambil dengan botol Winkler 250 ml sampai penuh (tanpa ada gelembung di dalam botol), tambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml KOH-KI dengan pipet seukuran, botol dikocok dengan cara membolak-balikkan botol sampai larutannya homogen dengan air. Sampel didiamkan beberapa saat sampai timbul endapan, ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1 ml dengan pipet seukuran dan botol ditutup kembali, botol dikocok perlahan atau di bolak-balik sampai semua endapan menjadi larut dan berwarna coklat kekuningan, diambil 100 ml dengan menggunakan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator amilum 3-5 tetes sampai berwarna biru tua, dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N. sampai warna biru menjadi jernih, volume titran yang digunakan untuk titrasi dicatat dan dimasukkan ke dalam rumus untuk menghitung kandungan O2 terlarut. O terlarut =
1000 x 100
x
Keterangan: 1000 = 100 ml sampel air yang digunakan per 1000 ml 100
p q 8
x 8 mg/l
= jumlah Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi (ml) = normalitas larutan Na2S2O3 0,025 N. = bobot setara O2
2.3.4.8. Karbon dioksida Bebas Pengukuran CO2 bebas menurut APHA, AWWA, dan WEF (1992), sampel air diambil dengan botol Winkler 250 ml (tanpa ada gelembung di dalam botol), diambil 100 ml dengan gelas ukur dan dituangkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan 3-5 tetes indikator pp, dititrasi dengan Na2CO3 0,01 N. sampai larutan berubah menjadi warna merah muda, jumlah titran yang digunakan dicatat dan dimasukkan dalam rumus untuk menghitung kandungan CO2 bebas.
14
CO bebas =
1000 x 100
x
Keterangan : 1000 = 100 ml sampel air yang digunakan per 1000 ml 100
p q 22
x 22 mg/l
= jumlah ml Na2CO3 = normalitas Na2CO3 (0,01 N.) = bobot setara CO2
3. Metode Analisis
Data yang diperoleh kemudian dijelaskan dengan secara deskriptif, data hasil analisis dibandingkan dengan referensi. Hasil perbandingan tersebut selanjutnya digunakan untuk penarikan kesimpulan mengenai kondisi kualitatif Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap. 3.1. Analisis Struktur Komunitas Plankton pada Sungai Sapuregel dan Sungai Donan di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap Analisis struktur komunitas plankton pada Sungai Donan di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap berdasarkan kekayaan spesies, kelimpahan spesies, dan distribusi plankton sebagai berikut: 3.1.1. Kekayaan Spesies Kekayaan spesies plankton dapat diketahui dari banyaknya jumlah jenis plankton hasil identifikasi yang ditemukan di satu komunitas (Gotelli, 2013). 3.1.2. Kelimpahan Plankton Kelimpahan plankton memiliki satuan jumlah individu persatuan volume (dalam l). Kelimpahan individu plankton dalam 1 l air dihitung dengan menggunakan persamaan Sachlan (1982) sebagai berikut:
15
Kelimpahan (ind/l): volume air dalam botol sampel volume air yang diamati
penampang penutup x jumlah individu plankton x luasjumlah lapang pandang volume air yang disaring
Keterangan: Volume air dalam botol sampel Volume air yang diamati Luas penampang penutup Jumlah lapang pandang Volume air yang disaring Ind/l
= 15 ml = 0,04 ml = 18x18mm = 20 = 100 l = Individu/liter
3.1.3. Pola Distribusi Plankton Pengetahuan mengenai penyebaran sangat penting untuk mengetahui tingkat pengelompokan dari individu yang dapat memberikan dampak terhadap populasi dari rata-rata per unit area dan menjelaskan faktor-faktor yang berperan dalam suatu kasus, objek utama untuk mendeteksi pola spasial ialah untuk menghasilkan hipotesis mengenai struktur komunitas ekologi (Krebs, 1978). Pola dispersi plankton dapat ditentukan dengan menghitung Indeks Morisita dengan menggunakan persamaan:
Id
n Xi( Xi 1) N ( N 1)
Keterangan: Id = Indeks Morisita n = Jumlah stasiun pengambilan sampel N = Jumlah individu pada n stasiun Xi = Jumlah individu pada stasiun ke-i
Pola dispersi plankton ditentukan dengan menggunakan krtiteria sebagai berikut (Brower et al., 1977): Id < 1 pola dispersi seragam Id = 1 pola dispersi acak Id > 1 pola dispersi mengelompok
16
Uji statistik Chi-kuadrat digunakan untuk menguji kebenaran Indeks Morisita: X2 = (n∑X2/N) – N Nilai Chi square (X2) yang didapatkan selanjutnya dibandingkan nilai X2tabel dengan menggunakan selang kepercayaan 90% (α = 0,10). Jika X2hitung kurang dari X2tabel, maka perbedaan pola distribusi tidak ada yang nyata dengan acak (mengelompok). 3.2. Perbedaan antara Struktur Komunitas Plankton pada Sungai Sapuregel dan Sungai Donan di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap Data yang diperoleh dari Sungai Sapuregel dan Sungai Donan dianalisis dengan indeks kesamaan (IS) untuk mengetahui perbedaan kekayaan spesies pada kedua sungai tersebut. Kesamaan dan perbedaan antar spesies plankton yang ditemukan antara satu habitat dengan habitat yang lain dapat ditentukan dengan menggunakan indeks kesamaan (Krebs, 1978). IS
2C 100 % A B
Keterangan: S = Indeks similaritas A = Spesies pada tempat A B = Spesies pada tempat B C = Spesies pada tempat A maupun B
Apabila nilai indeks kesamaan dari dua komunitas yang dibandingkan kurang dari 50%, maka dua komunitas yang dibandingkan dapat dianggap dari dua komunitas yang berbeda, dan bukan berasal dari satu komunitas yang sama. Selanjutnya, hasil
tersebut digunakan untuk penarikan kesimpulan mengenai
kondisi kualitatif Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap.
17
Komposisi spesies dalam komunitas dapat dianalisis dengan menggunakan indeks dominansi. Indeks dominansi digunakan untuk melihat ada tidaknya suatu jenis tertentu yang mendominasi dalam suatu populasi (Krebs, 1978; Odum, 1971).
Keterangan: C = Indeks dominansi ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Total individu komunitas
Nilai (indeks dominansi) C berkisar antara 0 dan 1. Apabila nilai C mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi, sedangkan bila C mendekati 1 berarti ada individu yang mendominasi populasi (Odum, 1971).